bab iv hasil analisis dan pembahasan a. gambaran...
Post on 11-Apr-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
41
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab hasil analisis dan pembahasan ini akan dibahas mengenai
gambaran umum wilayah penelitian, diskripsi variabel penelitian, hasil analisis
data, dan pembahasan.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Aspek Geografis
Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu Provinsi yang ada di
Indonesia, Provinsi Jawa tengah Terletak di tengah-tengah Pulau Jawa. Ibu
kota Provinsi Jawa Tengah adalah Semarang. Provinsi Jawa Tengah
berada ditengah-tengah antara Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa
Timur. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah 32.800,69 km2,
termasuk juga Pulau Nusakambangan di sebelah selatan dan Kepulauan
Karimun Jawa yang terletak di Laut Jawa. Secara astronomis Provinsi
Jawa Tengah terletak antara 5o40’ dan 8
o30’ Lintang Selatan dan antara
108o30’ dan 111
o30’ Bujur Timur (termasuk Kepulauan Karimun Jawa).
Secara administrasi wilayah Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi
35 kabupaten/kota, yakni 29 kabupaten, 6 kota, yang terdiri dari 573
kecamatan dan 8.559 desa/kelurahan, dengan jumlah penduduk sebanyak
34.897.757 jiwa.
42
Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_administratif_jawa_tengah.gif
Secara langsung Provinsi Jawa Tengah berbatasan dengan 3 (tiga)
Provinsi yaitu, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur.
Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Wilayah Barat : berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat
Wilayah Selatan : berbatasan dengan Samudra Hindia dan DIY
Wilayah Timur : berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur
Wilayah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa
Menurut stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang suhu udara di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 berkisar anatara 24,8oC sampai 28,3
oC,
dengan kelembapan udara rata-rata bervariasi dari 78 persen sampai 87
persen, dan curah hujan terbanyak terdapat di stasiun Meteorologi
Purwokerto sebanyak 12.170 mm, dengan hari hujan terbanyak tercatat di
stasiun Banjarnegara sebanyak 276 hari setiap tahunnya.
43
2. Pemerintahan
Pada 31 Desember 2016 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (PEMPROV JATENG)
sebanyak 16.442 orang. Jumlah pegawai menurut jenis kelamin yakni,
laki-laki sebanyak 9.850 orang, dan wanita sebanyak 6.592 orang. Jumlah
PNS berdasarkan usianya sebagai berikut usia 21-25 tahun sebanyak 69
orang, usia 26-30 tahun sebanyak 472 orang, usia 31-35 tahun sebanyak
1.141 orang, usia 36-40 tahun sebanyak 1.910 orang, usia 41-45 tahun
sebanyak 1.867 orang, usia 46-50 tahun sebanyak 2.997 orang, usian 51-
55 tahun sebanyak 4.547 orang, dan usia >55 tahun sebanyak 3.459 orang.
Jumlah PNS sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan adalah
sebagai berikut, tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 501 orang, tamat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 667 orang, tamat Sekolah
Menengah Atas (SMA) sebanyak 4.409 orang, tamat Diploma I,II (D.I II)
sebanyak 206 orang, tamat Diploma III (DIII) Sarjana Muda (S.MUD)
sebanyak 1.841, tamat Strata 1 (S1)/ Diploma IV (DIV) sebanyak 6.394
orang, tamat Strata 2 (S2) sebanyak 2.159 orang, dan tamatan Strata 3 (S3)
sebanyak 15 orang.
Sedangkan jumlah Jumlah pegawai negeri sipil (PNS) secara
keseluruhan di Kabupaten/kota menurut kantor Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 berjumlah
sebanyak 372.417 orang. Dengan jumlah PNS berdasarkan jenis kelamin
44
yaitu laki-laki sebanyak 197.933 orang dan perempuan sebanyak 174.484
orang, Kabupaten Banyumas menjadi daerah dengan jumlah PNS
terbanyak yakni sebanyak 15.669 orang, dan daerah dengan jumlah PNS
paling sedikit adalah Kota Pekalongan dengan jumlah sebanyak 4.161
orang.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah
sebanyak 100 orang dengan anggota DPRD laki-laki sebanyak 76 orang
dan sisanya sebanyak 24 orang adalah anggota DPRD perempuan.
3. Sosial
a. Pendidikan
Presentase penduduk yang masih sekolah di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2016 menurut laporan BPS yang dipublikasikan pada
Jawa Tengah Dalam Angka 2017, yakni pada kelompok umur 7-12 tahun
(kelompok usia SD/MI) sebesar 99,58 persen, kelompok umur 13-15
tahun (kelompok usian SMP/MTs) sebesar 95,41 persen, kelompok umur
16-18 tahun (kelompok usian SMA/MA) sebesar 67,95 persen, dan
kelompok umur 19-24 tahun (kelompok usia PT) sebesar 21,59 persen.
