bab iii metode penelitianrepository.upi.edu/2547/6/s_ipai_0901592_chapter3.pdfdan semua buku-buku...
Post on 01-Mar-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
111
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Secara umum penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan data
yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
(Sukmadinata, 2010: 5).
Sedangkan Ahmad (2008: 39) mengemukakan bahwa, penelitian merupakan
suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui seluk beluk sesuatu.
Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penelitian adalah suatu kegiatan
atau proses yang dilakukan secara sistematis dan logis yang bertujuan untuk
mengetahui asal muasal sesuatu.
Dalam sebuah penelitian, memilih dan menggunakan metode, keduanya
merupakan hal yang sangat penting, karena kecermatan dalam memilih dan
menggunakan metode akan menentukan keberhasilan dalam penelitian itu sendiri.
Metode yang tepat dalam melakukan sebuah penelitian, mampu memecahkan suatu
permasalahan dengan baik. Atas dasar itulah, sebuah metode merupakan hal yang
paling penting dalam melakukan sebuah penelitian (Mubaroq, 2011:74).
Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Afifudin dan Saebani (2009: 56) mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan
muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas atau
112
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
fenomena atau gejala. Sedangkan objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang
alamiah.
Oleh karena itu penulis memilih pendekatan penelitian kualitatif, karena
kajian yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah mengenai konsep birr Al-
Wālidain dalam Al-Qur`ān yang merupakan suatu fenomena atau gejala yang alamiah
yang terjadi antara seorang anak dan orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari atau
ketika meninggal dunia nanti.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskritif (descriptive research).
“Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar.
Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.
Penelitian ini mengkaji bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan dan perbedannya dengan fenomena lain”(Syaodih, 2010: 72).
B. DATA DAN PENGUMPULAN DATA
Menurut Purwanto dalam Mubaroq (2011:75), bahwa data adalah keterangan
mengenai variabel pada sejumlah objek. Yang dimaksud sumber data data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh ( Arikunto, 2006: 129).
“Data menurut sumbernya dibedakan menjadi dua, yaitu data intern dan data
ekstern. Data intern maupun ekstern dapat berupa data primer atau data
skunder. Data primer adalah data yang dimunculkan oleh peneliti, dan data
skunder adalah data yang sudah ada ketika penelitian dilakukan”(Awal,
2009:11).
Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari
literatur yaitu dengan mengadakan riset pustaka (Library Research). Bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang
terdapat di ruang perpustakaan. Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini, seperti data primer dan data sekunder, kedua jenis data dalam penelitian ini akan
dikemukakan sebagai berikut:
113
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada
sumbernya langsung atau sumber aslinya, tanpa ada perantara Dikarenakan dalam hal
ini penulis meneliti konsep birr Al- Wālidaīn dalam Al-Qur`ān surat Al- Isrā'
tepatnya, sehinga data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ayat-ayat Al-
Qur`ān yang berhubungan dengan topik masalaha yang dibahas pada skripsi ini.
2. Data Sekunder
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsīr yang
berjumlah lima buah yaitu: tafsīr Al- Azhar Juzu‟ 15, tafsīr Al-Qur`ān Al- Aisar,
tafsīr Al- Qur`ānul Majid An- Nūr, tafsīr Al- Misbāḥ Pesan, Kesan, dan keserasian
Al- Qur`ān volume 7, dan tafsīr Fīẓilālil Qur`ān di Bawah Naungan Al-Qur`ān. Dan
semua buku-buku penunjang yang masih ada hubungannya dengan persoalan yang
dibahas seperti kitab-kitab ḥadīṡ dan buku-buku akhlak.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan dan studi dokumentasi, dengan cara mencari data-data yang
berkaitan dengan pembahasan.
Sebagaimana dikemukakan oleh arikunto dalam Mubaroq (2011:76) bahwa
“Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan bahan
dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumentasi, yaitu metode yang
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip
buku, majalah dan lain sebagainya”.
C. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen adalah alat yang digunakan utuk mengkaji dan menganlisis data.
