edisi diproduksi oleh : ganeca posilteks plastik singkong, inovasi baru plastik ramah lingkungan 3 5...
Post on 03-Feb-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
GANECA POSMencerahkan, Mencerdaskan
EDISI
OKTOBER
2017
Diproduksi oleh :
TAHUN 2017
Dalam menyuasanakan pelaksanaan salah satu agen-da akbar KM ITB yaitu Pemi-lu Raya (Pemira) KM ITB 2017 yang sudah di depan mata, Pers Mahasiswa ITB melaksanakan Survei Popu-laritas dan Elektabilitas (SU-PEL) Calon K3M dan Ketua MWA WM ITB 2017. Survei ini sudah diadakan tiap ta-hun sejak tahun 2011. Tahun ini, survei dilaksanakan dua kali, yang pertama adalah Pilot Survey dan yang kedua adalah Survei Popularitas dan Elektabilitas (SUPEL) Calon K3M dan Ketua MWA WM 2017.
Pilot Survey
Dalam pengambilan nama-nama calon yang masuk ke dalam sur-vei, tim survei melakukan sebuah pilot survey. Di survei ini, respon-den mengaspirasikan nama sosok mahasiswa yang dirasa memadai untuk maju menjadi calon K3M dan atau Ketua MWA WM di Pemira 2017. Selain untuk men-gurangi subjektivitas tim survei dalam menentukan nama calon, tujuan dari diadakannya survei ini adalah untuk mengetahui minat dan wawasan massa kampus se-cara umum tentang pelaksanaan Pemira KM ITB 2017. Pilot sur-vey diisi oleh 657 responden yang merupakan mahasiswa S1 ITB dari angkatan 2012-2017.
Dari hasil pilot survey yang sudah pernah dipublikasikan di akun line ‘Ganeca Pos’, terdapat 4.7% responden yang tidak mengeta-hui Pemira KM ITB. Sedangkan untuk sosok yang dipilih, masih terdapat 8.7% responden yang tidak mengetahui bahwa baik K3M maupun MWA WM, dipilih bersamaan pada Pemira KM ITB 2017. Melihat hal ini, maka dirasa bahwa perlu ada sosialisasi yang baik dari panitia pelaksana Pemi-ra 2017 maupun dari senator-sen-ator HMJ, karena Pemira sesung-guhnya merupakan program kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kongres KM ITB. Walaupun, pelaksanaannya memang dilaku-kan oleh sebuah kepengurusan panitia pelaksana (panpel).
Kriteria Sosok Idaman
Dalam menantikan kehadiran so-sok calon K3M dan MWA WM yang sesungguhnya, tentu saja massa kampus memiliki kriteria
yang harapannya dimiliki oleh calon yang terpilih. Memiliki jiwa kepemimpinan adalah kriteria utama yang diharapkan respon-den dimiliki oleh calon K3M. Menurut Ardhi Rasy Wardhana (TA’13) selaku K3M saat ini, ia tidak memungkiri bahwa jiwa kepemimpinan sangat diperlukan. Jiwa kepemimpinan itu adalah komposisi dari komitmen, wa-wasan, pengaruh, penggalangan massa, kejujuran, integritas, dan faktor lainnya. Selain softskill, calon juga harus memiliki kom-petensi dalam mengkritisi ke-hidupan berbangsa dan bernegara yang berujung pada pergerakan. Pergerakan yang dimaksud tidak hanya pergerakan internal tetapi juga pergerakan eksternal. Ardhi mengakui bahwa IPTEK adalah isu yang amat penting untuk diba-wa. Namun, satu-satunya suar pergerakan yang hanya dimili-ki oleh Kabinet KM ITB adalah bidang sosial politik. Oleh karena itu, calon K3M berikutnya harus mengerti bidang ini.
Untuk calon MWA WM, respon-den mengharapkan bahwa calon adalah sosok yang dekat dengan stakeholder ITB. Menurut Fau-zan Makarim (TM’13), PJS MWA WM ITB, wakil mahasiswa di ja-jaran MWA seharusnya memiliki
kecakapan dalam tiga hal: keingi-nan kuat untuk belajar, kebijak-sanaan, dan yang terakhir adalah kemampuan berkomunikasi yang baik. Cakupan isu MWA sangat
luas dan strategis hingga kadang terdengar asing bagi mahasiswa, memiliki wawasan tentunya dib-utuhkan, namun wawasan ada batasnya. Dengan keinginan bela-jar yang kuat, membuat wawasan seseorang menjadi tidak terbatas. Setelah memiliki pengetahuan yang sesuai, wakil mahasiswa ini ketika dihadapi dengan per-masalahan harus melihat dari berbagai macam sudut pandang, tidak boleh hanya dari segi maha-siswa saja, tetapi juga dari sudut pandang stakeholder lain karena konsepnya adalah mencari solusi bersama. Maka dari itu, kebijak-sanaan menjadi penuntun dalam pencarian solusi. Terakhir, hal yang akan sering dilakukan oleh wakil mahasiswa yaitu komuni-kasi. Yaitu bagaimana seorang wakil mahasiswa menyampaikan aspirasi di jajaran ITB ataupun menyampaikan pendapat stake-holder lain kepada mahasiswa. Komunikasi yang baik membuah-kan hubungan yang baik dengan stakeholder ataupun aspirasi ma-hasiswa yang terpenuhi.
Isu yang Dibawa
69,3% responden mengharapkan isu pengembangan Ilmu Penge-tahuan dan Teknologi (IPTEK) dapat dibawa oleh calon K3M berikutnya. Menanggapi hal ini, Anisa Azizah (FT’13) selaku Menteri Koordinator Wahana Inovasi Kabinet ‘Suarasa’ KM ITB, mengatakan bahwa dibutuh-kan usaha yang lebih bagi K3M berikutnya untuk memenuhi ek-spektasi responden. Tantangan yang selama ini dihadapi dalam meningkatkan dan mewadahi ma-hasiswa untuk berinovasi adalah menjalin kerja sama dengan pihak lain. Kabinet memiliki cakupan massa yang terlalu luas sehingga diperlukan kerja sama dengan wa-dah yang lebih dekat dengan tiap entitas mahasiswa. Koordinasi masih sulit terjalin dan penyeb-aran informasi mengenai wadah yang telah disediakan oleh Kabi-net juga tidak tersampaikan kepa-da massa dengan baik.
Oleh karena itu, perlu adanya ino-vasi strategi yang disiapkan oleh
K3M berikutnya agar ekspektasi responden dapat terpenuhi. Untuk kedepannya, kabinet dan lemba-ga-lembaga terkait dapat memulai dengan merumuskan satu tujuan yang sama dengan mempertim-bangkan kultur dan mimpi dari setiap lembaga. Hingga saat ini, usaha tersebut masih diperjuang-kan melalui student summit yang telah diadakan sebelumnya. Ani-sa juga berharap, K3M berikut-nya memiliki mimpi, tujuan, dan strategi yang lebih jelas di ranah kedua isu tersebut.
Untuk MWA WM, massa kampus mengharapkan bahwa isu multi-kampus harus terus dibawa oleh MWA WM selanjutnya. Hal ini dikonfirmasi benar oleh Fauzan, terutama karena saat ini multikam-pus masih dalam masa pengem-bangan. Selain oleh MWA WM, 42,9% responden mengharapkan bahwa isu ini juga dibawa oleh K3M berikutnya. Peran kabinet dalam multikampus justru lebih banyak segi teknisnya terutama
EDITORIALITB, Masihkah Institut
Terbaik Bangsa?
CAMPUSPOLITANMWA-Wakil Mahasiswa Masih Dipandang Sebelah Mata
KABAR JABARImplikasi Rayonisasi di Jawa Barat
SOSOKBarudak ITB Juara,
Pelopor Berkarya
Mahasiswa ITB
ILTEKSPlastik Singkong,
Inovasi Baru Plastik
Ramah Lingkungan3 5 8 9 13
SUPEL 2017:
MUNCULKAN SOSOK HARAPAN MASSA KAMPUS
Bersambung ke halaman 2
-
2
dalam aspek kemahasiswaan. Hal tersebut disampaikan oleh Afrizal Maulana Sutrisna (SA’13) selaku Gubernur Multikampus Kabinet ‘Suarasa’ dalam suatu kesempa-tan. Masalah dalam pengemban-gan kemahasiswaan di multikam-pus terutama Jatinangor terbentur dengan partisipasi dari mahasiswa itu sendiri. Trennya, mahasiswa multikampus berkemahasiswaan pada hari senin hingga kamis. Kemahasiswaan di akhir pekan kurang tersuasanakan dan men-jadi PR tersendiri untuk dikem-bangkan. Selain itu, Afrizal juga mengharapkan untuk periode kepengurusan selanjutnya, kegia-tan terpusat di Jatinangor lebih digiatkan sehingga mahasiswa multikampus tidak menjadi him-punan-sentris.
Metodologi Survei
Pengambilan data survei ini dilakukan dengan dua cara: waw-ancara langsung dan pengisian survei melalui formulir daring. Dalam melakukan survei perlu adanya sebuah teknik pengam-bilan sampel. Dalam memilih sampel, tim survei melakukan pendekatan non probability sam-pling yang mana setiap anggota sampel tidak memiliki kesempa-tan atau peluang yang sama se-bagai sampel. Teknik yang digu-nakan adalah sampling insidental. Pada teknik ini, massa kampus yang secara kebetulan (insiden-tal) mengisi formulir daring dan bertemu dengan surveyor dapat menjadi responden survei ini. Sedangkan dalam menentukan jumlah sampel yang harus diam-
bil, metode Slovin digunakan oleh tim survei karena cocok dengan kondisi yang dimiliki. Dengan 832 responden, margin of error dari pelaksanaan SUPEL dihitung menggunakan metode Slovin se-besar 3,38%. Sedangkan untuk pilot survey, dengan total 657 responden, margin of error hasil survei tersebut sebesar 3,82%.
Dalam membuat pertanyaan sur-vei, tim survei selalu memulai dari identitas untuk digunakan sebagai validitas data. Pertanyaan SUPEL dilanjutkan dengan mengurut-kan preferensi responden terha-dap calon K3M dan MWA WM. Hal ini dilakukan menyesuaikan dengan sistem penetapan kandi-dat terpilih dalam Pemira 2017 yakni preferensial dan distribu-si. Berdasarkan TAP 021 tentang Pengesahan Aturan Pemilu Raya KM ITB, preferensial berarti calon dengan preferensi pertama terbanyak akan terpilih dengan mempertimbangkan distribusi su-ara yang didapatkan. Suara yang didapatkan minimal didapat 20% suara dari 0,5n + 1 tiap program studi dan fakultas/sekolah TPB yang masuk.
Pengolahan Data
Dalam melakukan pengolahan data, tim survei melakukan be-berapa asumsi. Elektabilitas calon dilihat dari jumlah suara respon-den yang memilih calon tersebut sebagai preferensi nomor satu. Calon dengan elektabilitas terting-gi adalah calon dengan mendapat-kan jumlah suara terbanyak. Kes-impulan ini dapat diambil dengan asumsi bahwa tiap calon telah memenuhi syarat distribusi. Se-
dangkan popularitas dapat dilihat dari banyaknya responden yang mengenali calon tersebut dan di-urutkan dari presentase tertinggi ke terendah.
Untuk menentukan margin of er-ror, dibutuhkan data jumlah ma-hasiswa S1 ITB angkatan 2013 hingga 2017 yang masih menja-di anggota KM ITB. Tim survei mengumpulkan data dari website NIM Finder dan juga data dari TU tiap jurusan. Dari hasil tersebut, tim survei mendapatkan jumlah mahasiswa ITB sebanyak 16.145 mahasiswa.
Profil Responden
Dalam menganalisis responden, tim survei mengelompokkan re-sponden mulai dari persebaran tiap jurusan, wadah dalam berke-mahasiswaan di KM ITB, juga je-nis kelamin. Dalam SUPEL, tiap jurusan di ITB diwakili oleh min-imal satu responden. Jurusan den-gan responden terbanyak datang dari Teknik Perminyakan dengan 79 dari 832 responden (9,5%). Sedangkan laki-laki masih men-dominasi responden dengan 572 responden atau 69,11% dari total responden. Hal ini dianggap wajar oleh tim survei karena di ITB, me-mang mahasiswa masih mendom-inasi mahasiswi dari segi kuanti-tas. Massa HMJ dan UKM masih mendominasi responden SUPEL disusul oleh Kabinet KM ITB se-bagai lembaga yang anggotanya menduduki tiga besar responden terbanyak.
Popularitas
Popularitas adalah tingkat seorang calon dikenal oleh responden.
Popularitas tidak dapat disamakan dengan elektabilitas karena yang dinilai hanyalah tahu atau tidak tahu seorang responden terhadap calon dengan mengesampingkan kualitas dan kapabilitas orang tersebut. Meskipun, popularitas adalah satu dari sekian banyak faktor seseorang dapat dipilih (red: elektabilitas).
