case report kedokteran keluarga
Post on 08-Aug-2015
154 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat,
iman dan Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kepaniteraan klinik
dengan judul “Wanita 45 tahun dengan Diabetes Melitus Tipe 2, Dislipidemia
dan Obesitas dengan fungsi keluarga yang kurang sehat” untuk memenuhi
sebagian syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran
Keluarga di Puskesmas Wirobrajan. Semoga shalawat dan salam selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang telah
berjuang dengan membawa agama Allah.
Banyak hambatan dalam penyusunan makalah ini, namun berkat dukungan
dari banyak pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kepaniteraan
klinik kedokteran keluarga ini. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. dr. AS Williamto, selaku Kepala Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta.
2. dr. Nurzammi, sebagai dokter pembimbing klinik di Puskesmas Wirobrajan.
3. dr.Iman Permana, M.Kes, sebagai dokter pembimbing Ilmu Kedokteran
Keluarga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini dan
selanjutnya.
Semoga laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 11 Desember 2012
Penyusun,
Fatkhur Ruli M Q
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
KATA PENGANTAR...................................................................................... 3
DAFTAR ISI.................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 7
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 7
B. Profil Puskesmas Wirobrajan .................................................... 8
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 11
D. Manfaat Penulisan...................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 13
A. Diabetes Melitus......................................................................... 13
1. Definisi..................................................................................... 13
2. Klasifikasi................................................................................. 14
3. Diagnosis.................................................................................. 15
B. Dislipidemia............................................................................... 19
1. Definisi..................................................................................... 19
2. Epidemiologi............................................................................. 20
3. Klasifikasi................................................................................. 21
4. Faktor Resiko............................................................................ 24
5. Kriteria Diagnostik................................................................... 25
4
C. Obesitas...................................................................................... 27
1. Definisi..................................................................................... 27
2. Pengukuran Antropometri........................................................ 29
BAB III PRESENTASI KASUS ................................................................... 31
A. Anamnesis ................................................................................. 31
B. Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 32
C. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 34
D. Diagnosis Banding..................................................................... 34
E. Diagnosis ................................................................................... 34
F. Terapi......................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 38
A. Analisis Kasus ........................................................................... 38
B. Analisis Kunjungan Rumah ...................................................... 39
C. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Satu Rumah................ 42
D. Genogram Keluarga................................................................... 43
E. Nilai APGAR Keluarga.............................................................. 44
F. SCREEM Keluarga ................................................................... 45
G. Identifikasi Fungsi Keluarga ..................................................... 45
H. Identifikasi PSP (Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku) ................ 47
I. Pedoman Umum Gizi Seimbang ............................................... 48
J. Identifikasi Masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ............. 49
K. Pelaksanaan Program ................................................................ 49
L. Diagnosis Kesehatan Keluarga.................................................. 50
5
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 51
A. Kesimpulan ............................................................................... 51
B. Saran .......................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 53
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA)
2003, merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Soegondo, 2004).
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan pening-
katan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Dislipidemia mengacu pada
kondisi di mana terjadi abnormalitas profil lipid dalam plasma. Beberapa kelainan
fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL. Berbagai perubahan profil lipid
tersebut saling terkait satu dengan lain sehingga tidak dapat dibicarakan sendiri-
sendiri. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias
sindrom metabolik selain diabetes dan hipertensi.
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan
dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah
kondisi kelebihan lemak, baik diseluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian
tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
7
ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan >25% pada wanita karena
lemak (Ganong W.F. 2003).
Obesitas merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan
lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh ( Mayer,
1973 dalam Pudjiadi, 1990). Obesitas dari segi kesehatan merupakan salah satu
penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi
kebutuhannya. Perbandingan normal antara lemak tubuh dengan berat badan
adalah sekitar 12 – 35 % pada wanita dan 18 – 23 % pada pria. Obesitas
merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya penyakit degeneratif
seperti Diabetes Melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi (Laurentia,
2004)
B. Profil Puskesmas Wirobrajan
Puskesmas Wirobrajan adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan di
wilayah kerja Kecamatan Wirobrajan. Unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan
adalah unit yang melaksanakan tugas teknis operasional di wilayah kerja
puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Di Kecamatan Wirobrajan terdapat satu puskesmas induk yaitu Puskesmas
Wirobrajan dengan Puskesmas Pembantu Tegalmulyo. Puskesmas Wirobrajan
terletak di kota Yogyakarta dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah
utara adalah Kecamatan Tegalrejo, sebelah timur adalah Kecamatan Ngampilan
dan Kecamatan Matrijeron, sebelah selatan dan barat adalah Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul.
8
Luas wilayah Kecamatan Wirobrajan 1,78 km2 dengan pembagian kelurahan
menjadi 3 kelurahan yang terdiri dari: Kelurahan Pakuncen yang terletak di bagian
utara dengan 58 RT dan 12 RW, Kelurahan Wirobrajan terletak di bagian tengah
dengan 56 RT dan 12 RW, Kelurahan Patangpuluhan terletak di bagian selatan
dengan 51 RT dan 10 RW.
