bab iv kebijakan energi: kepentingan energi negara- … · lng sebagai tantangan dan penggerak...
Post on 24-Feb-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB IV
KEBIJAKAN ENERGI: KEPENTINGAN ENERGI NEGARA-
NEGARA BALTIK DAN UE TERHADAP RUSIA
4.1 Uni Eropa Sebagai Konsumen Gas Rusia
Hubungan negara-negara Baltik dan UE dengan Rusia didasarkan pada kepentingan
politik, energi dan geografis. Gas merupakan energi yang sangat penting bagi seluruh negara-
negara di Eropa karena berfungsi sebagai pemanas ruangan dan penunjang peralatan rumah
tangga lainnya. Suhu yang dingin menyebabkan kebutuhan pemanas yang sangat tinggi ditambah
dengan pertumbuhan penduduk menyebabkan gas sebagai komoditas penting nasional bagi
negara-negara Baltik dan UE. Data dari Eurogas menyatakan bahwa ketergantungan Baltik
sebanyak 100% terhadap gas Rusia dan EC (European Comission) menyatakan UE bergantung
pada suplai gas Rusia sebanyak 39% pada tahun 2015. Peneliti berpendapat bahwa sebenarnya
Rusia tidak memerlukan Baltik sebagai pasar gasnya , namun lebih sebagai klien dominasi
politiknya. Sebelum dapat menilai kepentingan politik Rusia yang menggunakan energi sevagai
alat politikdalam penelitian ini yang berupa energi perlu ditilik terlebih dahulu. Kepentingan
energi UE dan negara-negara Baltik terhadap Rusia, diyakini oleh penulis lebih besar daripada
kepentingan ekonomi Rusia terhadap negara-negara tersebut. Analisa kepentingan energi ini
akan dijabarkan oleh penulis menggunakan konsep kebijakan energi.
Dalam penjabaran Andreas Goldthau dalam The Handbook of Global Energy Policy
(2013) mengenai kebijakan energi, gas merupakan bahan energi yang unik karena biaya
distribusi yang mahal sehingga lebih baik menggunakan pipa. Berbeda dengan minyak ataupun
batu bara, kedua komoditas ini dapat didistribusikan dengan mudah menggunakan kapal dengan
harga normal. Karena sifat gas yang lebih baik menggunakan pipa darat, maka jalur pipa dapat
dipolutusasi dan menyebabkan perang pipa seperti terjadi seperti Ukraina-Rusia. Dalam kasus
distribusi gas disarankan bila jalur darat menjadi kendala, maka jalur laut dapat menjadi pilihan.
Masalah geografi menjadi sangat penting bagi gas dikarenakan kesulitannya untuk dibawa
melewati jalur laut yang memakan biaya tinggi. Hal ini membuat jalur pipa menjadi alat vital
bagi penyaluran gas termasuk dari Rusia ke negara-negara konsumennya di Eropa dan Asia.
Namun, bagi negara produser dan konsumen, jalur laut menjadi akses untuk diversifikasi pasar
untuk mengurangi oportunisme yang ditimbulkan oleh insfrastruktur darat.
Pada awalnya harga minyak mempengaruhi gas dan menjadi basis harga gas, dan dapat
menurun sewaktu-waktu bila minyak jatuh. Namun Butler dalam artikel yang berjudul How
Shale Gas Will Transform the Market Financial (2011) menyatakan bahwa kini terdapat revolusi
yang mengubah geopolitk dan geo-ekonomi gas. Menurut IEA (International Energy
Assosiation) pada tahun 2011, permintaan gas telah tumbuh dua kali lipat dari minyak sejak
tahun 2000. Sesuai dengan pertumbuhan konsumsi sekarang, diduga 20 tahun mendatang
kebutuhan gas meningkat hingga 50%. Hal ini dikarenakan gas lebih ramah lingkungan dan
melimpah ruah. Gas menjadi komoditas strategis dan perdagangannya menjadi sasaran intervensi
negara-negara. Dengan majunya teknologi produksi dan distribusi LNG, maka akan menjadikan
LNG sebagai tantangan dan penggerak utama pasar globalisasi gas. Maka negara-negara
produsen besar harus memiliki taktik LNG untuk memperluas jangkauan dagangnya dan tetap
mengontrol gas global.
4.1.1 Kebutuhan Gas UE
Kita harus mengerti mengenai kebutuhan gas Uni Eropa sebelum melihat hubungan
timbal balik energi antara Rusia dengan Uni Eropa1. Uni Eropa memerlukan suplai gas tinggi
dikarenakan kebutuhan industri dan rumah tangga terutama untuk penghangat ruangan. Menurut
data dari Rechenberger, wartawan migas di situs Win Gas2 pada tahun 2012 konsumsi Uni Eropa
mencapai 490 bcm/annum yang diprediksi akan naik 1,5% tiap tahunnya. Jerman sebagai
anggota UE mengkonsumsi gas sebanyak 88 bcm/annum. Uni Eropa memproduksi gas domestik
160 bcm namun diprediksi akan turun menjadi 140 bcm pada tahun 2020. Kemampuan
domestik Uni Eropa hanya mampu memenuhi 1/3 kebutuhannya sendiri, maka Uni Eropa
membutuhkan gas dari pihak luar.
Pada tahun 2015 Reuters melaporkan bahwa Rusia melalui Gazprom menyuplai 165bcm
gas, meningkat 6 bcm dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini diduga karena turunnya harga gas
dan sifat gas yang ramah lingkungan dibandingkan batu bara. Harga gas Rusia bukan yang
1 Karena negara-negara Baltik merupakan anggota Uni Eropa
2 Disadur dari https://www.wingas.com/en/raw-material-natural-gas/where-does-europe-get-its-natural-gas.html
termurah, yaitu 167-171 US$/1000 kubik meter. 20% gas lainnya didatangkan dari Norwegia
pada tahun 2015, dan jumlahnya sekitar 100-140 bcm3. Sisanya merupakan pembelian LNG dari
Qatar, Algeria, Nigeria dan Australia yang persentasenya mulai menurun di pasar dunia.
