bab ii tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran
Post on 12-Apr-2016
38 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Definisi Konsep dan Pendakatan Teori
2.1.1 Teori-Teori
Webster’s Third New International Dictionary mendefinisikan teori
sebagai suatu susunan yang saling berkaitan tentang hipotesis, konsep, dan prinsip
pragmatis untuk memberikan kerangka acuan yang digunakan untuk memecahkan
permasalahan atau menjawab dan/atau menjelaskan atas pertanyaan tentang suatu
permasalahan dan/atau fenomena tertentu (Harahap, 2011). McDonald dalam
Harahap (2011) memberikan tiga elemen teori, yaitu:
1. membuat kode sebagai simbol fenomena;
2. mengombinasikannya sesuai dengan peraturan, dan;
3. menerjemahkannya ke dalam fenomena yang sebenarnya terjadi.
Menurut Deegan (2004) dalam Suaryana (2011) terdapat beberapa teori
yang melandasi perlunya pengungkapan aspek lingkungan di dalam laporan
keuangan perusahaan. Memang, di Indonesia belum terdapat peraturan yang
menerangkan secara khusus soal penyampaian pertanggungjawaban lingkungan
kepada publik. Teori stakeholder dan teori legitimasi dapat digunakan sebagai
dasar perlunya pengungkapan aspek lingkungan dalam laporan keuangan
perusahaan.
2.1.1.1 Teori Stakeholder
Dalam teori stakeholder, sebuah perusahaan tidak hanya beroperasi untuk
kepentingan bisnisnya sendiri, namun juga kepada keberlangsungan pihak-pihak
lain yang terkait dengan perusahaan tersebut (stakeholder). Dengan demikian,
keberhasilan operasional suatu perusahaan bergantung pada kepedulian
perusahaan tersebut terhadap pemangku kepentingannya (Ghazali dan Chariri,
2007).
Freeman dan Reed (1983) dalam Freeman (1993) menyatakan bahwa
dalam stakeholder, terdapat dua pengertian. Pengertian yang pertama adalah
stakeholder dalam arti sempit, yakni pihak-pihak yang mempunyai peran vital dan
9
Universitas Bakrie
memengaruhi keberlanjutan suatu organisasi dalam usaha mencapai
kesuksesannya. Dalam pengertian yang kedua, atau dalam arti luas, stakeholder
didefinisikan sebagai pihak-pihak yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu
organisasi. Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan hubungan suatu organisasi
dengan stakeholder-nya, yang oleh Freeman (1993) disebut masih konvensional.
Gambar 2.1 Stakeholder Model of the Corporation
Sumber: Freeman, R. E. (1993). Stakeholder Theory of the Modern Corporation. New York:
Columbia University Press.
Selanjutnya, Freeman (1993) mengajukan konsep teori stakeholder dalam
korporasi modern (stakeholder theory of the modern corporation). Pada batasan
ini, nilai-nilai normatif dimasukkan ke dalam teori stakeholder. Nilai-nilai
normatif ini meliputi doctrain of fair contracts, feminist standpoint theory, dan
ecological principles. Doctrain of fair contracts merupakan pandangan yang
masih berkaitan dengan konsep stakeholder konvensional, atau masih dalam
kerangka bisnis secara umum. Feminist standpoint theory mengajukan
pemahaman bahwa setiap perusahaan harus senantiasa memerhatikan value-
creating activity, sehingga mampu menciptakan rasa peduli kepada sosial.
Ecological principles memasukkan unsur lingkungan ke dalam konsep teori
stakeholder, karena menurut Mark Starik dalam Freeman (1993), salah satu
10
The Corporation
Management
Local Communities
Customers
Employees
Suppliers
Owners
Universitas Bakrie
landasan dasar diperlukannya teori stakeholder adalah karena perusahaan
mengesampingkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan bisnisnya. Ketiga
konsep ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tiga Konsep Pokok dalam Teori Stakeholder Modern
Corporations ougth to be governed...
Managers ought to act...
The value disciplines of “value
creation” are...Doctrine of fair contracts
...in accordance with the six principles.
...in the interests of stakeholders.
-business theories-theories that explain stakeholder behavior
Feminist standpoint theory
...in accordance with the principles of caring/connection and relationships.
...to maintain and care for relationships and networks of stakeholders.
-business theories-feminist theory-social science understanding of networks
Ecological principles
...in accordance with the principles of caring for the earth.
...to care for the earth.
-business theories-ecology-other
Sumber: Freeman, R. E. (1993). Stakeholder Theory of the Modern Corporation. New York:
Columbia University Press.
Dengan demikian, lingkungan merupakan salah satu aspek bisnis yang
tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Perusahaan mempunyai kepentingan terhadap
lingkungannya, khususnya tempat perusahaan itu melakukan kegiatannya.
Hal ini sama dengan konsep triple bottom line yang sekarang ini menjadi
perhatian utama setiap perusahaan. Organisasi asal Inggris, SustainAbility, dalam
Holmes (2002) menjelaskan triple bottom line sebagai konsep yang
mengupayakan perusahaan untuk tidak hanya fokus pada usaha pencarian
keuntungan semata, namun juga kepada sosial dan lingkungannya. Hal ini
menjadi penting karena konsep ini akan mengubah suatu perusahaan menjadi
perusahaan yang mempunyai sustainalibity yang bagus. Hal ini diperkuat dengan
adanya teori legitimasi yang diajukan oleh beberapa pakar (yang akan dijelaskan
pada subbab selanjutnya).
Dalam ilmu manajemen strategik, Barney dan Hesterly (2010) juga
menjelaskan bahwa kemauan dan kemampuan suatu perusahaan dalam
mempertahankan lingkungan sekitarnya merupakan strategi perusahaan yang
11
Universitas Bakrie
ditempuh sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citra perusahaan di mata
publik. Dengan meningkatnya citra perusahaan di mata publik, maka perusahaan
akan memiliki akses yang lebih besar untuk mendapatkan konsumen, sehingga
pendapatan perusahaan pun juga akan ikut meningkat.
2.1.1.2 Teori Legitimasi
Suchman (1995) dalam Tilling (2004) memberikan definisi legitimasi
sebagai berikut ini: “Legitimacy is a generalized perception or assumption that
the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially
constructed system of norms, values, beliefs, and definitions.”
Beberapa ahli juga memberikan batasan terkait legitimasi, seperti oleh
Matthew (1993) dan Hybels (1995). Matthew (1993) menjelaskan posisi suatu
organisasi dengan legitimasi yang akan diterimanya sebegai berikut:
“Organisations seek to establish congruence between the social
values associated with or implied by their activities and the norms
of acceptable behaviour in the larger social system in which they
are a part. In so far as these two value systems are congruent we
can speak of organisational legitimacy. When an actual or
potential disparity exists between the two value systems there will
exist a threat to organisational legitimacy.”
Sama halnya seperti Suchman (1995) dan Matthew (1993), Hybels (1995)
memberikan penjelasan mengenai legitimasi dengan lebih detail sebagai berikut:
“Legitimacy often has been conceptualized as simply one of many
resources that organizations must obtain from their environments.
But rather than viewing legitimacy as something that is exchanged
among institutions, legitimacy is better conceived as both part of
the context for exchange and a by-product of exchange. Legitimacy
itself has no material form. It exists only as a symbolic
representation of the collective evaluation of an institution, as
evidenced to both observers and participants perhaps most
convincingly by the flow of resources. … resources must have
symbolic import to function as value in social exchange. But
12
Universitas Bakrie
legitimacy is a higher-order representation of that symbolism – a
representation of representations.”
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik satu kesimpulan umum
bahwa teori legitimasi menyatakan suatu perusahaan membutuhkan legitimasi
(pengakuan dari pihak lain) terkait dengan usaha yang dilakukannya agar
perusahaan tersebut mampu menjalankan operasinya secara berkelanjutan. Untuk
mndapatkan legitimasi ini, suatu perusahaan harus melakukan berbagai tindakan
seperti melaksanakan peraturan, baik yang ditentukan oleh peemrintah maupun
masyarakat setempat, hingga kegiatan yang berhubungan dengan konservasi
lingkungan. Dengan demikian, suatu perusahaan akan mendapatkan legitimasi
sehingga dapat menjalankan usahanya dengan lancar.
2.1.2 Ruang Lingkup Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu aspek yang senantiasa harus
diperhatikan oleh organisasi maupun akuntan. Alasan mengapa organisasi dan
akuntan harus memerhatikan lingkungan adalah karena banyak para stakeholder
perusahaan baik dari sisi internal maupun eksternal menunjukkan peningkatan
kepekaannya terhadap kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan,
khususnya perusahaan sektor swasta. Hal ini menyebabkan adanya tekanan
lingkungan pada perusahaan. Tekanan lingkungan ini sebenarnya menjadi peluang
yang baik bagi perusahaan untuk menciptakan stratagi yang baru serta mendorong
efisiensi biaya untuk mengelola dan meminimalisasi dampak lingkungan. Secara
internasional, tekanan lingkungan yang ada meliputi beberapa hal berikut ini,
seperti dikutip dari Ikhsan (2009):
1. Tekanan supply chain, seperti perusahaan besar yang mengharuskan
peralatan mereka sesuai dengan standar sistem manajemen lingkungan
(SML) berlandaskan pada standar organisasi internasional.
2. Tekanan pengungkapan dari berbagai stakeholder terhadap perusahan-
perusahaan untuk melaporkan kinerja lingkungan publik mereka pada akun
keuangan tahunan dan pelaporan atau dalam pengungkapan laporan kinerja
lingkungan perusahaan, sebagai contoh lewat Guidelines of the Global
Reporting Initiative; contoh lainnya adalah tekanan keuangan lewat
13
Universitas Bakrie
worldwide growth of socially responsible investment (SRI) funds, sistem
rating investasi seperti the Dow Jones Sustainability Index dan kebijakan
yang mengharuskan pengungkapan investasi.