Jumlah penduduk Kecamatan Wirobrajan adalah 29.225 jiwa. Dengan jumlah
kepala keluarga 8.592 dan terdiri dari 165 RT, 34 RW serta 36 posyandu. Sasaran
kesehatan wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan yang mengacu pada Indikator
Indonesia Sehat 2010 dan SPM seperti derajat kesehatan, keadaan lingkungan,
perilaku hidup bersih dan sehat, pelayanan kesehatan, perbaikan gizi masyarakat.
Puskesmas Wirobrajan belum dilengkapi dengan fasilitas rawat inap namun
sudah terdapat fasilitas ambulans dan UGD yang pada saat jam kerja dapat
digunakan. Kegiatan pelayanan umum meliputi balai pengobatan umum (BPU),
balai pengobatan gigi (BPG), BKIA/KB, unit farmasi, unit puskesmas keliling,
UKS, konseling gizi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan poli lansia,
konseling PHBS, konseling psikologi, dan konseling berhenti merokok.
Untuk mencapai sasaran wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan seperti disebut
di atas, dokter keluarga juga dapat berperan didalamnya. Pelayanan kedokteran
keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh dan memusatkan
pelayanannya pada keluarga sebagai suatu unit. Di mana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.
9
Pelayanan dokter keluarga yang melibatkan dokter keluarga sebagai penapis
(goal keeper) di tingkat pelayanan primer, dokter spesialis di tingkat pelayanan
sekunder, rumah sakit rujukan, dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang
berkerja secara bersama-sama menempatkan dokter keluarga pada posisi yang
sangat strategis dalam pembangunan kesehatan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan dokter keluarga adalah suatu
bentuk pelayanan kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat yang bermutu
namun terkendali biayanya, yang tercermin dalam tata laksana pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh dokter keluarga.
Tabel 1. Rekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas WirobrajanPeriode Januari – Oktober 2012
No. ICD Diagnosis Jumlah
1 J.06 Infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas 3703
2 I.10 Hipertensi primer 3594
3 J.00 Common cold/ Nasopharyngitis acute 2591
4 K.04 Penyakit pulpa dan periapikal 1568
5 E.11 Diabetes Mellitus tipe 2 (NIDDM) 1468
6 M.791 Mialgia 1145
7 R.51 Nyeri kepala (headache) 1086
8 E.78 Gang. Metabolisme Lipid & Lipoprotein 855
9 R.50 Febris/ demam 829
10 A.09 Diare dan gastroenteritis 825
C. Tujuan Penulisan
10
1. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu
gambaran, penjelasan yang lebih mendalam mengenai penyakit
diabetes melitus, obesitas dan dislipidemia ini. Diharapkan masyarakat
dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini dengan cara yang
tepat.
2. Penulisan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga
ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Keluarga, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
3. Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan
kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada penderita
penyakit. Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku atau
gaya hidup apakah telah mendukung pengobatan farmakologi atau
tidak. Selain itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar
pasien dan keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang
diabetes sehingga dapat diminimalisir terjadinya komplikasi yang
terjadi.
D. Manfaat Penulisan
11
1. Manfaat untuk puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka
mengoptimalkan peran puskesmas.
2. Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELITUS
1. DEFINISI
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu
yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau
penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan
oleh adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Suyono, 2006).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya(Sudoyo,Aru W,2006).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala
lapisan umur dan sosial ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
13
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (PERKENI, 2006).
2. KLASIFIKASIDiabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera
pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu
diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus,
dan diabetes melitus gestasional (Adam, John MF, 2000).
American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in
Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang
disajikan dalam (Dewi, Debhryta Ayu, 2009):
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
14
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya
kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa
faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik
pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan
terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau
dialami selama masa kehamilan.
3. DIAGNOSIS
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus,
pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang
terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga
dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk
pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru
W, 2006).
15
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini (PERKENI, 2006) :
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes
melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl, kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes
toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan
≥ 200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2006).
16
Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan
kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W, 2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa
terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan
tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan
faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari (PERKENI, 2006).
17
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk
menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa
darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis
diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu. Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006.
18
B. Dislipidemia
1. Definisi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid
yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (>240mg/dl), kolesterol
LDL(>160 mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (>200 mg/dl) serta penurunan kadar
HDL (<40 mg/dl).
Tabel 5. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 (mg/dl).6
19
2. Epidemiologi Dislipidemia
Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian
MONICA di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total
pada wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat
menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Dibeberapa daerah
nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang
(1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar
kolesterol > 250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA
I terdapatlah hiperkolesterolemia 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria.
