bab v penerapan model pada studi kasus das citarum hulu · kontur menjadi data bathimetri...
Post on 13-May-2018
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
95
Bab V Penerapan Model Pada Studi Kasus
DAS Citarum Hulu V.1 Penyiapan dan Analisis Data
Data yang dipersiapkan dalam proses simulasi baik hidrologis maupun hidrolik
adalah data hidroklimatologi yaitu berupa data hujan, evaporasi dan debit, serta
data fisik dari DAS Citarum Hulu yaitu berupa peta topografi, peta tata guna lahan
dan jaringan sungai yang ada, khususnya data penampang melintang sungai.
Analisis yang lebih rinci dan jelas terhadap masing-masing data akan dijelaskan
pada pasal-pasal di bawah ini.
V.1.1 Penyiapan dan Analisis Data Hidroklimatologi
Data curah hujan, evaporasi dan debit adalah data yang diperlukan dalam simulasi
hidrologis. Dalam analisis banjir, data realtime jam-jaman yang harus digunakan,
karena banjir biasanya terjadi setelah beberapa jam kejadian hujan. Akan tetapi
pada kenyataannya data realtime di lapangan tidak tersedia secara baik dalam
rentetan data yang lengkap, sehingga dalam simulasi penelitian ini data yang
digunakan yaitu data realtime tahun 2001 dan 2002 sesuai dengan kondisi data
dan peta tata guna lahan yang ada. Sebagai contoh, data hujan realtime dan
distribusinya secara grafik dapat dilihat pada Lampiran B.4a dan B.4b.
Sesuai dengan lokasi DAS Citarum Hulu terdapat 9 stasiun pengamatan hujan
yang dapat mewakili kondisi hujan pada DAS tersebut, yaitu : Stasiun Pengamat
Hujan Paseh, Ciparay, Cicalengka, Chinchona, Cisondari, Bandung, Ujung
Berung, Cililin, dan Sukawana. Ke sembilan stasiun pengamat hujan tersebut
sebaran lokasinya dapat dilihat seperti pada gambar V.1.
Untuk mendukung perhitungan hidrograf inflow pada DAS Citarum Hulu, maka
dalam analisis hujan wilayah yang mewakilinya digunakan metode poligon
Tiessen (Lampiran B.2 dan Lampiran B.5a). Sedangkan untuk mendukung
perhitungan hidrograf inflow pada masing-masing outlet sub DAS, digunakan
poligon Tiessen yang disesuaikan dengan lokasi stasiun hujan di sekitarnya
96
(Lampiran B.3a dan B.3b). Dengan metode ini berarti curah hujan dianggap
merata dan seragam pada catchment pengaruhnya.
Gambar V.1 Sebaran Lokasi Stasiun Pengamat Hujan
Data evaporasi diperlukan juga dalam simulasi perhitungan hidrograf inflow.
Seperti halnya data hujan, tahun pengamatannya disesuaikan dengan tahun tata
guna lahan yang ditinjau, yaitu tahun 2001 dan 2002. Hanya ada satu stasiun iklim
yang dapat digunakan untuk melihat kondisi evaporasi di DAS Citarum Hulu,
yaitu stasiun pengamat Bandung yang terdapat di jalan Cemara Bandung. Karena
data yang ada berupa data evaporasi harian, maka diperlukan analisis untuk
mendapatkan data evaporasi jam-jaman. Metoda yang digunakan adalah
menggunakan pendekatan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh After
van Bavel dan Fritschen (1964), yaitu rata-rata distribusi panas (L) dan evaporasi
(E) yang terjadi dalam satu hari seperti yang digambarkan pada gambar V.2 di
bawah ini :
Gambar V.2 Distribusi panas dan evaporasi dalam 24 jam
97
Meskipun lokasi penelitian di atas berada di Tempe, Arizona Amerika Serikat
pada musim panas bulan Juli, akan tetapi karena memiliki karakter iklim musim
panas yang relatif serupa dengan di Bandung, yaitu waktu penyinaran matahari
kurang lebih 12 jam dan suhu udara antara 90oF – 100oF atau 18oC – 24oC
(informasi dari internet) dan belum ada referensi lain di Indonesia mengenai
evaporasi jam-jaman, maka pola distribusi evaporasi di atas digunakan oleh
peneliti sebagai pendekatan untuk mendistribusikan evaporasi harian yang terjadi
di DAS Citarum Hulu menjadi evaporasi jam-jaman.