3. Tekanan pengendalian regulasi, sebagai contoh the RoHS Directive, a
European Union regulation yang secara langsung digunakan pada subtansi
hazardous tertentu dalam peralatan listrik dan elektrik yang dijual di
Eropa.
4. Tekanan pajak lingkungan, sebagai contoh, pemerintah mengenakan pajak
terkait lingkungan seperti pajak karbon, pajak penggunaan energi, pajak
tanah, dan pembayaran emisi lainnya.
5. Tekanan cap dan perdagangan, seperti cap emisi dan aspek perdagangan
dari Protokol Kyoto.
Pada dasarnya, lingkungan, baik itu udara (armosfer), air (hidrosfer), tanah
(litosfer), maupun organisme (biosfer), merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Sebagai contohnya, suatu kejadian pada lingkungan tanah dapat
berdampak pada lingkungan air, dan begitu seterusnya hingga membentuk suatu
siklus. Elemen-elemen lingkungan tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak
karena merupakan suatu kesatuan ekosistem (Soemirat, 2011).
Manusia sebagai salah satu faktor yang berperan penting dalam
lingkungan, mengambil peran yang signifikan bagi keberlanjutan lingkungan.
Bagaimanapun juga, manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan untuk setiap
kegiatan yang dilakukannya. Perkermbangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang diprakarsai oleh manusia menciptakan hubungan yang semakin serius antara
manusia dengan lingkungan. Suatu pola hubungan timbal balik antara
pembangunan yang dilakukan oleh manusia dengan lingkungan dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 berikut (Soemirat, 2011).
14
Universitas Bakrie
Gambar 2.2 Hubungan Timbal Balik Lingkungan dan Pembangunan
Sumber: Soemirat, J. (2011). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pemerintah Indonesia juga mempunyai berbagai program lingkungan yang
dirancang untuk dapat mengakomodasi keperluan di masa mendatang. Program-
program yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, serta dikoordinasikan oleh
Bapedal meliputi (Ikhsan, 2009):
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
2. Program Kali Bersih (PROKASIH)
3. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
4. ADIPURA
5. Produksi Bersih (PRODUKSIH)
6. Program Penilaian Kinerja Lingkungan (PROPER)
7. Pengembangan Audit Lingkungan
8. Pengendalian Dampak Skala Kecil
9. Pengendalian Kerusakan Lingkungan
10. Pengendalian Pencemaran Kerja
11. Pengendalian Pencemaran Laut dan Pesisir
12. Pembinaan Laboratorium Lingkungan
15
ManusiaFloraFauna
Teknologi
Limbah
Barang
Jasa
Limbah
Kesejahteraan Masyarakat
dan Keseimbangan
Lingkungan
Universitas Bakrie
13. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan di Bidang Pengendalian
Dampak Lingkungan
14. Ekolabel
15. Sistem Informasi Bapedal
16. Pengembangan Instrumen-Instrumen Ekonomi
2.1.2.1 Lingkungan Udara (Atmosfer)
Atmosfer adalah lingkungan udara, yakni udara yang melingkupi planet
Bumi ini, dan mempunyai mempunyai komposisi yang didominasi oleh nitrogen
(N2) dan oksigen (O2) serta beberapa kandungan gas lain dalam komposisi yang
lebih sedikit, seperti air (H2O) dan karbondioksida (CO2) (Soemirat, 2011;
Ahrens, 2009). Atmosfer memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup
manusia karena di dalamnya terdapat gas oksigen yang digunakan untuk bernapas.
Karena atmosfer ini adalah udara, maka manusia tidak dapat melihat gas, namun
bisa merasakan gerakan udara dalam bentuk angin (Ahrens, 2009).
Struktur komposisi gas yang membentuk atmosfer, khususnya yang dekat
dengan permukaan Bumi dapat dilihat dari Tabel 2.2 berikut ini (Ahrens, 2009).
16
Universitas Bakrie
17
Universitas Bakrie
2.1.2.1.1 Kerusakan Lingkungan Udara
Sebagai lingkungan yang berinteraksi langsung dengan kegiatan manusia,
atmosfer sangat rentan terhadap pencemaran yang dilakukan oleh manusia.
Sebagai salah satu contohnya, saat ini lapizan ozon (lapizan yang mengabsorbsi
sebagian sinar ultraviolet dan secara tidak langsung mengubahnya menjadi panas;
lapisan ozon merupakan lapisan udara yang berada pada lapisan stratosfer, satu
lapisan di atas lapisan troposfer, dan di bawah mesosfer dan termosfer) di
Antartika telah menipis sebesar 90%. Penipisan yang signifikan ini diperkirakan
mempunyai luas sebesar daratan Amerika Serikat, dan dikenal dengan lubang
ozon (ozone hole). Dengan demikian, jumlah sinar ultraviolet yang sampai ke
permukaan Bumi menjadi semakin banyak (Rowland, 1987, dalam Soemirat,
2011).
Penyebab utama penipisan pada lapisan ozon ini adalah Chloro-Fluoro-
Carbon (CFC) yang sintetis. CFC mulai diproduksi pada tahun 1920 dan
digunakan oleh sektor industri sejak tahun 1930. Beberapa jenis CFC yang sering
digunakan adalah sebagai berikut (Soemirat, 2011):
1. CFC12 banyak digunakana sebagai zat pendingin lemari es dan pendingin
ruangan (air conditioner).
2. CFC11 yang dipakai dalam proses busa pada pembuatan karet busa, baik
yang lunak maupun yang keras.
3. CFC13 yang digunakan sebagai pembersih peralatan elektronik karena
kemampuannya untuk memasuki celah-celah yang kecil dan melarutkan
minyak.
4. Kombinasi CFC11 dan CFC12 yang digunakan dalam aerosol.
Selain itu, terdapat pula beberapa zat kimia yang menjadi pencemar udara.
Beberapa zat itu antara lain (Soemirat 2011): sulfur dioksida (SO2) yang
bersumber dari gunung api, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi
sulfat secara biologis; nitrogen oksida (N2O) yang berasal dari proses
pembakaran, khususnya pembakaran pada kendaraan bermotor; karbon
monoksida (CO) yang berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau oleh pembakaran di bawah temperatur dan
tekanan tinggi seperti yang terjadi dalam mesin (internal combustion engine);
18
Universitas Bakrie
hidrogen sulfida (H2S) yang berasal dari gunung berapi dan dekomposisi zat
organik; hidrokarbon yang berasal dari hampir setiap kegiatan serta proses alami
yang dilakukan oleh manusia. Selain itu terdapat pula partikulat, jelaga,
mikroorganisme, dan kebisingan yang sama-sama mampu mengurangi kualitas
udara.
Beberapa bencana pencemaran udara yang terkenal di dunia antara lain
dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Bencana Udara Terkenal di Dunia
Lokasi Sumber/Jenis Pencemar
Jumlah Penderita/Kematia
n
Kelainan
Meuse Valley, Belgia, 1930
Industri baja, dll/ SO2, F, Oksida
6000/60 Peradangan jaringan paru-paru
Yokohama, Jepang, 1946
Industri, pemanas rumah
Tidak diketahui Asthma, Emphysema
Donora, USA, 1949
Logam, debu industri baja, dll/ SO2, sulfat
5910/20 Kelainan jaringan paru-paru
London, Inggris, 1952
Industri, pemanas rumah
Tidak diketahui/4000 Kelainan jaringan paru-paru
New York, USA, 1953
Industri, kendaraan bermotor, pemanas rumah
Morbiditas naik/165 Kelainan paru-paru dan jantung
Poza Rica, Mexico, 1950
Kilang minyak 320/22 Kelainan paru-paru, susunan saraf pusat
New Orleans, USA, 1955
Industri gandum 200 per hari/2 Asthma
Sumber: Purdom, (1971), Setrn, (1977), dan Soemirat (2011) dalam Soemirat (2011)
2.1.2.1.2 Pengelolaan Lingkungan Udara
Setiap ada pembicaraan mengenai kebersihan kualitas udara maupun
pencemaran udara, terdapat tiga kelompok manusia, yaitu, (i) mereka yang selalu
menginginkan udara bersih, (ii) mereka yang ingin memanfaatkan udara dengan
kapasitas membersihkan dirinya (self purification process), sebagai tempat untuk
19
Universitas Bakrie
membuang segala sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam atmosfer, sampai
terjadi efek buruk yang nyata, (iii) dan mereka yang baru saja mengerti tentang
baik-buruknya kedua pendapat di atas (masyarakat luas). Oleh karena itu,
diperlukan suatu kesepakan bersama dalam melakukan pengelolaan udara
(Soemirat, 2011).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dikenal sebagai peraturan
mengenai pengelolaan lingkungan secara umum. Terkait dengan udara, Lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 memberikan
standar khusus untuk beberapa parameter zat kimia tertentu. Standar tersebut
dikenal dengan istilah baku mutu udara. Dengan diberlakukannya baku mutu ini,
maka berarti bahwa unsur-unsur yang melebihi standar akan disebut tercemar, dan
bukan lagi terkotori, sehingga tidak akan terjadi lagi gangguan kesehatan terhadap
manusia, hewan, dan tumbuhan karena kadar berbagai zat yang tidak terlampaui
(Soemirat, 2011).
Selain itu, sarana dan prasarana juga diperlukan sebagai fasilitas untuk
dapat mengendalikan kualitas udara, termasuk pula alat-alat pembersih gas buang.