Sehingga jumlah keseluruhan pada kelompok 7-24 tahun presentase
penduduk yang masih bersekolah sebesar 70,35 persen.
b. Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia dan memadai sangat diperlukan
dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. hal ini
dapat terwujud dengan adanya dukungan dari pemerintah dan juga peran
45
pihak swasta. Dalam BPS (2017:78-79) pada tahun 2016, jumlah rumah
sakit diseluruh 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 279
buah dan sebanyak 206 rumah sakit bersalin. Ditambah pula dengan
tersedianya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) yang hampir
terdapat di setiap kecemaatan. Pada tahun 2016 terdapat 875 buah
Pukesmas di Jawa tengah. Selain itu tersedia juga Posyandu sebanyak
48.831 buah, klinik/balai kesehatan sebanyak 1.166 buah, dan polides
sebanyak 5.931 buah.
c. Agama
Kehidupan beragama yang harmonis dan saling toleran anatar umat
beragama merupakan hal yang didambakan oleh semua masyarakat. hal
ini terlihat dari tempat-tempat peribadatan yang ada di sekitar warga
seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klentheng.
Banyaknya tempat peribadahan di Provinsi Jawa tengah pada tahun
2016, terdiri atas 47.409 Masjid, 95.662 Mushola, 2.714 Gereja Kristen,
661 Gereja Katholik, 156 Pura, 488 Vihara dan 33 Klentheng.
d. Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada September 2016 mencapai
4.493,75 ribu jiwa (13,19 persen) berkurang sebesar 13,14 ribu orang
jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang
tercatat 4.506,89 ribu jiwa (13,27 persen), dengan garis kemiskinan pada
bulan September 2016 sebesar Rp 322.748.
46
4. Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016
ditunjukkan oleh laju pertumbuhan produk domestik regional bruto
(PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2010 berdasarkan lapangan usaha,
yang lebih rendah dari tahun sebelumnya laju pertumbuhan PDRB atas
dasar konstan tahun 2015 sebesar 5.47 persen sedangkan pada tahun 2016
laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2010 sebesar 5.28
persen. Laju pertumbuhan di Jawa Tengah terjadi fluktuasi, yakni
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor usaha pertambangan dan
penggalian sebesar 18.73 persen dan pertumbuhan terendah terjadi pada
sektor usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 2.13 persen.
47
Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto(PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (2010) Menurut Lapangan
Usaha Tahun2016
Lapangan Usaha
2016
PDRB
(miliar rupiah)
Laju
Pertumbuhan
(persen)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 116.250,93 2,13
Pertambangan dan Penggalian 19.044,52 18,73
Industri pengolahan 296.227,40 4,09
Pengadaan listrik dan Gas 954,81 7,57
Pengadaan Air, pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
589,81 2,17
Konstruksi 89.875,27 6,88
Perdagangan Besar dan ecerang:
reparasi Mobil dan Sepeda Motor
121.181,12 5,10
Transportasi dan Pergudangan 28.592,17 6,66
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
26.668,74 6,40
Informasi dan Komunikasi 35.742,56 8,31
Jasa Keuangan dan Asuransi 23.820,51 9,67
Real Estat 15.829,48 6,80
Jasa Perusahaan 3.032,33 10,62
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
22.720,44 2,37
Jasa Pendidikan 31.563,64 7,64
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.929,50 9,86
Jasa lainnya 13.360,35 8,62
PDRB 849.383.56 5,28 Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2017
B. Diskripsi Variabel Penelitian
1. Kemsikinan
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan manusia
adalah menurunnya jumlah penduduk miskin. Penduduk miskin adalah
penduduk yang jumlah pengeluarannya berada dibawah garis
kemiskinan.
48
Tabel 4.2 presentase penduduk miskin di 35 Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah tahun 2012-2016
No.