Gambar 3
Suplai Gas Uni Eropa
Sumber: IEA tahun 2015, diolah
Rusia merupakan suplier terbesar Uni Eropa jika dilihat dari data diatas. Dilansir dari
Gazprom4, Uni Eropa merupakan pasar terbesar bagi Gazprom. Namun Rusia tidak bergantung
penuh pada pasar UE. Rusia sangat keras dalam memberhentikan gas ke Eropa Barat ataupun
Ukraina sebagai bentuk permainan “perang gas”, bisa kita asumsikan bahwa kepentingan Rusia
di negara-negara Uni Eropa ini bukan kepentingan ekonomi namun kepentingan politik. Selain
itu Rusia sangat penting bagi UE lebih dari Rusia memerlukan pasar UE karena kebutuhan
Eropa terhadap gas. Hal ini penulis kaji dengan konsep kebijakan energi yng dibicarakan
Goldthau (2013), bahwa gas merupakan komoditas yang tidak dapat diproduksi di sembarang
tempat dan sulit didistribusikan, dan menyebabkan jalur pipa darat mudah terpolitisasi.
4.1.2 Faktor Penyebab Ketergantungan UE terhadap Gas Rusia
3 Dilansir dari http://www.norskpetroleum.no/en/production-and-exports/exports-of-oil-and-gas/.
4 Dilansir dari laporan dalam http://www.gazpromexport.ru/en/statistics/
Rusia memiliki kepentingan politik terhadap negara-negara di UE termasuk tiga negara
Baltik. Kepentingan ini diakomodasi dengan kebutuhan energi UE terhadap Rusia yang dikontrol
dengan pipa gas dari Rusia, sehingga Rusia perlu memainkan kebijakannya terutama bagi
sasaran utama yaitu negara-negara Baltik. Kebutuhan energi UE yang sangat besar terhadap
Rusia dapat dijelaskan dalam beberapa poin dibawah.
Pertama, dilansir dari Forbes5 tiap tahunnya Uni Eropa mengalami kenaikan kebutuhan
gas, dari 2014 ke 2015 kebutuhan naik sebanyak 4-5%, dengan penggunaan 47-50 Bcf/hari yang
separuhnya sendiri bersumber dari impor. Namun, IEA melaporkan bahwa Eropa memerlukan
investasi sebesar 40 milyar dollar gas alam pertahun. UE memerlukan infrastruktur gas lebih
untuk mendatangkan LNG demi ketahanan energinya, namun UE tidak sadar akan kekurangan
dari sistem gas dan infrastrukturnya yang menyebabkan dependensi tinggi terhadap Rusia. IEA
dan Jonathan Stern dalam Natural Gas in Europe: The Importance of Russia (2011)
menjelaskan alasan mengenai kebutuhan gas yang meningkat di UE. Hal ini dikarenaan sebagian
besar listrik digenerasikan dengan gas. Pembangkit nuklir juga secara politis tidak diterima
dalam negara-negara UE. Hal ini yang memicu ditutupnya pembangkit listrik tenaga nuklir di
Lithuania yang menyebabkan mereka bergantung pada listrik Rusia. Mahalnya sumber listrik
terbaharui menyebabkan negara-negara lebih memilih gas sebagai sumber listrik bagi industri
dan rumah tangga. Kebergantungan negara-negara ini dapat dicontohkan oleh Alexander Ghaleb
dalam bukunya Strategic Studies Insitute U.S Army: Natural Gas as an Instrument of Russian
State Power (2011). Walaupun Lithuania 100% mendapatkan gas dari Rusia, namun ekspor ke
Lithuania hanya 1% dari total ekspor gas Rusia pada tahun 2009. Bila Rusia memotong jalurnya
ke Lithuania, Rusia tidak akan rugi karena ada konsumen lain, namun Lithuania akan mengalami
masalah besar terutama bila di dalam musim dingin.
Kedua, Pasar LNG tidak akan menggeser posisi Rusia dikarenakan infrastruktur dari
negara-negara UE dan CEECs (East and Central Europe). Diperkirakan UE akan
memberagamkan supliernya menggunakan jasa LNG AS, namun LNG AS tidak akan dapat
menggantikan gas alam dari Rusia. Menurut amatan Kenrapoza seorang pengamat pasar energi
5 Dilansir dari http://www.forbes.com/sites/judeclemente/2016/06/19/europes-rise-in-natural-gas-demand-
means-more-lng/#7ab3d0d6e5df
di Forbes6, 5 terminal ekspor LNG yang sedang dibangun oleh AS semuanya telah memiliki
kontrak, dan hanya terminal Corpus Cristi saja yang akan mengirimkan minyak ke Uni Eropa.
Selain itu, AS masih memiliki kebijakan bahwa gas AS untuk orang Amerika, sehingga mereka
belum berfokus untuk membantu UE dalam melepaskan diri dari Rusia. Diyakini pula pasar
Gazprom akan jatuh di Eropa tahun-tahun kedepan sesuai dengan berjalan masuknya banyak
suplier LNG seperti Algeria, Nigeria dan Qatar yang kelak semuanya diperkirakan menjadi
suplier yang besarnya sama rata. Hal ini bukan semata-mata dikarenakan perilaku politis Rusia
yang bertentangan dengan UE saja, namun UE memang memiliki kebijakan anti monopoli yang
diterapkan kepada seluruh korporasi besar dunia.
Ketiga, adalah rancana perluasan pasar gas Rusia. UE menurunkan dependensi ke Rusia
melalui LNG namun Rusia melakukan hal yang sama. Dilansir dari Gazprom, UE merupakan
konsumen terbanyak Rusia sekarang, diikuti oleh expor Gazprom ke Eropa Tengah dan Timur
sebanyak 28 bcm . Namun Gazprom dan Rusia telah menandatangani MOU untuk membuka
pasar gas Baru di Asia yang jumlahnya melebihi pasar UE. Pada tahun 2014, Gazprom telah
menandatangani kontrak untuk kontrak selama 30 tahun dengan Tiongkok membeli 38 bcm gas
Rusia. Namun kedepannya akan ada peningkatan karena pada tahun 2020 Tiongkok memerlukan
gas sebanyak 300-400 bcm/tahun7.
