cirrhosis hepatic
Post on 20-Jan-2016
116 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Bagian Interna ReferatFakultas Kedokteran Desember 2011Universitas Hasanuddin
Sirosis Hepatis
Oleh:
Thomas Darmawan, S. Ked
Pembimbing:
dr. Winarti Arifuddin
Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikDi Bagian Interna Fakultas Kedokteran
Universitas HasanuddinMakassar 2011
Lembar Pengesahan
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Thomas Darmawan
NIM : C11108362
Judul Referat : Sirosis Hepatis
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Interna Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Desember 2011
Penguji Konsulen Pembimbing,
(dr. Isdiana Kaelan, Sp. Rad) (dr. Winarti Arifuddin)
Mengetahui,Ketua Bagian Interna
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
(Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp. Rad (K))
i
Daftar Isi
Lembar Pengesahan..................................................................................................iDaftar Isi..................................................................................................................iiPendahuluan.............................................................................................................1Anatomi Hati............................................................................................................1Histologi Hati...........................................................................................................3Vaskularisasi Hati....................................................................................................4Fisiologi Hati............................................................................................................5
Regenerasi Hati....................................................................................................7Etiologi.....................................................................................................................8Patofisiologi.............................................................................................................8Diagnosis dan Manifestasi Klinis............................................................................9
Gejala Sirosis........................................................................................................9Pemeriksaan Fisis...............................................................................................11
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................13Komplikasi.............................................................................................................16Penatalaksanaan.....................................................................................................17
Penatalaksanaan sirosis kompensata..................................................................17Penatalaksanaan sirosis dekompensata...............................................................18
Prognosis................................................................................................................19Daftar Pustaka..........................................................................................................1Laporan Kasus..........................................................................................................1
ii
SIROSIS HEPATISThomas Darmawan, Winarti Arifuddin
Pendahuluan
Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok
penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik
normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta
regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang
panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium
lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang
dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis
dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]
Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari
total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ
plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior
berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal
kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan
kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
1
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu. [3,4]
Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]
2
Gambar 2. Permukaan posterior hati [5]
Histologi Hati
Setiap lobus hati
terbagi menjadi struktur-
struktur yang dinamakan
lobulus, yang merupakan
unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap
lobulus merupakan badan
heksagonal dengan diameter
antara 0,8 – 2 mm yang
terdiri atas lempeng-
lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di
antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, tang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain,
sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-
makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati
3
Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati [4]
merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan
organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang
melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran
empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang
dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk
saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus). [3,4]
Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]
Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu
dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini
4
kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-
lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali
menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria
hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan
tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat
serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.
Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada
obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]
Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas
lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan
yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu
mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan
kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada
sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau
sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]
Tabel 1. Fungsi utama hati [3]Fungsi KeteranganPembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak di usus.Metabolisme garam empeduMetabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.
GlikogenesisGlikogenolisisGlukoneogenesis
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Sintesis protein
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian
5
diekskresi dalam kemih dan feses.NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus
terhadap asam amino.
Penyimpanan protein (asam amino)
Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.
KetogenesisSintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian
besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.
Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)
Ruang penampung dan fungsi penyaring
Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran
empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi
ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein
dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting
untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,
6
disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-
faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai
dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).
Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh
ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada
protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain
adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi
dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat
endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh
enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang
dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada
asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,
dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan
karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada
sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan
dengan cara fagositosis. [3]
Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari
tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah
sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian
dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga
2/3 dari seluruh hati. [6,4]
7
Etiologi
Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang
dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]
Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik),
biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]
Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan
hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non
B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya
sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]
Tabel 2. Sebab-sebab sirosis dan penyakit hati kronik [2]Penyakit Infeksi Obat dan Toksin
Bruselosis AlkoholEkinokokus AmiodaronSkistosomiasis ArsenikToksoplasmosis Obstruksi bilierHepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C,
hepatitis D, sitomegalovirus)Penyakit perlemakan hati non alkoholikSirosis bilier primerKolangitis sklerosis primer
Penyakit Keturunan dan MetabolikDefisiensi α1-antitripsin Penyebab Lain atau Tidak TerbuktiSindrom Fanconi Penyakit usus inflamasi kronikGalaktosemia Fibrosis kistikPenyakit Gaucher Pintas jujenoileasPenyakit simpanan glikogen SarkoidosisHemokromatosisIntoleransi fluktosa herediterTirosinemia hereditesPenyakit Wilson
Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
8
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]
Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]
9
Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [7]
10
Pemeriksaan Fisis
Gambar 6. Manifestasi hipertensi portal [8]
Gambar 7. Manifestasi kegagalan fungsi hati [8]
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau
spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan
rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang
sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]
11
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati
hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,
distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. [2]
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
[2]
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
[2]
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap,
seperti air teh. [2]
12
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-
ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]
Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
Batu pada vesika felea akibat hemolisis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]
Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.