Wilayah Jateng Kemiskinan Presentase Penduduk Miskin (persen)
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kabupaten Cilacap 15.92 15.24 14.21 14.39 14.12
2 Kabupaten Banyumas 19.44 18.44 17.45 17.52 17.23
3 Kabupaten Purbalingga 21.19 20.53 19.75 19.7 18.98
4 Kabupaten Banjarnegara 18.87 18.71 17.77 18.37 17.46
5 Kabupaten Kebumen 22.4 21.32 20.5 20.44 19.86
6 Kabupaten Purworejo 16.32 15.44 14.41 14.27 13.91
7 Kabupaten Wonosobo 22.5 22.08 21.42 21.45 20.53
8 Kabupaten Magelang 13.97 13.96 12.98 13.07 12.67
9 Kabupaten Boyolali 13.88 13.27 12.36 12.45 12.09
10 Kabupaten Klaten 16.71 15.6 14.56 14.89 14.46
11 Kabupaten Sukoharjo 10.15 9.87 9.18 9.26 9.07
12 Kabupaten Wonogiri 14.67 14.02 13.09 12.98 13.12
13 Kabupaten Karanganyar 14.07 13.58 12.62 12.46 12.49
14 Kabupaten Sragen 16.72 15.93 14.87 14.86 14.38
15 Kabupaten Grobogan 16.13 14.87 13.86 13.68 13.57
16 Kabupaten Blora 15.1 14.64 13.66 13.52 13.33
17 Kabupaten Rembang 21.88 20.97 19.5 19.28 18.54
18 Kabupaten Pati 13.61 12.94 12.06 11.95 11.65
19 Kabupaten Kudus 8.63 8.62 7.99 7.73 7.65
20 Kabupaten Jepara 9.38 9.23 8.55 8.5 8.35
21 Kabupaten Demak 16.73 15.72 14.6 14.44 14.1
22 Kabupaten Semarang 9.4 8.51 8.05 8.15 7.99
23 Kabupaten Temanggung 12.32 12.42 11.55 11.76 11.6
24 Kabupaten Kendal 13.17 12.68 11.8 11.62 11.37
25 Kabupaten Batang 12.4 11.96 11.13 11.27 11.04
26 Kabupaten Pekalongan 13.85 13.51 12.57 12.84 12.9
27 Kabupaten Pemalang 19.27 19.27 18.44 18.3 17.58
28 Kabupaten Tegal 10.75 10.58 9.87 10.09 10.1
29 Kabupaten Brebes 21.12 20.82 20 19.79 19.47
30 Kota Magelang 10.31 9.8 9.14 9.05 8.79
31 Kota Surakarta 12 11.74 10.95 10.89 10.88
32 Kota Salatiga 7.11 6.4 5.93 5.8 5.24
33 Kota Semarang 5.13 5.25 5.04 4.97 4.85
34 Kota Pekalongan 9.47 8.26 8.02 8.09 7.92
35 Kota Tegal 10.04 8.84 8.54 8.26 8.2
Sumber: BPS (https://jateng.bps.go.id)
49
Tabel 4.2 menunjukkan presntase jumlah penduduk
miskin di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Presentase jumlah
penduduk miskin di 35 kabupaten/kota Jawa Tengah tertinggi pada
tahun 2012 tertinggi di kabupaten Wonosobo sebesar 22.50 persen
sedangkan kota Semarang sebagai kota dengan presentase jumlah
kemiskinan terendah sebesar 5.13 persen, pada tahun-tahun berikutnya
yakni tahun 2013, 2014, 2015 dan tahun 2016 prenstase penduduk
miskin di 35 kabupaten/kota Jawa Tengah terus mengalami tren positif
yakni terus menurun angka presntase jumlah kemiskinan.
Namun Kabupaten Wonosobo masih menjadi kabupaten
dengan presntase penduduk miskin tertinggi meskipun setiap tahunnya
mengalami penurunan jumlah penduduk miskin dengan paling rendah
pada tahun 2016 sebesar 20.53 persen. Sedangkan kota Semarang
menjadi kota dengan jumlah penduduk miskin paling rendah di
Provinsi Jawa Tengah dan jumlah penduduk miskin terendah terjadi
pada tahun 2016 sebesar 4.85 persen.
2. Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia adalah proses memperbesar pilihan
orang. Tetapi perkembangan manusia juga merupakan tujuan, jadi itu
adalah proses dan hasil. Salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan manusia yaitu dengan IPM.
50
Tabel 4.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 35 Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah tahun 2012-2016
N
o Wilayah Jateng
Indeks pembangunan Manusia
(Metode Baru)
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kabupaten Cilacap 65.72 66.8 67.25 67.77 68.6
2 Kabupaten Banyumas 68.06 68.55 69.25 69.89 70.49
3 Kabupaten Purbalingga 64.94 65.53 66.23 67.03 67.48
4 Kabupaten Banjarnegara 62.29 62.84 63.15 64.73 65.52
5 Kabupaten Kebumen 64.47 64.86 65.67 66.87 67.41
6 Kabupaten Purworejo 69.4 69.77 70.12 70.37 70.66
7 Kabupaten Wonosobo 64.18 64.57 65.2 65.7 66.19
8 Kabupaten Magelang 64.75 65.86 66.35 67.13 67.85
9 Kabupaten Boyolali 69.51 69.81 70.34 71.74 72.18
10 Kabupaten Klaten 71.71 72.42 73.19 73.81 73.97
11 Kabupaten Sukoharjo 72.81 73.22 73.76 74.53 75.06
12 Kabupaten Wonogiri 65.75 66.4 66.77 67.76 68.23
13 Kabupaten Karanganyar 72.26 73.33 73.89 74.26 74.9
14 Kabupaten Sragen 68.91 69.95 70.52 71.1 71.43
15 Kabupaten Grobogan 66.39 67.43 67.77 68.05 68.52
16 Kabupaten Blora 64.7 65.37 65.84 66.22 66.61
17 Kabupaten Rembang 66.03 66.84 67.4 68.18 68.6
