dr. kadek ayu candra dewi, spoterepo.unud.ac.id/id/eprint/24208/1/70ffd0e5b0ee50c7b52a... · 2020....
Post on 15-Aug-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
dr. Kadek Ayu Candra Dewi, SpOT
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI BEDAH ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Asyari Bilal Al Ikhsan Putra
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 8 Maret 2018
Umur : 6 bulan
CM : 18011127
Alamat : Jl. Raya Sesetan Gang Kelinci No. 10 A Denpasar
MRS : 03/09/2018
Ruangan : Wijaya Kusuma
ANAMNESIS
Riwayat Sekarang
Pasien datang sadar baik rujukan dari Rumah Sakit Angkatan Darat dengan CTEV
Bilateral. Pasien datang dikeluhkan kedua kaki bengkok sejak lahir. Demam -,
batuk -, pilek -, Minum ASI positif baik, BAB dan BAK dikatakan normal.
Riwayat Antenatal
Pasien merupakan anak kedua, lahir melalui SC karena jarak dengan SC
sebelumnya hanya 18 bulan. Berat badan lahir 2700 gr dan panjang badan 50 cm.
Saat lahir pasien dikatakan tidak langsung menangis dan sempat dirawat di NICU
RSAD Denpasar selama 3 hari lalu di pulangkan. Pasien saat kehamilan rutin
kontrol di dokter kandungan , USG +. Tidak ada riwayat konsumsi alkohol,
rokok, maupun obat-obatan tertentu pada saat kehamilan. Riwayat trauma saat
kehamilan disangkal.
Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien
2
Riwayat Pengobatan
Pasien rutin kontrol ke Poli Orthopedi RSUP Sanglah dan telah dilakukan Ponseti
Serial Cast sebanyak 13 kali. Riwayat operasi Bilateral Percutaneous Achiles
Tendon Lenthening pada kaki kanan dan kaki kiri 3 bulan yang lalu (13/6/18)
ST PRESENT
Status Present
TD : 120/80 mmHg
N : 110x/ menit
Tx : 36 C
RR : 30 x / menit
BB : 5,8 kg
Status Generalis
Kepala : Cephal hematom (-)
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : Spina bifida -
THT : Kesan tenang
Maksillofacial : Dalam batas normal
Thorax : Insp : simetris,
Palp : nyeri,krepitasi (-/-)
Perc : Sonor/sonor
Aus : S1S2 single reguler murmur (-), Po: Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: Insp : distensi (-)
Aus : BU (+)
Palp : defans (-)
Per : timpani
Ekstremitas : hangat ~ sesuai status lokalis
Anogenital : Anus +, Genital + normal
3
STATUS LOKALIS
Kaki kanan dan kaki kiri
L : Cavus, Adductis, Varus, Equinus pada kedua kaki
F : Nyeri tekan tidak bisa dievaluasi, CRT <2 detik
M : ROM Distal (+)
Gambar 1. Foto kaki kanan dan kiri saat pertama kali kontrol ke poli
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT Scan Kepala
Gambar 2. Setelah Pemasangan Ponsetti Cast I pada 14/3/18
4
Gambar 3 . Setelah Pemasangan Ponseti ke 2 (20/3/18)
C-ARM INTRAOPERATIVE
Gambar 4 Foto klinis sebelum dilakukan ATL bilateral pertama (4/6/18)
5
Tabel 1. Skor Pirani untuk Club Foot
Date 6/8/18 R L
Side 0 0,5
A Curve Lat Border 0 0
B Medial Crease 0 0
C Talar Head 0 0
Midfoot Score 0 0.5
D Post Crease 0.5 0.5
E Equinus Rigidity 0.5 1
F Empty Heel 0 0
Hint Foot Score 1 2
Total Score 1 1.5
6
Gambar 5. Laporan Observasi Pirani Score
7
Gambar 6 Kondisi Durante Operasi, dan Post Operasi ATL 1
Gambar 7. Foto Rontgen Pelvis AP Post ATL 1
8
Gambar 8. Foto Klinis Preop ATL II
9
Pemeriksaan Fisik Preop
L : Equinus (+) Varus (+) , Scar + pada tumit posterior
F : Nyeri tekan tidak bisa dievaluasi, CRT <2 detik
M : ROM Distal (+)
Gambar 9. Foto Durante Operasi Open ATL Left Foot
10
Diagnosis
Congenital Talipes Equinovarus Bilateral Post Bilateral Percutaneus ATL
Penatalaksanaan
Open ATL Left Foot
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Clubfoot atau Congenital talipesequinovarus (CTEV) diajukan oleh
Hippocrates sekitar 300 SM. Istilah talipesequinovarus berasal dari kata latin:
talus (pergelangan kaki) dan pes (kaki); equinus: “seperti kuda” (tumit dalam
posisi plantar fleksi) dan varus: dalam posisi inversi dan aduksi.1
Talipes equinovarus adalah satu dari kelainan kongenital yang sering
ditemukan dan berpengaruh pada tungkai bawah dan dapat menjadi suatu kondisi
yang sulit untuk ditangani.2
Congenital clubfoot (CCF), atau yang dikenal juga
sebagai congenital talipes equinovarus, adalah deformitas di bidang orthopaedi
yang paling sering, memerlukan penanganan yang intensif, dan diderita kurang
lebih 1:1000 kelahiran hidup.3
Congenital idiopathic club foot adalah deformitas kaki yang kompleks
yang terdapat pada anak normal pada umumnya, terdiri dari empat komponen:
equinus, varus tumit, aduksi kaki depan, dan cavus.4 CTEV, atau yang sering
dikenal sebagai clubfoot adalah kelainan tumbuh kembang pada tungkai bawah
yang sering ditemukan namun masih sedikit dipelajari. Kondisi ini didefinisikan
sebagai fiksasi dari kaki dalam posisi aduksi, supinasi, dan varus. Kaki cenderung
dalam posisi mengarah ke dalam, terputar ke arah luar pada sumbu aksial dan
mengarah ke bawah. Tulang calcaneus, navicular, dan cuboid berputar ke arah
medial berhubungan dengan talus, dan tertahan dalam posisi aduksi dan inversi
oleh ligamen dan tendon. Meskipun telapak kaki dalam posisi supinasi, bagian
kaki depan pronasi berhubungan dengan bagian belakang kaki mengakibatkan
cavus. Sebagai tambahan, metatarsal pertama dalam posisi lebih plantar fleksi.5
2.2 Etiopatogenesis
Dengan etiologi yang belum diketahui secara pasti, dengan
mempertimbangkan penyebab intrinsik dan ekstrinsik, beberapa teori telah
dikemukakan untuk menerangkan penyebab dari clubfoot, termasuk di antaranya:
posisi fetus intrauterus, kompresi mekanikal atau peningkatan dari tekanan
12
hidrolik intrauterin, gangguan pertumbuhan dari fetus, infeksi virus, defisiensi
vaskuler, perubahan muskuler, perubahan neurologis, defek pertumbuhan dari
struktur tulang, dan defek genetik. Bagaimana pun juga, clubfoot tetap
dipertimbangkan sebagai penyakit dengan penyebab multifaktorial.3
Clubfoot dapat dihubungkan dengan kejadian myelodisplasia,
arthrogriposis, atau kelainan kongenital lainnya namun lebih sering merupakan
defek kelahiran idiopatik yang berdiri sendiri. Beberapa teori telah dikemukakan
untuk menerangkan penyebabnya:
2.3 Epidemiologi
Insidensi terjadinya CTEV adalah 1-2 kejadian tiap 1000 kelahiran
hidup. Kondisi ini merupakan salah satu dari defek yang ditemukan saat kelahiran
dengan angka kejadian tinggi. Bagian yang terkena biasanya bilateral pada 50%
kasus dan pada kasus unilateral kaki kanan adalah sisi yang lebih sering terkena.
Clubfoot idiopatik lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
rasio perbandingan 2:1
CTEV pada laki laki memiliki insidensi lebih tinggi dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 2:1. Banyak peneliti telah melaporkan kejadian
CTEV pada laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi. Choudhury AR et al
menemukan tidak ada korelasi yang signifikan antara kejadian CTEV dengan
rasio jenis kelamin.6
Anggota keluarga inti (orang tua, anak, saudara kembar) memiliki
peningkatan risiko yang signifikan untuk menderita clubfoot jika dibandingkan
dengan populasi pada umumnya. Saudara kembar dari penderita clubfoot
memiliki 2% sampai 4% kemungkinan untuk mengidap clubfoot. Jika seorang
anak dan salah satu anggota keluarga lainnya, atau kedua orang tua menderita
clubfoot, anak lainnya memiliki peningkatan kemungkinan hingga 10% sampai
20%. Semakin banyak anggota keluarga yang menderita, semakin tinggi
kemungkinan anak kembar lainnya untuk menderita clubfoot, namun risiko
menurun pada anggota keluarga golongan lapis kedua (paman, bibi, keponakan,
sepupu) dan juga ke golongan lapis ketiga (kakek buyut).2
13
Kondisi CTEV bilateral diperkirakan terjadi pada sekitar 50% dari
jumlah kasus. Wayne Davis R melaporkan 50% kasus dari CTEV adalah bilateral.