Dari SUPEL, diketahui bahwa calon dengan popularitas paling tinggi adalah Said Fariz Hibban atau akrab disapa Iban (ME’14) untuk K3M dan Reynaldi Satrio Nugroho (TI’14) untuk MWA WM. Iban kini sedang menjabat sebagai Ketua Himpunan Meteo-rologi (HMME) sedangkan Rey-naldi menjabat sebagai Ketua De-partemen Keilmuan MTI. Posisi popularitas di bawah Iban untuk calon K3M diduduki oleh Agung Cahyo Syamsu (TG’14) yang merupakan Ketua OSKM 2017, Fadly Erwil Prasetya (TM’14) yang kini menjabat Ketua BP HMTM ‘PATRA’ ITB, Ahmad Wali Radhi (TA’14) sebagai Ket-ua GAMAIS, dan posisi terakhir diduduki oleh Alfatehan Septian-ta (MS’14) yang saat ini menjadi Presiden PSIK.
Sedangkan untuk MWA WM, muncul enam orang lain yang tingkat popularitasnya berada di bawah Reynaldi menurut respon-den, keenam nama tersebut ada-lah Andriana Kumalasari (SI’14) yang saat ini masih menjadi Men-teri Inkubasi Kajian Kabinet ‘Su-arasa’, Muhammad Bayu Pratama (GD’14) yang menjabat sebagai Menteri Advokasi Kebijakan Kampus di Kabinet ‘Suarasa’, dis-usul oleh Afif Syahtrian (AE’14)
yang berasal dari Tim MWA WM sebagai Menteri Relasi S1, Faris Abdussalam (KL’14) yang mer-upakan Ketua Himpunan KMKL, Dominikus Kristianto (TM’14) yang menjabat sebagai Ketua Di-visi Kajian Strategis Tim MWA WM, dan di posisi terakhir ada Aditya Binowo (TI’14) yang mer-upakan senator MTI saat ini.
Elektabilitas
Dua nama muncul mendomina-si suara elektabilitas K3M. Said Fariz Hibban (ME’14) dan Ah-mad Wali Radhi (TA’14) adalah dua nama tersebut yang mendapat masing-masing 24,64% dan 23,92% suara responden. Sedang-kan untuk MWA WM, Muham-mad Bayu Pratama (GD’14) men-duduki posisi teratas elektabilitas diantara keenam calon yang lain dengan 26,92% memilih Bayu se-bagai preferensi pertama.
Elektabilitas seseorang dipen-garuhi oleh berbagai faktor. Da-lam pengambilan data, keluhan disampaikan responden dalam memilih calon yang ada di da-lam survei, yaitu tidak dikenalnya nama-nama tersebut. Sebanyak 8,89% responden tidak mengenali kelima calon K3M yang terdapat di survei dan 18,63% responden tidak mengenali ketujuh calon MWA WM yang terdapat dalam survei. Tim survei sudah mem-bantu dengan memberikan track record dari masing-masing calon. Jadi dapat dikatakan dalam survei ini, track record dan popularitas adalah faktor pertimbangan yang dominan dalam menentukan elek-tabilitas calon. (PEC/NK)
CAMPUSPOLITAN
Profil Responden yang mengisi Survei Populari-
tas dan Elektabilitas Pers
Mahasiswa ITB
Lanjutan hal 1
-
3
GANECAPOS, ITB – Lembaga Kemahasiswa ITB menggelar Latihan Kepemi-mpinan Mahasiswa (LKM) ke-3 pada tahun ini. LKM 3 merupakan kegiatan pelatihan kepemimpinan yang dikhusus-kan bagi pengurus dan calon pengurus organisasi maha-siswa (ormawa) yang ada di bawah naungan LK ITB. Ke-giatan ini ditujukan sebagai bagian pendampingan dan pelatihan bagi ormawa da-lam mempersiapkan penerus dalam keberjalanan kegiatan-nya. Selain itu sebagai ajang pembentukan karakter kepemi-mpinan mahasiswa agar siap menghadapi tantangan ke de-pannya. Dalam LKM 3 ini men-gusung tiga nilai dasar yang se-mestinya dimiliki oleh mahasiswa dan dapat ditularkan kepada rekan-rekan di ormawa masing-masing yakni totalitas, inisiatif dan juga kebermanfaatan. Dalam kegiatan LKM 3 peserta disuguhkan berb-agai macam materi pendukung dan simulasi-simulasi sebagai im-plementasi dari setiap materi yang telah disampaikan. Kegiatan LKM untuk tahun ini dilaksanakan pada 2 fo-rum. Forum 1 dilaksanakan pada 20-22 Mei lalu di Pusdik Armed Cimahi. Pada forum ini totalitas dan inisiatif peserta dituntut un-
tuk menyelesaikan setiap tahap simulasi. Sedangkan untuk forum 2 diadakan pada 16 dan 17 Sep-tember dengan fokus pada materi kebermanfaatan. Di akhir forum 1, peser-ta diberi tantangan untuk melak-sanakan proyek yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitar kampus ITB. Setiap
kelompok yang telah dibentuk diwajibkan melaporkan laporan kemajuan dan juga pertanggung jawaban proyek secara berkala. Proyek yang telah dilaksanakan setelah itu dipresentasi final saat forum 2 kepada seluruh fasilitator dan peserta lainnya dalam bentuk video dan poster. Bentukan acara forum 2
berbeda dari pelaksanaan LKM sebelumnya. Peserta diajak ting-gal bersama masyarakat di Desa Cinanjung, Kecamatan Tanjung Sari, Sumedang. Selain itu peser-ta juga diharapkan dapat menjalin komunikasi dan interaksi yang baik dengan masyarakat, dengan harapan dapat mengetahui lebih jauh terkait kondisi dan potensi
yang ada di daerah tersebut. Puji Tri Utami, selaku Ketua Pelaksana LKM 3 ITB, mengungkapkan salah satu tujuan pelaksanaan LKM 3 ini adalah untuk meningkatkan sensitivitas dan kepekaan mahasiswa dengan masyarakat dan lingkungan sosial di sekitarnya. Diharapkan setelah ini akan banyak menghasilkan proyek dan inovasi yang dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Selain itu ma-hasiswa dapat mengambil manfaat dan pembelajaran dalam setiap proses yang dilalui dan dibagikan kepada ormawanya masing-mas-ing. Pada hari terakhir pelak-sanaan kegiatan, peserta melaku-kan jalan santai bersama mas-yarakat mengeliling desa dan setelah itu dilanjutkan dengan lomba-lomba bersama anak-anak dan warga setempat, seperti lomba mewarnai, lomba rancang layang-layang dan olah barang bekas. Ekspresi dan kegembiraan peserta terlihat dari tingkat antusias keti-ka berbaur dengan anak-anak da-lam menyelesaikan layang-layang atau mewarnai. Kegiatan akhirnya di-tutup di Kampus ITB Jatinangor dengan setiap peserta diminta menuliskan surat untuk diri sendi-ri, lalu foto bersama seluruh pe-serta dan panitia. (HA)
LKM 3 ITB: Membentuk Karakter, Melatih Kepekaan
Dok. LKM 3 ITB
GANECAPOS, ITB - Istilah “Institut Terbaik Bangsa” mungkin sudah sering terdengar di telinga pembaca. Plesetan dari kepanjangan ITB ini sudah diketa-hui bahkan oleh mahasiswa-ma-hasiswa baru kampus ini. Banyak hal yang mendasari plesetan ini muncul. Selama bertahun-tahun, ITB selalu berhasil menyabet peringkat terbaik dalam penilaian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek dikti). Ditambah daftar alumni yang diakui kemampuannya baik nasional maupun internasional membuat ITB berhasil mendapa-tkan stigma kampus terbaik yang berisikan mahasiswa terbaik pula. Sebenarnya masih ban-yak plesetan-plesetan lainnya. Namun plesetan yang satu ini ti-dak hanya lebih sering didengar, tetapi juga menarik untuk dibahas dalam kondisi kampus tercinta kita saat ini. Sebuah pertanyaan timbul dari plesetan ini jika kita mau lebih peka terhadap suasa-na kampus saat ini: Apakah ITB
masih pantas berpredikat “Institut Terbaik Bangsa”? Berdasarkan artikel yang dimuat pada laman web Direk-torat Jenderal Kelembagaan IP-TEK dan Dikti – kelembagaan.ristekdikti.go.id – pada tanggal 17 Agustus 2017, tahta PTN nomor 1 yang selama bertahun-tahun dimiliki kampus ini telah diambil alih oleh tetangga kita dari Yogya-karta. Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih nilai akhir 3.66 mengalahkan ITB yang memper-oleh nilai akhir 3.53 untuk klaster 1 PT non politeknik di Indonesia. Diantara empat aspek penilaian, ITB hanya berhasil merajai aspek penelitian dan pengabdian mas-yarakat sementara di aspek SDM dan aspek kelembagaan meraih peringkat kedua. Bahkan di aspek kemahasiswaan meraih peringkat kelima. Pembaca mungkin akan merasa aspek penelitian ITB masih paling baik dan tidak ber-masalah jika hanya melihat data diatas. Tapi jika anda seorang ma-hasiswa, silakan berpikir ulang. Penilaian aspek penelitian yang
dilakukan kemenristek dikti be-rasal dari indikator kinerja pene-litian, kinerja pengabdian kepada masyarakat dan jumlah artikel ilmiah terindeks scopus per jum-lah dosen. Hal ini menandakan bahwa karya penelitian dosen lah yang menjadikan aspek penelitian ITB begitu cemerlang. Mari kita lihat dari segi penelitian mahasiswa. Data lain yang diperoleh dari Barudak ITB Juara baru-baru ini, ITB yang “katanya” merajai aspek peneli-tian PTN hanya berhasil melolo-skan 12 tim menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-30 pada ajang Pekan Kreativi-tas Mahasiswa (PKM) 2017 lalu. Jumlah yang lebih kecil diband-ingkan PTN lain seperti Univer-sitas Brawijaya atau Universitas Gadjah Mada yang berhasil men-girimkan 31 tim, jumlah terban-yak dibandingkan jumlah tim uni-versitas lainnya. Kalau kita perhatikan da-ta-data yang tertera diatas, cukup wajar apabila kita mulai meragu-kan kampus ini masih menjadi “Institut Terbaik Bangsa”. Paling
tidak, kita mulai meragukan diri kita sebagai “Mahasiswa Terbaik Bangsa”. Masih pantaskah kita menerima stigma masyarakat umum ini? Jika kita katakan bahwa mahasiswa ITB lebih senang men-gurusi masalah kemahasiswaan daripada berkarya dan melakukan penelitian ilmiah, fakta yang ada membuktikkan sebaliknya. Jika kita katakan mahasiswa ITB lebih senang berkarya dan meneliti dar-ipada mengikuti kegiatan kema-hasiswaan, fakta yang ada kemba-li membuktikan sebaliknya. Lalu apa yang sebenarnya mahasiswa ITB lakukan saat ini? Mungkin benar perkataan yang diucap-kan salah satu narasumber koran GANECAPOS edisi Oktober ini, budaya kampus kita saat ini se-dang berfokus ke “arah lain”. En-tah mengarah kemana. Apakah tindakan kita se-lama ini berhasil membawa ITB menjadi lebih baik? Atau malah lebih buruk? Apakah efek dari bertahun-tahun “dipuja” oleh mas-yarakat dan pelaku industri telah memisahkan kita dari standar dan
kualitas yang dimiliki oleh para pendahulu? Apakah keberadaan kita masih memiliki dampak bagi dunia atau kita hanya menjadi se-buah mesin pintar semata? Mungkin sudah saatnya kita buka “mata” kita. Sadari real-ita yang sedang terjadi di kampus kita ini. Istilah “ITB sedang tidak baik-baik saja” perlu kita tanggapi dengan lebih serius dalam segala aspek baik itu berkemahasiswaan maupun berkarya dan berinovasi. Jika kita terus terlena akan pujian yang nampaknya mulai tak pan-tas kita terima, kampus ini hanya akan menjadi gedung-gedung dan pilar-pilar indah semata. Tidak ada lagi karya dan prestasi, hanya tinggal nama dan gengsi.
Salam,Pemimpin Redaksi Pers Maha-siswa ITB
ITB, Masihkah Institut Terbaik Bangsa?