Purwanto dalam Mubaroq (2011:77) mengemukakan bahwa:
“Instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Sebagaimana dalam ilmu alam, sebuah alat ukur hanya cocok untuk
mengukur keadaan tertentu yang memang tepat diukur menggunakan alat ukur
tersebut. Timbangan tepat untuk mengukur berat mistar untuk mengukur
jarak, termometer untuk mengukur suhu dan sebagainya. Hal yang sama
berlaku dalam ilmu sosial dan pendidikan. Sebuah instrumen harus tepat
mengukur keadaan yang diukurnya. Misalnya: instrument motivasi belajar
114
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
harus tepat mengukur motivasi belajar, instrumen konsep diri akademis harus
tepat mengukur konsep diri akademis, dan sebagainya.”
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsīr Mauḍū’i
(tematik) yang dimana metode ini menjadi panduan langkah-langkah keseluruhan
pengkajian dan metode Muqāran (perbandingan) digunakan untuk teknis analisis
datanya, sehingga membantu pemahaman dan pengembangan makna ayat dalam surat
Al- Isrā' dalam penelitian ini.
Dikarenakan dalam penelitian ini, penulis mengkaji surat Al- Isrā' dengan
berbagai macam tafsīr Al-Qur`ān yang sudah ada, sehingga dalam menjelasakan
pembahasan, penulis memerlukan metode tafsīr dan kaidah-kaidah dasar yang
mendukung pengungkapan makna dalam Al-Qur`ān. Adapun kaidah-kaidah dasar
metode tafsīr Mauḍū’i` (tematik) dan Muqāran adalah sebagai berikut.
1. Metode Tafsīr Mauḍū’ī`
Setiap masalah beda pemecahannya, dalam hal ini para pakar Al-Qur`ān
mencoba memecahkan masalah dengan penafsiran-penafsiran yang bermacam-
macam dengan tujuannya hanya satu yaitu menyingkap makna yang benar dalam
setiap ayat yang ada dalam Al-Qur`ān.
a. Pengertian Tafsīr Mauḍū’ī`
Menurut Ahmad Syurbasyi ( 1999:233) bahwa, “Metode tafsīr mauḍū’ī`
(tematik) yaitu tafsīr yang berusaha mencari jawaban Al-Qur`ān tentang suatu
masalah dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengannya, lalu
menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang
dibahas untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari Al-Qur`ān tentang
masalah tersebut.”
Lebih lanjut Rohimin (2007: 75) mengungkapkan bahwa “Metode tafsīr
Mauḍū’ī` , ialah cara mengkaji dan mempelajari ayat Al-Qur`ān dengan
menghimpun ayat-ayat Al-Qur`ān yang mempunyai maksud sama, dalam arti
sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar
kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat itu. Kemudian penafsir mulai
memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan”.
115
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Dengan begitu tergambarlah bahwa metode tafsīr Mauḍū’ī` adalah cara
mengkaji ayat Al-Qur`ān tentang suatu masalah dengan jalan menghimpun ayat-ayat
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dan dianalisa dengan ilmu-ilmu bantu
yang lain. Oleh karena itu penelitian yang menggunakan metode ini harus ada ilmu
lain yang membantu, dan metode Muqāran (perbandingan) menjadi ilmu bantu yang
digunakan oleh penulis untuk memecahkan masalah yang dibahas pada karya ilmiah
ini.
b. Bentuk-Bentuk Tafsīr Mauḍū’ī`
Menurut Shihab (2008:192) metode ini mempunyai dua bentuk :
1) Tafsīr yang membahas satu surat Al-Qur`ān secara menyeluruh,
memperkenalkan dan menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya
secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat satu dengan ayat yang
lain, dan atau antara satu pokok masalah dengan pokok masalah yang lain.
Dengan metode ini surat tersebut tampak dalam bentuknya yang utuh , teratur,
betul-betul cermat, teliti, dan sempurna.
2) Tafsīr yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat Al-Qur`ān yang memiliki
kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil
kesimpulan, dibawah satu bahasan tema tertentu.
c. Langkah-Langkah Penelitian Mauḍū’ī`
Menurut Alfarawi dan Musthafa Muslim yang dikutip Shihab (2008:193)
secara terinci mengemukakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
menyusun suatu karya tafsīr bedasarkan metode ini. Langkah-langkah tersebut
adalah:
1) Menentukan topik bahasan setelah menentukan batas-batasanannya, dan
mengetahui jangkauannya di dalam ayat-ayat Al-Qur`ān.
2) Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah tersebut.
116
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3) Merangkai urutan-urutan ayat sesuai dengan masa turunnya, misalnya dengan
mendahulukan ayat Makiyyah daripada ayat Madaniyah, karena ayat-ayat
yang diturunkan di Makiyyah biasanya bersifat umum.
4) Kajian tafsīr ini merupakan kajian yang memerlukan bantuan kitab-kitab tafsīr
taḥlīlī, pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya ayat sepanjang yang dapat
dijumpai, munāsabāt, dan pengetahuan tentang dilālaћ suatu lafal
penggunaanya. Maka mufassir perlu mengetahui itu semua, meskipun tidak
harus dituangkan dalam pembahasan.
5) Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna.
6) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang menyangkut masalah yang
dibahas itu.
7) Mempelajari semua ayat-ayat yang terpilih dengan jalan menghimpun ayat-
ayat yang sama pengertiannya. Atau mengkompromikan antara ‘ām (umum)
dan khāṣ (khusus), yang muṭlaq dengan muqayyad. Atau yang kelihatannya
kontradiktif, sehingga semuanya berteu dalam satu muara, tanpa perbedaan
atau pemaksaan dalam penafsiran.
8) Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa fasal, dan
setiap fasal itu dibahas, dan kemudian ditetapkan unsur pokok yang meliputi
macam-macam pembahasan yang terdapat pada bab, kemudian menjadikan
unsur yang bersifat cabang (far’ī) sebagai satu macam fasal.
Dalam pemecahan masalah yang ada dalam skripsi ini, penulis mengambil
metode tafsīr Mauḍū’ī yang jenis kedua, yaitu menafsīrkan dengan cara menghimpun
dan menyusun ayat-ayat Al-Qur`ān yang memiliki kesamaan arah dan tema,
kemudian membahasnya dengan memberikan penjelasan dan mengambil
kesimpulan, dibawah satu bahasan tema tertentu.
Dengan begitu, setelah penulis menentukan topik yang dibahas lalu penulis
mencari ayat Al-Qur`ān yang berkaitan dengan topik tersebut kemudian
117
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
membahasnya dan menyusunnya kedalam beberapa kesimpulan. Sehingga konsep
birr Al-Wālidain dalam Q.S. Isrā' ayat 23,-24 dan implikasinya terhadap pendidikan
keluarga ini tergambarkan.
2. Metode Tafsīr Muqāran
Menurut Syurbasyi (1999:233) bahwa “Metode tafsīr Muqāran
(perbandingan) yaitu tafsīr berupa penafsiran sekelompok ayat-ayat yang
berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat
dengan ayat, antara ayat dengan hadīṡ, baik dari segi isi maupun redaksi atau
antara pendapat-pendapat ulama tafsīr dengan menonjolkan segi-segi
perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan”.
Menurut Shihab (2008:186) Tafsīr Muqāran adalah tafsīr yang menggunakan
cara perbandingan (komparasi). Objek kajian tafsīr dengan metode ini dapat
dikelompokkan kepada tiga, yaitu:
a. Perbandingan Ayat Al-Qur`ān dengan Ayat Lain
Mufassir membandingkan ayat Al-Qur`ān dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat
yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang
berbeda; atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus
yang (diduga) sama.
Dalam mengadakan perbandingan antara ayat-ayat yang berbeda redaksi di
atas ditempuh beberpa langkah: (1) menginventarisasi ayat-ayat Al-Qur`ān yang
memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus berbeda; (2) mengelompokkan ayat-ayat
itu berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksinya; (3) meneliti setiap kelompok
ayat tersebut dan menghubungkannya dengan kasus-kasus yang dibicarakan ayat
bersangkutan; dan (4) melakukan perbandingan.
