bakteri asam laktat
Post on 21-Feb-2016
251 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. JUDUL
Optimasi Produksi dan Penghambatan Bakteriosin dari Bakteri Asam
Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) Terhadap Bakteri Escherichia
coli ATCC 25922.
B. LATAR BELAKANG
Kebutuhan manusia akan pangan terus meningkat. Kebutuhan ini tidak
akan pernah berhenti dalam kehidupan makhluk hidup. Selain kebutuhan terhadap
pangan, kebutuhan terhadap mutu pangan pun terus meningkat. Kontaminan
mikrobiologis merupakan salah satu penyebab mutu pangan berkurang dan
menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Mutu pangan dapat dinilai dari tingkat
kontaminan mikroba patogen.
Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman,
Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi hewan.
Pada tahun 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri
coli (Escherich 1885) dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya di
infeksi saluran pencernaan. Escherichia coli merupakan bakteri yang banyak
dijumpai pada pangan terutama pada pangan yang memiliki kandungan protein
tinggi seperti daging segar. Strain pathogen Escherichia coli dapat menimbulkan
penyakit diare berdarah , pembengkakan dan kelainan ginjal, demam, kelainan
saraf, bahkan kematian (Velcerc et al., 2002 dalam Usmiati dan Marwati, 2007).
Escherichia coli ATCC 25922 merupakan strain Escherichia coli yang sering
digunakan utnuk tes kerentanan antibiotik. Strain Escherichia coli ATCC 25922
tidak menghasilkan racun Shiga like toxin yang dapat menyebabkan diare akut
pada manusia.
2
Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri kelompok gram positif,
tidak berbentuk spora, dan dapat membentuk kokus maupun batang, yang
memproduksi asam laktat sebagai produk akhir dalam fermentasi karbohidrat.
BAL dapat bersumber dari makanan, feses, maupun air susu ibu (ASI).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspawati & Nocianitri, 2012, diperoleh
28 isolat bakteri asam laktat dari ASI. Dari 28 isolat BAL tersebut, terdapat 9
isolat BAL yang memiliki karatkeristik sebagai probiotik. Karakteristik dari 9
isolat BAL tersebut adalah memiliki karakteristik gram positif, katalase negatif,
bentuk koloni bulat, batang pendek dan seperti huruf Y, mampu tumbuh pada
suhu 10oC sampai suhu 45oC, tahan dan mampu tumbuh pada media yang
mengandung garam NaCl, bersifat homofermentatif (tidak memproduksi gas CO2
dari glukosa), tidak membentuk dekstran dari sukrosa, tahan dan mampu tumbuh
pada pH 2 sampai pH 6, mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang
mengandung garam empedu dari konsentrasi 0,2 mM sampai 0,6 mM.
BAL dapat digunakan sebagai probiotik. Salah satu sifat bakteri probiotik
adalah memiki kemampuan (aktivitas) antimikroba terhadap mikroba patogen.
Aktivitas antimikroba disebabkan oleh senyawa-senyawa metabolit yang
dihasilkan seperti asam organik, CO2, H2O2, diasetil, dan bakteriosin. Beberapa
strain bakteri asam laktat dapat memproduksi protein bakteriosin yang dapat
mencegah mikroba pembusuk dan patogen (Anon, 2009 dalam Ruzanna, 2011).
Bakteriosin merupakan peptida yang bersifat antimikroba yang diproduksi
oleh bakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Beberapa galur
BAL dapat menghasilkan senyawa protein yang disebut bakteriosin, dan bersifat
3
bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Tahara et al., 1996
dalam Usmiati dan Marwati, 2007).
Pemakaian bakteriosin komersial sebagai pengawet sudah dilakukan di
beberapa negara dan diaplikasikan pada beberapa jenis makanan. Bakteriosin
merupakan senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang bersifat
menghambat pertumbuhan bakteri lain. Bakteriosin banyak diteliti karena
berpotensi sebagai pengawet makanan alami dan dapat diaplikasikan di bidang
farmasi.
Dari penelitian yang dilakukan Sundari (2014), diketahui bahwa BAL
yang diisolasi dari ASI memiliki aktivitas antimikroba yang berasal dari
bakteriosin. Namun belum diketahui waktu optimum dan daya penghambatannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan peneelitian untuk mengetahui
waktu produksi bakteriosin yang optimum yang dihasilkan oleh bakteri asam
laktat dan daya penghambatannya terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Kapan waktu optimum produksi bakteriosin dari BAL yang diisolasi
dari ASI?