Boo NY menemukan 68,5% dari kasus CTEV adalah bilateral.6
Diferensiasi etnis pada keberadaan CTEV telah dilaporkan, dengan
insiden terendah (0,6%) pada populasi Cina, insidensi tertinggi (6,8%) pada
region Polinesia, dan insidensi kumulatif dari rata-rata 1 dari 1000 kelahiran
hidup pada Kauskasia. Penelitian pada kelompok etnis, populasi, dan keluarga
mengarah pada pengaruh komponen genetik sebagai salah satu faktor penyebab
dari clubfoot kongenital. Meskipun demikian, pola dari penurunan sifat genetik
tidak mengikuti pola klasik dan faktor genetik serta lingkungan keduanya
kemungkinan turut berpengaruh.7
2.4 Anatomi
Abnormalitas dari struktur anatomi pada tungkai seperti malposisi tulang
tarsal, atrofi dari otot betis, dan pemendekan dari telapak kaki dapat ditemukan
pada clubfoot. Meskipun terdapat banyak deskripsi tentang anomali morfologi
dari tibia dan tarsal, penelitian yang membahas tentang komplikasi dari
abnormalitas pada tungkai bawah terhitung sedikit sejak penelitian dari Wayne-
Davies pada tahun 1964. Terdapat suatu penelitian terbaru yang mengukur
kesenjangan tungkai pada remaja dan dewasa muda pada pasien dengan clubfoot
unilateral. Penelitian tersebut menemukan ketebalan dari paha dan betis berukuran
lebih kecil secara signifikan pada sisi yang terkena, dengan kondisi betis lebih
buruk dibandingkan dengan paha. Pemeriksaan dan pengukuran secara radiologis
dari panjang tungkai menunjukan perbedaan yang signifikan antara kedua sisi.
Tinggi pergelangan kaki adalah bagian yang paling banyak mengalami penurunan
sedangkan panjang paha adalah bagian yang paling sedikit mengalami
pemendekan. Tebal betis dan panjang dari tibia ditemukan lebih kecil secara
signifikan pada pasien yang menjalani operasi dibandingkan dengan pasien yang
dirawat secara casting. Kesenjangan panjang dari tungkai adalah 14,6 mm hingga
25 mm. Terdapatnya pemendekan dari tungkai dan pengecilan ukuran
mengindikikasikan bahwa CTEV kemungkinan merupakan bagian dari kelainan
perkembangan general dari tungkai.2
14
Deformitas postural harus dibedakan dengan kondisi clubfoot
sebenarnya. Penyebab dari deformitas postural adalah posisi bayi di dalam uterus,
berlawanan dengan clubfoot yang memiliki kondisi patologi yang mendasari.
Selain itu, kondisi postural pada umumnya berespon terhadap manipulasi pasif
dari orang tua pasien.8
Clubfoot yang sebenarnya memiliki karakteristik equinus, varus, aductus,
dan cavus. Deformitas equinus terdapat pada sendi pergelangan kaki, sendi TCN,
dan pada telapak kaki bagian depan. Pada komponen varus, kaki bagian belakang
terotasi kearah dalam dan kondisi ini terutama terdapat pada sendi TCN. Pada
tarsus bagian yang terkena terotasi ke dalam. Bentuk kaki depan pada umumnya
mengikuti kaki belakang, sehingga batas medial dari kaki depan mengarah ke
atas. Deformitas aductus terdapat pada sendi talonavicular dan subtalar anterior.
Komponen cavus terdiri dari plantar fleksi pada kaki depan, di mana kondisi ini
berkontribusi terhadap gabungan posisi equinus.8
Patologi dari masing-masing tulang berkontribusi terhadap deformitas
dari clubfoot. Abnormalitas multipel dari talus termasuk pelebaran dari bagian
anterior trochlea, peningkatan deviasi medial dari neck talus, pemendenkan dari
neck talus, tidak adanya konstriksi normal dari neck talus. Serta pendataran dari
head talus. Permukaan inferior dari talus ditandai dengan hypoplasia dari faset
cekung bagian posterior dan ketiga faset plantar dari head talus menjadi satu
bagian. Calcaneus berpengaruh pada keseleruhan komponen dari deformitas dan
pada umunya dalam kondisi normal, kecuali ketiga faset dari permukaan dorsal
mengalami pendataran serta hipoplastik pada tali sustentaculum. Navicular
mengalami pergesaran ke arah medial sebagai akibatnya tidak dapat berartikulasi
dengan talus. Pergerakan cuboid ke arah medila dengan ujung anterior dari
calcaneus . Kondisi ini menyebabkan konveksitas ke arah lateral pada telapak
kaki.8
Dislokasi sendi TCN dengan kontraktur disekitar pergelangan kaki
adalah kondisi yang mempertahankan kelainan ini. Kontraktur ini meliputi otot,
tendo, selubung tendon, ligamen, dan kapsul sendi. Kontraktur dibagi ke dalam
empat kelompok: posterior, plantar medial, subtalar, dan plantar. Posterior
kontraktur termasuk diantaranya tendon Achilles, kapsul tibiotalar, kapsul
15
talocalcaneal, ligamen talofibular posterior, dan ligamen calcaneofibular.
Kontraktur plantar medial meliputi kapsul talonavicula, ligamen deltoid, tendon
tibialis posterior, dan ligamen spring. Kontraktur subtalar meliputi ligamen
interoseus talocalcaneal dan ligamen bifuraksio Y. Kontraktur plantar meliputi
abduktor halluces, fasia plantar, dan fleksor interinsik jari kaki.8
Struktur penting, yang juga perlu dijabarkan adalah Master Knot of
Henry, yang berada pada tuberiositas navicular. Struktur ini merupakan struktur
mendasar dari fibrous yang dibentuk oleh hubungan antara selubung tendon dari
fleksor digitorum longus dengan flexor hallucis longus. Pada saat operasi
sebaiknya dilakukan prosedur pembebasan dari struktur ini karena dapat
menyebabkan suatu kecenderungan kekambuhan.8
Pada clubfoot, navicular subluksasi ke arah medial dan plantar pada
bagian kepala dari talus. Pada kasus yang lebih parah, navicular kemungkinan
berartikulasi dengan maleolus medial. Talus mengalami pemendekan, dengan
deviasi medial dari head of talus dan deformitas dari bagian talar neck, namun
axis panjang kemudian akan mengalami deviasi pada mortise, seperti yang
diperlihatkan oleh Carrol dan Hertzenberg. Selubung dari tendon tibialis posterior
dan ligament calcaneonavicular mengalami pemendekan serta menebal, kondisi
ini ikut berkontribusi dalam menyebabkan deformitas medial. Pada arah postero
lateral, ligamen calcaneofibular juga mengalami pemendekan dan penebalan, yang
menyebabkan pemutaran kearah medial dari kalkaneus. Lipatan kulit yang dalam
pada bagian posterior dan medial pada umumnya juga didapatkan pada clubfoot.9
Otot-otot dalam kondisi abnormal pada insersi anatomis dan struktur
intrinsiknya. Otot pada kondisi clubfoot berukuran lebih kecil dibandingkan
normal dan terdapat peningkatan jumlah dari jaringan ikat interseluler pada
gastrocsoleus dan otot tibialis posterior. Jumlah serat otot tipe I secara dominan
banyak ditemukan pada kelompok otot posterior dan medial. Penelitian
menggunakan mikroskop elektron menemukan adanya penurunan dari serat
miofibril dan terdapat serat yang atropi menunjukan adanya kelainan neuron
regional.9
Ligamen mengalami penebalan, disertai dengan peningkatan serat
kolagen dan selularitas. Kondisi ini adalah yang sebenarnya terjadi pada ligamen
16
calcaneonavicular dan selubung dari tendon tibialis posterior. Penelitian
menggunakan mikroskop elektron pada ligamen medial clubfoot mengidentifikasi
miofibroblas, yang mungkin bertanggung jawab atas kontrktur fibroblas saat
pasca operasi pada clubfoot. Fukuhara et al menunjukan sel menyerupai
miofibroblas pada deltoid dan ligament calcaneonavicular. Ligamen yang
mengalami penebalan dan pemendekan dengan fibroblast yang mengalami
kontraktil menjadi suatu komponen yang signifikan dari patologi clubfoot. Sano et
al, mengkonfirmasi penemuan ini, menunjukan bahwa sel dari struktur ligamen
medial mengandung vimetin dan miofibroblas pada beberapa kasus. Penelitian
yang dilakukan setelahnya oleh Khan et al tidak mampu menunjukan sel
menyerupai miofibroblas pada clubfoot.8
Vaskuler yang abnormal sering kali ditemukan pada clubfoot. Arteri
dorsalis pedis tidak ditemukan atau berubah strukturnya pada beberapa kasus.