Pada MONICA II hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14
% pria.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004) terhadap
656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan
Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol >240 mg/dL)
pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling banyak di Padang dan
Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung (52,2%) dan
Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi
dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada
pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut
ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%)
dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun (52,3%) dan berusia
diatas 70 tahun (52,6%).
20
3. Klasifikasi Dislipidemia
Dislipidemia dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi fenotipik dan
patologik.
a. Klasifikasi Fenotipik
Klasifikasi fenotipik pada dislipidemia dibagi atas klasifikasi berdasarkan
EAS, NCEP, dan WHO.
i. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)
Pada klasifikasi berdasarkan EAS, dislipidemia dibagi 3 golongan, yaitu
hiperkolesterolemia yang merujuk pada peningkatan kolesterol total,
hipertrigliseridemia yang merujuk nilai trigliserida plasma yang meninggi, dan
campuran keduanya seperti dapat dilihat pada tabel 6.
ii. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)
Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada suatu angka, oleh
karena normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai
faktor risiko koroner multipel. Walaupun demikian, National Cholesterol
Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) 2001 telah
membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko
koroner seseorang seperti dapat dilihat pada tabel 7.
21
Tabel 7. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 (mg/dl). 4
iii. Klasifikasi WHO (World Health Organization)
Klasifikasi WHO didasarkan pada modifikasi kalsifikasi Fredricson, yaitu
berdasarkan pada pengukuran kolesterol total, trigliserida, dan subkelas
lipoprotein (dapat dilihat pada tabel 8).
22
b. Klasifikasi Patogenik
Sedangkan berdasarkan patologinya, dislipidemia 2, yaitu dislipidemia primer
dan sekunder.
i. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan
apoprotein yang terlibat dalam metabolism lipoprotein maupun reseptornya.
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh mutasi genetik. Dislipidemia primer
meliputi:
• Hiperkolesterolemia poligenik
• Hiperkolesterolemia familial
• Dislipidemia remnant
• Hyperlipidemia kombinasi familial
• Sindroma Chylomicron
• Hypertrriglyceridemia familial
• Peningkatan Cholesterol HDL
• Peningkatan Apolipoprotein B
ii. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang
mendasari. Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti
diperlihatkan oleh tabel 9 dibawah ini.
23
Tabel 9 Penyebab Umum Dislipidemia Sekunder
4. Faktor Risiko Dislipidemia
Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi,
tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor lain yang
menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya VLDL dan LDL) adalah:
Riwayat keluarga dengan dislipidemia
Obesitas
Diet kaya lemak
Kurang melakukan olahraga
Penggunaan alkohol
Merokok
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
Kelenjar tiroid yang kurang aktif
Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total
bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari makan
lemak. Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan yang
berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah
memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang lainnya
24
menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki kadar
kolesterol total dibawah 260 mg/dL. Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan
secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya
lipoprotein dari aliran darah.
5. Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia
i. Pedoman Klinis Kadar Lipid Sehubungan Dengan Resiko PKV
Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan
dengan terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian jangka
panjang di negara-negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk
terjadinya PKV (tabel 10), dikenal patokan kadar kolesterol total sbb:
a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200
mg/dl
b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai
dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl
c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl
Untuk trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National Cholesterol
Education Program) tidak memasukkan kadar trigliserida dalam anjuran
pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya kelompok kontinental memasukkan juga
faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka anjurkan, dilandasi oleh
penelitian mereka di Eropa (studi Procam dan studi Paris).
25
Di Indonesia data epidemiologis mengenai lipid masih langka, apalagi
longitudinal yang berkaitan dengan angka kesakitan atau angka kematian penyakit
kardiovaskuler.
Tabel 10 Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid Dengan Risiko Terjadinya PKV
Secara klinis digunakanlah kadar kolesterol total sebagai tolak ukur,
walaupun berdasarkan patofisiologi, yang berperan sebagai faktor risiko adalah
kolesterol LDL. Namun demikian, kadar kolesterol total dapat juga
menggambarkan kadar kolesterol LDL seperti dapat dilihat pada tabel 11.
26
Tabel 11 Kadar Kolesterol Total Dihubungkan dengan Kadar LDL
C. Obesitas
1. Definisi Obesitas
Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan
dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah
kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian
bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena
lemak (Ganong W.F, 2003). Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti.
Baik faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas.
Faktor lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status
sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari
keluarga sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya,
individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya
menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan
antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas
27
meningkat secara dramatis pada setiap kelompok status sosial ekonomi (Zhang,
2004).
Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti
menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor
genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh
hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran
sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh.
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh
bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body
obesity). Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak
tubuh di trunkal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal,
yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,
intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal.
Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu
tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai “android obesity”. Tipe obesitas ini
berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler
daripada obesitas tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan
suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe
obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid
obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada
wanita (David., 2004).
28
Gambar 2 Data survei obesiti mengikut umur
2. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa
pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening obesitas.
Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri tubuh:
A. IMT
Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu
BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi
badan dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
29
Table 12 Klasifikasi IMT (PERKENI, 2006).Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang < 18.5
Berat Badan Normal 18.5 – 22.9
Berat Badan Lebih ≥ 23BB dengan Resiko 23 – 24.9
Obesitas I 25 – 29.9
Obesitas II ≥ 30
B. Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan
merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk
pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar
pinggang. Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit
dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun
lingkar pinggang.
Tabel 13 Kriteria ukuran pinggang berrdasarkan etnis
30
BAB III
PRESENTASI KASUS
A. Anamnesis
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny, A S
b. TTL : Pekalongan , 10 April 1967
c. Umur : 45 tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Sindurejan WB III No 65 RT 44 RW 09 Kelurahan
Patangpuluhan Kecamatan Wirobrajan Yogyakarta
h. Asuransi : Jamkesos (Jaminan Kesehatan Sosial)
i. Tanggal kunjungan puskesmas : 4 Desember 2012
j. Tanggal kunjungan rumah I : 5 Desember 2012
k. Tanggal kunjungan rumah II : 8 Desember 2012
II. Keluhan Utama
Pasien datang ke puskesmas Wirobrajan dengan keluhan badan sering
terasa lemas setiap bangun tidur sejak 2 minggu terakhir.
31
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat ini pasien mengaku mudah merasa lelah tiap pagi hari setiap
bangun tidur, selain itu pasien merasa mudah haus, banyak minum, nafsu
makan berkurang dan sering buang air kecil.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Berdasarkan pernyataan pasien, pasien sebelumnya tidak mengetahui
kondisi penyakit Diabetes yang diderita, baru mengetahui saat kunjungan
ke puskesmas. Pasien juga menyatakan pernah didiagnosis terjadi
pembesaran liver pada September 2012.
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pasien sedang dalam perawatan CRF, dengan penanganan
hemodialisa rutin 2 x seminggu, terdiagnosis sejak 8 bulan yang lalu.
Riwayat DM, dan Penyakit Jantung pada keluarga disangkal. Riwayat
Hipertensi pada ayah dari pasien.
B. Pemeriksaan Fisik
I. Keadaan Umum : Baik, CM
II. Tinggi badan : 151 cm
III. Berat Badan : 68 kg
IV. Status Gizi : BMI = 29.82 (Obesitas I)
32
V. VS :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit (reguler dan kuat angkat)
RR : 20 x/menit
T: 36.20 C
Kepala/Leher :
normocephal, simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, lensa
mata jernih, JVP meningkat (-), tiroid tidak teraba, limfadenopati leher (-),
deformitas (-), hidung dan telinga dalam batas normal.
• Thorax : Pulmo:
– Inspeksi : simetris,pergerakan seimbang,retraksi (-),bentuk normal
– Palpasi : VF ka=ki,tak ada ketinggalan gerak
– Perkusi : sonor +/+
– Auskultasi : vesikuler +/+,whezing -/-,ronkhi -/-
Cor : S1-2 murni, bising (-), konfigurasi dbn.
• Abdomen
– Inspeksi : flat, DP<DD,
– Auskultasi : peristaltik (+)
– Palpasi : nyeri tekn epigastrium (-),organomegali (-)
– Perkusi : timpani (+), ascites (-)
33
• Ekstremitas
– Superior : akral hangat,tonus baik,capilary refill < 2s
– Inferior : akral hangat,tonus baik,capilary refill < 2s
– kekuatan
5 5
5 5
C. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 4 Desember 2012
GDP : 230 mg/dl ( 70 – 120 )
GD2PP : 487 mg/dl ( 90 – 150 )
Chol Tot : 197 mg/dl ( < 200 )
TG : 370 mg/dl ( < 150 )
D. Diagnosis Banding
Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 2
E. Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe 2, obesitas dan dislipidemia
F. Terapi
Farmakologi
Terapi dari Puskesmas
Metformin mg500 2 x 1/2 tablet
Gemfibrozil mg300 1 x 1 tablet
Aspilet mg100 1 x 1 tablet
Vit B 12 2 x 1 tablet
Usulan Terapi
Metformin mg500 2 x 1 tablet
Gemfibrozil mg300 1 x 1 tablet
Vit B 12 2 x 1 tablet
Konsul Sp.Pd
34
Non-Farmakologi
1. Kebutuhan kalori
BB = 68 Kg
TB = 151 cm
BMI Obesitas I (29.82)
BB ideal = 0.9 x (151-100) = 45.9 kg
Kebutuhan kalori basal = 25 kcal x 45.9 = 1147 kcal
Koreksi =
Usia karna lebih dari 40 tahun, maka dikoreksi dengan -5% dari kalori
basal : 5 % X 1147 = 57,35 kalori
Aktivitas sedang sebagai Ibu Rumah Tangga, maka dikoreksi dengan
+20% dari kalori basal : 20% X 1147 = 229,4 kalori
Karna tergolong gemuk, maka dikoreksi dengan -20% dari kalori basal :
20% X 1147 = 229,4 kalori
Total Kebutuhan Kalori = 1147 – 57,35 + 229,4 – 229,4 = 1089,65 kcal
( dibulatkan 1100 kcal)
Kebutuhan Karbohidrat : 660 (60%)
Kebutuhan Protein : 220 (20%)
Kebutuhan Lemak : 220 (20%)
35
2.Diet Total Kalori 1100 kcalori.
