dr. agustina tri p. sp - meducine.storage.googleapis.com

Post on 02-Oct-2021

2 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

dr. Agustina Tri P. Sp.KK

Daftar Pustaka

• Fitzpatrick's Dermatology, Ninth Edition

• Panduan Praktik Klinik PERDOSKI thn 2017

1. Seorang bayi berusia 6 bulan datang di bawa ibunya karena muncul bercak-bercak merah di tangan dan kaki serta sekitar mulut sejak 2 minggu ini. Anak juga mengalami diare 3 hari ini dan rambut yang lebih banyak rontok dari biasanya, Berdasarkan anamnesa dari ibunya anak baru saja disapih setelah sebelumnya mendapat ASI eksklusif. Ibu memiliki riwayat alergi dan 3 hari terakhir makan udang dan ayam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi eritematosa yang berskuama, berbatas tegas, di regio perioral, dan akral, jari tangan dan kaki. terdapat alopesia juga. Diagnosis yang paling mungkin adalah

a. Reaksi alergi b. Akrodermatitis Enteropatika c. Miliaria d. Dermatitis atopik e.Vitiligo

Akrodermatitis Enteropatika

• Akrodermatitis enteropatika adalah salah satu penyakit genodermatosis yang bersifat autosomal resesif, jarang terjadi, disebabkan gangguan penyerapan seng, dan umumnya muncul pada usia bayi

• Penyebab pasti belum diketahui, diduga karena mutasi gen SLC39A4 pada kromosom 8q24.31,5 yang mengode transporter seng ZIP4 dan menyebabkan defek absorpsi seng di usus halus

1. Terjadi beberapa hari hingga beberapa minggu setelah lahir pada bayi yang diberi susu formula, atau segera setelah disapih pada bayi yang diberi air susu ibu

2. Gejala khas terdapat “trias”: lesi kulit pada daerah akral dan periorifisial, diare, serta alopesia

3. Predileksi: periokular, perioral, anogenital, akral, jari tangan dan kaki, serta ntertriginosa

4. Kelainan kulit: distribusi simetris berupa bercak eritematosa yang berskuama, berbatas tegas, dapat menjadi lesi vesikobulosa, pustulosa, psoriasiformis, dan erosi

5. Dapat disertai gejala sistemik lainnya akibat defisiensi seng berupa gangguan pertumbuhan, sistem imun, penyembuhan luka, dan emosi.

2. Akrodermatitis Enteropatika disebabkan oleh gangguan penyerapan mikronutrient

a. Zat besi

b. Vitamin A

c. Vitamin E

d. Seng

e. Fosfor

3. Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan Akrodermatitis Enteropatika adalah

a. Zat besi

b. Vitamin A

c. Vitamin E

d. Seng

e. Fosfor

4. Dokter Kulit mendapat konsultasi dari dokter anak mengenai bayi baru lahir. Pasien bayi laki-laki terdapat membran koloidon. Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat. Pasien tidak nampak berkeringat walaupun diletakkan pada incubator. Ditemukan juga hiperpigmentasi periorbital yang khas. Diagnosis yang paling mendekati adalah

a. Displasia ectodermal hipohidrotik

b. Displasia eritema

c. Displasia eritrodermal

d. Sindroma down

e. Sindroma chushing

Displasia Ektoderma

• Displasia ektodermal (DE) adalah kelompok kelainan genetik yang mengenai jaringan yang berasal dari ektodermal (rambut, kuku, gigi, kulit, dan glandula sebasea

Displasia ektodermal hipohidrotik (displasia ektodermal anhidrotik, sindrom Christ-Siemens-Touraine)

• Insidens: 1 dalam 100.000 kelahiran. • Dapat diturunkan secara terkait-X (XLHED; MIM

MIM#305100) atau dominant autosomal (MIM#129490) atau resesif (MIM#305100)

• Pada laki-laki yang terkena ekspresinya lengkap, sedangkan pada wanita pembawa gen (carrier) dapat tanpa kelainan, atau apabila terdapat kelainan biasanya terdistribusi patchy

• Disebabkan mutasi pada gen EDA (MIM *300451), EDAR (MIM *604095), dan EDARADD (MIM *06603)

