evaluasi peraturan daerah kota batam nomor 8...
Post on 29-Apr-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EVALUASI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 8 TAHUN
2003 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP DI KELURAHAN BATU MERAH KECAMATAN
BATU AMPAR KOTA BATAM
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
FELDA
NIM :110565201044
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
EVALUASI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 8 TAHUN
2003 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP DI KELURAHAN BATU MERAH KECAMATAN
BATU AMPAR KOTA BATAM
FELDA
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Peran suatu pemerintah salah satunya adalah menyelesaikan permasalahan yang
menyangkut dengan kepentingan masyarakat, salah satu contohnya adalah seperti
masalah kerusakan lingkungan. Kemajuan yang sangat pesat, khususnya dibidang
ekonomi telah menjadikan Kota Batam sebagai salah satu wilayah andalan bagi
pemacu pertumbuhan ekonomi, tidak saja bagi Kota Batam, namun juga bagi
nasional. Pantauan dilapangan, puluhan ton limbah berbahaya dan beracun jenis
serbuk warnah hitam sudah tercampur dengan tanah dan disimpan dalam karung di
area perusahaan. Tumpukan limbah yang dibungkus tersebut tampak terlihat jelas
berada di samping pos keamanan perusahaan yang berada di paling belakang. ada
pula perusahaan yang membuang limbah beracun tersebut langsung ke laut yang
dekat dengan pemukiman warga khususnya di Kelurahan Batu Merah.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 terhadap dampak pencemaran limbah perusahaan di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar Kota Batam. Informan dalam penelitian ini
adalah pemerintah yaitu pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Kota Batam, Lurah Batu Merah, Masyarakat serta perusahaan yang ada di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar Kota Batam. Analisis data yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003 Terhadap Dampak Pencemaran Limbah di
Kelurahan Batu Merah belum berjalan dengan baik khususnya pada pasal 30 tentang
pengawasan yang belum optimal sehingga pencemaran masih kerap terjadi. Pantauan
dilapangan, puluhan ton limbah berbahaya dan beracun (B3) jenis serbuk warnah
hitam sudah tercampur dengan tanah dan disimpan dalam karung di area perusahaan.
Kata Kunci : Limbah, Peraturan Daerah, Peran Pemerintah
2
A B S T R A C T
The role of a Government one is solving that concern with the interests of the
community, one such example is the issue of environmental damage. Progress very
rapidly, particularly in the field of Economics has made the Batam city as one of the
region's flagship for the driver of economic growth, not just for the Batam city, but
also for the national. The radar field, dozens of tons of hazardous waste and toxic
type of black warnah powder already mixed with the ground and stored in sacks at
area companies. Stack the wrapped waste seem clearly visible next to the security
company that was in the back. There are also companies that dispose of the toxic
waste directly into the Sea close to the settlement of citizens especially in the Red
Rock Village.
The goal in this research to evaluate the Regulatory area of Batam city Number
8th in 2003 Against the impact of the pollution of waste companies in the Red Rock
Village sub district of Batu Ampar Batam city. Informants in this study is the
Government i.e. the environmental impact Control Agency of the party area of Batam
city, head of the Red Rock, the public and businesses that are in the Red Rock Village
sub district of Batu Ampar Batam city. The analysis of the data used in this study is
the analysis of qualitative data.
Based on the research results then can be drawn the conclusion that regulation
of Batam City Region no. 8 of 2003 Against the impact of waste Pollution in the Red
Rock Village have not run well especially in article 30 concerning control not
optimal so that pollution is still often the case. The radar field, dozens of tons of toxic
and hazardous waste (B3) type warnah black powder already mixed with the ground
and stored in sacks at area companies.
Keywords: Waste, Local Regulations, The Role Of Government
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industrialisasi sebagai proses
dan pembangunan industri berada
pada satu jalur kegiatan, yaitu pada
hakekatnya berfungsi meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraan
rakyat. Industrialisasi sendiri tidak
terlepas dari upaya peningkatan mutu
sumber daya manusia, dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Semakin berkembangnya industri
diberbagai daerah, maka masalah
lingkungan hidup juga menjadi
perhatian yang sangat besar dan
harus mendapat perhatian yang lebih
dari pihak swasta tersebut. Dewasa
ini permasalahan lingkungan hidup
akan terus muncul secara serius
diberbagai pelosok bumi sepanjang
penduduk bumi tidak segera
memikirkan dan mengusahakan
keselamatan dan keseimbangan
lingkungan.
Terkait dengan permasalahan
pencemaran lingkungan akibat
industri membawa dampak yang luar
biasa terhadap kehidupan
masyarakat, karena bisa
menimbulkan kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu penanganan
yang serius untuk mengatasinya.
Sehingga antara pemerintah,
masyarakat dan lingkungan
dibutuhkan hubungan timbal balik
yang selalu harus dikembangkan
agar tetap dalam keadaan yang serasi
dan dinamis. Untuk melestarikan
hubungan tersebut dibutuhkan
adanya peran serta dari masyarakat
maupun pemerintah itu sendiri. Hal
ini agar tidak terjadi gangguan,
masalah-masalah maupun perusakan
yaitu pencemaran itu sendiri.
Penelitian terdahulu oleh
Rizky W. Santosa (2013) tentang
Dampak Pencemaran Lingkungan
Laut Oleh Perusahaan Pertambangan
Terhadap Nelayan Tradisional
dijelaskan bahwa Jumlah limbah
semakin lama semakin besar, dan
hingga sekarang belum diketahui
pasti dampak lingkungannya secara
jangka panjang, selain dampak
estetikanya yang sudah jelas
merugikan. Industri pertambangan
merupakan industri yang tidak
berkelanjutan karena tergantung pada
sumber daya yang tidak terbarukan.
Perilaku lainnya adalah praktik
pembuangan limbah pertambangan
dengan cara-cara primitif,
membuang langsung limbah tailing
ke sungai, danau, dan laut. Nelayan
adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya tergantung pada
hasil laut, baik secara melakukan
penanggkapan maupun secara budi
daya
Berdasarkan jurnal Syahril
Nedi (2012) tentang Stakeholders
Yang Berperan Dalam Pengendalian
Pencemaran Minyak Di Selat Rupat
diketahui bahwa pencemaran laut
dapat memberikan pengaruh yang
membahayakan terhadap kehidupan
biota, sumberdaya dan kenyamanan
ekosistem laut, kesehatan manusia
dan nilai guna lainnya dari ekosistem
laut. Salah satu polutan yang
berpotensi mencemari laut adalah
minyak. Pencemaran minyak dapat
membahayakan ekosistem laut
karena ekosistem dan biota perairan
sangat rentan terhadap minyak
Pemerintah harus berperan
aktif baik melalui perundang-
undangan ataupun dengan cara yang
lain dalam mencegah dan mengatasi
limbah industri. Pemerintah harus
4
menggiatkan pembangunan yang
berkesinambungan yaitu sustainable
development dengan artian
pembangunan yang berwawasan ke
depan dengan maksud agar mampu
dimanfaatkan oleh generasi sekarang
maupun yang akan datang.