Untuk mengkalibrasi hidrograf hasil simulasi digunakan data hidrograf hasil
observasi dalam jam-jaman yang diperoleh dari lokasi stasiun pengamat debit
Nanjung sebagai outlet DAS Citarum Hulu.
V.1.2 Penyiapan Data Fisik DAS Citarum Hulu
Untuk mendukung simulasi hidrologis maupun hidrodinamik diperlukan juga data
yang berkaitan dengan kondisi fisik dari DAS yang bersangkutan. Dalam hal ini
kondisi fisik yang sangat berpengaruh adalah kondisi topografi yang disajikan
dalam bentuk Digitation Elevation Model (DEM), pola jaringan sungai utama
dengan penampang melintangnya dan anak-anak sungai utama serta kondisi tata
guna lahan DAS. Ketiga kondisi fisik DAS tersebut dijelaskan lebih lanjut pada
pasal-pasal di bawah ini.
V.1.2.1 DEM Kawasan DAS Citarum Hulu
DAS Citarum Hulu dengan outlet Nanjung mempunyai luas kurang lebih 1.721
km2 terdapat pada lima wilayah administratif, yaitu Kabupaten Bandung, Kota
Bandung, dan sebagian Kabupaten Sumedang dan berbatasan dengan Kabupaten
Subang di bagian Utara, Kabupaten Garut di bagian Selatan dan Timur, serta
sebagian Kabupaten Sumedang di bagian Timur. Peta topografi yang peneliti
gunakan adalah peta kontur dan elevasi yang diperoleh hasil olah data foto udara
yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Dinas Tarkim Provinsi Jawa Barat
(Lampiran A.1). Selanjutnya peta dalam format arcview (*.shp) diolah menjadi
file bathimetri (*.dfs2) menggunakan MIKE Zero tool. Proses pengolahan data
kontur menjadi data bathimetri selengkapnya dapat dilihat pada manual prosedur
MIKE Zero Tool.
98
Sesuai dengan kemampuan komputer saat ini (prosessor intel jenis centrino core
two duo) dan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk eksekusi model,
maka jarak antar grid yang digunakan adalah 50 m x 50 m dengan jumlah sel
sebanyak 520 x 300 sel. Pertimbangan di atas juga sudah memperhatikan elevasi
kontur peta yang dipotong dan interpretasi hasil model yang akan diperoleh. DEM
hasil analisis gid dapat dilihat pada gambar V.3a dan V.3b di bawah ini :
Gambar V.3a Gambar Topografi DAS Citarum Hulu Dalam Bentuk DEM
Gambar V.3b Gambar Sebuah Sel 50 m x 50 m
Dengan luas peta DEM di atas berarti hanya 390 km2 atau 22,6% saja yang
digunakan untuk model sebagai floodplain area dari total luas 1.721 km2.
V.1.2.2 Pola Jaringan Sungai
Pola jaringan sungai yang berada pada DAS Sungai Citarum Hulu terdiri dari
sebuah sungai utama yaitu Sungai Citarum sendiri dan 13 anak sungai utama yang
dianggap besar yang bermuara ke Sungai Citarum. Ketiga belas anak sungai
data elevasi sel
99
tersebut dianggap besar karena selalu ada air mengalir di anak sungai tersebut
meskipun pada musim kemarau, (BBWS Citarum). Mereka adalah Sungai
Citarum Hulu, Sungai Citarik, Sungai Cikeruh, Sungai Cipamongkolan, Sungai
Cidurian, Sungai Cicadas, Sungai Cigede, Sungai Cisangkuy, Sungai Citepus,
Sungai Cibolerang, Sungai Ciwidey, Sungai Cibeureum dan Sungai Cimahi.
Dalam bentuk skema pola jaringan sungai Citarum Hulu dan anak-anak sungainya
dapat dilihat seperti pada gambar V.4 di bawah ini :
S. C
ISAN
GKUY
S. C
IBOL
ERAN
GS.
CIB
EUREU
M
S. CIKERUH
S. CITARIK
S. CITARUMHULU
S. C
IPAM
OKO
LAN
S.
CIT
EPU
S
S. C
IWID
EY S. C
ICAD
ASS.