• Pada laki-laki yang terkena, saat lahir terdapat membran kolodion atau dengan skuama, menyerupai iktiosis kongenital

• Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat. Rambut tubuh yang lain biasanya jarang atau tidak ada

• Gangguan kemampuan berkeringat

• Sebagian besar laki-laki yang terkena menderita intoleransi panas yang nyata

• Pori-pori kelenjar keringat tidak dapat dilihat pada pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak tampak jelas

• Gangguan berkeringat menyebabkan peningkatan suhu tubuh

• Kuku biasanya normal • Sering dijumpai keriput dan

hiperpigmentasi periorbital yang khas

• Hiperplasia kelenjar sebaseus terutama pada wajah, tampak sebagai papul-papul miliar seperti mutiara, berwarna kecoklatan sampai putih menyerupai milia

• Temuan khas: tidak adanya puncta lacrimal

• Wanita karier menunjukkan gambaran kulit normal dan abnormal mengikuti garis Blaschko

5.Displasia ectodermal hipohidrotik diturunkan secara

a. X-linked

b. Random

c. Autosomal ganda

d. Y-linked

e. Autosomal linkar ganda

6.Seorang anak usia 2 hari datang dengan berbagai keluhan kulit. Rambut kepala berwarna terang dan sering didapatkan alopesia setempat. Didapatkan macula hiperpigmentasi reticular atau difus kulit di atas lutut, siku, dan sendi sering menebal dan hiperpigmentasi. Pada mata meliputi strabismus, pterygium, konjungtivitis, dan katarak premature.

a. Displasi ectodermal hidrotik b. Displasia ectodermal hipohidrotic c. Displasia ectodermal hiperhidrotik d. Sindroma AEC e. Sindroma ABC

Displasia ektodermal hidrotik (Sindrom Clouston; MIM 129500)

• Penyebab: mutasi pada gen connexin, GJB6 atau connexin 30 pada kromosom 13q11-q12.1

• Gambaran klinis - Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan sering

didapatkan alopesia setempat - Sering didapatkan makula hiperpigmentasi retikular atau

difus - Kulit di atas lutut, siku, jari, dan sendi sering menebal dan

hiperpigmentasi - Kuku tampak menebal dan terjadi perubahan warna; sering

disertai infeksi paronikia persisten - Kelainan pada mata meliputi strabismus, pterigium,

konjungtivitis dan katarak prematur

- Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering terdapat karies

- Kelainan ektodermal lain: leukoplakia oral, tuli sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis ekrin difus

- Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian besar pasien mempunyai kemampuan berkeringat normal dan kelenjar sebaseus berfungsi normal

7. Penyebab dari displasia ectodermal hidrotic

a. Mutasi pada gen connexing

b. Mutasi pada gen P20

c. Mutasi pada gen P16

d. Mutasi pada gen GJ12

e. Mutasi pada gen GAB2

8. Seorang anak 3 tahun datang dibawa ibunya dengan keluhan sering muncul benjoan berisi air di bagian tubuhhnya, yang hilang timbul terutama di daerah tangan dan kaki. Keluhan seperi ini muncul sejak ana berusia 1 tahun. Keluhan lain -, Pada pemeriksaan fisik didapatkan bula di daerah tangan dan lutut. Tidak didapatkan scar. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Diagnosis kilnis yang paling mungkin adalah

a. EB-Simpleks (EBS)

b. Junctional EB (JEB)

c. Dystrophic EB (DEB)

d. Sindrom Kindler

e. EB Kongenital

Epidermolisis Bulosa Yang Diturunkan

• Kelompok kelainan mekanobulosa yang diturunkan secara genetik, khas ditandai oleh bula pada kulit, dan kadang mukosa, akibat trauma gesekan ringan atau secara spontan

• Klasifikasi: • Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang diturunkan,

berdasarkan fenotip klinis dan genotip, yaitu: 1. EB-Simpleks (EBS) 2. Junctional EB (JEB) 3. Dystrophic EB (DEB) 4. Sindrom Kindler (SK)