CAMPUSPOLITAN
UPDATE INFORMASIMU DI GANECAPOS.COM
EDITORIAL
-
4
GANECAPOS, Ban -dung – ITB kembali menjadi juara umum Olimpiade Farmasi Indonesia (OFI) IX yang diseleng-garakan pada Sabtu(29/09) hingga Senin (01/10) di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Menarikn-ya, enam dari sembilan OFI yang telah diselenggarakan, ITB berha-sil menjadi juara umum dan sudah tiga tahun ini gelar juara umum diraih oleh ITB. Perolehan gelar juara umum OFI diperoleh atas pe-nilaian akumulatif peserta satu perguruan tinggi pada tahap semi-final serta prestasi dan medali yang diperoleh. OFI terbagi ke dalam dua bidang, yaitu bidang farma-setika dan bidang farmakologi. Seperti pada olimpiade umumnya, pada tahap penyisihan dan semifi-nal, peserta diberi soal-soal yang harus diselesaikan secara indivi-du. Pada tahap final, peserta harus melalui tiga tahap yang meliputi penyusunan formula dan evaluasi sediaan untuk bidang farmasetika serta konseling obat untuk bidang farmakologi, serta bedah kasus dan presentasi jurnal internasional untuk kedua bidang. ITB berhasil meraih
emas bidang farmasetika berkat Ahshonat Izzatul Haq (Sains dan Teknologi Farmasi 2014) dan perak bidang farmakologi ber-kat Dian Arista (Farmasi Klinis dan Komunitas 2014). Prestasi lainnya ialah peserta terbaik Far-
makokinetika dan Farmakoterapi Penyakit Non Infeksi oleh Levi-na Mahardika (Farmasi Klinik dan Komunitas 2014), Teknologi Farmasi Non Padat oleh Denobia Faishal (Sains dan Teknologi Far-masi 2014), dan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) oleh Na-ufalia Faza (Sains dan Teknologi Farmasi 2014). Hal yang patut dibang-gakan ialah sembilan dari sepuluh delegasi ITB pada kedua bidang berhasil masuk pada babak semi-
final dan satu peserta lainnya ber-hasil menjadi finalis putri farmasi Indonesia. Mereka berhasil men-galahkan peserta dari 30 perguru-an tinggi lainnya. Hasil yang diperoleh juga merupakan dukungan dari banyak pihak termasuk dosen-dosen Sekolah Farmasi. Bahkan, pada hari pelaksanaan hingga pengumuman juara, peserta did-ampingi oleh Dr. Diky Mudhakir (Ketua Prodi Sains dan Teknolo-gi Farmasi), Dr. rer.nat. Sophi Damayanti (Ketua Prodi Farmasi Klinik dan Komunitas, dan Dr. M Insanu (Koordinator Kemaha-siswaan Sekolah Farmasi). “Ada banyak hikmah dan teman-teman baru yang saya dapatkan selama OFI. Luruskan dan kuatkan niat agar semangat tidak akan pernah padam. Target boleh ada, namun jangan sekedar memikirkan kemenangan duni-awi. Bentengi diri dan cegahlah dari rasa kecewa dengan men-gambil hikmah dari setiap tahap yang ada,” tutur Ahshonat.
Artikel ini disadur dari https://www.itb.ac.id/news/read/56399/home/itb-menjadi-juara-umum-ofi-tiga-tahun-berurut-turut)
Sumber : itb.ac.id
ITB Menjuarai OFI untuk Ketiga Kalinya
GANECAPOS, Band-ung – Institut Tek -nologi Bandung telah membuka Pro-gram Studi Program Profe-si Keinsinyuran mulai tahun 2017. Program ini bahkan tel-ah melaksanakan pendaftaran Gelombang II untuk Semester I 2017/2018 secara online pada tanggal 7 – 28 September 2017. Lulusan dari Program studi ini nantinya akan diberikan gelar Insinyur (Ir.) yang berlaku seu-mur hidup.
Latar Belakang Program Profesi Insinyur bertujuan untuk memenuhi kebu-tuhan jumlah insinyur di era men-datang. Jumlah insinyur di Indo-nesia sendiri saat ini hanya sekitar 2.671 insinyur per 1 juta pen-duduk. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (3333), Thailand (4121) dan Viet-nam (9037), maka Indonesia ma-sih tertinggal jauh. Tidak hanya dari segi kuantitas, kualitas insinyur In-donesia juga menjadi perhatian. Menimbang ke depannya insinyur dituntut untuk membuat produk dan jasa yang semakin kompleks dan berkualitas, kompetisi global dalam ranah keinsinyuran akan semakin ketat. Atas dasar tersebut, Pe-merintah Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Kelem-bagaan Ilmu Pengetahuan Te-knologi dan Pendidikan Tinggi, di bawah Kemenristekdikti, mem-berikan mandat kepada 40 pergu-
ruan tinggi baik nasional maupun swasta untuk menyelenggarakan Program Profesi Insinyur. Pergu-ruan Tinggi dipilih karena sesuai perundangan yang berlaku (UU No. 20/2003, UU No. 12/2012, dan UU No. 11/2014) memang ha-nya Perguruan Tinggi yang secara hukum memiliki kewenangan un-tuk memberikan gelar insinyur. ITB menyambut han-gat amanah ini dan telah mem-persiapkannya sejak tahun 2015. ITB telah memenuhi persyaratan pelaksanaan PPI yang harus di-bimbing oleh dosen yang telah memiliki sertifikat IPM (Insinyur Profesional Madya) atau IPU (In-sinyur Profesional Utama). Ter-dapat 50 dosen yang telah bersert-
ifikat IPM dan IPU. Tidak hanya itu, ITB juga membangun hubun-gan yang intens dengan Persatu-an Insinyur Indonesia (PII). Hal ini menunjukkan keseriusan ITB dalam mengembangkan Sekolah Insinyur.Bentuk Program Program Profesi Insinyur di ITB ini menawarkan dua pro-gram, yaitu Program Rekognisi Pengalaman Lampau (RPL) dan Program Pendidikan Reguler. Program ini direncanakan akan menjaring sekitar 370 sarjana teknik yang telah memiliki pen-galaman kerja untuk mengambil gelar insinyur. Program Sekolah Insinyur dibuka untuk 6 fakultas/sekolah yaitu FTI, FTSL, FTTM,
FTMD, SITH, dan STEI. Pilihan program studi yang ditawarkan pun bervariasi mulai dari Teknik Elektro, Teknik Kimia,Teknik Fisika, Teknik Industri, Teknik Sipil ,Teknik Kelautan, Teknik Lingkungan, Hidrogafi, Teknik Pertambangan, Teknik Permin-yakan, Teknik Geofisika, Teknik Mesin, Aeronatuika dan Astro-notika, Rekayasa Kehutanan, dan Rekayasa Pertanian. Ada beberapa syarat un-tuk mengikuti program ini yaitu calon mahasiswa memiliki latar belakang S1 dari Program Stu-di Teknik yang didapatkan dari Perguruan Tinggi terakreditasi A dan prodi tersebut minimal ter-akreditasi B pada saat mendaftar,
mempunyai pengalaman kerja di bidang keinsinyuran selama lebih dari 2 tahun serta pengala-man kerja pada proyek di bidang keinsinyuran minimal sebanyak 4 proyek, dan mengisi daftar ri-wayat hidup singkat yang dise-diakan secara online. Biaya pelaksanaan pro-gram profesi keinsinyuran ITB sendiri, untuk program Rekog-nisi Pengalaman Lampau (RPL) adalah sebesar Rp. 12.500.000,- (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) per semester. Informasi selengkapnya dimuat di laman usm.itb.ac.id. Program profesi keinsinyuran juga memiliki kan-tor di Labtek VI lantai 1. Kita memasuki era baru bahwa gelar Insinyur dapat digu-nakan secara luas dan legal, asal telah lulus dari Program Profe-si Insinyur. Namun diharapkan output yang dilahirkan tidaklah sekedar gelar. Insinyur merupa-kan profesi seperti halnya dokter, notaris atau akuntan. Di sisi lain, Insinyur juga mempunyai standar nasional, sehingga perlu memaha-mi standar layanan insinyur serta hak dan kewajiban insinyur se-bagaimana yang tertera dalam UU Keinsinyuran. Sehingga insinyur- insinyur ini diharapkan mampu untuk berkompetisi secara global, dengan kompetensi berbasis IP-TEK guna memajukan Indonesia. (NE)
Artikel ini disadur dari usm.itb.ac.id
Program Profesi Keinsinyuran ITB 2017 :
Siap Lahirkan Insinyur-Insinyur Indonesia
sumber : tirto.id
CAMPUSPOLITAN
-
5
GANECAPOS, ITB – Kehadiran MWA wakil ma-hasiswa sudah bukan hal yang baru bagi mahasiswa yang berkuliah pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Majelis Wali Amanat sebagai suatu elemen tertinggi dalam pengawasan keberjala-nan PTNBH agar tetap sejalan dengan visi dan misi nya, terdiri atas berbagai kalangan anggot-anya dan salah satunya adalah mahasiswa. Disini dapat dilihat bahwa mahasiswa juga memi-liki peran dalam mengawasi keberjalanan PTNBH, tidak hanya menjadi korban atas ke-berjalanan PTNBH ini. Namun apakah benar adanya bahwa keberadaan mahasiswa pada tataran MWA ini terjadi pada semua PTN BH? Anggota Majelis Wali Amanat umumnya terdiri atas berbagai stakeholder dari PTN atau kampus itu sendiri, seperti pemerintah, alumni, masyarakat, rektorat, senat akademik, tenaga kependidikan hingga mahasiswa. Keberagaman anggota ini dise-babkan karena segala kebijakan dan kegiatan kampus tersebut nantinya akan berpengaruh pada setiap stakeholder ini sehingga dalam pengawasan suatu kampus PTNBH perlu dilibatkannya pi-hak-pihak tersebut. Sebagai contoh , jika suatu kampus ingin menambah jurusan baru. Saat jurusan tersebut akan dibuka, maka hal tersebut akan menambah kuota pendidikan pada masyarakat, atau mening-katkan APK (angka partisipasi kasar) wilayahnya. Selama ke-berjalanannya, diperlukan proses yang baik dalam melaksanakan kegiatan akademik dan non aka-demik bagi jurusan baru ini seh-ingga perlu adanya pertimbangan dari tenaga kependidikan, senat akademik, dan rektorat. Kemudi-an jurusan tersebut nantinya akan
menghasilkan lulusan yang terjun ke masyarakat dan menjadi ahli pada bidang tertentu. Hal ini akan menyebabkan peningkatan ahli di masyarakat sehingga perlu diper-timbangkan oleh pemerintah. Secara garis besar, seperti itu lah peran dari sebagian elemen jika terjadi sebuah kebijakan, sehing-ga dibutuhkan keberadaan mereka dalam anggota MWA ini. Namun, nyatanya saat ini dari 11 PTN BH di Indone-sia masih terdapat Majelis Wali Amanat yang belum memiliki ma-hasiswa dalam keanggotaannya, atau bisa dikatakan bahwa maha-siswa tidak terlibat dalam penga-wasan keberjalananan PTN BH. Ini merupakan hal yang sangat merugikan bagi mahasiswa kare-na mahasiswa merupakan bagian dari kampus itu sendiri, bukan hanya target atau konsumen dari pendidikan. Mayoritas dari segala kebijakan yang dibuat oleh kam-pus akan berdampak langsung pada mahasiswa. Maka, perlu adanya pandangan mahasiswa da-lam keanggotaan MWA ini. Jika
diibaratkan pandangan dari selain mahasiswa merupakan pandan-gan gambaran besarnya dengan segala dampaknya secara umum, sedangkan pandangan dari maha-siswa merupakan pandangan sisi teknis dan lapangannya dari sega-la kebijakan yang dibuat sehingga perlu adanya pandangan ini untuk menyeimbang hal ini. Kondisi bagi PTN yang belum memiliki wakil maha-siswa adalah menerima segala ke-bijakan yang ada, bahkan kadang tidak tahu kabar terbaru mengenai tataran strategis kampusnya. Mes-ki begitu saat ini mahasiswa pada kampus tersebut dengan memper-juangkan keberadaan wakil maha-siswanya dalam tataran MWA ini. Disisi lain MWA wakil mahasiswa dinilai harus benar-be-nar merepresentasikan seluruh mahasiswa yang dia naungi. Saat ini mayoritas wakil mahasiswa pada tataran MWA di setiap PTN hanya berjumlah 1 orang, sehing-ga sosok dari MWA wakil maha-siswa ini benar-benar harus me-wakili seluruh mahasiswa. Agar
hal terebut terjadi, perlu adanya proses pemilihan yang baik den-gan melibatkan seluruh maha-siswa baik sarjana, pascasarjana, dan keprofesian pada suatu kam-pus. Maka, secara ideal, pemi-lihan harus benar-benar murni dilakukan oleh mahasiswa tanpa campur tangan pihak lain. Meski begitu ternyata masih ada yang belum bisa melakukan hal ini. Di suatu PTN, pemilihan dari wakil mahasiswa ini melibatkan pihak lain seperti rektorat dan senat ak-ademiknya, tidak murni dari ma-hasiswa, sehingga memberikan kesan yang tidak murni dari ma-hasiswa. Terkadang dirasa tidak merepresentasikan mahasiswa. Pada dasarnya memang sulit un-tuk merepresentasikan seluruh mahasiswa, namun dengan adan-ya proses pemilihan yang melibat-kan seluruh mahasiswa saja sudah dapat mendekati hal tersebut. Permasalahan menge-nai MWA wakil mahasiswa juga memiliki kasus lain. Pada PTN lainnya, secara struktur MWA memiliki status yang jelas, namun
secara kemahasiswaannya memi-liki kendala karena tidak diakui oleh organisasi mahasiswanya atau keluarga mahasiswanya baik tataran sarjana, pascasarjana, maupun keprofesian. Akibatnya, wakil mahasiswa ini mengalami kesulitan dalam berinteraksi for-mal pada mahasiswanya karena status organisasinya yang tidak diakui. Hal ini juga menyebabkan MWA wakil mahasiswa ini sulit menjadi representasi bagi seluruh mahasiswanya. Melihat berbagai kasus yang terjadi di PTN lain menge-nai MWA wakil mahasiswa, maka sebaiknya kita sebagai mahasiswa ITB perlu bersyukur karena ka-sus-kasus tersebut tidak terjadi pada MWA WM ITB. Secara le-gal baik pada tataran MWA dan KM ITB, MWA WM telah diakui. Selain itu pemilihan MWA WM juga murni dilakukan oleh maha-siswa sendiri tanpa interfeferensi langsung dari pihak lain. Hanya saja selama berstatus PTN BH, MWA WM 2 kali tidak berhasil dipilih melalui Pemilihan Raya (Pemira), melainkan oleh lem-baga sehingga memiliki status Penanggung Jawab Sementara (PJS). Secara umum tidak terjadi pengurangan hak dan kewajiban terhadap status ini, namun diterli-hat bahwa mahasiswa ITB masih belum memaksimalkan keuntun-gannya untuk memiliki wakil ma-hasiswanya dalam tataran MWA, padahal idealnya MWA wakil mahasiswa ini harus merepresen-tasikan seluruh mahasiswa. []
Sumber:http://www.upi.edu/profil/mana-jemen/majelis-wali-amanathttps://www.ugm.ac.id/id/beri-ta/14049-ugm.buka.pendaftaran.anggota.mwa.unsur.mahasiswa.pengganti.antar.waktu Hasil diskusi dengan MWA WM ITS
Belum Dimiliki Semua PTNBH, MWA-Wakil Mahasiswa Masih Dipandang Sebelah Mata
GANECAPOS, ITB – Dari hasil Survei Elektabilitas dan Popularitas (SUPEL) K3M dan Ketua MWA WM ITB 2017, sebanyak 17.4% respon-den menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam Pemira 2017. Sebagian besar dari re-sponden yang menyatakan ‘ti-dak’, beralasan bahwa mereka tidak mengetahui pentingnya berpartisipasi dalam Pemira dan bahkan tidak mengetahui apa itu Pemira. Hal ini sudah menjadi perhatian dari panpel Pemira 2017. Oleh karena itu, disiapkan beberapa metode yang diyakini dapat mening-katkan partisipasi massa dalam Pemira.