Katz et al menunjukan penuruan aliran darah dorsalis pedis pada 45% kasus
clubfoot dibandingkan 8% pada kontrol dengan kondisi normal. Pada kasus lebih
parah yang memerlukan pembedahan, insidensi abnormalitas pada dorsalis pedis
sebesar 54% sedangkan pada kasus yang berhasil di terapi dengan casting
memiliki insidensi abnormalitas pada aliran darah dorsalis pedis sebesar 20%
kasus. Data ini menunjukan bahwa keparahan dari clubfoot mungkin dengan pola
tertentu berhubungan dengan abnormalitas vaskuler yang sering ditemukan pada
kondisi ini.8
2.5 Klasifikasi
Meskipun terdapat banyak sistem klasifikasi yang digunakan, Weinstein
dan Flynn menemukan dua dari sejumlah sistem yang dapat memberikan nilai
lebih dalam pembuatan klasifikasi clubfoot saat awal perawatan. Satu dari sistem
klasifikasi ini dijelaskan oleh Dimeglio et al dan yang kedua dijelaskan oleh
Pirani. Sistem klasifikasi ini mengaplikasikan nilai poin pada beberapa penemuan
klinis yang apabila dijumlahkan dapat menyimpulkan derajat keterlibatan. Flyn et
al telah menunjukan suatu korespondensi yang baik antara sitem klasifikasi yang
dijelaskan oleh Pirani dengan Dimeglio. Flyn dan MacKenzie menunjukan
koefisien korelasi sebesar 0,9 dengan sistem Piran dan sebesar 0,83 dengan sistem
17
Dimeglio ketika diaplikasikan pada tiga individu yang berbeda. Wainwright et al
membandingkan empat sistem klasifikasi, yaitu: Dimeglio, Catteral, Harold dan
Walker, Ponseti, serta Smoley, yang kemudian menemukan bahwa sistem
Dimeglio adalah sistem yang paling dapat digunakan. Kedua sistem, Dimeglio
dan Pirani digunakan untuk membedakan antara kondisi telapak kaki derajat
sedang yang hanya memerlukan sedikit penatalaksanaan dengan kondisi telapak
kaki dengan derajat sangat parah. Jika akan melakukan perbandingan
penatalaksanaan yang digunakan, pada saat awal dari terapi diperlukan suatu
sistem klasifikasi yang valid.8
Ponseti dan Smoley mendeskripsikan suatu metode pemeriksaan yang
bersifat murni subjektif dan berdasarkan pada dearajat keparahan dari deformitas
dan fleksibilitas dari kaki. Pirani et al mengembangkan suatu sistem yang baik
dan valid dalam menilai keseluruhan dari deformitas yang terdapat pada clubfoot
sebelum penanganan operasi pada usia dibawah 2 tahun. Sistem ini
memungkinkan dokter yang merawat mengetahui bagaimana kondisi pasien
memberikan respon terhadap penanganan yang diberikan serta kapan indikasi
dilakukan tenotomi. Sistem skoring Pirani mencatat deformitas pada enam
komponen dari clubfoot yang terdiri dari dua skor: Skor Midfoot dan Skor
Hindfoot. Sistem ini menilai enam tanda klinis, tiap komponen diberikan nilai dari
0, 0,5, atau 1. Skor Midfoot terdiri dari 3 tanda klinis, menilai derajat dari
deformitas pada kaki tengah antara skor 0 sampai 3. Lengkung batas samping,
lipatan kulit bagian medial, dan talar head. Skor Hindfoot terdiri dari 3 tanda
klinis, menilai derajat dari deformitas pada kaki belakang antara skor 0 sampai 3.
Lipatan kulit posterior, Kekakuan equinus, tumit yang mengecil, sehingga skor
total berkisar dari 0 sampai 6 (dengan angka 6 berarti derajat keparahan
tertinggi).10
18
Sistem Klasifikasi Pirani
Kontraktur Hindfoot : Lipatan kulit posterior
Kontraktur Hindfoot : Empty heel
19
Kontraktur Hindfoot : Equinus yang kaku
Kontraktur Midfoot : Batas tepi yang melengkung
20
Kontraktur Midfoot : Lipatan kulit medial
Kontraktur Midfoot : Talus head lateral
Suatu analisis yang dilakukan pada empat sistem klasifikasi menemukan
bahwa tiap sistem memiliki masalah yang spesifik. Sistem Ponseti dan Smoley
dirancang untuk memperkirakan hasil dari terapi yang dilakukan pada clubfoot.
Terdapat empat pengukuran klinis yang dievaluasi untuk membagi klasifikasi
menjadi tiga kelompok. Implikasi dari sistem ini bahwa jika terdapat satu
pengukuran dari deformitas menunjukan normal, keseluruhan pengukuran akan
menjadi normal dan kaki dapat dianggap dalam kondisi baik. Kondisi kasus
clubfoot tidak selalu demikian, karena salah satu komponen dari deformitas
mungkin bersifat lebih parah dibandingkan deformitas lainnya. Perancang sistem
ini tidak memberikan penjelasan metode dalam membuat klasifikasi pada kaki
yang memiliki perbedaan derajat keparahan dari salah satu bagian keempat
komponen tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wainwright et al
menyatakan klasifikasi ditentukan dari komponen yang memiliki derajat
keparahan paling tinggi.11
Sistem Harrold dan Walker dirancang berdasarkan pemeriksaan pertama
yang dilakukan pada telapak kaki, kemudian mengestimasi derajat dari inversi
yang menetap dan equinus yang menetap. Sistem sederhana ini digunakan untuk
mengukur kemampuan dalam mengkoreksi deformitas yang ada. Sistem yang
mudah dilakukan ini diperkirakan dapat bersifat konsisten namun pada
kenyataannya hasil pengukuran yang didapatkan kurang memuaskan. 11
21
Penelitian yang dilakukan oleh Wainwright et al menemukan bahwa
sistem Ponseti dan Smoley serta sistem Harrold dan Walker dapat menghasilkan
kecocokan derajat sedang hingga tinggi apabila dilakukan pemeriksaan pada
kedua telapak kaki. Apabila hanya kaki yang mengalami deformitas yang
diperiksa, hasil pengujian kecocokannya hanya derajat rendah hingga sedang. 11
Sistem Catterall didasarkan pada sembilan pengukuran yang ditemukan
pada empat pola dari clubfoot yang dideskripsikannya. Pengukuran individual
kemudian dicatat dan dianalisis berdasarkan dasar dari pola kecocokan yang
paling baik. Jika terdapat enam atau lebih sedikit kecocokan dari pengukuran
terhadap pola yang dijelaskan, kaki yang diukur dianggap tidak dapat
diklasifikasikan menggunakan sistem Catterall. Terdapat kesulitan penyamaan
pendapat saat penggunaan sistem ini, terutama ketika dua orang konsultan hanya
memeriksa kaki yang terkena. Diperlukan latihan spesifik dalam mengaplikasikan
sistem ini sebelum dapat digunakan.11
Meskipun sistem Dimeglio et al bersifat kompleks, sistem ini dapat
memberikan suatu keseragaman yang baik. Pada artikel aslinya, penulis
memberikan penjabaran tentang konsistensi dari sistem ini. Terdapat penurunan
nilai kesenjangan pengukuran dari 40% menjadi 6% jika terus melatih
penggunaanya. Sistem dari Dimeglio et al dapat memproduksi keseragaman dari
tingkat sedang hingga tinggi. Apabila terdapat dua orang konsultan yang
menggunakan sistem ini dengan hanya mengukur kaki yang mengalami clubfoot
dan mengeksklusi kaki yang normal, tetap didapatkan keseragaman hasil
pengukuran yang baik.11
Dimeglio menyebutkan terdapat empat kategori dari
clubfoot, berdasarkan pada gerakan sendi dan kemampuan untuk perbaikan dari
deformitas tersebut.
a. Soft foot atau disebut juga kaki postural, dapat diterapi
dengan fisioterapi dan casting standar.
b. Soft > Stiff foot terdapat pada 33% kasus. Lebih dari 50%
dari kondisi ini biasanya dapat direduksi dan dapat diterapi
dengan casting, total koreksi dapat dicapai setelah 7-8 bulan,
apabila tidak, diperlukan tindakan pembedahan.
