bab iv hasil penelitian dan pembahasan › bitstream › 123456789...english club, olympic club,...
Post on 27-Jan-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Profil Sekolah
SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga merupakan
salah satu SD swasta di Salatiga yang terletak di Jalan
Jendral Sudirman No. 111 B Salatiga, Kecamatan
Tingkir, Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah. SD
Kristen 03 Eben Haezer Salatiga didirikan pada 1
Oktober 1948. Nilai akreditasi SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga Amat Baik (A) dan memiliki jumlah
rombongan belajar empat belas kelas, yang terdiri dari
kelas satu (tiga kelas), kelas dua (tiga kelas), kelas tiga
(dua kelas), kelas empat (dua kelas), kelas lima (dua
kelas), dan kelas enam (dua kelas).
Visi yang dicanangkan SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga adalah “Menjadikan Peserta Didik Tercinta
(Terampil, Cerdas, Inovatif dan Kreatif, Takut akan
Tuhan)”, sedangkan misi yang diemban untuk
mewujudkan visi tersebut adalah:
1) Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan
pengajaran yang berkualitas dan dinamik sehingga
terbentuk anak yang cerdas, terampil, kreatif,
inovatif, berwawasan global bertindak lokal,
mengasihi sesama dan lingkungan serta memu-
liakan nama Tuhan.
-
33
2) Menyelenggarakan pembelajaran dengan Bahasa
Inggris dan Bahasa Indonesia serta memaksi-
malkan penggunaan ICT (Teknologi Informasi dan
Komunikasi).
Tujuan Pendidikan di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga adalah: 1) mengembangkan pendidikan yang
mengutuhkan kreatif, kritis, inovatif, berkejujuran dan
takut akan Tuhan kepada peserta didik; 2) mengem-
bangkan SDM Pendidik; 3) membentuk dan member-
dayakan jejaring: orang tua peserta didik, alumni,
masyarakat dan pemerintah; 4) meningkatkan Proses
Belajar Mengajar; 5) mengembangkan kepedulian sosial;
6) meningkatkan kebersihan dan penataan lingkungan;
7) merencanakan dan mengembangkan sarana dan
prasarana pendidikan; (8) mengembangkan spiritualitas
pendidik dan peserta didik.
4.1.2 Sumber Daya Sekolah
Sumber daya sekolah yang dimiliki oleh SD
Kristen 3 Eben Haezer Salatiga meliputi :
1. Sumber Daya Bukan Manusia
Sumber daya bukan manusia yang dimiliki oleh
SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga yaitu program
unggulan sekolah. Program sekolah yang menjadi
unggulan antara lain :
a. program kelas bilingual untuk matematika dan sains.
Dalam pembelajaran kelas bilingual menggunakan
buku yang direkomendasikan oleh Dinas, buku teks
bilingual dan sumber belajar lain yang relevan. Selain
itu, dilengkapi dengan sarana prasarana yang
-
34
mendukung dalam proses belajar dan guru yang
berkompeten dibidangnya.
b. character building yang terintegrasi dalam pem-
belajaran, pembiasaan di kelas dan kegiatan
spiritualitas yang meliputi renungan pagi sebelum
pelajaran, ibadah Sabtu, Refreshing Course (kelas
enam) serta perayaan natal dan paskah.
c. ekstra kurikuler yang disediakan oleh sekolah
beragam, antara lain: angklung, renang, catur,
bulutangkis, drumband, paduan suara, seni lukis,
English club, Olympic club, seni tari dan pramuka.
d. pembelajaran kelas kecil dimana jumlah rombongan
belajar dalam satu kelas maksimal dua puluh enam
siswa. Sekolah memandang jumlah tersebut ideal
untuk proses pembelajaran.
2. Sumber Daya Manusia
a. Guru
SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga memiliki guru
sejumlah 25 orang, yang terdiri dari guru kelas dan
guru mata pelajaran. Rincian jumlah guru dan
kualifikasi pendidikan SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1.
Jumlah Guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
Jenis Guru Jumlah Guru
Laki-laki Perempuan Jumlah
Guru Tetap 2 16 18
Guru Honorer 3 4 7
Jumlah 5 20 25
-
35
Tabel 4.1 (lanjutan)
Jumlah Guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
Kualifikasi Pendidikan Guru
Tingkat Pendidikan Jumlah
S1 23
SMA 2
Jumlah 25
Sumber: Data primer, 2014, diolah.
Dengan melihat tabel di atas, hampir seluruh
guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga sudah
berpendidikan Strata1 (S1) dan hanya dua orang yang
masih berijasah SMA.
b. Peserta didik
Jumlah siswa SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
pada tahun pelajaran 2014/2015 adalah 352, terdiri
dari:
Kelas I: laki-laki 39, perempuan 35, jumlah 74
Kelas II: laki-laki 38, perempuan 34, jumlah 72
Kelas III: laki-laki 31, perempuan 27, jumlah 58
Kelas IV: laki-laki 19, perempuan 32, jumlah 51
Kelas V: laki-laki 28, perempuan 19, jumlah 47
Kelas VI: laki-laki 25, perempuan 25, jumlah 50
Dari 352 peserta didik tersebut terbagi menjadi 15
rombongan belajar (rombel).
c. POSG
POSG merupakan persatuan orang tua peserta
didik dan guru atau sering dikenal dengan komite
sekolah. Di SD Kristen 3 Eben Haezer, POSG memiliki
-
36
peranan yang besar dalam mendukung peningkatan
mutu sekolah dengan melibatkan peran orang tua.
3. Sumber Daya Fisik
Bangunan gedung SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga merupakan bangunan permanen yang
memenuhi kriteria untuk pelaksanaan proses pem-
belajaran dengan dilengkapi fasilitias selain lima belas
ruang untuk kelas yang dilengkapi televisi untuk media
pembelajaran, terdapat juga satu ruang kepala sekolah,
satu ruang guru dan ruang administrasi yang terdapat
dalam satu ruangan, satu laboratorium bahasa yang
terletak di lantai dua, satu ruang multimedia, satu
laboratorium komputer, satu ruang musik, satu
perpustakaan, satu kantin, satu dapur, sebuah UKS,
lapangan olahraga dan upacara serta dilengkapi dengan
fasilitas “free hot spot area”. SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga juga menempati satu lokasi dengan Gereja
Kristen Indonesia (GKI) Salatiga, Kelompok Bermain
(KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Kristen 3, SD
Kristen 4 Eben Haezer serta SMP Kristen 2 Eben Haezer
Salatiga di bawah naungan Yayasan Pendidikan Kristen
Eben Haezer Salatiga.
4.1.3 Evaluasi Program Kelas Bilingual
Dalam bagian ini akan disajikan hasil penelitian
mengenai evaluasi pelaksanaan program kelas bilingual
dari aspek konteks, masukan, proses dan hasil di SD
Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
-
37
4.1.3.1 Aspek Konteks (Context)
Evaluasi konteks yang dilakukan oleh peneliti
hendak menganalisis apakah program kelas bilingual
yang dilaksanakan di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga dibutuhkan. Dalam mengevaluasi aspek kon-
teks, peneliti mendapatkan data dari hasil wawancara
mengenai latar belakang dari program, kebutuhan apa
yang hendak dipenuhi dari pelaksanaan program kelas
bilingual serta tujuan dari program tersebut.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa program
kelas bilingual dilaksanakan berawal dari penawaran
Yayasan Pendidikan Eben Haezer yang menaunginya.
Hal tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala
sekolah sebagai berikut:
“…awalnya ada tawaran dari pihak yayasan bagaimana kalau SD Kristen 3 membuka kelas bilingual karena kita perlu ciri khas yang menjadi
unggulan sekolah. Pihak yayasan memandang
bahwa kita punya peluang untuk membuka kelas
bilingual supaya sekolah mampu bersaing dengan
sekolah-sekolah dasar yang lain. Selain itu
menguasai bahasa asing yaitu Bahasa Inggris dalam persaingan global”
Dari keterangan di atas diketahui bahwa program
kelas bilingual diadakan awalnya karena pengurus dari
Yayasan Pendidikan Eben Haezer karena melihat
adanya kebutuhan kemampuan Bahasa Inggris untuk
menghadapi globalisasi. Pengurus melihat adanya
kebutuhan sekolah untuk memiliki keunggulan yang
dapat menjadikan ciri khas sekolah agar ke depan SD
Kristen 3 Eben haezer Salatiga menjadi sekolah tujuan
dan dapat berkompetisi dengan sekolah-sekolah dasar
-
38
yang lain. Oleh karena itu, pengurus mengusulkan
untuk membuka kelas bilingual sebagai program yang
dianggap dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan akan perlunya kemampuan Bahasa
Inggris dan keunggulan sekolah direspon oleh kepala
sekolah. Tawaran kelas bilingual lalu dibahas dengan
seluruh guru untuk melihat apakah guru mampu dan
siap mengajar di kelas bilingual. Setelah melalui
pembahasan maka diputuskan untuk membuka kelas
bilingual sesuai kesepakatan antara kepala sekolah,
guru dan yayasan.