2. Bagaimana daya penghambatan bakteriosin dari bakteri asam laktat
yang disolasi dari ASI terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922?
D. HIPOTESIS
1. BAL yang diisolasi dari ASI akan memproduksi bakteriosin pada
waktu tertentu.
2. Bakteriosin yang dihasilkan BAL yang diisolasi dari ASI memiliki
daya penghambatan terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922.
4
E. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui waktu optimum produksi bakteriosin dari BAL yang
diisolasi dari ASI.
2. Mengetahui daya penghambatan bakteriosin dari BAL yang diisolasi
dari ASI terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922.
F. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi untuk mengetahui waktu optimum produksi
bakteriosin dari BAL yang diisolasi dari ASI serta daya
penghambatannya terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922..
2. Bakteriosin dari BAL yang diisolasi dari ASI dapat diaplikasikan pada
produk pangan sebagai pengawet.
G. TINJAUAN PUSTAKA
G.1. Bakteriosin
Bakteriosin merupakan peptida antimikroba yang diproduksi oleh bakteri
yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Beberapa galur BAL dapat
menghasilkan senyawa protein yang disebut bakteriosin, dan bersifat bakterisidal
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Tahara et al., 1996 dalam Usmiati
dan Marwati, 2007). Umumnya ukuran peptida bakteriosin berkisar antara 3
hingga 6 kDa.
Bakteriosin pertama kali ditemukan oleh A. Gratia pada tahun 1925,
dengan senyawa yang dikenal sebagai colicin yang berasal dari Eschericia coli V
dan dapat menghambat pertumbuhan Eschericia coli S. Bakteriosin dapat
5
membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri (Jack, et
al, 1995; Fimland, et al, 2002; Quadri, 2002; dalam Evelina, 2012)
Pemakaian bakteriosin komersial sebagai pengawet sudah dilakukan di
beberapa negara dan diaplikasikan pada beberapa jenis makanan. Bakteriosin
dapat diproduksi oleh Lactococcus, Lactobacillus, dan Pediococcus yang diisolasi
dari berbagai bahan makanan, misalnya nisin diproduksi oleh Lactococcus lactis,
pediosin AcH dihasilkan oleh Pediococcus acidilactic. Beberapa kelebihan
bakteriosin sehingga potensial digunakan sebagai pengawet yaitu :
1. Bukan bahan toksik dan mudah mengalami degradasi oleh enzim
proteolitik karena merupakan senyawa protein.
2. Tidak membahayakan mikroflora usus karena mudah dicarna oleh
enzim saluran pencernaan.
3. Dapat mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengawet
pangan.
4. Stabil terhadap pH dan suhu yang cukup luas sehingga tahan terhadap
proses pengolahan yang melibatkan asam dan basa, serta kondisi
panas dan dingin (Cleveland, et al., 2001 dalam Usmiati dan Marwati,
2007).
Berdasarkan sifat kimia, struktur, dan fungsinya, bakteriosin dibagi
menjadi empat kelompok. Bakteriosin kelas I memiliki ciri – ciri yaitu
mempunyai berat molekul lebih kecil dari 5 kDa, mengandung lanthionine dan β
– methyl lanthionine. Kelompok ini dibagi lagi menjadi dua tipe, yaitu tipe A dan
tipe B berdasarkan struktur kimia dan aktivitas antimikrobanya. Tipe A berbentuk
ulir, bermuatan positif dan aktivitasnya berhubungan dengan pembentukan pori
6
pada membran sel. Contoh dari tipe ini adalah, nisin dan lacticin (Lactococcus
lactis), lactoccin (Lactococcus sake), gallidermin (Staphylococcus gallinarum),
dan epidermin (Staphylococcus epidermidis). Sedangkan tipe B berbentuk
globular, bermuatan negatif atau netral, dan aktivitas antimikrobanya terkait
dengan penghambatan enzim spesifik. Contohnya, mersacidin (Bacillus subtilis),
actagardin (Actinoplasnes sp.), dan cinnamycin (Strepomyces cinnamones) (Nes
et al., 1996; dalam Suparjo, 2008).