N.A.Dwi Putri (2011)
menjelaskan bahwa Peran suatu
pemerintah salah satunya adalah
menyelesaikan permasalahan yang
menyangkut dengan kepentingan
masyarakat, salah satu contohnya
adalah seperti masalah kerusakan
lingkungan tiap pemerintah daerah
dituntut untuk siap menerima
delegasi wewenang dari pemerintah
pusat atau pemerintah diatasnya
tidak hanya dalam hal
penyelenggaraan pemerintahannya,
tetapi juga dalam hal pemecahan
permasalahan dan pendanaan
kegiatan pembangunannya. Hal
tersebut membawa konsekuensi
perlunya pelaksanaan management
pembangunan daerah yang lebih
professional, bottom up dan mandiri.
Artinya, pemerintah daerah dituntut
untuk melaksanakan fungsi-fungsi
management yang lebih
komprehensif, yaitu adanya
keterkaitan proses antara
perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan pembangunan
daerah yang berkesinambungan.
Pada pasal 15 dijelaskan
tentang wewenang pemerintah kota,
dijelaskan bahwa dalam rangka
pengendalian pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup
Pemerintah Kota berwenang
menetapkan kebijakan pengendalian
pencemaran dari perusakan
lingkungan hidup menerbitkan
perizinan lingkungan dan atau yang
terkait dengan lingkungan hidup
membentuk tim penanganan kasus
lingkungan hidup, melakukan
pengawasan penaatan,
memerintahkan penanggung jawab
untuk melakukan pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan
lingkungan hidup dan melakukan
upaya-upaya pengendalian
pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup berdasarkan
arahan, pedoman, supervisi, dan
pengawasan dari pemerintah dan
atau pemerintah provinsi serta
melakukan penegakan hukum sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Batam merupakan salah satu
kota di Indonesia yang menjadi
pilihan investor untuk membuka
usahanya. Saat ini Batam disebut
menjadi kota industri di Indonesia.
Batam sebagai Kota Industri,
terdapat banyak Kawasan Industri
(Industrial Park) seperti: Kawasan
Industri Batamindo (Batamindo
Industrial Park) adalah Kawasan
Industri yang pertama dan terbesar
untuk Industri Manufaktur di Kota
ini. Ada ratusan investor asing ber-
invest disini dengan ribuan
pekerjanya yang didominasi oleh
pekerja perempuan (Pekerja Industri
Manufaktur di Batam Didominasi
Perempuan). Selain Kawasan
Industri Batamindo, ada banyak
Kawasan Industri Manufaktur
lainnya seperti Kawasan Industri
Sekupang, Kawasan Industri Seraya,
Kawasan Industri Tunas, Kawasan
Industri Panbil, Kawasan Industri
Kara, Kawasan Industri Cammo dan
lain sebagainya.
Kemajuan yang sangat pesat,
khususnya dibidang ekonomi telah
menjadikan Kota Batam sebagai
salah satu wilayah andalan bagi
5
pemacu pertumbuhan ekonomi, tidak
saja bagi Kota Batam, namun juga
bagi nasional. Pembangunan yang
tumbuh pesat tersebut tidak terlepas
dari posisi strategis dan adanya arah
serta kebijakan yang tepat, yaitu
meletakkan prioritas pembangunan
pada sektor industri, perdagangan,
jasa, pariwisata, dan alih kapal
melalui penyediaan infrastruktur
yang berkesinambungan.
Pemerintah Kota Batam
sudah memiliki Peraturan Daerah
Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003
Tentang Pengendalian Pencemaran
Dan Perusakan Lingkungan Hidup.
Dimana dalam Perda ini dijelaskan
bahwa Kota Batam sebagai kawasan
strategis dalam kegiatan ekonomi
nasional dan daerah berpotensi untuk
terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh berbagai usaha dan
atau kegiatan, sehingga perlu
dilakukan upaya pengendaliannya.
Disatu pihak diharapkan
pertumbuhan industri terus
meningkat, tetapi dilain pihak
dampak negatif terhadap
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup terus meningkat
dan bahkan menjadi ancaman bagi
masa depan Kota Batam. Karena itu,
untuk mencegah terjadinya dampak
negatif tersebut perlu ditetapkan
berbagai kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup Kota
Batam.
Berdasarkan temuan dalam
penelitian ini, akan di fokuskan pada
pasal 30 tentang pengawasan,
Pemerintah wajib melakukan
pengawasan terhadap penaatan
penanggung jawab atas ketentuan
yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pengawasan wajib
dilakukan secara periodik dan
sewaktu-waktu sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka menentukan
tingkat penaatan. Pelaksanaan
pengawasan dilakukan oleh pejabat
pengawas lingkungan hidup yang
ditetapkan dengan Keputusan
Walikota. Apabila dalam
pelaksanaan pengawasan ditemukan
indikasi adanya tindak pidana
lingkungan, maka dilakukan
penyidikan oleh Pejabat Penyidik
Negeri Sipil atau Pejabat Penyidik
Polisi sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
Salah satu daerah yang
terkena dampak pencemaran adalah
Kelurahan Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Batam. Di
Kelurahan ini pencemaran yang
disebabkan oleh perusahaan
membuat banyak penduduk
kehilangan mata pencahariannya
karena sebagian besar dari mereka
berprofesi sebagai nelayan. Laut
adalah tempat paling mudah
membuang limbah, hampir semua
industri di Batam membuang air
limbah ke perairan laut, sehingga
perlu kesadaran yang lebih tinggi
dari pengusaha untuk memperkecil
dampak negatif kegiatan industri.
Perusahaan harus lebih terlibat sebab
Data laboratorium Pusat Sarana
Pengendalian Dampak Lingkungan-
Kementerian Lingkungan Hidup juga
menunjukkan tingkat pencemaran
terhadap kualitas air laut di pesisir
Batam melewati angka baku.
(Sumber : Antara News, diakses
pada tanggal 5 Mei 2016)
Ada 4 perusahan yang ada di
Kelurahan Batu Merah yaitu PT.
6
MEC DERMOT, PT. NOV, PT
WWE, dan PT TOYO KANETSU,
PT. PIPA MAS, PT PUTRA BINA
NS. Pantauan dilapangan, puluhan
ton limbah berbahaya dan beracun
(B3) jenis serbuk warnah hitam
sudah tercampur dengan tanah dan
disimpan dalam karung di area
perusahaan. Tumpukan limbah yang
dibungkus tersebut tampak terlihat
jelas berada di samping pos security
perusahaan yang berada di paling
belakang. ada pula perusahaan yang
membuang limbah beracun tersebut
langsung ke laut yang dekat dengan
pemukiman warga. Hal ini di
asumsikan bahwa kurangnya
pengawasan yang dilakukan
pemerintah berkaitan dengan
Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 Terhadap
Dampak Pencemaran Limbah
Perusahaan Di Kelurahan Batu
Merah Kecamatan Batu Ampar Kota
Batam.