Klinis 1. EBS - Bula tegang timbul setelah gesekan - Hiperhidrosis, bisa terdapat milia,

dan onikodistrofi

2. EBJ - Bula dan erosi timbul tidak lama

setelah lahir - Erosi dan bula pada kulit dan

mukosa generalisata, terutama di punggung dan bokong

- Onikodistrofi hingga kuku hilang - Distrofi gigi dan enamel yang

berbentuk “cobble-stone”

3. EBD - Erosi atau bula luas timbul saat atau segera

setelah lahir - Bula dapat timbul spontan terutama di daerah

tekanan. Bila sembuh meninggalkan skar, atrofi, hiper- atau hipopigmentasi dengan milia di atas skar

- Pseudosyndactyly, glove-like epidermal sac, claw-like clubbing atau mittenlike deformities

- Pada EBD resesif, terdapat erosi gastrointestinal 4. SK - Bula generalisata saat lahir, terdapat

poikiloderma, fotosensitivitas, skar atrofi, dan onikodistrofi

- Dapat terjadi kolitis berat, esofagitis, striktur uretra, dan ektropion

- Hiperplasia gingiva

9. Skor yang di gunakan untuk memantau perkembangan terapi dan derajat keparahan penyakit Epidermiolisis bulosa adalah

a. Epidermolysishh Bullosa Monitoring Therapy Index (EBDMTI)

b. Epidermolysishh Bullosa Index (EBI)

c. Epidermolysishh Bullosa Outcome Index (EBOI)

d. Epidermolysishh Bullosa Disease Activity and Scarring Index (EBDASI)

e. Epidermolysishh Bullosa Disease Severity Index (EBDSI)

• Untuk pengukuran aktivitas penyakit dan kerusakan kulit yang terjadi, digunakan Epidermolysishh Bullosa Disease Activity and Scarring Index (EBDASI) dengan menilai kulit kepala berambut, kulit, membran mukosa, kuku, dan permukaan epitel lain

• EBDASI dapat digunakan untuk memantau terapi dan derajat keparahan penyakit, sehingga mencegah timbulnya kerusakan yang permanen

10. Prinsip penatalaksanaan Epidermolisis Bulosa adalah

a. Menghindari terbentuknya bula serta perawatan luka

b. Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/sepsis

c. Pada kondiri berat harus dirawat intensif dan ditangani oleh dokter spesialis anak, kulit, gizi dan fisioterapis.

d. Semua jawaban di atas benar

e. Semua jawaban di atas salah

• Penatalaksanaan

• Prinsip

1. Menghindari terbentuknya bula serta perawatan luka

2. Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/sepsis, terapi paliatif

3. Pada kondiri berat harus dirawat intensif dan ditangani oleh dokter spesialis anak, kulit, gizi dan fisioterapis

11. Seorang anak berusia 4 tahun datang diantar ibunya karena muncul sisik-sisik di kulitnya. Keluhan ini baru ada sejak 2 bulan terakhir.Pada pemeriksaan fisik didapatkan skuama putih keabuan yang luas terutama pada ekstensor ektremitas dan badan. Sifat skuama melekat di tengah, dengan “cracking”. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Berdasarkan pemeriksaan fisik, diagnosis klinis yang paling mungkin adalah

a.Psoriasis vulgaris b.Dermatitis atopi c.Staphylococcal scalded skin syndrome d. Iktiosis vulgaris e. Nekrolisis epidermal toksik

Iktiosis

• Iktiosis adalah kelompok kelainan kulit genetik disebabkan kelainan kornifikasi yang secara klinis dan etiologi heterogen

• Dapat timbul sejak lahir atau setelahnya, dapat terbatas hanya pada kulit atau merupakan bagian dari kelainan multisistem

• Iktiosis diklasifikasikan berdasar disertai atau tidak disertai sindrom

Iktiosis vulgaris

• Tidak dijumpai saat lahir, biasanya timbul dalam tahun pertama kehidupan

• Skuama putih keabuan yang luas terutama pada ekstensor ektremitas dan badan

• Skuama melekat di tengah, dengan “cracking” (fisura superfisial pada stratum korneum) pada tepinya

• Sering disertai keratosis folikularis, ditemukan terutama pada anak-anak dan remaja dan aksentuasi palmoplantar