[2]
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengeyampingkan adanya sirosis. [2]
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer. [2]
Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi
bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan
hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]
13
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin. [2]
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang. [2]
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme. [2]
14
Gambar 8. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [9]a
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG
a Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati, pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin, albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase , GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik (adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus, HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA, antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP; cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik antineutrofil perifer. [9]
15
Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan
mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,
permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran
vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]
Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain mahal biayanya. [2]
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. [2]
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. [2]
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan berbagai cara. [2]
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]
16
Tabel 3. Grade ensefalopati hepatik [9]
Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]
Penatalaksanaan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa
diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan
berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
17
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan. [2]
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian. [2]
Penatalaksanaan sirosis dekompensata
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. [2]
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
18
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. [2]
Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.
Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu. [2]
Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
[2]
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang
akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan
hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun
untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-
masing 100, 80, dan 45% [2]
Tabel 4. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [9]b
Faktor Unit 1 2 3Serum bilirubin µmol/L < 34 34−51 > 51
mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30
g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0Prothrombin time
Detik pemanjangan 0−4 4−6 >6INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3
Ascites Tidak ada Dapat dikontrol
Tidak dapat dikontrol
Hepatic encephalopathy
Tidak ada Minimal Berat
bKlasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh
kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [9]
19
Daftar Pustaka
x
1.Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. 29th ed. Hartanto H, Setiawan A, Bani AP, Widjaja AC, Adji AS, Soegiarto B, et al., editors. Jakarta: ECG; 2002.
2.Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.
3.Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.
4.Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.
5.Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.
6.Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.
7.Lingappa VL. Liver Disease. In McPhee SJ, Lingappa VL, Ganong WF, Lange JD, editors. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed. Stamford: Appleton & Lange; 2006. p. 321-55.
8.Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.
9.Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.
x
Laporan Kasus
Nama : Tn. H No. Reg. : 235390
Umur : 19 tahun Ruangan : BP1 / 206 − RPK RSLB
Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal MRS : 13 November 2011 (19.15)
Alamat : Jl. Inspeksi Kanal No. 20, Makassar
Keluhan Utama : Perut membesar
Anamnesis Terpimpin :
Perut membesar dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Dirasakan membesar secara perlahan-lahan.
Pasien mengeluh rasa tidak nyaman di seluruh perut terutama bagian kiri atas
sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, seperti tertekan
benda tumpul, tidak menjalar, tidak berhubungan dengan makanan, lamanya
nyeri tidak menentu (5 menit – 30 menit), tidak sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari, dialami terakhir kali 1 hari sebelum masuk rumah sakit sekitar
pukul 13.00 WITA.
Pasien mengaku nafsu makan berkurang dan cepat merasa kenyang meskipun
makan lebih sedikit dari biasanya dirasakan terutama 3 bulan terakhir.
Pasien juga mengaku terdapat penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir,
tetapi tidak diketahui secara pasti (diperkirakan ± 10 kg).
Mual (-), muntah (-), buang angin (+) terakhir kali ±5 jam sebelum masuk
rumah sakit
Pasien mengeluh lemas seluruh badan yang dialami sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit.
Demam (-) riwayat demam (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)
BAB :Biasa, warna kuning-coklat, setiap hari. Riwayat BAB hitam encer (-)
BAK : Kesan lancar, warna kuning jernih. Riwayat kencing pekat/berwarna
seperti teh (+) tidak diketahui secara pasti (diperkirakan ± 1 tahun sebelum
masuk rumah sakit)
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat sakit kuning tidak diketahui
Riwayat malaria disangkal, bepergian ke daerah endemik malaria disangkal
Riwayat Pribadi :
Riwayat mengkonsumsi jamu-jamu disangkal
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal
Riwayat transfusi disangkal
Riwayat Keluarga :
Riwayat kakak dengan kondisi sama (+) sudah dialami sekitar 2 tahun lalu.