Dalam sebuah kesem-patan, Nada Zharfania Zuhai-ra (TL’16) selaku Ketua Divisi Konten Pemira 2017 menyatakan akan ada metode pencerdasan yang dirancang lebih efektif teru-tama untuk mahasiswa TPB, D3, S2, dan S3. Harapannya, dengan massa kampus mengetahui latar belakang (‘why’) dari pelaksanaan Pemira, maka partisipasi mereka juga akan meningkat. Rancangan konten pencerdasan secara garis besar dibagi menjadi tiga yai-tu, mengapa KM ITB, mengapa Pemira, dan yang terakhir ada-lah teknis pelaksanaan Pemira. Selain dari kualitas konten yang ditingkatkan, Pemira tahun ini akan membawa strategi #Pemir-
Acts yang merupakan salah satu bentuk pensuasanaan Pemira. Program ini direalisasikan dengan dibagikannya fakta-fakta tentang Pemira kepada massa kampus. Harapannya, dengan adanya pro-gram kerja ini, kampus senantia-sa tersuasanakan dengan Pemira dan wawasan massa kampus juga meningkat mengenai Pemira. Di kesempatan lain, Abiliansyah Fatwa Putra (TM’15) selaku Ketua Panpel Pemira 2017 menceritakan secara singkat mengenai Pemira tahun ini. Abi sendiri ingin menjadikan Pemira sebagai sebuah pesta demokrasi yang mana bukan sekadar proses memilih dan dipilih tetapi juga ada sebuah pengharapan antara
yang memilih kepada yang dip-ilih. Sebuah pengharapan akan muncul ketika massa kampus mengenal calon. Untuk itu, pan-pel sudah menyiapkan inovasi metode berupa pawai dengan membawa kandidat ke pusat sek-retariat HMJ atau pusat perkuliah-an TPB. Di pawai tersebut, calon dan massa kampus diberi kesem-patan untuk berbincang secara nonformal. Pawai ini disiapkan sebagai bridging sebelum massa kampus menghadiri hearing. Inovasi lain yang dib-awakan oleh Abi adalah Gener-al Manager (GM) Jatinangor. Struktur yang merupakan sebuah bidang dalam panpel Pemira ini merupakan perpanjangan tangan
panpel di ITB Jatinangor. Hara-pannya dengan adanya bidang ini, suhu antara pelaksanaan Pemira di ITB Ganesha dan Jatinangor akan sama. Pada Pemira tahun ini, Abi tetap akan menggunakan sistem E-vote dengan mempertim-bangkan efektivitas dan efisiensi dalam penghitungan suara meng-ingat sistem penetapan kandidat terpilih adalah preferensial dan distribusial. “Pilot survey dan SUPEL membantu pensuasanaan Pemira dan menaikkan suhu poli-tik kampus sehingga massa kam-pus sadar bahwa: Pemira sudah dekat,” ujar Abi sebagai penutup. (PEC)
Panpel Pemira 2017 Siap Menghadapi
Tantangan Apatisme Massa
Dok. MWA WM ITB
CAMPUSPOLITAN
-
6
GANECAPOS, Jati-nangor — Acara Festival Olim-
piade Jatinangor ITB 2017 yang diadakan Kabinet KM-ITB se-
cara resmi dibuka pada Jumat (22/9), di GOR Pencak Silat,
Jatinangor. Kabinet berharap, rangkaian acara Festival Olim-
piade Jatinangor dapat menjadi wadah pergerakan mahasiswa ITB Jatinangor agar mam-
pu menghidupkan kehidupan berkemahasiswaan di ITB Jati-
nangor.
Hal tersebut diungkap-kan Dea Prianka Ayu Ilhamsyah (BE’16), ketua Festival Olimpiade Jatinangor ITB 2017. Menurut-nya, menumbuhkan semangat berkemahasiswaan di lingkungan ITB Jatinangor menjadi tantan-gan tersendiri. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakter antara mahasiswa ITB Ganesha dan ITB Jatinangor. “Anak Jatinangor (maha-siswa ITB Jatinangor -red) belum terbiasa untuk membagi waktu antara (kegiatan) akademik dan berkemahasiswaan. Anak Jati-nangor intend (berniat -red) untuk melepaskan berkemahasiswaan dan fokus berkegiatan di (bidang) akademik,” ujar Dea, atau yang akrab disapa Depri, Senin (18/9). Depri menjelaskan Kabinet KM-ITB berencana un-tuk menjadikan kegiatan yang lebih dikenal dengan nama Ojan ini sebagai proker dua tahunan dari KM-ITB, bergantian dengan Olimpiade KM-ITB yang dilak-sanakan di kampus ITB Gane-sha. Selain itu, Kabinet KM-ITB juga berniat untuk membuat suatu acara akbar yang dilaksanakan di kampus ITB Jatinangor. Oleh sebab itu, Festival Ojan menja-di ajang untuk menyemarakkan kegiatan kemahasiswaan di ITB
Jatinangor. “Dengan adanya (Ojan) in, teman-teman di ITB Jatinan-gor bisa membiasakan diri untuk berkemahasiswaan. Selain itu, KM-ITB juga berniat untuk mem-pererat (relasi) mahasiswa ITB Jatinangor supaya lebih nyaman lagi,” ujar Depri.
Sejarah Ojan yang diselenggara-kan oleh Kabinet KM-ITB pada tahun ini rupanya bukan yang per-tama kali diadakan. Dua tahun se-belumnya, Olimpiade Jatinangor pernah diselenggarakan sebagai program kerja Himpunan Maha-siswa Rekayasa Hayati (HMRH) ITB. Akan tetapi, Kabinet KM-ITB tahun ini menjadikan proker tersebut sebagai proker KM-ITB itu sendiri. “Tahun ini merupakan Ojan yang kedua kali, tetapi Kabi-
net KM-ITB mengganti namanya menjadi Festival Olimpiade Jati-nangor, jadi tidak hanya olimpi-ade olahraga saja yang diadakan di Ojan. Pada kepengurusan Ar-dhi kali ini terdapat Karesidenan Multikampus yang memanfaat-kan Ojan untuk mengembangkan kampus ITB Jatinangor,” ujar De-pri. Ojan yang dilaksanakan tahun ini juga berbeda dengan Ojan yang dilaksanakan dua tahun sebelumnya. Depri menjelaskan, salah satu bentuk perbedaannya tercermin dalam penambahan kata “festival” sebelum kata Olimpiade Jatinangor itu sendiri. Rangkaian acara Ojan tahun ini diharapkan mampu menjadi ajang kolaborasi dan dinamisasi mahasiswa ITB Jatinangor tidak hanya di bidang olahraga, tetapi juga di bidang seni dan budaya. “Ojan tahun ini berbe-
da di konsep yang berupa festi-val sebagai sarana kolaborasi di bidang seni budaya juga. Susu-nan kepanitiaannya pun berbeda, yang melibatkan perwakilan dari seluruh HMJ. Partisipannya pun lebih banyak, ada sembilan HMJ dan mahasiswa ITB Cirebon. Fes-
tival nantinya juga akan mengun-
dang massa Ganesha,” kata Depri.
Pelaksanaan Ojan Festival Ojan tahun ini melibatkan sembilan himpunan yang ada di kampus ITB Jatinan-gor. Himpunan-himpunan tersebut meliputi HMRH, HIMAREKTA “AGRAPANA”, HMH “SELVA”, HMPP “VADRA”, HIMASDA, KMIL, IMK “ARTHA”, HMPG, dan HMTB “RINUVA”. Selain itu, mahasiswa ITB Cirebon an-gkatan 2016 juga terlibat dan di-anggap setara dengan satu him-punan.
Ojan yang membawa ta-gline #SemarakDinamika ini akan mengadakan kompetisi di enam cabang olahraga, yakni futsal, ca-tur, badminton, atletik, tenis meja, dan voli. Pembukaan acara yang dilakukan Jumat (22/9) kemarin diisi oleh parade atlet tiap him-punan. Selain itu, acara closing yang diadakan pada bulan No-vember akan mengundang massa Ganesha. Pelaksanaan Ojan me-makan biaya yang cukup besar. Hal tersebut diamini oleh Yonatan Dwi Sulistyo (BE’16), Sekretaris Jendral Festival Olimpiade Jati-nangor 2017. “Dananya cukup besar, khususnya di bidang operasion-al. Utamanya tersebar di (sesi) pertandingan dan closing acara itu sendiri,” ujar Yonatan, atau yang akrab disapa Yoyon pada Senin (18/9) lalu.
Publikasi Festival Ojan tahun ini mengalami tantangan dalam bidang publikasi dan pensuasa-naan, terutama bersaing dengan Kolaborasa dan Aku Masuk ITB 2018. Namun Depri menga-takan, pensuasanaan ini tidak bisa dibandingkan dengan acara-acara lain. Selain itu, mengenai mas-sa Ganesha yang akan diundang pada saat closing, tidak ada pa-rameter khusus untuk menilai ke-suksesan hal tersebut. “Untuk target sukses sendiri mungkin sekitar sera-tus orang yang bisa didatang-kan dari kampus Ganesha. Akan tetapi target utama kami adalah mem-branding (Ojan) ke massa ITB Jatinangor itu sendiri,” tutup Depri dan Yoyon. (MHU)
Festival Olimpiade Jatinangor: Ajang Dinamisasi ITB Jatinangor
GANECAPOS, Jati-nangor – Selama ini Off-G Campus atau kampus di luar Ganesha, khususnya kampus ITB Jatinangor yang menjadi tempat belajar mahasiswa ITB Jatinangor dan Cirebon, di-identikkan dengan suasananya yang sepi. Suasananya tidak se-semarak kampus ITB Ganesha yang merupakan pusat kegia-tan berbagai organisasi kema-hasiswaan. Namun, seiring ber-jalannya waktu dan semakin banyaknya penghuni Kampus ITB Jatinangor, sudah banyak dilakukan usaha-usaha untuk meramaikan lingkungan kam-pus dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan.