18 Kabupaten Pati 66.13 66.47 66.99 68.51 69.03
19 Kabupaten Kudus 70.57 71.58 72 72.72 72.94
20 Kabupaten Jepara 68.45 69.11 69.61 70.02 70.25
21 Kabupaten Demak 67.55 68.38 68.95 69.75 70.1
22 Kabupaten Semarang 70.88 71.29 71.65 71.89 72.4
23 Kabupaten Temanggung 64.91 65.52 65.97 67.07 67.6
24 Kabupaten Kendal 67.55 67.98 68.46 69.57 70.11
25 Kabupaten Batang 63.09 63.6 64.07 65.46 66.38
26 Kabupaten Pekalongan 65.33 66.26 66.98 67.4 67.71
27 Kabupaten Pemalang 60.78 61.81 62.35 63.7 64.17
28 Kabupaten Tegal 62.67 63.5 64.1 65.04 65.84
29 Kabupaten Brebes 60.92 61.87 62.55 63.18 63.98
30 Kota Magelang 75 75.29 75.79 76.39 77.16
31 Kota Surakarta 78.44 78.89 79.34 80.14 80.76
32 Kota Salatiga 79.1 79.37 79.98 80.96 81.14
33 Kota Semarang 78.04 78.68 79.24 80.23 81.19
34 Kota Pekalongan 69.95 70.82 71.53 72.69 73.32
35 Kota Tegal 70.68 71.44 72.2 72.96 73.55
Sumber: BPS (https://jateng.bps.go.id)
51
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah tahun 2012-
2016. Pada tahun 2012 di 35 kabupaten/kota Jawa Tengah dengan nilai
IPM terendah dialami oleh Kabupaten Pemalang yakni sebesar 60.78
dengan kategori IPM sedang, dan kota Salatiga menjadi daerah dengan
nilai IPM tertinggi yakni sebesar 79.10 dengan kategori IPM tinggi.
Pada tahun 2013, 2014,2015,dan 2016 angka IPM di 35
kabupaten/kota Jawa Tengah terus mengalami trens positif yakni terus
meningkat nilai IPM.
Pada tahun 2016 Kabupaten Brebes menjadi daerah dengan
nilai IPM terendah yakni 63.98 dengan kategori sedang, sedangkan
Kota Semarang menjadi kota dengan IPM tertinggi yakni sebesar
81.19 dengan kategori IPM sangat tinggi. Pada tahun 2016 terdapat 3
kota di Jawa Tengah yang masuk dalam kategori IPM sangat tinggi
yaitu, Kota Surakarta dengan nilai IPM sebesar 80.76, Kota Salatiga
dengan nilai IPM sebesar 81.14, dan Kota Semarang.
3. Produk Domestik Regional Bruto
Produk domestik regional bruto adalah jumlah nilai akhir dari
barang dan jasa pada periode tertentu biasanya satu tahun yang
dihasilkan suatu wilayah. Berikut ini produk domestik regional bruto
di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2012-2016
berdasarkan ADHK 2010.
52
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010
35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2012-2016
No. Wilayah Jateng
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
2010 (Juta Rupiah)
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kabupaten Cilacap 79702237.6 81022670.3 83391500.2 88347606.7 92820362.2
2 Kabupaten Banyumas 25982158.2 27793138.5 29367687.4 31164876.4 33051046.7
3 Kabupaten Purbalingga 12138445.3 12778311.2 13397712.8 14125812.3 14796924.6
4 Kabupaten Banjarnegara 10473363.4 11043083 11629845.9 12266046.4 12929657.4
5 Kabupaten Kebumen 13707057.2 14333333.5 15163091.8 16115554 16916219.6
6 Kabupaten Purworejo 9406242.93 9870969.95 10312937.8 10866646 11426355.1
7 Kabupaten Wonosobo 9935905.32 10333757.1 10828168.7 11353869.9 11949926.1
8 Kabupaten Magelang 16071142.6 17020755.6 17936288.4 18838352 19855844.2
9 Kabupaten Boyolali 15369974.4 16266498.7 17148350.8 18160984 19118756.3
10 Kabupaten Klaten 19102402.7 20241429 21424522.4 22558976.2 23717931
11 Kabupaten Sukoharjo 18342247.3 19401889.4 20449009.8 21612078.2 22836644.1
12 Kabupaten Wonogiri 14605088.2 15303280.5 16107795.2 16977198.6 17862652
13 Kabupaten Karanganyar 18219456.7 19256516.3 20262444.4 21286287.1 22428803.8
14 Kabupaten Sragen 17902104.9 19102181.7 20169824.8 21390871.2 22614621.7
15 Kabupaten Grobogan 13842047.1 14474728.9 15064456.7 15962619.4 16674629.7
16 Kabupaten Blora 11116865.9 11712504.9 12227201.3 12882587.7 15913432
17 Kabupaten Rembang 9277163.23 9780750.39 10284274.4 10850269.2 11418008.7
18 Kabupaten Pati 21072328.7 22329694 23365214 24752325.1 26039955.3
19 Kabupaten Kudus 57440810.5 59944556.5 62600680.9 65041047.6 66688491
20 Kabupaten Jepara 14824995.9 15623738.9 16374715.2 17200365.9 18063134.9
21 Kabupaten Demak 12823227 13499226.5 14078419.8 14913837.5 15665204.8
22 Kabupaten Semarang 24306718.4 25758121.1 27264113 28769678 30286380.8
23 Kabupaten Temanggung 10740983 11299343 11867679.6 12486494.5 13110795.6
24 Kabupaten Kendal 21075717.3 22386123.5 23536834.4 24771543.5 26159087.1