CIG
EDE
S. C
IDU
RIA
N
S. C
IMAH
I
Gambar V.4 Pola Jaringan Sungai Citarum Hulu
Dari gambar di atas terlihat bahwa meskipun ada 13 sub DAS yang terletak dalam
DAS Citarum Hulu, akan tetapi karena lokasi Nanjung berada sebelah hulu muara
sungai Cimahi, maka hanya 12 sub DAS yang berpengaruh dalam analisis
perhitungan selanjutnya. Ke 12 sub DAS tersebut dapat dilihat pada Gambar V.5
di bawah ini :
SUB DASCIWIDEY
SUB DASCIBOLERANG
SUB DASCISANGKUY
SUB DASCITARUM HULU
SUB DASCITARIK
SUB DASCIKERUH
SUB DASCIPAMOKOLAN
SUB DASCIDURIAN
SUB DASCICADAS
SUB DASCIGEDE/CIKAPUNDUNG
SUB DASCITEPUS
SUB DASCIBEUREUM
SUB DASCIMAHI
Gambar V.5 Sub DAS Anak-anak Utama Sungai Citarum Hulu
Nanjung
Waduk Saguling
100
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan peta tematik dan bantuan
software Autocad, luas masing-masing sub DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel
V.1 di bawah ini :
Tabel V.1 Luas Sub DAS-sub DAS di Sungai Citarum Hulu
A KUMULATIF A(km2) (km2)
1 CITARUM HULU 363,44 363,442 CITARIK 257,49 620,933 CIKERUH 190,34 811,274 CIPAMOKOLAN 42,23 853,505 CIDURIAN 33,95 887,456 CICADAS 29,72 917,177 CIGEDE/CIKAPUNDUN 145,41 1062,588 CISANGKUY 280,95 1343,529 CITEPUS 36,52 1380,0510 CIBOLERANG 60,87 1440,9111 CIWIDEY 228,37 1669,2912 CIBEUREUM 51,58 1720,87
1.720,87 JUMLAH
NAMA SUB DASNO.LUAS SUB DAS
V.1.2.3 Tata Guna Lahan
Tata guna lahan adalah salah satu karakteristik fisik dari DAS yang dapat
menginterpretasikan kondisi permukaan DAS. Berbagai jenis tutupan lahan yang
terdapat pada DAS tersebut memberikan kontribusi terhadap besar kecilnya aliran
permukaan (surface runoff) yang ditunjukkan dengan nilai koefisien pengaliran.
Dalam penelitian yang peneliti dilakukan, tata guna lahan yang digunakan adalah
tataguna lahan DAS Citarum Hulu tahun 2001, hal ini terkait dengan keberadaan
peta saat mulai penelitian dan data hujan jam-jaman.
Kondisi tata guna lahan DAS Citarum Hulu tahun 2001 ini dapat dilihat seperti
pada Gambar V.6 di bawah ini :
101
Sumber : Bapeda Propinsi Jawa Barat
Gambar V.6 Tata Guna Lahan DAS Citarum Hulu Tahun 2001
Untuk masing-masing sub DAS sebaran penggunaan guna lahan dapat dilihat
seperti pada Tabel V.2 di bawah ini :
Tabel V.2 Sebaran Penggunaan Lahan Pada Sub DAS Citarum Hulu
1 CITARUM HULU 34.235 8.525 2.008 40.422 138.12 25.745 33.227 80.625 0.535 363.44
2 CITARIK 2.26 22.335 3.343 44.804 40.239 42.776 31.88 13.307 54.46 2.088 257.49
3 CIKERUH 8.173 9.738 3.712 25.49 15.874 0.237 53.35 8.806 64.71 0.142 0.104 190.34
4 CIPAMOKOLAN 7.87 0.12 2.563 9.72 0.248 12.6 1.376 7.734 42.23
5 CIDURIAN 3.795 0.147 0.633 4.997 10.137 6.56 0.198 7.485 33.95
6 CICADAS 0.086 0.14 13.35 16.14 29.72
7 CIGEDE/CIKAPUNDUNG 32.211 1.308 20.016 16.715 4.116 53.26 7.997 9.654 0.131 145.41
8 CISANGKUY 61.694 0.764 0.197 18.126 129.562 29.12 18.714 22.395 0.374 280.95
9 CITEPUS 1.939 0.758 0.947 29.78 3.1 36.52
10 CIBOLERANG 0.141 0.299 4.302 6.079 4.776 12.375 31.71 1.187 60.87 11 CIWIDEY 46.932 1.139 0.367 10.247 13.322 6.553 129.82 19.871 0.119 228.37 12 CIBEUREUM 6.679 0.927 0.474 0.948 5.313 30.96 0.339 5.944 51.58
203.99 40.598 15.792 1.197 172.339 380.716 53.637 297.934 226.159 323.828 2.765 1.811 0.104 1,720.87
sawahsemak belukar
tanah kosong waduk/danau jumlahpadang rumput
kawasan idustri
kawasan pertambangan
kebun campuran
ladang/tegalan
pemukiman perkebunanNAMA SUB DAS hutan primerNO.