Langkah yang harus
dilakukan dalam melaksanakan
pengawasan pada pasal 30 adalah,
pejabat pengawas lingkungan hidup
berwenang: melakukan pemantauan
yang meliputi pengamatan,
pemotretan, perekaman audio visual,
dan pengukuran; meminta
keterangan kepada masyarakat yang
berkepentingan, karyawan yang
bersangkutan, konsultan, kontraktor,
dan perangkat pemerintahan
setempat; membuat salihan dari
dokumen dan atau membuat catatan
yang diperlukan, yang meliputi
dokumen perizinan, dokumen
AMDAL, UKL, UPL, data hasil
swapantau, dokumen surat keputusan
organisasi perusahaan serta dokumen
lainnya yang berkaitan dengan
kepentingan pengawasan;. memasuki
tempat tertentu; mengambil contoh
dari limbah yang dihasilkan, limbah
yang dibuang, bahan baku, dan
bahan penolong; memeriksa
peralatan yang digunakan dalam
proses produksi, utilitas, dan instalasi
pengolahan limbah; memeriksa
instalasi, dan atau alat transportasi;
meminta keterangan dari pihak yang
bertanggung jawab atas usaha dan
atau kegiatan; dan. wewenang lain
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam pengelolaan
lingkungan hidup menjadi penting
diutamakan adalah upaya
pencegahan. Oleh karena itu
instrumen pencegahan tersebut perlu
terus dikembangkan strategi
pengelolaan lingkungan hidup yang
terpadu dengan berbagai sektor,
misalnya penataan ruang wilayah
Kota Batam, penerapan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup, penetapan baku mutu
lingkungan hidup dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup daerah,
baku mutu limbah. Hal tersebut di
atas harus tercermin dalam perizinan
lingkungan hidup dan atau yang
terkait dengan lingkungan hidup.
Untuk kemudian dilakukan
pemantauan dan pengawasan serta
penegakan hukum. Selain itu perlu
pula dikembangkan pendekatan
ekonomi berupa pemberian insentif
dan disinsentif yang dapat
mendorong penaatan penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan.
Berdasarkan latar belakang
pemikiran tersebut, maka peneliti
dapat menarik judul “EVALUASI
PERATURAN DAERAH KOTA
BATAM NOMOR 8 TAHUN 2003
TERHADAP DAMPAK
PENCEMARAN LIMBAH
7
PERUSAHAAN DI
KELURAHAN BATU MERAH
KECAMATAN BATU AMPAR
KOTA BATAM”.
Perumusan Masalah
Pemerintah Kota Batam
sudah memiliki Peraturan Daerah
Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003
Tentang Pengendalian Pencemaran
Dan Perusakan Lingkungan Hidup.
Dimana dalam Perda ini dijelaskan
bahwa Kota Batam sebagai kawasan
strategis dalam kegiatan ekonomi
nasional dan daerah berpotensi untuk
terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh berbagai usaha dan
atau kegiatan, sehingga perlu
dilakukan upaya pengendaliannya.
Namun peraturan ini juga masih
tidak bisa menekan pencemaran
limbah di Kota Batam. Salah satu
daerah yang terkena dampak
pencemaran adalah Kelurahan Batu
Merah Kecamatan Batu Ampar Kota
Batam. Di Kelurahan ini pencemaran
yang disebabkan oleh perusahaan
membuat banyak penduduk
kehilangan mata pencahariannya
karena sebagian besar dari mereka
berprofesi sebagai nelayan.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana Evaluasi Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun
2003 Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam?
Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah : Untuk
mengetahui Evaluasi
Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak
Pencemaran Limbah
Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu
Ampar Kota Batam
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara akademik
penelitian ini diharapkan
mampu memberikan
referensi bagi penelitian-
penelitian yang berkaitan
dengan evaluasi
kebijakan terutama bagi
perkembangan Ilmu
Pemerintahan
b. Secara praktis untuk
menambah wawasan
mengenai Evaluasi
Peraturan Daerah Kota
Batam Nomor 8 Tahun
2003 Terhadap Dampak
Pencemaran Limbah
Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Batam
Konsep Operasional
a. Seberapa jauh kebutuhan,
nilai dan kesempatan telah
dapat dicapai melalui
tindakan kebijakan / program.
Dalam hal ini evaluasi
kebijakan mengungkapkan
seberapa jauh tujuan-tujuan
tertentu telah dicapai.
b. Tindakan yang ditempuh oleh
Implementing Agencies sudah
benar-benar efektif,
responsive, akuntabel dan
adil ini. Dalam bagian ini
evaluasi kebijakan harus juga
memperhatikan persoalan-
persoalan hak azasi manusia
ketika kebijakan
dilaksanakan. Hal ini perlu
dilakukan evaluator
8
kebijakan karena jangan
sampai tujuan dan sasaran
dalam kebijakan 8 terlaksana,
tetapi ketika itu
diimplementasikan banyak
melanggar perikehidupan
warga.
c. Efek dan dampak dari
kebijakan itu sendiri. Dalam
bagian ini evaluator
kebijakan harus dapat
meberdayakan output dan
outcome yang dihasilkan dari
suatu implementasi
kebijakan. Ketajaman
penglihatan ini yang
diperlukan ketika melihat
hasil evaluasi kebijakan,
sehingga fungsinya untuk
member informasi yang valid
dapat dipercaya menjadi
realisasi dari perwujudan
right to know bagi warga
masyarakat.
MetodePenelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini di lakukan dengan
mengunakan penelitian Deskriptif
Kualitatif. Dimana peneliti berusaha
untuk menjelaskan dampak yang
nyata program Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan Bagi Nelayan Di
Kelurahan Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Batam Menurut
Sugiyono (2012:11) “Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang di
lakukan untuk mengetahui variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih
tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan antara satu variabel
dengan variabel yang lain”. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, yang
dimaksud dengan mendapatkan
informasi yang seluas-luasnya dan
sedalam-dalamnya adalah untuk
mengungkapkan berbagai gambaran
dan Evaluasi Peraturan Daerah Kota
Batam Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam.
2. Lokasi Penelitian Untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan perumusan masalah
dalam penelitian ini, maka peneliti
memilih lokasi penelitian di
Kelurahan Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Bata. Hal ini
karena Salah satu daerah yang
terkena dampak pencemaran adalah
Kelurahan Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Batam. Di
Kelurahan ini pencemaran yang
disebabkan oleh perusahaan
membuat banyak penduduk
kehilangan mata pencahariannya
karena sebagian besar dari mereka
berprofesi sebagai nelayan.
3. Informan
Informan adalah objek penting
dalam sebuah penelitian.
Informan adalah orang-orang dalam
latar penelitian yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian.
Oleh sebab itu kita sangat
membutuhkan Informan. tanpa
seorang Informan kita tidak mungkin
mendapatkan hasil atau inti dari
sebuah penelitian. Informan juga
harus berbentuk adjective, itu
dikarenakan akan
mempengaruhi valid atau tidaknya
data yang kita teliti, dan hal itu pun
mempengaruhi ke absahan data yang
kita teliti. Informan dalam penelitian
ini adalah pemerintah yaitu pihak
Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah Kota Batam,
Lurah Batu Merah, Masyarakat serta
perusahaan yang ada di Kelurahan
9
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam.