Hal pertama yang telah dilakukan dalam rangka mengem-bangkan kegiatan berkemaha-siswaan yaitu membentuk him-punan-himpunan baru untuk prodi yang menjalankan perkuliahan di kampus ITB Jatinangor sehingga dapat memudahkan mahasiswa dalam berhimpun. Dengan pem-bentukan himpunan-himpunan tersebut, mahasiswa dapat be-nar-benar berkumpul dengan orang-orang yang memiliki keilmuan yang sama. Hingga kini terdapat sembilan HMJ yang be-raktivitas pusat di ITB Jatinangor: HMRH (Rekayasa Hayati), HMH “Selva” (Rekayasa Kehutanan), Himarekta “Agrapana” (Rekaya-sa Pertanian), IMK “Artha” (Ke-
wirausahaan), Himasda (Teknik Pengelolaan Sumber Daya Air), KMIL (Rekayasa Infrastruktur Lingkungan), HMPG (Teknik Pangan), HMTB “RINUVA” (Teknik Bioenergi dan Kemurgi), dan HMPP “Vadra” (Pasca panen) Selain itu, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mu-lai membuka sekretariat di ITB Jatinangor. Hal ini juga dapat membangun atmosfer berkemaha-siswaan bagi para mahasiswa pen-ghuni kampus ITB yang berlokasi di Kabupaten Sumedang tersebut. Dise lenggarakannya berbagai event yang melibatkan elemen-elemen KM ITB di Jati-nangor juga merupakan salah satu cara untuk mengobarkan se-
mangat berkemahasiswaan di ITB Jatinangor yang selama ini kurang semarak. Event yang sekarang se-dang digelar dan baru-baru ini di-buka adalah Olimpiade ITB Jati-nangor atau biasa disingkat Ojan. Seperti halnya Olimpiade KM ITB yang tahun lalu mencapai periode kesembilan, Ojan meli-batkan himpunan-himpunan se-bagai peserta kompetisi olahraga tersebut. Bedanya, tentu pesertan-ya hanyalah himpunan-himpunan yang berada di ITB Jatinangor. Pembukaan Ojan di GOR Pencak Silat ITB Jatinangor berlangsung meriah dengan festi-val pentas seni dan budaya yang mengusung nama Festojan. Den-gan ini, Ojan bukan hanya pesta
olahraga tapi juga melibatkan elemen KM ITB yang bergerak dalam bidang seni dan budaya. Diharapkan, kegiatan ini dapat menjadi sarana terciptanya atmos-fer kemahasiswaan yang semarak di kampus ITB di luar Ganesha. (HZF/MHU)
Meriuhkan Senyapnya Lingkungan Multikampus
Sumber : Jatinangor.itb.ac.id
MULTIKAMPUS
-
7
GANECAPOS, Band-ung – Belakangan ini isu ra-dikalisme dan dugaan adanya kelompok tertentu yang ingin menggeser ideologi Pancasila ramai diperbincangkan. Masih hangat dalam ingatan kita saat peringatan Hari Lahir Pancas-ila silam, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo banyak menyinggung persoalan ini da-lam pidatonya. Slogan “Saya Indonesia, Saya Pancasila” kala itu menyebar ke seluruh penju-ru negeri.
Bukannya mereda, isu ini justru semakin hangat karena disinyalir sejak lama pemerintah telah mencium adanya gerakan dari organisasi masyarakat (or-mas) tertentu yang bertentan-gan dengan Pancasila dan UUD 1945. Puncaknya adalah pada 8 Mei 2017, ketika Pemerintah RI melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Kea-manan, Wiranto, secara resmi membubarkan Hizbut Tahrir In-donesia (HTI). Pemerintah kemu-dian menyatakan siap untuk men-gajukan permohonan pembubaran HTI ke pengadilan sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2013 terkait dengan pembubaran suatu ormas.
Mengambil Jalur Cepat
Mengacu pada UU No. 17 Tahun 2013, usaha pemerintah untuk membubarkan HTI melalui jalur pengadilan tak akan dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Untuk melakukan pembubaran suatu ormas melalui jalur peng-gadilan dibutuhkan serangkaian prosedur yang tercantum di dalam Pasal 60 hingga Pasal 80 UU No. 17 Tahun 2013. Bahkan penga-juan pembubaran ke pengadilan harus menyerahkan bukti pen-jatuhan sanksi administratif se-bagai syarat sesuai Pasal 70 Ayat 3. Berkaitan dengan hal tersebut, tak berselang lama setelah pengu-muman rencana pembubaran HTI, mencuat kabar bahwa Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pe-merintah Pengganti Undang-Un-dang (Perppu).
Sepanjang bulan Mei jajak pendapat mulai menghan-gatkan kancah media. Sebagian besar pejabat publik, politisi mau-pun pengamat masih menyebut-kan bahwa jalur pengadilan tetap menjadi opsi terbaik meski tak semua menyalahkan pembuatan Perppu sebagai langkah akhir. Beberapa di antaranya secara te-gas memperingatkan Pemerintah untuk berhati-hati apabila menge-luarkan Perppu. Tak sedikit pula yang menyebutkan secara gam-blang bahwa Pemerintah tak siap mengemukakan opsi mengeluar-kan Perppu.
Pengambilan opsi pembuatan Perppu diperkuat melalui per-nyataan dari Jaksa Agung yang menyebutkan bahwa mekanisme pembubaran HTI telah masuk
tahap finalisasi. Kemungkinan besar pembubaran akan dilakukan melalui jalur Perppu atau melalui Keputusan Presiden (Keppres). Benar saja, dua bulan kemudi-an, tepatnya pada tanggal 12 Juli 2017, Pemerintah mengumumkan penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2017 yang secara resmi meng-gantikan UU No. 17 Tahun 2013. Terbitnya Perppu tersebut mem-bentuk dua kubu: pro dan kontra.
Pemerintah sebagai sebuah lem-baga eksekutif memang dapat dengan langsung membubarkan ormas tanpa jalur pengadilan. Hal ini dianggap sebagai sikap yang otoriter. Selain itu, penge-luaran Perppu harus dilandasi oleh keadaan genting dan mende-sak sesuai dengan pasal 22 UUD 1945, serta mengacu pada putu-san Mahkamah Konstitusi (MK) No. 138/PUU-VII/2009. Menurut acuan tersebut, keadaan genting yang memaksa adalah keadaan ketika undang-undang yang dibu-tuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ketika undang-undang yang ada tidak memadai.
Keadaan genting ini tidak dira-sakan beberapa pihak. Pemer-intah berdalih bahwa kehadiran sebuah organisasi anti-Pancasila dan antidemokrasi, dalam hal ini HTI, merupakan sebuah kegent-ingan. Perang dingin antara HTI dan Pemerintah berlangsung cuk-up panas, meskipun pada 19 Juli 2017 HTI pada akhirnya resmi dibubarkan.
Tak menyerah, HTI mengajukan gugatan Perppu Ormas ke MK le-
wat kuasa hukum Yusril Ihza Ma-hendra. MK kemudian menggelar sidang uji materi Perppu. Sampai saat ini uji materi Perppu masih berlangsung dan masih menjadi agenda Komisi II Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR). Golongan yang melakukan penolakan terh-adap Perppu ini masih berusaha untuk terus mendorong DPR me-nolak Perppu tersebut.
Pengubahan yang Terjadi
Ada beberapa hal yang diubah melalui Perppu yang diterbitkan ini:
1. Terjadi perubahan bunyi pada beberapa pasal yaitu pada pasal 1 ayat 1, pasal 59, 60, 61, 62 serta penjelasan pada pasal 59 dan 61
• Perluasan makna ormas pada asal 1 ayat 1 di-mana ormas tidak hanya berdasarkan pancasi-la namun juga kepada UUD 1945
• Pada penjelasan pas-al 59 ayat (4) huruf c maksud dari ajaran atau paham yang bertentan-gan dengan pancasila diperluas. Sebelumnya hanya disebutkan ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme. Kemudian ditambahkan dengan paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah pancasila dan UUD 1945
• Perubahan pada pasal 61 dan 62 mengubah perin-gatan tertulis yang mana termasuk dalam sank-si administratif dimana semula bertahap menjadi hanya satu kali.
• Penjelasan pada pasal 61 ayat (3) menerangkan tentang asas contratius actus. Dari asas tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) berhak mencabut surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum secara langsung.
2. Prosedur pembubaran menjadi lebih ringkas dengan terhapusnya 18 pasal mulai dari pasal 63 hingga 81. Penghapusan pasal ini banyak meng-hapus tahapan penga-dilan.
3. Adanya penyisipan bab baru yaitu Bab XVII A yang terdiri atas pas-al 82A dan 83A yang memungkinkan adanya tindak pidana. Selain itu pasal baru yang muncul adalah pasal 80A.
Perppu Ormas Membungkam Kemahasiswaan?
Perubahan ini membuat pemer-intah menjadi sangat mudah
Kilas Balik Perjalanan Panjang Pembentukan Perppu Ormas
membubarkan sebuah ormas. Perppu ditakutkan menjadi alat politik untuk membungkam kelompok-kelompok pengkri-tik pemerintah. Ketua Komnas HAM, Nur Kholis, mengatakan, Perppu dikhawatirkan akan mem-batasi ruang gerak aktivis pro demokrasi.
“Bisa jadi nanti ada aksi maha-siswa ada aksi bakar ban dibilang kelompok radikal. Konsekuensin-ya nanti apa organisasinya dila-rang? Apa kampusnya dilarang?” ujar Nur Kholis, Selasa (25/7).
Bahkan sebelum HTI resmi dib-ubarkan, mencuat kabar adanya nama-nama ormas lainya yang mungkin saja bernasib sama dengan HTI. Meskipun demiki-an, sebagian besar masyarakat menyetujui sikap pemerintah da-lam membubarkan HTI dan pada dasarnya semuanya membenar-kan pernyataan pemerintah untuk menghilangkan ormas anti-Pan-casila dan UUD 1945. Namun, apakah pemerintah dapat memas-tikan bertindak tidak subjektif dan sewenang-wenang dalam pem-bubaran ormas ini?
Oleh sebab itu, penerbitan Perp-pu menjadikan pemerintah sema-kin dianggap subjektif dan justru berpotensi meningkatkan radika-lisme. Anggota DPR sebagai pi-hak penentu apakah Perppu ini akan diajukan menjadi RUU ke depannya harus memikirkan apa yang seharusnya dilakukan. (MK)
KABAR NASIONAL
Sumber : www.pikiran-rakyat.com
-
8
GANECAPOS, Band-ung – Pemerintah Kota Band-ung sudah siap untuk bekerja sama dengan pihak Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat untuk memberlakukan penilan-gan dan penertiban sistem lalu lintas dengan bantuan CCTV (Camera Closed Circuit Televi-sion). Pemerintah Kota Band-ung juga sudah siap mengang-garkan dana untuk penilangan menggunakan CCTV. Namun, apakah sistem ini telah siap dia-jalankan?
Saat ini di kota Bandung sudah dipasang 150 unit CCTV dan 74 unit diantaranya sudah dilengkapi dengan pelantang su-ara. CCTV yang dipasang ada dua jenis, yaitu CCTV statis dan CCTV dinamis yang dapat ber-putar 360 derajat. Jenis kamera yang digunakan adalah kamera 2 megapixel dan 4 megapixel.
Sementara ini, penga-wasan lalu lintas melalui CCTV dibantu oleh operator dari Dinas Perhubungan Kota Bandung. Di-nas Perhubungan Kota Bandung memiliki Area Traffic Control System (ATCS) untuk memantau lalu lintas kota Bandung lewat CCTV. Melalui sistem ini, opera-tor dapat memantau lalu lintas dan berhak untuk menegur pelanggar lalu lintas lewat pengeras suara yang dipasang di dekat CCTV.
Peneguran pelanggaran lalu lintas lewat pelantang suara dan CCTV ini sebenarnya sudah dimulai sejak satu bulan yang lalu. Dalam rancangan awalnya, pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan dapat direkam melalui CCTV. Rekaman tersebut dapat digunakan sebagai bukti pe-nilangan sehingga dapat ditindak-lanjuti ke proses penilangan.
Walikota Bandung, Rid-wan Kamil, mengatakan proses penilangan lewat CCTV akan diterapakan hanya jika pihak ke-polisian sudah siap. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini juga mempertanyakan apakah pihak kepolisian kota Bandung sudah siap untuk mencatat plat nomor pelanggar, mendatangi pelanggar, dan memberikan tilang. Jika pi-hak kepolisian sudah siap, maka penilangan lewat CCTV ini dapat dilakukan.
Menurut Kapolda Jabar, Irjen Pol. Agung Budi Maryoto, penilangan lewat CCTV ini belum dapat dilakukan karena sarana dan prasarana yang kurang me-madai. CCTV yang dipasang pun sebagian belum berfungsi dengan baik. Selain itu, pihak kepolisian harus membangun koordinasi dengan pihak pengadilan dan pi-hak kejaksaan.
Penindakan penilangan lewat CCTV juga tidak dapat dilakukan karena diperlukan data kendaraan yang valid sementara CCTV dan pengeras suara yang dipasang saat ini hanya dapat bekerja sebatas untuk teguran dan imbauan kepada pengenda-ra mobil dan motor. Jika mereka melanggar sanksi yang mereka terima adalah sanksi sosial, pen-gendara harus menahan malu karena diteriaki oleh operator dari pelantang suara.
Penilangan lewat CCTV dinilai sangat baik untuk mendi-siplinkan masyarakat di kota Bandung. Namun, sangat disay-angkan sistem yang dirancang belum siap untuk dijalankan saai ini. Diharapkan sistem ini akan dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut demi kondisi lalu lin-tas kota Bandung yang lebih baik.