12. Iktiosis Vulgaris berespon baik terhadap salep topikal

a.Asam salisilat b.Urea c.Asam laktat d. Semua benar e. B dan C benar

• Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi keratolitik (krim dan lotion yang mengandung urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau propilen glikol)

• Namun demikian sering tidak dapat ditoleransi dengan baik terutama pada anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan stinging jika terdapat fisura atau kulit denuded

• Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat harus hati-hati karena risiko absorbsi sistemik

13. Seorang anak berusia 1 hari dikonsulkan dari bagian pediatric karena erosi dan eritroderma. Pada pemeriksaan fisik didapatkan eflorosensi berupa erosi dan kulit denuded yang luas serta eritroderma disertai berkurang dan hyperkeratosis. Lesi ini dipicu dari trauma proses persalinan.Berdasarkan pemeriksaan fisik, diagnosis klinis yang paling mungkin adalah

a. Epidermolitik hiperkeratosis b.Staphylococcal scalded skin syndrome c.Tuberous sclerosis. d. Multipel lipomatosis e. Sindrom Proteus

Epidermolisis Hiperkeratotik (Bullous congenital ichthyosiform erythroderma of Brocq, Bullous ichthyosis)

• Sejak lahir terdapat erosi dan kulit denuded yang luas serta eritroderma;cdipicu oleh trauma proses persalinan

• Selanjutnya bula berkurang dan tampak hiperkeratosis berat

• Terdapat kelainan batang rambut dan kerontokan rambut

• Dapat timbul sepsis dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

14. Prinsip penatalaksanaan bayi dengan Epidermolisis Hiperkeratotik adalah

a. Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit yang denuded memerlukan perawatan di neonatal intensive care unit

b. Hindari trauma

c. Monitor terhadap terjadinya sepsis.

d. Antibiotik spektrum luas.

e. Semua Benar

• Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit yang denuded memerlukan perawatan di neonatal intensive care unit

• Harus dihindari trauma terhadap kulit dan timbulnya bula, monitor terhadap terjadinya sepsis

• Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan antibiotik spektrum luas

15. Seorang bayi datang dengan kulit mengelupas dan erosi superfisial, menyerupai membrane kolodion. Ditemukan dermatitis erosive kronik pada kulit kepala. Ditemukan juga alopesia patchy, rambut kepala kering, dan kasar. Kuku hiperkonfeks menebal, ditemukan distrofi parsial. Diagnosis yang paling mendekati adalah

a. Displasi ectodermal hidrotik

b. Displasia ectodermal hipohidrotic

c. Displasia ectodermal hiperhidrotik

d. Sindroma AEC

e. Sindroma ABC

Sindrom AEC, Ankyloblepharon Filiforme Adnatum-Ectodermal Dysplasia-Cleft Palate Syndrome (Hay-

Wells Syndrome; MM 106260)

• Penyebab: mutasi pada tumor suppressor gene p63, gen yang juga berperan pada patogenesis sindrom EEC, limb-mammary syndrome, acro-dermatoungual-lacrimal-tooth (ADULT) syndrome

• Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak pada kelompok yang berbeda pada gen tsb

• Sindrom AEC: kelainan dominan autosomal dengan penetransi lengkap dan ekspresi bervariasi

• 90% bayi yang terkena, pada saat lahir didapatkan kulit mengelupas dan erosi superfisial, menyerupai membran kolodion. Skuama akan mengelupas dalam beberapa minggu dan kulit di bawahnya kering dan tipis

• Sering didapatkan dermatitis erosif kronik dengan granulasi abnormal pada kulit kepala

• Pada kulit kepala juga sering terjadi infeksi bakterial rekuren

• Alopesia patchy, dan rambut kepala yang ada sering wiry, kasar dan berwarna terang. Rambut tubuh jarang bahkan tidak ada

• Biasa dijumpai atresia atau obstruksi duktus lakrimalis

• Kuku normal atau hiperkonfeks dan menebal, distrofi parsial atau bahkan tidak ada kuku

• Seluruh perubahan dapat ditemukan pada pasien yang sama

• Kemampuan berkeringat biasanya normal, meskipun beberapa pasien merasakan intoleransi panas secara subjektif

