etika pergaulan menurut islam
Post on 12-Dec-2014
321 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik
dan hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selalu umatnya.
Aamiin.
Makalah ini menyajikan tentang pengertian bergaul menurut islam, serta adab dan
tatacara dalam islam.
Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah kami
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu kami dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Kami berharap kiranya
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun pembaca dan mudah-mudahan makalah ini
dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Aamiin.
Malang, Maret 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
ISI MAKALAH..........................................................................................................................2
2.1. Definisi Pergaulan........................................................................................................2
2.2. Etika Pergaulan Dalam Islam.......................................................................................3
2.3. Pergaulan dalam Islam.................................................................................................6
2.4. Adab Pergaulan Dalam Islam.......................................................................................7
2.5. Ayat dan Hadist Tentang Pergaulan.............................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................16
KESIMPULAN.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa lepas dari yang namanya
masyarakat. Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang manusia itu bergaul,
dengan siapa, dan apa saja dampak pergaulannya itu bagi dirinya, orang lain, dan
lingkungannya. Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan sehari-hari dalam
persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian dikalangan kebanyakan
masyarakat saat ini. Gaul yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode,
dan hal lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam
geng-geng, sering nongkrong dan berpergian diberbagai tempat seperti mall, tempat
wisata, game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul akan
menimbulkan budaya konsumtif.
Yang patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan saat ini adalah standar
nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat nonmuslim.
Contoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode yang
berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian
tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara
Islam.
Jika ditinjau lebih dalam “gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak
negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai
yang sesuai dengan syariat islam dan juga budaya timur yang penuh dengan tata
karma dan kesopanan. Hanya saja, mengubah sesuatu yang sudah mendarah daging
disebagian masyarakat saat ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari
semua pihak, baik orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan diri
sendiri yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata “gaul” itu sendiri.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian pergaulan dalam Islam.
2. Mengetahui, memahami dan mengaplikasikan adab dan tata cara bergaul dalam
Islam di kehidupan sehari-hari.
3. Mengetahui dan memahami hikmah bergaul dengan tata cara Islam.
1
BAB II
ISI MAKALAH
2.1. Definisi Pergaulan
Pergaulan adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan
individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok. Juga, pergaulan merupakan
salah satu cara seseorang untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya. Pergaulan
merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tak mungkin bisa hidup
sendirian. Manusia juga memiliki sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan
satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan
besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Berorganisasi, bersekolah,
dan bekerja merupakan contoh-contoh aktivitas bermanfaat besar yang melibatkan
pergaulan antar manusia. Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan
mudah membuat seorang muslim terjerumus. Kita lihat di zaman sekarang, banyak
kejadian yang sangat menyimpang. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan
berbagai bentuk perilaku penyimpangan lainnya. Semua itu bersumber dari
pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan terhadap ajaran Al-
Qur’an.
Oleh karenanya, adalah suatu hal yang sangat penting mengetahui dan
memahami pergaulan-pergaulan dalam Islam. Bagi sebagian orang yang tidak
terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam islam, mereka akan merasa canggung atau
barangkali malah merasa tertekan karena pergaulan dalam Islam itu terlihat begitu
kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.
(rijalseventh.blogspot.com/2012/11/makalah-agama-pergaulan-dalam-
pandangan.html)
Istilah pergaulan atau dalam bahasa Arabnya 'ikhtilat' yang membawa maksud
pergaulan atau percampuran antara wanita dan lelaki adalah terminologi yang baru
diperkenalkan dalam Islam. Istilah pergaulan atau percampuran atau Ikhtilat adalah
membawa konotasi dan makna yang tidak sesuai dengan Islam. Istilah yang tepat
ialah Liqa' (pertemuan) atau musyarakah (penyertaan) di antara lelaki dan wanita.
Pergaulan sepatutnya ditakrif sebagai batas pertemuan atau penyertaan antara lelaki
dan wanita.
2
Sebenarnya dalam Islam tidak ada istilah "pergaulan bebas", sebab secara fitrah
manusia memiliki keharusan untuk bergaul dalam interaksi sosial yang merupakan
sunah sosial dan kehidupan itu sendiri. Namun setelah masuknya budaya asing ke
dalam pergaulan masyarakat muslim yang dibentuk oleh kecenderungan material
semata-mata dan falsafah hidup yang lahir dari bumi dan hawa nafsu, maka Islam
menamakannya sebagai pergaulan bebas, bebas dari tuntunan wahyu, moral dan
fitrah. (pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-pergaulan-
menurut.html)
2.2. Etika Pergaulan Dalam Islam
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Surah Al Hujurat
<49>:13).