Artikel ini disadur dari :1. https://daerah.sindonews.
com/read/1238658/21/dishub-bandung-pas-ang-136-cctv-untuk-pan-tau-pelanggaran-lalu-lin-tas-1505137889 - penulis : Yogi Pasha, diakses 25 September 2017
2. https://daerah.sindonews.com/read/1239004/21/ko-ta-bandung-siap-terapkan-til-ang-elektronik-1505224287 -penulis : Agus Warsudi, diakses 26 September 2017
3. https://daerah.sindonews.com/read/1240773/21/e-tilang-cctv-di-bandung-da-lam-proses-penyesuaian-data-1505727366 -penulis : Agus Warsudi, diakses 26 September 2017
CCTV dan Pelantang Suara
Penegak Ketertiban yang Baru di Kota Bandung
G A N E C A P O S , Bandung – Merantau ada-lah hal yang lumrah bagi banyak orang untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Orang-orang berbondong-bon-dong datang ke kota-kota besar untuk bekerja dan belajar. Na-mun, para perantau tersebut menyebabkan banyak fasilitas umum dan sosial yang overload. Sebabnya ialah banyak per-antau yang tak tercatat. Pen-catatan yang ribet dan ruwet membuat mereka malas men-gurus administrasinya. Pemkot Bandung men-coba menyelesaikan masalah ini dengan meluncurkan aplikasi ber-nama E-PunTen, Pendaftaran Pen-
duduk Sementara Elektronik. Ap-likasi yang baru diluncurkan pada awal September lalu ini, memu-dahkan pendaftaran warga semen-tara cukup melalui ponsel. Peran-tau tinggal memasukkan identitas diri dan mengunggah beberapa dokumen yang dibutuhkan untuk mendapat Surat Keterangan Ting-gal Sementara (SKTS). Surat ini bisa dicetak di kantor kecamatan. Dengan begitu, pemerintah bisa mengakomodir kebutuhan mere-ka. Menurut Ridwan Sutria-di, Dosen Planologi ITB, program E-PunTen ini sangat tepat bagi Kota Bandung sesuai dengan kon-sep Smart Cities atau Kota Cerdas yang selalu digaungkan walikota
Bandung. Program ini sangat se-suai dengan delapan aspek yang harus dimiliki sebuah Kota Cer-das, terutama dalam meningkat-kan partisipasi masyarakat serta memperbaiki tata kelola pemer-intahan dan New Urbanism yang sangat terkait dengan teknologi. Ada asumsi bahwa be-berapa kelompok masyarakat bisa jadi tak tersentuh program ini lan-taran ada beberapa wilayah yang komunitas masyarakatnya sangat heterogen dan tak dapat mencapai teknologi tersebut. Namun, Pem-kot Bandung sangat jeli dalam menghadapinya. Penggunaan kata ‘Punten’ sebagai judul program ini dinilai sangat tepat dalam mengatasi kendala ini. “Ini san-
gat menyentuh nilai masyarakat kita,” tukas Ridwan. Punten da-lam bahasa Sunda berarti permisi. Dalam kaidah orang Sunda, kata punten ini biasa digunakan untuk meminta izin kepada orang lain jika akan lewat ataupun sing-gah sementara. Dengan begitu, masyarakat pendatang maupun penduduk Kota Bandung bisa memahami bahwa meminta izin kepada tuan rumah untuk ting-gal sementara waktu sangatlah penting. Selain itu, Penggunaan ponsel sebagai media pun dinilai tepat karena target penggunaanya merupakan pekerja, pelajar dan mahasiswa. Sayangnya, masih ban-yak mahasiswa yang belum ikut
mendukung program ini. Dari 17 mahasiswa ITB yang diwawan-carai Ganeca Pos, baru 1 orang mahasiswa saja yang sudah mendaftar E-PunTen. Beberapa sudah pernah mencoba mendaft-ar namun gagal karena mengha-dapi kesulitan. Meskipun begitu, sebagian besar mahasiswa masih merasa malas mendaftar sekali-pun sudah tahu keberadaan pro-
gram ini. (MRM/NF)
E-PunTen, Perantau jadi Warga Bandung
GANECAPOS, Band-ung – Pemerintah terus berupaya melakukan pemerataan dan pen-ingkatan kualitas pendidikan den-gan mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ter-utama di jenjang SMA. Telinga kita rasanya sudah akrab dengan sistem bernama rayonisasi. Sistem ini “memaksa” peserta didik masuk ke sekolah-sekolah yang lokasinya masih satu wilayah/rayon dengan tempat tinggal mer-eka. Calon peserta didik diberikan tambahan nilai jika mendaftar di sekolah yang serayon/dekat den-gan rumahnya sehingga mudah diterima sekolah tersebut. Penera-pan sistem ini disebabkan banyak-nya permasalahan yang muncul akibat murid-murid yang berse-kolah jauh dari tempat tinggalnya. Mulai dari permasalahan kema-cetan, kelelahan, keamanan, dan lain-lain. Selain itu, rayonisasi juga mencoba menghapus sistem
Implikasi Rayonisasi di Jawa Baratkluster dan sekolah favorit yang dianggap tidak berkeadilan dan menjadi bukti dari ketidakmerata-an pendidikan di Indonesia. Men-contoh dari sistem pendidikan di luar negeri, pemerintah mencoba menerapkannya agar semua siswa bisa bersekolah dengan aman, nyaman, dan dekat dari rumah. Kota Bandung telah menerapkan sistem ini sejak ta-hun 2014. Namun, pada tahun 2017 sistem rayonisasi ini diubah dan diperbaharui seiring dengan penyerahan wewenang jenjang pendidikan SMA dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah provinsi. Awalnya, sistem yang diadopsi Pemkot Bandung di-dasarkan pada kuota rayon, kuota luar rayon, dan kuota luar kota. Sedangkan, sistem terbaru dari Pemprov Jawa Barat mengikuti jarak dari sekolah ke rumah.Neni Surtiyeni, orang tua siswa yang tinggal di daerah Pasirjati,
Kabupaten Bandung, sangat men-dukung sistem rayonisasi ini kare-na sangat menguntungkan peserta didik. Anaknya jadi merasa lebih aman dan mudah ketika berang-kat sekolah. Selain aman, waktu yang dihabiskan siswa di perjala-nan pun berkurang sehingga lebih efektif dan efisien untuk belajar. Sekolah di pinggiran kota terkenal memiliki lingkungan yang sangat heterogen. Banyak orang yang be-rusaha mengejar sekolah favorit di pusat kota karena takut anak-anak mereka terpengaruh buruk di sekolah pinggiran. Namun, bagi Neni hal ini tak menjadi masalah. Justru lingkungan yang heterogen ini akan membentuk anak-anak yang lebih mandiri karena men-genal masyarakat yang sebenarn-ya. “Pendidikan itu pangkalnya dari keluarga, gimana caranya men-support anak dari rumah, anak dikuatkan, membuka poten-si anak,” sebut Neni. Memang
diakuinya, sistem Pemkot Band-ung cukup menyulitkan karena tempat tinggalnya termasuk ka-bupaten walau sangat dekat den-gan SMAN 24 Bandung. Sistem terbaru memberikan kemudahan baginya karena didasarkan pada penghitungan dari jarak rumah ke sekolah. Sementara itu, Irvan Bachtiar, Wakil Kepala Seko-lah Bidang Kesiswaan SMAN 3 Bandung merasa sistem rayoni-sasi dari Pemkot Bandung sangat menyulitkan sekolah. Masalah sebenarnya bukanlah mengenai Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang anjlok tetapi perubahan kuali-tas peserta didik yang masuk ke SMAN 3. Perubahan mendadak ini membuat sekolah agak kalut ketika mendidik siswa yang san-gat bervariasi. Hal ini terjadi di dalam maupun di luar kelas. “Un-tungnya, kita masih bisa menjaga kulturnya, jadi tidak ada peruba-
han yang signifikan,” tegasnya. Pembaharuan sistem pemprov se-harusnya tetap mempertimbang-kan kualitas peserta didik sehing-ga lebih berkeadilan. Menurutnya, jika pemer-intah menginginkan pemerataan, tidak seharusnya pemerintah men-jatuhkan sekolah-sekolah favorit, tetapi setiap sekolah yang belum berkembang harus mencontoh dari sekolah-sekolah favorit terse-but. Ia mencontohkan pengelo-laan keuangan SMAN 3 yang sangat efisien. Banyak program yang dilakukan seperti kemah pramuka, sanlat, LDKS namun ti-dak pernah memungut biaya lagi. “Dari luar Bandung sudah banyak yang studi banding ke sini. Dari Bandung sendiri tidak pernah ada.” (MRM).
KABAR JABAR
-
9
Sebagian besar masa kampus mungkin sudah men-genal lembaga ini, terutama yang pernah mengikuti Pekan Kreati-vitas Mahasiswa. Ya, Barudak ITB Juara (Baritra) adalah lem-baga yang paling sering mempro-mosikan PKM ke seluruh penjuru kampus. Kali ini, Pers Mahasiswa ITB berkesempatan mewawan-carai Ketua Baritra 2017, Mery Ayu Windaryani (MT’15), untuk menggali lebih jauh tentang lem-baga ini.
Mari kita mulai dengan per-tanyaan yang mendasar, se-benarnya Barudak ITB Juara (Baritra) itu lembaga apa?
Barudak ITB Juara atau Baritra itu adalah BSO (Badan Semi Otonom) yang berada di bawah KM ITB dan LK. Badan Semi Otonom ini maksudnya lembaga yang tidak terikat penuh dengan Kabinet KM ITB, sehing-ga Baritra juga tidak terpengaruh dengan perubahan atau periodisa-si kabinet. Baritra akan tetap ada dan tetap bekerja sebagaimana mestinya meskipun kepengurusan kabinet berganti.
Lembaga ini memiliki tujuan utama untuk membudaya-kan rasa keinginan untuk berkarya di ITB ini. Caranya yaitu dengan memberikan fasilitas kepada teman-teman yg ingin berkarya di ITB. Baritra juga memiliki pem-bina, namanya Kak Ibnu Baidillah atau biasa dipanggil Kak Ubai.
Contoh pemberian fasilitasnya seperti apa?
Contohnya, ada ma-hasiswa yang ingin mengikuti kegiatan seperti PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa), PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), atau Tanoto. Nah disini nanti mas-sa kampus akan dikasih fasili-tas berupa sosialisasi mengenai ketiganya, sharing pengalaman oleh mahasiswa yang sudah per-
nah mengikuti kegiatan tersebut (contoh seperti yang pernah ikut PIMNAS), diadakan seminar dan diberi arahan cara mendaftar atau tips and tricks agar bisa jadi juara. Ada juga Biro Jodoh bagi yang belum punya kelompok ataupun ide untuk PKM. Lalu ada juga coaching clinic bagi yang masih ingin tahu lebih banyak tentang PKM.
Nah, agar dapat memu-nculkan ide baru untuk persiapan ajang-ajang tersebut pada periode selanjutnya, diadakan juga sema-cam acara kunjungan daerah agar dapat meng-explore ide lebih ban-yak. Ada juga ide-ide yang dihim-pun dari panitia untuk massa. Bisa juga bekerjasama dengan Pasar Ide.
Visi dan Misi dari Baritra sendiri apa ya?
Visi Baritra cukup sim-ple: menciptakan budaya berk-arya mahasiswa ITB. Dari visi ini, kita memiliki misi yaitu 1). Meningkatkan semangat berk-arya mahasiswa S-1 itb, 2). Men-ciptakan budaya apresiasi karya bagi mahasiswa S-1 itb, 3). Men-ciptakan pelayanan lomba untuk mahasiswa S-1 itb, dan 4). Men-ciptakan suasana kekeluargaan dalam kepengurusan Baritra 2017
Program kerja apa saja yang di-miliki Baritra saat ini?
Ada dua jenis program kerja Baritra, yaitu Sosialisasi dan Pendampingan. Program ker-ja sosialisasi meliputi sosialiasai ke himpunan jurusan (HMJ), so-sialisasi ke mahasiswa TPB, dan pengadaan seminar tentang karya dan PKM. Program kerja pen-dampingan meliputi biro jodoh (untuk mereka yang belum punya ide atau belum punya kelompok untuk PKM), Inisiasi ide (kunjun-gan ke daerah), coaching clinic, repository online (menghimpun contoh-contoh proposal yang su-
dah ada), posko PKM, seminar proposal, seminar Monev, Monev internal (mempersiapkan sebe-lum Monev dari Dikti), pameran karya, dan pendampingan bagi pe-serta PIMNAS.
Banyak mahasiswa baru yang berpikir agar bisa ikut PKM ha-rus masuk Baritra dulu. Pernah-kan menghadapi kasus seperti ini?
Pasti ada. Oleh karena itu saat pemilihan anggota, kita adakan Sekolah Baritra. Disitu, calon anggota diberi penjelasan mengenai Baritra itu sebenarnya apa dan bagaimana kegiatannya. Saat wawancara pun juga kita jelaskan.