22
c. Stiff > Soft foot terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50%
dari kondisi ini dapat direduksi setelah dilakukan fisioterapi
dan casting. Pembedahan dapat dilakukan setelah
penatalaksanaan kondisi khusus yang menyertai.
d. Stiff foot adalah kondisi teratologis dan sulit diperbaiki.
Kondisi ini berupa deformitas bilateral equinus yang parah
dan memerlukan perbaikan luas melalui pembedahan.1
23
Klasifikasi Dimeglio yang digunakan untuk deformitas clubfoot menilai
posisi relatif kaki terhadap equinus, varus, rotasi kaki, dan deviasi medial
kaki depan. Sistem ini memberikan nilai angka dari 0 sampai 4
berdasarkan derajat keparahannya. Kedalaman dari lipat kulit posterior
dan medial, cavus, serta kondisi otot masing-masing ditandai dengan
nilai 0 sampai 1. Nilai total berkisar antara 0 sampai 20, berkorelasi
dengan derajat keparahan deformitas.9
2.6 Diagnosis
2.6.1 Gejala Klinis
Clubfoot idiopatik ditandai dengan adanya kaki yang berbentuk
menyerupai bean shaped, penonjolan dari head talus, celah pada plantar medial,
celah yang dalam pada bagian posterior, tidak terdapat lipatan kulit normal di atas
insersio dari tendon Achilles, tuberiositas calcaneus berada pada posisi yang lebih
tingg, serta atrofi dari otot betis. Tiga komponen utama dari deformitas ini:
equinus, varus, dan adduktus, tampak jelas pada saat dilakukannya pemeriksaan
fisik. Postur dari lutut pada umumnya dalam posisi fleksi namun pada kasus
neglected clubfoot, lutut berada dalam posisi hiperekstensi. Pemeriksaan juga
harus dilakukan pada beberapa bagian tubuh lainnya untuk memastikan adanya
24
anomaly lainnya. Keberadaan dari anomali lainnya menunjukan adanya clubfoot
tipe non-idiopatik yang memiliki prognosis buruk.8
Secara klinis, beberapa karakteristik dapat ditemukan pada saat
pemeriksaan clubfoot. Pada bagian medial, maleolus medial terbentuk tidak
sempurna, tidak terdapat head talus dan navicular berada bersebelahan dengan
aspek medial dari pergelangan kaki. Pada bagian lateral, fibula dan sinus tarsi
tidak tampak, head talus menjadi menonjol. Telapak kaki dan ekstremitas bawah
yang lebih pendek biasanya ditemukan pada perbandingan dengan sisi
kontralateral, apabila deformitas hanya unilateral. Lipatan kulit pada bagian
medial terbentuk akibat posisi aduktus-varus yang parah, begitu pula dengan
bentuk klasik menyerupai kacang pada tumit. Atrofi tungkai bagian bawah juga
ditemukan pada anak dengan usia lebih dewasa.12
Bursa biasanya terbentuk pada kasus neglected clubfoot pada aspek
lateral dari telapak kaki ketika anak mulai aktif berjalan. Meskipun neglected
clubfoot disertai dengan deformitas yang menyulitkan, pasien pada faktanya tetap
dapat bergerak atau berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Penggunaan
sepatu dengan ukuran pas pada umunya akan menimbulkan nyeri dan artritis
sekunder, hal ini menyebabkan orang tua pasien mulai mencari penatalaksanaan
yang tepat terhadap kondisi ini.12
Jaringan lunak pada telapak kaki dan pergelangan kaki merupakan
deformitas utama pada neonatus dan bayi. Struktur tulang sangat lentur dan rentan
terhadap deformitas yang diakibatkan dari jaringan lunak yang relative kuat.
Kompleks tricep, sendi pergelangan kaki posterior, dan kapsul sendi subtalar
mengalami kerutan dan mengecil, begitu juga deltoid, plantar berukuran pendek
dan panjang, interoseus talocalcaneal, serta ligamen calcaneal-navicular. Tendon
di dalam celah tarsal mengalami pemendekan. Terdapat pemanjangan relatif dari
tendon ekstensor dan peroneal. Tindakan pembedahan pada anak dengan
neglected clubfoot harus dapat mengatasi kondisi struktur yang telah dijabarkan
tersebut.12
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
25
Pemeriksaan X-rays tidak diminta secara rutin saat kelahiran bayi karena
hanya beberapa tulang yang telah terosifikasi.
Penggunaan ultrasonografi secara luas selama masa kehamilan dan
perkembangan teknik telah membuat peningkatan akurasi dari diagnosis pada
kasus deformitas. Hal ini dapat membantu klinik prenatal dalam memberikan
informasi pada orang tua tentang hasil akhir dan konsekuensi jangka pankang dari
penanganan kondisi ini. Hal ini juga membantu dalam memutuskan kelanjutan
dari kehamilan dan perkembangannya hingga pasca kehamilan.
CTEV dapat didiagnosis pada masa antenatal dengan bantuan
ultrasonografi. Terdapat vasiasi yang lebar pada akurasi penggunaan yang telah
dilaporkan. Salah satu penelitian terbaru menemukan bahwa diagnosis clubfoot
menggunakan ultrasonografi memiliki nilai prediksi positif sebesar 83% dengan
nilai positif palsu sebesar 17%. Pada peneilitian tersebut tidak terdapat kasus
clubfoot kompleks yang terlewatkan dari diagnosis namun diperlukan pengamatan
yang berulang dari fetus dengan CTEV dikarenakan perubahan kompleksitas dari
deformitas mengalami perubahan pada 25% kasus. Penelitian yang hampir sama
oleh Mammen dan Benson menemukan nilai positif palsu lebih tinggi pada
unilateral (29%) dibandingkan pada clubfoot bilateral (7%). Mereka mencatat
anomali yang berhubungan dengan CTEV lebih sering ditemukan pada bilateral
(76%) dibandingkan pada kasus unilateral (55%). Pemeriksaan lebih dapat
diandalkan apabila dilakukan pada minggu 20 sampai 24 kehamilan dibandingkan
dengan minggu kehamilan sebelumnya.2
Suatu penelitian yang memperhatikan gejala klinis dan keperluan
tatalaksana pada kondisi yang didiagnosis pada masa antenatal menemukan
bahwa derajat deformitas sulit ditentukan sebelum kelahiran. Pada kelahiran, 26%
ditemukan tidak memerlukan penatalaksanaan, sedangkan 61% kasus memerlukan
tindakan pembedahan. Hal memiliki implikasi penting pada saat melakukan
konseling prenatal. Diagnosis antenatal pada kondisi abnormal meningkatkan
kemungkinan pertimbangan terminasi dari kehamilan. Konsultasi yang adekuat
berdasarkan rencana penatalaksanaan CTEV sangat penting dilakukan sebelum
keputusan dibuat oleh orang tua anak.2
26
2.7 Tatalaksana
Clubfoot dapat dikoreksi dengan metode konservatif atau pembedahan.