4. Sumber dan Jenis Data
Untuk memperoleh data yang
relevan atau yang sesuai dengan
tujuan penelitian ini, maka peneliti
mengambil dari dua sumber data:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang
diambil langsung dari responden
sebagai data untuk menganalisa
penelitian dan diperoleh melalui
tanya jawab secara langsung kepada
informan. Data primer ini meliputi
data tentang Peraturan Daerah Kota
Batam Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam
b. Data Sekunder
Data skunder adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti dari sumber-sumber yang
telah ada atau data yang diambil
melalui keterangan atau informasi
yang diinginkan serta diperlukan
untuk memperjelas data atau
permasalahan yang akan diteliti yang
berkaitan dengan masalah Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun
2003 Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam
5. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data
a. Observasi, yaitu
dilakukan dengan
pengamatan langsung
berkenaan dengan
Evaluasi Peraturan
Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak
Pencemaran Limbah
Perusahaan Di Kelurahan
Batu Merah Kecamatan
Batu Ampar Kota Batam
b. Wawancara, yaitu
melakukan tanya jawab
secara langsung terhadap
informan dalam
penelitian ini. Alat yang
digunakan adalah
pedoman wawancara.
c. Dokumentasi,Yaitu
pengumpulan data
melalui buku-buku
ataupun literatur-literatur
yang berkaitan dengan
penelitian yang
dilakukan.
6. Teknik Analisa Data
Analisis data yang digunakan
untuk menganalisa data-data yang
didapat dari penelitian ini adalah
analisis deskriptif kualitatif. Meleong
(2006:35), menyatakan bahwa ”
analisa data kualitatif adalah proses
pengorganisasian dan pengurutan
data kedalam pola dan kategori serta
satuan uraian dasar, sehingga dapat
dikemukakan tema seperti yang
disarankan oleh data”.
Sedangkan langkah-langkah
analisa yang dilakukan adalah :
menelaah semua data yang tersedia
dari berbagai sumber, reduksi data
yang dilakukan dengan membuat
abstraksi, menyusun kedalam satuan-
satuan, pengkategorian data sambil
membuat koding, mengadakan
pemeriksaaan keabsahan data dan
penafsiran data secara deskriptif.
Untuk itu data-data yang
terkumpul baik itu data primer
maupun data sekunder, maka akan
diorganisir dan disusun. Setelah
tersusun kemudian dilakukan
penafsiran dan pembahasan terhadap
data yang dikemukakan itu.
10
LANDASAN TEORITIS
Kebijakan
Kebijakan adalah alat atau cara
untuk memecahkan masalah yang
ada. Kebijakan merupakan
sekumpulan keputusan yang dibuat
pemerintah atau lembaga yang
berwenang untuk memecahkan
masalah atau mewujudkan tujuan
yang ingin dicapai masyarakat.
Young dan Quinn (Suharto,2005:44)
menambahkan bahwa “kebijakan
publik merupakan tindakan yang
dibuat dan diimplementasikan oleh
badan pemerintah yang memiliki
kewenangan hukum, praktis dan
finansial untuk melakukannya”.
Pendapat ini juga menunjukan
bahwa ide kebijakan melibatkan
perilaku yang memiliki maksud dan
tujuan merupakan bagian yang
penting dari definisi kebijakan,
karena bagaimanapun kebijakan
harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada
apa yang diusulkan dalam
beberapa kegiatan pada suatu
masalah.
Pada dasarnya kebijakan publik
dapat berupa aturan atau ketentuan
yang mengatur kehidupan
masyarakat yang mana aturan-aturan
tersebut disusun dalam beberapa
bentuk kebijakan. “Kebijakan publik
mempunyai sifat paksaan yang
secara potensial sah dilakukan,
sehingga kebijakan publik menuntut
ketaatan atau kepatuhan yang luas
dari masyarakat” (Winarno,
2007:21).
Kebijakan publik di Indonesia
juga disertai dengan sanksi-sanksi
yang akan diberikan ketika terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan. Hal ini semata-mata
sebagai upaya agar tercipta
kepatuhan masyarakat secara luas.
Oleh karena itu kebijakan publik di
Indonesia identik dengan hukum.
Kebijakan pada dasarnya merupakan
ketentuan-ketentuan yang harus
dijadikan pedoman, pegangan atau
petunjuk bagi setiap usaha dan
kegiatan dari aparatur pemerintah /
pegawai. Menurut Abidin
(Syafarudin 2008:75) menjelaskan
Kebijakan adalah keputusan
pemerintah yang bersifat umum dan
berlaku untuk seluruh anggota
masyarakat.
Menurut Dwiyanto (2009: 140):
“Proses politik kebijakan adalah
proses melegitimasi kebijakan publik
dengan menyandarkan pada proses
pembahasan kebijakan di lembaga
politik yang diakui sebagai
representative publik. Jika lembaga
politik yang representative dari
kebijakan benar-benar menampung
aspirasi publik, maka kebijakan yang
direkomendasikan tidak mengalami
hambatan untuk dilegitimasikan
menjadi sebuah kebijakan “
Edwards III dan Sharkansky
dalam Hariyoso (2002: 62)
mengartikan bahwa kebijakan publik
adalah pernyataan pilihan tindakan
pemerintah yang berupa tujuan dan
program pemerintah. Sedangkan
Thomas R. Dye (dalam Sumaryadi,
2005 :19). berpendapat bahwa
kebijaksanaan negara ialah pilihan
tindakan apapun yang dilakukan atau
tidak yang dilakukan oleh
pemerintah. Menurut Abidin
(2002:75) menjelaskan Kebijakan
adalah keputusan pemerintah yang
bersifat umum dan berlaku untuk
seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan merupakan suatu tindakan
yang mengarah pada tujuan yang
11
diusulkan dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijakan publik
dapat berupa aturan atau ketentuan
yang mengatur kehidupan
masyarakat yang mana aturan-aturan
tersebut disusun dalam beberapa
bentuk kebijakan. “Kebijakan publik
mempunyai sifat paksaan yang
secara potensial sah dilakukan,
sehingga kebijakan publik menuntut
ketaatan atau kepatuhan yang luas
dari masyarakat” (Winarno,
2007:21).
Robert Eyestone (dalam
Agustino: 2006 : 6) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai “hubungan
antara unit pemerintah dengan
lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut
masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal. Setiap tahap dalam
pengambilan kebijakan harus
dilaksanakan dan dengan
memperhatikan sisi ketergantungan
masalah satu dengan yang lainnya.
Proses penetapan kebijakan atau
yang sering dikenal dengan policy
making process, menurut Shafrits
dan Russel dalam Keban (2004: 63)
adalah sebagai berikut :
1. agenda setting dimana isu-isu
kebijakan diidentifikasi,
2. keputusan untuk melakukan
atau tidak melakukan
kebijakan,
3. tahap implementasi
kebijakan,
4. evaluasi program dan analisa
dampak,
5. feedback yaitu memutuskan
untuk merevisi atau
menghentikan.
Proses kebijakan diatas bila
diterapkan akan menyerupai sebuah
siklus tahapan penetapan kebijakan.