Hubungan Rusia dan Tiongkok kini terus berjalan baik, maka pasar ini akan menjadi
sangat besar untuk Rusia. Bila Qatar dan AS mendistribusikan LNG mereka ke Eropa, Rusia
akan mendapat pasar LNG yang jauh lebih besar di Asia. Menurut CSIS jalur yang dipakai Rusia
untuk mengirim gas ke Tiongkok merupakan Power Siberia Pipeline yang kini ditambah Power
Siberia Pipeline-2 karena peningkatan permintaan Tiongkok. Rusia juga menandatangani MOU
untuk melakukan konstruksi pipa gas bawah laut maupun LNG dari pulau Sakalin Rusia atau
Sakhalin- 1 dan 2 ke Jepang. Rusia akan bekerjasama dengan Tokyo Gas. MOU LNG dari
Vladivostok ke Korea selatan sudah disetujui dan akan membawa gas sebesar12 bcm/tahun. Ada
juga kerja sama South European Pipeline dan Nord Stream II yang merupakan kerjasama Rusia-
Eropa Selatan dan Rusia-Jerman. Yamal LNG juga dubentuk dengan kerjasama kerjasama
Novatek, Total dan CNPC untuk mengirim ke pasar Asia Timur. Ada pula beberapa kerjasama
6 Dilansir dari http://www.forbes.com/sites/kenrapoza/2015/05/05/the-u-s-cannot-compete-with-russia-in-
europes-natural-gas-market/#7e2b51a64f1c 7 Dilansir dari http://www.gazpromexport.ru/en/strategy/markets/
yang masih tertuda sepertiTurkey Pipelines. Selain itu negara Amerika Latin, Timur Tengah dan
Afrika Utara juga memulai tahap kerjasama dengan Gazprom karena keperluan gas meningkat
tapi produksi lokal menurun. Gazprom memenangkan tender suplai 15 kapal LNG pertahun ke
Argentina. Mereka juga telah mulai mengekspor gas ke Kuwait dan UAE dan kini sedang
bernegosiasi dengan Mesir. Untuk memperluas pasar Atlantik Basin ini, Gazprom
mengembangkan Proyek LNG Baltik yang dimulai sejak 2015 dari Ust-Luga, dengan output
pertahun 10 juta ton untuk pasar Atlantik Basin dan India8.
Data di atas menampik segala asumsi yang mengatakan bahwa Rusialah yang sangat
memerlukan pasar energi UE dikarenakan mereka merupakan partner energi terbesar Rusia. UE
telah memulai kebijakan energi baru mereka untuk melakukan diversifikasi suplier, dan Rusia
juga telah mempersiapkan sistem dan infrastruktur penjualan bagi pasar-pasar baru mereka lain.
Pasar energi baru Rusia beberapa tahun kedepan akan berjumlah lebih besar dari pasar Eropa
saat ini.
Sesuai dengan yang dijelaskan Godthreau bahwa jalur laut lebih bebas politik dari pada
darat terutama untuk gas. Baltik sudah melakukan itu, untuk upaya diversifikasi, mereka
mengembangkan sistem gas di bawah PCIs yang beragam, mulai dari jalur pipa darat non-Rusia
maupun jalur LNG dari negara anggota yang jauh maupun dari negara partner lain. Partner LNG
UE dalam diversifikasi yang dijelaskan diatas merupakan Qatar, Algeria dan AS. LNG yang
melalui laut dalam konsep kebijakan energi mampu mengurangi oportunisme dibandingkan
infrastruktur darat. Harapan terbesar UE adalah AS yang menjadi partner politiknya. Namun
disayangkan dari 5 stasiun LNG, stasiun yang AS sediakan untuk UE hanya satu. Ini terjadi
selain karena AS memerlukan gas LNG sebagai penghasilan maka diberlakukan sistem bidding
namun juga karena AS memiliki kebijakan gas AS untuk warga AS sendiri, sehingga ekspor
besar-besaran akan dibatasi.
IEA membuat kebijakan kepada seluruh produsen gas untuk mengembangka industri
LNG karena sulitnya mewujudkan pasar gas internasional yang memiliki kendala geografis.
Rusia mengikuti langkah untuk memiliki taktik LNG demi memperluas jangkauan dagang untuk
mengontrol gas global yang dijelaskan Nick Butler (2011). LNG akan menjadi penggerak pasar
8 Dilansir dari https://www.csis.org/analysis/new-russian-gas-export-projects-%E2%80%93-pipe-dreams-pipelines
seperti yang diprediksi IEA, maka negata-negara produser besar seperti Rusia, AS, dan Qatar
akan memajukan infrastruktur mereka demi dapat menjadi penggerak pasar gas internasional
yang diharapkan . Peningkatan konsumsi dan kebutuhan gas UE yang meningkat tiap tahunnya
dan tidak maksimalnya suport LNG AS akan membuat UE untuk selalu membutuhkan gas Rusia.
4.2 Kepentingan Energi Baltik dan Rusia
Baltik ingin bebas dari dominasi gas Rusia namun dengan kendala geografis yang besar.
Kendala kurangnya gas dan listrik dan wilayah geografis yang terkucilkan dari rekan lain di UE
membuat Rusia sebagai negara sumber energi yang bertetangga langsung dengan Baltik harus
mensuplai ketiga negara ini dengan gas dan listrik. Melalui program PCIs, UE berproyeksi untuk
membantu Baltik untuk berintegrasi dengan energi dalam pasar UE, namun peneliti merasa
sistem UE belum bisa menunjang keperluan Baltik, dan Baltik semestinya tetap bekerja sama
dengan Rusia saja. Asumsi peneliti akan dikaji dengan konsep kebijakan energi yang dijelaskan
dalam sub-bab ini.
Di dalam buku The Handbook of Global Energy (2013) negara landlock ataupun negara
yang diapit dengan negara-negara besar akan lebih mudah terpolitisasi dan memiliki alternatif
minim maka harus memanfaatkan alternatif laut untuk mengurangi kemungkininan terpolitisasi.
Namun dikarenakan likuidasi gas memakan harga tinggi hingga $4-20 juta dolar menyebabkan
sulitnya infrastruktur ini ditanggung negara. Negara konsumen harus memiliki modal besar
untuk melakukan investasi infrastruktur demi mendukung kebutuhn LNG. Menurut Goldthau
hal ini sangat tidak ekonomis terutama untuk jarak dekat-medium. Hak inilah yang dialami oleh
Baltik. Baltik dikelilingi oleh aktor-aktor yang berkepentingan yaitu Rusia dan UE. Baltik dapat
memilih untuk tetap menggunakan pipa Rusia yang ada sejak zaman Soviet beserta subsidi
gasnya atau menggunakan kapal untuk mengikuti program baru UE.