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa selain mengemban misi ibadah (QS
Adz-Dzariyat: 56) dan misi memakmurkan bumi (isti’marul ardh, QS Hud: 61),
tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengemban misi sosial (lita’aarafu bainal
insaan). Sengaja Allah Swt. menciptakan manusia dalam ragam suku dan bangsa,
agar satu sama lain melakukan interaksi sosial, membangun silaturahim
(persahabatan dan persaudaraan), dan melakukan kerjasama antarsuku dan atau
antarbangsa. Sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia tak ada dapat hidup tanpa
berinteraksi dengan manusia lainnya.
(http://syamsuhilal.blogspot.com/2012/12/etika-pergaulan-dalam-islam.html)
PENDAPAT
Agama Islam menganjurkan kepada kita untuk bergaul dengan orang-orang
yang berbeda agama dengan agama kita. Pada dasarnya mereka pun sama dengan
kita (makhluk ciptaan Allah) hanya saja berbeda keyakinan, banyak beraneka sifat
perilaku dan keinginan, juga kepercayaan dan keyakinan yang berbeda namun
merupakan bagian dari masyarakat bangsa. Kita membutuhkan mereka dalam hal
pekerjaan, perniagaan dan kemasyarakatan. Tak selayaknya kita membedakan orang
yang berbeda agama, kita harus tetap bergaul dengan mereka sebagai sesama
makhluk Allah dan sebagai anggota masyarakat.
3
1. Etika Dalam Berpakaian Dan Memandang
“Hai anak Adaam sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Demikian itu adalah sebagian dari tanda- tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al A’raf: 26).
“Hai Ali, janganlah kau ikuti pandangan yang pertama dengan pandangan
kedua, kamu hanya boleh pada pandangan pertama adapun pandangan yang
berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan At Turmudzi).
PENDAPAT
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan agama
Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus,
baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus
berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai
kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan
pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar najis).
Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al
Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak
menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat,
semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.
Selain berpakaian kita juga memandang, mata adalah anugerah Allah yang
paling penting yaitu untuk melihat, mata disini yang dimaksud adalah untung
memandang hal-hal yang baik-baik saja, karena Rasulullah mengatakan
“Janganlah kalian kaumku sekaian semua memandangi sesuatu yang tidak baik
(buruk) dengan matamu sekalian umatku.”
4
2. Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
“Dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat- menasehati
supaya menepati kesabaran.” (QS. Al Asr: 3).
“Sesungguhnya Allah membenci kami karena tiga perkara: adalah berkata
begini dan berkata begitu, menghambur-hamburkan uang dan banyak
bertanya.” (HR Jama’ah dari Al Mugirah).
PENDAPAT
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan
bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui
keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan
bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga
cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara
sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara
bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak
setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.
(http://afand.abatasa.com/post/detail/2543/etika-pergaulan-dalam-
masyarakat.html)
Janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau
berinteraksi dengan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan perkara yang perlu,
sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan
adil. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya ialah ta’aruf, tafahum, dan
takaful. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
1. Ta’aruf. Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita
akan melangkah keluar untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan ta’aruf
kita dapat membezakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan
semua ciri khas yang ada pada diri seseorang.
2. Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan
ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang
pastikan kita tahu juga semua yang mereka sukai dan yang mereka benci.
Inilah bagian penting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat
5
menilai dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa
yang harus kita jauhi.
3. Takaful. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika
belum wujud sikap takaful (saling menolong) di dalam diri kita. Kerana
itulah, sesungguhnya yang akan mewujudkan rasa cinta pada diri seseorang
kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk
saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah S.A.W telah
mengatakan bahawa bukan termasuk dalam umatnya orang yang tidak peduli
dengan urusan umat Islam yang lain.