25 Kabupaten Batang 10488456.6 11104696.8 11693897.1 12327739.2 12935491.1
26 Kabupaten Pekalongan 11354849.9 12034805.9 12630368.8 13234564 13917701.8
27 Kabupaten Pemalang 12477235.3 13172063.6 13898669.4 14673696.2 15463800.6
28 Kabupaten Tegal 16912249.7 18050292 18958841 19992675.5 21265717.2
29 Kabupaten Brebes 22482262.7 23812056.9 25074171.5 26572834.9 27867371.3
30 Kota Magelang 4484268.08 4755092.2 4992112.82 5247341.27 5518684.53
31 Kota Surakarta 24123781.6 25631681.3 26984358.6 28453493.9 29966373
32 Kota Salatiga 6574907.26 6989045.5 7378042.82 7759181.62 8164810.21
33 Kota Semarang 91282029.1 96985402 103109875 109088690 115298167
34 Kota Pekalongan 5151813.52 5456196.88 5755282.26 6043095.73 6367272.96
35 Kota Tegal 7650479.56 8084175.73 8491325.37 8953879.56 9442940.97
Sumber: BPS (https://jateng.bps.go.id)
53
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan PDRB di 35
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2012-2016. Pada
tahun 2012 Kota Semarang menjadi Kota dengan nilai PDRB tertinggi
diantara daerah lainyya yaitu sebesar 91.282.029.10 (juta rupiah).
PDRB untuk 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah setiap tahunnya
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2016 kota
Semarang menjadi kota dengan nilai PDRB tertinggi diantara daerah
lainnya yakni sebesar 115.298.167,00 (juta rupiah)
C. Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dalam penelitian terdiri atas analisis statistik
diskripsi, uji asumsi klasik, analisis regresi linear sederhana, analisis
regresi linear berganda dan uji hipotesis, sebagai berikut:
1. Analisis Statistik Deskripsi
Didalam analisis deskripsi ini akan dibahas mengenai nilai
maksimum,minimu, mean, dan standar deviasi dari variabel yang
diteliti. Berikut ini hasil analisis deskripsi.
Tabel 4.5 Statistik Diskriptif
X1 X2 Y
N Valid 175 175 175
Missing 0 0 0
Mean 50.0000 50.0000 50.0000
Std. Deviation 1.00000E1 1.00000E1 1.00000E1
Minimum 31.56 41.53 30.32
Maximum 75.49 95.41 70.88
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.5 diperoelh nilai setiap variabel
penelitian sebagai berikut untuk nilai mean dan standar deviasi
54
memiliki nilai yang sama untuk IPM (X1), PDRB (X2), dan
kemiskinan (Y), yakni sebesar 50 untuk nilai mean dan 10 untuk nilai
standar deviasi. Namun memiliki nilai minimum dan maksimum yang
berbeda untuk setiap variabel yakni untuk nilai minimum IPM
memiliki nilai sebesar 31.56 dan nilai maksimum sebesar 75.49, PDRB
memiliki nilai minimum sebesar 41.53 dan nilai maksimum sebesar
95.41, dan untuk nilai minimum kemiskinan memiliki nilai sebesar
30.32 dan sebesar 70.88 untuk nilai maksimum.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi klasik. Di mana dalam uji asumsi klasik ini meleputi uji
normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji
heterokedastisitas.
Uji asumsi klasik dilakukan dengan menggunakan jumlah data
sebanyak 175. 175 data yang digunakan dalam uji asumsi klasik ini
merupakan data yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam
penelitian ini.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk membuktikan bahwa baik
variabel dependen maupun variabel independen memiliki distribusi
data yang normal. Hasil uji normalitas menggunakan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test yang disajikan pada tabel 4.6 sebagai
berikut:
55
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N 175
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 7.40945207
Most Extreme Differences Absolute .080
Positive .080
Negatif -.075
Kolmogorov-Smirnov Z 1.053
Asymp. Sig. (2-tailed) .217
a. Test distribution is Normal.
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4.6 dengan
menggunankan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, diketahui
bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.217, sehingga dapat
disimpulkan data yang diuji terdistribusi normal, karena nilai
probabilitas lebih besar daripada tingkat signifikansi yakni
0.217>0.05.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan
pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel yang pada
periode lain. Berikut ini pada tabel 4.7 merupakan hasil uji
autokorelasi yang menggunakan uji Runs.