JUMLAH
hutan sekunder
Sedangkan koefisien pengaliran untuk masing-masing tutupan lahan
(Richard H. McCuen, 1998) adalah seperti yang tertulis pada tabel V.3 di bawah
ini :
Tanah Kosong
Hutan Primer
Perkebunan Sawah Pemukiman
Hutan Sekunder
102
Tabel V.3 Koefisien Pengaliran (run off)
Jenis Permukaan Koefisien RunoffHutan Primer 0,25 Hutan Sekunder 0,25 Kawasan Industri 0,88 Kawasan Pertambangan 0,39 Kebun Campuran 0,41 Ladang/Tegalan 0,39 Padang Rumput 0,50 Pemukiman 0,54 Perkebunan 0,31 Sawah 0,41 Semak Belukar 0,40 Tanah Kosong 0,39 Waduk/danau 1,00
Selanjutnya untuk menghitung koefisien pengaliran yang mewakili DAS atau sub
DAS digunakan rumus pendekatan dengan perbandingan luas masing-masing tata
guna lahan sebagai berikut :
V.1
Dimana :
C = koefisien pengaliran yang mewakili DAS atau sub DAS c = koefisien pengaliran untuk jenis tutupan lahan tertentu A = luas jenis tutupan lahan tertentu
V.2 Simulasi Model Hidrologi di Daerah Aliran Sungai
V.2.1 Penjelasan Umum
Model hidrologi yang digunakan dalam menghitung hydrograph inflow adalah
model hidrologi NAM (Nedbør-Afstrømnings-Model) yang dikembangkan oleh
Department of Hydrodynamics and Water Resources at the Technical University
of Denmark. Model hidrologi NAM ini merupakan salah satu modul dari sistem
pemodelan sungai MIKE 11 seperti yang sudah dijelaskan pada bab II. Dengan
bantuan NAM model untuk pemodelan rainfall runoff, maka kontribusi/pengaruh
hujan dari suatu catchment terhadap besar lateral inflow yang masuk ke sistem
jaringan sungai dapat dihitung. Model ini dapat digunakan untuk satu catchment
maupun satu sistem DAS yang besar yang mempunyai beberapa sub DAS dengan
jaringan sungai yang kompleks. NAM model telah terbukti sebagai alat bantu
engineering yang andal dan telah diterapkan di berbagai belahan dunia dengan
berbagai macam rezim hidrologi dan kondisi parameter iklim.
103
Tahap pertama simulasi Rainfall Runoff (RR) dilakukan terhadap DAS Citarum
Hulu secara keseluruhan. Hasil simulasi selanjutnya dikalibrasi dengan hidrograf
hasil pengukuran di Nanjung. Kalibrasi ini diperlukan untuk memastikan
parameter-parameter yang diasumsikan dalam simulasi RR telah sesuai.
Dengan mengasumsikan parameter aliran tanah sama untuk setiap sub DAS
seperti yang digunakan dalam simulasi DAS Citarum Hulu, maka simulasi RR
selanjutnya dilakukan terhadap dua belas sub DAS. Hasil simulasi RR dari kedua
belas sub DAS tersebut dijumlahkan dan dibandingkan terhadap debit hasil
simulasi DAS Citarum bagian hulu total. Setelah hasilnya relatif sama, baik
polanya maupun jumlah kumulatifnya, maka debit hasil simulasi RR ini dijadikan
sebagai hidrograf inflow untuk simulasi hidrodinamik di sungai.
V.2.2 Syarat Batas Model
Syarat batas dalam simulasi model hidrologis ini adalah data hujan, evaporasi dan
luas daerah tadah hujan. Sedangkan data debit observasi digunakan sebagai
kalibrasi dari hasil simulasi model.
