etos kerja dalam islam
Post on 15-Jan-2016
199 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Etos Kerja dalam Islam
Anjuran dan Keutamaan Bekerja dalam Islam
وا ام�ش� ف� �ذ�ل�وال ض� ر�� األ� ل�ك�م� ع�ل� ج� ال,ذ*ي و� ه�
*ل�ي�ه* إ و� ه* ق* ر*ز� م*ن� ك�ل�وا و� ا ن�اك*ب*ه� م� ف*يور� الن;ش�
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagikamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.(QS Al Mulk )
Bekerja : Perintah & Konsekuensi
ب�ل�ه�، ح� د�ك�م� أ�ح� ذ� ي�أ�خ� �ن� أل� ب*ي�د*ه* ي س* ن�ف� ال,ذ*ي »و�أ�ن� م*ن� ل�ه� Oي�ر خ� ر*ه* ظ�ه� ع�ل�ى ت�ط*ب� ي�ح� ف�ن�ع�ه�«� م� و�
أ� أ�ع�ط�اه� �ل�ه� أ ي�س� ف� ، �ال ج� ر� ي�أ�ت*ي�
Demia Allah, sekiranya seorang diantara kamu mengambil talinya, kemudian (dengannya mencari) dan memanggul kayu bakar di punggungnya, itu lebih baik dari pada ia mendatangi seseorang meminta-minta.(HR Bukhori )
Bekerja : Kemuliaan !
ى م�س�ى ك�اال\ م*ن� ع�م�ل* ي�د*ه* أ� م�س�
م�ن� أ�ا ل�ه� )رواه الطبراني( �و�ر غ�ف� م�
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
Bekerja : Menggugurkan Dosa
بالكسب : استعن بنى يا البنه قال الحكيم لقمان أن فروىرقة : خصال ثالث أصابه إال قط أحد افتقر ما فإنه الحالل،
عقله، فى وضعف دينه، فىالناس استخفاف الخصال هذه من وأعظم مروءته، وذهاب
بهDiriwayatkan bahwa Luqman al Hakim menasehati
anaknya : “ wahai anakku, hendaknya engkau tetap bekerja mencari rizki yg halal, sesungguhnya tidak ada seorangpun yg tidak berpenghasilan kecuali ia akan mendapatkan tiga hal :
Lemah dalam agamanya, lemah akalnya, dan hilangnya kewibawaan atau orang-orang meremehkannya
Nasihat Luqman al Hakim
Keutamaan Ihsan dalam Bekerja
ن� أ�ح�س� �ي;ك�م� أ ل*ي�ب�ل�و�ك�م� ي�اة� ال�ح� و� ال�م�و�ت� ل�ق� خ� ال,ذ*ي�ع�م�ال
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (Al-Mulk 2)
ء� ى� ش� �ك�ل ع�ل�ى ان� اإل*ح�س� ك�ت�ب� الل,ه� إ*ن, Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan
berlaku ihsan atas segala sesuatunya (HR Muslim
Anjuran IHSAN dalam Setiap Amal
د�ك�م� أ�ح� ع�م*ل� *ذ�ا إ ب; ي�ح* ت�ع�ال�ى و� ك� ت�ب�ار� الله� إن,ن�ه� ي�ت�ق* أ�ن� �"ع�م�ال
Rasulullah SAW bersabda :” Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqon (profesional) dalam pekerjaannya” (HR Baihaqi)
Kecintaan Allah SWT
اع�ة� الس, ان�ت�ظ*ر* ف� ل*ه* أ�ه� غ�ي�ر* *ل�ى إ ر� األ�م� د� �و�س *ذ�ا إ
Rasulullah SAW bersabda : “Jika sebuah urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR Bukhori)
Ancaman Serius dari Rasulullah
ئ�ت� ش* م�ا ن�ع� اص� ف� ت�ح�ي* ت�س� ل�م� *ذ�ا إ
Rasulullah SAW bersabda : “Jika engkau tidak punya malu, maka berbuatlah sekehendakmu … “ (HR Bukhori)
Sindiran bagi yang Asal-asalan
Kualitas Etik Kerja
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” (al-An’am: 132)
Ash-Shalah )Baik dan Bermanfaat(
Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami (an-Naml: 88). Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal.
Al-Itqan )Kemantapan atau perfectness(
Kualitas ihsan mempunyai dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu sebagai
berikut. Pertama, ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat dilakukan. Dengan
makna pertama ini, maka pengertian ihsan sama dengan ‘itqan’. Pesan yang dikandungnya ialah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan.
Kedua, ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari prestasi atau kualitas
pekerjaan sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan yang terus-menerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. Adalah suatu kerugian jika prestasi kerja hari ini menurun dari hari kemarin, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi saw. Keharusan berbuat yang lebih baik juga berlaku ketika seorang muslim membalas jasa atau kebaikan orang lain. Bahkan, idealnya ia tetap berbuat yang lebih baik, hatta ketika membalas keburukan orang lain (Fusshilat :34, dan an Naml: 125)
Al-Ihsan )Melakukan yang
Terbaik atau Lebih Baik Lagi(
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an meletakkan kulaitas mujahadah dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah. (Ali Imran: 142, al-Maidah: 35, al-Hajj: 77, al-Furqan: 25, dan al-Ankabut: 69).
Al-Mujahadah )Kerja Keras dan Optimal(
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal solih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah. Ada perintah “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan) (al-Baqarah: 108). Begitu pula perintah “wasari’u ilaa magfirain min Rabbikum wajannah” `bersegeralah lamu sekalian menuju ampunan Rabbmu dan surga` Jalannya adalah melalui kekuatan infaq, pengendalian emosi, pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan bersegera bertaubat kepada Allah (Ali Imran 133-135). Kita dapati pula dalam ungkapan “tanafus” untuk menjadi hamba yang gemar berbuat kebajikan, sehingga berhak mendapatkan surga, tempat segala kenikmatan (al-Muthaffifin: 22-26). Dinyatakan pula dalam konteks persaingan dan ketaqwaan, sebab yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah insan yang paling taqwa (al Hujurat: 13). Semua ini menyuratkan dan menyiratkan etos persaingan dalam kualitas kerja.
Tanafus dan Ta’awun )Berkompetisi dan Tolong-menolong(
Mengutip al-Qardhawi dalam bukunya “Qimatul waqti fil Islam”: waktu adalah hidup itu sendiri, maka jangan sekali-kali engkau sia-siakan, sedetik pun dari waktumu untuk hal-hal yang tidak berfaidah. Setiap orang akan mempertanggung jawabkan usianya yang tidak lain adalah rangkaian dari waktu. Sikap negatif terhadap waktu niscaya membawa kerugian, seperti gemar menangguhkan atau mengukur waktu, yang berarti menghilangkan kesempatan. Namun, kemudian ia mengkambing hitamkan waktu saat ia merugi, sehingga tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan
Mencermati Nilai Waktu
SEKIAN DAN TERIMA KASIH :D
top related