Saat ini masih hidup dan berumur 40 tahun.
Pemeriksaan Fisis :
Deskripsi umum :Kesan Sakit : Sakit SedangGizi : Gizi kurangKesadaran : Kompos Mentis (E4M6V5)
AntropometriBerat Badan : 61 kg (Berat Badan Koreksi : 49 kg)Tinggi Badan : 168 cmIMT : 17,36 kg/m2
Tanda vitalTekanan darah : 120/70Nadi : 92 x/menit, reguler, kuat angkatPernapasan : 32x/menit, tipe thoracoabdominalSuhu axilla : 37,4 °C aksiler
Kepala :Mata : Konjungtiva anemis(+), Sklera ikterik(-), Pupil isokor ø2,5 mmLeher : Tidak teraba massa tumor, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada nyeri tekan, DVR R-2 cm H2O, tidak ada deviasi trakhea
Telinga : Tidak ada otorrheaHidung : Bentuk normal, tidak ada rinorrheaRongga Mulut : Bibir tidak sianosis
Thorax :Inspeksi : Simetris hemithoraks, gynecomasti (+), spider nevi (-)Palpasi : MT (-), NT (-)Perkusi : Sonor, batas paru hepar: ICS VI kanan depanAuskultasi : Bunyi pernapasan: vesikuler, bunyi tambahan: RH -/- Wh -/-Jantung:
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampakPalpasi : Ictus Cordis tidak terabaPerkusi : pekak, batas jantung kesan normalAuskultasi : BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)
AbdomenInspeksi : Cembung, ikut gerak nafas, umbilikus menonjol, terlihat vena
kolateral.Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normalPalpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, hepar tidak
teraba, limpa teraba scuffner IV.Perkusi : Timpani, ascites (+) shifting dullness
EkstrimitasEdema dorsum pedis dan pretibial +/+Eritema palmaris (-)
Lain-lainRectal touche : Sphincter mencekik, mukosa licin. Feses (+) warna kuning,
darah (-), lendir (-)
Pemeriksaan Penunjang SementaraDarah Rutin (13/11/2011)WBC 3,3 × 103/mm3
RBC 3,83 × 106/mm3
HGB 8,6 g/dLHCT 28,6 %MCV 74,7 fLMCH 22,5 PgMCHC 36,6 g/dL
PLT 37 × 103/mm3
Diagnosis SementaraSusp. Sirosis hepatis dekompensata e. c. ?Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
Rencana PemeriksaanDarah rutin, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, GGT, HbsAg, Anti HCV, ALP, Bil. Direk, Bil. Total, Albumin, Protein total, Albumin.
Follow Up Harian
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi
13/11/11T:120/70 mmHgN:92 x/mntP:32 x/mntS: 37,4 °C
S: Perut membesar (+), mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/GK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+ spider nevi (-)
RT: Sphincter mencekik, mukosa licin, feses (+) warna kuning, lendir (-), darah (-)
A:Susp. sirosis hepatis dekompensata e.c. ?
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
Pemeriksaan:DR, URKreatinin, ureumSGOT, SGPTHbsAg, Anti HCVALP, Albumin, Protein total, Cholesterol, triglycerida, Bilirubin total, Bilirubin directUSG Abdomen
14/11/11T:120/80 mmHgN:100 x/mntP:28 x/mntS: 36,2 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
USG Abd: Kesan: Hepatosplenomegali et cause Sirosis hepatis
A:Susp. sirosis hepatis dekompensata e.c. ?