Kebutuhan lain yang diungkapkan oleh kepala
sekolah yaitu adanya permintaan dari Dinas Pendidikan
kota Salatiga yang sering menunjuk SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga untuk mengirimkan peserta didiknya
dalam lomba sains tingkat SD, seperti yang
disampaikan oleh kepala sekolah berikut ini:
“Yang menjadi ciri khas sekolah kita adalah IPA. Siswa kita sering maju olimpiade dan sering
menang. Kita menganggap bahwa kita punya ciri
khas dalam bidang sains dan harus
mengembangkan itu. Salah satu aspek yang penting
adalah Bahasa Inggris untuk sains. Itulah mengapa kita mengadakan pembelajaran bilingual agar
melengkapi siswa dengan kemampuan Bahasa
Inggris karena soal-soal yang ada di lomba sains
terkadang menggunakan Bahasa Inggris”
Dari pemaparan tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa permintaan dari Dinas Pendidikan
Kota Salatiga tentang keikutsertaan peserta didik di
dalam lomba olimpiade IPA dan matematika juga
menjadi kebutuhan yang dianggap sekolah perlu
adanya kemampuan Bahasa Inggris yang baik bagi
-
39
peserta didik. Hal tersebut juga menjadi alasan
mengapa sekolah mengadakan program kelas bilingual,
yaitu selain untuk memperkuat peserta didik dalam
sains juga untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik berbahasa Inggris.
Program kelas bilingual juga mendapat dukungan
yang baik dari orang tua karena mereka melihat bahwa
di era globalisasi ini dirasa perlu dan penting bagi
peserta didik untuk mampu menguasai Bahasa Inggris.
Dari hasil wawancara dengan salah satu orang tua
peserta didik diperoleh data bahwa program kelas
bilingual merupakan program yang dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Hal tersebut seperti diungkapkan
dalam petikan wawancara dengan orang tua sebagai
berikut:
“Program kelas bilingual menurut saya memang diperlukan karena menurut saya sekarang jamannya
semua serba canggih. Hampir semua siswa
mengetahui informasi teknologi dengan baik lewat
internet. Ilmu pengetahuan juga semakin maju dan mereka membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris
yang baik agar ke depan mereka tidak tertinggal sehingga mampu bersaing. Jadi di kelas bilingual,
mereka bisa mendapatkan pengetahuan matematika
dan IPA dalam Bahasa Inggris dan anak-anak
memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik”
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan program
kelas bilingual yang dilaksanakan di SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan di SD Kristen 3 Eben Haezaer Salatiga
melalui program unggulan sekolah agar mampu
bersaing dengan sekolah yang lain dan memberikan
bekal atau landasan yang kuat kepada peserta didik
dalam bidang Bahasa Inggris dan MIPA untuk
-
40
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam
menghadapi persaingan global.
Hal tersebut di atas juga didukung dengan
kebijakan pemerintah yang memandang penting
penguasaan bahasa asing oleh peserta didik. Dari studi
dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti, kebijakan
pemerintah yang melandasi kelas bilingual yaitu
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab VII pasal 33 ayat 3 yang
berbunyi, “Bahasa asing dapat digunakan sebagai
bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu
untuk mendukung kemampuan berbahasa asing
peserta didik”. Sesuai dengan undang-undang tersebut,
maka Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar dalam
mata pelajaran sains dan matematika di kelas bilingual.
4.1.3.2 Aspek Masukan (Input)
Dalam aspek masukan (input) ini akan mencakup
6 hal yaitu kurikulum, peserta didik, guru, sarana
prasarana, pembiayaan dan pengadaan buku teks.
a. Kurikulum
Program kelas bilingual yang di SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga dilaksanakan dalam kelas reguler
artinya tidak ada klasifikasi antara kelas reguler dan
kelas bilingual sehingga kelas bilingual diperuntukkan
bagi seluruh peserta didik yang mengenyam pendidikan
di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga mulai dari kelas 1
sampai 6. Program kelas bilingual menggunakan dua
bahasa pengantar dalam mata pelajaran matematika
dan IPA yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
-
41
Hal tersebut seperti yang diungkapkan kepala sekolah
sebagai berikut:
“Program kelas bilingual sama dengan kelas reguler tidak ada bedanya. Khusus untuk mapel matematika
dan IPA disampaikan dengan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris”
Kurikulum yang digunakan di SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga adalah kurikulum KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam kurikulum KTSP
pembelajaran sains dan matematika di kelas bilingual
terintegrasi ke dalam silabus yang mengacu pada
pemerintah pusat. Hal tersebut seperti yang disam-
paiakan kepala sekolah sebagai berikut:
“Kurikulum kami memakai acuan dari pusat tapi kami sesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan
siswa. Kami menggunakan kurikulum KTSP dan
silabus yang digunakan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan sekolah dan disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik”
Mata pelajaran yang diajarkan di kelas bilingual
adalah sains dan matematika. Materi yang dipilih
disesuaikan dengan acuan dari pemerintah dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan
tingkat kemampuan peserta didik. Materi pelajaran
yang diajarkan di kelas bilingual dipilih sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif peserta didik dan mudah
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak
menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya. Hal
tersebut diungkapkan guru berikut ini:
“materi yang dipilih berdasarkan tingkatan
kemampuan peserta didik dan mudah ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk sains mereka belajar tentang jenis-jenis gerak, energi yang
bisa mereka temui setiap hari. Jadi anak tidak
kesulitan untuk mempelajarinya.”
-
42
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disim-
pulkan bahwa kurikulum yang digunakan dalam
pelaksanaan program kelas bilingual yaitu kurikulum
KTSP dan mata pelajaran IPA dan matematika
disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris. Materi yang dipilih mengacu pada
silabus dari pemerintah dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
b. Peserta Didik
Dari hasil dokumentasi, peneliti memeroleh data
bahwa jumlah siswa di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga sebanyak tiga ratus lima puluh tiga peserta
didik. Dari total jumlah tersebut terdapat tujuh puluh
empat peserta didik yang duduk di bangku kelas satu.
Rata-rata usia mereka 6-7 tahun ketika diterima
disekolah tersebut.
Dalam pelaksanaan program kelas bilingual, tidak
diadakan proses seleksi bagi peserta didik. Mereka
secara otomatis akan mengikuti kelas bilingual karena
program kelas bilingual yang dilaksanakan merupakan
kelas reguler yang harus diikuti oleh seluruh peserta
didik. Hal tersebut seperti diungkapkan kepala sekolah
berikut:
“Kami tidak mengadakan seleksi untuk peserta didik yang masuk kelas bilingual. Kelas bilingual
diperuntukkan dari siswa kelas satu sampai kelas 6.
Jadi pada saat penerimaan peserta didik baru kami
terima semua selama kuota jumlah siswa masih
tersedia”
Sejalan dengan keterangan di atas, guru
juga mengungkapkan bahwa tidak adanya seleksi
-
43
peserta didik yang mengikuti kelas bilingual
berdampak pada tingkat kemampuan peserta
didik yang beragam, seperti kutipan wawancara
guru berikut:
”Tidak ada proses seleksi untuk kelas bilingual.
Peserta didik yang masuk memiliki kemampuan
yang berbeda-beda sehingga itu terkadang menjadi
masalah ketika ada peserta didik yang lemah dalam
menguasai materi yang diajarkan”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang mengikuti kelas bilingual tidak melalui proses seleksi. Hal tersebut mengakibatkan adanya tingkat kemampuan peserta didik yang beragam
dalam mengikuti proses belajar di kelas bilingual.
c. Guru
Guru mempunyai peranan yang penting dalam
kegiatan pembelajaran. Guru-guru di SD Kristen 3
Eben Haezer Salatiga berjumlah dua puluh empat guru
dan sebanyak dua puluh tiga guru sudah berlatar
pendidikan strata 1 dan masih terdapat satu guru yang
masih berlatar belakang pendidikan SMA. Dari dua
puluh empat guru sudah terdapat sembilan guru yang
sudah mendapatkan sertifikasi sebagai tenaga pendidik
professional.