56
Tabel 4.7 hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Valuea -1.02194
Cases < Test Value 87
Cases >= Test Value 88
Total Cases 175
Number of Runs 76
Z -1.895
Asymp. Sig. (2-tailed) .058
a. Median Sumber: BPS data diolah
Dari hasil uji autokorelasi yang terdapat pada tabel 4.7
dapat diketahui nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0.058 (>0.05),
dengan ini dapat dikatakan data yang diuji terhindar dari
autokorelasi.
c. Uji Multikolinearitas
Menurut Yudiaatmaja (2013:78) uji multikolinearitas adalah
uji untuk variabel bebas, di mana korelasi antar variabel bebas
dilihat. Dengan menggunakan nilai Variance Inflation Faktor (VIF)
seperti pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistiks
Tolerance VIF
1 (Constant)
IPM .922 1.085
PDRB .922 1.085
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan pada tebel 4.8 nilai nilai Variance Inflation
Faktor (VIF) sebesar 1.085, sehingga dapat disimpulkan dalam
peneliyian ini tidak terdapat multikolinearitas, karena nilai VIF
kurang dari sama dengan 10.
57
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas adalah untuk melihat apakah kesalahan (eror)
pada data kita memiliki varians yang sama atau tidak. untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan
melihat grafik scatter plot. Berikut ini pada gambar 4.2
menunjukkan hasil uji heterokedastisitas.
Gambar 4.2
Hasil Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas dapat diketahui bahwa
tidak terjadi heterokedastisitas karena titik menyebar diatas dan
dibawah atau sekitar 0 (nol), selain itu titik-titik tidak mengumpul
hanya di atas saja atau hanya di bawah saja. Penyebaran titik-titik
tidak membentuk pola bergelombang, dan titik-titik data tidak
berpola maka tidak terjadi heterokedastisitas.
58
3. Analisis Regresi Sederhana
a. Analisis regresi sederhana IPM terhadap Kemiskinan
Tabel 4.9 Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 83.311 2.891 28.819 .000
IPM -.666 .057 -.666 -11.750 .000
a. Dependent Variabel: Kemiskinan
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh persamaan Y = 83.311 –
0.666X1
Berdasarkan tabel 4.9 nilai B untuk IPM sebesar -0.666,
nilai tersebut bila diuji dengan uji t maka akan menghasilkan nilai t
statistik sebesar -11.750 yang signifikan pada 0.000. Signifikansi
ini lebih kecil dari tingkat kesahan yang dikehendaki yaitu 0.05.
Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan secara
signifikan dan negatif.
Tabel 4.10 Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .666a .444 .441 7.47913
a. Predictors: (Constant), IPM Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.10 nilai R square sebesar 0.444 atau
44,4 persen. Artinya variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh
indeks pembangunan manusia sebesar 44,4 persen sedangkan
59
sisanya sebesar 55,6 persen dijelaskan oleh variabel-variabel
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
b. Analisis regresi sederhana PDRB terhadap Kemiskinan
Tabel 4.11 Uji Statistik t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 63.387 3.735 16.972 .000
PDRB -.268 .073 -.268 -3.655 .000
a. Dependent Variabel: Kemiskinan Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh persamaan regeresi
Y= 63.387 – 0.268X2
Berdasarkan tabel 4.11 nilai B untuk PDRB sebesar -0.268,
nilai tersebut apabila diuji dengan uji t akan menghasilkan nilai t
sebesar -3.655, yang signifikan pada 0.000. Signifikansi ini lebih
kecil dari tingkat kesalahan yang dikehendaki yaitu 0.05. Dengan
demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara produk
domestik regional bruto terhadap kemiskinan secara signifikan dan
negatif.
Tabel 4.12 Uji Determinan Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .268a .072 .066 9.66269
a. Predictors: (Constant), PDRB Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.12 nilai R square sebesar 0.072 atau
7.2 persen, yang artinya variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh
produk domestik regional bruto sebesar 7.2 persen saja sedangkan
60
sisanya sebesar 92.8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4. Analisis Regrasi Berganda IPM dan PDRB terhadap Kemiskinan
Tabel 4.13 Uji statistik t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 86.484 3.576 24.186 .000
IPM -.642 .059 -.642 -10.901 .000
PDRB -.088 .059 -.088 -1.498 .136
a. Dependent Variabel: Y Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh persamaan regeresi:
Y= 86.484 – 0,642X1 – 0.088X2
Berdasarkan tabel 4.13 nilai B untuk IPM sebesar -0.642, nilai
tersebut apabila diuji dengan uji t akan menghasilkan nilai t sebesar -
10.901, yang signifikan pada 0.000. signifikansi ini lebih kecil dari
tingkat kesalahan yang dikehendaki yaitu 0.05. Dengan demikian dapat
disimpulkan terdapat pengaruh antara indeks pembangunan manusia
terhadap kemiskinan. Sedangkan nalai B untuk PDRB sebesar -0,088,
nilai ini signifikan pada 0.136. signifikan ini lebih besar dari tingkat
kesalahan yang dikehendaki yaitu sebesar 0.05. sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara produk
domestik regional bruto terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
61
Tabel 4.14 Uji Statistik F ANOVA
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 7847.403 2 3923.702 70.649 .000a
Residual 9552.597 172 55.538
Total 17400.000 174
a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variabel: Y
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.14 diketahu bahwa nilai F statistik 70.649
yang signifikan pada tingkat kesalahan 0.000. Tingkat kesalahan ini
lebih kecil atau bahkan tidak terdapat kesalahan dari tingkat kesalahan
yang dikehendaki yaitu sebesar 0,05 yang artinya linear atau ada
pengaruh antara indeks pembangunan manusia dan produk domestik
regional bruto terhadap kemiskinan.