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
R/ Diet heparIstirahatBalans cairan
IFVD NaCl 0,9% 8 tpmSpironolactone 100g 1-0-0
DR, LEDADT, retikulositKreatinin, ureumSGOT, SGPTHbsAg, Anti HCVAlbumin, Protein total, Cholesterol, triglycerida, Bilirubin total, Bilirubin direct
15/11/11T:120/70 mmHgN:92 x/mntP:32 x/mntS: 37,4 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)
R/ Diet heparIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
IVFD NaCl 0,9% 8 tpmSpironolactone 100g 1-0-0
Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
LAB:WBC 3,1
1× 103/mm3 MCV 68 fL
RBC 3,58
× 106/mm3 MCH 22,3 Pg
HGB 8,0 g/dL MCHC 32,7 g/dLHCT 24,
5% LED 58 /1 jam
PLT 26 × 103/mm3
cr: 1,25 ur: 36TKK: 67,2SGOT: 201,8 as.urat: 3,9SGPT: 36 Col: 87Alb: 2,5 bil tot: 1,75Tot prot: 6,1 bil. Direk: 1,05
GDS: 116Trigliserida: 70
PT: 21,3INR :1,92APTT :60,9HbsAg: (+)
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
Konsul GiziKonsul HOM
16/11/11T:130/90 mmHgN:80 x/mntP:28 x/mntS: 37,9 °CLP: 96 cm
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
R/ Diet heparIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Aff infus pasang co-neck
Spironolactone 100g 1-0-0
17/11/11T:130/80 mmHgN:80 x/mntP:24 x/mntS: 36,5 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
R/ Diet heparIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
Spironolactone 100g 1-0-0
17/11/11 G E HKU: Perut membesarAT: MRS dengan nyeri seluruh perutDialami sejak 3 bulan laluMakin membesar ± 1 bulan terakhirRiwayat sakit kuning tidak jelasO: Anemis (+), ikterus (-), sianosis (-)Hepar tidak terabaLien teraba sc.IV, NT (-)Eritema palmaris (-)Genitalia HIL (D)LAB: DR: pansitopeniaWBC: 3100, Plt: 20.000Hb: 8USG: Hepatosplenomegali ec. SirosisAsites (+)Alb/glob: 2,5/3,6Alp: 201 (WNL)GPT: 36HbsAg (+)A: Susp. Chronic liver disease ec. HBV
Pansitopenia e.c. ?DD/ Malaria
TU/Periksa:GOT/GPT, γGT PT/APTT, HBV DNADDR
CT Scan Abdomen
17/11/11 G i z i K l i n i kKU: Cepat rasa kenyangAT: Dialami ±1 minggu lalu setelah perut yang semakin membesar. Mual (+), muntah (-), sesak (-), batuk (-)BAB: Belum hari iniBAK: 150 cc/12 jamRPS: Hepatitis tidak jelasFood History: Pantangan (-), alergi (-)FR 24 jam = ±900 kkalAntro: BB= 61 kg; BB koreksi asites + udem = 20%
PB=170 cm =49 kgBBI= 63 Kg; IMT=17 kg/m2
PF: Anemis (+) ikterus (-)Subcutaneus fat loss (-)Asites (+)Udem pretibial + dorsum pedis (+)Lab: Hb= 8,0 ↓ (MCV, MCH, MCHC ↓)
R/ Diet 2300 kkal via oralRendah lemakKomposisi:KH= 75%P= 10% ≈ 57,5 gr/hrL= 15%Berupa makanan biasa 3×/hrSusu hepatosol 2×250 kkal
Tle = 500 ↓Ur/Cr= 36/1,25 SGOT/SGPT= 201,8↑/36Alb= 2,5↓ TKK= 65,8↓Bil. Total= 1,75↑ Bil. Direk= 1,05↑Status Gizi: gizi kurangStatus metab:
- Gangguan fungsi hepar- Gangguan fungsi ginjal- Anemia kesan def. Fe- Deplesi berat sistem imun- Hipoalbuminemia sedang
KEB= 1458,6 kkalKET= 2300 kkal
18/11/11T:120/80 mmHgN:82 x/mntP:22 x/mntS: 36,2 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-)BAB : hitam, keras kemarinBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
γGT, PT, APTT
19/11/11T:120/70 mmHgN:92 x/mntP:32 x/mntS: 37,4 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
LabWBC 3,0
1× 103/mm3 MCV 70 fL
RBC 3,83
× 106/mm3 MCH 22,4 Pg
HGB 8,6 g/dL MCHC 31,9 g/dLHCT 26,
9% LED 33 /1 jam
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
Ulang pemeriksaan lab hari senin+ SGOT,PT, APTT + ADTBMP (Edukasi & rencana)
PLT 29 × 103/mm3
SGPT 41 U/LBil. total 1,3
4mg/dL
Bil. direk 0,92
mg/dL
Apusan darah tepi:Kesan: PansitopeniaUsul: Hitung retikulosit
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
21/11/11T:120/80 mmHgN:72 x/mntP:20 x/mntS: 36,7 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem +/+
Apusan darah tepi:Kesan: Pansitopenia susp. kause infeksi dd/ anemia aplastikUsul: BMP
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
22/11/11T:110/70 mmHgN:76 x/mntP:20 x/mntS: 36,6 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
LabWBC 2,70 × 103/mm3 MCV 69 fL
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
BMP hari ini
RBC 4,01 × 106/mm3 MCH 22,2 PgHGB 8,9 g/dL MCHC 32,1 g/dLHCT 27,8 %PLT 30 × 103/mm3
ALP 243,7 U/L Bil. total 1,34 mg/dLSGPT 41 U/L Bil. direk 0,92 mg/dLAlb 2,7 g/dL γGT 45 U/LTot.prot
10,9 g/dL
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
23/11/11T:110/70 mmHgN:76 x/mntP:20 x/mntS: 36,6 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. ?