Secara historis, pada 400 SM, penanganan konservatif clubfoot dengan teknik
manipulasi dan imobilisasi diperkenalkan oleh Hippocrates. Berdasarkan prinsip-
prinsip Hippocrates penanganan clubfoot, terdapat beberapa metode konservatif
(metode Kite, metode French, metode Ponseti - "manipulasi, casting, tenotomi,
abduksi kaki dengan pemasangan brace ", metode fisik lainnya seperti kinesio-
terapi, terapi-termal, elektro –terapi, splinting, sepatu modifikasi dan perangkat
orthotik lainnya) dikembangkan baru-baru ini sebagai penanaganan clubfoot. Pada
tahun 1930, pada awalnya, Dr. Kite mengembangkan metode konservatif untuk
mengobati clubfoot. Dalam metode ini, koreksi komponen deformitas clubfoot
(aduktus, varus, dan ekuinus) dilakukan secara terpisah dengan manipulasi
progresif dan serial casting. Khususnya, koreksi tumit varus dilakukan dengan
eversi pada calcaneus. Dalam metode ini, ketika melakukan manipulasi, midfoot
digunakan sebagai titik tumpu dan tekanan diterapkan pada sendi calcaneo-cuboid
(mid-tarsal joint area) untuk mengabduksi kaki. Deformitas adduksi dikoreksi
dengan abduksi kaki dengan menerapkan tekanan pada sendi calcaneo-kuboid,
dan eversi dari hindfoot, yang dilakukan dengan casting, digunakan untuk
memperbaiki deformitas varus pada kaki. Deformitas equinus dikoreksi dengan
dorsofleksi pada kaki yang progresif setelah dilakukan koreksi pada komponen
lainnya. Selain itu, night splint telah digunakan untuk mempertahankan kaki
dalam posisi dorsofleksi dan sedikit abduksi untuk menghindari kekambuhan dari
clubfoot. Awalnya, Kite melaporkan bahwa metode ini berhasil memperbaiki
clubfoot, namun peneliti lain tidak berhasil melakukan koreksi seperti yang
disebutkan oleh Dr. Kite. Selain itu, salah satu penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa sekitar sembilan puluh persentase kasus memerlukan pembedahan dan
koreksi jaringan lunak dalam metode Kite. Tingkat keberhasilan yang buruk dari
metode Kite mungkin disebabkan karena metode manipulasi yang tidak akurat,
dan penggunaan casting di bawah lutut atau short leg casting. Umumnya, short
leg casting memiliki kerugian karena tidak akan memberikan posisi yang
27
memadai untuk mempertahankan clubfoot yang telah dikoreksi. Pada saat yang
sama, dalam metode ini, juga akan membuat beberapa komplikasi karena
manipulasi yang tidak akurat seperti terjadinya rocker bottom feet, subluksasi
navicular, kekakuan ligamen dan kapsul, torsi pergelangan kaki (sisi lateral) dan
talar bodies.9
Beberapa dekade belakangan, penanganan konservatif clubfoot seperti
Metode Ponseti mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi disebabkan karena
kecocokan dengan anatomi fungsional dari kondisi clubfoot dibandingkan dengan
penggunaan metode pembedahan. Belakangan, kebanyakan penelitian
menyatakan Metode Ponseti sebagai metode yang lebih efektif dalam
mengkoreksi clubfoot tanpa menimbulkan komplikasi seperti kekakuan dan
nyeri.9
2.7.1 Tatalaksana Konservatif
1. Metode Ponseti
Metode ini diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti pada akhir tahun 1940an
sebagai jawaban atas terapi operatif yang sedang popular namun masih
menimbulkan nyeri dan deformitas residu.13
Komponen dari metode ini meliputi
serial manipulasi yang gentle dan casting setiap minggunya, diikuti Achilles
tenotomy. Terkadang digunakan juga foot abduction brace untuk mencegah dan
mengatasi relaps.13
Ponseti memberikan sebuah akronim CAVE sebagai panduan
untuk tahapan koreksi CTEV. Pada metode ini terjadi relaksasi kolagen dan
atraumatik remodeling pada permukaan sendi dan menghindari fibrosis, seperti
yang terjadi bila dilakukan operasi release. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama
yang baik dengan orang tua pasien, dikarenakan metode ini setidaknya butuh
waktu selama 4 tahun. Terapi dapat dimulai dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Batas akhir usia belum ditentukan dikarenakan adanya keberhasilan
metode ini saat diterapkan pada anak usia lebih dari 1 tahun. Tercatat sekitar 95%
kasus yang ditangani dengan metode ini tidak memerlukan posterior medial dan
laterat release. Terkadang diperlukan sedasi pada anak-anak usia lebih dari 15
bulan karena nyeri yang ditimbulkan saat manipulasi.13
Dalam setiap sesi
manipulasi, disarankan bersamaan dengan waktu memberi makan anak. Hal ini
28
bertujuan agar sang anak lebih relaks sehingga lebih mudah saat pemasangan cast.
Serial casting dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan
tidak ditemukan perbedaan hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast terpasang
dipasang dari jari kaki hingga 1/3 atas paha dengan lutut fleksi 90o dan akan
diganti setiap 5-7 hari.9
Biasanya diperlukan 5-6 kali penggantian cast untuk
mendapatkan koreksi yang baik.
Walaupun biasanya metode Ponseti digunakan pada idiopathic clubfoot,
pada beberapa kasus dapat juga digunakan pada non-idiopathic clubfoot (yang
disertai dengan arthrogryposis, myelomeningocele, berbagai sindroma genetik,
dan kelainan neuromuskuler. Metode Ponseti juga digunakan pada complex
clubfoot dan kasus relaps meski telah menjalani extensive soft tissue release
surgery.9 Deformitas cavus dikoreksi terlebih dahulu dengan cara supinasi
forefoot relatif terhadap hindfoot melalui penekanan pada metatarsal I. Pada
kebanyakan kasus, deformitas cavus akan terkoreksi dengan satu kali pemasangan
long leg cast Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan
dikoreksi pada pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot
varus dilakukan secara simultan dengan supinasi pedis dan counterpressure pada
head of talus. Dengan teknik ini calcaneus, navicular dan cuboid akan displace
secara gradual ke lateral. Manuver penting ini mengoreksi mayoritas deformitas
dari clubfoot dan harus dilakukan pada setiap sesi dengan memperhatikan tiga hal:
Abduksi forefoot harus dilakukan dengan dengan sedikit supinasi
pedis, sehingga koreksi pada deformitas cavus tetap terjaga dan
colinearity dari metatarsal tetap terjaga.
Jangan melakukan dorsofleksi premature terhadap tumit, hal ini
bertujuan agar calcaneus dapat terabduksi secara bebas dibawah
talus dan eversi ke posisi pedis netral, serta mencegah rocker
bottom deformity.
Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus.
Koreksi hindfoot varus dan calcaneal inversion akan sulit bila
counterpressure diberikan pada sisi lateral pedis, bukan pada sisi
lateral head of talus.
Secara umum diperlukan 3-4 minggu manipulasi dan casting untuk
29
melonggarkan sisi medial struktur ligamen pada tulang tarsal dan molding parsial
dari persendiannya.
Equinus merupakan deformitas terakhir yang dikoreksi, dan koreksi
harus dilakukan ketika hindfoot dalam posisi sedikit valgus dan pedis abduksi 70o
relative terhadap cruris. Derajat abduksi tampak ekstrem namun diperlukan untuk
mencegah rekurensi deformitas. Equinus dapat dikoreksi dengan dorsofleksi pedis
secara progresif setelah varus dan adduksi pedis telah terkoreksi. Dorsofleksi
pedis dilakukan dengan penekanan pada seluruh bagian telapak kaki dan kurangi
penekan pada head metatarsal untuk menghindari rocker bottom deformity.
Equinus dapat dengan sempurna dikoreksi melalui stretching dan casting yang
progresif. Setelah cast keempat, pedis harus bisa abduksi 50o dan varus harus
sudah terkoreksi, namun biasanya equinus masih ada. Calcaneus akan terkoreksi
dengan sendirinya tanpa manipulasi menjadi eversi dan dorsofleksi. Setelah cast
dilepas, foot abduction orthosis (sering disebut Denis Browne bar and shoes)
diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling persendian
dengan tulang-tulang dalam posisi baik, dan untuk meningkatkan kekuatan otot
kaki. Alat ini berupa sepatu yang terhubung dengan dynamic bar (kira-kira
sepanjang bahu pasien). Rotasi sepatu terhadap bar sekitar 60-70o eksternal rotasi
pada kaki clubfoot dan 40o eksternal rotasi pada kaki normal. Alat ini dipakai 22-
23 jam sehari selama 3 bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12-14 jam sehari)
hingga anak berusia 1 tahun, dan saat tidur malam hingga usia 3-4 tahun (3).
Pasien disarankan untuk control satu bulan berikutnya dan dilanjutkan dengan
interval 3 bulan.13
Orthosis terdiri dari dua sepatu yang dihubungkan dengan sebuah papan
yang mampu memposisikan sepatu selebar bahu. Papan harus mampu menahan
sepatu 70 derajat eksternal rotasi dan 5-10 derajat dorsofleksi. Pada kasus
unilateral, kaki normal harus berada di 40 derajat eksternal rotasi. Menahan kaki
selebar bahu membantu abduksi pedis. Orthosis digunakan setiap hari hingga 3-4
bulan, lalu dilanjutkan pemakaian saat tidur siang dan malam selama 2-4 tahun.
Pada 90% kasus diperlukan adanya Achilles tenotomy (percutaneous Achilles
Tenotomy/ PAT) untuk mengoreksi kontraktur equinus. Tindakan ini dilakukan
dengan anestesi lokal pada anak usia dibawah 1 tahun (tanpa adanya
30
overlengthening atau kelemahan otot) dan dengan sedasi di ruang operasi untuk
anak yang lebih tua. Untuk anestesi lokal disarankan hanya menggunakan anestesi
topikal terlebih dahulu dan anestesi injeksi diberikan setelah prosedur tenotomi.