Bakteriosin kelas II, mempunyai berat molekul lebih kecil dari 10 kDa,
heat stable, dan tidak mengandung asam amino lantionin. Kelas ini dibagi
menjadi tiga subkelas, yaitu bakteriosin yang mempunyai efek anti-listerial (IIa)
contohnya sakacin A dari bakteri Lactobacillus sake LB706, bakteriosin dengan
dua peptida (IIb) contohnya lactococcin M dari bakteri Lactococcus lactis, dan
bakteriosin yang disekresikan melalui sec-dependent contohnya acidocin B dari
bakteri Lactobacillus acidophilus M46 (Martinez et al., 2000; Oscarriz and
Pisabarro, 2001; dalam Suparjo, 2008).
Bakteriosin kelas III ciri – cirinya mempunyai berat molekul lebih dari 30
kDa dan heat labile. Sedangkan bakteriosin Kelompok IV, terdiri dari satu atau
lebih non proteinaceous tambahan, lipid atau kelompok-kelompok karbohidrat
yang diperlukan untuk aktivitas (Oscarriz dan Pisabarro, 2001; dalam Suparjo,
2008).
Struktur kimia yang beragam menyebabkan bakteriosin mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap fungsi – fungsi sel. Bakteriosin gram-positif
merupakan senyawa aktif membran yang bekerja melalui pembentukan pori pada
sel target, menghambat aktivitas enzim, pertumbuhan spora, atau pembentukan
7
septum (Jack et al., 1995; dalam Evelina, 2012). Secara umum, bakteriosin juga
dapat mengganggu pembentukan asam nukleat, menyebabkan terganggunya
transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak
materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan
(Suparjo, 2008).
Beberapa bakteriosin menjadi sangat sensitif dan menjadi inaktif dengan
perubahan pH. Bakteriosin sangat lebih toleran pada asam dibanding dengan pH
alkalis yang ekstrim. Kriteria kestabilan panas pada bakteriosin sangat sulit
ditetapkan, hal ini tergantung keadaan pemurnian (Suarsana, 2000; dalam
Suparjo, 2008).
G.2. Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) secara luas digunakan sebagai starter untuk
fermentasi minuman, daging, dan sayuran. BAL merupakan bakteri kelompok
gram positif, tidak membentuk spora, dan dapat membentuk kokus maupun
batang, serta memproduksi asam laktat sebagai produk akhir dalam fermentasi
karbohidrat. BAL berhubungan dengan fermentasi makanan dan pakan ternak, dan
juga merupakan bakteri yag secara normal berhubungan dengan kesehatan
permukaan mukosa manusia dan hewan (Salminen, et al., 2004; Nair and
Surendran, 2005 dalam Ruzanna, 2011).
Beberapa strain BAL dapat memproduksi protein bakteriosin yang dapat
lebih mencegah mikroba pembusuk dan patogen (Anon, 2009 dalam Ruzanna,
2011). Strain BAL yang dapat digunakan sebagai probiotik antara lain berasal dari
genus Lactobacillus, Pediococcus, Leuconostoc, Lactococcus, dan Streptococcus
(Hutkins, 2006).
8
Genus Lactobacillus berbentuk batang yang bervariasi dari batang yang
sangat pendek sampai batang yang panjang. Genus bakteri ini juga bersifat
mikroaerofilik, katalase negatif, dan gram positif. Salah satu spesies dari
Lactobacillus adalah Lactobacillus acidophilus (Hutkins, 2006). Lactobacillus
acidophilus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus atau batang, bersifat
non motil dan non spora yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama
dari metabolisme fermentasi dan menggunakan laktosa sebagai sumber karbon
utama dalam memproduksi energi (Buttris, 1997). Lactobacillus acidophilus dapat
tumbuh baik dengan oksigen ataupun tanpa oksigen, dan bakteri ini dapat hidup
pada lingkungan yang sangat asam sekalipun, seperti pada pH 4-5 atau
dibawahnya (Sandine, 1979).
Genus Pediococcus berbentuk kokus berpasangan atau bergerombol, gram
positif, katalase negatif, dan bersifat mikroaerofilik (Hutkins, 2006). Salah satu
spesies dari Pediococcus adalah Pediococcus acidilactici. Pediococcus
acidilactici biasanya ditemukan dalam sayuran difermentasi , produk susu
fermentasi dan daging (Barros et al., 2001).