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
BMP blm ada hasil
24/11/11T:110/70 mmHgN:76 x/mntP:20 x/mntS: 36,6 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-), tidak bisa tidurBAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
BMP: Kesan = MDS RAEB
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. susp. MDS
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
Spironolakton 100 mg 1-0-0
25/11/11T:100/60 mmHgN:70 x/mntP:22 x/mntS: 36,3 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-), BAB hitam (-), tidak bisa tidurBAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hari
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
LabWBC 2,50 × 103/mm3 MCV 70 fLRBC 3,80 × 106/mm3 MCH 22,3 PgHGB 8,5 g/dL MCHC 31,7 g/dLHCT 26,7 % LED 30 /1 jamPLT 42 × 103/mm3
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Anemia mikrositik hipokrom e.c. susp def. FePansitopeni e.c. susp. MDS
Spironolakton 100 mg 1-0-0
Lapor ulang hema
Cek retikulosit
H O M :S: Sulit tidur
Demam (-) mual (-), muntah (-)Nyeri ulu hati (-)Nyeri dada (-)Nyeri tulang (-)
O: Anemia (-)Hepar tt
A: pansitopeni ec?MDS
R/ Diet sesuai bag. GK
ivelip/clinimix = 1:1Leucogen 1 amp/3 hariCernevit 1 amp/24jam/dripsTransfusi thrombocyte concentrate 2 bag
26/11/11T:100/60 mmHgN:70 x/mntP:22 x/mntS: 36,3 °C
S: Perut membesar (+) berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), sesak (-) BAB hitam (-) sulit tidur (+)BAB : lancar, kesan normalBAK : lancar, kesan normal
O: SS/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
A:Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh B
Ensefalopati Hepatik grade IMDS RAEB
R/ Diet sesuai bag. GKIstirahatBalans cairan
Ukur LP/hari, BB/hariSpironolakton 100 mg 1-0-0
Cek ulang lab hari senin
Muntah darah R/ IFVD RL: 28 tpmAdona 1 ampVit K/ dripsInj. metoclopramide
Muntah darah R/ Vit K/12 jam/IV
Adona drips/TGCPantoprazole/drips/IV
28/11/11 KU: Kesadaran menurun
A/ Ensefalopati Hepatik grade IV e.c. Sirosis Hepatis Dekompensata
R/Pindah RPKPasang kateterInj comafusin 2 kolf/hariFollow up TU/ 30 menitPasang infusIFVD NaCl 0,9% 28 tpm
28/11/11 S: Tidak Sadar
O: SB/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
A:Penurunan kesadaran e. c. Ensefalopati Hepatik grade IV
Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh CMDS RAEB
R/ Diet sesuai bag gizi klinikPasang NGTTransamin 1 amp/8jam/IVComafusin 1 botol/hariTransfusi TC 2 UKlisma pagi & soreCeftriaxone 1 gr/12 jam/IVPantoprazole 1 amp/12jam/IV
EKG
Visite Chief Ruangan Transfusi PRC 2 unitSandostatin (ocreotide) 100 mikrogram (IV) bolus, selanjutnya 100 mikrogram/8 jam dripsKonsul GastroenterohepatologiCek BT, aPTT, PT