Waktu Makan Menu Kcalori
Pagi
Nasi 3/4 gelas (100gr)
Tempe 2 potong (50gr)
Tahu 1 biji besar (110gr)
Sayur 1/2 gelas (50gr)
180
75
75
12.5
Selingan Pepaya 1 potong besar (190gr) 50
Siang
Nasi 1 gelas (130gr)
Tempe 2 potong (50gr)
Tahu 1,5 biji besar (165gr)
Sayur 1/2 gelas (50gr)
Apel 1 buah (85gr)
230
75
112.5
12.5
50
Selingan Pepaya 1 potong besar (190gr) 50
Malam
Nasi 1/2 gelas (65gr)
Ikan 1 potong sedang (40gr)
Sayur 1/2 gelas (50gr)
115
50
12.5
Total 1095
3. Monitoring
Kontrol rutin Kadar Gula Darah, baik Gula Darah Sementara atau Gula
Darah Puasa.
4. Edukasi
36
Edukasi dilakukan kepada pasien dan keluarga, edukasi yang diberikan
meliputi tentang:
1. Gaya hidup sehat: menjaga makan, olahraga atau aktifitas fisik tiap
hari.
2. Ketaatan pengobatan.
3. Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul.
4. Pentingnya peran keluarga dalam mencapai tujuan pengobatan
pasien.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Kasus
Kunjungan rumah pada pasien dilakukan pada tanggal 5 dan 8 Desember
2012, dari hasil anamnesis pada pasien ini, didapatkan keterangan bahwa pasien
baru mengetahui menderita diabetes pertama kali saat kunjungan ke puskesmas
tanggal 4 Desember. Beberapa hari sebelumnya, ketika datang ke puskesmas
dengan keluhan yang sama, dokter puskesmas menyarankan untuk datang lagi
dengan kondisi puasa sebelumnya untuk dicek kadar gula darah.
Pada bulan September 2012, pasien juga pernah didiagnosis oleh dokter
spesialis penyakit dalam, mengalami pembesaran hati (Hepatomegali), kemudian
berdasarkan pemaparan pasien, dilakukan pengobatan dan pada akhir September
juga, dilakukan pemeriksaan USG, hasil dari pemeriksaan hepar, tidak tampak
pembesaran organ hati.
Pada bulan april 2012, suami pasien didiagnosis mengalami gagal ginjal,
yang harus mendapatkan perawatan cuci darah sebanyak 2 kali dalam satu
minggu. Saat ini sudah berlangsung selama 8 bulan.
Saat ini pasien melakukan kontrol di Puskesmas Wirobrajan untuk
mendapatkan pengobatan Diabetes dan dislipidemia agar kondisi kesehatan selalu
terkontrol. Biaya terapi pada pasien telah ditangani oleh jamkesos, yaitu jaminan
kesehatan sosial. Sedangkan untuk pengobatan suami pasien, selain dari dana
jamkessos, pasien dan keluarga juga mendapat bantuan dari dompet dhuafa.
38
SMP Mualimin
Rumah Pasien
Toko Safira
U
Pendekatan yang dilakukan adalah penatalaksaan dengan merencanakan
asupan makanan sehari-harinya, menyarankan untuk melakukan aktifitas jasmani
secara teratur. Hal tersebut bertujuan untuk mengontrol kadar gula darah,
sedangkan bagi anggota keluarga lainnya untuk lebih memperhatikan pola hidup
yang sehat pada pasien.
B. Analisis Kunjungan Rumah.
1. Kondisi pasien.
Saat kunjungan rumah pertama, keluhan pasien sudah semakin berkurang,
badan terasa segar, dari pemeriksaan fisik yang dilakukan juga tidak
didapatkan kelainan yang memperburuk kondisi pasien dan pasien dapat
beraktifitas secara normal sesuai dengan umurnya.
2. Keadaan rumah.
o Letak : Rumah yang dihuni pasien terletak di pemukiman padat penduduk,
beralamat Sindurejan WB III No 65 RT 44 RW 09 Kelurahan
Patangpuluhan Kecamatan Wirobrajan Yogyakarta.