(http://pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-
pergaulan-menurut.html)
2.3. Pergaulan dalam Islam
Perhatian Islam terhadap pergaulan sangat besar sekali, karena adanya urgensi
yang besar dan dampak sensitif, sehingga Islam memerintahkan umatnya agar
bergaul dengan orang-orang yang benar. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar. ” (At- Taubah :119)
Islam menganjurkan agar kita bergaul dengan orang-orang yang sholeh.” Dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu” (Luqman :15). Islam juga melarang
agar tidak bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya, bejat moralnya &
zalim, karena banyak sekali pergaulan yang hanya sesaat saja, tetapi bisa membuka
aib teman bergaul sampai hari Kiamat dan pada akhirnya diiringi sebuah penyesalan
yang tiada henti.
”Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit kedua
tangannya, seraya berkata,“Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-
sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si
Fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an
ketika Al Qur’an telah datang kepadaku”. Dan adalah setan itu tidak mau menolong
manusia.” (Al Furqan : 27-29).
Rasulullah bersabda, “Seseorang itu menurut agama temannya, karena itu
hendaknya seseorang di antara kalian melihat dengan siapa dia bergaul.”( HR. Adu
Dawud dan Tirmidzi dari abu Hurairah).
6
Karena itu tidak heran apabila seorang teman itu secara tidak terasa merupakan
guru bagi temannya yang lain. Kepribadian seorang teman itu akan muncul dalam
diri temannya yang lain. Demikian halnya dalam etika, pergaulan dan hubungannya
dengan orang lain. Penularan itu disebabkan oleh pengaruh kedekatan dan pengaruh
cinta. Dia tidak berdiam diri kecuali dia adalah duplikasi temannya, yang
mengulang-ulang perkataannya, yang menampakkan perilakunya dalam perbuatan-
perbuatan nya tanpa disadari. Imam Ali RA berkata, “Bergaullah dengan orang yang
bertakwa dan berilmu, niscaya kalian bisa mengambil manfaatnya, karena bergaul
dengan orang yang suka berbuat baik bisa diharapkan (kebaikannya). Jauhilah
kerusakan, sungguh jangan bergaul dengan orang -orang yang rusak moralnya,
karena bergaul dengan mereka akan menular kepada Anda. Janganlah menjalin
hubungan dengan orang yang hina (rendah akhlaknya ) karena itu akan menular
kepadamu. Pilihlah temanmu”. (http://hanifa93.wordpress.com/2009/05/20/etika-
bergaul-dalam-islam/)
2.4. Adab Pergaulan Dalam Islam
Batasan Pergaulan dalam Islam adalah menutup aurat, menjaga interaksi antara
lelaki dan perempuan, menjaga aurat, larangan berdua – dua’an, mendidik anak agar
paham adab pergaulan dalm Islam. (http://www.anneahira.com/pergaulan-dalam-
islam.htm).
Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah SAW beliau berkata, “Ajarilah (orang yang
tidak tahu). Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit. Dan apabila salah
seorang diantara kalian marah, maka hendaklah ia diam.” (HR. Ahmad)
Terdapat beberapa hikmah penting yang dapat dipetik dari hadits ini bahwa
hadits ini secara umum berbicara tentang adab pergaulan dalam masyarakat atau
komunitas Islami, yang bertujuan agar terjalinnya keharmonisan dalam kehidupan
sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan kerja. Karena
pergaulan sosial merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak terpisahkan dari
intisari ajaran Islam itu sendiri. Dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang muslim yang berinteraksi dengan masyarakat dan ia bersabar atas
keburukan masyarakatnya adalah lebih baik daripada seorang muslim yang tidak
bergaul dengan masyarakatnya serta tidak sabar atas keburukan mereka.” (HR.
Muslim). Oleh karenanya, kita perlu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi
komunitas kita.
7
Adab pergaulan dalam Islam yaitu:
1. Adab pertama seorang muslim dalam kehidupan sosial adalah mengajarkan
sesuatu yang belum diketahui orang lain. Rasulullah SAW bersabda
“ajarilah (orang yang tidak tahu)”. Artinya seorang muslim yang lebih
mengetahui tentang suatu hal, maka ia memiliki kewajiban untuk
mengajarkannya pada orang lain, terutama menyangkut permasalahan
agama ataupun permasalahan lainnya. Pada waktu bersamaan, orang lain
pun juga memiliki kewajiban yang sama, sehingga dari sini akan muncul
sebuah karakter masyarakat & komunitas islami.
Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa berta'awun dalam kehidupan
sosial tidak harus selalu dalam bentuk pemberian “materi”, namun ta'awun
juga dapat diberikan dalam bentuk lain, seperti mengajarkan nilai dan
kebaikan kepada orang lain, mengajak orang lain pada kebaikan, dsb.