Alat-alat pembersih gas buang sekarang sudah banyak tersedia, antara lain filter,
electrostatic precipitator, cyclones, kolektor mekanis, scrubbers, adsorbers,
pembakar atau after burner, dan lainnya (Soemirat, 2011).
2.1.2.2 Lingkungan Air (Hidrosfer)
Sebesar 71% dari permukaan Bumi adalah air, dengan komposisi lautan
97,2%, es dan gletser 2,1%, air tanah 0,61%, air permukaan 0,009%, pelembab
tanah 0,005%, air di atmosfer 0,001% (Mannahan, 1972, dalam Soemirat, 2011;
Fetter, 1994, dalam Kusumayudha, 2008). Air merupakan bagian terbesar di
permukaan Bumi dan menjadi komponen penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Kehilangan 15% kadar air dalam tubuh saja dapat mengakibatkan
kematian (Soemirat, 2011). Oleh karena itu, air merupakan sumber daya yang
harus dikelola dengan baik dan hati-hati.
Air di permukaan Bumi bukanlah suatu sistem yang statis. Air mengalami
proses yang berkelanjutan karena sifat air yang mampu menjadi padat dan gas. Di
dalam hidrologi (ilmu yang mempelajari tentang air), siklus ini dinamakan siklus
20
Universitas Bakrie
hidrologi (Williams, 2004). Siklus hidrologi dapat dilihat dalam Gambar 2.3
sebagai berikut (Sungkowo, 2007):
Gambar 2.3 Siklus Hidrologi
Sumber: Sungkowo, A. (2007). Dinamika Bumi. Pembekalan Olimpiade Sains Nasional:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang betul-betul dikonsumsi
oleh manusia hanya sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air
minum/bersih. Sebagian besar air digunakan sebagai media, misalnya penyediaan
air bersih ini sebagian besar akan kembali ke alam sebagai air bekas cucian, bekas
membersihkan rumah, bekas membuang kotoran, bekas mandi, dan lainnya. Jadi,
air sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan juga kesehatan manusia. Di
samping itu, pemanfaatan air untuk kegiatan lain justru lebih besar daripada
konsumsi. Bahkan, orang lebih mementingkan air untuk keperluan irigasi
daripada untuk air minum, terutama di daerah pedesaan (Soemirat, 2011).
2.1.2.2.1 Kerusakan Lingkungan Air
Ada beberapa hal yang dapat merusak lingkungan air antara lain: zat
pengikat oksigen, pupuk tanaman, material tersuspensi, zat kimia penyebab
21
Universitas Bakrie
masalah khusus, dan panas (Soemirat, 2011). Zat pengikat oksigen biasanya
adalah zat kimia organik yang banyak digunakan oleh mikroorganisme sebagai
bahan makanannya. Kualitas air akan terganggu oleh zat pengikat oksigen ini
apabila transfer oksigen dari udara ke air berjalan dengan lambat daripada
penggunaannya karena adanya proses biokimia yang dilakukan oleh zat pengikat
oksigen.
Pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk dengan kandungan
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pupuk yang biasanya digunakan di
daerah pertanian ini tidak semuanya terpakai dan sebagian akan terbuang ke
perairan, baik lewat saluran irigasi, keluaran, maupun melalui permukaan air
secara langsung. Karena kandungan pupuk ini juga bermanfaat bagi tanaman air,
maka tanaman air juga akan mendapatkan nutrisi bagi pertumbuhannya. Hal ini
mengakibatkan pertumbuhan tanaman air yang cepat, sehingga menutup
permukaan air dari terpaan sinar matahari dan transfer oksigen dari udara.
Material tersuspensi adalah materi yang mempunyai ukuran lebih besar
daripada molekul/ion yang terlarut. Material tersuspensi ini mempunyai efek yang
tidak bagus bagi kualitas air. Material tersuspensi akan membuat air menjadi
keruh, sehingga mikroorganisme di dalam air kurang mendapatkan asupan cahaya
dan oksigen. Padahal, mikroorganisme ini berperan penting dalam ekosistem
perairan. Material tersuspensi juga dapat menggumpal dan mengendap sehingga
menyebabkan terganggunya saluran air.
Panas merupakan contoh pengotoran air oleh zat fisik. Buangan panas
terutama dikeluarkan oleh industri besar, yang menggunakan energi panas untuk
mesin-mesin dan setiap proses yang dilakukan. Panas yang dibuang ke lingkungan
air tentu akan memengaruhi kualitas perairan tersebut. Keseimbangan eskosistem
yang ada dalam lingkungan air bisa saja terganggu karena temperatur yang
meningkat dari batas ideal.
2.1.2.2.2 Pengelolaan Lingkungan Air
Pengelolaan lingkungan air harus dilakukan dengan mengelola
pemanfaatan sumber daya air secara integratif. Tiga aspek yang harus
diperhatikan adalah (i) penghematan dan konservasi, (ii) minimalisasi pengotoran
22
Universitas Bakrie
dan pencemaran, dan (iii) maksimalisasi daur ulang dan pemanfaatan kembali. Di
samping itu, pengelolaan lingkungan air juga harus senantiasa memerhatikan tiga
standar yang dikenal dalam lingkungan air, yakni standar desain, standar kinerja,
dan standar prosedural (Soemirat, 2011; Sawyer dan McCarty, 1978)
Air buangan juga menjadi bahasan panting dalam pengelolaan lingkungan
air. Berbagai cara pengolahan air buangan dapat diterapkan berdasarkan
kualitasnya. Pada umumnya, pengolahan air buangan dilakukan secara bertahap,
seperti dikutip dalam Soemirat (2011):
1. Pengolahan awal atau preliminary treatment adalah pengolahan yang
dilakukan untuk mencegah komplikasi pengolahan selanjutnya, dan untuk
mengurangi kegiatan pemeliharaan peralatan.
2. Pengolahan primer ialah pengolahan untuk menghilangkan semua benda
terapung dan sebagian besar benda tersuspensi.
3. Pengolahan sekunder ialah pengolahan biologis seperti pengolahan dengan
lumpur aktif, kolam oksidasi, trickling filter, lagoon storage dan aerasi,
land spreading, dan seterusnya.
4. Apabila pengolahan ini belum cukup, maka dapat dilakukan pengolahan
kimiawi (pengolahan tersier) secara khusus, untuk menghilangkan zat-zat
kimia yang berbahara, zat organik yang persisten, dan seterusnya.
2.1.2.3 Litosfer
Litosfer merupakan bagian dari planet Bumi yang paling luar dengan
ketebalan 65-100 kilometer (Williams, 2004). Lapisan paling atas dari litosfer
merupakan lapisan yang sangat tipis, yakni lapisan tanah. Lapisan tanah ini
mencakup 29% dari permukaan bumi atau sekitar 14.800 juta hektare (Buringh,
1979 dalam Soemirat, 2011).
Tanah merupakan bagian paling tipis dari seluruh lapisan Bumi, namun
pengaruhnya sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Bagaimanapun juga,
manusia dalam melakukan aktivitasnya selalu menginjakkan kaki di tanah.
Lapisan tanah terdiri dari beberapa horizon (Mannahan, 1972 dalam Soemirat,
2011). Horizon paling atas disebut dengan top soil (horizon A), di bawahnya ada
23
Universitas Bakrie
sub soil (horizon B), dan kemudian terdapat horizon C yang terdiri atas pelapukan
batuan, dan di bawahnya lagi ada batu-batuan atau bedrock.
Tanah ini pada umumnya gembur, terdiri atas mineral padat, zat organik
(5%), air dan rongga-rongga udara. Sifat tanah inilah yang memungkinkan adanya
interaksi antara litosfer dengan lingkungan lainnya, yakni air, udara, dan
organisme.
2.1.2.3.1 Kerusakan Lingkungan Tanah
Ancaman utama terhadap kualitas tanah adalah limbah, baik yang
dihasilkan oleh perusahaan, organisasi nirlaba, maupun rumah tangga. Lebih
spesifik lagi, limbah tersebut dalam bentuk sampah. Litosfer digunakan manusia
sebagai tempat pembuangan limbah padat atau sampah yang bersifat padat.
Padahal di dalamnya bisa saja terdapat sampah yang berbahaya (Soemirat, 2011).
Sampah yang berbahaya adalah sampah yang karena jumlahnya, atau
konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika, dan mikrobiologinya dapat:
meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna, atau menyebabkan
penyakit yang tidak reversibel ataupun sakit berat yang pulih/reversibel, atau;
berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang
terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditranspor, disimpan,
dan dibuang dengan baik (The Resource Conservation and Recovery Act, 1978
dalam Soemirat, 2011).
Adanya limbah beracun dan berbaya juga dapat mengganggu ekosistem
lingkungan tanah. Lebih parahnya lagi, apabila terdapat sampah yang tidak
dikelola dengan baik, maka terjadi kemungkinan adanya penumpukan zat
anorganik di dalam tanah. Hal ini tentu berakibat pada kesehatan manusia, dan
keberlangsungan generasi manusia, selain tatanan lingkungan lainnya (Soemirat,
2011).
2.1.2.3.2 Pengelolaan Lingkungan Tanah
Khusus pada penanganan sampah, teknik pembuangan sampah dapat
dilihat dari asal pembuangan sampah hingga sampah tersebut berakhir di tempat
pembuangan akhir. Usaha pertama adalah pemilahan, mengurangi sampah pada
24
Universitas Bakrie
sumbernya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan melakukan beberapa
hal sebagai berikut (Soemirat, 2011):
1. Meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat
menjadi sampah.
2. Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku.
3. Meningkatkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alami,
misalnya pembungkus plastik diganti dengan pembungkus kertas.
Untuk selanjutnya, sampah ditransfer ke tempat pembuangan sampah
sementara dengan media transportasi yang memadai dan sesuai lingkungan.
Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah terlebih dahulu, sesuai dengan
kualitas masing-masing sampah. Pada pembuangan akhir terdapat dua teknik,
yakni landfarming dan landfilling. Landfarming dilakukan dengan cara
composting secara anaerobik di dalam tanah sehingga tanah bisa menjadi subur.
Pada landfilling, tanah digunakan sebagai tempat pembuangan akhir tanpa adanya
pemanfaatan kembali.
Pada pertemuan yang membahas persampahan antara berbagai organisasi
internasional, yakni International Reference Center for Waste Disposal (IRCWD),
World Bank Regional Water and Sanitation Group of East Asia and the Pacific
(RWSGEAP), WHO-Western Pacific Regional Center (WHO-PEPAS)
menghasilkan tiga pokok penting yang harus diperhatikan di masa mendatang,
yakni:
1. Pengumpulan sampah dari masyarakat.
2. Composting yang terdesentralisasi.
3. Pembuatan pedoman yang realistis dan aman untuk pembuangan sampah
kota
2.1.2.4 Biosfer
Biosfer merupakan lingkungan yang terdiri dari kelompok flora dan fauna,
terkecuali manusia (Soemirat, 2011). Dalam biosfer ini terdapat hukum
termodinamika atau hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa
energi itu tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan, akan tetapi hanya berubah
dari satu bentuk ke bentuk yang lain (konversi energi); dan bahwa tidak ada
25
Universitas Bakrie
konversi energi yang sempurna/100% (Coventry, 1975; Berry, 1974 dalam
Soemirat, 2011). Hukum ini berlaku pula pada rantai makanan, yang mana
manusia sebagai konsumen puncak dalam rantai makanan tersebut.
Peran biosfer sangat penting bagi manusia, terutama sebagai sumber
pangan (sumber energi). Kekurangan sumber pangan dapat mengakibatkan gizi
buruk dan kelaparan, dan tentunya akan mengancam keberlangsungan kehidupan
manusia itu sendiri. Bahkan, makanan yang tercukupi pun masih dapat
menyebabkan penyakit karena tidak higienis (Soemirat, 2011).
Pada dasarnya kerusakan yang terjadi pada ruang lingkup biosfer berkaitan
erat dengan kerusakan yang terjadi pada ruang lingkup atmosfer, hidrosfer, dan
litosfer. Hal ini dikarenakan flora dan fauna sebagai faktor utama pembentuk
biosfer hidup dalam tiga ranah lingkungan itu (Soemirat, 2011).
Untuk pengelolaan biosfer sendiri juga sama halnya seperti pengelolaan
lingkungan-lingkungan lainnya. Prinsip yang digunakan adalah model Man and
Biosphere, dengan tekanan pada pemeliharaan, peningkatan, perbaikan dari
biodiversitas di berbagai ekosistem, sesuai dengan konvensi biodiversitas
(Soemirat, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa peran manusia menjadi sangat
penting bagi kualitas lingkungannya.
2.1.3 Akuntansi Lingkungan
2.1.3.1 Definisi dan Batasan Akuntansi
Menurut Wild, Shaw, dan Chiapetta (2011), akuntansi adalah sebuah
sistem informasi dan pengukuran yang di dalamnya terdapat serangkaian proses
identifikasi, pencatatan, dan komunikasi terhadap informasi yang relevan, dapat
diandalkan, dan dapat dibandingkan dalam kegiatan (bisnis) sebuah organisasi.
Mengidentifikasi aktivitas bisnis memerlukan beberapa hal untuk dilakukan,
yakni memilah transaksi dan kejadian yang relevan dari sebuah organisasi.
Pencatatan dilakukan dengan mencatat kegiatan dan transaksi dalam satuan mata
uang untuk kemudian diklasifikasikan dan disarikan ke dalam format yang baku.
Proses komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyusun laporan
keuangan yang dibutuhkan oleh pihak-pihak terkait. Selain itu juga dibutuhkan
serangkaian analisis dan interpretasi atas laporan yang telah dikeluarkan.
26
Universitas Bakrie
Komunikasi yang dilakukan terhadap pelaporan keuangan memiliki
keterkaitan dengan dua pihak berkepentingan, atau istilah lainnya adalah
pengguna (user) dari laporan keuangan tersebut. Oleh sebab itu, pengguna laporan
keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni pengguna eksternal dan
pengguna internal. Pengguna eksternal meliputi investor, kreditor, masyarakat,
pemerintah, auditor eksternal, konsumen, dan pemegang saham. Akuntansi yang
digunakan untuk melakukan pelaporan keuangan kepada pihak eksternal sering
disebut dengan istilah akuntansi keuangan (financial accounting). Pengguna
internal meliputi jajaran manajemen, staf, auditor internal, dan semua yang terkait
dengan operasional bisnis di dalam perusahaan. Akuntansi yang digunakan untuk
melakukan pelaporan keuangan kepada pihak internal sering disebut dengan
istilah akuntansi manajemen (Wild, Shaw, dan Chiapetta, 2011)
Akuntansi sebagai sebuah sistem, Romney dan Steinbart (2009)
mendefinisikan sistem sebagai serangkaian komponen yang saling terhubung dan
saling memengaruhi untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Sebuah sistem
mempunyai subsistem yang berfungsi untuk menjalankan tugasnya masing-
masing, sehingga gabungan dari setiap kinerja subsistem akan memengaruhi
keberhasilan sistem tersebut dalam mencapai tujuan.
Ikhsan (2009) memberikan definisi akuntansi sebagai suatu sistem untuk
menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam
proses pengambilan keputusan bisnis. Dengan demikian, akuntansi merupakan
serangkaian proses di dalam kegiatan bisnis yang bermuara pada laporan
keuangan.
Definisi lain juga dapat dilihat dalam buku A Statement of Basic
Accounting Theory seperti dikutip langsung dari Harahap (2011) berikut ini:
“Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi
sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam
mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.”
American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) juga
memberikan definisi akuntansi seperti dikutip dalam Harahap (2011): “Akuntansi
adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu
27
Universitas Bakrie
dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya
bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya.”
Akuntansi sebagai sebuah proses mempunyai arti bahwa proses yang
terjadi meliputi pengolahan data sejak terjadinya transaksi hingga informasi
dilaporkan. Data yang diperoleh dari kegiatan transaksi kemudian dimasukkan ke
dalam proses pengolahan data untuk mendapatkan output berupa informasi.
Informasi inilah yang nantinya akan dilaporkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan (Harahap, 2011). Kegiatan yang dilalaui dalam proses akuntansi
adalah dapat dilihat dalam Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.4 Elemen Pengolahan Data
Sumber: Howard F. Stettler Auditing Principples, Prentice Hall 1978 hlm. 47 seperti dikutip
oleh Harahap (2011).
2.1.3.2 Konsep Akuntansi Lingkungan
Ikhsan (2009) menyatakan bahwa akuntansi lingkungan merupakan istilah
yang mempunyai rentang batasan yang luas, sehingga dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Penilaian dan pengungkapan aspek lingkungan terkait dengan informasi
keuangan dalam konteks akuntansi keuangan dan pelaporannya.
28
Informasi dilaporkan
Catatan diklasifikasikan
Catatan transaksi secara kronologis
Transaksi dicatat (manual/mekanis EDP)
Transaksi dilaksanakan
Transaksi disetujui (tertulis maupun lisan)
Universitas Bakrie
2. Penilaian dan penggunaan lingkungan terkait dengan informasi fisik dan
keuangan dalam konteks akuntansi manajemen lingkungan.
3. Estimasi atau dampak eksternal lingkungan dan biaya-biaya, atau sering
mengacu pada konsep Full Cost Accounting (FCA).
Pada dasarnya, penjelasan mengenai akuntansi lingkungan harus
mengikuti beberapa faktor yang berkaitan dengan penilaian aspek lingkungan
untuk pelaporan keuangan. Beberapa faktor tersebut antara lain (Ikhsan, 2009):
1. Biaya konservasi lingkungan, yang diukur dengan menggunakan nilai
satuan mata uang.
2. Keuntungan konservasi lingkungan, yang diukur dengan menggunakan
unit fisik.
3. Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan, yang diukur
menggunakan nilai satuan mata uang.
Martusa (2009) memberikan gambaran mengenai akuntansi lingkungan
sebagai sarana untuk melaporkan operasional suatu lembaga, baik negara, kota,
perusahaan, maupun organisasi yang dikaitkan dengan lingkungan. Tujuan
diterapkannya akuntansi lingkungan adalah untuk memberikan informasi terkait
dengan kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan
kinerja lingkungan ini menjadi penting karena adanya teori stakeholder yang
menyatakan bahwa perusahaan sebagai entitas bisnis juga memiliki tanggung
jawab terhadap lingkungan. Apabila kinerja lingkungan perusahaan tidak
diungkapkan, maka dampak yang terjadi adalah adanya boikot dari masyarakat
terhadap perusahaan terkait. Apabila hal ini terjadi, maka perusahaan akan
mengalami kebangkrutan dan tidak memiliki nilai keberlanjutan dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya.
Sementara itu, United States Environmental Protection Agency/US EPA
(2009) memberikan batasan akuntansi lingkungan sebagai berikut:
“Environmental accounting in the context of national income
accounting refers to natural resource accounting, which can entail
statistics about a nation’s or region’s consumption, extent, quality,
and valueof natural resources, both renewable and non-renewable.