V.2.3 Hasil Simulasi RR
Hasil simulasi rainfall runoff untuk DAS Citarum Hulu dalam bentuk grafik dapat
dilihat pada Gambar V.7, V.8 dan Gambar V.9 sedangkan hasil simulasi untuk
dua belas Sub DAS dapat dilihat pada Gambar V.9 sampai dengan Gambar IV.20
di bawah ini :
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 240 480 720 960 1200 1440
debit, Q(m3/det)
Jam Pengam atan
Deb it In flow Hasil Model dan Pengam atan2 De s 2 0 0 1 ‐ 3 1 Jan 2 00 2
C itarum Qob s Runo ff (m 3 /det)
C i tarum Qsim Runoff (m 3 /de t)
Gambar V.7 Hidrograf Hasil Simulasi Rainfall Runoff
Sungai Citarum Hulu
104
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100 ,000
120 ,000
140 ,000
160 ,000
180 ,000
200 ,000
0 168 336 504 672 840 1008 1176 1344
debit, Q(m3/det)
Jam Pengamatan
Debit Akumulatif In flow Hasil Model dan Pengamatan2 Des 2001 ‐ 31 Jan 2002
Citarum Acc Qobs
Citarum Acc Qsim
Gambar V.8 Debit Kumulatif Hasil Simulasi Rainfall Runoff
Sungai Citarum Hulu
Hasil kalibrasi antara debit simulasi dengan debit observasi diperoleh R2 = 0,84
dan jumlah akomulatifnya sama besar sebesar 185.164 m3/det.
Sedangkan untuk hasil simulasi pada masing-masing sub DAS diperoleh grafik
hidrograf sebagai berikut :
020406080
100120140160180200
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CITARUM HULU
Gambar V. 9 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Citarum Hulu
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CITARIK
Gambar V.10 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Citarik
105
020406080
100120140160
180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
DEbit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW CIKERUH
Gambar V.11 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cikeruh
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CIPAMOKOLAN
Gambar V.12 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cipamokolan
02040
6080
100
120140160
180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
CIDURIAN
Gambar V.13 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cidurian
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW CICADAS
Gambar V.14 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cicadas
106
020406080
100120140160
180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CIGEDE/CIKAPUNDUNG
Gambar V.15 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai
Cigede/Cikapundung
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CISANGKUY
Gambar V.16 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cisangkuy
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CITEPUS
Gambar V.17 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Citepus
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CIBOLERANG
Gambar V.18 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cibolerang
107
02040
6080
100120140
160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CIWIDEY
Gambar V.19 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Ciwidey
020406080
100120140160180
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/det)
Waktu (jam)
DEBIT INFLOW SUB DAS CIBEUREUM
Gambar V.20 Hidrograf hasil simulasi Rainfall Runoff Sungai Cibeureum
V.2.4 Kalibrasi dan Verifikasi
Hasil simulasi yang dilakukan terhadap DAS Citarum Hulu yang disajikan pada
gambar V.7 dan V. 8 di atas dapat dianalisis seperti pada pada gambar V.21 di
bawah ini.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 240 480 720 960 1200 1440
debit, Q(m3/det)
Jam Pengamatan
Debit Inflow Hasil Model dan Pengamatan2 Des 2001 ‐31 Jan 2002
Citarum Qobs Runoff (m3/det)
Citarum Qsim Runoff (m3/det)
Gambar V.21 Kalibrasi Hidrograf DAS Citarum Hulu
Nilai debit rata-2 berimpit antara Qsim dan Qobs
Nilai debit puncak antara Qsim dan Qobs
1178
Aliran Rendah yang Ditinjau
108
Selama periode banjir yang ditinjau yaitu mulai bulan Desember 2001 sampai
dengan bulan Januari 2002 antara hasil simulasi dengan observasi mempunyai
perbandingan sebagai berikut :
• Nilai rata-rata sama antara debit limpasan hasil simulasi dengan hasil
observasi, yaitu sebesar 126,48 m3/det.
• Adanya kesesuaian bentuk hidrograf yang relatif baik, didasarkan pada hasil
distribusi-t dengan tingkat kepercayaan 99,9% dan koefisien determinan dari
Nash-Sutcliffe Coefficient, yaitu sebesar R2 = 0,85.
• Dari bambar V.21 terlihat adanya kesesuaian aliran puncak dan waktu
kejadian yaitu debit puncak untuk Qobs sebesar 449 m3/det sedangkan Qsim
sebesar 457,97 m3/det (berbeda 2,0 %) yang terjadi pada waktu yang sama
yaitu jam ke 1.178 dari awal simulasi atau jatuh pada jam 2, tanggal 20
Januari 2002.