2. Adab Kedua, dalam pergaulan pada masyarakat Islami adalah senantiasa
berusaha untuk memudahkan urusan orang lain. Artinya bahwa setiap
muslim senantiasa dianjurkan untuk berusaha “memudahkan” orang lain,
terutama pada saat-saat orang lain memerlukan bantuan atau ketika
mendapatkan kesulitan. Seperti membantu menyelesaikan pekerjaan orang
lain, memberikan bantuan kepada orang lain ketika terjadi musibah, dsb.
Memudahkan orang lain bisa juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk lain,
seperti memberikan senyuman, menanyakan kabar, berjabat tangan, dsb.
3. Adab Ketiga dalam pergaulan masyarakat Islami adalah perintah untuk
mengendalikan emosi. Sebagai makhluk sosial, mengatur emosi sangatlah
penting, karena dalam hidup bermasyarakat sangat mungkin terjadi
kesalahpahaman antara seseorang dengan orang lain. Hal ini disebabkan
karana sifat, watak, latar belakang maupun cara berfikir yang berbeda-
beda. Oleh karenanya, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk
menaham emosi dengan cara “diam”. Diam dalam hadits di atas bukan
berarti diam memendam rasa marah dalam hati, yang sangat mungkin
untuk meledak pada waktu tertentu. Namun diam dalam hadits ini lebih
dimaksudkan untuk memaafkan saudara kita yang berbuat “kesalahan”
terhadap kita, serta tidak melampiaskan emosi kita pada saat itu.
8
Demikian pentingnya mengendalikan emosi, Rasulullah SAW bahkan
mengkategorikan orang yang kuat adalah orang yang mampu
mengendalikan emosinya ketika “marah” :
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang
pandai bergulat. Akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu
mengendalikan emosinya ketika marah. (HR Bukhari Muslim)
(http://www.takafulumum.co.id/index.php/in/renungan-harian/162-
diantara-adab-pergaulan-dalam-islam)
2.5. Ayat dan Hadist Tentang Pergaulan
Pandangan Islam Tentang Teman Pergaulan Yang Baik
Seorang hamba, siapapun dia, pasti membutuhkan orang lain sebagai kawan
hidupnya. Karena manusia diciptakan sebagai makhluk lemah yang sangat
bergantung dengan bantuan sesama. Semenjak pertama kali ia terlahir dan
menghirup nafas di dunia, lalu tumbuh berkembang menuju kedewasaan hingga
jasadnya terbujur kaku di liang kubur, seluruh proses kehidupan itu mesti dijalaninya
bersama orang lain.
Yang harus diperhatikan, kebahagiaan seorang hamba di dunia maupun di
akhirat sangat erat kaitannya dengan teman dekatnya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang tergantung
agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah teman
dekatnya.”
Pengaruh Orang Dekat
Orangtua misalnya, adalah orang yang paling dekat dengan kita. Orangtua
mendapat tanggung jawab untuk membentuk sifat serta karakter anaknya menjadi
keturunan yang shalih dan shalihah. Sehingga baik buruknya seorang anak sangat
erat hubungannya dengan pendidikan yang diberikan orangtuanya. Apakah ia akan
menjadi seorang muslim yang baik, ataukah menjadi pengikut agama Yahudi dan
Nasrani, atau tidak mengenal agama sama sekali, karena pada umumnya seorang
anak sangat terpengaruh dengan orangtua sebagai orang dekatnya. Bukankah
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam pernah bersabda:
9
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan di atas fitrah. Maka kedua
orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1384 dan Muslim no. 2658 dari hadits Abu Hurairah )
Contoh lain dalam Islam yang mengharuskan setiap pemeluknya untuk
memerhatikan dan berusaha dengan langkah terbaik di dalam memilih orang dekat
adalah dalam proses memilih seorang wanita untuk menjadi istri dan pasangan
hidupnya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
“Wanita itu (menurut kebiasaan) dinikahi karena empat hal: Bisa jadi karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Karena bila tidak, engkau akan
celaka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bisa dibayangkan betapa indah kehidupan rumah tangga yang diatur dan ditata
dengan bantuan seorang istri yang shalihah. Telah banyak kejadian nyata di mana
seorang suami beroleh hidayah dan kebaikan disebabkan istri yang shalihah. Sulit
untuk dibayangkan bagaimana sempit dan menderitanya rumah tangga yang diatur
dan dijalankan oleh seorang istri yang jahat.