Model energi POLES yang dijabarkan oleh Jean-Baptiste.Lesourd dalam Models for
Energy Policy (2005) menjelaskan bahwa di dalam industri gas, transport memakan harga yang
sangat besar. Sebaiknya selama masih di dalam satu regional yang memiliki sumber gas, lebih
baik menggunakan pipa, dan mengurangi transaksi laut. Maka, kontrk jangka panjang diperlukan
dan disarankan untuk memperbaiki infrastruktur ekspor untuk menopang transaksi. Karena itu,
maka pasar gas sekarang hanya dibagi menurut regional yaitu pasarAmerika, Eropa/Afrika,
Eropa Timur dan Asia.
Negara-negara Baltik menjadi wujud nyata dari kepentingan politik antara kedua Major
Powers9 ini. Baltik mendapat potongan harga sehingga hanya perlu membayar gas seharga 80-
100 US$/1000 kubik pada Rusia. Rusia tidak mencari keuntungan di sini. Rusia memerlukan
Baltik untuk kembali menjadi salah satu close neighbors10
untuk menunjang kebijakan luar
negri Rusia untuk menyatukan negara tetangga terdekat, terutama negara-negara ex-Soviet.
4.2.1 Kegagalan Pengembangan Sistem Energi Baltik
Negara Baltik menjadi titik tengah dalam masalah energi antara UE dan Rusia, bahkan
menjadi energy island11
bagi UE untuk keperluan energinya dari Rusia. Baltik yang 100%
bergantung kepada Rusia menginginkan kebebasan dari pengaruh politik Rusia melalui suplai
energi. Bila UE tidak membantu Baltik dalam upaya melepaskan dependensi dari Rusia, maka
Baltik akan gagal mendukung kebijakan PCIs Uni Eropa. Baltik memiliki beberapa alasan
mengenai ketergantungannya pada suplier tunggal Rusia. Awalnya sebelum tahun 2009, negara-
negara Baltik memiliki berbagai macam sumber energi terutama bagi listrik dari PLTN Ignalina
di Lithuania. Ignalina menyuplai 80% listrik Lithuania dan mengekspor listrik ke Estonia dan
Latvia, namun UE memerintahkan PLTN ini untuk ditutup yang menyebabkan mereka
melakukan impor listrik dan gas dari Rusia.
Negara-negara Baltik tidak memiliki ketahanan energi karena sumber energi yang
dipolitisasi. Hal ini dinyatakan dalam beberapa alasan menurut Arunas Molis dalam Rethinking
EU-Russia Energy Relations: What do the Baltic States want? (2011). Pertama adalah
dependensi kepada suplier tunggal. Hubungan suplai antara Baltik dengan Rusia melalui
Gazprom berupa hubungan monopoli vertikal, sehingga ada kemungkinan suplai bisa dihentikan
atau harga dinaikkan sewaktu-waktu. Tentu saja keadaan ini bisa dimanfaatkan Rusia untuk
mempengaruhi politik domestik dan keputusan ekonomi Baltik. Kedua adalah tidak adanya
koneksi dengan sistem energi di Eropa Utara dan Barat. Sebenarnya Baltik dapat menerima
energi dari negara-negara Skaninavia, namun kendala terbesar adalah kualitas infrastruktur
Baltik yang belum menunjang. Ketiga, Lambatnya kenaikan konsumsi pada energi terbaharui.
9 Major Powers merupakan negara atau kelompok negara berkekuatan besar. Di dalam penelitian ini, Major
Powers merupakan Rusia dan Uni Eropa 10
Close neighbors atau Near Abroad adalah negara-negara di sekeliling Rusia yang dulu berada di bawah kekuasaannya masa Uni Soviet dan kekaisaran 11
Negara tempat transitnya energi
Hal ini disebabkan karena teknologi untuk menunjang sistem ini sangatlah mahal dan kurangnya
kemampuan ekonomi Baltik untuk menunjang investasi. Keempat adalah rendahnya efisiensi
energi. Barang-barang yang digunakan di dalam negara-negara Baltik masih menggunakan
teknologi kuno dari zaman Soviet yang tidak hemat energi. Untuk mengubah ini, negara Baltik
belum memiliki investasi yang cukup untuk teknologi. Terakhir adalah rendahnya budaya
menabung di masyarakat sehingga membuat perputaran uang tidak maksimal. Tantangan
terbesar dalam meningkatkan ketahanan negara-negara Baltik terletak pada kurangnya
pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen properti, rendahnya pendapatan dan keraguan
untuk berhutang di bank. Selain itu, masyarakat sulit untuk bersinergi dalam menyetujui
keputusan umum dikarenakan kurangya rasa percaya terhadap pemerintah.
Sesuai dengan yang dijabarkan dalam bukunya, Goldtheau menyatakan bahwa negara
yang terhimpit diantara major powers akan terpolitisasi. Nasib ketiga negara Baltik menjadi
seperti ini karena letak yang terisolasi diantara UE dan Rusia yang selalu bersaing secara politik
dan ideologi memanfaatkan energi sebagai komoditas yang sangat diperlukan Baltik. Baltik ingin
membebaskan diri fari statusnya sebagai negara post-Soviet yang masih diperebutkan Rusia.
Satu-satunya cara untuk bebas dari Rusia adalah dengan bergabung dengan proyek PCIs UE dan
mengimpor LNG dari negara UE lain. Namun seperti dalam konsep kebijakan energi, untuk
mampu bertahan dalam suplai LNG maka diperlukan infrastruktur yang baik dan investasi
besar. Dalam hal ini negara-negara Baltik memiliki lima kendala yang bervariasi dari
ketergantungan suplier tunggal, kurang integrasi dengan UE, kurangnya teknologi energi baru
hingga kendala perbankan yang menyebabkan kurangnya investasi dana. Faktor-faktor ini
menyebabkan kesulitan bagi Baltik untuk melakukan diversifikasi suplier energinya. Baltik harus
mampu mengubah perspektif masyarakatnya agar mau menabung di bank dan percaya akan
pemerintah agar proses pembaruan infrastruktur dan sistem serta kebijakan dapat terlaksana.