39
U
VentilasiVentilasi
Rak
T
Meja Kecil
Kasur
Kas
ur
BM
TVAlm
ariAlm
ariMeja Kecil
Kas
ur
Dapur
RakPapan Pembatas
Rumah Tetangga
Rumah Tetangga
6M
6 M
Skala = 1 : 150
o Kondisi : Kokoh, dinding rumah tembok, tidak bertingkat, lantai dari
keramik, atap rumah dari genteng, sebagian genteng terbuat dari kaca,
tidak mempunyai halaman. Dengan luas rumah 6 x 6 meter, dihuni 7
orang.
o Pembagian ruang : di dalam rumah terdapat 1 kamar tidur, 1 ruang tengah,
1 ruang depan, 1 kamar mandi dan dapur
o Ventilasi : Terdapat jendela pada ruang depan dan kamar mandi, terdapat
pula lubang ventilasi pada atas jendela. Akan tetapi diruangan lainnya,
tidak terdapat ventilasi, serta jarak antar rumah berdempetan,
menyebabkan kesan ventilasi kurang baik.
40
o Pencahayaan : Pencahayaan di dalam rumah cukup, sehingga dapat
membaca di siang hari tanpa bantuan listrik. Daya listrik pada rumah kos
tersebut sebesar 900 watt, dan dirasa cukup untuk keperluan sehari-hari
seluruh keluarga.
o Kebersihan : kebersihan di dalam rumah kurang, dengan tata letak barang-
barang yang berantakan.
o Sanitasi dasar :
Sumber air bersih : Sumber air dari PAM.
Jamban keluarga : Terdapat 1 buah kamar mandi dengan 1 jamban
jongkok dengan model leher angsa dan bak mandi terbuat dari semen dan
sudah dilapisi porselen. Kesan kamar mandi bersih, tidak bau dan terawat.
Berukuran sekitar 1,5 m x 2 m. Air dalam bak mandi bersih tidak ada
jentik nyamuk.
Saluran Pembuangan Air Limbah : Limbah rumah tangga dialirkan ke
peresapan, tidak ditemukan genangan limbah disekitar rumah. Saluran
pembuangan air limbah digunakan bersama dengan warga lainnya.
Tempat pembuangan sampah : sampah dikumpulkan di keranjang
sampah, yang setiap dipindah ke depan rumah untuk diambil oleh petugas
sampah. Pembayaran sampah ditanggung bersama oleh warga sekitar.
Halaman : halaman depan tidak ada. Langsung jalan gang rumah yang
terbuat dari tanah, dan digunakan sebagai tempat bermain anak-anak
tetangga.
41
Kandang : Tidak memiliki kandang untuk hewan – hewan peliharaan atau
ternak.
3. Kepemilikan barang.
Rumah yang di tempati merupakan rumah kontrakan. Keluarga tersebut
memiliki televisi, lemari, tempat tidur, lemari pakaian, peralatan dapur, alat –
alat servis alat elektronik.
4. Keadaan lingkungan sekitar rumah.
Limbah rumah tangga dialirkan melalui saluran limbah, tanpa tempat
sampah diluar rumah. Kesan kebersihan di lingkungan tersebut cukup baik.
C. Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah
Nama
Kedudukan
dalam
keluarga
L/
PUmur Pendidikan Pekerjaan
Pasien
KDKKet
Bp. A Y Suami L 47 th Tamat SDTeknisi alat
elektronik-
Ny. A S Istri P 45 th Tamat SDIbu Rumah
Tangga√
Sdr. A P Anak 1 P 24 th Tamat SMA Pramu Niaga -
Sdr. R B Menantu L 28 th Tamat SMA Wiraswasta -
Sdr. A R Anak 2 L 21 th Tamat SMAMahasiswa,
Guru Bimbel-
An. R A Anak 3 L 16 th Tamat SMP Pelajar -
An. R S Anak 4 L 12 th SD Pelajar -
42
B
DM, Dislipidemia
RB28 th
A P24 th
A S45 th
A Y47 th
A R21 th
R S12 th
R A16 th
CRF
D
Genogram Keluarga A.Y dibuat Tanggal 5 – 12 - 2012
D. Genogram Keluarga
Keterangan:
: Laki-laki : Meninggal : Pasien
: Perempuan B :Breadwinner : yang mencari nafkah
: Tinggal 1 rumah D : Decision Maker : Pengambil Keputusan
43
E. Nilai Apgar Keluarga.
Apgar keluarga adalah suatu penentu sehat / tidaknya keluarga
dikembangkan oleh Rosen, Geymon, dan Leyton dengan menilai 5 fungsi
pokok keluarga / tingkat kesehatan keluarga yaitu :
TABEL NILAI APGAR
KRITERIA PERTANYAAN
Respons
Hampir selalu
KadangHampir
tidak pernah
Adaptasi
Apakah pasien puas dengan keluarga karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya
√
Kemitraan
Apakah pasien puas dengan keluarga karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi
√
Pertumbuhan
Apakah pasien puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga untuk mengembangkan kemampuan yang pasien miliki
√
Kasih SayangApakah pasien puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga
√
KebersamaanApakah pasien puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan
√
TOTALSkoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0Total skor8-10 = fungsi keluarga sehat4-7 = fungsi keluarga kurang sehat0-3 = fungsi keluarga sakitDari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 7, ini menunjukan fungsi keluarga kurang sehat.