Dengan demikian, pesan Rasulullah SAW dalam hadits di atas hendaknya
selalu menjadi sebuah pertimbangan ketika hendak memilih seseorang untuk menjadi
orang dekatnya, entah sebagai istri, suami, tetangga, guru, atau teman bekerja.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Hendaknya kalian menilai orang dengan teman
dekatnya. Karena seorang muslim akan mengikuti orang yang muslim, sementara
orang jahat akan mengikuti orang yang jahat pula.” (Al-Mu’jam Al-Kabir, Al-
Ibanah)
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Orang yang dapat berjalan bersama dan
berteman adalah orang yang disuka dan yang sejenis.” (Al-Ibanah, 499)
Abud Darda’ berkata, “Di antara bentuk kecerdasan seseorang adalah selektif
dalam memilih teman berjalan, teman bersama, dan teman duduknya.” (Al-Ibanah,
379)
Akibat Buruk Dari Salah Memilih Teman
Di antara sumber kejahatan adalah dekat dengan pelaku maksiat, bid’ah, dan
hizbiyyah (yang fanatik buta dengan kelompoknya, red.). Pada beberapa ayat dalam
Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk berhati-hati
10
dari para pengikut hawa nafsu, tidak menjadikan mereka sebagai teman dan berusaha
untuk menghindar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
(Al-Maidah: 49)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan
dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-
orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain,
dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (Al-Jatsiyah: 18-19)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat lain:
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap
Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang
setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu niscaya kamu hampir-hampir
condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan
rasakan kepadamu (siksaan) berlipat-ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan)
berlipat-ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun
terhadap Kami.” (Al-Isra’: 73-75)
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa berdekatan dan berkawan
dengan pelaku maksiat, bid’ah, dan hizbiyyah merupakan sebuah ujian yang sangat
besar. Apabila Allah SWT melarang dan memperingatkan Nabi Muhammad SAW
dari orang-orang semacam mereka, maka tentunya kita lebih pantas untuk lebih
berhati-hati. Berdekatan dan berkawan dengan mereka hanyalah akan menjadi sebab
penyimpangan dan kesesatan, kecuali Allah SWT menghendaki lain.
11
Dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda dalam hadits
Abu Musa Al-Asy’ari:
“Sesungguhnya teman baik dan teman yang buruk itu diibaratkan dengan
penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi dapat memberikan
wewangian untukmu, engkau membelinya, atau engkau mendapatkan aroma wangi
darinya. Adapun pandai besi bisa jadi membakar pakaianmu atau engkau
mendapatkan aroma yang tidak sedap darinya.”
Al-Imam Ibnu Baththal menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan larangan
bermajelis dengan orang yang mendatangkan gangguan, seperti orang yang berbuat
ghibah atau membela kebatilan. Hadits ini juga menunjukkan perintah untuk
bermajelis dengan orang yang dapat mendatangkan kebaikan, seperti dzikir kepada
Allah Subhanahu SWT, mempelajari ilmu, dan seluruh perbuatan baik lainnya.
(Syarah Ibnu Baththal)
Lalu perhatikanlah akibat buruk saat hari kiamat nanti karena salah dalam
memilih teman. Pada hari kiamat, setiap orang yang zalim akan menggigit dua
tangannya penuh sesal, kecewa, sedih, dan merugi karena kekufuran, kesyirikan,
kemaksiatan, serta dosa yang ia lakukan. Ia berandai-andai, “Aduhai kiranya dahulu
aku mengambil jalan keimanan bersama Rasul, mengikuti dan membenarkan
risalahnya.” Ia menyesali perbuatannya karena telah menjadikan si fulan sebagai
teman akrabnya, baik dari kalangan manusia atau jin. Padahal teman akrabnya
tersebut adalah orang yang jahat dan buruk. Teman akrab yang tidak akan
mendatangkan kecuali kehinaan dan kebinasaan. Teman akrab yang selalu
menjadikan dosa dan maksiat sebagai sesuatu yang indah dan baik. Maka, hendaknya
setiap hamba berhati-hati di dalam memilih teman akrabnya.
Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Furqan:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya,
seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama
Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan
jadi teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an
ketika Al-Qur’an telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak akan menolong
manusia.” (Al-Furqan: 27-29)
12
Jangan Bergaul Dengan Ahlul Bid’ah Dan Pelaku Maksiat
“Kemudian, di antara prinsip dasar akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
tidak bermajelis dengan pelaku bid’ah, tidak menjadikan mereka sebagai teman
dekat, atau berkumpul dengan mereka. Di dalam kitab-kitab i’tiqad (akidah) Ahlus
Sunnah, hal ini selalu disebutkan dan tidak terlewatkan. Banyak sekali nasihat
ulama dalam hal ini. Di antaranya adalah ucapan Al-Imam Ahmad bin Hanbal t,
“Tidak seyogianya bagi siapapun untuk bermajelis, bercampur, dan merasa dekat
dengan ahlul bid’ah.” (Al-Ibanah, 490)
Habib bin Abi Az-Zibriqan berkata, “Dahulu jika Muhammad bin Sirin t
mendengarkan satu kata dari seorang pelaku bid’ah, dia akan menutup kedua
telinganya dengan jari. Kemudian beliau berkata, ‘Tidak halal bagiku untuk
berbicara dengannya hingga ia bangkit dari tempatnya.” (Al-Ibanah, 484)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Janganlah engkau meminta saran
kepada pelaku bid’ah dalam masalah agama, dan janganlah meminta pelaku bid’ah
untuk menjadi teman dalam safarmu.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 3/578)
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Tidak akan mungkin seseorang yang mencintai
As-Sunnah dapat berteman dengan orang yang senang bid’ah, kecuali jika terdapat
kenifakan.” (Ar-Radd ‘alal Mubtadi’ah no.1629)
Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa berprasangka baik dengan mereka
(ahlul bid’ah) dan mengaku tidak mengetahui keadaan mereka, maka ia harus diberi
pengertian tentang keadaan mereka. Jika setelah itu ia tidak dapat berpisah dengan
mereka serta tidak menampakkan pengingkaran terhadap mereka, maka ia dinilai
sama seperti mereka dan dijadikan sebagai bagian dari mereka.” (Al-Majmu’,
2/133)
Ibnul Jauzi berkata, “Perampok jalanan ada empat: seorang mulhid
(atheis/penyeleweng) yang memunculkan keraguanmu terhadap agama Allah SWT,
seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) yang menjauhkan dirimu dari Sunnah Rasulullah
SAW, seorang pelaku maksiat yang mendukungmu berbuat maksiat, dan seorang
yang lalai sehingga membuatmu lupa untuk berdzikir kepada Allah SWT.” (At-
Tadzkirah, hal. 183)
Dari beberapa nasihat ulama di atas, dapat diambil sebuah keyakinan bahwa
Islam melarang untuk bergaul dan berdekatan dengan orang-orang yang buruk serta
menuntunkan untuk menghindari mereka sejauh mungkin. Hal ini disebabkan adanya
13
pengaruh besar dari para pelaku bid’ah yang akan merusak akidah dan agama
seseorang.
Memilih Kawan Yang Jujur
Setiap muslim wajib untuk bergaul dan berkawan dengan orang baik. Jika ia
jahil, maka kawannya yang akan menyampaikan ilmu, jika ia lupa maka kawannya
yang akan mengingatkan, dan jika ia berbuat salah maka kawannya yang akan
membimbingnya kepada kebenaran. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia
ini.” (Al Kahfi: 28)
As-Sa’di t berkata dalam tafsir ayat ini, “Di dalam ayat ini terkandung perintah
untuk berteman dengan orang-orang baik serta menundukkan jiwa agar dapat
berteman dan bergaul dengan mereka, meskipun mereka adalah orang-orang fakir.
Karena bergaul dengan mereka akan mendatangkan manfaat yang tiada terbilang.”