Genus Leuconostoc bersifat gram positif, selnya berbentuk kokus, tersusun
berpasangan atau berbentuk rantai, tidak bergerak, tidak berspora, katalase negatif,
anaerob fakultatif, bersifat non motil dan mesofil (Hutkins, 2006). Salah satu spesies
dari Leuconostoc adalah Leuconostoc mesenteroides. Leuconostoc mesenteroides
memiliki sifat khusus yaitu mampu hidup pada kadar gula, garam dan alkohol
yang tinggi serta mampu memfermentasi monosakarida dan disakarida.
Leuconostoc mesenteroides biasanya digunakan dalam proses fermentasi makanan
seperti sauerkraut, sosis, yogurt, kecap, dan acar (Hutkins, 2006).
9
Genus Streptococcus berbentuk kokus yang berpasangan atau berantai dengan
ukuran 0,7 – 0,9 μm, bersifat gram positif, tidak membentuk spora, non motil,
bersifat aerobik maupun anaerobic fakultatif (Hutkins, 2006). Salah satu spesies dari
genus ini adalah Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus merupakan
bakteri yang sering digunakan dalam proses pembuatan yoghurt, selain
Lactobacillus. Bakteri satu ini juga digunakan sebagai starter kultur bagi makanan
olahan susu lainnya, misalnya saja pada keju mozarella (Awad et al., 2005).
Genus Lactococcus bersifat anaerob fakultatif, non-mortil, dan suhu
optimal pertumbuhannya pada suhu 30oC (Hutkins, 2006). Memiliki bentuk
kokus, berpasangan atau rantai pendek. Salah satu spesies Lactococcus adalah
Lactococcus lactis. Lactococcus lactis adalah salah satu bakteri yang terlibat
dalam pembuatan yoghurt. Bakteri ini bahkan membedakan yoghurt dengan
produk olahan susu jenis lain. Bakteri ini akan bekerja sama dengan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dalam memfermentasi susu segar untuk mengubahnya
menjadi yoghurt (Anon, 2014b). Bakteri Lactobacillus bulgaricus akan berperan
dalam pembentukan aroma yoghurt, sedangkan Lactococcus lactis berperan dalam
pembentukan rasa dari yoghurt (Anon, 2014b).
BAL termasuk mikroba yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena
sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin. BAL sering juga disebut food
grade microorganism atau dikenal sebagai mikroba yang Generally Recognized
As Safe (GRAS) yaitu mikroba yang tidak berisiko terhadap kesehatan, bahkan
beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. BAL bermanfaat untuk
peningkatan kualitas higienitas dan keamanan pangan melalui penghambatan
secara alami terhadap mikroorganisme patogen. BAL dapat berfungsi sebagai
10
pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH
lingkungannya dan mengekskresikan senyawa yang mampu menghambat
mikroorganisme patogen seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehid, isomer asam
asam-amino, dan bakteriosin (Kusmiati dan Malik, 2002).
G.3. Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak
berspora, serta tergolong dalam keluarga Enterobacteriaceae. Kebanyakan
Escherichia coli ditemukan sebagai flora normal di saluran usus manusia maupun
hewan. Selain itu Escherichia coli dapat mudah tumbuh pada berbagai media
kultur sederhana maupun sintetik sederhana dengan suhu optimum 370C dalam
kondisi aerobik (Sussman, 1997; dalam Kusuma, 2010).
Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman,
Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi hewan.
Pada tahun 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri
coli (Escherich 1885) dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya di
infeksi saluran pencernaan. Nama “Bacterium coli” sering digunakan sampai pada
tahun 1991 ketika Castellani dan Chalames menemukan genus Escherichia dan
menyusun tipe spesies Escherichia coli.
Escherichia coli ATCC 25922 merupakan strain Escherichia coli yang
tidak menghasilkan racun Shiga like toxin. Keracunan Shiga like toxin pada manusia
dapat menyebabkan diare akut berdarah (Marlina dkk., 2009 dalam Juniathati, 2011).
Strain ini sering digunakan untuk tes kerentanan antibiotik dan relatif aman digunakan di
laboratorium.
Escherichia coli adalah anggota flora normal usus. Escherichia coli
berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu,
11
asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Escherichia coli menjadi
patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada
di luar usus. Escherichia coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
beberapa kasus diare. Penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli yaitu
infeksi saluran kemih, diare, sepsis, dan meningitis.