Dalam wawancara dengan kepala sekolah
diperoleh keterangan bahwa tidak semua guru
mengajar di kelas bilingual. Guru yang memiliki latar
belakang pendidikan Bahasa Inggris atau pendidikan
sains yang ditunjuk untuk mengajar di kelas bilingual.
Terdapat tes seleksi yang dilakukan oleh kepala sekolah
dalam memilih guru yang tepat untuk mengajar di kelas
bilingual karena salah satu kompetensi yang harus
-
44
dimiliki adalah kemampuan berbahasa Inggris. Hal
tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala
sekolah berikut:
“Guru yang mengajar bilingual dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan dan mampu berko-
munikasi dalam Bahasa Inggris sehinggal memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk mengajar di kelas bilingual. Misal guru yang berlatar pendidikan
IPA akan didampingi guru yang kuat dalam Bahasa Inggris lalu kita buat team teaching sehingga bisa
saling melengkapi.”
Pernyataan itu juga didukung oleh salah satu
guru yang telah mengajar di kelas bilingual selama lima
tahun.
“Pada waktu itu tesnya saya ada tiga. Satu tes
wawancara biasa, kemudian tes teori tentang sains
dan yang ketiga saya disuruh mikro teaching untuk
mengajar dalam Bahasa Inggris. Jadi semua harus
lewat proses seleksi.”
Dari hasil wawancara di atas, dapat diperoleh
keterangan bahwa salah satu tes seleksi yang
dilakukan adalah dengan cara mengajar materi sains di
kelas menggunakan Bahasa Inggris. Jika guru tersebut
berhasil memenuhi kriteria yang ditentukan maka dia
akan ditunjuk untuk mengajar di kelas bilingual. Latar
belakang pendidikan yang dimiliki oleh guru dalam
bidang sains juga mendukung mereka dalam
melaksanakan tugas sebagai guru di kelas bilingual.
Guru yang sudah diseleksi kemudian dibuat team
teaching oleh kepala sekolah dalam mengajar di kelas
bilingual. Guru yang tergabung dalam team teaching
saling berkoordinasi dan mengadakan pertemuan rutin
-
45
untuk merencanakan materi pembelajaran dan metode
pengajaran serta evaluasi hasil pembelajaran.
Kemampuan Bahasa Inggris sangat diperlukan
dalam proses pembelajaran di kelas bilingual. Bagi guru
yang tidak memiliki latar belakang pendidikan Bahasa
Inggris, sekolah mengadakan pelatihan dan seminar
yang diadakan baik di lingkungan sekolah dengan men-
datangkan narasumber yang menguasai Bahasa
Inggris. Hal tersebut dilakukan agar guru yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Inggris
mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris
dan menyampaikan materi IPA dan matematika dalam
Bahasa Inggris. Di sisi lain, materi yang disampaikan
oleh guru yang menguasai Bahasa Inggris lebih mudah
untuk dipahami peserta didik baik isi maupun konsep
materi pembelajaran IPA dan matematika.
Menurut para guru terutama yang tidak memiliki
latar pendidikan Bahasa Inggris, pelatihan yang
diadakan oleh sekolah dianggap masih kurang. Mereka
berpendapat bahwa sebaiknya kursus atau pendidikan
dan pelatihan Bahasa Inggris diberikan secara rutin
atau berkelanjutan sehingga mereka benar-benar
memeroleh kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa
Inggris dengan baik dan lancar. Pemahaman yang lain
bagi para guru untuk menguasai Bahasa Inggris
diperlukan untuk menambah pemahaman serta
memudahkan dalam penyampaian materi. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan salah satu guru pengajar
sains sebagai berikut:
“…untuk membekali Bahasa Inggris sekolah pernah
mengadakan pelatihan. Tetapi itu sudah lama ketika
-
46
awal saya mengajar di sini. Mungkin hanya
dilaksanakan dua atau tiga kali. Setelah itu tidak ada follow up lagi… jadi kami belajar Bahasa Inggris
sendiri dan kadang sering bertanya dengan guru yang mengajar Bahasa Inggris. Mungkin kami lebih membutuhkan pelatihan untuk conversation…”
Dari hasil observasi yang dilakukan di kelas,
terlihat bahwa guru sudah mampu berkomunikasi
menggunakan Bahasa Inggris. Guru memulai kegiatan
pembelajaran dengan greeting atau salam dalam
Bahasa Inggris dan memberikan penjelasan meng-
gunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Selain
itu guru juga menggunakan kalimat perintah atau
kalimat tanya yang berkaitan dengan proses
pembelajaran menggunakan Bahasa Inggris, sebagai
contoh: “Please open book page…” , “who can answer
the question?”, “mention the example of…”.
d. Sarana Prasarana
Berdasarkan hasil observasi dapat dikatakan
bahwa sarana prasarana yang ada di SD Kristen 3 Eben
Haezer tersedia dengan lengkap dan semua sarana
prasarana yang ada digunakan secara maksimal oleh
guru-guru dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut
didukung dengan hasil wawancara dengan guru sebagai
berikut:
“Sarana dan prasarana kami cukup lengkap. Ada lab IPA dan bahasa, ruang musik, ruang multimedia,
perpustakaan, lab komputer, tiap kelas sudah di-lengkapi televisi dan speaker untuk proses pem-
belajaran. Selain itu juga terdapat jaringan internet
dan wifi yang bisa diakses guru-guru dan siswa
untuk mencari materi pembelajaran.”
-
47
Di sisi lain, dari hasil wawancara dengan kepala
sekolah masih terdapat sarana prasarana yang belum
digunakan secara maksimal yaitu laboratorium bahasa.
Terdapat kerusakan headset yang terdapat di labora-
torium bahasa meskipun sudah pernah diperbaiki se-
belumnya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan dari
petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut:
“Penggunaan laboratorium bahasa masih belum bisa dimaksimalkan karena masih ada kerusakan
headset. Dulu kami sudah ajukan ke yayasan dan
sudah diperbaiki bahkan biayanya hampir enam juta
untuk memperbaikinya tapi sekarang rusak lagi jadi kami jarang memakainya”
Dari keterangan di atas diketahui bahwa masih
ada sarana prasarana yang belum dapat dimak-
simalkan penggunaannya karena terdapat kerusakan.
Namun menurut kepala sekolah hal tersebut tidak
menjadi kendala yang besar karena fungsi laboratorium
bahasa yaitu sebagai sarana listening dapat dialihkan
ke ruang kelas karena sudah ada fasilitas audio visual.
Sarana pendukung kerja dan pembelajaran
seperti whiteboard, penghapus, meja dan kursi bagi
peserta didik dan guru, almari penyimpanan arsip, rak
buku semuanya tersedia dalam kendisi yang baik dan
mencukupi kebutuhan.
Sekolah juga menyediakan televisi dan speaker
sebagai media audio visual yang menjadi sarana pen-
dukung pembelajaran. Selain itu dimasing-masing kelas
juga disediakan kotak P3K yang digunakan ketika
peserta didik membutuhkan obat-obatan.
-
48
e. Pembiayaan
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari
kepala sekolah anggaran untuk program kelas bilingual
termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler.
Anggaran yang dibutuhkan dibuat dalam Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah yang disusun oleh
kepala sekolah. Sumber dana yang diperlukan untuk
pembelajaran bilingual dapat terpenuhi dari Dana BOS
(Bantuan Operasional Sekolah), yayasan serta
partisipasi dari orang tua. Berikut hasil wawancara
dengan kepala sekolah:
“Untuk biaya termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler biasa jadi ada pos-pos anggaran yang kami dapatkan dari dana BOS,
yayasan dan juga dari orang tua. Sebagai contoh
untuk kelengkapan sarana prasarana audio visual di
kelas, kami peroleh dana nya dari yayasan dan BOS
karena sudah kami anggarkan dalam RKAS. Buku-
buku penunjang juga kami dapatkan dari dana BOS. Sedangkan dana untuk membeli buku-buku teks bilingual dari siswa, kami serahkan kepada orang
tua untuk ikut berpartisipasi.”