Dengan demikian kebijakan public
adalah produk dari pemerintah
maupun aparatur pemerintah yang
hakekatnya berupa pilihan-pilihan
yang dianggap paling baik, untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang
dihadapi public dengan tujuan untuk
dicarikan solusi pemecahannya
secara tepat, cepat dan akurat,
sehingga benar adanya apa yang
dilakukan ataupun tidak dilakukan
pemerintah dapat saja dipandang
sebagai sebuah pilihan kebijakan.
Menurut Woll (dalam
Tangkilisan: 2003:2) menyebutkan
bahwa kebijakan publik ialah
sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Thomas R Dye
sebagaimana dikutip Islamy (2009:
19) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai apapaun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau
untuk tidak dilakukan.
Begitupun dengan Chandler dan
Plano sebagaimana dikutip
Tangkilisan (2003: 1) yang
menyatakan bahwa kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis
terhadap sumberdaya-sumberdaya
yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau
pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan
12
kelompok yang kurang beruntung
dalam masyarakat agar mereka dapat
hidup, dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas. David
Easton sebagaimana dikutip
Agustino (2006: 19) memberikan
definisi kebijakan publik sebagai “
the autorative allocation of values
for the whole society”. Definisi ini
menegaskan bahwa hanya pemilik
otoritas dalam sistem politik
(pemerintah) yang secara syah dapat
berbuat sesuatu pada masyarakatnya
dan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu diwujudkan
dalam bentuk pengalokasian nilai-
nilai.
Evaluasi kebijakan
Evaluasi sebagai proses
umpan balik pada saat kegiatan
dilaksanakan, juga berarti tidak saja
dilakukan setelah pelaksanaan
kegiatan semata, namun juga pada
saat proses kegiatan sedang
berlangsung agar kegiatan dapat
berjalan lancar dan mencegah
terjadinya penyimpangan atau
pelanggaran sedini mungkin dan
sekecil mungkin. Evaluasi seperti ini
dimaksudkan sebagai umpan balik
dalam suatu proses kegiatan.
Suatu program yang telah
dijalankan perlu dievaluasi untuk
melihat sejauh mana program
tersebut mencapai sasaran sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Untuk itu suatu
program mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap keberhasilan
suatu evaluasi dan sangat berguna
serta merupakan fungsi manajemen
yang menentukan tercapainya tujuan
didalam organisasi secara berdaya
guna dan berhasil guna. Evaluasi ini
dapat diketahui keberhasilan dan
kekurangnya pada suatu program
dalam rangka penyempurnaan
kebijakan yang terlebih dahulu,
mempertimbangkan nilai-nilai
positif, serta teknik yang digunakan
untuk melakukan penilaian demi
tercapainya tujuan di dalam
organisasi tersebut.
Pandangan yang tidak jauh
berbeda, kebijakan diterjemahkan
kedalam program dan proyek dengan
tindakan fisik, sehingga suatu
kebijakan menimbulkan konsekuensi
(hasil efek atau akibat) dan membagi
konsekuensi kebijakan menjadi dua
jenis, yaitu ; output dan outcome.
Arikunto (2010:292) menyebutkan
bahwa, setiap kegiatan evaluasi
biasanya dimaksudkan untuk
mengembangkan kerangka berpikir
dalam rangka pengambilan
keputusan Suatu evaluasi dalam
proses pengembangan dimaksudkan
sebagai perbaikan sistem dengan
tujuan, sebagai berikut :
a. Pertanggung jawaban
kepada pemerintah dan
masyarakat.
b. Penentuan tindak lanjut
hasil pengembangan.
Dari beberapa pendapat
para ahli di atas, evaluasi perlu
dilaksanakan terhadap suatu program
atau kegiatan, dalam hal ini bukan
untuk memberikan keseimbangan
nilai benar atau salah, namun untuk
melihat sejauh mana suatu program
atau kegiatan tersebut diadakan
penyempurnaan serta dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Dan pada
intinya tujuan utama evaluasi
tersebut adalah tidak mencari
kesalahan-kesalahan, tetapi
bagaimana untuk memperbaiki hasil
temuan-temuan yang diperoleh /
didapatkan dalam evaluasi tersebut
13
pada suatu program atau kegiatan
lainnya.
Evaluasi bukan merupakan
hal baru dalam kehidupan manusia
sebab hal tersebut senantiasa
mengiringi kehidupan seseorang.
Seorang manusia yang telah
mengerjakan suatu hal, pasti akan
menilai apakah yang dilakukannya
tersebut telah sesuai dengan
keinginannya semula. Agustino
(2006:188) mengatakan bahwa
Kinerja kebijakan yang dinilai dalam
evaluasi kebijakan melingkupi :
a. Seberapa jauh kebutuhan,
nilai dan kesempatan telah
dapat dicapai.
b. Tindakan yang ditempuh oleh
Implementing Agencies sudah
benar-benar efektif,
responsif, akuntabel dan adil
ini.
c. Efek dan dampak dari
kebijakan itu sendiri.
Menurut Suchman (Arikunto
2014:1) memandang evaluasi sebagai
sebuah proses menetukan hasil yang
telah yang dicapai beberapa kegiatan
yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan. Menurut
Worthen dan Sanders (Arikunto
2014:1) mengatakn bahwa evaluasi
adalah kegiatan mencari sesuatu
yang berharga tentang sesuatu dalam
mencari sesuatu tersebut,juga
termasuk mencari informasi yang
bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu
program,produksi,prosedur,serta
alternatif strategi yang diajukan
untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan. Menurut Stufflebeam
(Arikunto 2014:2) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian, dan
pemberian informasi yang sangat
bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menentukan
alternatif keputusan. Untuk dapat
menjadi evaluator , seseorang harus
memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Mampu melaksanakan,
persyaratan pertama yang
harus dipenuhi oleh evaluator
adalah bahwa bahwa mereka
harus memiliki kemampuan
untuk melaksanakan evaluasi
yang didukung oleh teori dan
keterampilan praktik.
2. Cermat, dapat melihat celah-
celah dan detail dari program
serta bagian program yang
akan dievaluasi.
3. Objektif, tidak mudah
dipengaruhi oleh keinginan
pribadi, agar dapat
mengumpulkan data sesuai
dengan keadaannya,
selanjutnya dapat mengambil
kesimpulan sebagaimana
diatur oleh ketentuan yang
harus diikuti.
4. Sabar dan tekun, agar di
dalam melaksanakan tugas
dimulai dari membuat
rancangan kegiatan dalam
bentuk menyusun
proposal,menyusun
instrumen,mengumpulkan
data dan menyusun laporan,
tidak gegabah dan tergesa-
gesa.
5. Hati-hati dan bertanggung
jawab, yaitu melakukan
pekerjaan evaluasi dengan
penuh pertimbangan, namun
apabila masih ada kekeliruan
yang diperbuat, berani
menanggung resiko atas
segala kesalahannya.
14
Dalam melakukan evaluasi,
Taylor-Powell, (Arikunto, 2014:86)
mengidentifikasi beberapa dimensi
umum yang biasanya ingin digali
dalam tujuan evaluasi suatu program,
yaitu:
1. Dampak/pengaruh program.
Dalam dimensi ini, evaluator
akan mengkaji seberapa jauh
program yang akan, sedang,
atau telah dijalankan
memiliki konsekuensi
terhadap konteks, partisipasi
dan subjek, sistem, atau
lainnya.