G.4. Air Susu Ibu
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang ideal untuk bayi,
terutama pada bulan-bulan pertama, ASI mengandung semua gizi yang
dibutuhkan untuk membangun dan menyediakan energi bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi secara optimal. Disamping itu, ASI mengandung beberapa zat
anti terhadap penyakit-penyakit yang keberadaannya tidak diberikan melalui jalan
lain
Didalam ASI terkandung nutrisi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan
dan mengandung zat-zat kekebalan yang sangat penting untuk mencegah
timbulnya penyakit, serta mudah dicerna oleh pencernaan bayi. Dengan demikian
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, oleh karena itu setiap bayi setidaknya
memperoleh ASI.
ASI yang keluar dari kelenjar susu ibu pada dasarnya dapat dibagi menjadi
tiga macam ASI berdasarkan waktu keluarnya serta kandungan zat gizinya. ASI
yang keluar pertama kali setelah ibu melahirkan disebut kolostrum. Setelah
kolustrum tidak keluar lagi, ASI disebut sebagai ASI masa transisi dan setelah
masa itu tepatnya 10 hari kelahiran ASI disebut ASI matang ASI dewasa.
12
G.5. Komposisi ASI
ASI mengandung berbagai macam nutrisi yang sangat berguna bagi
pertumbuhan bayi. Secara garis besar ASI dibedakan dalam 3 stadium yaitu
kolostrum, air susu transisi/peralihan dan air susu matur, dimana komposisi nutrisi
ketiga stadium tersebut berbeda.
Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar pada akhir kelahiran. Zat
Kolustrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel
darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI matur. Namun sedikit
mengandung lemak dan sedikit hidrat arang. Kolustrum dihasilkan oleh payudara
dari lima bulan pertama kehamilan pertama sampai tujuh hari setelah melahirkan.
Kolustrum berwarna kekuning-kuningan. Peralihan dari kolostrum ke susu biasa
(yang matang) membutuhkan waktu dua minggu. Komposisi ASI dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi ASI (Anon, 2014a)
G.6. Mikroba Pada ASI
ASI banyak mengandung zat gizi protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral, imunnoglobulin, dan enzim. Selain zat gizi, pada ASI yang selama ini
13
Bahan :Isolat BAL dari ASI
Proses :Uji konfirmasi
Produksi bakteriosinAktivitas penghambatan terhadap
bakteri Escherichia coli ATCC 25922
Isolasi bakteriosin
Variabel yang diamati :Zona bening yang terbentuk dari berbagai waktu inkubasi
dianggap steril terdapat berbagai jenis bakteri yang dapat menstimulasi sistem
kekebalan tubuh bayi. Sejak tahun 1975, sebagian peneliti sudah menguji
keberadaan bakteri di dalam ASI. Hasil serangkaian penelitian menunjukkan
bahwa terdapat bakteri baik (prebiotik), bakteri oportunis (bakteri yang dalam
jumlah cukup tidak berbahaya namun jika jumlahnya meningkat akan
menimbulkan penyakit), dan bakteri patogen di dalam ASI. Contoh bakteri baik
yang ditemukan pada ASI adalah Lactobacilli dan beberapa tipe Bifidobacterium.
Bakteri berperan penting untuk menstimulasi daya tahan tubuh, membantu
pematangan imunitas, serta melindungi tubuh dari infeksi. Selain peran dalam
sistem daya tahan tubuh, bakteri juga membantu produksi mikronutrien seperti
vitamin.
H. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
14
I. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk
mengetahui waktu optimum produksi bakteriosin dari BAL yang diisolasi dari
ASI dan sifat penghambatannya terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922.
I.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di Laboratorium Mikrobiologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana yang beralamat di Jalan P.B.
Sudirman, Denpasar.Waktu penelitian adalah dari bulan Juni - Juli 2014.
I.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah isolat BAL dari ASI, isolat Escherichia coli
ATCC 25922, Nutrient Agar (NA), de Man Regosa Sharpe Broth (MRSB)
(Oxoid), de Man Regosa Sharpe Agar (MRSA) (Oxoid), alkohol, aquades, NaOH,
EMBA (Eosine Methylene Blue Agar), Lactose Broth (LB) , ammonium sulfat,
dan Tween 80.
I.3. Peralatan
Alat yang digunakan adalah jarum ose, cawan petri, tabung reaksi, vortex,
inkubator, laminar flow, spritus, korek api, tip, pipet mikro, pipet volume,
Erlenmeyer, autoclave, aluminium foil, jangka sorong dan magnetic stirrer.