Environmental accounting in the context of financial accounting
29
Universitas Bakrie
usually refers to preparation of financial reports for external
audiencies using Generally Accepted Accounting Principles.
Environmental accounting as an aspect of management accounting
serves business managers in making capital investment decisions,
costing determinations, process/product design decisions,
performance evaluations, and a host of other forward-looking
business decisions.”
Akuntansi lingkungan juga sering disebut dengan istilah green accounting,
seperti yang dilakukan oleh Astuti (2012), yang memberikan definisi akuntansi
lingkungan sebagai pengungkapan konsekuensi dari suatu peristiwa yang terkait
dengan lingkungan di dalam laporan keuangan perusahaan. Green accounting
merupakan sarana untuk melaporkan kegiatan lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan di dalam laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk memberikan
informasi kepada pihak-pihak terkait bahwa perusahaan tersebut telah
melaksanakan kegiatan operasionalnya yang sejalan dengan perlindungan
lingkungan.
Ginsberg dan Paul (2004) membuat matriks antara perusahaan dengan
lingkungan hidup. Setiap faktor dalam matriks tersebut mempunyai hubungan
terkait dengan substansi pada segmen green market dan diferensiasi pada tingkat
green yang ditentukan. Matriks dapat dilihat seperti Gambar 2.5 berikut ini:
30
Universitas Bakrie
Gambar 2.5 Matriks Antara Perusahaan dan Kinerja Lingkungan
Sumber: Ginsberg, J.M. dan Paul N.B. (2004). Choosing The Right Green Marketing
Strategy. MIT Sloan Management Review.
Berikut ini adalah penjelasan dari matriks di atas yang dikutip dari Astuti
(2009):
Lean green mencoba menjadi bagian sosial yang baik, akan tetapi mereka
tidak fokus terhadap publikasi pada penciptaan produk yang ramah lingkungan
seperti yang dikehendaki masyarakat. Walaupun demikian, mereka termotivasi
untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi melalui aktivitas yang ramah
lingkungan. Tujuan dilakukannya hal ini semata-mata untuk kepentingan bisnis,
yakni untuk menciptakan persaingan yang kompetitif dalam hal produk yang
berasal dari biaya yang rendah (low-cost). Mereka melakukan peningkatan
efisiensi melalui aktivitas lingkungan bukan karena tujuan untuk kelestarian
lingkungan.
Defensive green menggunakan aspek lingkungan sebagai bahan pemasaran
mereka, sehingga mereka seringkali diasosiasikan dengan green marketing. Green
marketing tersebut seringkali digunakan sebagai upaya preventif atau respon
terhadap krisis yang muncul dari perusahaan kompetitor. Mereka berusaha untuk
selalu meningkatkan image perusahaan dengan promosi yang mengunggulkan
lingkungan. Akan tetapi, terkadang langkah-langkah yang mereka lakukan hanya
bersifat sporadis dan temporer, karena motif untuk melakukannya hanyalah untuk
31
Universitas Bakrie
kepentingan kompetisi bisnis dengan perusahaan pesaing. Mereka menyadari
bahwa industri ramah lingkungan merupakan lahan yang sangat potensial. Mereka
juga memiliki berbagai program yang mengarah pada konservasi lingkungan,
sehingga mereka akan memiliki argumen ketika dikritik oleh aktivis lingkungan
maupun perusahaan pesaing.
Shaded green menyadari bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor
dalam kesatuan kegiatan bisnis. Mereka mempunyai pemikiran bahwa lingkungan
merupakan kesempatan yang baik bagi perusahaan untuk mengembangkan
inisiatif kebutuhan-kebutuhan produk dan teknologi yang dihasilkan dalam proses
yang mengutamakan persaingan yang menguntungkan. Mereka mempunyai
kemampuan untuk membedakan diri mereka dengan perusahaan lain, akan tetapi
mereka memilih untuk tidak melakukannya karena mereka masih fokus pada
pencarian profit daripada isu-isu lingkungan. Shaded greens pada prinsipnya
melakuka promosi secara langsung kelebihan yang dapat dihitung berkaitan
dengan produk mereka dan menjual produk melalui saluran penjualan yang utama.
Keuntungan dari produk yang berkenaan dengan produk ramah lingkungan hanya
dipromosikan sebagai faktor pendukung saja.
Extreme green mempunyai paradigma bahwa lingkungan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam suatu kegiatan bisnis. Oleh sebab itu,
mereka akan senantiasa memasukkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan
operasional yang dilakukan. Mereka menyadari bahwa produk dan kegiatan yang
mengacu pada kelestarian akan mendatangkan keuntungan, baik dalam bentuk
materi finansial maupun non-finansial. Praktik yang terjadi tersebut mencakup
pendekatan penentuan harga, pengelolaan lingkungan yang berbasis pada TQM
dan tentang pengelolaan untuk masalah lingkungan.
Menurut Suartana (2009), akuntansi lingkungan merupakan sebuah
kegiatan klasifikasi pembiayaan yang dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan
konservasi lingkungan, yang kemudian diungkapkan dalam pos-pos lingkungan.
Akuntansi lingkungan juga bisa dianalogikan sebagai kerangka kerja pengukuran
kuantitatif atas biaya yang telah dikeluarkan terhadap pelestarian lingkungan.
Menurut Lindrianasari (2007) dalam Suartana (2009), konservasi lingkungan yang
32
Universitas Bakrie
dilakukan oleh perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1. Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan
makhluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara,
polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk, dan lain
sebagainya.
2. Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh seperti
pemansan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran laut.
3. Konservasi terhadap sumber daya (termasuk air). Konservasi ini dapat
dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat
mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi
perusahaan, dan penggunaan material dari hasil daur ulang.
Menurut Sahid dalam Yuliusman (2008) dalam Debora dan Ismail (2011),
terdapat beberapa pengertian akuntansi lingkungan karena ada beberapa ilmuwan
yang memberikan pengertian dalam arti luas maupun sempit. Secara umum atau
pengertian secara luas, istilah lingkungan yang digunakan dalam akuntansi
lingkungan meliputi proses-proses sebagai berikut:
1. Mengenali, mencari dan kemudian mengurangi efek-efek lingkungan
negatif dari pelaksanaan praktik laporan yang konvensional.
2. Mengenali secara terpisah biaya-biaya dan penghasilan yang berhubungan
dengan lingkungan dalam sistem laporan yang konvensional.
3. Mengambil langkah-langkah aktif untuk menyusun inisiatif-inisiatif untuk
memperbaiki efek-efek lingkungan yang timbul dari praktik-praktik
laporan konvensional.
4. Merencanakan bentuk-bentuk baru sistem laporan finansial dan non-
finansial, sistem informasi, dan sistem pengawasan untuk lebih
mendukung keputusan manajemen yang secara lingkungan tidak
berbahaya.
5. Mengembangkan bentuk-bentuk baru dalam betuk kinerja, pelaporan, dan
penilaian untuk tujuan internal dan eksternal.
6. Mengenali, menguji, mencari, dan memperbaiki area-area yang mencakup
kriteria finansial konvensional dan kriteria lingkungan bertentangan.
33
Universitas Bakrie
7. Mencoba cara-cara agar sistem keberlanjutan dapat dinilai dan
digabungkan menjadi kebiasaan yang berhubungan dengan organisasi.
Akuntansi lingkungan sendiri juga memiliki maksud dan tujuan,
sebagaimana dinyatakan oleh Pramanik et.al. dalam Sadjiarto (2011) dalam
Debora dan Ismail (2011) sebagai berikut:
1. Mendorong pertanggungjawaban entitas dan meningkatkan
transparansi lingkungan.
2. Membantu entitas dalam menetapkan strategi untuk menanggapi isu
lingkungan hidup dalam konteks hubungan entitas dengan masyarakat
dan terlebih dengan kelompok-kelompok penggiat (activist) atau
penekan (pressure group) terkairt isu lingkungan.
3. Memberikan citra yang lebih positif sehingga entitas dapat
memperoleh dana dari kelompok dan individu ‘hijau’, seiring dengan
tuntutan etis dari investor yang semakin meningkat.
4. Mendorong konsumen untuk membeli produk hijau dan dengan
demikian membuat entitas memiliki keunggulan pemasaran yang lebih
kompetitif dibandingkan dengan entitas yang tidak melakukan
pengungkapan.
5. Menunjukkan komitmen entitas terhadap usaha perbaikan lingkungan
hidup.
6. Mencegah opini negatif publik mengingat perusahaan yang berusaha
pada area yang berisiko tidak ramah lingkungan pada umumnya akan
menerima tentangan dari masyarakat.
Socio economic accounting (SEA) merupakan istilah lain yang juga sering
digunakan untuk menjelaskan akuntansi lingkungan. Pada akuntansi
konvensional, yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran
yang berkaitan dengan kegiatan transaksi dengan pelanggan, lembaga, atau
organisasi lain (reciprocal transaction). Namun pada akuntansi lingkungan, aspek
sosial lingkungan dan dampak (externalities) juga merupakan fokus utama
perusahaan (Harahap, 2011).
Ahmed Belkaoui dalam Harahap (2011) menyatakan socio economic
accounting sebagai berikut:
34
Universitas Bakrie
SEA timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini
menyangkut pengaturan, pengukuran analisis, dan pengungkapan
pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan pemerintah dan
perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan
makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan
mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup
social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam
pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap
lingkungannya, mencakup financial dan managerial accounting,
serta social auditing.
Walaupun demikian, socio economic accounting tidaklah sama dengan
social accounting, yakni pengukuran mengenai bagaimana efisiensi suatu sistem
ekonomi berfungsi dan memberikan data periodik yang menyangkut indikasi
posisi suatu negara menyangkut ukuran externalities itu. Socio economic
accounting mempunyai ranah yang lebih luas karena meliputi juga lingkungan
(Harahap, 2011).