Hal senada juga diungkapkan oleh guru dalam
petikan wawancara sebagai berikut:
“Untuk pembiayaan selama ini kami tidak
mengalami kesulitan. Sumber dana yang ada kami
peroleh dari yayasan dan juga dana bos. Kebutuhan yang kami perlukan untuk menunjang orises belaar
dapat terpenuhi.”
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam pembiayaan program kelas bilingual di SD
Kristen 3 Eben Haezer Salatiga, sekolah tidak
mengalami kesulitan. Adanya dukungan dari yayasan,
pemerintah melalui dana BOS serta orang tua
-
49
membantu tercukupinya anggaran yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan program tersebut.
f. Buku teks
Pada awalnya ketika pertama kali program kelas
bilingual dilakukan belum ada buku teks mengenai
sains dan matematika yang ditulis dalam Bahasa
Inggris baik dari penerbit ataupun dari sekolah.
Menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah
diketahui bahwa guru-guru SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga membuat sendiri buku teks bilingual untuk
mata pelajaran sains dan matematika. Guru-guru yang
mengajar di kelas bilingual membuat buku teks tersebut
dalam Bahasa Inggris. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan guru sains sebagai berikut:
“Ya…Pada awalnya kami sendiri yang membuat
buku-buku teks dalam Bahasa Inggris. Pada waktu
itu belum ada penerbit yang menulis buku sains dan
matematika untuk bilingual jadi kami membuat
sendiri sesuai dengan materi yang kami ajarkan.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala
sekolah diperoleh data bahwa setelah menggunakan
buku teks hasil buatan sendiri, muncul beberapa
masukan dari orang tua peserta didik. Banyak orang
tua dari peserta didik yang tidak memahami materi
sains dan matematika yang ditulis dalam Bahasa
Inggris. Hal tersebut membuat mereka sulit untuk
mengajari peserta didik belajar di rumah. Orang tua
memberi masukan bagaimana jika buku teks di kelas
bilingual ditulis dengan dua bahasa yaitu Bahasa
-
50
Indonesia dan Bahasa Inggris. Berikut petikan hasil
wawancara dengan kepala sekolah:
“Buku yang dipakai untuk pelajaran bilingual
sekarang disediakan oleh salah satu penerbit. Tapi
pada waktu pertama kali kami melaksanakan kelas
bilingual belum ada buku yang bilingual. Pada waktu
itu, semuanya dibuat oleh guru kami menggunakan
Bahasa Inggris dan beberapa orang tua mempunyai
kesulitan untuk mengartikan dan membantu anak
mereka dalam belajar jadi orang tua mengusulkan
bagaimana jika ditulis pakai Bahasa Indonesia juga.
Karena anak-anak juga kesulitan belajar kalau
materinya semua full dalam Bahasa Inggris.”
Berdasarkan keterangan di atas, sekolah bekerja
sama dengan salah satu penerbit untuk penyediaan
buku-buku teks untuk materi bilingual. Masukan orang
tua peserta didik supaya sekolah menyediakan buku
teks dalam dua bahasa menjadi bahan pertimbangan
sekolah sehingga buku teks yang digunakan sampai
saat ini menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris. Hal tersebut dilakukan supaya orang tua juga
dapat membantu putra putrinya dalam belajar dan
tidak mengalami kesulitan dalam mengartikan materi
yang ditulis dalam Bahasa Inggris.
4.1.3.3 Aspek Proses (Process)
Hasil dari penelitian untuk aspek proses terbagi
dalam beberapa hal, yaitu: persiapan guru, pelak-
sanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.
a. Persiapan Guru
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
kepada salah satu guru pengajar di kelas bilingual
-
51
diperoleh data bahwa dalam mempersiapkan pem-
belajaran di kelas bilingual dilakukan dengan membuat
rencana pembelajaran yaitu RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), silabus. Program Tahunan (Prota) dan
Program Semester (Promes) yang dibuat pada setiap
awal tahun ajaran baru. Hal tersebut juga diungkapkan
kepala sekolah yang tertuang dalam petikan wawancara
berikut:
“Guru-guru kami membuat rencana pembelajaran di
setiap awal tahun baru. Mereka mempersiapkan
pembelajaran mulai dari RPP, silabus, prota atau promes yang dirancang untuk proses pembelajaran
selama satu tahun.”
Selain pembuatan RPP, silabus, prota dan promes
terdapat juga rencana mingguan yang dibuat oleh
masing-masing guru. Rencana mingguan tersebut berisi
tentang materi dan kegiatan belajar untuk seminggu ke
depan. Menurut kepala sekolah diperoleh keterangan
bahwa rencana mingguan yang dibuat oleh guru
merupakan salah satu ciri khas dari SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga yang membedakan dengan sekolah
dasar yang lain. Keterangan senada juga diungkapkan
oleh orang tua siswa dalam petikan wawancara sebagai
berikut:
“Rencana mingguan yang dibagikan oleh guru
biasanya setiap hari Sabtu. Dalam rencana mingguan ada materi apa saja yang akan dipelajari
untuk minggu depan. Misal ada tugas atau
ulangan juga sudah diberitahu di rencana tersebut.
Materi apa yang akan diadikan ulangan lalu
diambil dari halaman berapa, semuanya sudah tertulis disana. Jadi itu sangat membantu kami
untuk menyiapkan anak kami dalam belajar.”
-
52
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat
disimpulkan bahwa rencana mingguan yang
dipersiapkan guru sangat membantu orang tua dan
peserta didik dalam mempersiapkan materi yang harus
dipelajari. Orang tua juga dapat mengetahui materi
pembelajaran yang dilakukan dan dapat menyiapkan
putra putrinya untuk belajar.
Persiapan guru untuk mengajar di kelas bilingual
dilakukan dengan team teaching untuk menentukan
topik bahasan yang disesuaikan dengan kemampuan
peserta didik, membuat materi, mempersiapkan alat
peraga yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran, membuat soal-soal atau tugas untuk
mengevaluasi kemampuan peserta didik serta
membantu peserta didik yang masih belum mencapai
nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Team teaching
terdiri dari dua guru untuk masing-masing tingkatan
kelas yang dipilih oleh kepala sekolah dengan
mempertimbangkan kemampuan Bahasa Inggris yang
dimiliki guru dan penguasaan konsep dari materi yang
diajarkan. Guru yang terlibat dalam team teaching
mempunyai tanggung jawab dan peran yang sama. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan kepala sekolah
sebagai berikut:
“kami membuat team teaching di setiap tingkatan
untuk mapel sains dan matematika. Guru dalam team teaching saling melengkapi. Salah satu guru
kuat dalam Bahasa Inggris yang satu kuat dalam
konsep. Mereka bertugas mempersiapkan materi,
alat peraga, soal-soal atau tugas, dan memberikan
tambahan pelajaran buat peserta didik yang nilainya
masih dibawah KKM dan membutuhkan tambahan pemahaman. Guru team teaching mengatur semua
itu dan membuat jadwal bersama.”
-
53
Persiapan pembelajaran yang akan dilakukan
team teaching diawali dengan koordinasi melalui
pertemuan pada setiap awal tahun pelajaran. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan guru sebagai
berikut:
“Team teaching sering mengadakan pertemuan
yang sewaktu-waktu dilakukan. Karena kita berada
dalam satu kantor jadi kami tidak mengalami kesulitan untuk berkoordinasi. Misal ada materi
yang tidak paham atau tidak tahu tentang Bahasa
Inggris dari konsep-konsep tertentu kami disku-
sikan. Selain itu jika ada siswa yang masih kurang
dalam menguasai materi dan nilainya belum
sampai KKM kami buat jadwal untuk memberikan tambahan pelajaran sepulang sekolah satu minggu
satu kali.”
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan
bahwa persiapan guru dalam mengajar di kelas
bilingual tidak hanya dilakukan secara rutin setiap awal
tahun pelajaran baru namun juga dapat dilakukan
sesuai kebutuhan terkait dengan materi pembelajaran
dan masalah yang ditemui dalam pelaksanaan pem-
belajaran.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran di kelas bilingual yang
diterapkan di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga sudah
menggunakan berbagai macam metode pembelajaran.
Metode pembelajaran yang digunakan dirancang guru
dalam team teaching dan berorientasi pada
pembelajaran siswa aktif (active learning), pembelajaran
yang menyenangkan (fun learning) dan mendorong
-
54
siswa untuk bisa menyelesaikan masalah (problem
solving).