• Pada aliran rendah dengan daerah tinjauan pada tanggal 12 Desember 2001
sampai dengan 10 Januari 2002, mempunyai perbedaan nilai rata sebesar
12,74 % dan namun hasil koefisien determinan dari Nash-Sutcliffe Coefficient
mempunyai nilai relatif cukup yang baik, yaitu sebesar 0,81.
Sedangkan untuk kalibrasi yang dua belas sub DAS dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah debit hasil simuasi sub DAS dengan debit hasil simulasi
DAS Citarum Hulu serta debit hasil observasi di Nanjung. Dalam bentuk grafik
perbandingan jumlah dua belas sub DAS dengan hasil observasi dapat dilihat pada
Gambar V.22 berikut ini :
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
11 / 2 5 / 2 0 0 1 0 :0 0 1 2 / 5 / 2 0 0 1 0 :0 0 1 2 / 1 5 / 2 0 0 1 0 :0 0 1 2 / 2 5 / 2 0 01 0 :0 0 1 / 4 / 2 0 0 2 0 :0 0 1 / 1 4 / 2 0 02 0 :0 0 1 / 2 4 / 2 0 02 0 :0 0 2 / 3 / 2 0 0 2 0 :0 0 2 / 1 3 / 2 0 02 0 :0 0
Debit (m3/s)
W aktu
Graf ik Pe rb and ingan D eb it Hasi l S im u lasi d e ngan O b se rvasi
JUM LAH DEB IT SIM ULASI RR 13 SUB DAS DEB IT SIM ULASI RR C ITARUM HULU DEB IT OBSERVASI
Gambar V.22 Grafik Hidrograf Hasil Jumlah 12 sub DAS,
DAS Citarum Hulu dan Hasil Observasi
109
Hasil kalibrasi antara komulatif 12 sub DAS dengan hidrograf hasil observasi
mempunyai nilai R2 sebesar 0,85 dengan tingkat kepercayaan dari uji distribusi-t
sebesar 99,9 %.
V.3 Simulasi Model Hidrodinamik Aliran di Sungai dan Daerah Banjir
V.3.1 Penjelasan Umum
Dalam pemodelan aliran di sungai, peneliti menggunakan model aliran satu
dimensi yang terdapat dalam software MIKE 11. Software ini peneliti gunakan
mengingat penggunaan persamaan matematiknya sudah lengkap, yaitu
menggunakan persamaan Saint Venant dengan fully dynamic.
Sedangkan untuk pemodelan di dataran banjirnya (flood plain) menggunakan
software MIKE 21. Dengan software ini daerah banjir dimodelkan dalam ruang
dua dimensi, yaitu dua arah aliran horizontal (x,y), sehingga luas daerah yang
terkena banjir dapat terukur dengan jelas. Mengingat pemodelan daerah banjirnya
sudah menggunakan ruang spasial (DEM), maka setiap titik dalam spasial tersebut
dapat diketahui beberapa karakteristik aliran, diantaranya kedalaman aliran,
kecepatan aliran, momentum dan lain-lain.
Model banjir adalah gabungan antara model aliran satu dimensi di sungai dengan
daerah banjir di lahan yang digabungkankan dengan software MIKE FLOOD.
V.3.2 Syarat Batas Model
Untuk simulasi model hidrodinamik satu dimensi menggunakan MIKE11
diperlukan syarat batas. Syarat batas yang digunakan dalam pemodelan ini adalah
hidrograf inflow hasil simulasi RR yang ditempatkan di masing-masing muara sub
DAS Sungai Citarum Hulu dan nilai perbandingan kedalaman aliran dengan debit
(h/Q) di bagian hilir model sungai tersebut.