Menurut sistem energi POLES oleh Jean-Baptiste Lesourd (2005), disarankan bahwa
industri gas menggunakan sistem termurah dan termudah, yaitu pipa terutama ketika suplier
berada dalam satu regional berdekatan. Baltik kurang memiliki modal untuk mengembangkan
sistem gasnya sendiri, maka bergantung dengan gas suplier terdekat merupakan tindakan yang
benar. Rusia memberikan harga bersubsidi pada Baltik, sebaiknya Baltik memanfaatkan
kerjasama ini secara maksimal dahulu sambil mulai memperbarui manufakturnya dibandingkan
dengan mengeluarkan banyak uang untuk membeli LNG. Jarak Baltik yang dekat dengan UE
dan Rusia membuatnya tidak ekonomis bila membeli LNG. Kerjasama jangka panjang dengan
Rusia diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur energi negara-negara Baltik. Sehingga, lebih
bijak bagi pemerintah negara-negara Baltik untuk tetap bekerjasama dengan Rusia dikarenakan
kelima faktor Baltik yang membuatnya belum mampu untuk menunjang infrastruktur sendiri
maupun mengembangkan potensi domestik. Baltik masih perlu untuk memenuhi kebutuhan gas
dan listriknya,sedangkan Rusia masih merupakan partner yang tepat dikarenakan sistem gas
yang dimiliki Rusia dan bantuan ekonomi untuk menunjang negara Baltik. Berbeda bila
dibandingkan dengan sistem gas Uni Eropayang akan dibandingkan dalam sub-bab selanjutnya.
4.3 Perbandingan Antara Sistem Energi Rusia dengan Uni Eropa
Dalam sub-bab ini peneliti akan membandingkan sistem energi Rusia dan UE
menggunakan konsep kebijakan energi yang nantinya untuk mengukur sistem gas mana yang
lebih baik untuk dijadikan reliable partner. Investasi energi selalu dipengaruhi dengan pemikiran
budaya, politik, institusional, maupun geopolitik. Maka, analisis dari investasi energi ini selalu
diambil alih dengan perpektif ekonomi-politik untuk menengarai terbentuknya hubungan
ekonomi sesuai dengan faktor diatas.
Douglass North dalam Institutions, Institutional Change and Economic Performance
(1990) memiliki empat poin dalam menganalisa sistem energi yang disebut dengan teori
Northian. Poin pertama adalah sumberdaya fisik, sumber daya ini bisa merupakan sumber dari
alam maupun stok dan penyimpanannya. Kedua, mekanisme institusi dan pemerintahan.
Mekanisme ini merupakan aturan yang dibuat oleh rezim untuk melakukan interaksi sistem
energi, tidak hanya pasar dan sturuktur pemerintahan yang menangani perdagangan energi. Poin
ketiga adalah kekuatan struktur yang menentukan tugas aktor. Struktur ini harus mampu
menentukan aktor mana yang melakukan produksi dan transit energi maupun aktor mana yang
mampu memperngaruhi pemerintahan dan institusi untuk transaksi dalam pasar. Aktor ini bisa
berupa negara, perusahaan energi nasional, politisi dan sebagainya. Terakhir adalah transaksi
aset dan produk energi serta jasanya yang harus mencakup segala elemen dari industri upstream,
midstream dan downstream12
. Para pemain Upstream akan terus mengajukan permintaan
12
Upstreammerupakan sektor ekspolrasi dan produksi untuk energi, termasuk gas. Midstream merupakan proses, penyimpanan, pemasaran, transportasi komidutas termasuk bagi gas alam dan LNG. Downstream merupakan perusahaan dan aktivitas distribusi gas.
keamanan dan harga spesifik untuk menenggelamkan pesaing investasi upstream baru. Dengan
ini maka produser menginginkan kontrak jangka panjang agar bisa berkembang dan membangun
lebih banyak infrastruktur di dalam negara klien. Michael Mann (1984) menyatakan bahwa suatu
negara yang memiliki kekuatan geopolitik harus mampu membentuk pelayanan terpusat yang
tidak bisa dibuat oleh organisasi lain. Inilah yang menjadi kekuatan Rusia karena sistem
pemerintahan otoriter dan terpusat sehingga integrasi kebijakan melalui Gazprom sejalan dengan
Northian untuk memberikan jasa gas terbaik.
4.3.1 Perkembangan Persaingan Sistem Gas Rusia dan UE
Gambar 4
Jalur Pipa Uni Soviet yang aktif
Sumber: East European Gas 2014
Infrastruktur Rusia untukekspor gas sudah digunakan sejal masa Perang Dingin ketika
Rusia masih menjadi pemimpin Uni Soviet. Walaupun berbeda ideologi, namun konsumen
pertama Soviet adalah Eropa Barat karena Eropa Barat yakin bahwa gas akan menjadi pemicu
perdamaian, kerjasama dan kemakmuran. Sejak saat itu hingga tahun 2016, Rusia telah
mengirim gas ke Eropa selama lebih dari 45 tahun. Hubungan energi antara Rusia dan UE
diperkuat dengan “European Union-Russia Enegry Union”. Dimulai dari dialog pada tahun
2001, Rusia membangun infrastruktur modern dibantu oleh UE untuk mengirim gas ke UE.
Ketiga infrastruktur baru (pada tahun 2001) ini adalah North European gas pipeline (kini disebut
Nord Stream), Yamal pipeline (kini disebut Yamal-Europe pipeline dari Siberia-Jerman), dan
Shtokman gas field. Hal ini menyebabkan Rusia memiliki track record sebagai suplier gas
andalan yang memiliki sumber daya melimpah, dan infrastruktur serta pasar yang sudah tertata
dengan baik.