Contoh yang diperoleh dari pembahasan
sebelumnya melalui hasil wawancara dan observasi
adalah metode fun learning melalui permainan. Dari
hasil observasi di kelas pada saat pelajaran sains, guru
menggunakan model fun learning dalam proses
pembelajaran. Di awal kegiatan pembelajaran, guru
memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang sudah diajarkan untuk merefleksikan kembali.
Peserta didik yang dapat menjawab akan mendapatkan
poin sebagai bentuk penghargaan. Seluruh peserta
didik nampak antusias dan aktif dalam menjawab
setiap pertanyaan. Kelompok dengan jumlah poin
terbanyak menjadi pemenang dan guru memberikan
stiker sebagai reward di akhir pembelajaran untuk
ditempelkan di buku reward. Peserta didik yang
memeroleh stiker terbanyak akan mendapatkan piagam
di akhir semester. Hal tersebut dilakukan agar peserta
didik juga terdorong untuk aktif selama proses
pembelajaran dengan metode yang menyenangkan,
seperti yang diungkapkan oleh guru berikut ini:
“kami menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran. Dalam satu topik bahasan bisa menggunakan beberapa metode tergantung pada kebutuhan. Misalnya ada game, experiment untuk
melakukan percobaan, diskusi, ceramah ada juga
demonstrasi misalnya untuk menunjukkan cara
kerja suatu alat pada mapel sains. Yang paling diminati siswa adalah dengan games karena peserta didik mendapat stiker jika berhasil memperoleh poin
terbanyak. Kami menyediakan piagam dan dibagikan
ke peserta didik setiap akhir semester. Jadi mereka
terdorong untuk aktif selama proses pembelajaran.”
-
55
Penggunaan metode pembelajaran selain fun
learning seperti tersebut di atas, diperkuat dengan
metode pendukung pembelajaran yang lain yaitu
metode eksperiment dan diskusi. Melalui observasi yang
dilakukan peneliti di kelas 3 dalam mata pelajaran
sains untuk mempelajari jenis gerak benda, guru
mengadakan percobaan sederhana menggunakan bola
pingpong, bola kaki plastik, gelas dan air. Guru
meminta peserta didik menjatuhkan bola pingpong ke
lantai dan setelah itu mengamati. Lalu meminta
meletakkan bola kaki plastik di ujung jari telunjuk dan
memutarkan bola tersebut dengan jari kanan. Dan
terakhir peserta didik diminta menuangkan segelas air
ke atas tumbuhan di sekitar kelas dan mengamati yang
terjadi pada akhir. Setelah melakukan semua kegiatan
tersebut, peserta didik diberikan pertanyaan untuk
didiskusikan dengan kelompoknya mengenai jenis
gerak benda.
Dari kegiatan di atas maka metode yang
dilakukan oleh guru adalah dengan eksperiment dan
diskusi. Alat yang digunakan juga mudah didapat oleh
siswa serta materi yang dibahas dipilih berdasarkan
peristiwa yang sering dialamai atau dijumpai peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga
memudahkan peserta didik untuk memahami materi
yang diajarkan.
c. Penilaian Hasil Pembelajaran
Dalam bagian ini, peneliti memeroleh data bahwa
penilaian dilakukan tidak hanya berdasarkan tes
tertulis namun juga lisan. Penilaian dilakukan lewat
-
56
keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar
berlangsung dan juga pengerjaan tugas yang diberikan.
Tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya dikerjakan
di sekolah namun ada juga tugas yang harus diper-
siapkan di rumah. Hal tersebut seperti hasil petikan
wawancara yang diperoleh dari guru berikut ini:
“Untuk penilaian peserta didik diambil dari tugas-tugas,lalu keaktifan mereka di kelas, ulangan
harian, UTS dan UAS. Bentuk tugasnya juga
bermacam-macam ada yang dikerjakan di sekolah
seperti latihan-latihan ada juga dirumah seperti PR,
membuat presentasi tentang materi yang diajarkan.
Bahkan untuk presentasi mereka siap mempresentasikan dalam Bahasa Inggris. Nah,dari
situ penilaian juga diambil bagaimana cara mereka
mempresentasikan menggunakan Bahasa Inggris
meskipun belum seratus persen menggunakannya
tapi peserta didik sudah mampu menggunakan istilah-istilah dalam Bahasa Inggris dan memahami
materi yang diajarkan.”
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu
peserta didik mengenai penilaian hasil pembelajaran
seperti petikan wawancara berikut:
“Nilainya dari ulangan, tes tengah semester dan akhir semester. Lalu ada tugas-tugas, PR,
presentasi, di kelas juga ada nilai kalau siswanya
aktif dapat tambahan nilai.”
Tugas atau latihan yang diberikan di sekolah
ditulis dalam Bahasa Inggris. Tidak hanya tugas,
namun ulangan harian, ulangan tengah semester dan
ulangan akhir semester juga ditulis dengan
menggunakan Bahasa Inggris. Penggunaan Bahasa
Inggris dimaksudkan agar guru juga dapat mengetahui
kemampuan peserta didik dalam memahami istilah-
istilah atau konsep-konsep pelajaran sains dan
matematika yang sudah mereka pelajari. Hal tersebut
-
57
seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah sebagai
berikut:
“Untuk ulangan dan tes-tes baik itu UTS dan UAS
kami menggunakan Bahasa Inggris. Jadi apa yang
diajarkan dalam Bahasa Inggris juga kami teskan
dalam Bahasa Inggris. Soal-soal bisa dilihat di perpustakaan. Bahkan sekolah RSBI belum
membuat soal-soal model seperti itu, tapi kami
sudah membuat soal dengan menggunakan Bahasa
Inggris.”
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan
bagaimana peserta didik dapat mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan dalam Bahasa Inggris. Sebagian
besar mampu menjawab pertanyaan yang ditulis dalam
Bahasa Inggris meskipun terdapat beberapa peserta
didik yang masih bertanya mengenai artinya. Dari
tugas-tugas tersebut, nampak peserta didik juga dapat
bertanya mengenai istilah-istilah atau kata-kata yang
belum dimengerti lalu guru menjelaskan kembali materi
tersebut sehingga peserta didik mampu menjawab soal-
soal yang diberikan. Dari pemberian tugas tersebut
terjadi interaksi antara guru dan peserta didik. Peserta
didik mendapatkan kesempatan untuk memberikan
pendapat dan saling bertukar informasi dengan teman
yang lain.
4.1.3.4 Aspek Hasil (Product)
Aspek hasil yang diperoleh dari penelitian ini
mencakup 3 hal, yaitu ketercapaian standar kom-
petensi yang dicapai peserta didik, sikap peserta didik
terhadap pembelajaran di kelas bilingual dan prestasi
peserta didik.
-
58
a. Ketercapaian standar kompetensi
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
guru pengajar sains dapat diperoleh keterangan bahwa
untuk ketercapaian standar kompetensi peserta didik
pada pembelajaran sains dan matematika di kelas
bilingual tergolong baik. Menurut guru yang ber-
sangkutan, dikatakan bahwa hampir 80% dari peserta
didik sudah mampu mencapai standar kompetensi yang
ada lewat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah
ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal tersebut seperti
yang disampaikan guru sebagai berikut:
“Untuk pencapaian standar kompetensi pelajaran bilingual sudah baik karena hampir sebagian besar
ya bisa dikatakan sekitar 80% nilai dari peserta
didik sudah di atas KKM. Meskipun masih ada yang
belum tercapai KKM nya tapi nilainya tidak terlalu banyak dibawah KKM. Jadi sebagian besar sudah
mampu memenuhi standar kompetensi yang ada.”
Hal senada juga diungkapkan oleh kepala sekolah
bahwa sebagian besar peserta didik mampu memeroleh
nilai diatas rata-rata KKM artinya hasil yang diperoleh
selama proses pembelajaran bilingual sudah dapat
dikatakan baik. Pernyataan tersebut dipertegas dalam
petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut ini:
“Sebagian besar peserta didik nilainya bagus, diatas KKM yang ditentukan sekolah. Untuk KKM sendiri
kami sudah cukup tinggi dan mereka bisa mencapai
nilai tersebut. Jadi untuk pencapaian standar kom-
petensi saya kira sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan.”
Hasil wawancara di atas didukung dengan studi
dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti melalui hasil
penilaian siswa. Dari hasil nilai yang diperoleh peserta
didik untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, matematika
-
59
dan IPA di kelas 3 diperoleh keterangan bahwa dari 38
peserta didik, hanya terdapat 4 peserta didik yang
belum mencapai nilai KKM. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sebagian siswa telah mencapai standar
kompetensi yang ditetapkan oleh sekolah.