44
F. SCREEM Keluarga
SCREEM adalah alat yang digunakan untuk menilai sumber daya
dalam keluarga.
Aspek Sumber Daya PatologiSosial Pasien dapat beriteraksi
dengan baik dengan tetangga sekitarnya
Kultural Pasien dan keluarga tidak mempercayai mitos-mitos yang tidak jelas kebenarannya
Religius Pasien dan keluarga mengajarkan moral-moral agama dan menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agama dengan rajin dan baik
Ekonomi Pasien sebagai ibu rumah tangga, tidak berjualan nasi sejak 8 bulan yang lalu ketika suami mulai melakukan cuci darah.
Pendidikan Pendidikan keluarga cukup, pasien dan suami lulusan SMA, anak – anak mendapatkan pendidikan yang cukup, bahkan ada yang sampai Perguruan tinggi.
Kesehatan Masalah kesehatan cukup bagus, dekat dengan akses yankes dan memiliki jaminan jamkessos
Kesadaran dari pasien tentang kondisi kesehatan kurang.
G.IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis
Suami pasien sedang dalam kondisi menderita gagal ginjal dalam stadium
lanjut, yang harus dilakukan cuci darah sebanyak 2 x dalam seminggu. Pasien dan
45
suami pasien, belum mengerti secara pasti penyebab kondisi gagal ginjal yang
dialami suami pasien.
2. Fungsi Afektif
- Hubungan antara pasien dengan suami : baik
- Hubungan antara pasien dengan anak
: baik
Meskipun sering berbeda pendapat dengan anak kedua.
- Hubungan antara pasien dengan saudara : baik
- Hubungan antar saudara : baik
3. Fungsi Sosial dan Budaya
Kedudukan pasien di lingkungan tempat tinggalnya biasa saja, pasien ramah
dan selalu menyapa bila bertemu dengan tetangga, dan respon tetanggapun sangat
baik. Pasien tidak sungkan-sungkan untuk berbincang-bincang dengan tetangga.
Pasien tidak percaya terhadap mitos-mitos yang ada di masyarakat.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA, suami pasien juga merupakan
lulusan SMA, anak pertama pasien lulusan SMA, menantu pasien lulusan SMA,
anak kedua sedang menjalani kuliah S1 dengan beasiswa, anak ketiga sedang
menjalani pendidikan SMK dan anak keempat sedang menjalani pendidikan kelas
6 SD.
5. Fungsi Ekonomi
Penghasilan yang didapatkan oleh keluarga disokong penuh dari
penghasilan suami pasien yang bekerja sebagai teknisi servis alat elektronik
46
dirumah. Meskipun anak pertama dan menantu juga bekerja, tapi penyokong
utama adalah suami pasien.
6. Fungsi Religius
Fungsi religius pasien dan keluarganya cukup baik. Pasien sering ke masjid
untuk melaksanakan sholat berjamaah.
H. IDENTIFIKASI PSP (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku)
1. PSP keluarga tentang kesehatan dasar
a. Pencegahan penyakit
Pasien dan keluarga pasien kurang rajin membersihkan rumah meskipun
tidak membiarkan ada air tergenang didalam rumah atau sekitarnya.
b. Gizi keluarga
Untuk pola konsumsi gizi pasien, frekuensi makan rata-rata 3 kali sehari
dengan menu nasi, lauk pauk (telur, daging, tempe, tahu), sayuran, buah-
buahan. Status gizi pasien obesitas.
c. Higiene dan sanitasi lingkungan
- Halaman rumah dan jalan cukup bersih karena sering disapu
- Lingkungan dalam rumah kurang bersih
- Kondisi pencahayaan di rumah cukup
2. PSP keluarga tentang kesehatan lain
a. Penggunaan pelayanan kesehatan
Bila sakit, pasien dibawa ke puskesmas.
b. Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan
Pasien menggunakan jaminan kesehatan social
47
c. Hal-hal lain yang berhubungan dengan keadaan kesehatan keluarga dan
anggota keluarga
Pasien baru terdiagnosis pertama kali dengan Diabetes saat kontrol ke
puskesmas Wirobrajan. Suami pasien terdiagnosis CRF sejak 8 bulan yang
lalu dan rutin melakukan hemodialisa 2 x dala satu minggu.