Dalam tampilan software MIKE 11 skema posisi dan tabel pengisian syarat batas
ini dapat dilihat seperti pada Gambar V. 23a dan V.23b di bawah ini :
110
Gambar V.23a Posisi Syarat Batas Model Satu Dimensi di Sungai
Gambar V.23b Tampilan Tabel Syarat Batas Model Satu Dimensi di Sungai
Sedangkan pada model simulasi MIKE 21, keempat sisi terluar daerah simulasi
didefinisikan sebagai syarat batas simulasi. Karena luas DAS Citarum Hulu yang
sangat besar, 1.721 km2 dan keterbatasan kemampuan komputer dalam
mengekskusi model dengan sel yang sangat besar, maka tidak semua sub DAS
dieksekusi dalam model. Dalam model, posisi syarat batas ditentukan harus lebih
tinggi dari elevasi muka air maksimum saat banjir (elevasi M.A.B tertinggi untuk
Periode Ulang 25 tahun adalah + 660,75 m), sehingga floodplain area berada di
dalam posisi syarat batas. Pada model 2D ini nilai syarat batas dapat dilihat
seperti gambar V.24a, V.24b , V.24c berikut ini :
Syarat Batas Di Hilir Sungai
Syarat Batas di Setiap Muara sub DAS
Sungai Citarum
111
(a)
(b)
(c)
Gambar V.24 (a) Peta Area DEM yang dimodelkan (b) Elevasi Sel di Sekitar
Syarat Batas dan (c) Syarat Batas Model Dalam View 3D
Syarat Batas Model
Floodplain Area
112
Sebagai contoh syarat batas model 2D pada salah satu sisi diperlihatkan pada
gambar V.24b. Dari tabel tersebut terlihat bahwa elevasi terendah sel yang
berbatasan dengan syarat batas adalah + 670 m, dengan elevasi muka air banjir
maksimum adalah + 660,75 m, maka syarat batas tidak akan terluapi. Demikian
juga dilakukan terhadap sisi-sisi batas yang lainnya.
V.3.3 Hasil Simulasi
Hasil simulasi MIKE FLOOD dapat dilihat pada file hasil simulasi MIKE 11 dan
MIKE 21. Hasil simulasi MIKE 11 berupa (*.res11) dapat dilihat pada Gambar
V.51 berikut ini :
Gambar V.25a Profil Memanjang Bagian Sungai Citarum Hulu
Hasil Simulasi MIKE11
Gambar V.25b Profil Melintang Pada Daerah Overtopping
Hasil Simulasi MIKE11
Contoh overtopping pada tanggul
Muka air maksimum di sungai
Tanggul kiri dan kanan sungai
Muka air maksimum di sungai
Overtopping di tanggul kiri dan kanan
113
Pada gambar V.25a di atas dapat dilihat bahwa pada beberapa titik bahkan
sepanjang jarak tertentu dari memanjang sungai terjadi overtopping yang dapat
mengakibatkan limpasan air ke floodplain area. Dengan gambar V.25b lebih jelas
terlihat bahwa pada penampang melintang CTR 8.945 terjadi overtopping di
kedua sisi tanggulnya. Kedua gambar di atas merupakan indikasi awal yang dapat
mengakibatkan banjir di floodplain area.
Dengan menggunakan MIKE FLOOD yang merupakan gabungan dari aliran satu
dimensi di sungai dan dua dimensi di lahan, karakteristik kondisi banjir di
floodplain area dapat diketahui, seperti yang terlihat pada Gambar V.26a berikut
ini :
Gambar V.26 a Contoh Lokasi Daerah Banjir di DAS Citarum Hulu
Gambar V.26b Arah Aliran Pada Saat Overtopping dari Sungai
Floodplain Area
Badan Sungai
overtopping
Sungai utama Citarum Hulu
114
Apabila pada Gambar V.26a dilihat salah satu sel pada daerah yang tergenang,
sebagai contoh pada koordinat x = 798.575,73 dan y = 9.226.670,4 maka dapat
dilihat pola perubahan muka air selama banjir seperti pada gambar V.26c di
bawah ini :
0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
0 50 100
150
200
250
Kedalaman (m)
Waktu (jam)
GRAFIK KEDALAMAN GENANGAN dan WAKTU GENANG
Gambar V.26 c Contoh Perubahan Kedalaman Air Pada Koordinat Tertentu
Dari gambar V.26c di atas dapat dianalisis bahwa kedalaman air di salah satu titik
sel floodplain area bergerak mulai dari kedalaman nol sampai kedalaman
maksimum kurang dari 11,0 cm, setelah itu turun sampai kedalaman 4,0 cm dan
selanjutnya relatif tetap tidak kembali ke kedalaman nol. Kondisi demikian
menunjukkan bahwa kedalaman maksimum genangan 11,0 cm, lama genangan
9x5 = 45 jam, sedangkan kedalaman air 4,0 setelah jam ke 45 adalah kedalaman
air minimum syarat batas untuk floodplain area.