Perbedaan-perbedaan redaksi yang menyebabkan adanya nuansa perbedaan
makna seringkali disebabkan perbedaan konteks pembicaraan ayat dan konteks
turunnya ayat bersangkutan oleh karena itu „ilm Asbāb Al-Nuzūl sangat membantu
118
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
melakukan Tafsīr Muqāran dalam hal perbedaan ayat tertentu dengan ayat lain.
Namun, esensi nilainya pada dasarnnya tidak berbeda.
b. Perbandingan Ayat Al-Qur`ān dengan Ḥadīṡ
Mufassir membandingkan ayat-ayat Al-Qur`ān dengan ḥadīṡ Nabi ṢAW yang
terkesan bertentangan. Di antara ḥadīṡ- ḥadīṡ Nabi memang ada yang terkesan
bertentangan atau berbeda dengan ayat-ayat Al-Qur`ān. Mufassir berusaha
menemukan kompromi antara keduanya.
Dalam melakukan perbandingan ayat Al-Qur`ān dengan ḥadīṡ yang terkesan
berbeda atau bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah
menentukan nilai ḥadīṡ yang akan diperbandingkan dengan ayat-ayat Al-Qur`ān.
ḥadīṡ itu haruslah ṣaḥīḥ, ḥadīṡ ḍaif tidak diperbandingkan karena, disamping nilai
otentisitasnya rendah, dia justru semakin tertolak karena pertentangannnya dengan
ayat Al-Qur`ān. Setelah itu Mufassir melakukan analisis terhadap latar belakang
terjadinya perbedaan atau pertentangan antara keduanya.
Contohnya adalah perbedaan antara ayat Al-Qur`ān surat Al-Naḥl [16]: 32
dengan ḥadīṡ riwayat Tirmiẓi dibawah ini:
Artinya:
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu
kerjakan".(Q.S. Al-Naḥl [16]: 32 )
ه ل معب ةن جال م ك دحألخ د يلن Artinya:
“Tidak akan masuk seorang pun diantara kamu ke dala surga
disebabkan perbuatannya” (ḤR. Tirmiżi) (Shihab, 2008:187).
Antara ayat Al-Qur`ān dan ḥadīṡ diatas terkesan ada pertentangan. Untuk
menghilangkan pertentangan itu, Al-Zarkasyi dalam Shihab (2008:187) mengajukan
dua cara, yaitu:
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah ḥadīṡ, yaitu bahwa orang-
orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan dan
119
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
raḥmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya amal
perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan kata
lain, posisi seorang di dalam surga ditentukan amal perbuatannya. Pengertian ini
sejalan dengan ḥadīṡ lain, yaitu:
م ه ل معل ض فاب هي اف و ل ز ان هو ل خادذا ةن جال له أن ا
Artinya:
“Sesungguhnya ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka
mendapat posisi di dalamnya berdsarkan keutamaan perbuatannya” (ḤR.
Tirmiżi) (Shihab, 2008:188).
Kedua, dengan menyatakan huruf ba pada ayat di atas berbeda konotasinya
dengan yang ada pada ḥadīṡ tersebut. Pada ayat tersebut berarti imbalan, sedang pada
ḥadīṡ berarti sebab. Dengan penafsiran dan penjelasan seperti itu, maka kesan
kontradiksi anatara ayat Al-Qur`ān dan ḥadīṡ dapat dihilangkan (Shihab, 2008:188).
c. Perbandingan Penafsiran Mufassir dengan Mufassir Lain
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`ān tertentu ditemukan adanya perbedaan
di antara „Ulamā' tafsīr. Perbedaan itu dapat terjadi karena perbedaan hasil ijtihad,
latar belakang sejarah, wawasan, dan sudut pandang masing-masing.
Manfaat yang dapat diambil dari metode tafsīr ini adalah (1) membuktikan
ketelitian Al-Qur`ān, (2) membuktkan bahwa tidak ada ayat-ayat Al-Qur`ān yang
kontradiktif, (3) memperjelas makna ayat, dan (4) tidak menggugurkan suatu ḥadīṡ
yang berkualitas ṣaḥīḥ.
Sedangkan dalam hal perbedaan penafsiran Mufassir yang satu dengan yang
lain, Mufassir berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu di
antara perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salahsatu pendapat
setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.