2.1.3.3 Pengukuran dalam Akuntansi Lingkungan
Pengukuran dalam akuntansi lingkungan merupakan bahasan yang
tergolong rumit. Hal ini disebabkan karena pengukuran dilakukan pada objek
yang memiliki dampak positif dan dampak negatif, yang mana transaksinya
bersifat uncomplete cycle, non-reciprocal, dan belum memengaruhi posisi
keuangan perusahaan. Tentu hal ini berbeda dengan akuntansi konvensional yang
dilakukan pengukuran jika suatu transaksi sudah memengaruhi posisi keuangan
perusahaan (Harahap, 2011).
Midwest Research Insitute (MRI) (Belkaoui, 1985 dalam Harahap, 2011)
melakukan studi mengenai keterkaitan polusi udara dengan bahan, lingkungan,
dan makhluk hidup yang terkena polusi. Kerugian ekonomis yang ditimbulkan
dapat diukur menggunakan rumus berikut:
Q = P x N x F x R
35
Universitas Bakrie
dengan keterangan:
Q : kerugian akibat polusi
P : produksi dalam dolar
N : umur ekonomis dari suatu bahan yang dinilai berdasarkan
penggunaannya
F : faktor rata-rata tertimbang sebagai persentase bahan yang menimbulkan
polusi udara
R : faktor tenaga kerja yang menggambarkan nilai bahan yang dipakai dan
nilai yang masih ada
Sedangkan kerugian yang terjadi pada tanah akibat adanya polusi dapat
dihitung menggunakan rumus:
L = Q x V
dengan keterangan:
L : kerusakan lahan
Q : nilai bahan yang menyebabkan polusi sebagaimana rumus di atas
V : nilai interaksi tanah per tahun
Pengukuran dalam akuntansi lingkungan ini masih menjadi bahan
penelitian para ahli karena kerumitannya, dan hubungannya yang erat dengan
disiplin ilmu lain. Namun demikian, informasi yang akan dilaporkan dalam socio
economic reporting dilakukan dengan berbagai metode pengukuran sebagai
berikut (Harahap, 2011):
1. Menggunakan penelitian yang menggunakan opportunity cost approach,
yakni pengukuran berdasarkan dampak nyata yang dapat diukur secara
fisik.
2. Menggunakan kuesioner, survai, wawancara, dan sebagainya kepada
masyarakat yang diindikasi terkena dampak lingkungan perusahaan.
3. Menggunakan hubungan antara kerugian massal dan permintaan untuk
barang perorangan dalam menghitung jumlah kerugian masyarakat.
4. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga.
36
Universitas Bakrie
Sebagai contoh, berikut ini terdapat metode pengukuran yang digunakan
untuk menaksir keuntungan dari suatu kawasan rekreasi (Calawsen dan Knetsch
dalam Belkaoui, 1985 dalam Harahap, 2011):
1. Metode harga maksimum (maximum price method), yakni
penaksiran dari seluruh jumlah yang dibayarkan oleh pengunjung.
2. Metode pengeluaran kotor (gross expenditure method), yakni
penaksiran dari keseluruhan jumlah yang dibelanjakan oleh
pengunjung selama melakukan rekreasi.
3. Harga pasar ikan (market value of fish method), yakni penaksiran
dilakukan dari harga ikan yang ditangkap oleh pengunjung selama
rekreasi.
4. Metode harga pokok (cost method), yakni penaksiran yang
dilakukan dengan dengan menyamakan keuntungan yang diperoleh
dari suatu kawasan rekreasi dengan harga pokok pembangunannya.
5. Metode harga pasar (market value method), yakni penaksiran yang
menggunakan harga pasar atau harga yang dibebankan di daerah
rekreasi lainnya.
6. Metode wawancara langsung (direct interview method), yakni
memberikan pertanyaan secara langsung kepada para pengunjung,
berapa mereka bersedia membayar karena mengunjungi daerah
rekreasi itu.
2.1.3.4 Pelaporan dalam Akuntansi Lingkungan
Terdapat beberapa teknik pelaporan akuntansi lingkungan, seperti
diungkapkan oleh Diller (1970) dalam Harahap (2011) berikut ini:
1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan
tahunan maupun bentuk laporan lainnya.
2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial
statements).
3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan
(akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan
sebagainya.
37
Universitas Bakrie
2.1.4 Investasi
Definisi investasi adalah konsumsi yang ditunda sementara waktu dan
akan dikonsumsi lebih besar di masa mendatang. Hal tersebut berarti satu pihak
baik perorangan maupun lembaga akan menunda konsumsinya dan membeli
instrumen investasi, kemudian menjual instrumen investasi dengan adanya
tambahan dalam bentuk materi finansial yang dikenal dengan tingkat bunga
ataupun capital gain (Manurung, 2006).
Salah satu latar belakang dilakukannya investasi adalah karena adanya
inflasi yang di masa mendatang akan menaikkan harga, baik barang maupun jasa.
Dengan adanya inflasi tersebut, maka nilai mata uang di masa kini tidak akan
sama dengan nilai uang di masa mendatang, atau biasa disebut dengan istilah time
value of money. Kenaikan harga yang disebabkan oleh adanya inflasi tersebut juga
memunculkan adanya ketidakmampuan untuk mengendalikan tingkat daya beli di
masa mendatang (Manurung, 2006).
Selain itu, ketidakpastian di masa mendatang juga merupakan salah satu
faktor yang memengaruhi adanya investasi. Dalam hal ini, investasi digunakan
untuk mengantisipasi ketidakpastian pendapatan di masa mendatang. Dana hasil
investasi dapat digunakan apabila suatu saat pendapatan di masa mendatang tidak
sesuai dengan harapan. Akibatnya, harus dibuat persiapan dengan melakukan
investasi agar pengeluaran yang lebih besar di masa mendatang dapat
diakomodasi (Manurung, 2006).
Investasi juga didefinisikan sebagai keputusan untuk mengeluarkan dana
pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan
sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel, dan
sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di
masa yang akan datang (Haming dan Basalamah, 2003). Gitman (2000) dalam
Haming dan Basalamah (2003) mengartikan investasi sebagai komitmen untuk
mengeluarkan dana sejumlah tertentu pada saat sekarang yang diharapkan akan
menerima manfaat yang lebih besar di masa yang akan datang. Lebih lanjut,
Fitzgerald (1978) dalam Haming dan Basalamah (2003) menyatakan bahwa
investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber
dana yang digunakan untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan
38
Universitas Bakrie
dengan barang modal itu akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan
datang. Van Horne (1981) dan J.J. Clark, dkk (1979) dalam Haming dan
Basalamah (2003) menjelaskan bahwa investasi adalah kegiatan yang
memanfaatkan pengeluaran kas pada saat sekarang untuk mengadakan barang
modal guna menghasilkan penerimaan yang lebih besar di masa yang akan datang
untuk dua tahun atau lebih.
Dalam literatur lainnya, Gitman dan Joehnk (2008) mendefinisikan
investasi sebagai “simply any vehicle into which funds can be placed with the
expectation that it will generate positive income and/or preserve or increase its
value”. Imbal balik yang didapatkan dari investasi dapat diperoleh dalam dua
bentuk, yakni pendapatan kini (current income) dan kenaikan nilai (increased
value). Uang yang ditanamkan di dalam tabungan bank akan mempunyai imbal
balik dalam bentuk current income yang didapatkan dari adanya bunga setiap
periode. Sedangkan uang yang diinvestasikan dalam bentuk saham akan memiliki
imbal balik dalam bentuk increased value, dari waktu saham dibeli hingga saham
dijual (Gitman dan Joehnk, 2008).
Suatu kegiatan investasi akan melibatkan dua pihak, yakni supplier
sebagai pihak yang memiliki kelebihan dana, dan demander sebagai pihak yang
membutuhkan dana. Supplier dan demander akan bersama-sama menjalankan
kegiatan investasi dengan financial insitution dan/atau financial market (dalam
hal transaksi properti, pihak supplier dan demander secara langsung melakukan
transaksi antara keduanya tanpa pihak perantara pihak lain). Oleh sebab itu, suatu
kegiatan investasi tidak hanya melibat satu pihak saja, namun juga berbagai pihak
sesuai dengan peran dan kepentingannya masing-masing (Gitman dan Joehnk,
2008).
Financial market merupakan pasar yang di dalamnya terdapat aktivitas
transfer dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.
Financial market mempunyai peran yang sangat penting bagi efisiensi ekonomi di
suatu negara. Oleh karenanya, financial market yang bekerja dengan efektif dan
efisien merupakan kunci keberhasilan perekonomian suatu negara. Financial
institution muncul sebagai pelaku agar mekanisme yang terjadi pada financial
market dapat bekerja (Mishkin, 2012).
39
Universitas Bakrie
2.1.5 Obligasi
2.1.5.1 Definisi dan Batasan Obligasi
Fabozzi (2007) menjelaskan bahwa obligasi merupakan instrumen utang
(debt instrument) yang kemudian menimbulkan kewajiban bagi issuer (atau biasa
disebut debtor atau borrower) untuk membayar lender/investor uang sejumlah
pinjaman pokok ditambah dengan bunga dalam jangka waktu tertentu. Waktu atau
tanggal pada saat dilakukan pembayaran final disebut dengan maturity date.