Namun bukan berar-ti anggota Baritra tidak bisa ikut lomba dan hanya bisa membantu saja. Ada sebagian anggota yang turut ikut berpartisipasi dalam ajang-ajang seperti PKM tersebut. Saya pun juga terus berusaha un-tuk men-trigger anggota agar leb-ih bersemangat dan berani dalam berkarya.
Tadi disebutkan tentang PWM dan Tanoto. Kedua ajang ini sep-erti apa ya? Dari Baritra sendiri bagaimana memfasilitasinya un-tuk kedua ajang ini?
PMW merupakan sing-katan dari Program Mahasiswa Wirausaha. Seperti PKM, ajang ini diadakan oleh kemenristek dikti. PMW bertujuan untuk mengembangkan jiwa entrepre-neurship mahasiswa. Biasanya programnya seperti membuat semacam business plan lalu yang lolos seleksi akan diberi dana. Ka-lau di ITB, PMW lebih banyak di-urus oleh Career Centre (CC).
Kalau Tanoto sendiri dia hampir mirip dengan PKM, hanya saja pesertanya Cuma mahasiswa ITB. Output Tanoto yang didanai nantinya akan diminta untuk lan-
jut ke PKM.
Untuk proses fasilita-sinya sebenarnya tidak ada divisi khusus untuk PMW atau Tanoto. Semuanya kita kerjakan berbaren-gan seperti PKM juga. Namun untuk PMW dan Tanoto memang dari kami belum sampai ke tahap pelatihan. Concern kami masih ke PKM.
Sebagai BSO, bagaimana bentuk kerjasama antara Baritra dan lembaga-lembaga stakeholder seperti LK, Rektorat, dll?
Sebenarnya kerjasama yang dilakukan Baritra lebih ban-yak dengan LK dan Kabinet. Ka-lau dengan LK biasanya mengenai logistik, pendanaan, dan perizinan tempat. Kalau dengan kabinet bi-asanya lebih ke proses publikasi. Kita juga dibantu alumni. Umum-nya lebih ke alumni yang pernah ikut PKM, yang pernah ikut PIM-NAS, dan semacamnya. Biasanya mereka menjadi pembicara di aca-ra-acara sosialisasi.
Bagaimana respon mahasiswa ITB terhadap Baritra? Bagaia-mana pula Baritra sendiri meli-hat respon dan minat mahasiswa ITB saat ini dalam berkarya?
Semakin lama, re-spon mahasiswa ITB terhadap Baritra dan panitia PKM se-makin baik. Mereka semakin menyadari keberadaan Baritra. Bahkan beberapa himpunan mulai sering mengajak kerjasa-ma terkait sosialisasi PKM dll. Respon mahasiswa ITB terhadap PKM juga semakin lama sema-kin baik karena mungkin melihat teman-temannya ikut PKM hing-ga PIMNAS bahkan hingga juara membuat mereka ikut ter-trigger. Semakin banyak juga himpunan yang mengarahkan massanya ikut PKM.
Kalau respon mahasiswa ITB dalam hal berkarya memang
masih kurang greget sih. Masih banyak yang takut akan beban ak-ademiknya. Ada juga yang men-gaku passion-nya bukan di karya.
Sebagian besar dosen ber-pendapat bahwa mahasiswa ITB saat ini kurang berminat untuk berkarya, bagaimana menurut Mery?
Setuju. Dilihat dari anal-isis kondisi, memang mahasiswa ITB secara general masih kurang dalam hal karya. Padahal naman-ya saja Institut Teknologi, jadi sangat perlu di-trigger. ITB sebe-narnya punya potensi yang besar, namun kurang terbudayakan saja. Budayanya sedang fokus ke yang lain sepertinya.
Apa harapan dan pesan yang dapat Mery sampaikan sebagai Ketua Baritra mengenai kondisi ini?
Singkat saja. Mungkin banyak perkara yang membuat kita merasa “lebih” dari maha-siswa universitas lain. Tetapi bisa jadi karena kita terlena, kita malah sebenarnya tenggelam dibawah mereka. Kalo alasan tidak bisa berkarya karena akademik, ma-hasiswa universitas lain juga kok. Tapi mereka ternyata tetap mam-pu berkarya, khususnya di PKM. Jadi, jangan buat kondisi kita menjadikan kita terbatas tapi cari cara bagaimana kita bisa mem-buat diri kita mengendalikan hal itu dan memanfaatkannya. Se-mangat berkarya! (AH)
Barudak ITB Juara:
Pelopor Berkarya Mahasiswa ITB
Sumber : Instagram.com
SOSOK
-
10
Hanya dalam hidup,
kita akan mengenal yang naman-
ya “ditinggalkan”. Setiap orang
punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Dan dunia ini bu-
kanlah tempat dimana yang kuat
berkuasa, yang lemah menangis
dan meminta-minta.
Kehilangan mungkin
bukanlah sebuah hal yang menya-
kitkan, begitu pula ketika kita dit-
inggalkan. Hal yang lebih menya-
kitkan adalah saat kita dilupakan.
Semua kejayaan lampau, telah re-
smi tertutup dan hanya akan dibu-
ka manakala kita belajar sejarah.
Nama menjadi ujung
tombak pertama dalam menun-
jukan kekuatan diri. Nama yang
telah dikenal luas, tak lekang
oleh peradaban namun mudah un-
tuk dilupakan. Sebuah ironi saat
Kampus yang telah melahirkan
banyak pemenang, tak lagi dike-
nang. Hanya akan terukir dalam
bagian terdalam sejarah, dan hati
mereka yang merasakan perjuan-
gan.
Lewat 3 tahun menja-
di waktu berharga karena men-
jadi bagian dari institusi terbaik
bangsa. ITB namanya, nama yang
sudah tidak asing dalam telinga
setiap rakyat Indonesia. Apakah
benar itu kenyataannya?
Waktu terus berjalan,
dan 3 tahun memberikanku jawa-
ban atas apa yang ku cari, sebuah
pencarian kepercayaan. Selama
ini aku hanya melangkah ke tem-
pat yang ‘katanya terang’, tan-
pa tujuan dan alasan kenapa aku
harus terus melangkah. Namun
semakin lama melangkah, hanya
kekecewaan yang sering ku dapat.
Tiga tahun ini aku mulai
mempertanyakan, apakah kampus
terbaik bangsa belum bisa mem-
berikan apa itu kedisiplinan. ITB
yang sudah berusia puluhan tahun
dan sudah tentu punya segudang
pengalaman dan prestasi. Tapi
apa gunanya hal itu ketika ban-
yak elemen kampus yang tidak
bisa menjaga sikap sebagai calon
pemimpin bangsa. “Terlambat”,
hal yang paling sering saya jump-
ai dalam kehidupan di ITB. Entah
ketika datang ke kelas, entah ke-
tika datang forum ataupun ketika
mengikuti kegiatan lain. Lantas
apa gunanya mahasiswa mengiku-
ti pendidikan karakter (Diklat, Os-
jur, dan lainnya yang tak terhitung
banyaknya) ketika mahasiswa
masih tetap tidak bisa mengubah
sikap? Apa gunanya kalau itu ha-
nya sekadar teori yang diberikan
dan diaplikasikan dalam selang
APA YANG KAU DAPAT?oleh Guruh Diki Prawoto, Teknik Metalurgi 2014
OPINI
waktu tertentu? Dan “kegiatan”
tersebut sekarang menjadi sebuah
kebiasaan yang bisa ditemui di
setiap sudut ITB. Waktu bukanlah
hal yang bisa dibuang dan didapat
dengan cara yang mudah. Mun-
gkin pepatah “waktu adalah uang”
sama sekali tidak digunakan di
Indonesia. Hanya hal sederhana
tetapi sulit sekali dilaksanakan. It-
ulah kedisiplinan, menjaga waktu
dan komitmen, hal yang mustahil
didapatkan di Indonesia, bahkan
di kampus terbaik bangsa, ITB.
Darimana kita berkaca ketika
yang terbaik diantara yang terbaik
pun tidak bisa menjadi contoh.
Semangat kaum muda
bukan untuk menjadi malas dan
manja, tapi untuk terus berkarya.
Berbuat kesalahan diperbolehkan,
tetapi bukan untuk dijadikan ke-
biasaan. ITB bukan besar kare-
na perjuangan yang singkat. ITB
besar karena ada orang-orang
yang mau memperjuangkannya.
Hanya menunggu waktu keti-
ka ITB benar-benar dilupakan,
Sumber : okezone.com
Iklan dan Media Partnert
Hubungi:
Muhammad Ghani H
082218009125
Line: mghanih7
Ingin pasang iklan?
Ingin acaramu diliput media?
Ingin pasang iklan?
Ingin acaramu diliput media?
Update Informasimu di:
Line : @ganecapos
Twitter : @ganecapos
Instagram : @ganecapos
Facebook : Ganeca Pos
Youtube : Pers Mahasiswa ITB
Web : www.ganecapos.com
-
11
Bagi sebuah universitas,
publikasi keilmuan merupakan hal
yang sangat penting. Oleh sebab
itu, universitas yang ideal adalah
universitas yang dapat menjalank-
an fungsi tridharma perguruan
tinggi dengan baik yaitu penga-
jaran, penelitian, dan pengabdian.
Ketiga hal ini mesti berjalan se-
cara saling melengkapi.
Pengajaran merupa-
kan elemen mendasar karena di
sanalah transfer ilmu pengetahuan
terjadi melalui proses pembelaja-
ran di kelas, laboratorium, studio,
atau lapangan. Pengabdian menja-
di medan aplikasi keilmuan kepa-
da masyarakat. Keilmuan yang tel-
ah dikaji, digodok, dan diuji coba
lantas digunakan di masyarakat
sehingga keilmuan itu menjadi
kontekstual dan mendapat tem-
patnya di masyarakat. Sementara
itu, penelitian menjadi medium
untuk menggodok, mengkaji,
menguji coba, mengembangkan,
dan menemukan hal-hal yang ada
di keilmuan dan lingkungan seki-
tar. Satu paket dengan penelitian,
publikasi ilmiah menjadi hal yang
sangat penting di dalam penye-
baran ilmu pengetahuan kepada
masyarakat luas.
Dosen dan mahasiswa
sebagai pilar utama sivitas akade-
mika memiliki peran yang sangat
besar dalam pengaplikasian tri
dharma perguruan tinggi. Dalam
penerapan tri dharma perguruan
tinggi, terdapat prasyarat uta-
ma bagi sivitas akademika untuk
dapat unggul di bidangnya. Di an-
tara prasyarat itu adalah kreativi-
tas dan kejujuran ilmiah.
Institut Teknologi Band-
ung merupakan salah satu uni-
versitas yang memiliki tradisi
tri- dharma perguruan tinggi yang
baik di Indonesia. Salah satu yang
paling menonjol adalah tinggin-
ya publikasi yang dilakukan oleh
para dosen maupun mahasiswa
ITB. Hal ini ditunjukkan dengan
peringkat ITB di antara perguru-
an tinggi lain di Indonesia. Akan
tetapi, dalam kancah internasion-
al, jumlah publikasi kita masih
bisa dikatakan rendah dibanding
dengan universitas top kelas dun-
ia.
Dalam pengapliksian
tridharma perguruan tinggi, salah
satu hal yang memiliki peranan
penting adalah kreativitas sivitas
akademika. Banyak orang yang
menganggap kreativitas hanya
diperlukan di wilayah seni. Akan
tetapi, sesungguhnya anggapan itu
keliru. Kreativitas merupakan hal
mendasar yang akan mendorong
orang untuk mampu berinovasi di
berbagai bidang.
Kreativitas
Weisberg di dalam buku Creativ-
ity: Understanding Innovation in
Problem Solving, Science, Inven-
tion, and the Arts (2006) menu-
liskan di dalam penelitian yang
ia lakukan banyak orang yang
menganggap bahwa kreativitas
merupakan fenomena mistis atau
supernatural. Kreativitas banyak
dianggap sebagai sesuatu yang
sifatnya bawaan atau hanya dimi-
liki oleh orang tertentu saja. Akan
tetapi. sesungguhnya, kreativitas
merupakan hal yang sangat pent-
ing di berbagai bidang.
Elemen penting di dalam
menyebut sebuah produk adalah
produk kreatif adalah jika produk
itu baru; jika seseorang mempro-
duksi sesuatu yang pernah dia
buat, produk tersebut tentu bukan
produk kreatif (Weisberg, 2006:
59). Sementara itu, kebaruan
(novelty) dibagi menjadi dua, yai-
tu kebaruan untuk seseorang dan
kebaruan untuk dunia. Jika seseo-
rang menggeluti sebuah bidang,
ia dikatakan melakukan kebaruan
bagi dirinya sendiri jika ia mencip-
takan, membuat, atau menemukan
hal-hal baru yang berbeda dengan
apa yang pernah ia ciptakan, buat,
atau temukan. Sementara itu, ke-
baruan bagi dunia akan terjadi jika
seseorang menciptakan atau men-
emukan hal-hal yang memiliki
signifikansi dibandingkan hal-hal yang sudah ada atau ditemukan
orang sebelumnya.