Berdasar pernyataan di atas, ditunjukkan bahwa
ketercapaian standar kompetensi untuk peserta didik di
kelas bilingual sudah memenuhi standar yang
ditetapkan. Sebagian besar dari peserta didik sudah
memeroleh nilai diatas batas tuntas atau KKM
meskipun masih terdapat beberapa peserta didik yang
belum mencapai standar kompetensi yang ada.
b. Sikap Peserta Didik
Dari hasil wawancara dengan beberapa peserta
didik diperoleh keterangan bahwa, peserta didik merasa
senang dengan pembelajaran di kelas bilingual karena
pembelajaran tersebut menarik dan menyenangkan. Hal
lain yang membuat peserta didik senang terhadap
pembelajaran di kelas bilingual adalah metode
pengajaran yang digunakan oleh guru menyenangkan
sehingga peserta didik tidak merasa kesulitan dan
bosan dalam mengikuti pembelajaran, seperti petikan
wawancara oleh peserta didik di bawah ini:
“saya senang dengan sains dan math karena asyik waktu pelajarannya dan tidak membosankan.
Materinya juga tidak terlalu susah. Yang paling saya
suka sains karena sering melakukan percobaan-
percobaan dan berhubungan dengan alam.”
Guru di kelas bilingual juga berpendapat bahwa
peserta didik menunjukkan sikap yang positif dan
memberikan respon yang baik seperti yang diharapkan.
-
60
Hal tersebut nampak ketika beberapa orang tua peserta
didik menceritakan pengalaman ketika anak-anak
mereka menggunakan konsep-konsep sains dan
matematika dalam Bahasa Inggris, bahkan ada diantara
dari peserta didik yang memberikan penjelasan
mengenai konsep tersebut kepada orang tua. Pendapat
tersebut seperti dalam petikan wawancara dengan guru
berikut ini:
“Anak-anak sangat antusias dan sikap mereka sangat positif dengan pembelajaran bilingual.
Bahkan ketika dirumah mereka mempraktekkan apa yang sudah dipelajari dan ada dari mereka yang
bahkan mengajari orang tua mereka. Jadi orang tua
sangat senang dengan perkembangan mereka.”
Sejalan dengan hasil wawancara di atas, orang
tua pun mengungkapkan bahwa sikap anak mereka di
kelas bilingual menunjukkan perkembangan yang baik.
Anak-anak memiliki pengetahuan sains dan
matematika dalam Bahasa Inggris dan mereka mampu
berpikir kritis serta kemampuan Bahasa Inggris mereka
lebih baik dibandingkan peserta didik dari sekolah
dasar yang lain. Hal ini dipertegas dari hasil wawancara
orang tua berikut ini:
“ Menurut saya sikap peserta didik baik karena
seperti anak saya. Pengetahuan mereka dalam
konsep-konsep IPA dan matematika mengalami
perkembangan dan juga mereka tambah pengetahuan dalam Bahasa Inggris. Jika dibanding
dengan anak-anak dari SD lain ya kemampuan
Bahasa Inggrisnya lebih bagus yang mempelajari bilingual.”
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa peserta didik memiliki sikap yang
positif terhadap pembelajaran sains dan matematika di
-
61
kelas bilingual. Mereka merasa senang ketika
memelajari sains dan matematika dalam Bahasa Inggris
karena pelajaran tersebut disampaikan secara menarik
dan materi yang diajarkan sesuai dengan kemampuan
mereka.
Pernyataan di atas juga sejalan dengan hasil
observasi yang dilakukan di kelas. Sikap peserta didik
terhadap pembelajaran di kelas bilingual menunjukkan
bahwa mereka senang dengan pembelajaran di kelas
bilingual dan mampu mengikuti pembelajaran yang
disampaikan dengan menggunakan Bahasa Inggris.
Mereka tampak antusias menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru dan menjawab soal-soal yang
diberikan dengan menggunakan Bahasa Inggris.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini disajikan pembahasan mengenai
hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan untuk
menjelas-kan hasil analisis dan jawaban terhadap
rumusan ma-salah yang diajukan yaitu bagaimana
konteks, masukan, proses dan hasil pelaksanaan
program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga.
4.2.1 Konteks
Menurut Stuffflebeam dalam Wirawan (2011:92)
mengungkapkan konteks untuk menjawab pertanyaan
apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done).
Evaluasi konteks merupakan evaluasi yang paling
-
62
mendasar dan memiliki misi untuk menyediakan suatu
rasional atau landasan atau sebagai latar belakang
suatu program. Evaluasi konteks dilaksanakan sebagai
suatu kebutuhan serta memberikan informasi bagi
pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu
program yang akan dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas, penyusunan sebuah
program sebaiknya didasarkan atas kebutuhan.
Kebutuhan apa yang hendak dipenuhi dengan adanya
program tersebut dan apakah program tersebut
memang diperlukan. Dari hasil penelitian yang
dilakukan mengenai pelaksanaan program kelas
bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dilatar
belakangi adanya tawaran dari Yayasan Pendidikan
Eben Haezer yang melihat bahwa persaingan sekolah
semakin ketat, oleh karena itu SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga membutuhkan ciri khas sekolah yang
membedakan dengan sekolah-sekolah dasar lain.
Yayasan menawarkan untuk membuat kelas bilingual
dan disambut baik oleh kepala sekolah karena SD
Kristen 3 Eben Haezer Salatiga memiliki peluang yang
baik.
Peluang yang dimiliki oleh sekolah menurut
kepala sekolah berasal dari dinas pendidikan yang
sering menunjuk peserta didik dari SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga untuk mengikuti olimpiade sains.
Kepala sekolah melihat peluang tersebut untuk
memperkuat peserta didik dalam pengetahuan sains
dan juga kemampuan Bahasa Inggris siswa melalui
program kelas bilingual. Program kelas bilingual mulai
dilaksanakan pada tahun pelajaran 2003/2004 dan
-
63
menjadi salah satu program unggulan sekolah yang
menjadi ciri khas SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga.
Di sisi lain, terdapat kebutuhan yang hendak
dipenuhi oleh sekolah melalui program kelas bilingual.
Berdasarkan data yang diperoleh program kelas
bilingual didasari karena adanya kebutuhan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang siap
bersaing di era globalisasi yang didukung penguasaan
Bahasa Inggris yang baik. Hal tersebut didukung oleh
orang tua yang mengungkapkan bahwa kebutuhan
akan penguasaan Bahasa Inggris sangat dibutuhkan di
era globalisasi. Oleh karena itu program kelas bilingual
dirasa perlu agar peserta didik memeroleh pengetahuan
yang baik di bidang sains serta kemampuan Bahasa
Inggris.
Sejalan dengan kebutuhan yang hendak dipenuhi
oleh sekolah, pemerintah juga memandang perlunya
penguasaan bahasa asing untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.
Pemerintah membuat kebijakan yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab VII pasal 33 ayat 3 yang
berbunyi, “Bahasa asing dapat digunakan sebagai
bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu
untuk mendukung kemampuan berbahasa asing
peserta didik”. Kebijakan tersebut pula yang dijadikan
dasar untuk program kelas bilingual yang dilaksanakan
di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga.
-
64
4.2.2 Masukan (Input)
Menurut Sudjana (2008:55), evaluasi masukan
(input) program menyediakan data untuk menentukan
bagaimana penggunaan sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan program. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Arikunto dan Jabar
(2014:47), menyatakan bahwa evaluasi input adalah 1)
kemampuan awal warga belajar; 2) kemampuan sekolah
menyediakan petugas yang tepat; 3) bahan ajar; 4)
kurikulum; 5) sarana belajar.
Dalam penelitian yang dilakukan penulis,
sumber-sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan
program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga meliputi peserta didik, guru, kurikulum,
sarana prasarana, pembiayaan serta buku teks.
Dari hasil penelitian masukan (input) tentang
peserta didik di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
menunjukkan bahwa peserta didik mengikuti kelas
bilingual mulai dari kelas satu sampai dengan kelas
enam. Siswa yang diterima di kelas satu memiliki usia
rata-rata enam sampai tujuh tahun. Sistem penerimaan
peserta didik baru tidak melalui proses penyeleksian
sehingga kemampuan peserta didik sangat beragam
termasuk kemampuan dalam Bahasa Inggris. Namun,
kemampuan peserta didik yang beragam tidak menjadi
hambatan dalam mengikuti pembelajaran di kelas
bilingual. Berdasarkan obeservasi yang dilakukan oleh
penulis menunjukkan bahwa peserta didik mampu
mengikuti pembelajaran bilingual meskipun tidak
dilakukan proses seleksi penerimaan peserta didik
baru.