Hal ini untuk menghindari kesulitan dalam palpasi tendon sehingga berpotensi
merusak neurovaskuler di area tersebut. Tenotomy dapat dilakukan dengan thin
cataract knife yang steril di klinik (setelah EMLA cream menganastesi kulit
secara lokal selama 30 menit). Beberapa dokter lebih memilih mengerjakan di
ruang operasi untuk anak >3 bulan, karena akan lebih mudah memasang cast
tanpa adanya resistensi dari anak (Herring, 2014). Setelah steril, pedis ditahan
oleh asisten dengan tekanan dorsofleksi yang ringan hingga sedang. Tekanan yang
terlalu kuat akan cenderung mengencangkan kulit dan menyulitkan untuk palpasi
tendon dengan baik. Pisau memasuki kulit sepanjang batas medial tendon
Achilles. Karena biasanya calcaneus terelevasi pada fat pad, maka penting untuk
memotong tendon 0,5 – 1 cm proksimal dari insersinya, dimana akan cenderung
untuk menyebar ke tuberositas calcaneus. Setelah dimasukkan, pisau didorong ke
medial tendon dan dirotasikan di bawahnya. Counter pressure dengan jari
telunjuk dari arah berlawanan akan mendorong tendon ke pisau dan mencegah
laserasi yang tidak diinginkan. Pergerakan yang berlebihan dari pisau ke arah
lateral akan berisiko mencederai vena saphena dan nervus suralis. Tenotomi yang
berhasil ditandai dengan palpable pop dan adanya kemampuan untuk dorsofleksi
tambahan sejauh 15-20o. Tidak perlu ada jahitan dan dipasangkan cotton cast
padding steril, diikuti dengan pemasangan long leg cast pada posisi maksimal
dorsofleksi dengan abduksi 70 o.13
Percutaneous heel cord tenotomy
31
Suatu alternatif dari percutaneous heel cord tenotomy telah disarankan
oleh Alvarez dkk. Toksin Botulinum A diinjeksikan ke kompleks otot triseps
surae untuk melemahkan fungsinya. Dilaporkan keberhasilan jangka pendek
sekitar 50 dari 51 bayi dengan clubfoot. Teknik modifikasi diterapkan pada kaki
yang complex idiopathic atau atypic. Kaki ini biasanya pendek dan tebal, dengan
fixed equinus dan posterior crease yang dalam, serta hiperfleksi metatarsal. Saat
pemasangan cast, forefoot harus diabduksi, dan dorsofleksi melalui penekanan
pada head metatarsal, serta PAT dilakukan lebih awal. Terkadang penekanan pada
metatarsal sebelum mengoreksi calcaneal varus mengakibatkan iatrogenic conves
foot atau rocker bottom deformity. Keadaan ini ditangani dengan pemasangan cast
dalam posisi slight equinus selama 1-2 minggu untuk retraksi plantar ligament.
Kasus relaps merupakan tantangan dalam penangan clubfoot. Biasanya intoleransi
saat pemakaian brace adalah penyebabnya. Kebanyakan kasus relaps ditemukan
deformitas varus dan equinus hindfoot. Pada relaps awal, penanganan hanya
dengan serial casting dan dilanjutkan dengan brace. Bila setelah cast terdapat <15o
dorsofleksi, diperlukan Achilles tenotomy ulangan.13
Untuk anak lebih dari 3 tahun dengan kombinasi hindfoot varus dan
supination forefoot memerlukan pendekatan yang berbeda. Hindfoot varus dan
adduction dikoreksi terlebih dahulu dan diikuti dengan serial casting. Setelah
terkoreksi, dilakukan full tibialis tendon transfer ke cuneiform ketiga dan diikuti
dengan casting selama 6 bulan tanpa perlu pemakaian brace lagi.13
Ponseti cast
32
Rekurensi parsial biasanya terjadi pada 2-3 tahun pertama, sekitar 1/3
kasus relaps, dan penyebab paling sering adalah ketidakpatuhan pemakaian brace
orthosis. Koreksi pada relaps tahun pertama cukup dengan manipulasi dan serial
cast, untuk anak yang lebih tua akan lebih sulit memasang cast. Pemakaian brace
merupakan keharusan untuk menjaga hasil koreksi. Pada 2/3 kasus relaps lainnya
memerlukan intervensi bedah, namun tidak untuk anak <18 bulan. Jenis operasi
meliputi heel cord lengthening, posterior ankle release, atau plantar facial
release akan mampu mengembalikan plantigrade foot.13
2.7.2 Tatalaksana Operatif
Pada clubfoot dengan kondisi yang lebih parah, pada clubfoot klasifikasi
Demglio tingkat 3 atau 4, serta pada clubfoot neuropati, penanganan dengan
pembedahan masih diperlukan pada beberapa kasus. Dalam mempertimbangkan
tindakan operatif pada clubfoot, beberapa hal harus diperhatikan, seperti indikasi,
waktu dilakukannya pembedahan, teknik pembedahan, dan penanganan paska
pembedahan. Pengambilan keputusan harus berdasarkan perbandingan hasil dari
prosedur yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga seorang dokter dapat
menentukan prosedur apa yang paling baik digunakan pada fase primary clubfoot
release. Terdapat beberapa prosedur dengan variasi yang hampir sama pada
tindakan pembebasan sendi, pemanjangan atau transfer tendon, serta osteotomi.9
Indikasi pertama untuk dilakukannya tindakan operatif pada clubfoot
adalah kegagalan koreksi deformitas dengan menggunakan metode konservatif
dalam tahun pertama kehidupan anak. Penulis biasanya menerapkan metode
Ponseti pada anak hingga umur 1 tahun dengan kondisi yang sebelumnya belum
pernah ditangani secara optimal. Namun pada kasus dengan kondisi yang gagal
mengalami perbaikan dengan menggunakan cast dan latihan secara rutin, tindakan
operatif adalah indikasi yang pasti.9
Dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan tindakan operatif,
kebanyakan ahli bedah memilih melakukan tindakan operatif saat anak berusia 4
sampai 9 bulan. Memperpanjang waktu penggunaan casting saat terdapat indikasi
tindakan operatif secara umum tidak disarankan. Pemedahan saat masa neonatus
seperti yang disarankan oleh Ryoppy dan Sairanen serta Pous dan Dimeglio tidak
33
memenuhi prinsip pembedahan secara umum serta tidak konsisten dengan
pemahaman deformitas clubfoot itu sendiri, dimana penanganannya sebisa
mungkin dilakukan dengan menghindari pembedahan. Ponseti telah mencatat sifat
seluler yang tidak stabil dari ligamen medial pada bayi. Zimmy dan beberapa
rekannya mencatat adanya myofibroblas yang terstimulasi oleh tindakan
pembedahan yang terlalu dini, sehingga menimbulkan kondisi kaki yang lebih
kaku dan hasil yang kurang memuaskan.9
Pada tahun 1970, Turco merekomendasikan strategi pembedahan satu
tahap yang komprehensif. Prosedur ini menitikberatkan koreksi dari sendi subtalar
medial dan sendi pergelangan kaki (ankle); pembebasan dari sendi talonavicular
melalui bagian medial juga dilakukan. Deformitas pada bagian sisi posterolateral
dari kaki atau ligamen calcaneofibular tidak dilakukan tindakan pada prosedur ini.
Banyak kasus yang mencapai hasil memuaskan dengan prosedur ini, salah satu
komplikasi yang muncul adalah translasi lateral hindfoot dengan pemutaran
kearah medial yang persisten dari kaki serta hindfoot dalam posisi valgus. Pada
prosedur Goldner, pembebasan posterior ankle dilakukan tanpa dilakukannya
pembedahan pada sendi subtalar. Koreksi yang dilakukan antara lain pemanjangan
dari deltoid dengan pembebasan medial yang ekstensif dan rekonstruksi dari sendi
talonavicular secara medial dan lateral, dengan menghindari sendi subtalar. Carrol
dan beberapa koleganya mendokumentasikan prosedur yang berdasarkan pada
konsep rotasi dari calcaneus dibawah talus. Ligamen interosseous dibiarkan utuh,
namun pada prosedur ini dilakukan pembebasan dari sendi subtalar, sendi
pergelangan kaki. Fasia bagian plantar dibebaskan, begitu pulan fleksor intrinsic
dari jempol kaki, dan sendi calcaneocuboid diposisikan sehingga sejajar dengan
kolum lateral. Simons mendukung konsep koreksi deformitas clubfoot dengan
pembebasan komplit dari subtalar dengan membelah ligamen interoseous.