G E H :S: Tidak sadarO: Anemis (+)
Rh (-/-) wh (-/-)S1 S2 Reguler
A: Ensefalopati hepatik gr IVSHD
R/ Diet rendah protein 0,8 gr/kgBB/hrBalance cairanKoreksi anemiaComafusin 1000 ml/hariKlisma pagi & soreUsul UGIE (jika KU memungkinkan)Jika memungkinkan berikan somatostatin 100 µg/bolus + somatostatin 100 µg/8 jam
29/11/11 S: Tidak Sadar
BAB hitam (+) volume ↓
O: SB/CK/CM
Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-)Leher: MT (-) DVS R-2 cmH2OThorax: BP Vesikuler rh -/- wh -/-
R/ Diet rendah protein 0,8 gr/kgBB/hrBalans cairanIFVD NaCl 0,9% 14 tpmComafusin 1 botol/hariTransfusi TC 2 UKlisma pagi & sore
Cor: BJ I/II murni reguler, bising (-)Abd: Hepar tidak teraba. Lien sc IVAscites (+) shifting dullnessEks: udem -/-
LabWBC 30,6 × 103/mm3 MCV 68 fLRBC 2,49 × 106/mm3 MCH 24,6 PgHGB 6,1 g/dL MCHC 36,3 g/dLHCT 16,9 %PLT 239 × 103/mm3
K 5,33 mmol/L PT 30,0 detikNa 134,8 mmol/L INR 2,68 detikCl 103,9 mmol/L APTT 70,9 detikCa 1,25 mmol/LpH 7,53
A:Penurunan kesadaran e. c. Ensefalopati Hepatik grade IV
Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh CMDS RAEB
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IVPantoprazole 1 amp/12jam/IVVit K 1 amp/8 jam
Cr ulang
Rencana transfusi PRC 2 U
Pasien pulang paksa
Pemeriksaan penunjangLab 13/11/11 14/11/11 18/11/11 21/11/11 24/11/11 28/11/11 Normal Satuan
WBC 3,3 3,11 3,01 2,7 2,5 30,6 3,8-10,6 × 103/mm3
RBC 3,83 3,58 3,83 4,01 3,80 2,49 4,4-5,9 × 106/mm3
HGB 8,6 8,0 8,6 8,9 8,5 6,1 13,2-17,3
g/dL
HCT 28,6 24,5 26,9 27,8 26,7 16,9 40-52 %
PLT 37 26 29 30 42 239 150-450 × 103/mm3
MCV 74,7 68 70 69 70 68 82-92 fL
MCH 22,5 22,3 22,4 22,2 22,3 24,6 27-31 Pg
MCHC 30,1 32,7 31,9 32,1 31,7 36,3 32-37 g/dL
LED 58 33 30 0-10 /1 jam
Creatinine 1,25 0,64-1,10
mg/dL
Ureum 36 10-50 mg/dL
ALP 201,8 243,7 100-290 U/L
SGPT 36 41 41 0-42 U/L
Albumin 2,5 2,7 3,5-5,2 g/dL
Tot. Protein 6,1 10,9 6,6-8,8 g/dL
Cholesterol 87 0-200 mg/dL
Triglycerides 70 0-200 mg/dL
Bil. Total 1,75 1,34 1,19 0,2-1,2 mg/dL
Bil. Direct 1,05 0,92 0,96 0-0,3 mg/dL
GDS 116 70-140 mg/dL
γGT 45 0-50 U/L
K 5,33 mmol/L
Na 134,8 mmol/L
Cl 103,9 mmol/L
Ca 1,25 mmol/L
pH 7,53
PT 21,3 30,0 Detik
INR 1,92 2,68 Detik
APTT 60,9 70,9 Detik
Urinalisa14/11/11 15/11/11
Eryth (-) 0-2Leuco 1-2 1-2Cylind (-) (-)Epith cell 1-2 2-3Bact (-) (-)Cristal (-) (-)
Patologi klinikPemeriksaan 14/11/11HbsAg (+)Anti HbsAg (-)HCV (-)
Apusan Darah Tepi18/11/11 21/11/11
Kesan Pansitopeni Pansitopeni susp. e.c. infeksi dd/ anemia aplastikSaran Hitung retikulosit BMP
USG Abdomen (14/11/11)Kesan: Hepatosplenomegali et cause Sirosis Hepatis.
