farmakologi-1

Post on 28-Nov-2015

4 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

Laboratorium Farmakologi-ToksikologiProgram Studi Farmasi F-MIPAUniversitas Lambung Mangkurat

PENGARUH CARA PEMBERIAN

TERHADAP ABSORPSI OBAT

Oleh :

Nama : Jimmy Ahyari

NIM : J1E105037

Asisten : Sutomo, S.Si., M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2007

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

BAB I

PENDAHULUAN

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem

tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi

secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan

ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam

berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau

petunjuk pemakaiannya.

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat

menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan

bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat

mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),

intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat

untuk memberikan respons tertentu

Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah

diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang

memungkinan diberikan secara intravena dan diedarkan di dalam darah

langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan

bermanfaat.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN PRAKTIKUM

II.1. Maksud dan Tujuan

II.1.1. Maksud

Maksud dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui

pengaruh beberapa cara pemberian obat terhadap absorpsi obat pada

hewan uji.

II.1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenal,

mempraktekkan, dan membandingkan cara cara pemberian obat

terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data farmakologi

sebagai tolak ukurnya

BAB II

TEORI SINGKAT

Selain pemberian topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau

membran mukosa, penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer

obat ke dalam aliran darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat tersebut

berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan

dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah

dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian (Katzung, 1986).

Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang

sesuai adalah sebagai berikut:

Cara/bentuk sediaan parenteral

a. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke

dalam vena, “onset of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100

%, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan

dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang

waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).

b. Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan

dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa

larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi,

kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat

tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi:

semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes,

2002).

c. Subkutan (SC) (“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan

suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas

permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi

pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama,

obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,

suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks

jaringan) (Joenoes, 2002).

d. Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat efek obat

setempat pada selaput otak atau sumbu serebrospinal, seperti

pengobatan infeksi SSP yang akut) (Anonim, 1995).

e. Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya

(Anonim, 1995).

Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum

dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah

banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor

penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989).

Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa

diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan,

sedangkan yang lainnya tidak (Ansel, 1989).

BAB IV

METODE KERJA

IV.1 Alat Dan Bahan

IV.1.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Jarum berujung tumpul (untuk per oral)

2. Sarung tangan

3. Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml)

4. Stop watch

IV.1.2 Bahan Yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini :

1. Alkohol 70 %

2. Natrium penobarbital 3,5 % atau Natrium tiopental,

Natrium heksobarbital

IV.2 Cara Kerja

1. Mencit ditimbang dan diperhitungkan volume sediaan pentobarbital

yang akan diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

2. Sodium pentobarbital diberikan pada hewan uji dengan cara

pemberian: oral, subkutan, intra muscular, intra peritoneal, dan intra

vena.

3. Perubahan-perubahan yang terjadi diamati dengan cermat yang

mencakup waktu onset dan durasi dicatat.

4. Data yang terkumpul dari masing-masing kelompok dianalisis

menggunakan analisis varian

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil Praktikum

Dari pecobaan diperoleh waktu onset dan durasi :

Tabel hasil kelompok I

MencitBentuk

sediaan

Stock

(mg/ml)

Dosis/

mencitOnset Durasi

I

II

III

IV

V

Oral

i.v

i.p

s.c

i.m

5

5

5

5

20

35

35

35

35

35

55 : 44

37 : 09

42 : 52

37 : 09

24 : 25

18 : 53

-

04 : 22

14 : 08

21 : 24

Tabel hasil kelompok II

MencitBentuk

sediaan

Stock

(mg/ml)

Dosis/

mencitOnset Durasi

I

II

III

IV

V

Oral

i.v

i.p

s.c

i.m

5

5

5

5

20

35

35

35

35

35

1 : 26 : 30

15 : 40

1 : 12 : 08

1 : 40 : 10

1 : 17 : 38

1 : 34 : 07

55 : 45

1 : 17 : 30

1 : 47 : 08

1 : 50 : 37

Tabel hasil kelompok III

MencitBentuk

sediaan

Stock

(mg/ml)

Dosis/

mencitOnset Durasi

I

II

III

IV

V

Oral

i.v

i.p

s.c

i.m

5

5

5

5

20

35

35

35

35

35

48 : 18

25 : 14

39 : 42

42 : 26

30 : 00

25 : 39

34 : 46

21 : 88

27 : 16

50 : 00

Tabel hasil kelompok IV

MencitBentuk

sediaan

Stock

(mg/ml)

Dosis/

mencitOnset Durasi

I

II

III

IV

V

Oral

i.v

i.p

s.c

i.m

5

5

5

5

20

35

35

35

35

35

25 : 18

20 : 48

10 : 42

24 : 37

15 : 28

1 : 02 : 15

53 : 16

21 : 15

27 : 53

42 : 00

Tabel hasil kelompok V

MencitBentuk

sediaan

Stock

(mg/ml)

Dosis/

mencitOnset Durasi

I

II

III

IV

V

Oral

i.v

i.p

s.c

i.m

5

5

5

5

20

35

35

35

35

35

33 : 00

24 : 09

29 : 32

32 : 00

30 : 00

60 : 16

60 : 30

60 : 17

53 : 00

60 : 15

V.2. Pembahasan

Praktikum kali ini mempalajari tentang pengaruh cara pemberian

obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan

uji). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam

tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai

objek pengamatan. Sekedar informasi, selanjutnya mencit hanya disebut

sebagai hewan uji

Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui cara oral,

intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Dengan cara oral

(pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum

injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji.

Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan

menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah

dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah).

Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk

hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keempat dengan cara

intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang

digunakan karena rentan menyebabkan infeksi). Yang kelima atau yang

terkhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat

pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas.

Dosis obat yang diberikan yaitu 35 mg/kgBB hewan uji. Untuk

stock larutan, pada per oral, intravena, intraperitoneal, dan subkutan

menggunakan larutan 5 mg/ml. Sedangkan untuk injeksi intramuscular

menggunakan larutan dengan stock 20 mg/ml. untuk data kelompok I,

volume injeksi untuk oral, intravena, intraperitoneal, subkutan, dan

intramuscular secara berturut-turut adalah 0,3 ml; 0,15 ml; 0,15 ml; 0,13 ml

dan 0,1 ml. Perhitungan volume injeksi yang diberikan berdasarkan berat

badan tiap hewan uji sehingga diperoleh hasil yang berbeda.

Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan

durasi yang berbeda. Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah

pemberian obat. Durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek obat

tersebut hilang. Dari pengamatan kelompok I, berdasarkan onsetnya, injeksi

dengan cara intramuscular memiliki waktu yang tercepat dan yang paling

lambat adalah injeksi dengan pemberian oral. Dari pengamatan kelompok II,

III, IV dan V berdasarkan onsetnya, injeksi dengan intravena memiliki

waktu yang cepat dan yang paling lambat yaitu injeksi dengan cara oral.

Dari data-data diatas dapat kita ketahui bahwa cara intravena merupakan

cara pemberian obat yang reaksinya paling cepat dan yang paling lambat

adalah cara oral. Cara intravena yaitu cara pemberian obat langsung masuk

kepembuluh darah, sehingga cara ini tentu saja lebih cepat memberikan efek

karena tidak melalui proses absorbsi dulu untuk masuk kesistem sistemik

dari pada cara-cara injeksi yang lain. Sedangkan cara oral merupakan cara

pemberian obat melalui pencernaan sehingga prosesnya berjalan lambat.

Namun seperti kita lihat pada data, hanya kelompok I yang memiliki onset

yang tercepat dengan pemberian intramuscular. Hal ini mungkin

dikarenakan terjadinya penambahan dosis menjadi dua kali lipat dari

seharusnya yaitu menjadi 0,26 ml.

Untuk durasinya, hasil pengamatan kelompok I, II dan IV efek

obat yang paling cepat hilang yaitu cara intraperitoneal dan yang efeknya

lama yaitu cara intramuscular. Untuk kelompok III, efek obat yang paling

cepat hilang adalah cara intravena dan yang paling lama efek obatnya

dengan cara intramuscular. Sedangkan untuk kelompok V cara pemberian

dengan intraperitoneal memiliki efek yang cepat hilang sedangkan cara oral

yang efeknya paling lama hilangnya.

Secara deskriptif perbandingan data kelas yang menggunakan H0

= semua cara pemberian memberikan efek sama. Jika sig > 0,05 maka H 0

diterima, dan jika sig < 0,05 kama H0 ditolak.

Perbandingan data kelas didapatkan sig 0,431 pada onset, dan

0,857 pada durasi. Keduanya lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima yaitu

semua cara pemberian memberikan efek yang sama. Hal tersebut

menunjukkan bahwa secara umum berbagai cara pemberian (p.o, i.m, i.v,

i.p) pada hasil percobaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna

pada taraf nyata 95% (p < 0,05).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan, sebagai berikut :

1. Secara garis besar yaitu empat dari lima kelompok menunjukkan

pemberian obat dengan cara intravena lebih cepat daripada cara-cara

lainnya dalam hal menimbulkan efek.

2. Tiga dari lima kelompok membuktikan pemberian dengan cara

intramuscular memiliki durasi yang lama.

3. Peningkatan dosis dapat mempengaruhi onset dan durasi yang

dihasilkan dari pada dosis awal yang diberikan.

4. Secara umum berbagai cara pemberian (p.o, i.m, i.v, i.p) pada

hasil percobaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada

taraf nyata 95% (p < 0,05).

VI.2 Saran

Agar praktikum berjalan lancar hendaknya ada bimbingan khusus

dari para asisten mengenai prosedur kerja dan alat serta bahan yang akan

digunakan sehingga praktikan tidak lagi bolak-balik ruang praktikum

hanya sekedar mangambil alat dan lainnya.

Mari kita bersama-sama menciptakan suasana praktikum yang

menyenangkan. Karena hanya dengan belajar yang menyenangkan semua

dapat menangkap materi dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 2000, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, hal.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi,IV, Depkes RI, Jakarta, hal.

Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta,hal.

Joenoes, Z. N., 2002, Ars Prescribendi Jilid 3, Airlangga University Press, Surabaya, hal.

Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta, hal.

top related