-
65
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ninawati
(2012) menyebutkan bahwa mempelajari bahasa asing
selama usia anak-anak memiliki keuntungan istimewa.
Hal tersebut dikarenakan manusia memiliki kapasitas
istimewa untuk menguasai bahasa pada masa kanak-
kanak tanpa melihat apakah bahasa tersebut bahasa
ibu atau bahasa yang lainnya. Belajar bahasa pada
anak-anak lebih efektif karena faktor neurologis
sehingga mempelajari Bahasa Inggris pada usia di
sekolah dasar merupakan hal yang tepat.
Sejalan dengan pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa peserta didik di SD Kristen 3 Eben
Salatiga dapat mengikuti pembelajaran di kelas
bilingual dengan baik meskipun tidak dilakukan seleksi
di awal penerimaan peserta didik. Pembelajaran di kelas
bilingual tepat diberikan pada anak di usia sekolah
dasar karena mereka lebih mudah menerima dan
mempelajari bahasa dan hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor neurologis.
Selain siswa, guru juga memiliki peranan yang
penting terhadap pelaksanaan program kelas bilingual
karena guru merupakan sumber pengetahuan,
penyedia bahan pembelajaran dan pendidik. Astika
(2009) mengatakan bahwa seorang guru kelas bilingual
harus mempunyai dua macam pengetahuan
kebahasaan, yaitu pengetahuan tentang istilah teknis
(technical vocabulary) dalam mata pelajaran tertentu
dan pengetahuan tentang tata Bahasa Inggris.
Menerapkan konsep yang terkandung dalam istilah-
istilah teknis mungkin bukan merupakan masalah yang
terlalu berat karena guru telah memiliki latar belakang
-
66
ilmu yang diajarkan. Yang perlu dikembangkan adalah
pengetahuan tentang tata bahasa dan ketrampilan
menggunakan Bahasa Inggris.
Guru kelas bilingual yang ada di SD Kristen 3
Eben Haezer Salatiga dipilih berdasarkan proses seleksi
yang dilakukan oleh kepala sekolah. Guru harus
berlatar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
studi dan memiliki kemampuan komunikasi Bahasa
Inggris yang baik. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan
bahwa mereka mampu menyampaikan istilah-istilah
teknis dalam mata pelajaran dan mampu
menyampaikannya menggunakan Bahasa Inggris. Hal
ini dipengaruhi oleh keinginan guru untuk mempelajari
Bahasa Inggris yang besar, proses seleksi oleh kepala
sekolah serta adanya pelatihan yang diadakan oleh
pihak sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
guru kelas bilingual yang ada di SD Kristen 3 Eben
Haezer Salatiga telah memenuhi pengetahuan tentang
istilah teknis dalam mata pelajaran tertentu dan
pengetahuan tentang tata Bahasa Inggris. Di sisi lain,
menurut bebe-rapa guru yang tidak memiliki latar
pendidikan Bahasa Inggris menganggap bahwa
pelatihan yang diadakan masih kurang. Mereka
berpendapat bahwa sebaiknya kursus atau pendidikan
dan pelatihan Bahasa Inggris diberikan secara rutin
atau berkelanjutan sehingga guru memeroleh
pemahaman dan kemampuan berkomunikasi dalam
Bahasa Inggris dengan baik dan lancar.
-
67
Dari sudut pandang yang berbeda, selain guru
yang menjadi sumber masukan dari program kelas
bilingual, kurikulum yang digunakan juga menjadi
sumber input yang penting. Kurikulum yang digunakan
di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga adalah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Dasar). Kurikulum KTSP
memungkinkan masing-masing satuan pendidikan
untuk menyusun dan membuat bentuk kurikulum
sesuai dengan kondisi pendidikan di unit tersebut.
Penyusunan materi juga disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Astika (2009) yang mengungkapkan bahwa
untuk dapat melaksanakan konsep kelas bilingual salah
satu syarat yang harus dipenuhi adalah substansi
pelajaran harus cocok dengan tingkat perkembangan
kognitif dan kemampuan Bahasa Inggris siswa. Dari
hasil wawancara dari kepala sekolah dan guru
diperoleh data bahwa materi yang diberikan oleh
peserta didik sudah disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa dan mengacu pada kurikulum yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Di sisi lain, Astika (2009) mengungkapkan bahwa
materi pelajaran di kelas bilingual ditulis dalam Bahasa
Inggris dan relevan dengan kurikulum atau kebutuhan
akademik siswa. Dengan demikian pengajaran menjadi
bermakna dan dapat menjadi faktor pendorong motivasi
belajar. Ketika program kelas bilingual di SD Kristen 3
Eben Haezer Salatiga dilakukan pertama kali di tahun
pelajaran 2003/2004, buku ajar yang digunakan ditulis
oleh guru yang mengajar materi bilingual dalam Bahasa
Inggris. Namun, setelah program tersebut berjalan
-
68
selama satu tahun, beberapa orang tua memberi
masukan bagaimana jika buku ajar tersebut ditulis
dalam dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia sehingga mudah dipahami. Berawal dari
masukan orang tua, sekolah kemudian bekerja sama
dengan salah satu penerbit untuk menyediakan buku
ajar sains dan matematika dalam dua bahasa.
Dalam pelaksanaan program kelas bilingual,
pembiayaan sangat diperlukan untuk menunjang
efektifitas dan efisiensi pengelolaan program tersebut.
Sumber dana yang diperoleh sekolah untuk
pembiayaan program kelas bilingual berasal dari dana
BOS, yayasan dan partisipasi dari orang tua peserta
didik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
pembiayaan untuk program kelas bilingual di SD
Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dapat terpenuhi karena
adanya dukungan dana dari yayasan serta orang tua.
Pembiayaan yang mencukupi juga didukung
dengan sarana prasarana yang dimiliki oleh SD Kristen
3 Eben Haezer Salatiga. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sugianto (2014), disebutkan bahwa
sarana prasarana merupakan faktor pendukung
pembelajaran yang efektif dalam penerapan kelas
bilingual. Secara umum sarana prasarana yang dimiliki
oleh SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga tersedia cukup
lengkap dan dalam kondisi yang baik. Sarana
prasarana ini mencakup ruangan kelas, media audio
visual, bahan pustaka, jaringan internet, laboratorium
bahasa, IPA dan komputer, sarana pendukung kerja
dan pembelajaran.
-
69
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah
sudah dioptimalkan oleh guru dalam proses belajar
mengajar bilingual. Sarana prasarana tersebut cukup
memadai dan dalam keadaan yang baik sehingga dapat
mendukung guru dalam melaksanakan pembelajaran
lebih efektif. Namun, dari hasil wawancara dari kepala
sekolah diperoleh keterangan bahwa perlu adanya
perbaikan alat-alat headset di laboratorium bahasa.
Meskipun menurut pendapat guru kerusakan tersebut
tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar
namun kepala sekolah berpendapat bahwa perbaikan
tersebut perlu dilakukan untuk menunjang proses
belajar mengajar.
4.2.3 Proses (Process)
Evaluasi proses digunakan dalam program
sebagai data untuk mengimplementasikan keputusan
yang dirancang dalam proses (pelaksanaan). Menurut
Arikunto dan Jabar (2014:47), menyatakan bahwa
evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan
yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana
sesuai dengan rencana.. Dalam aspek proses akan
dibahas rencana dan proses pelaksanaan kelas bilingual
meliputi persiapan guru, pelaksanaan pembelajaran
dan penilaian hasil belajar.
Persiapan yang dilakukan oleh guru di kelas
bilingual dilakukan dengan team teaching. Menurut
Astika (2009), strategi pelaksanaan team teaching harus
dipersiapkan dengan seksama. Persiapan dilakukan
untuk membicarakan bagaimana cara mengajar peserta
didik secara efektif. Guru mata pelajaran dan guru
-
70
Bahasa Inggris memerlukan pertemuan dan diskusi
secara teratur untuk merencanakan persiapan
mengajar antara lain menyangkut: 1) apa yang akan
diajarkan; 2) materi atau sumber belajar yang akan
dipakai; 3) peran dan tanggung jawab masing-masing
guru; 4) bagaimana mengevaluasi belajar peserta didik;
5) bagaimana cara membantu peserta didik yang lemah
dan perlu bantuan.