Bone Marrow Punction (22/11/11)Kesan : MDS RAEB
Resume
Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang dengan perut membesar yang dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dirasakan membesar secara perlahan-lahan. Pasien juga mengeluh rasa tidak nyaman di seluruh perut terutama bagian kiri atas sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, seperti tertekan benda tumpul, tidak menjalar, tidak berhubungan dengan makanan, lamanya nyeri tidak menentu (5 menit – 30 menit), tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, dialami terakhir kali 1 hari sebelum masuk rumah sakit sekitar pukul 13.00 WITA. Pasien mengaku nafsu makan berkurang dan cepat merasa kenyang meskipun makan lebih sedikit dari biasanya dirasakan terutama 3 bulan terakhir. Pasien juga mengaku terdapat penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir, tetapi tidak diketahui secara pasti (diperkirakan ± 10 kg). Mual (-), muntah (-), buang angin (+) terakhir kali ±5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh lemas seluruh badan yang dialami sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Demam (-) riwayat demam (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-) BAB kesan normal. BAK kesan normal. Riwayat kencing pekat/berwarna seperti teh (+) tidak diketahui secara pasti (diperkirakan ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit). Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat sakit kuning tidak diketahui. Riwayat malaria disangkal, bepergian ke daerah endemik malaria disangkal. Riwayat Pribadi: Riwayat mengkonsumsi alkohol. Riwayat Keluarga: Riwayat kakak dengan kondisi sama (+) sudah dialami sekitar 2 tahun lalu. Saat ini masih hidup dan berumur 40 tahun.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan sakit berat, gizi kurang, dan kesadaran compos mentis. Tanda vital Tekanan darah:120/70 mmHg, Nadi : 92 x/menit, reguler, kuat angkat. Pernapasan :32x/menit, tipe thoracoabdominal. Suhu axilla : 37,4 °C aksiler. Anemis, tidaka da ikterus, abdomen: limpa teraba scuffner IV, asites (+) shifting dullness, tampak vena kolateral. Edema tungkai (+), tidak tampak eritema palmaris.
WBC 2,7. 10³/µL, HGB 8,9 g/dl, PLT 30. 10³/µL, SGPT 41 U/L, GDS 116 mg/dL, PT 30,0; APTT 70,9, Albumin 2,7mg/dL, Protein Total 10,9 mg/dL, Alkali Fosfatase 243,7 mg/dL. Hasil USG abdomen : Hepatosplenomegaly et causa Sirosis Hepatis. Pada hari perawatan ke-12, pasien mulai menunjukkan gejala ensefalopati hepatikum grade I, dan pada perawatan hari ke-14 pasien hematemesis kemudian menunjukkan gejala ensefalopati hepatikum grade IV
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium, maka pasien ini dapat didiagnosis sebagai Penurunan kesadaran e. c. Ensefalopati Hepatik grade IV, Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV, Child-Pugh C, MDS RAEB.
Diskusi
Pasien datang dengan keluhan utama perut membesar (distensi abdomen), diduga beberapa penyebab distensi abdomen, yaitu fas (flatus), lemak (fat), cairan (fluid), feses, dan fetus. Penyebab fetus dapat disingkirkan berdasarkan jenis kelamin pasien : laki-laki. Penyebab gas dan feses dapat disingkirkan berdasarkan anamnesis dimana pasien masih buang angin (terakhir 5 jam sebelum masuk rumah sakit) dan buang air besar dengan konsistensi biasa warna kuning-coklat, lendir (-), darah (-). Berdasarkan data antropometrik, BB koreksi pasien = 49 Kg dengan IMT=17,36 kg/m2 dengan status gizi kurang, maka penyebab lemak dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan fisis juga diperoleh bukti shifting dullness (+), yang menandakan bahwa penyebab distensi abdomen pada pasien ini merupakan cairan atau disebut juga ascites.
Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkan ascites, antara lain sirosis hepatis, gagal jantung kongestif, hipotiroidisme, dan peritonitis.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan gejala-gejala gagal jantung kongestif, seperti sesak nafas terutama setelah beraktivitas, terbangun tengah malam dengan sesak nafas, harus tidur dengan bantal yang menyangga kepala lebih dari dua buah (posisi ½ duduk). Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh peningkatan desakan vena sentralis, kardiomegali, irama gallop (S3), dan takikardi.
Diagnosis hipotiroidisme juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan gejala-gejala hipotiroidisme, seperti lebih menyukai suhu yang panas, selalu merasa kedinginan atau tidak tahan dingin, konstipasi, jarang berketingat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh bradikardi, suhu tubuh dingin, dan edema non-pitting.
Diagnosis peritonitis juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan nyeri perut hebat yang muncul tiba-tiba, perut terasa kaku, dan perut terasa panas atau hangat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak didapatkan rigiditas abdomen, hilangnya pekak hepat, nyeri tekan seluruh abdomen dan nyeri pantul.