2. Implementasi program.
Evaluator melakukan kajian
terhadap seberapa jauh
pelaksanaan program ini akan
dan sedang dijlankan.
3. Konteks program. Evaluator
mengamati dan mengkaji
kondisi konteks (lingkungan)
dari program yang
akan,sedang, dan telah
dijalankan,seberapa jauh
keterkaitannya, dan apa
sajakah konteksnya.
4. Kebutuhan program.
Evaluator mengkaji tentang
faktor-faktor penentu
keberhasilan program dan
keberlanjutannya di masa
yang akan datang.
Evaluasi kebijakan
merupakan salah satu tahapan
penting dalam siklus kebijakan. Pada
umumnya evaluasi kebijakan
dilakukan setelah kebijakan publik
tersebut diimplementasikan. Ini
tentunya dalam rangka menguji
tingkat kegagalan dan keberhasilan,
keefektifan dan keefisienannya.
Menurut Dunn (2003:601)
menyatakan bahwa evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan
kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemilihan tujuan dan
target. Pada dasarnya nilai juga dapat
dikritik dengan menanyakan secara
sistematis kepantasan tujuan dan
target dalam hubungan dengan
masalah yang dituju. Evaluasi
kebijakan adalah proses untuk
menilai seberapa jauh suatu
kebijakan membuahkan hasil, yaitu
membandingkan antara hasil yang
diperoleh dengan tujuan atau target
kebijakan yang ditentukan. Untuk
memudahkan tentang pengukuran
evaluasi kebijakan Badjuri &
Yuwono (2002:140-141) menyajikan
tabel indikator evaluasi kebijakan
sebagai berikut :
1. Input (masukan) adalah
Masalah kebijakan publik
ini timbul karena adanya
factor lingkungan
kebijakan publik yaitu
suatu keadaan yang melatar
belakangi atau peristiwa
yang menyebabkan
timbulnya masalah
kebijakan publik tersebut,
yang berupa tuntutan-
tuntutan, keinginan-
keinginan masyarakat atau
tantangan dan peluang,
yang diharapkan segera
diatasi melalui suatukebi
jakan publik. Masalah itu
dapat juga timbul justru
karena dikeluarkannya
suatu kebijakan publik
baru. Fokus penilaian
adalah sebagai berikut :
apakah sumber daya
pendukung dan
bahanbahan dasar yang
diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan ?
berapakah SDM (sumber
15
daya), uang atau
infrastruktur pendukung
lain yang diperlukan?
2. Process (proses) adalah
Analisis proses tidak begitu
berfokus pada isi
kebijakan, namun lebih
memfokuskan diri pada
proses politik dan interaksi
faktor-faktor lingkungan
luar yang kompleks dalam
membentuk sebuah
kebijakan. bagaimanakah
sebuah kebijakan
ditransformasikan dalam
bentuk pelayanan langsung
kepada masyarakat?
bagaimanakah efektivitas
dan efisiensi dari metode /
cara yang dipakai untuk
melaksanakan kebijakan
publik tersebut ?
3. Outputs (hasil) adalah
produk Kebijakan publik
berupa peraturan, Undang-
Undang dan Perda yang
hasilnya dapat dirasakan
oleh masyarakat. Fokus
penilaian adalah sebagai
berikut : apakah hasil atau
produk yang dihasilkan
sebuah kebijakan publik ?
berapa orang yang berhasil
mengikuti program /
kebijakan tersebut ?
4. Outcomes (dampak) adalah
Kebijakan Publik berisikan
hal yang positif dan negatif
terhadap target group.
Fokus penilaian adalah
apakah dampak yang
diterima oleh masyarakat
luas atau pihak yang
terkena kebijakan ? berapa
banyak dampak positif
yang dihasilkan ? adakah
dampak negatifnya ?
seberapa seriuskah ?
Dunn (2003;610)
menyatakan bahwa kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan
publik yaitu :
a. Efektivitas berkenaan
dengan apakah suatu
alternatif mencapai
hasil (akibat) yang
diharapkan, atau
mencapai tujuan dari
diadakannya
tindakan. Yang secara
dekat berhubungan
dengan rasionalitas
teknis, selalu diukur
dari unit produk atau
layanan atau nilai
moneternya” (Dunn,
2003:429).
b. Efisiensi (efficiency)
berkenaan dengan jumlah
usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat
efektivitas tertentu. Efisiensi
yang merupakan sinonim
dari rasionalitas ekonomi,
adalah merupakan hubungan
antara efektivitas dan usaha,
yang terakhir umumnya
diukur dari ongkos moneter.
Efisiensi biasanya
ditentukan melalui
perhitungan biaya per unit
produk atau layanan.
Kebijakan yang mencapai
efektivitas tertinggi dengan
biaya terkecil dinamakan
efisien” (Dunn, 2003:430).
c. Kecukupan dalam kebijakan
publik dapat dikatakan
tujuan yang telah dicapai
sudah dirasakan mencukupi
dalam berbagai hal. William
N. Dunn mengemukakan
16
bahwa kecukupan
(adequacy) berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
tingkat efektivitas
memuaskan kebutuhan,
nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya
masalah (Dunn, 2003:430).
d. Perataan dalam kebijakan
publik dapat dikatakan
mempunyai arti dengan
keadilan yang diberikan dan
diperoleh sasaran kebijakan
publik. William N. Dunn
menyatakan bahwa kriteria
kesamaan (equity) erat
berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial
dan menunjuk pada
distribusi akibat dan usaha
antara kelompok-kelompok
yang berbeda dalam
masyarakat (Dunn,
2003:434).
e. Responsivitas dalam
kebijakan publik dapat
diartikan sebagai respon
dari suatu aktivitas. Yang
berarti tanggapan sasaran
kebijakan publik atas
penerapan suatu kebijakan.
Menurut William N. Dunn
menyatakan bahwa
responsivitas
(responsiveness) berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau
nilai kelompok-kelompok
masyarakat tertentu (Dunn,
2003:437).
f. Kriteria yang dipakai untuk
menseleksi sejumlah
alternatif untuk dijadikan
rekomendasi dengan
menilai apakah hasil dari
alternatif yang
direkomendasikan tersebut
merupakan pilihan tujuan
yang layak. Kriteria
kelayakan dihubungkan
dengan rasionalitas
substantif, karena kriteria
ini menyangkut substansi
tujuan bukan cara atau
instrumen untuk
merealisasikan tujuan
tersebut” (Dunn, 2003:499).
Selanjutnya, Howlett dan
Ramesh (2000:170) menyatakan
bahwa secara umum evaluasi
kebijakan dapat digolongkan dalam
tiga kategori, yaitu : At general level,
policy evaluations can be classified
in three broad categories
administrative evaluation, judicial
evaluation, dan political evaluation
which differ in the way they are
conducted, the actor they involve,
and their effects.
Evaluator kebijakan harus
mengetahui secara jelas aspek-aspek
apa yang perlu dikajinya. Disamping
itu harus mengetahui sumber-sumber
informasi yang perlu dikejarnya
untuk memperoleh data yang valid.