I.4. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deksriptif yang bertujuan untuk mengetahui waktu optimum produksi bakteriosin
dari BAL yang diisolasi dari ASI serta mengetahui daya penghambatan
bakteriosin dari BAL yang diisolasi dari ASI terhadap bakteri Escherichia coli
ATCC 25922. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
15
I.5. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah besarnya zona bening yang
dibentuk dengan berbagai waktu inkubasi dari masing-masing isolat BAL. Zona bening
merupakan daerah penghambatan yang muncul di sekeliling sumur dan diukur dengan
jangka sorong. Setiap zona bening diukur diameternya sebanyak empat kali di tempat
berbeda dan hasilnya dirata-ratakan kemudian dikurangi dengan diameter lubang
(Amanah, 2011). Metode pengukuran zona bening dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengukuran Zona Bening
Keterangan gambar :
A : Sumur untuk SBS
B : Zona bening
C : Cawan petri (Media NA)
Garis Pengukuran diameter zona bening
I.6. Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu tahap pertama adalah persiapan
kultur kerja BAL dan bakteri patogen Escherichia coli ATCC 25922, tahap kedua
adalah uji konfirmasi isolat BAL dari air susu ibu dan bakteri patogen Escherichia
coli ATCC 25922, tahap ketiga adalah produksi bakteriosin dengan variasi waktu
inkubasi, dan tahap keempat adalah isolasi bakteriosin. Secara garis besar tahapan
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Isolat BAL dari ASI Bakteri Escherichia coli
Konfirmasi BAL dari ASI :Pewarnaan Gram
Bentuk dan MorfologiUji Katalase
Konfirmasi Bakteri Escherichia coli :
Pewarnaan GramBentuk dan Morfologi
Terkonfirmasi Terkonfirmasi
Produksi bakteriosin dari BAL dengan variasi waktu inkubasi : 12, 24, 36, 48, 60 jam
Pengujian aktivitas SBS yang mengandung bakteriosin
terhadap mikroba patogen Escherichia coli ATCC
25922
Isolasi bakteriosin
Pengujian aktivitas bakteriosin terhadap mikroba
patogen Escherichia coli ATCC 25922
Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian
17
1.6.1. Penelitian Tahap I adalah Persiapan Kultur Kerja BAL dan Bakteri Patogen Escherichia coli ATCC 25922.
Tahap ini dilakukan untuk meremajakan mikroba yang digunakan dalam
penelitian ini. Hal yang dilakukan antara lain :
a. Penyegaran Isolat Bakteri Asam Laktat dari Stok Kultur pada Media MRSB (Juniarthati, 2011).
Penyegaran BAL dilakukan dengan cara menginokuloasi 1 ose biakan dari
kultur stok gliserol kedalam 5 mL media MRS broth steril. Kemudian media yang
telah disuspensikan dengan isolat diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
Pertumbuhan BAL pada media ditandai dengan adanya kekeruhan pada media
MRS broth.
b. Penyegaran Isolat Bakteri Patogen Escherichia coli ATCC 25922 pada Media Lactose Broth (Juniarthati, 2011).
Isolat bakteri Escherichia coli ATCC 25922 dalam gliserol yang disimpan
pada suhu -20oC, diinokulasi dengan menggunakan jarum ose pada tabung reaksi
yang sudah berisi 5 mL medium lactosa broth steril kemudian diinkubasikan pada
temperatur 37oC selama 24 jam. Pertumbuhan Escherichia coli ATCC 25922 pada
media ditandai dengan adanya kekeruhan pada media LB.
c. Pembuatan Stok Bakteri Patogen Escherichia coli ATCC 25922 (Juniarthati, 2011).
Isolat bakteri Escherichia coli ATCC 25922 yang telah disegarkan,
dibiakan pada media EMBA dengan metode streak for single colony untuk
memperoleh koloni tunggal yang terpisah. Koloni tunggal diambil kemudian
dimasukan kedalam masing-masing 5 ml media LB dan diinkubasi 24 jam.
Kemudian dibuat stok patogen dengan menginokulasikan bakteri yang telah
18
dibiakkan pada media LB ke media NA agar miring dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam.
1.6.2. Penelitian Tahap II adalah Uji Konfirmasi Isolat BAL dari Air Susu Ibu dan Bakteri Patogen Escherichia coli ATCC 25922.