I. PEDOMAN UMUM GIZI SEIMBANG
NO PUGS
1 Keluarga makan beraneka ragam makanan Tidak
2 Keluarga makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Ya
3 Keluarga makan makanan karbohidrat setengah dari kebutuhan energi sehari
Ya
4 Keluarga membatasi konsumsi lemak dam minyak seperempat dari kebutuhan energi sehari
Tidak
5 Keluarga menggunakan garam beryodium Ya
6 Keluarga makan makanan sumber zat besi Ya
7 Ibu memberikan ASI sampai bayi umur 6 bulan
- -
8 Keluarga membiasakan makan pagi Tidak
9 Keluarga minum air bersih dan aman yang cukup
Ya
10 Keluarga melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
Tidak
11 Keluarga menghindari minum minuman beralkohol
Ya
12 Keluarga makan makanan yang aman bagi kesehatan
Ya
13 Keluarga terbiasa membaca label pada makanan yang dikemas
Tidak
Kesimpulan1. Nilai PUGS keluarga <60%2. Keluarga tidak menerapkan pedoman umum gizi seimbang
48
J. IDENTIFIKASI MASALAH PERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT
No.
Kriteria yang dinilai Jawaban Skor
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. - -2. Memberi ASI ekslusif. - -3. Menimbang balita setiap bulan. - -4. Menggunakan air bersih. Ya 15. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Tidak 06. Menggunakan jamban sehat. Ya 17. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu. Tidak 08. Makan buah dan sayur setiap hari. Tidak 09. Melakukan aktivitas fisik setiap hari. Tidak 010. Tidak merokok di dalam rumah. Ya 1Total jawaban ya 3Interpretasi: Total skor adalah 3 yang berarti keluarga Ny. A S tidak
menerapkan PHBS dengan baik.
K. PELAKSANAAN PROGRAM
NO WAKTU KEGIATAN HASIL
1 4 Desember 2012 Anamnesa, dan pemeriksaan
fisik
Identifikasi masalah
Pada saat anamnesa , pasien
cukup kooperatif dan saat
dilakukan pemeriksaan fisik
ditemukan:
- Gizi obesitas
- Keluhan pasien, badan lemas,
banyak minum, sering BAK
dan nafsu makan berkurang.
- Pengetahuan pasien terhadap
penyakitnya kurang
2 5 Desember 2012 Follow up anamnesa dan
pemeriksaan fisik.
Konseling pasien mengenai
Pasien dan keluarga lebih
paham mengenai penyakitnya
dan akan mengikuti saran
49
penyakitnya.
Edukasi tentang penyakit dan
gaya hidup.
Menjelaskan pentingnya
konsultasi ke pelayanan
kesehatan.
untuk mencegah naiknya Gula
Darah Pasien
Pasien akan rutin kontrol ke
puskesmas untuk memantau
gula darah pasien.
3 8 Desember 2012 Follow up anamnesa dan
pemeriksaan fisik
Pasien sudah mengerti dan
sudah bisa menerapkan pola
hidup sehat, menu diet yang
akan berhubungan dengan
penyakitnya.
L. DIAGNOSIS KESEHATAN KELUARGA
Bentuk Keluarga : Keluarga Besar ( Extended Family )
Fungsi yang terganggu : Ekonomi dan Kesehatan
Faktor yang mempengaruhi : Pekerjaan pasien dan anggota keluarga yang
sakit
Faktor yang dipengaruhi : Jumlah dan macam asupan gizi yang tersedia
serta kesehatan
Diagnosis Holistik : Wanita 45 tahun dengan Diabetes Melitus
Tipe 2, Dislipidemia dan Obesitas dengan fungsi keluarga yang kurang sehat
dan sumber daya keluarga yang kurang dibidang ekonomi dan kesehatan.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan rumah pasien penderita diabetes melitus yang
berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Diabetes, dislipidemia dan overweight dapat mengganggu fungsi
seseorang dalam keluarga.
2. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat menjadi salah satu
sektor yang berperan dalam menangani kasus diabetes dan dislipidemia
yang mencakup promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitative dan
merujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang berkompeten dalam
menangani kasus.
3. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien dan keluarga menentukan
keberhasilan terapi.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam
menganalisa permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun
lingkungannya
Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat
51
2. Bagi Puskesmas
Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan
usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
52
DAFTAR PUSTAKA
Gandha, Nicho. (2009) FK UI. Diakses pada tanggal 6 Desember 2012, dari
http://digital_122845-S09038fk-Hubungan perilaku-Literatur.pdf
Rahmawati, N. (2009). FKM UI. Diakses pada tanggal 6 Desember 2012, dari
http://digilib.ui.ac.id/126590-S-5633-Aktifitasfisik-Literatur.pdf
Shahab, Alwi (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4, jilid III. Hal :
1916-1919. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia
Soegondo, S. (2004). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Jakarta:
Sagung Seto
Suyono, Slamet (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4, jilid III.
Hal : 1874-1878. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia
USU University. (n.d). Diakses pada tanggal 6 Desember 2012, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21688/4/Chapter%20II.pdf
W.Sudoyo Aru, S. B. (2007). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4, Jilid
III.Hal : 1902-1904. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia
53
top related