Selain mengetahui teknik analisis
yang tepat untuk melakukan
evaluasi. Sejumlah metode dapat
digunakan untuk membantu dalam
mengevaluasi kebijakan, namun
hampir semua teknik yang ada dapat
juga digunakan dalam hubungannya
dengan metode-metode evaluasi
lainnya.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Kecamatan Batu Ampar
merupakan salah satu kecamatan
yang ada di Kota Batam yang berada
di titik koordinat 01o 07 Lintang
17
Selatan dan 104 o Bujur Timur.
Kecamatan ini berbatasan : sebelah
Utara dengan Laut Selat Malaka,
sebelah selatan dengan Kecamatan
Lubuk Baja, sebelah barat dengan
Kecamatan Lubuk Baja, dan sebelah
timur dengan Kecamatan Bengkong.
Kecamatan Batu Ampar
terkonsentrasi dengan radius 7 Km,
dimana permukaan tanah umumnya
terdiri dari dataran 50 persen,
berbukit 35 persen, dan
bergelombang 15 persen.
Sejak tahun 2007 jumlah
kelurahan di Kecamatan Batu Ampar
ada 4 kelurahan, dan tidak terjadi
pemekaran wilayah sampai sekarang.
Pemekaran yang terjadi hanya pada
jumlah RT dan RW bertambah
seiring dengan peningkatan jumlah
rumah tangga di kecamatan ini.
Kelurahan yang ada adalah :
Kampung seraya, Sungai Jodoh,
Tanjung Sengkuang dan Batu Merah.
Untuk mempermudah tugas
pemerintahan, pada setiap kelurahan
terbagi menjadi, RW dan RT. Jumlah
RW dan RT di Kecamatan Batu
Ampar pada tahun 2014 yaitu terdiri
dari 45 RW dan 174 RT. Kelurahan
dengan jumlah RW dan RT
terbanyak adalah Kelurahan Tanjung
Sengkuang dengan 21 RW dan 82
RT. Persebaran penduduk di
Kecamatan ini juga tidak merata.
Ada kelurahan dengan kepadatan
penduduk kurang dari tiga ribu jiwa
per kilo meter persegi. Namun ada
juga kelurahan yang kepadatan
penduduknya lebih dari 13 ribu jiwa
per kilo meter persegi. Kelurahan
dengan kepadatan penduduk paling
tinggi adalah Kelurahan Kampung
Seraya, sementara itu kelurahan yang
kepadatan penduduknya paling
rendah adalah Kelurahan Batu
Merah.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
a. Seberapa jauh kebutuhan, nilai
dan kesempatan telah dapat
dicapai
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa Peraturan Daerah
Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan belum membawa
dampak apa-apa dalam permasalahan
limbah di Kelurahan Batu Merah.
Kondisi kerusakan akan menjadi
semakin parah dengan adanya
anggapan bahwa perairan pesisir dan
laut sebagai tempat pembuangan
limbah yang mudah dan murah
(bahkan tidak dikenakan biaya)
sehingga akan menimbulkan semakin
buruknya kualitas perairan sebagai
akibat terjadinya pencemaran
perairan pesisir dan laut yang
semakin meningkat. Akan sangat
berbahaya apabila kondisi ini tidak
segera diantisipasi mengingat
wilayah administrative kota Batam
merupakan pulau kecil dan terdiri
dari gugusan pulau- pulau kecil.
Sebagai kawasan yang termasuk
dalam kriteria pulau kecil, Kota
Batam tentunya memiliki banyak
keterbatasan yang harus diperhatikan
oleh segenap stakeholder dalam
melakukan pemanfaatan wilayah
tersebut.
b. Tindakan yang ditempuh oleh
Implementing Agencies (Pelaksana)
Pengawasan
Dari hasil wawancara dengan
seluruh informan maka dapat
dianalisa bahwa agar Tindakan yang
18
ditempuh oleh Implementing
Agencies sudah benar-benar efektif,
responsive, akuntabel dan adil ini
mka BLH dan pihak terkait
melakukan pengawasan, namun
kenyataannya masih belum dapat
berperan dengan baik, pengelolaan
Lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan, merupakan masalah
yang sangat penting dalam
hubungannya dengan pelaksanaan
pembangunan nasional yang
berwawasan lingkungan.
Pencemaran dan kerusakan
lingkungan dari tahun ke tahun terus
berlangsung dan semakin meningkat,
seperti pencemaran air, udara, laut
dan tanah. Permasalahan yang terjadi
saat ini adalah ketersediaan air yanng
semakin hari semakin berkurang. Hal
ini disebabkan salah satunya adalah
karena terjadinya pencemaran air
yang diakibatkan oleh kegiatan
industri yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas air di beberapa
media air khususnya air sungai.
Sosialisasi
Setelah dilakukan wawancara
dengan seluruh informan dapat
ditarik kesimpulan bahwa untuk
sosialisasi Peraturan Daerah Kota
Batam Nomor 8 Tahun 2003
Terhadap Dampak Pencemaran
Limbah Perusahaan sudah di
lakukan. Sosialisasi sebenarnya
sudah cukup berhasil. Karena
sosialisasi yang dilakukan hanya
secara garis besar seperti
mengangangkat tema tentang
kebersihan dan perlindungan
lingkungan hidup belum fokus pada
penanganan limbah tersebut sehingga
pihak Perusahaan mengatakan tidak
terlalu mengetahui tentang peraturan
tentang limbah, mereka tahu hanya
efek atau dampaknya, tapi tidak tahu
tentang sanksi apa yang diterima
ketika perusahaan menghasilkan B3
yang dapat mengancam
kelangsungan lingkungan hidup.
Diperlukan prinsip dasar
dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan, sehingga proses
pembangunan saat ini mampu
memenuhi kebutuhan generasi
sekarang, namun tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Hal
yang paling penting dilakukan adalah
bagaimana menyamakan persepsi
tentang pengelolaan limbah B3 dan
meminimalisir dampak yang
ditimbulkan akibat limbah bahan
berbahaya dan beracun yang
dihasilkan, melalui pengelolaan
limbah B3 yang baik dan benar.
c. Efek dan dampak dari
kebijakan itu sendiri.
Berdasarkan hasil
penelitian maka dapat dianalisa
bahwa Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 Terhadap
Dampak Pencemaran Limbah
Perusahaan belum membawa
damapak positif bagi kehidupan
masyarakat khususnya di Kelurahan
Batu Merah, hal ini dikarenakan
masih banyak terjadi pencemaran
termasuk di Kelurahan Batu Merah,
hingga saat ini pemerintah seakan
tidak mengetahui apa yang terjadi di
Kelurahan tersebut. Pantauan
dilapangan, puluhan ton limbah
berbahaya dan beracun (B3) jenis
serbuk warnah hitam sudah
tercampur dengan tanah dan
disimpan dalam karung di area
perusahaan. Tumpukan limbah yang
dibungkus tersebut tampak terlihat
jelas berada di samping pos security
perusahaan yang berada di paling
19
belakang. ada pula perusahaan yang
membuang limbah beracun tersebut
langsung ke laut yang dekat dengan
pemukiman warga.
Tingkat pencemaran lingkungan
di Kota Batam semakin tinggi.