Penelitian tahap kedua ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi fisik
dari BAL dan bakteri patogen Escherichia coli ATCC 25922. Hal yang dilakukan
antara lain :
a. Pewarnaan Gram dan Pengamatan Bentuk (Harrigan dan McCance, 1998 dalam Puspawati dan Nociantri, 2012).
Isolat bakteri dihapuskan pada kaca objek yang bersih dan difiksasi ± 20
cm di atas nyala api bunsen. Preparat ditetesi dengan pewarna kristal violet,
didiamkan selama 1 menit dan dicuci menggunakan air mengalir dalam keadaan
terbalik dan dikeringkan. Preparat ditetesi dengan larutan lugol dan didiamkan
selama 2 menit, selanjutnya dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan
dengan kertas tisu. Preparat ditetesi dengan etanol 95% dan didiamkan selama 10-
20 detik. Sediaan dicuci lagi dengan air dalam keadaan terbalik. Selanjutnya
diwarnai dengan safranin selama 10-20 menit. Sediaan dicuci lagi dengan air dan
kelebihan air dihilangkan dengan menggunakan kertas hisap tanpa menggosok
sediaan. Lalu diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x dan
digunakan minyak imersi.
Uji gram positif jika sel berwarna ungu dan gram negatif jika sel berwarna
merah. Dimana, bakteri asam laktat pada pewarnaan gram akan menunjukkan
warna ungu karena tergolong bakteri gram positif. Sedangkan bakteri patogen
Escherichia coli ATCC 25922 akan menunjukkan warna merah karena tergolong
bakteri gram negatif.
19
b. Uji Katalase (Harrigan dan McCance, 1998 dalam Puspawati dan Nociantri, 2012).Isolat bakteri asam laktat dari ASI diambil satu ose, kemudian dioleskan
pada gelas obyek yang telah diberi alkohol. Gelas benda ditetesi 2 tetes larutan
H2O2 10%. Diamati terbentuknya gelembung gas pada preparat. Uji katalase
positif ditandai dengan adanya gelembung gas oksigen yang dihasilkan dari
degradasi H2O2 oleh enzim katalase. Dimana, bakteri asam laktat akan
menunjukkan hasil negatif pada uji katalase ini.
1.6.3. Penelitian Tahap III adalah Produksi Bakteriosin dengan Variasi Waktu Inkubasi.
Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk mengetahui waktu optimum
produksi bakteriosin dan daya penghambatan SBS yang mengandung bakteriosin
terhadap bakteri patogen Escherichia coli ATCC 25922. Hal yang dilakukan
antara lain :
a. Produksi Bakteriosin dari BAL dengan Variasi Waktu Inkubasi (Juniartati, 2011).
Isolat BAL dari working culture dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi MRS broth masing-masing sebanyak 5 mL dan diinkubasi selama 24 jam.
Selanjutnya, diambil masing-masing 1000 μL suspensi bakteri yang telah tumbuh
dan diinokulasi ke dalam 5 buah tabung reaksi yang masing-masing telah berisi
9ml MRS broth kemudian diinkubasi selama 12, 24, 36, 48, dan 60 jam pada suhu
370C. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama ± 15 menit.
Supernatan Bebas Sel (SBS) hasil sentrifugasi kemudian dinetralkan dengan
NaOH 0,1% dan dipanaskan dengan suhu 100oC selama 15 menit. Tujuan
penetralan adalah untuk menghilangkan asam-asam organik, sedangkan tujuan
20
proses pemanasan adalah untuk menghilangkan H2O2, CO2, dan diasetil. Sehingga
yang diperoleh hanya SBS yang mengandung bakteriosin.
b. Uji Aktivitas Antimikrobial SBS yang mengandung Bakteriosin Isolat BAL dengan Variasi Waktu Inkubasi terhadap Escherichia coli (Juniartati, 2011).
Bakteri patogen Escherichia coli ATCC 25922 dalam stok NA agar miring
kemudian diinokulasi ke dalam media lactosa broth dan diinkubasi selama 24
jam. Bakteri patogen uji sebanyak 100 µL disebar menggunakan hoky
streak/batang bengkok ke dalam cawan petri yang berisi media NA yang
sebelumnya telah disterilisasi dan telah memadat. Setelah ± 15 menit, media
tersebut kemudian dilubangi dengan pipet Pasteur. Lubang tersebut kemudian
diisi dengan SBS yang telah dinetralkan dan dipanaskan sebanyak 20 μL dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama ± 24 jam. Zona bening yang terbentuk dengan
berbagai variasi waktu inkubasi dari masing-masing isolat BAL diamati dan
diukur. Zona bening yang terbentuk menunjukan daya penghambatan bakteriosin
terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922.