Sedangkan Rahardjo (2004) memberikan batasan obligasi sebagai bagian
dari instrumen investasi berpendapatan tetap (fixed income), karena jenis
keuntungan yang diberikan kepada investor obligasi didasarkan pada tingkat suku
bunga yang sudah ditentukan sebelumnya dengan penghitungan tertentu. Suku
bunga yang dimaksud bisa dalam bentuk suku bunga tetap (fixed rate) maupun
suku bunga mengambang (floating rate).
Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2013) mengartikan obligasi sebagai salah
bentuk dari interest-bearing notes payable. Hal ini bermaksud bahwa obligasi
merupakan kewajiban yang di dalamnya terdapat kesepakatan antar kedua belah
pihak (lender dan borrower), yakni borrower akan memberikan bunga dengan
suku tingkat suku bunga tertentu kepada lender, di samping pembayaran pokok.
Dalam literatur lain, Johnson (1997) dalam Rahardjo (2004) memberikan
penjelasan obligasi sebagai berikut:
“Bonds are fixed income securities that can be described as long
term debt instruments representing the issuer’s contractual
obligation, or IOU. The buyer of a newly issued coupon bond is
lending money to the issuer who, in turn, aggrees to pay interest on
this loan and repay the principal at a stated maturity date.”
Obligasi sebagai salah satu dari bagian produk sekuritas berpendapatan
tetap (fixed income securities) dikenal sebagai alternatif untuk instrumen
pembiayaan dan/atau investasi yang memberikan pendapatan bagi investor dengan
nilai pendapatan dan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan kedua belah
pihak telah menerima segala keputusan terkait dengan perjanjian jual beli obligasi.
Walaupun termasuk ke dalam instrumen investasi, namun obligasi mempunyai
40
Universitas Bakrie
karakteristik yang berbeda dengan saham. Pada level yang paling prinsipal,
dengan menerbitkan obligasi, pemilik perusahaan secara langsung menerbitkan
surat utang yang mengandung kewajiban untuk memberikan pembayaran
sejumlah suku bunga beserta dengan jumlah pokok pinjaman. Sedangkan pada
penerbitan saham, pemilik perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan pembayaran, namun hanya porsi kepemilikan sahamnya saja yang
bakal mengalami penurunan (Rahardjo, 2004).
Tabel 2.4 berikut ini merupakan perbandingan mengenai perbedaan
karakteristik antara obligasi dan saham.
Tabel 2.4 Perbedaan Karakteristik Obligasi dan Saham
Karakteristik Obligasi Saham
Jenis Jangka pendek dan panjang Jangka panjang
Risiko Relatif kecil Relatif besar dan tidak pasti
Siklus bisnis Stabil Fluktuatif
Jangka waktu Terbatas Tidak terbatas
Biaya modal Suku bunga/kupon Dividen
Instrumen Viariatif/banyak ragam Terbatas
Struktur
biaya
Fixed/floating Persentase laba bersih
Wanprestasi Kreditur ada hak klaim Shareholder mempunyai hak
klaim paling akhir
Hak suara Tidak ada dalam RUPS Berhak dalam RUPS
Pajak Bunga dibayarkan sebagai
pengurangan pajak
Pajak ditetapkan sebelum
dividen dibayarkan
Pailit Kreditur tidak punyai hak
klaim
Hak terakhir atas klaim aset
Sumber: Rahardjo, S. (2004). Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
2.1.5.2 Klasifikasi Obligasi
Pada Tabel 2.6 berikut akan dipaparkan mengenai klasifikasi obligasi berdasarkan
penerbit, suku bunga, kepemilikan, jaminan, pelunasan, penukaran, dan lokasi.
41
Universitas Bakrie
42
Universitas Bakrie
43
Universitas Bakrie
44
Universitas Bakrie
2.1.5.3 Struktur Obligasi
2.1.5.2.1 Prinsipal
Sama halnya seperti dalam penentuan harga, harga suatu obligasi
ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran atas obligasi tersebut. Prinsipal
adalah nilai utang atau jumlah pokok pinjaman (liabilitas) yang harus dibayar
kembali pada saat jatuh tempo serta dipisahkan dari jumlah pendapatan bunga.
Dengan kata lain, prinsipal sering disebut dengan istilah nilai nomial obligasi atau
face value yang tercantum dalam surat obligasi yang diterbitkan (Rahardjo, 2004).
Pengertian prinsipal secara umum adalah sejumlah nilai nominal obligasi
pada saat obligasi tersebut diterbitkan di pasar perdana. Sebagai contoh, PT X
menerbitkan obligasi di pasar perdana dengan nilai nominal sebesar Rp 1 miliar,
maka nilai sejumlah Rp 1 miliar tersebut merupakan prinsipal dari obligasi yang
diterbitkan. Prinsipal ini mewakili pokok pinjaman utang dari emiten penerbit
obligasi dan umumnya juga merupakan satuan investasi obligasi (Rahardjo,
2004).
Dalam penerbitannya, suatu obligasi dapat diterbitkan pada face value-
nya, di bawah face value-nya (discount), atau di atas face value-nya (premium)
(Weygandt, Kimmel, dan Kieso, 2013). Face value merupakan jumlah pokok
yang harus dibayarkan oleh penerbit obligasi pada saat maturity date tiba. Dengan
kata lain, apabila suatu obligasi dijual dengan tingkat suku bunga pasar (market
interest rate) yang lebih kecil daripada tingkat suku bunga kontraktual (bond
contractual interest rate), maka obligasi tersebut dijual dengan premium. Apabila
yang terjadi adalah sebaliknya, maka obligasi tersebut dijual dengan discount.
Apabila dijual dengan nilai tingkat suku bunga yang sama, maka obligasi tersebut
dijual pada face value. Tingkat suku bunga ini pun juga dipengaruhi oleh
beberapa hal, yakni tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar mata
uang domestik terhadap mata uang asing, pertumbuhan investasi, dan trend poitik
(Rahardjo, 2004). Penjualan obligasi pada berbagai macam kondisi seperti
dijelaskan di atas dapat digambarkan dalam contoh perbandingan seperti dalam
Tabel 2.6 berikut.
45
Universitas Bakrie
Tabel 2.6 Contoh Penerbitan Obligasi pada Tingkat Suku Bunga yang Berbeda
Bond contractual
interest rate
Market Interest
RateBonds Sell at
10% 8% Premium
10% 10% Face Value
10% 12% DiscountSumber: Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., dan Kieso, D. E. (2013). Accounting Principles (11th
edition). John Wiley and Sons.
2.1.5.2.2 Harga
Sebagai salah satu instrumen investasi, harga obligasi selalu berfluktuasi
sesuai dengan kondisi pasar. Pembentukan harga obligasi ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, seperti dijelaskan oleh Rahardjo (2004):
1. Tingkat kupon.
Obligasi dengan tingkat kupon yang tinggi akan memberikan return
kepada pemegang obligasi tersebut lebih tinggi daripada obligasi lainnya.
Oleh karena itu, obligasi dengan kupon tinggi akan diminati di pasar, yang
menyebabkan permintaan akan obligasi ini meningkat. Sesuai dengan
hukum pembentukan harga, maka harga obligasi dengan kupon tinggi
tersebut pun juga akan naik. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat kupon
yang diberikan relatif rendah, maka harga akan cenderung lebih murah.
2. Rating emiten.
Rating suatu obligasi memengaruhi minat investor dalam membeli suatu
obligasi. Perusahaan dengan rating obligasi AAA tentu akan memiliki
harga yang lebih tinggi dan menarik banyak minat investor daripada
obligasi dengan rating BB.
3. Nilai obligasi.
Penerbitan sebuah obligasi harus didasarkan juga pada seberapa besar nilai
obligasi yang akan diterbitkan dan dijual ke pasar perdagangan, atau oleh
para pelaku investor. Apabila nilai penerbitan obligasi tersebut melebihi
daya beli (purchasing power) investor, maka diprekdisikan harga obligasi
46
Universitas Bakrie
tersebut cenderung turun di pasar sekunder. Jumlah nilai obligasi yang
kecil cenderung lebih dapat diserap atau dibeli oleh pasar sekunder
sehingga tingkat harga obligasi tersebut bisa terjaga stabilitasnya.
4. Periode jatuh tempo.
Obligasi yang memiliki masa jatuh tempo yang lama akan memiliki
tingkat risiko yang lebih tinggi, sehingga yield yang dihasilkan pun juga
akan berbeda dengan obligasi dengan masa jatuh tempo yang pendek.
Apabila terjadi perubahan tingkat suku bunga, maka tentu perubahan harga
yang dialami oleh obligasi dengan masa jatuh tempo yang lama akan lebih
besar daripada obligasi dengan masa jatuh tempo yang pendek.
5. Likuiditas obligasi.
Obligasi yang likuid adalah obligasi yang banyak beredar di kalangan
investor, atau dalam pengertian lain, aktif dalam pasar. Obligasi dengan
tingkat likuiditas yang tinggi sering diperdagangkan investor di pasar
obligasi. Harga obligasi dengan likuiditas tinggi cenderung stabil dan
meningkat. Sebaliknya, harga obligasi dengan tingkat likuiditas yang
rendah cenderung melemah.
6. Tipe obligasi.
Investor tertarik pada obligasi yang memiliki struktur penjaminan yang
kuat, sehingga harga obligasi yang mempunyai jaminan sinking fund atau
tersedianya collateral akan memiliki harga yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan obligasi yang tidak mempunyai insentif tambahan
lainnya.