Pada daerah tertentu yang elevasi topografinya lebih rendah dari elevasi muka air
di sungai atau lebih rendah dari elevasi tanah yang terluapi banjir, maka akan
terjadi genangan air yang sulit untuk surut. Kondisi ini bisa dilihat seperti pada
Gambar V.26 d berikut :
Kedalaman Sel Pada Koordinat 798.575,73 ; 9.226.670,74
Ked
alam
an G
enan
gan
Mak
sim
um
Waktu Genangan
115
0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
0,16
350 400 450 500 550 600
Kedalaman
(m)
Waktu (jam)
GRAFIK KEDALAMAN GENANGAN dan WAKTU GENANG
Gambar V.26 d Contoh perubahan kedalaman air pada sel yang elevasi
topografinya lebih rendah dari elevasi muka air di sungai atau lebih rendah dari elevasi tanah yang terluapi banjir
Selanjutnya simulasi dilakukan terhadap variasi kejadian hujan maksimum 1 jam,
2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan seterusnya untuk mendapatkan variasi dari
besarnya hujan, pola hujan, besarnya debit puncak, luas genangan, kedalaman
genangan dan waktu genang. Data hujan pendek maksimum sesuai dengan waktu
yang ditinjau dapat dilihat pada Lampiran B.6.
V.3.4 Kalibrasi Untuk Aliran Hidrodinamik
Kalibrasi untuk aliran satu dimensi dilakukan dengan cara membandingkan antara
debit hasil observasi dengan debit hasil simulasi di Nanjung, sedangkan kalibrasi
untuk dua dimensi dilakukan terhadap parameter-parameter sebagai berikut :
• Waktu dan lama kejadian banjir
• Daerah-daerah yang terkena banjir dan luasannya
• Kedalaman atau tinggi muka air pada lokasi-lokasi tertentu
• Kontinuitas aliran hasil simulasi model
A. Kalibrasi Debit di Nanjung
Hasil kalibrasi di Nanjung antara debit observasi dengan debit hasil simulasi
dengan MIKE 11 dapat dilihat pada Gambar V.27 di bawah ini :
Floodplain area yang memerlukan penanganan masalah drainase
Ked
alam
an G
enan
gan
Mak
sim
um
Waktu Genangan
kedalaman syarat batas floodplain area
116
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
11/25/2001 0:00 12/5/2001 0:00 12/15/2001 0:00 12/25/2001 0:00 1/4/2002 0:00 1/14/2002 0:00 1/24/2002 0:00 2/3/2002 0:00 2/13/2002 0:00
Debit (m3/s)
Waktu
Grafik Perbandingan Debit Hasil Simulasi dengan Observasi
DEBIT OBSERVASI DI NANJUNG DEBIT HASIL SIMULASI M 11 DI NANJUNG
Gambar V.27 Grafik Perbandingan Debit Hasil Simulasi
dengan Observasi di Nanjung
dari grafik di atas diperoleh nilai untuk masing-masing hasil simulasi dan
observasi sebagai berikut : debit rata-rata 141,23 m3/det dan 126, 40 m3/det; debit
maksimum 276,7 m3/det dan 239,0 m3/det; standar deviasi 195,7 dan 19,8 dan
Nash-Sutcliffe Coefficient (R2) sebesar 0,86. Sedangkan untuk uji tingkat
kepercayaan, baik F-test maupun T-test keduanya tidak memenuhi syarat karena
nilai rata-rata maupun standar deviasi mempunyai nilai yang sangat jauh berbeda.
Kondisi tersebut dapat diakibatkan oleh nilai hasil model hidrolik yang masih satu
dimensi, dalam arti belum ada air yang melimpas ke floodplain area seperti
kenyataan di lapangan. Namun demikian apabila kita melihat R2 mempunyai nilai
yang cukup baik, sehingga hasil model dapat dianggap memenuhi syarat.
Pada posisi awal hasil simulasi harga debit sama dengan nol, ini menunjukkan
debit dari inflow belum sampai ke Nanjung, diperlukan waktu konsentrasi untuk
mencapai Nanjung.
B. Waktu dan Lama Kejadian Banjir
Berdasarkan data yang tercatat di Balai Besar WS Citarum, banjir terjadi mulai
tanggal 18 Januari 2002 selama 10 hari sedangkan puncaknya terjadi pada tanggal
20 Januari 2002. Sedangkan berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat dalam bentuk
gambar V.28 sebagai berikut :
top related