Pasien didiagnosis Sirosis Hepatis (SH), oleh karena ditemukannya gejala kegagalan fungsi hati disertai dengan tanda-tanda hipertensi porta, yaitu splenomegali, ascites, edema tungkai, adanya vena kolateral. Pada pasien ini, juga terjadi penurunan nafsu makan, mual, dan kembung. Diagnosis ini semakin diperkuat dengan adanya hasil lab rasio albumin/globulin yang terbalik dan hasil USG abdomen yang menyatakan hepatosplenomegali et cause sirosis hepatis. Kemudian pada perawatan hari ke-12, pasien mulai menunjukkan gejala ensefalopati hepatikum grade I, dan pada perawatan hari ke-14 pasien menujukkan gejala ensefalopati hepatikum grade IV.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : sebagai metabolisme karbohidrat, sebagai
metabolisme lemak, sebagai metabolisme protein, sebagai hemodinamik, sebagai detoksikasi, sebagai metabolisme bilirubin.
Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya berat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik.
Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati primer (hepatoma).
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu :
Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan. Pasien ini mendapatkan penatalaksanaan berupa
Spironolakton merupakan diuretika hemat kalium yang bekerja ditubulus ginjal dan menahan reabsorbsi Na. pemberian spironolakton diawali dengan dosis 100-200mg/hari. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid yang merupakan diuretic kuat dengan dosis 20-40 mg/hari dan diberikan secara bertahap untuk menghindari dieresis berlebihan. Respon diuretic bila dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari yang tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila edema kaki ditemukan. Jika tidak ada respon pemberian furosemid bias ditambahkan dosisnya, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Pengeluaran asites bisa 4-6 liter dan diikuti dengan pemberian albumin. Target dari pemberian terapi berupa tirah baring, diet rendah garam, dan terapi diuretika adalah peningkatan dieresis sehingga berat badan menurun 400-800gr/hari. Pasien yang edema perifer penurunan berat badan 1500 gr/hari.
Tindakan yang lain berupa parasintesis, baru dapat dikerjakan bila ascites cukup besar yang dapat menimbulkan kesulitan pernafasan.
Pasien sempat mengalami hematemesis. Hematemesis dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti pecahnya varises esofagus, perdarahan tukak peptik, gastritis erosif, esofagitis, sindrome Mallory-Weiss, dan keganasan. Pada pasien ini belum dapat ditentukan secara pasti letak sumber perdarahan, tetapi diduga perdarahan diakibatkan oleh ruptur varises esofagus. Terapi yang diberikan berupa pemasangan NGT, pemberian injeksi vitamin K, asam tranexamat (transamin), proton pump inhibitor (pantoprazole 1 amp/12jam/IV), transfusi thrombocyte concentrate, dan rencana pemberian ocreotide/somatostatin (terkendala masalah biaya).
Pasien juga mengalami kesadaran menurun. Dimana berdasarkan pemeriksaan penunjang dapat disingkirkan penyebab intoksikasi obat, penyakit metabolik, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan keseimbangan elektrolit, sehingga besar kemungkinan penyebab kesadaran menurun pada pasien ini adalah ensefalopati hepatikum. Ensefalopati hepatikum adalah suatu sindrom neuropsikiatri kompleks yang terjadi pada penyakit hati akut maupun menahun, yang ditandai oleh gangguan kesadaran, tingkah laku, perubahan kepribadian, gangguan neurologis, asterixis (flapping tremor), serta adanya perubahan nyata elektroensefalografi. Ensefalopati hepatik umumnya terjadi pada stadium terminal dari penyakit hati kronik, seperti sirosis hepatis dan tumor ganas hati. Pada pasien ini ensefalopati hepatikum disebabkan oleh sirosis hepatis. Terapi pada ensefalopati hepatikum meliputi terapi suportif berupa pemberian kalori yang cukup dan mengatasi komplikasi yang ditermu. Berikutnya adalah mengurangi produksi dan absorbsi amonia dengan cara restriksi protein dan pembersihan usus. Upaya pembersihan usus dilakukan dengan pemberian antibiotik serta klisma. Pada pasien ini terapi berupa pemberian comafusin (1 botol/hari), antibiotik golongan sefalosporin generasi III (ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV), dan klisma (pagi dan sore setiap hari).
Pasien ini didiagnosis dengan Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV (Child-Pugh B), kemudian berlanjut menjadi Sirosis hepatis dekompensata e.c. HBV (Child-Pugh C) akibat munculnya komplikasi berupa ensefalopati hepatikum grade IV, dan mengingat bahwa pengobatan sirosis hepatis hanya merupakan simptomatis dan mengobati penyulit, secara umum dapat dikatakan bahwa prognosis pada pasien ini buruk, terlebih lagi bahwa sampai saat ini angka mortalitas ensefalopati hepatikum masih amat tinggi.
top related