Aplikasi dari prosedur ini menghasilkan koreksi yang sifatnya berlebihan.
Kebanyakan ahli bedah sangat berhati hati dalam melakukan pembelahan dari
ligamen interoseous karena hasil yang berlebihan dan deformitas berat yang dapat
terjadi akibat prosedur ini.9
Insisi yang digunakan pada pembedahan clubfoot bervariasi mulai dari
insisi medial yang disarankan Turco, hingga insisi sirkumferensial (Cincinnati)
34
pada aspek posterior dari kaki beberapa millimeter di atas lipatan kulit posterior,
serta dua-insisi dengan pendekatan Carrol yang melakukan insisi posterolateral
dan insisi medial berbentuk zigzag. Pada kasus dimana luka tidak dapat ditutup
setelah dilakukannya koreksi (Cincinnati), peneliti menemukan bahwa luka
tersebut dapat dibiarkan terbuka, dan akan menutup secara spontan selama proses
penyembuhan tanpa disertai efek buruk pada hasil pembedahan.9
Saat ini, pembedahan clubfoot terutama digunakan pada sindrom
clubfoot dan clubfoot derajat berat berdasarkan klasifikasi Dimelgio. Prosedur
yang diterima secara umum saat ini dikenal dengan istilah “ à la carte”. Pada
prosedur ini, struktur patologis yang menimbulkan deformitas dibebaskan. Ciri
utama dari prosedur ini adalah dilakukannya pemanjangan pada heel cord dan
pembebasan posterior dari pergelangan kaki dan sendi subtalar dengan perluasan
ke ligamen calcaneofibular. Pembebasan medial adalah hal yang disarankan
dengan pemanjangan dari tendon tibialis posterior sesuai dengan kebutuhan.9
Penanganan paska operasi dari clubfoot telah mengalami perubahan
beberapa tahun belakang. Imobilisasi dengan cast digunakan secara luas, untuk
mempertahankan posisi kak yang telah dikoreksi dan memungkinkan
penyembuhan dari ligamen, tendon, dan tulang. Latihan pergerakan yang
dilakukan terlalu dini tidak banyak digunakan. Casting yang dilakukan paska
operasi pada umumnya dilakukan selama 2-3 bulan, dilanjutkan dengan observasi
yang berkepanjangan, terapi fisik, dan splintting paska operasi. Secara umum,
sepatu khusus tidak selalu diperlukan, namun penggunaan arch support atau
sepatu dengan modifikasi khusus mungkin memberikan keuntungan pada
beberapa kasus.9
35
Algoritma dari tindakan operasi pada neglected clubfoot
1. Operasi Jaringan Lunak
a. Percutaneus Achilles Tenotomy
Prosedur ini dilakukan untuk membantu mengoreksi residual equinus
dengan memanjangkan tendon Achilles. Manfaat yang didapat dengan prosedur
ini adalah dapat mengurangi lamanya pengobatan, menurunkan risiko rekurensi,
mencegah talar flattening (nut cracker effect) atau convex foot, dan mengurangi
jumlah surgical release. Adapun risiko yang menyertai seperti triceps
insufficiency dan posterior tibial vascular nerve lesion.
Complete transverse section dilakukan sekitar 1-2 cm dari insersi.
Masukkan blade tip ukuran 11 atau jarum ke bagian medial tendon dan pindahkan
ke posterolateral. Tanda telah tercapainya complete sectioning adalah adanya
click-like perception dari hiatus pada tendon saat dorsofleksi 15-20o. Setelah 21
hari diimobilisasi dengan LLC (femoropedal immobilization) tendon akan terlihat
continuous melalui ultrasound dan struktur akan tampak normal setelah 1 tahun.
36
b. Anterior Tibial Muscle Surgery
Muscular disequilibrium sering terjadi pada m.tibialis anterior pasca
terapi, termasuk pemanjangan tendon Achilles. Ditandai dengan dynamic
supination pedis saat oscillating phase, dengan kurangnya anteromedial support,
piano key sign dan forefoot supination pada dorsofleksi aktif ankle. (Bergerault,
2013) Bila tidak terkoreksi setelah usia berjalan, akan menyebabkan risiko
deformity fixation (pes cavus, forefoot adduction, hindfoot varus, navicular dorsal
subluxation). Operasi ini direkomendasikan untuk dilakukan saat pasien berumur
2-3 tahun, dan biasanya ditujukan untuk kasus-kasus rekurensi dengan flexible
foot. Beberapa tindakan yang tercakup didalamnya adalah:
o Transfer sebagian tendon tibialis anterior ke cuboid untuk menjaga
keseimbangan dorsofleksi.
o Transfer anterior tibialis tendon ke lateral cuneiform. Prosedur ini
merupakan bagian integral dari penanganan rekurensi Ponseti.
Tercatat 15,2% rekurensi kembali, namun tindakan ini dapat
mencegah degenerative joint lesion.
o Z-lengthening tendon anterior tibialis. Prosedur ini juga dikerjakan
pada Posteromedial release. Dengan memanjangkan bagian medial
akan memendekkan tendon anterior tibialis.
c. Posteromedial Soft-tissue Release (PMR)
Dengan memanjangkan tendon dan membelah aponeurosis dan kapsul
sendi, PMR akan mengoreksi tibiotarsal dan subtalar equinus, CPB adduction dan
mediotarsal adduction. Operasi ini sebaiknya dilakukan sebelum usia 1 tahun.
Diawali dengan posterior release lalu menuju bagian medial pedis. Talonavicular
joint untuk sementara direduksi maksimal untuk mencegah navicular dorsal
subluxation. Bila terjadi adduksi akibat incomplete correction atau orientasi
calcaneocuboid joint yang patologis, lateral column pedis dapat dipendekkan
melalui calcaneus substraction osteotomy (Lichtblau technique).
Didapatkan koreksi pada 75-85% kasus dengan 20-40% rekurensi, yang
akan memerlukan operasi revisi. Adapun risiko lain adalah hipo dan hiperkoreksi,
dorsal bunion, dan triceps insufficiency. Kualitas terapi akan menurun seiring
37
waktu. Sekitar 20 tahun pasca operasi akan timbul keluhan seperti nyeri,
menurunnya kekuatan dan daya tahan, walaupun tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Terdapat juga forefoot dorsoflexion dan adduksi dengan hindfoot
equinus. PMR merupakan pilihan terakhir pada kasus resisten terhadap terapi
konservatif.
2. Operasi Tulang
a. Medial column lengthening atau lateral column-shortening osteotomy (cuboid
decancellation
Indikasi:
- dilakukan pada saat operasi pembedahan inisial pada clubfoot ana-anak
usia dia atas 2-3 tahun
- dapat dilakukan pada anak usia 3-10 tahun dengan deformitas yang
rekuren dan kaki berbentuk “bean-shaped”
Kuboid dipaparkan dengan insisi longitudinal di bagian lateral kaki
sepanjang 4 cm, dimulai dari bagian tengah antara metatarsal IV dan V hingga ke
maleolus lateral. Diseksi tajam kemudian dilakukan di bagian bawah dari kuboid.
Sudut inferior dari otot ekstensor brevis komunis kemudian secara tajam dibelah.
Kuboid diekspos extraperiosteal pada bagian permukaan dorsal. Pembukaan
kemudian diselesaikan dengan mengidentifikasi secara hati-hati kalkaneokuboid
dan sudut kuboid-metatarsal V dengan melakukan dorsifleksi dan platarfleksi.
Decancellation kuboid kemudian dilakukan dengan menggunakan kuret kecil
secara lembut. Kemudian rotasi pronasi dan abduksi kaki sebesar 20o serta rotasi
pronasi dari forefoot terhadap midfoot akan membantu koreksi dari kondisi
supinasi. Setelah itu dilakukan pemasngan dari K-wire 1,5 mm melewati
metatarsal kuboid, dan calcaneus.15
38
Cuboid Decancellation
b. Talectomy
Indikasi:
- dilakukan pada clubfoot berat, kaku dengan rekurensi, terutama pada anak
dengan arthrogryposis.