Tabel 4.15 Uji Determinan Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .672a .451 .445 7.45241
a. Predictors: (Constant), X2, X1
Sumber: BPS data diolah
Berdasarkan tabel 4.15 nilai R square sebesar 0.451 atau 45.1
persen, yang artinya variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh indeks
pembangunan manusia dan produk domestik regional bruto sebesar
45.1 persen saja sedangkan sisanya sebesar 54.9 persen dijelaskan oleh
variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
62
5. Uji Hipotesis
a. Uji Signifikansi Individual (Uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel
bebas (IPM dan PDRB) berpengaruh secara parsial terhadap
variabel terikat (kemiskinan). Pengujian ini di lihat dari masing-
masing t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak dan
menerima hipotesis.
Dalam persamaan digunakan α=5 persen, dengan df=172,
maka diperoleh t-tabel 1.65376. dari hasil uji pada persamaan dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.16 Nilai t-Statistik
Variabel Coefsien t-statistik Prob signifikansi
IPM -.666 -11.750 .000 Signifikan
PDRB -.268 -3.655 .000 Signifikan
Berdasarkan tabel 4.16 dapat dilihat bahwa variabel IPM
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.
Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik IPM (-11.750)< t-tabel
(1.65376) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α=5
persen). Hal ini berarti semakin tinggi IPM maka tingkat
kemiskinan di 35 kabupaten/kota Jawa tengah semakin menurun.
Koefisien regresi variabel IPM sebesar -0.666 berarti bahwa setiap
peningkatan IPM sebesar 1 satuan, maka dapat menyebabkan
penurunan kemiskinan sebesar 0.666 satuan dengan asumsi
variabel lain tetap (Cateris Paribus).
63
Pada variabel PDRB diketahui t-statistik sebesar (-3.655)<
t-tabel (1.65376) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α=5
persen). Ini berarti setiap ada kenaikan nilai PDRB maka
kemiskinan akan menurun. Keorfisien regresi PDRB sebesar -
0.268, maka variabel PDRB ini berpengaruh negatif terhadap
kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Hal ini berarti
bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar 1 satuan, maka dapat
menyebabkan penurunan kemiskinan sebesar 0.2688 satuan dengan
asumsi variabel lain tetap (Cateris Paribus).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen
di dalam model dapat dilakukan dengan uji statistik F. Apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen ditunjukkan melalui uji statistik F. Hasil regresi
pengaruh IPM dan PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Jawa
Tengah tahun 2012-2016 yang menggunakan taraf keyakinan 95
persen (α=5 persen), dengan degree of freedom for numerator
(dfn)=2 (k-1=3-1) dan degree of freedom for denominator
(dfd)=172 (n-k=175-3), maka diperoleh F-tabel sebesar 3.05. Hasil
regresi pengaruh IPM dan PDRB terhadap tingkat kemiskinan di
35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2016, dari
tabel 4.14 diperoleh F-statistik sebesar 70.649 dan nilai
64
probabilitas statistiknya 0,0000 maka dapat disimpulkan bahawa
IPM dan PDRB di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
berpengaruh secara bersama-sama dan signifikan terhadap
Kemiskinan di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, atau
dengan kata lain menolak Ho dan menerima Ha.
c. Uji Koefisien Determinan (R2)
Seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi dependen secara statistik dapat diukur dengan uji koefisien
determinan (R2). Berdasarkan hasil regresi pengaruh IPM dan
PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2012-
2016 diperoleh koefisien determinan (R2) sebesar 0.451. hal ini
berarti bahwa 45.1 persen kemiskinan di 35 kabupaten/kota di
Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variabel IPM dan PDRB.
Sedangkan sisanya 54,9 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar
model atau faktor- faktor lain di luar penelitian ini.