16.Sindrom AEC disebabkan oleh

a. Mutasi pada tumor supressorr gen P63

b. Mutasi pada gen P20

c. Mutasi pada gen P16

d. Mutasi pada gen GJ12

e. Mutasi pada gen GAB2

17. Bayi baru lahir datang dengan keluhan veiskel dan pustule yang mncul pada kulit yang eritem. Vesikel muncul di seluruh tubuh selain wajah. Erupsi vesikulobulsa tampak dan khas mengikut garis Blaschko. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah

a. Inkontinensia Pigmenti

b. Displasia ectodermal hipohidrotic

c. Displasia ectodermal hiperhidrotik

d. Sindroma Dunning-Krugger

e. Sindroma Holts- Ulrig

Inkontinensia Pigmenti (Sindrom Bloch-Sulzberger)

• Inkontinensia pigmenti (IP) merupakan sindrom neurokutan yang diturunkan secara dominan terkait X dan letal in utero pada sebagian besar laki-laki yang terkena dan ekspresinya bervariasi pada wanita

• Berbagai kelainan rambut, kuku, tulang, gigi, mata, dan saraf berkaitan dengan IP.

• Mutasi pada gen NEMO (nuclear factor-kappa B (NF- B) essential modulator) pada kromosom Xq28 merupakan penyebab IP

• Manifestasi pada kulit secara klasik dibagi menjadi 4 stadium, namun tidak seluruh stadium muncul dan beberapa stadium dapat tumpang tindih

• Kelainan yang terjadi pada kulit terdistribusi mengikuti garis Blaschko

• Lesi kulit pada stadium yang berbeda ditandai oleh:

• Stadium 1: eritema, vesikel dan pustul

• Stadium 2: papul, lesi verukosa, dan hiperkeratosis

• Stadium 3: hiperpigmentasi

• Stadium 4: hipopigmentasi, atrofi dan skar/sikatriks

18. Pada diagnosis inkontinensia pigmenti yang muncul hipopigmentasi, atrofi, dan skar sikatriks, merupakan tahap penyakit pada stadium

a. I

b. II

c. III

d. IV

e. V

19. Seorang anak berusia 3 tahun dikonsulkan dari bagian pediatric karena memiliki bercak warna kecokelatan di beberapa bagian tubuhnya. Pada pemeriksaan fisik anak tampak sehat. Didapatkan makula cafe-au-lait lebih besar dari 5 mm yang berjumlah 8 yang tersebar di seluruh tubuh, Anak juga memiliki benjolan di daerag tangan yang setelah di konsulkan ke bagian bedah merupakan neurofibroma. Berdasarkan gejala di atas diagnosis kinis yang paling mungkin adalah

a.Familial cafe-au-lait spots

b.Neurofibrodermatosis Tipe 1

c.Tuberous sclerosis.

d. Multipel lipomatosis

e. Sindrom Proteus

Neurofibrodermatosis Tipe 1

• Kondisi autosomal dominan dengan insiden 1:3000 kelahiran hidup yang ditandai dengan dua dari tanda berikut, yaitu cafe-au-lait, neurofibroma kutaneus atau plexiform, freckling intertriginosa, glioma optikum, nodul lisch iris, lesi tulang yang khas atau saudara tingkat pertama yang menderita penyakit yang sama

• Neurofibroma: benign nerve sheath tumors, dengan gambaran massa diskret yang menimbul dari saraf perifer

• Klinis 1. Enam atau lebih makula cafe-au-lait lebih besar dari 5

mm pada individu prepubertal, dan lebih dari 15 mm pada individu postpubertal

2. Dua atau lebih neurofibroma tipe apapun atau satu neurofibroma pleksiform

3. Freckling pada regio aksila atau inguinal, dan dibawah payudara

4. Glioma optikum 5. Dua atau lebih nodul Lisch iris 6. Lesi tulang yang dapat dibedakan seperti sphenoid

displasia atau penipisan korteks tulang panjang dengan atau tanpa pseudarthrosis

7. Saudara tingkat pertama (orang tua, saudara) dengan NF-1 dengan kriteria di atas

Penatalaksanaan

• Non medikamentosa

1. Konseling genetik

2. Konsul ophtalmologik

3. Konsul ortopedi

• Medikamentosa

1. Vitamin D3 analog

• Tindakan

1. Bedah Laser untuk cafe-au-lait spots

2. Bedah eksisi untuk neurofibroma kutaneus

20. Terapi yang dapat diberikan untuk pasien dengan Neurofibrodermatosis Tipe 1 adalah

a. Vitamin D1 analog

b. Vitamin D2 analog

c. Vitamin D3 analog.