UE belum memiliki sistem gas yang matang, dikarenakan 45 tahun lamanya sistem gas
UE bergantung pada Rusoa. Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa tidak ada infrastruktur
yang dibangun dari Eropa Barat atau Utara yang dapat membantu negara-negara Baltik untuk
mendapatkan supplai gas. UE sendiri tidak mampu untuk menyatukan pendapat dalam kebijakan
energi sebagai manifestasi dari kelemahan sistemnya. UE selama ini tidak mampu menyatukan
negara anggotanya untuk melawan monopoli energi dari Rusia dikarenakan kepentingan nasional
masing-masing anggota dan juga diduganya terjadi korupsi tender gas di dalam hubungan
perdagangan energi Timur-Barat. Hal ini dapat kita lihat contoh jelasnya dari hubungan
kerjasama solid antara Rusia-Jerman dengan Nord Stream. Hubungan ini sangat menguntungkan
bagi Jerman karena Jerman merupakan negara anggota UE dengan keperluan gas tertinggi,
sehingga memerlukan gas dengan harga yang tidak mahal. Gas Rusia sangat tepat karena
melimpah dan didistribusikan lewat pipa. Nord Stream ini dianggap akan membahayakan PCISs
UE dikarenaan jalurnya yang melintasi laut Baltik langsung ke Jerman dan tidak melewati
negara-negara transit seperti Ukraina, negara-negara Baltik, Belarusia dan Polandia. UE khawatir
bila Nord Stream akan memperkuat Rusia dalam pasar gas UE karena ketergantungan Rusia
terhadap negara transit akan berkurang. Pipa ini akan sangat menguntungkan bagi UE,
dikarenakan akses UE ke gas Rusia akan semakin terjamin sehingga akan meningkatkan
dependensi UE pada Rusia yang menggagalkan tujuan PCIs.
Dilihat dengan adanya Nord Stream, Baltik akan semakin lemah di mata Rusia. Hal ini
dikarenakan Baltik tidak menjadi alasan Rusia untuk mempertahankan pipanya di sana untuk
suplai ke Eropa. Sehingga, negara-negara Baltik harus menunjukkan loyalitas kepada Rusia
secara terus menerus agar ketahanan energi gasnya tetap terjaga. Ini berarti bahwa Rusia
memiliki pengaruh lagi dalam politik negara-negara Baltik. Bila Baltik masih ingin melepaskan
diri dari Rusia, maka Baltik harus menyiapkan investasi besar-besaran untuk infrastruktur gas
non-Rusia yang secara geografis lebih sulit. Selain itu, Ariel Cohen, ahli energi Eurasia dalam
Heritage13
menyarankan UE untuk mengurangi over-dependensinya dengan bekerjasama dengan
AS dalam membuat jalur pipa alternatif dari daerah Caspian dan Asia Tengah, mengembangkan
infrastruktur LNG, dan memberikan suport finansial dan politis negara-negara itu untuk investasi
dan penelitian dengan contoh Nabucco pipeline, yaitu jalur pipa kerjasama AS dan UE dengan
jalur dari Turki ke Austria. Baltik terlalu lemah dalam hal finansial untuk melakukan investasi
pembangunan infrastruktur. Sedangkan sistem buatan UE ini sangat baru dan akan sangat sulit
bersaing dengan sistem Rusia yang sudah berjalan selama 45 tahun. Rusia jugabekerja sama
dengan Jerman dan negara-negara Eropa Selatan, dan Asia Tengah menjadi tempat
pembangunan pipa alternatif UE yaitu Trans-Caspian gas pipeline.
Setelah isolasi energi yang dialami Baltik, kini UE sedang memprioritaskan PCIs
terutama BalticConnector yang akan dibangun tahun 2017, dan BEMIP atau Baltic Energy
Market Interconnection Plan. Demi mengintegrasikan energi Baltik dan mengurangi dominasi
Rusia di dalam pasar energi gas Baltik, maka BalticConnector direncanakanlah untuk dibangun
dan akan menghubungkan Finlandia dengan Estonia dan Latvia. Ini memungkinkan UE untuk
menggunakan simpanan gas Latvia yang nantinya akan disalurkan melalui terminal LNG di
Finlandia atau Estonia. Namun proses BalticConnector berjalan lambat diduga karena sulitnya
liberalisasi atau diversifikasi dalam pasar Baltik ditengrai karena lamanya kontrol Gazprom
dalam pasar Estonia dan Finlandia yang dianggap tidak akan membagi kepentingan politis dan
ekonomi Rusia di dalam negara-negara ini.
UE menggunakan BEMIP untuk mengakomodasi semua stakeholders dalam pembuatan
kebijakan energi Baltik. BEMIP menjadi infrastruktur dalam EU Energy Security and Solidarity
Action Plan. Rencana pembangunan ini dibuat untuk menghubungkan pasar energi internal IE
dan membuat sistem kerja yang sesuai untuk meraih solidaritas energi sehingga diharapkan kelak
dapat meningkatkan ketahanan energi negara-negara anggota. Tujuan akhir BEMIP adalah untuk
menghubungkan Baltik dengan pasar UE. Hal ini akan sangat membantu Baltik, walau data
terakhir perkembangan BEMIP untuk energi listrik adalah Agustus 2014, yang menyatakan
bahwa pasar listrik mulai terintegrasi namun gas sama sekali belum ada progres pembangunan.
Merle Maigre dalam Energy Security Concern of the Baltic States (2010) memperkirakan bahwa
13
Dilansir dari http://www.heritage.org/research/reports/2006/10/the-north-european-gas-pipeline-threatens-europes-energy-security
terdapat kendala dalam proses pembangunan infrastruktur di Polandia. Lithuania merasa bahwa
sebenarnya Polandia tidak bertindak serius dalam melaksanakan proyek ini. Hal ini juga kembali
menunjukkan bahwa upaya-upaya UE untuk mengintegrasi Baltik dalam pasar UE masih belum
terlaksana dan sangat baru, sehingga sangat berbeda dengan kestabilan gas Rusia dalam Baltik.
4.3.2 NordStream dan BalicConnector
Setelah kita membandingkan sistem energi UE dan Rusia. Kita dapat melihat contoh
kasus antara Nord Stream (Rusia-Jerman) dan rancang bangun BaltikConnector (Baltik-UE).
Dilansir melalui situs Gazprom dan NordStream, NordStream I dibangun di bawah laut
sepanjang 2000 mil berkapasitas 55 milyar kubik/meter dan mampu memenuhi 10% kebutuhan
Eropa14
. Nord Stream didirikan dari Vyborg, Russia ke Finlandia, dan berakhir di Griefswald,
Jerman. Pemilik dari NordStream bukan hanya Rusia. Gazprom memegang 51% saham, Jerman
BASF dn E.ON memegang 25% dan sisanya dipegang oleh Gaz de France Perancis, dan Dutch
Gsunie Belanda. Sumber dari gas alam ini berasal dari Yuzhnorusskoye gas field, dan bila habis
maka akan bersumber dari Yamal, Obsko-Tazovskaya Bay, and Shtokman gas field. Menurut
Ariel Cohen Ph.D seorang ahli migas Rusia dan Eurasia15
, NordStream dianggap mengancam
ketahanan energi UE terutama bagi negara-negara Baltik, karena Rusia menjadi lebih mudah
mengirim langsung gasnya pada pembeli potensial di Eropa Barat. Dengan ini, maka Rusia dapat
memotong jalurnya di Baltik kapan saja jika Rusia tidak membutuhkannya lagi.