- Usia dilakukan biasanya 6-10 tahun
Pembedahan dilakukan dengan pendekatan anterolateral talus, diantara
otot ekstensor digitorum longus dan otot peroneus tertius. Talus akan tampak
setelah inversi dan plantar fleksi dari forefoot. Setelah pembelahan ligamen
deltoid, ligamen talofibular anterior dan posterior, ligamen talonavicular, dan
ligamen talocalcaneal, kemudian dilakukan eksisi dari talus. Eksisi komplit dari
talus sebaiknya dilakukan, apabila terdapat kartilago yang tersisa selanjutnya akan
membentuk deformitas. Koreksi dari deformitas equinus dilakukan dengan
pemanjangan tendon Achilles. Kaki kemudian difiksasi pada posisi terkoreksi
dengan K-wires yang melewati calcaneus dan bagian distal tiba. Kemudian
dilanjutan dengan penggunaan short leg plaster cast selama 40 hari.16
39
Prosedur Talectomy
c. Supramalleolar Osteotomy
Indikasi:
- Jarang diperlukan
- Prosedur pada anak usia lebih besar dengan kompleks, kaku, dengan
multiplanar clubfoot yang telah gagal dengan pengobatan prosedur
pembedahan konvensional
- Prosedur pada anak usia 8-10 tahun yang mengalami gangguan sensasi
pada kaki
Supramalleolar Osteotomy adalah prosedur yang sering digunakan untuk
mengkoreksi deformitas kongenital atau didapat dari tibia, ankle, dan kaki. Pada
anak, osteotomy digunakan untuk koreksi malunion dari fraktur, gangguan pada
epifisis pertumbuhan, torsi tibia, dan sekuele pada clubfoot. Tujuan dari
penggunaan prosedur ini adalah untuk mengembalikan posisi tungkai pada
deformitas ini dan medistribusi ulang beban pada sendi pergelangan kaki, dengan
demikian meningkatkan biomekanik dari ekstremitas bawah.17
Prosedur ini dilakukan dengan osteotomy pada distal tibia dibawah
40
pengaruh anastesia general, disertai dengan blok popliteal untuk kontrol nyeri
paska operasi. Pendekatan pembedahan yang digunakan adalah insisi medial yang
berpusat setinggi tingkat dari posisi osteotomi. Stripping preiosteum dan retraksi
kulit dicegah seminimal mungkin. Berdasarkan lokasi osteotomi yang ditentukan
dengan pengukuran Center of Rotation and Angulation (CORA), osteotomi
fibular biasanya diperlukan untuk mendapatkan koreksi yang adekuat. Prosedur
ini dilakukan dengan insisi yang lateral yang terpisah. Osteotomi ini
memungkinkan translasi, rotasi, dan koreksi dari angulasi yang signifikan.17
Ilustrasi prosedur supramalleolar osteotomy
d. Triple Arthrodesis
Indikasi:
- hampir tidak pernah terdapat indikasi
- Kontraindikasi pada kaki dengan gangguan sensasi pada kekakuan dan
ulkus
Triple Arthrodesis adalah prosedur yang banyak digunakan terutama
untuk mengkoreksi deformitas mayor pada anak. Pada kondisi deformitas berat,
terutam cavus yang terlihat jelas ketika kaki menghadap ke belakang, pembebasan
jaringan lunak dan osteotomi tidak akan memberikan koreksi secara sempurna.
41
Pada kasus ini, prosedur triple Arthrodesis bisa sangat membantu. Convenetional
orthopaedic wisdom merekomendasikan triple arthrodesis tidak dilakukan
sebelum masa pertumbuhan terhenti, pada usia 10-12 tahun, untuk mencegah
terjadinya retardasi akibat pembuangan kartilago yang berperan dalam osifikasi
enkondral. Meskipun prosedur ini banyak direkomendasikan pada literatur
standar, namun detail dari metode spesifik belum dibahas secara pasti.18
Prosedur Triple Arthrodhesis
42
BAB III
KESIMPULAN
Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu
deformitas pada bayi yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-2:1000 per
kelahiran. Sampai saat ini masih belum dapat dipastikan apa yang menjadi
penyebab terjadinya CTEV, walaupun sudah banyak teori yang diajukan namun
belum ada satu pun yang dapat menjelaskan dengan sempurna. Diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis, diamana terdapat supinasi dan adduksi forefoot pada
sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan
deviasi pedis ke medial terhadap lutut. Tidak diperlukan bantuan pemeriksaan
radiologis sebagai penunjang karena tidak memberikan informasi yang berarti.
Biasanya CTEV muncul sebagai kelaianan tersendiri, namun tidak jarang
merupakan bagian dari suatu sindrom.
Penatalaksanaan CTEV meliputi dua aspek, yaitu non operatif dan
operatif. Para ahli setuju bahwa terapi non operatif haruslah menjadi pilihan
utama terapi. Metode Ponseti dan French method telah banyak digunakan di
berbagai belahan dunia dan memiliki hasil akhir yang memuaskan. Tindakan
operatif diperlukan hanya bila terapi non operatif gagal, hal ini dikarenakan
komplikasi jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan terapi non operatif.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Rani, M. and Kumari, P. (2017) ‘Congenital Clubfoot : A Comprehensive Review’, 8(1).
doi: 10.19080/OROAJ.2017.08.555728.
2. Saini, R. et al. (2009) ‘Congenital talipes equinovarus: A review of current management’,
Bulletin, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, 43(2),
pp. 69–76. doi: 10.1302/0301-620X.89B8.19008.
3. Pulak, S. and Swamy, M. (2012) ‘Treatment of idiopathic clubfoot by ponseti technique
of manipulation and serial plaster casting and its critical evaluation.’, Ethiopian journal of
health sciences, 22(2), pp. 77–84. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3407829&tool=pmcentrez&r
endertype=abstract.
4. Changulani, M. (2006) ‘Treatment of idiopathic club foot using the Ponseti method:
INITIAL EXPERIENCE’, Journal of Bone and Joint Surgery - British Volume, 88–
B(10), pp. 1385–1387. doi: 10.1302/0301-620X.88B10.17578.
5. Miedzybrodzka, Z. (2003) ‘Congenital talipes equinovarus (clubfoot): A disorder of the
foot but not the hand’, Journal of Anatomy, 202(1), pp. 37–42. doi: 10.1046/j.1469-
7580.2003.00147.x.
6. D K, S., Menasinkai, S. B. and Ramesh, B. R. (2016) ‘Study of Congenital Clubfoot in
Newborns’, International Journal of Anatomy and Research, 4(4.2), pp. 3072–3078. doi:
10.16965/ijar.2016.404.
7. Wallander, H. M. (2010) ‘Congenital clubfoot: Aspects on epidemiology, residual
deformity and patient reported outcome’, Acta Orthopaedica, 81(SUPPL. 339), pp. 1–25.
doi: 10.3109/17453671003619045.
8. Anand, A. and Debra, A. (2008) ‘“Clubfoot: Etiology and treatment”’. Indian Journal of
Orthopaedics.
9. Stuart L Weinstein MD, J. M. F. M. (2006) ‘Pediatric Orthopaedics’.
10. Dyer, P. J. (2006) ‘The role of the Pirani scoring system in the management of club foot
44
by the Ponseti method’, Journal of Bone and Joint Surgery - British Volume, 88–B(8), pp.
1082–1084. doi: 10.1302/0301-620X.88B8.17482.
11. Wainwright, A. M. et al. (2002) ‘The classification of congenital talipes equinovarus.’,
The Journal of bone and joint surgery. British volume, 84(7), pp. 1020–4. doi:
10.1302/0301-620X.84B7.12909.
12. Stabile, R. J. and Giorgini, R. J. (2009) ‘A Review of Talipes Equino Varus’, podiatry
management, (February), pp. 167–178.
13. Dobbs, M. B. and Gurnett, C. A. (2009) ‘Update on Clubfoot : Etiology and Treatment’,
pp. 1146–1153. doi: 10.1007/s11999-009-0734-9.
14. Balasankar, G., Ameersing, L. and Al-jumaily, A. (2016) ‘Current conservative
management and classification of club foot : A review’, 1, pp. 1–8. doi: 10.3233/PRM-
160394.
15. Hung, N. N. (2012) ‘Congenital Club Foot in Children Younger than 24 Months :
Decancelous Cuboid Combined with Selective Soft Tissue Release’, 2012(September),
pp. 94–110.
16. Georgiev, H., Georgiev, G. P. and Report, C. (2014) ‘Case Report Talectomy for
Equinovarus Deformity in Family Members with Hereditary Motor and Sensory
Neuropathy Type I’. Hindawi Publishing Corporation, 2014. doi: 10.1155/2014/643480.
17. Becker, A. S. and Myerson, M. S. (2009) ‘The I ndic ations a nd Te ch nique of
Supramalle olar Oste otomy’, Foot and Ankle Clinics of NA. Elsevier Ltd, 14(3), pp. 549–
561. doi: 10.1016/j.fcl.2009.06.002.
18. Penny, J. N. (2005) 'The Neglected Clubfoot', 20(2), pp. 153-166
45
top related