Qatadah bin Di’amah As-Sadusi berkata, “Demi Allah, tidaklah kami
menyaksikan seseorang berteman kecuali dengan yang sejenis dan setipe. Oleh
karena itu, bertemanlah kalian dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta’ala
yang shalih agar kalian dapat bersama dengan mereka atau semisal dengan
mereka.” (Al-Ibanah, 511)
Hendaknya kita benar-benar teliti dan selektif dalam memilih seseorang
sebagai teman apalagi teman dekat. Karena kedekatan kepada seseorang akan
menumbuhkan cinta, padahal Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim
rahimahumallah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud z tentang kedatangan
salah seorang sahabat untuk menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dan
bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimanakah tanggapan anda tentang seseorang yang
mencintai suatu kaum dan belum pernah bertemu dengan mereka?” Maka Rasulullah
SAW menjawab, “Setiap orang akan bersama dengan orang yang ia cintai.” Artinya
ia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti bersama orang yang ia cintai. Mudah-
mudahan kita termasuk orang-orang yang dibangkitkan bersama Rasulullah
Shalallahu alaihi wassalam dan yang mencintai beliau.
Allah SWT berfirman:
14
“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:
Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa’: 69)
Menjaga Persahabatan Dengan Cinta
Jika Allah SWT menghendaki kebaikan dari seorang hamba maka Allah
SWT akan memberikan taufiq kepadanya untuk bergaul dengan orang-orang baik
yang mencintai As-Sunnah dan agama Islam. Allah SWT akan menjauhkan dirinya
dari orang-orang jahat dari kalangan ahlul bid’ah dan pelaku maksiat lainnya.
Maka dari itu, seorang muslim harus memanfaatkan nikmat ini dengan
sebaik-baiknya dengan memerhatikan adab-adab di dalam berteman. Sebuah kaidah
penting yang mesti diperhatikan di dalam bergaul dengan sesama Ahlus Sunnah
adalah menyadari dan selalu mengingat bahwa setiap manusia tidak mungkin
terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Demikian pula sikap seorang muslim di
dalam berteman. Kemudian yang harus diingat juga adalah setiap orang pasti
memiliki kekurangan dan kelebihan. Karena itu, jika seorang muslim melihat
kekurangan saudaranya hendaknya ia mengingat kelebihan yang dimilikinya.
Al-Imam Ibnu Mazin berkata, “Seorang mukmin selalu mencari udzur untuk
saudaranya, sementara orang munafik selalu mencari kesalahan temannya.”
Al-Imam Hamdun Al-Qassar berkata, “Jika saudaramu terjatuh dalam
sebuah kesalahan maka berikanlah untuknya 90 udzur. Apabila tetap tidak dapat,
maka dirimulah yang lebih patut untuk dicela.” (Adabul ‘Isyrah, 13)
Al-Imam Ibnul A’rabi berkata, “Berusahalah untuk selalu melupakan
kesalahan yang diperbuat saudaramu, pasti rasa cinta di antara kalian akan
terjaga.” (Adabul ‘Isyrah, 14)
Maka hendaknya sesama Ahlus Sunnah dapat mewujudkan ayat dan hadits-
hadits Rasulullah SAW yang menggambarkan kekuatan dan kebersamaan di antara
mereka, seperti satu tubuh yang satu sama lain saling merasakan. Sebagaimana
sebuah bangunan yang saling menguatkan dan saling mengokohkan. Benci dan cinta
yang dibangun di atas pondasi iman dan As-Sunnah, memberi dan tidak memberi
hanya karena Allah SWT, serta bertemu dan berpisah demi meraih ridha Allah SWT
semata. (http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/09/28/pandangan-islam-tentang-
teman-pergaulan-yang-baik/)
15
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga
batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak
diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya
dipahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati
mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan
tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://afand.abatasa.com/post/detail/2543/etika-pergaulan-dalam-masyarakat.html, diakses
________pada Rabu, 20 Maret 2013
http://hanifa93.wordpress.com/2009/05/20/etika-bergaul-dalam-islam/, diakses pada Rabu, 20
________Maret 2013
http://islam.my.tripod.com/Mypage/bergaul.htm, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/09/28/pandangan-islam-tentang-teman-pergaulan-
________yang-baik/ diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
http://pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-pergaulan-menurut.html,
________diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
http://rijalseventh.blogspot.com/2012/11/makalah-agama-pergaulan-dalam-pandangan.html,
________diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
http://syamsuhilal.blogspot.com/2012/12/etika-pergaulan-dalam-islam.html, diakses pada
________Rabu, 20 Maret 2013
http://www.anneahira.com/pergaulan-dalam-islam.htm, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
http://www.takafulumum.co.id/index.php/in/renungan-harian/162-diantara-adab-pergaulan-
________dalam-islam, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013
sistem pergaulan dalam islam.pdf
17
top related