Persiapan di kelas bilingual dilakukan oleh guru
dalam team teaching yang terdiri dari dua guru untuk
masing-masing tingkatan kelas dan dipilih oleh kepala
sekolah dengan mempertimbangkan kemampuan
Bahasa Inggris dan penguasaan konsep dari materi
yang diajarkan. Guru yang tergabung dalam team
teaching memiliki tugas dan tanggung jawab yang
sama.
Team teaching melakukan persiapan dalam
pembuatan silabus, RPP, Prota dan Promes di setiap
awal tahun pelajaran baru. Team teaching juga
menentukan materi pembelajaran yang akan diajarkan
serta mempersiapkan alat peraga yang digunakan.
Masing-masing guru yang tergabung dalam team
teaching bertanggung jawab untuk membuat rencana
mingguan berisi tentang materi dan kegiatan belajar
untuk seminggu ke depan, membuat soal-soal atau
tugas untuk mengevaluasi kemampuan peserta didik
serta membantu peserta didik yang masih belum
mencapai nilai minimal dengan memberikan tambahan
pelajaran. Team teaching mengadakan pertemuan tidak
hanya di awal tahun pelajaran baru tetapi juga
dilakukan sesuai kebutuhan terkait dengan materi
-
71
pembelajaran dan masalah yang ditemui dalam
pelaksanaan pembelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
persiapan yang dilakukan oleh team teaching di kelas
bilingual telah dilakukan dengan baik. Team teaching
sudah melakukan pertemuan secara rutin di setiap
awal tahun pelajaran baru untuk menentukan rencana
pembelajaran, topik bahasan, cara mengevaluasi siswa
dan memberikan jam tambahan untuk membantu
peserta didik yang masih lemah dalam memahami
materi yang diajarkan.
Persiapan yang dilakukan dengan baik akan
menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran
yang baik pula. Dalam penelitiannya, Harits (2010)
mengungungkapkan bahwa pembelajaran meng-
gunakan Bahasa Inggris di kelas bilingual untuk anak
usia dini harus menyenangkan. Anak-anak usia dini,
khususnya yang berusia sampai sembilan atau sepuluh
tahun memiliki karakter yang khusus. Mereka biasanya
memiliki semangat yang luar biasa dalam mengenal
hal-hal baru dan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar. Dalam pembelajaran di kelas bilingual, mereka
mampu memahami makna kata, meskipun mereka
tidak mengerti terjemahannya. Di sisi lain, anak-anak
mudah merasa bosan sehingga guru diharapkan
mampu menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran bilingual.
Astika (2009) mengungkapkan bahwa agar terjadi
pembelajaran yang efektif di kelas bilingual, perlu
diciptakan kesempatan bagi peserta didik untuk
mengadakan interaksi sebab interaksi merupakan pra
-
72
syarat penting untuk terjadinya pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran guru diharapkan dapat
memberikan banyak kesempatan bagi peserta didik
untuk bertukar pendapat, bertukar pikiran antar
peserta didik maupun dengan guru. Apabila tersebut
dapat dilakukan menggunakan berbagai metode
pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong
siswa untuk aktif.
Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang dalam
team teaching di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
sudah menggunakan metode pembelajaran yang
bervariasi. Metode pembelajaran yang diterapkan di
kelas bilingual berorientasi pada pembelajaran siswa
aktif (active learning), pembelajaran yang
menyenangkan (fun learning) dan mendorong siswa
untuk dapat menyelesaikan masalah (problem solving).
Hal tersebut nampak dalam obeservasi yang dilakukam
penulis ketika mengikuti pembelajaran yang dilakukan
di kelas bilingual. Guru menggunakan permainan dalam
metode pembelajaran fun learning untuk membuat
peserta didik tertarik dengan pelajaran yang
disampaikan dan memberikan reward kepada peserta
didik yang mendapatkan poin terbanyak. Peserta didik
nampak antusias dan aktif selama permainan
berlangsung. Metode lain yang digunakan adalah
experiment dan diskusi saat mata pelajaran sains untuk
mempelajari jenis gerak benda, guru mengadakan
percobaan sederhana menggunakan bola pingpong, bola
kaki plastik, gelas dan air. Peserta didik diminta untuk
melakukan percobaan kemudian mendiskusikan hasil
yang diperoleh.
-
73
Mencermati uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
bilingual, guru sudah menggunakan metode yang
bervariasi sehingga membuat peserta didik merasa
senang dengan materi yang disampaikan. Metode yang
digunakan oleh guru juga mendorong peserta didik
untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Setelah pelaksanaan pembelajaran berikutnya
yaitu penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar
sesuai dengan Permendiknas nomor 41 tahun 2007
dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik
serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses
pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten,
sistematik, terprogram dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk lisan atau tertulisl, pengamatan,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,
proyek atau produk. Penilaian ulangan harian
dilaksanakan pada waktu tertentu sedangkan ulangan
tengah semester dan akhir semester dilakukan secara
serempak.
Penilaian hasil belajar peserta didik dalam
program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer
Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan Permendiknas
nomor 41 tahun 2007. Penilaian yang dilakukan oleh
guru tidak hanya berdasarkan tes tertulis namun juga
lisan dan dilakukan lewat keaktifan peserta didik
selama proses belajar mengajar berlangsung dan juga
pengerjaan tugas yang diberikan. Tugas yang diberikan
oleh guru tidak hanya dikerjakan di sekolah namun ada
-
74
juga tugas yang harus dipersiapkan di rumah. Tugas
dan soal-soal yang diberikan ditulis dalam Bahasa
Inggris agar dapat mengevaluasi kemampuan dan
pemahaman peserta didik mengenai materi bilingual
yang diajarkan.
4.2.4 Hasil (Product)
Evaluasi hasil merupakan evaluasi yang
dilakukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi hasil merupakan
tahap akhir dan berfungsi untuk membantu pe-
nanggungjawab program dalam mengambil keputusan.
Menurut Sudjana (2008:56), evaluasi program me-
ngukur dan menginterpretasi pencapaian program
selama pelaksanaan program. Dalam penelitian yang
dilakukan hasil dari program kelas bilingual mencakup
ketercapaian standar kompetensi, sikap peserta didik
dan prestasi yang diraih oleh peserta didik.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh guru
dan kepala sekolah diperoleh data bahwa ketercapaian
peserta didik dalam memenuhi standar kompetensi di
kelas bilingual tergolong baik. Berdasarkan wawancara
dengan guru diketahui bahwa hampir 80% dari peserta
didik sudah mampu mencapai standar kompetensi yang
ada lewat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah
ditetapkan oleh sekolah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
keterangan bahwa peserta didik memiliki sikap yang
positif terhadap pembelajaran sains dan matematika di
kelas bilingual. Berdasarkan hasil wawancara yang
diperoleh dari orang tua dapat disimpulkan bahwa
-
75
peserta didik di kelas bilingual memiliki pengetahuan
sains dan matematika dalam Bahasa Inggris dan
mereka mampu berpikir kritis serta kemampuan
Bahasa Inggris mereka lebih baik dibandingkan peserta
didik dari sekolah dasar yang lain.
Hasil yang ditemukan dilapangan sejalan dengan
Santrock (2011:220) yang menyatakan bahwa
bilingualisme mempunyai pengaruh yang positif
terhadap perkembangan kognitif anak-anak. Walaupun
menuai banyak kontraversi tapi pembelajaran bilingual
sangat bermanfaat bagi perkembangn dan struktur
bahasa anak dan usia sekolah dasar merupakan usia
yang sangat cocok untuk memulai pembelajaran
dengan dua bahasa. Anak-anak yang lancar dalam dua
bahasa, mendapatkan nilai yang lebih baik diban-
dingkan dengan rekan-rekan mereka yang ber-bicara
dalam satu bahasa.
Penelitian lain yang memperkuat pernyataan di
atas dilakukan oleh Sugianto (2014) yang mengung-
kapkan bahwa penerapan kelas bilingual di SMP Negeri
1 Dukuh dapat berdampak positif terhadap pening-
katan mutu pembelajaran terutama pada pelajaran
Bahasa Inggris dan MIPA. Hal tersebut dipengaruhi oleh
bagaimana sekolah mengelola kelas bilingual sehingga
pelaksanaan proses belajar mengajar dapat berjalan
dengan optimal.
top related