1.6.4. Penelitian Tahap IV adalah Isolasi Bakteriosin
Penelitian pada tahap keempat dilakukan pada isolat BAL yang
menunjukkan hasil positif dan penghambatan terbesar terhadap bakteri patogen
Escherichia coli ATCC 25922 pada SBS netral yang dipanaskan. Isolasi
bakteriosin ini dilakukan dengan pengendapan SBS menggunakan garam
ammonium sulfat. Setelah diisolasi, dilakukan kembali pengujian aktivitas
bakteriosin terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 untuk mengetahui
daya hambat bakteriosin yang telah diisolasi terhadap bakteri Eschericia coli
ATCC 25922. Hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain :
21
a. Isolasi Bakteriosin (Juniartati, 2011).
Isolasi bakteriosin dilakukan pada isolat BAL yang menunjukkan hasil
positif dan penghambatan terbesar terhadap bakteri patogen Escherichia coli
ATCC 25922 pada SBS netral yang dipanaskan. Isolasi ini dilakukan dengan
pengendapan menggunakan garam ammonium sulfat.
Tahapan ini diawali dengan sentrifugasi bakteri yang telah diinokulasi ke
dalam MRS broth kemudian diinkubasi selama waktu terbaik yang telah diperoleh
dengan kecepatan 3000 rpm selama ± 15 menit. Tiap 1 mL SBS dipindahkan ke
dalam effendorf, dipanaskan selama ± 15 menit pada suhu 100ºC kemudian
didiamkan selama 10 menit. Ke dalam SBS tadi ditambahkan amonium sulfat
sebanyak 0,52 gram dan divortex hingga homogen. SBS yang telah tercampur
homogen dengan ammonium sulfat disimpan selama 24 jam pada suhu 5oC dan
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 15.000 rpm selama ± 30 menit pada suhu
4oC. SBS hasil sentrifugasi kemudian dibuang dan filtrat yang diperoleh dibilas
dengan air steril. Air steril hasil bilasan dibuang, kemudian filtrat ditambah
dengan air steril kembali sebanyak 50 µL dan divortex hingga homogen. Larutan
bakteriosin tersebut digunakan untuk uji antimikroba terhadap bakteri patogen
Escherichia coli ATCC 25922.
b. Uji Aktivitas Antimikrobial Bakteriosin Isolat BAL dengan Variasi Waktu Inkubasi terhadap Escherichia coli ATCC 25922 (Juniartati, 2011).
Bakteri patogen Escherichia coli ATCC 25922 dalam stok NA agar miring
kemudian diinokulasi ke dalam media lactosa broth dan diinkubasi selama 24
jam. Bakteri patogen uji sebanyak 100 µL disebar menggunakan swab steril ke
dalam cawan petri yang berisi media NA yang sebelumnya telah disterilisasi dan
22
telah memadat. Setelah ± 15 menit, media tersebut kemudian dilubangi dengan
pipet Pasteur. Lubang tersebut kemudian diisi dengan dengan larutan bakteriosin
yang telah diisolasi dari SBS netral yang dipanaskan sebanyak 20 μL dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama ± 24 jam. Zona bening yang terbentuk dengan
berbagai variasi waktu inkubasi dari masing-masing isolat BAL diamati dan
diukur.
J. JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan Waktu Penelitian
April Mei Juni Juli Agustus
1 Pembuatan
Proposal
UP
2 Seminar
UP
3 Revisi
Proposal
UP
4 Penelitian
5 Analisis
Data dan
Penyusunan
Laporan
6 Seminar
Hsil
7 Skripsi
23
K. BIAYA PENELITIAN
K.1 Dana Awal
a. Pembuatan proposal Rp 150.000
b. Fotocopy Rp 50.000
K.2 Dana Penelitian
a. Bahan penelitian Rp 100.000
b. Konsumsi seminar UP Rp 100.000
c. Penelitian di laboratorium Rp 1.500.000
d. Analisis data Rp 100.000
e. Penyusunan laporan Rp 200.000
f. Biaya tidak terduga Rp 500.000
Rp 2.700.000
24
top related