d. Vitamin D4 analog

e. Bukan Salah satu di atas

21. Terapi pilihan untuk bercak cafe-au-lait spots pada pasien dengan Neurofibrodermatosis Tipe 1 adalah

a. Steroid topikal kekuatan sedang

b. Steroid topikal kekuatan potent

c. Laser

d. Eksisi

e. Flap kulit

22. Inkontinensia pigmenti diturunkan secara

a. X-linked

b. Y-linked

c. Autosomal dominan

d. Autosomal resesif

e. Random

• Inkontinensia pigmenti (IP) merupakan sindrom neurokutan yang diturunkan secara dominan terkait X dan letal in utero pada sebagian besar laki-laki yang terkena dan ekspresinya bervariasi pada wanita

23. Kriteria diagnosis klinis gambaran mayor pada pada tuberous skelrosis adalah, kecuali

a. Makula hipomelanotik

b. Angiofibroma

c. Hamartoma retinal multiple

d. Diplasia kortikal

e. Lesi confetti

Tuberous Sklerosis

• Tuberous sklerosis (TS) merupakan genodermatosis yang diturunkan secara dominan autosomal, ditandai oleh hamartoma di berbagai organ terutama kulit, otak, mata, jantung, dan ginjal

• TS disebabkan oleh mutasi pada 2 gen yang berbeda, yaitu TSC1 pada kromosom 9q34 dan TSC2 pada kromosom 16p13

• Kriteria diagnosis secara genetik: - Mutasi patogenik pada TSC1 atau TSC2 pada DNA dari

jaringan normal (diagnosis definitif) • Catatan: 10-25% pasien TSC tidak ditemukan mutasi

pada pemeriksaan genetik konvensional

Kriteria diagnosis secara klinis Diagnosis definitif: 2 gambaran major atau 1 gambaran major disertai ≥2 minor

Diagnosis possible: 1 gambaran major atau ≥2 gambaran minor

Gambaran major

• Makula hipomelanotik (≥3, diameter sekitar 5 mm)

• Angiofibroma (≥3) atau plak fibrosa di dahi

• Fibroma ungual (≥2) • Shagreen patch • Hamartoma retinal multipel • Displasia kortikal’ • Nodul-nodul subependimal • Subependymal giant cell

astrocytoma • Rhabdomioma kardial • Limfangioleiomiomatosis

(LAM)‡ • Angiomiolipoma (≥2)‡

Gambaran Minor

• Lesi kulit “confetti”

• Lekuk-lekuk pada enamel dental (>3)

• Fibroma intraoral (≥2)

• Patch retinal akromik

• Kista renal multipel

• Hamartoma nonrenal

Catatan: ’ Termasuk tuber dan cerebral white matter radial migration lines ‡ Kombinasi 2 gambaran klinis major LAM dan angiomiolipoma tanpa gambaran lain tidak memenuhi kriteria diagnosis definitif

24. Tuberous sclerosis diturunkan secara

a. Autosomal dominan

b. Autosomal resesif

c. Autosomal campuran

d. X-linked

e. Y-linked

25. Prinsip tatalaksana pada tuberous skelrosis adalah

a. Pencegahan demam

b. Pencegahan kejang

c. Rawat lika

d. Terapi abalasi

e. Bedah eksplorasi

Penatalaksanaan

• Penting dilakukan kerjasama multidisiplin untuk penatalaksanaan: spesialis kulit, spesialis anak, spesialis jiwa, psikolog, spesialis saraf, spesialis mata, spesialis penyakit dalam, radiologi, spesialis bedah, spesialis bedah saraf. (Tabel 1)

• Prinsip: 1. Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang

mengganggu fungsi atau estetika 2. Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat

meningkatkan perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil)

3. Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau laser

top related