120
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
D. ANALISIS DATA
Analisis data merupakan proses yang harus ada dalam sebuah penelitian, hal
ini diperlukan agar bisa menginterpretasi objek yang diteliti. “Analisis data adalah
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan
suatu uraian dasar” (Rahman, 2011: 40).
Dikarenakan dalam penelitian ini penulis mengkaji Q.S. Al-Isrā' ayat 23-24
dengan berbagai tafsīr Al-Qur`ān yang sudah ada, sehingga teknik analisis data yang
digunakan dalam memacahkan masalah pada skripsi ini yaitu dengan menggunakan
metode muqāran (perbandingan). Adapun metode perbandingan yang dipakai oleh
penulis yaitu metode perbandingan ayat dengan ayat, metode perbandingan ayat
dengan ḥadīs dan metode perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir lain,
serta menggunakan pendekatan kualitatif untuk memaparkan penjelasan yang penulis
temukan sehingga menghasilkan sebuah konsep baru yang terkandung dalam Q.S.
Al- Isrā' ayat 23 dan 24 ini.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan pengertian istilah-istilah yang
penulis gunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba memberikan penjelasan
mengenai beberapa definisi istilah yang terdapat pada judul penelitian sebagai
berikut:
1. Konsep
Definisi konsep secara umum yaitu suatu yang diterima dalam pikiran atau
suatu ide umum dan abstrak. konsep juga bisa diartikan sebagai rancangan dasar
sebuah rencana. Adapun yang menjadi kajian konsep dalam penelitian ini adalah
dalam Q.S. Al- Isrā' ayat 23 – 24.
2. Birr Al- Wālidain
121
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Yaitu mentaati kedua orang tua di dalam semua apa yang mereka perintahkan
kepada engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allāh dan durhaka dan menjauhi
mereka dan tidak berbuat baik kepadanya. Adapun yang menjadi kajian birr Al-
Wālidain dalam penelitian ini adalah birr Al-Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' ayat 23 –
24.
3. Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah sel hidup utama yang membentuk organ tubuh masyarakat.
Jika keluarga baik, masyarakat secara keselurūḥan akan ikut baik dan jika keluarga
rusak, masyarakatpun ikut rusak.
Dalam kaitannya dengan pendidikan keluarga, Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: pendidikan keluarga
termasuk pendidikan jalur luar sekolah merupakan salahsatu upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga
memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-
aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang
bersangkutan.
F. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Creswell (2009: 276),
mengatakan bahwa: “pendekatan kualitatif mempunyai langkah-langkah sebagai
berikut: 1. Mengolah dan mempersiapkan, 2. Membaca keseluruhan data, 3.
Menganalisis lebih detail dengan men-coding data.” Adapun tahapan yang penulis
gunakan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pengumpulan Data
122
Haris Munandar, 2013 Konsep Birr Al- Wālidain dalam Q.S. Al- Isrā' Ayat 23-24 dan Implikasinya dalam Pendidikan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tafsīr Al- Azhar Juzu‟ 15, tafsīr Aisar At- Tafasir li Al- Kalaami Al- Aliyyi
Al- Kabiir, tafsīr Al- Qur`ānul Majid An- Nūr, tafsīr Al- Misbāḥ Pesan, Kesan, dan
keserasian Al- Qur`ān volume 7, dan tafsīr Fīẓilālil Qur`ān.
2. Tahap Klasifikasi
Tahap ini dimulai dengan memilah-milah bacaan dan mengelompokkan data
berdasarkan ayat perayat.
3. Tahap Deskripsi Data
Data yang telah dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya tersebut
selanjutnya disajikan berdasarkan karakteristik data, setelah data-data yang ada
disajikan kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk mempermudh tahap
interpretasi.
4. Tahap Interpretasi
Tahap ini merupakan tahap penafsiran terhadap hasil deskripsi yang telah
dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sehingga terjadi pemahaman secara
baik dan benar.
5. Tahap Evaluasi
Tahap ini dilakukan agar mengurangi terjadi kesalahan-kesalah dan
mendapatkan hasil terbaik dengan melakukan pengecekan kembali secara mendetail
hasil analisis di atas.
top related