Gambar 5
Jalur Pipa Nord Stream
14
Data diambil dari situs resmi Nord Stream 15
Dilansir melalui situs Heritage berjudul The North European gas pipleine Threatens Europe’s Energy Security
.
Sumber: NordStream.Ltd 2014
NordStream akan semakin memperkuat posisi Rusia dalam pasar gas UE, dan
melonggarkan dependensi Rusia pada negara-negara transit seperti Ukraina dan Polandia.
Dikarenakan suplai yang langsung, maka dependensi UE akan meningkat kepada Rusia dan
alasan PCIs untuk mengurangi dependensi pada Rusia akan gagal. Situasi ini semakin diperkeruh
dengan dibuatnya NordStream II. NordStream II dibuat identikal dengan NordStream I untuk
meningkatkan kapasitas jaringan NordStream. Pipa II ini kan selesai pada 2019,dan bila selesai
maka NordStream akan membawa total 110 milyar kubik/meter tiap tahunnya setara dengan
sekitar 20% keperluan UE. Dengan mudahnya akses UE ke gas Rusia yang dijangkau dengan
pipa darat dan laut, maka diprediksi UE akan semakin bergantung dengan suplai Rusia.
Menghindari overdependensi pasca NordStream, disarankan bagi UE untuk membuat pipa
tandingan dari Caspian, mengembangkan pipa untuk transit gas alam dan mengembangkan
teknologi penggunaan LNG, menyediakan suport finansial dan politik untuk mengembangkan
pasar. Selanjutnya kita bandingkan NordStream dengan proposal pipa BalticConnector yang
menggabungkan antara negara-negara Baltik dan Finlandia.
Gambar 6
Peta Pipa Rusia- Baltik dan Baltic Connector
Sumber: BalticConnector.fi 2014
BalticConnector merupakan jaringan pipa bidirection yang dibangun di daratan Estonia,
bawah laut telut Finlandia dan daratan Finlandia sepanjang 150-160km yang sebagian didanai
oleh Komisi Eropa, dan saham dipegang oleh Estonia dan Finlandia. Pipa ini akan dimulai
dibangun tahun 2018.BalticConnector diyakini akan membawa suplai gas sebanyak 2 juta
kubik/tahun untuk menyuplai Finlandia, negara-negara Baltik hingga Polandia kemudian
dihubungkan dengan pasar UE. Suplai gas untuk BalticConnector akan diambil dari
penyimpanan gas Latvia di Inculkans16
. BalticConnector diyakini tidak hanya akan
menguntungkan bagi Estonia dan Finlandia namun juga seluruh Eropa, karena pasar energi
tunggal Uni Eropa hanya akan mampu tercapai dengan adanya BalticConnector, yang
menggabungkan wilayah-wilayah yang kini masih 100% memanfaatkan gas Rusia.
Pasar gas wilayah UE memang terpecah belah. Rusia memiliki sistem lebih kuat dan pasti
yang menyebabkan Jerman mempertahankan kerja sama jangka panjang dengan kapasitas besar
16
Dilansir dari situs resmi Balticconnector http://balticconnector.fi/en/#The http://gaas.elering.ee/en/public-information/technical-information/
yang dapat menyuplai banyak keperluan UE. Sedangkan UE bersama negara-negara Baltik yang
ingin mengurangi kekuatan Rusia berusaha membangun pasar dan menghubungkan dengan
BalticConnector . Namun dengan kurangnya dukungan dan persatuan di dalam UE, maka
kesatuan integrasi pasar belum dapat terjadi dalam waktu dekat sehingga gas Rusia masih akan
sangat dibutuhkan terutama pasca suplai penuh dari NordStream.
4.3.3 Perbandingan Sistem Pemerintahan dalam bidang Energi
Rusia memiliki sistem dalam negri dan kebijakan energi yang lebih solid dibandingkan
dengan kebijakan negara anggota UE. Pertama, karena Rusia merupakan sebuah entitas negara
sendiri bukan gabungan organisasi regional terdiri dari berbagai negara seperti UE, dan
pemerintahan Rusia berbentuk autoritarianisme. Putin sebagai presiden beserta pemerintahnya
memiliki kendali penuh terhadap negara dan perusahaan-perusahaan besar, terutama perusahaan
minyak dan gas nasional seperti Gazprom. Di Rusia dalam hubungan ekonomi maupun sosial,
terdapat sistem blat yang sudah ada sejak zaman Soviet. Prof. Alena Ledeneva dalam Russia’s
Economy of Favours: Blat, Networking and Informal Exchange (1998) mengutarakan bahwa
sistem interaksi blat ini masih digunakan hingga sekarang. Blat berarti hubungan timbal balik
dari suatu yang berkedudukan tinggi dengan yang dibawahnya, dan si blat ini bertugas untuk
melindungi kliennya, namun klien harus menuruti semua perkataan blat. Hubungan ini bukanlah
ditransaksikan dengan uang, namun kepentingan dan ini masih diterapkan di Rusia. Semua
kepala daerah dan kepala perusahaan nasional ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat yang
dipimpin oleh presiden Putin, mereka harus bekerja selaras dengan tujuan nasional negara sesuai
dengan bidangnya. Hal ini sering dianggap nepotisme, namun inilah yang membuat sistem
kebijakan dalam negri Rusia kuat termasuk dalam sistem gas.
Gazprom juga didukung oleh Kremlin untuk melakukan hubungan tidak transparan
dengan negara lain agar mampu memonopoli pasar suatu negara. Hal ini terjadi dengan Ukraina
sejak tahun 2001 (melalui RosUrEnergo) dan juga pada negara- negara Baltik, Turmenistan
bahkan Italia, Jerman dan Perancis dalam pembangunan Nord Stream. Hal ini didukung pula
dengan hubungan blat pada pemerintahan negara-negara sasaran untuk diversity client Rusia
maupun jalur alternatif di Eropa Timur, Utara dan Eropa Tengah yang kebanyakan pernah
dibawah pengaruh Soviet dan mengkonsumsi energi Rusia.Kombinasi dari tindakan ini dengan
usaha lobi Gazprom yang didukung Kremlin, lalu kesatuan dalam negara untuk memiliki satu
suara dalam kebijakan energi menyebabkan Rusia dan perusahaannya semakin kuat untuk
mengontrol pasar gas di dalam negara-negara kliennya.