Kreativitas dibangun
oleh faktor-faktor yang memungk-
inkan seseorang untuk membuat
produk kreatif. Kreativitas mer-
upakan sebuah proses kerja keras.
Kreativitas bukanlah sebuah pros-
es yang instan. Kreativitas ber-
gantung pada karakter kepribadi-
an dan motivasi seseorang. Akan
tetapi tentu saja, kreativitas ini
harus didukung oleh banyak hal di
antaranya infrastruktur pembela-
jaran atau penelitian yang baik, at-
mosfer akademik yang ideal, dan
iklim kompetisi yang sehat. Jika
ITB dapat memadukan hal-hal
ini dengan kreativitas para sivitas
akademiknya, di masa yang akan
datang prestasi ITB akan terus
meningkat.
Kejujuran Ilmiah
Salah satu hal yang
penting dalam prestasi akademik
adalah kejujuran ilmiah. Seorang
peneliti atau pembelajar di sebuah
bidang mesti menghargai, meng-
hormati, dan menjunjung tinggi
kejujuran ilmiah. Artinya, seseo-
rang—baik mahasiswa, dosen,
maupun peneliti—harus menga-
kui dan menghargai setiap pene-
muan, pemikiran, dan sumbangsih
yang dilakukan oleh orang lain.
Kreativitas dan Kejujuran Ilmiaholeh Tri Sulistyaningtyas, Editor Jurnal Sosioteknologi ITB
OPINI
Akan tetapi tentu saja,
kreativitas ini harus
didukung oleh banyak hal
di antaranya infrastruktur
pembelajaran atau pene-
litian yang baik, atmosfer
akademik yang ideal, dan
iklim kompetisi yang sehat.
Ketidakjujuran ilmiah seperti tin-
dakan plagiarisme merupakan hal
yang sangat tercela di dunia aka-
demik.
Dengan berkembangnya
dunia teknologi informasi, kadang
membuat orang terlena. Orang
sering merasa bahwa ia dapat
dengan mudah mencari berbagai
sumber di internet dan lantas men-
gakuinya sebagai karya pribadi.
Yang sering dilupakan orang ada-
lah bahwa apa pun yang dengan
mudah ditemukan dan diambil di
internet, dapat dengan mudah pula
terdeteksi ketika seseorang men-
gakuinya sebagai karya sendiri.
Kejujuran ilmiah dan
kreativitas merupakan h a l
yang sangat penting dalam pros-
es pengaplikasian tridharma
perguruan tinggi, baik di dalam
pengajaran, pengabdian, maupun
penelitian. Seseorang akan men-
emukan ide-ide baru dan menye-
barkannya kepada sivitas akade-
mika dan publik luas dengan baik
jika ia menjunjung kreativitas dan
kejujuran ilmiah. Sebagai sivi-
tas akademika Institut Teknologi
Bandung, kreativitas dan kejuju-
ran ilmiah akan membawa kam-
pus ini menjadi kampus yang leb-
ih baik.***
Daftar Pustaka
Weisberg, Robert W. 2006. Cre-
ativity: Understanding Innovation
in Problem Solving, Science, In-
vention, and the Arts. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
Tri Sulistyaningtyas
Editor Jurnal Sosioteknologi ITB
Dosen KKIK, Fakultas Seni Rupa
dan Desain
Pembina Pers Mahasiswa ITB
“Sumber : parwito.com
-
12
GANECAPOS, Band-
ung - N219, pesawat non-militer pertama yang dikembangkan oleh Indonesia, telah melaku-
kan uji coba perdananya di Bandara Husein Sastranegara,
Bandung pada Rabu, 16 Agus-tus 2017 lalu. Pada penerban-gan perdananya, pesawat ini mengudara selama sekitar 20
menit dimulai pukul 09.10 WIB. Purwarupa pesawat N219 ini diterbangkan oleh pilot Kapten Esther Gayatri Saleh dan ko-pi-lot Kapten Adi Budi Atmoko. Pesawat N219 yang berkapasi-tas 19 penumpang ini diklaim Budi Santoso, Direktur Uta-
ma PT Dirgantara Indonesia
(PTDI), dirancang dan dirakit
oleh anak bangsa di PTDI.
Walaupun saat itu pesawat N219 masih dalam tahap uji coba penerbangan perdana, Pesawat ini sudah banyak diminati oleh berb-agai pihak. Sebagaimana ditulis di viva.co.id, Pesawat N219 sudah dipesan sebanyak 200 unit. Ment-eri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, Mohamad Nasir, men-gungkapkan bahwa potensi pasar untuk pesawat N219 di Indonesia cukup besar. “Saya sudah meng-umpulkan buyer, potensial market kita 200 unit.”
Uji coba pesawat tersebut adalah bagian akhir sebelum nan-tinya pesawat ini diproduksi se-cara masal. Dilansir di Liputan6.com, Deputi Bidang Usaha Jasa
Pesawat N219 Berhasil Mengudara,
Industri Dirgantara Indonesia Bangkit Lagi
Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementrian BUMN, Fajar Harry Sampurno menga-takan “Ini sudah bagian dari akhir, sebelum nantinya kita selesaikan sertifikasi, baru bisa diproduksi masal”. Proses sertifikasi pesawat ini ditargetkan tidak banyak me-makan waktu, “Nanti kita ingin 2018 mulai produksi masal, kita optimis,” tegas Dia.
Seperti dilansir pula dari Kompas.com, Pesawat N219 mer-upakan pesawat berpenumpang dengan kapasitas 19 orang yang digerakkan oleh dua mesih turbo-prop produksi Pratt and Whitney. Direktur Utama PTDI, Budi San-toso, menambahkan pesawat ini
didesain sesuai dengan kebutu-han masyarakat wilayah perintis. Pesawat ini mampu terbang dan mendarat pada landasan yang ti-dak terlalu panjang sehingga mu-dah dioperasikan. Untuk teknolo-gi, pesawat ini dibekali teknologi avionik seperti Garmin G-100 dengan Flight Management Sys-tem yang di dalamnya sudah ter-dapat Global Positioning System (GPS) yang merupakan common technology yang berarti teknolo-gi ini sudah banyak dipasaran sehingga harganya relatif leb-ih murah. Selain itu, pesawat ini juga memiliki sistem Autopilot, Terrain Awareness dan Warning System.
Pesawat ini memiliki kabin yang sangat luas sehingga cocok untuk kebutuhan serbaguna sep-erti pengangkut barang, evakuasi medis dan pengangkut penump-ang. “Pesawat ini juga menggu-nakan Multichor Capability Fuel Tank. Ini adalah teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya,” kata Budi. Lebih lanjut lagi, Budi menam-bahkan pesawat ini memiliki ke-cepatan maksimum dan minimum 210 knot dan 59 knot. “Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol. Ini sangat penting terutama saat me-
masuki wilayah yang bertebing-tebing, di antara pegunungan-pe-gunungan yang membutuhkan pesawat dengan kemampuan ma-neuver dan kecepatan rendah,” tambahnya.
Dengan teknologi seperti yang telah disebutkan, menurut Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, seperti ditulis di detik.com, harga jual pesawat N219 berada di kisaran US$ 6 juta per unit atau sekitar Rp 81 miliar. Se-dangkan kebutuhan modal awal produksi pesawat tersebut sekitar US$ 3 juta per unit atau sekitar Rp 40,5 miliar, sebesar 50% dari harga jual. Menurut Arie, beber-apa maskapai sudah menyatakan tertarik pada pesawat ini tapi be-lum pasti akan membeli produk ini atau tidak. Menurutnya, calon pembeli tersebut harus didorong berbagai insentif seperti insentif pajak hingga kewajiban penggu-naan pesawat buatan dalam negeri oleh pemerintah. Dengan begitu tingkat produksi dalam negeri bisa dinaikkan. Selain itu, subsidi tiket juga dirasa perlu diberikan kepada penumpang pesawat N219 sehingga minat maskapai menjadi lebih tinggi untuk membeli pe-sawat dalam negeri. (NF, MRM)
Dikutip dari berbagai
sumber dengan beberapa pengu-
bahan.
GANECAPOS, Band-ung – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effen-dy, telah resmi mengumumkan sistem Full Day School untuk diterapkan di sekolah mulai tahun ajaran 2017/2018 ini. Walaupun sistem ini tentunya telah melalui diskusi dan kaji-an yang sangat panjang dengan memperhatikan pertimbangan dan pandangan dari bebera-pa ahli pendidikan, beberapa pihak masih mengkhawatir-kan dampaknya pada siswa. Dampak yang paling banyak dikhawatirkan adalah dampak psikologis dan biologis siswa. Sesuai dengan pesan Presiden Joko Widodo, bahwa kondisi ideal pendidikan di In-
donesia adalah ketika dua aspek pendidikan bagi siswa terpenuhi. Adapun dua aspek pendidikan tersebut adalah pendidikan karak-ter dan pengetahuan umum. Pen-didikan karakter akan memben-tuk pribadi siswa yang memiliki karakter dan akhlak yang terpuji serta menjunjung tinggi nilai dan norma. Sedangkan pendidikan umum akan meningkatkan ke-mampuan intelektual siswa dan menambah wawasan siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai dua aspek tersebut diperlukan suatu sistem pendidikan yang baik. Sistem Full Day School yang diterapkan di tahun ajaran 2017/2018 ini dinilai cocok untuk mencapai dua aspek pendidikan bagi siswa. Meskipun awalnya
terjadi pro dan kontra akan pelak-sanaan program ini karena sarana prasarana setiap sekolah yang ti-dak sama. Sistem Full Day School yang diterapkan di tahun ini ber-beda dengan pelaksanaan tahun sebelumnya, yaitu adanya jam tambahan. Pada jam tambahan ini siswa tidak lagi belajar suatu mata pelajaran di kelas, tetapi melakukan kegiatan ekstrakuliku-ler dan pengembangan karakter. Kegiatan Pengembangan karakter adalah nilai utama yang akan di-tonjolkan dalam Full Day School ini. Full Day School sendi-ri juga memiliki kelebihan dan kekurangan bagi stakeholder yang terlibat didalamnya. Dilihat dari segi kelebihan, Full Day School memberikan keuntungan bagi para orang tua yang sibuk bekerja di kantor sehingga dapat merasa aman ketika tidak bisa mengawasi putra dan putri mereka. Keuntun-gan pun juga dirasakan oleh para guru karena guru dapat mendapa-tkan jam mengajar selama 24 jam dalam seminggu sehingga memu-dahkan untuk mendapat sertifika-si. Selain itu, Full Day School memberikan kesempatan pada anak untuk berkumpul den-gan teman sebaya, sehingga lebih mengenal dan berpotensi mene-
mukan teman dengan hobi yang sama. Siswa dan siswi pun dapat menyalurkan bakat dan minat se-jak dini terutama dengan ada tam-bahan pembinaan dan bimbingan konseling. Disisi lain, sistem Full Day School ini juga memiliki kekurangan , yaitu menjadikan siswa jenuh di sekolah dalam ku-run waktu lama, interaksi sosial dengan kerabat atau teman sebaya di luar sekolah mejadi minim karena banyak waktu yang diha-biskan di sekolah. Jika menilik dari riwayat diterapkannya sistem perpanjan-gan waktu untuk sekolah, sistem ini muncul di beberapa negara sekitar tahun 80-an. Di Ameri-ka sendiri, sistem ini diterapkan sejak dua dekade lalu. Latar be-lakang diterapkannya sistem ini karena riset kala itu menunjukkan adanya peningkatan kenakalan remaja di waktu mereka tidak se-kolah. Maka dari itu, dirancanglah sistem kegiatan afterschool oleh pihak sekolah. Kegiatan dapat be-rupa olahraga, seni, seni kreatif, ekstrakurikuler, maupun kegia-tan akademik tambahan. Namun, setelah dievaluasi, kegiatan ini mengakibatkan keluhan psikolo-gis seperti depresi dan kecemasan.
Dilansir dari republika.co.id, Ketua Dewan Pembina
Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi atau Kak Seto mengaku pada dasarnya mendukung ren-cana full day school hanya saja hak-hak anak tidak dipasung. Hak yang dimaksud seperti hak ber-main, beristirahat, berkreasi, dan hak-hak lain. Ditinjau dari segi biol-ogis, diketahui kemampuan otak manusia dalam menyerap pelaja-ran hanya 20 menit. Sisi ini per-lu dipertimbangkan juga dalam meninjau full day school karena yang terlibat dalam sistem ini adalah manusia. Jika memang in-gin diterapkan, perlu diperhatikan metode pendidikan yang lebih kreatif sehingga durasi sekolah yang begitu lama dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Akan tetapi, sistem Full Day School ini dapat berjalan den-gan baik dan sesuai dengan yang diharapkan jika sistem yang akan diterapkan telah dipersiapkan dengan baik, perbaikan dan pen-ingkatan sarana dan prasarana se-kolah dilakukan, dan peningkatan kualitas dan kinerja guru/pengajar rutin diberikan dalam jangka wak-tu
top related