D. Pembahasan
Pembahasan hasil regresi pada penelitian pengaruh indeks
pembangunan manusia dan produk domestik regional bruto terhadap
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap
Kemiskinan
Indek pembangunan manusia merupakan sebuah tolak ukur
untuk melihat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Dalam
65
penelitian ini indeks pembangunan manusia yang digunakan peneliti
adalah indeks pembangunan manusia di 35 kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012-2016 untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pembangunan yang di lihat dari tingkat kemiskinan di 35
kabupaten/kota Provisi Jawa Tengah tahun 2012-2016.
Hasil regresi pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa Indeks
pembangunan Manusia memilki pengaruh signifikan dan negatif
terhadap kemiskinan di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.
Dengan nilai koefisien variabel indeks pembangunan manusia sebesar
-0.666, ini menjelaskan setiap terjadi kenaikan angka indeks
pembangunan manusia sebesar 1 satuan maka kemiskinan akan
menurun sebesar 0.666 satuan. Sebaliknya jika terjadi penurunan
indeks pembangunan manusia sebesar 1 satuan maka akan
mengakibatkan kenaikan kemiskinan sebesar 0.666 satuan. Sedangkan
diperoleh R-square sebesar 0.444 (44 persen).
Hasil ini sesuai dengan BPS (2017) yakni IPM menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan. Dan Pembangunan
manusia adalah proses memperbesar pilihan orang. Tetapi
perkembangan manusia juga merupakan tujuan, jadi itu adalah proses
dan hasil. Pembangunan manusia menyiratkan bahwa orang harus
mempengaruhi proses yang membentuk kehidupan mereka. Dalam
66
semua ini, pertumbuhan ekonomi adalah sarana penting bagi
pembangunan manusia, tetapi bukan akhirnya. (UNDP,2016:2).
Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh
Muhammad Saiful Mujab (2015) yang melakukan penelitian mengenai
pengaruh indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk, dan produk
domestik regional bruto terhadap kemiskinan di 35 kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah yang menyatakan bahwa indeks pembangunan
manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di
Jawa Tengah. Karena hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa
indeks pembangunan manusia berpengaruh secara signifikan dan
negatif, maka dengan ini hasil sesuai dengan hipotesis yang diajukkan.
2. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap
Kemiskinan
Hasil regresi pada tabel 4.11 menunjukkan hasil pengaruh
yang signifikan pada produk domestik regional bruto terhadap
kemiskinan di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa tengah. Dengan nilai
signifikan yang diperoleh adalah 0.000 (>0,05), membuktikan bahwa
produk domestik regional bruto berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan. Dengan hasil regresi, diperoleh hasil koefisien sebesar -
0.268, artinya setiap terjadi kenaikan produk domestik regional bruto
sebesar 1 satuan maka akan terjadi penuruan pada kemiskinan sebesar
0.268 satuan, dan sebaliknya jika terjadi penurunan produk domestik
regional bruto sebesar 1 satuan maka akan terjadi kenaikan kemiskinan
67
sebesar 0.268 satuan. Sedangkan diperoleh R-square sebesar 0.072 (7,2
persen).
Ini sesuai dengan Badan pusat Statistik (BPS:2017) produk
domestik regional bruto yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah
keseluruhan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi di suatu wilayah.
Berarti hipotesis yang diajukan sesuai atau menerima Ha dan
menolak H0. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukkan
oleh Rahmawati Faturrohmin (2011) penelitian mengenai pengaruh
PDRB, Harapan Hidup dan Melek Huruf terhadap Tingkat Kemiskinan
di Jawa Tengah (Study 35 kabupaten/kota) tahun 2005-2009 yang
menunjukan hasil yang berpengaruh sceara signifikan.
3. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan hasil regresi dengan nilai
F 70.649 dengan signifikan 0.000 (>0.05), dengan ini dapat diketahui
secara bersama-sama indeks pembangunan manusia dan produk
domestik regional bruto berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan
di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2016, dan
diperoleh R-square sebesar 0.451 (45 persen).Dengan ini sesuai
dengan hipotesis yang diajukan atau menerima Ha dan menolak Ho.
Ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Arsyad (2010:299)
68
yang menyatakan bahwa kemiskinan itu bersifat multidimensial, yang
artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka
kemiskinanpun memiliki banyak aspek.
Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan
Rahmawati Faturrohmin (2011) dan Muhammad Saiful Mujab (2015).
Dalam penelitian yang dilakukkan oleh Rahmawati Faturrohmin
penelitian mengenai pengaruh PDRB, Harapan Hidup dan Melek
Huruf terhadap Tingkat Kemiskinan yang menunjuukan hasil yang
berpengaruh sceara signifikan. Dan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Saiful Mujab yang melakukan penelitian mengenai
pengaruh indeks pembangunan manusia, jumlah penduduk, dan produk
domestik regional bruto terhadap kemiskinan di 35 kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah. Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa
indeks pembangunan manusia dan produk domestik regional bruto
berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di 35
kabupaten/kota Jawa Tengah.
top related