Uni Eropa tidak memiliki hal ini, negara-negara di dalamnya saling berbeda pendapat.
NordStream mendapat kecaman dari negara-negara UE lainnya namun Jerman, Belanda, dan
Perancis tidak mendengarkan. Hal demikian terjadi pula dengan Italia dan negara-negara klien
Rusia lainnya yang memiliki proyek dengan Rusia. Kesulitan pemersatuan pendapat UE untuk
membuat kebijakan energi yang bersinergi, serta sistem-sistem baru yang masih akan dibangun
membuat industri energi UE lemah dan kurang berpengalaman dibandingkan Rusia.
Poin utama dari keunggulan Rusia adalah sistem pemerintahan yang menyebabkan sistem
energi terintegrasi. Poin ini diambil dari poin kedua Northian yaitu mekanisme institusi
pemerintahan dan pendapat Michael Mann mengenai suatu negara memiliki kekuatan geopolitik
yang membentuk pelayanan terpusat yang berbeda dari negara lain. Rusia memiliki sistem
pemerintahan terintegrasi pada pemerintah pusat, sistem ini telah berjalan puluhan tahun
sehingga dapat memperkuat suara dalam membuat keputusan sistem energi. Selain mekanisme
di dalam pemerintahan domestik, Rusia memiliki sistem mekanisme di lapangan yang lebih baik.
Sistem ekspor Rusia ke negara-negara Baltik telah yang berjalan puluhan tahun,
sedangkan sistem UE yang baru dibangun 2-3 tahun belakangan maupun BalticConnector yang
akan dibangun tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa sistem UE masih baru dan relatif belum
sekuat sistem Rusia. Dengan ini sebaiknya negara-negara Baltik harus mampu
mempertimbangkan kemungkinan untuk tetap menjalin kerjasama dengan Rusia, karena
kestabilan sistem energi dan sinergi pemerintahnya. Bila negara-negara Baltik tetap ingin
melepaskan diri dari Rusia setelah adanya NordStream yang beroprasi penuh, maka Rusia akan
mudah melakukan pemutusan gas dan Baltik harus siap menanggung resiko dari sistem gas UE
yang masih lemah dan semakin bergantung pada Rusia. Hal ini menjawab hipotesis penulis
bahwa demi memiliki ketahanan energi yang kuat, negara-negara Baltik harus tetap menjalin
kerjasama dengan Rusia dikarenakan faktor-faktor unggul dan sistem Rusia yang lebih
berkembang dan kuat dibandingkan sistem UE. Hal inilah yang menggambarkan betapa
pentingnya energi Rusia bagi Baltik dan Uni Eropa.
REFERENSI BAB IV
Butler, Nick. 2011. How Shale Gas Will Transform the Markets. Financial Times, 8 Mei. London
Chow, Edward.C. (2015). New Russian Gas Export Projects – From Pipe Dreams to
Pipelines:https://www.csis.org/analysis/new-russian-gas-export-projects-%E2%80%93-
pipe-dreams-pipelines, 8 Desember 2016
Clemente, Jude. (2016). Europe's Rise In Natural Gas Demand Means More LNG:
http://www.forbes.com/sites/judeclemente/2016/06/19/europes-rise-in-natural-gas-demand-
means-more-lng/#7ab3d0d6e5df, 7 Desember 2016.
Cohen, Ariel. (2006). The North European Gas Pipeline Threatens Europe’s Energy Security.
http://www.heritage.org/research/reports/2006/10/the-north-european-gas-pipeline-
threatens-europes-energy-security, 8 Desember 2016
Eurostat. (2016). Energy production. Europa: http://ec.europa.eu/eurostat/statistics-
explained/index.php/Energy_production_and_imports, 23 September 2016
Gazprom. (2016). Gas supplies to Europe: http://www.gazpromexport.ru/en/statistics/, 23
September 2016
Global Risk Insights. (2013). Baltic Dependence on Russian Gas is About to End. Retreived
from Oil Price: http://oilprice.com/Energy/Natural-Gas/Baltic-Dependence-on-Russian-Gas-
About-to-End.html, 23 September 2016
Goldthau, Andreas. 2013. The Handbook of Global Energy Policy. West Sussex: Wiley-
Blackwell.
Ledeneva, Alena. 1998. Russia’s Economy of Favours: Blat, Networking and Informal
Exchange. Cambridge: Cambridge University Press.
Lesourd, Jean-Baptiste. 2005. Models for Energy Policy. New York: Routledge
Maigre, Merle. 2010. Energy Security Concern of the Baltic States. Jurnal RKK International
Centre for Defense Studies, Maret 2010.
Molis, Arunas. 2011.Rethinking EU-Russia Energy Relations: What do the Baltic States want?
SPES Policy Papers: February 2011
North, Douglass. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance.
Cambridge: Cambridge University Press
Norwegian Protelium .(2015). Exports of Oil and Gas.
http://www.norskpetroleum.no/en/production-and-exports/exports-of-oil-and-gas/, 24
September 2016
Rapoza, Kenneth. 2015. The U.S. Cannot Compete With Russia In Europe's Natural Gas Market:
http://www.forbes.com/sites/kenrapoza/2015/05/05/the-u-s-cannot-compete-with-russia-in-
europes-natural-gas-market/#7e2b51a64f1c, 7 Desember 2016
Rechenberger, Daniela. (2012). A secure energy supply for Europe. Retreived from Wingas:
https://www.wingas.com/en/raw-material-natural-gas/where-does-europe-get-its-natural-
gas.html. 12 Desember 2016
Smith, Keith. 2008. Russia and European Energy Security: Devided and Dominate.Washington
DC: The CSIS Press
Stern, Jonathan. 2003. Natural Gas in Europe – The Importance of Russia. Jurnal Centrex,
Volime V (No. 2).
Vladimir Soldatkin. (2016). UPDATE 1-Russia's Gazprom sees record 2016 gas exports to
Europe. http://www.reuters.com/article/russia-gazprom-europe-idUSL5N18N3VP . 24
September 2016
top related