Apalagi diperparah lambannya
penanganan dari instansi terkait,
seperti Badan Pengendalian
Lingkungan (Bapedal), dan BLH
kota Batam. Industrialisasi memang
merupakan konsep yang tepat untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Dengan adanya industrialisasi, selain
dapat meningkatkan produktifitas
dan efisiensi sebuah produk, ia juga
mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang sangat besar. Namun
dibalik efek positif tersebut, tak
jarang juga industrialisasi justru
memberikan efek negatif kepada
lingkungan. Hal ini disebabkan
karena tak bisa dipisahkannya proses
produksi dengan limbah yang
dihasilkannya.
Industri umumnya langsung
membuang limbah cair ke badan air,
seperti: laut, sungai, atau danau.
Limbah cair industri merupakan
penyebab utama terjadinya
pencemaran air. Setiap industry yang
menghasilkan limbah cair wajib
melakukan pengolahan air limbah
agar memenuhi baku mutu yang
ditetapkan pemerintah sehingga
dapat langsung dibuang tanpa
mencemari lingkungan. Limbah yang
dibuang tanpa diolah terlebih dahulu
akan menghasilkan limbah yang
berbahaya bagi lingkungan.
Beberapa alasan pengusaha
membuang limbah tanpa diolah
terlebih dulu antara lain mahalnya
biaya pembuatan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL),
biaya operasional, dan perawatan
IPAL yang rumit dan kompleks.
Lingkungan mempunyai daya
tampung limbah yang terbatas.
Ketika limbah yang dibuang tidak
melebihi ambang batas, lingkungan
masih dapat menguraikannya
sehingga tidak menimbulkan
pencemaran. Namun jika ambang
batas tersebut terlampaui, maka
lingkungan tidak dapat menetralisir
semua limbah yang ada sehingga
timbul masalah pencemaran dan
degradasi kondisi lingkungan.
Mayoritas industri di kota Batam
ternyata tidak melaporkan dokumen
pengelolaan lingkungan hidup.
Masih banyak industri yang tidak
memberikan dokumen pengelolaan
lingkungan setiap semester kepada
Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) kota Batam,
padahal mekanisme laporan per
semester ini merupakan cara yang
diterapkan pemerintah kota Batam
untuk mengawasi operasional setiap
industri terutama yang memiliki
potensi dampak lingkungan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat diambil kesimpulan
bahwa Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 Terhadap
Dampak Pencemaran Limbah di
Kelurahan Batu Merah belum
berjalan dengan baik khususnya pada
pasal 30 tentang pengawasan yang
belum optimal sehingga pencemaran
masih kerap terjadi. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 Terhadap
Dampak Pencemaran Limbah
Perusahaan belum membawa
dampak apa-apa dalam permasalahan
20
limbah di Kelurahan Batu Merah.
Kondisi kerusakan akan menjadi
semakin parah dengan adanya
anggapan bahwa perairan pesisir dan
laut sebagai tempat pembuangan
limbah yang mudah dan murah
(bahkan tidak dikenakan biaya)
sehingga akan menimbulkan semakin
buruknya kualitas perairan sebagai
akibat terjadinya pencemaran
perairan pesisir dan laut yang
semakin meningkat.
Agar Tindakan yang ditempuh
oleh Implementing Agencies sudah
benar-benar efektif, responsive,
akuntabel dan adil ini mka BLH dan
pihak terkait melakukan
pengawasan, namun kenyataannya
masih belum dapat berperan dengan
baik, apabila selalu diawasi tidak
mungkin ada permasalahan B3 yang
terus menerus dan tidak bisa
diselesaikan di Kelurahan Batu
Merah ini. Pengawasan limbah B3
adalah suatu upaya yang meliputi
pemantauan penataan persyaratan
serta ketentuan teknis dan
administratif oleh penghasil,
pemanfaat, pengumpul, pengolah
termasuk penimbun limbah B3.
Sedangkan yang dimaksud
pemantauan di sini adalah kegiatan
pengecekan persyaratan-persyaratan
teknisadministratif oleh penghasil,
pengumpul, pemanfaat, pengolah
termasuk penimbun limbah B3.
Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 8 Tahun 2003 belum
membawa dampak positif bagi
kehidupan masyarakat khususnya di
Kelurahan Batu Merah, hal ini
dikarenakan masih banyak terjadi
pencemaran termasuk di Kelurahan
Batu Merah, hingga saat ini
pemerintah seakan tidak mengetahui
apa yang terjadi di Kelurahan
tersebut. Pantauan dilapangan,
puluhan ton limbah berbahaya dan
beracun (B3) jenis serbuk warnah
hitam sudah tercampur dengan tanah
dan disimpan dalam karung di area
perusahaan. Tumpukan limbah yang
dibungkus tersebut tampak terlihat
jelas berada di samping pos security
perusahaan yang berada di paling
belakang. ada pula perusahaan yang
membuang limbah beracun tersebut
langsung ke laut yang dekat dengan
pemukiman warga.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian
dalam mengevaluasi Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun
2003, maka di berikan beberapa
saran agar permasalahan limbah
khususnya di Kelurahan Batu Merah
dapat diselesaikan :
a. Adanya pengawasan dari
pihak pemerintah, dan
masyarakat terhadap
perusahaan yang ada di
seluruh kota Batam
khususnya di Kelurahan Batu
Merah yang telah banyak
merasakan dampak negatif
dari pencemaran limbah
tersebut.
b. Harus ada sanksi yang tegas
bagi perusahaan yang
mengabaikan aturan-aturan
berkaitan dengan Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 8
Tahun 2003
21
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung :
CV Alfabetha
Badjuri, Abdulkahar & Yuwono,
Teguh, 2002, Kebijakan
Publik Konsep & Strategi,
Undip Press, Semarang.
Dunn, W William. 2000. Analisa
kebijakan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic
Analiysis. Gava Media:
Yogyakarta.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan atau Program,
Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan
Publik. Bandung: Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara:
Jakarta
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam
Dimensi Strategis
Administrasi Publik, Konsep,
Teori, dan Isu. Yogyakarta.
Gava Media
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suharto, Edi. 2005. Analisis
Kebijakan Publik: Panduan
Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B.
Bandung: Alfabeta.
Syafarudin. 2008. Efectivitas
Kebijakan Pendidikan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Tangkilisan, Hersel Nogi S. 2003.
Kebijakan Publik yang
Membumi. Yogyakarta:
YPAPI dan LukmanOffset.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Jurnal :
N.A.Dwi Putri (2011) Kebijakan
Pemerintah Dalam Pengendalian
Pencemaran Air Sungai Siak ( Studi
pada Daerah Aliran Sungai Siak
Bagian Hilir ). Jurnal Ilmu Politik
dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No.
1, 2011
22
Rizky W. Santosa (2013) Dampak
Pencemaran Lingkungan Laut Oleh
Perusahaan Pertambangan Terhadap
Nelayan Tradisional. Lex
Administratum, Vol.I/No.2/Apr-
Jun/2013
Syahril Nedi (2012) Stakesholder
Yang Berperan Dalam Pengendalian
Pencemaran Minyak Di Selat Rupat.
Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1
(2012) : 26-37
top related