2.1.5.2.3 Kupon (Coupon)
Kupon pengertiannya yaitu berupa pendapatan suku bunga yang akan
diterima oleh pemegang obligasi sesuai perjanjian dengan penerbit obligasi
tersebut. Biasanya pembayaran kupon dilakukan secara periodik, bisa dalam
jangka waktu kuartal, semester, maupun tahunan. Pembayaran kupon ini sudah
ditentukan sebelumnya, dan kupon dibayarkan hingga jatuh tempo obligasi. Suatu
obligasi tentu akan lebih menarik jika menawarkan tingkat kupon yang lebih
47
Universitas Bakrie
tinggi dari rata-rata kupon obligasi pada umumnya ataupun tingkat suku bunga
perbankan.
Beberapa jenis kupon antara lain:
1. Fixed rate
Investor mendapatkan pembayaran suku bunga yang tetap selama periode
tertentu sampai masa jatuh tempo obligasi.
2. Floating rate
Tingkat suku bunga ditentukan berdasarkan variabel relatif dari rata-rata
tingkat suku bunga deposito (perbankan). Jadi, tingkat suku bunga yang
dibayarkan akan mengikuti fluktuasi dari suku bunga deposito.
3. Variable rate
Penentuan kupon obligasi dievaluasi secara berkala menggunakan
perhitungan atau referensi interest rate yang telah ditentukan sebelumnya
4. Zero coupon
Obligasi dengan zero coupon mempunyai karakteristik tidak memberikan
pembayaran kupon kepada pemegang obligasi, atau dengan kata lain, nilai
kuponnya nol. Harga pada obligasi dengan zero coupon diberikan secara
diskonto.
2.1.5.2.4 Jatuh Tempo (Maturity)
Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo, yakni waktu ketika obligasi
tersebut harus dilunasi nilia pokoknya oleh penerbit obligasi, dan kewajiban
membayar bunga sudah selesai. Emiten penerbit obligasi mempunyai kewajiban
mutlak untuk membayar nilai pokok secara penuh kepada pemegang obligasi,
seperti yang tercantum dalam kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Kewajiban membayar pokok dan bunga pada saat jatuh tempo akan terhindar
apabila dilakukan penebusan obligasi (redemption) atau pembelian kembali
obligasi sebelum jatuh tempo oleh penerbit obligasi tersebut.
Semakin lama masa jatuh tempo, maka tingkat risiko dari obligasi tersebut
akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian di masa mendatang
yang semakin panjang pula rentang waktunya. Beberapa faktor yang
48
Universitas Bakrie
memengaruhi antara lain tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan investasi, dan trend politik.
2.1.5.3 Obligasi Hijau (Green Bond)
Obligasi hijau merupakan sekuritas berpendapatan tetap (fixed-income
securities) yang dananya akan digunakan untuk membiayai proyek yang memiliki
keuntungan lingkungan (Sustainable Prosperity, 2012). Contoh dari obligasi hijau
adalah climate bonds, yakni obligasi yang digunakan untuk membiayai proyek
mitigasi perubahan lingkungan. Beberapa jenis obligasi lainnya yang digunakan
secara khusus untuk pengelolaan lingkungan juga termasuk ke dalam obligasi
hijau.
Sejalan dengan Sustainable Prosperity, TD Economics (2013) menjelaskan
obligasi hijau sebagai instrumen utang yang digunakan untuk mendukung dan
membiayai proyek yang memiliki keuntungan lingkungan. Biasanya obligasi ini
diterbitkan untuk membantu melakukan pengelolaan lingkungan ketika
pemerintah tidak memiliki kecukupan dana untuk melakukan hal tersebut.
TD Economics (2013) menegaskan investor institusional sebagai “the most
client-base for green bonds”. Investor institusional ini menguasai 72% dari
investasi jangka panjang (long-term investment) dari total kapitalisasi US$95
triliun pasar obligasi dunia dan mempunyai permintaan yang kuat terhadap
produk-produk yang berbasis lingkungan. Walaupun begitu, investor individu
juga memiliki ketertarikan yang meningkat terhadap obligasi hijau dengan adanya
berbagai macam produk keuangan dan pengelolaan portofolio yang semakin
canggih.
Bloomberg (2014) mengelompokkan obligasi hijau ke dalam beberapa
kategori dengan definisinya masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.7
di bawah ini:
49
Universitas Bakrie
Tabel 2.7 Jenis dan Definisi Obligasi Hijau
Jenis Definisi
Corporate self-labelled Bonds issued by corporations and explicitely
labelled as green.
Green asset-backed securities Assed-backed securities whose cashflows come
from a portfolio of underlying receivables such
as loans and leases. The receivables are
associated with green (e.g., renewable energy,
energy efficiency) projects.
Supranational/international Bonds issued by supranational or international
organisations like multilateral banks,
developments banks, and export credit
agencies.
Government Bonds issued by national, regional, or local
governments to finance green projects. This
include US municipal bonds.
Project bonds Bonds backed by the cashflows of an
underlying renewable energy project or
portfolio of projects.Sumber: Bloomberg New Energy Finance. (2 Juni 2014). Green bonds market outlook 2014.
Sama halnya seperti obligasi lainnya, obligasi hijau juga memiliki
beberapa pelaku utama sebagai berikut (TD Economics, 2012):
1. Issuers (borrowers), yakni pihak (institusi) yang menerbitkan obligasi
hijau (utang) kepada publik dengan perjanjian pembayaran prinsipal pada
tanggal tertentu ditambah bunga selama periode tertentu. Issuers akan
menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi hijau ini untuk
membiayai proyek-proyek yang mempunyai tujuan dalam pengelolaan
lingkungan.
2. Investors (lenders), yakni pihak yang membeli obligasi hijau yang
diterbitkan oleh issuers. Investor ini dapat berupa investor institusi, seperti
perusahaan dana pensiun, reksa dana, dan asuransi, serta perusahaan
50
Universitas Bakrie
pengelola aset. Dalam skala rumah tangga (investor individu), investor
memiliki porsi yang sedikit, namun volumenya semakin meningkat.
3. Auditors/Verifiers, yakni pihak spesialis yang memonitor penggunaan dana
obligasi hijau untuk proyek-proyek terkait. Ahli keuangan dan akuntansi
berperan dalam memastikan apakah dana yang terkumpul benar-benar
digunakan untuk melakukan pengelolaan lingkungan, dan ahli lingkungan
berperan dalam memastikan bahwa proyek yang dimaksud benar-benar
memiliki keuntungan lingkungan.
2.1.6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang Obligasi
Investasi dalam bentuk obligasi merupakan salah satu kegiatan investasi
yang dilakukan pada efek utang. Oleh karena itu, investasi pada obligasi
(kepemilikan atas instrumen investasi dalam bentuk efek utang), termasuk ke
dalam instrumen keuangan. Di Indonesia perlakuan akuntansi tentang instrumen
keuangan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), yakni
PSAK 50: Penyajian Instrumen Keuangan, PSAK 55: Pengakuan dan Pengukuran
Instrumen Keuangan, dan PSAK 60: Penggungkapan Instrumen Keuangan.
Gambar 2.6 memaparkan turunan instrumen keuangan beserta dengan
peraturannya.
Gambar 2.6 Turunan Instrumen Keuangan dan Peraturannya
Sumber: Martani, D. (n.d.). Overview PSAK 50 dan 55. Bahan Ajar Presentasi: Universitas
Indonesia.
51
Universitas Bakrie
2.1.6.1 PSAK 50: Penyajian Instrumen Keuangan
Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 50 adalah sebagai berikut
(Martani, n.d.):
1. Ranah lingkupnya meliputi seluruh jenis instrumen keuangan.
2. Instrumen keuangan terdiri dari aset keuangan, liabilitas keuangan, dan
instrumen ekuitas.
3. Instrumen ekuitas adalah kontrak yang memberikan kepada pemegang
saham hak residu atas aset entitas setelah dikurangi dengan semua
liabilitas.
4. Pada alokasi nilai buku instrumen keuangan untuk komponen ekuitas dan
utang, nilai utang ditetapkan terlebih dahulu.
5. Pembelian kembali atas saham (treasury stock) berpengaruh pada
perubahan ekuitas, sehingga tidak ada keuntungan atau kerugian yang
diakui.
6. Kontrak yang diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas
termasuk ke dalam definisi aset dan liabilitas keuangan.
2.1.6.2 PSAK 55: Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan
Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 55 adalah sebagai berikut
(Martani, n.d.):
1. Instrumen keuangan diukur pada pengakuan awal sebesar nilai wajar
ditambah dengan biaya transaksi, kecuali untuk instrumen yang memang
diukur dengan menggunakan nilai wajar.
2. Penghapusan (derecognition) atas aset keuangan didasarkan atas
kombinasi risk and reward dan pendekatan pengendalian. Evaluasi atas
risk and reward dilakukan sebelum evaluasi atas transfer pengendalian.
3. Pengakuan gain/loss pada penghapusan utang yang baru diterbitkan
mempunyai persyaratan (term) yang berbeda dengan utang yang lebih dulu
diterbitkan.
4. Restrukturisasi utang (menyebabkan perubahan substansial pada term)
dapat menyebabkan gain/loss pada saar penerbitan liabilitas baru.
52
Universitas Bakrie
5. Aset keuangan memiliki empat kategori, yakni: aset keuangan yang
ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi,
investasi dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman yang diberikan atau
piutang, dan aset keuangan tersedia untuk dijual.
6. Liabilitas keuangan memiliki dua katogori, yakni: kewajiban keuangan
yang diukur pada nilai wajar melalui laporan keuangan laba rugi, dan
kewajiban lain.
7. Pengukuran aset keuangan menggunakan nilai wajar (fair value).
8. Harga pasar atas aset yang dimiliki atau liabilitas yang akan diterbitkan
adalah harga penawaran (bid price) dan untuk aset yang akan dibeli atau
liabilitas yang dimiliki adalah harga permintaan (asking price).
9. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai amortisasi, premium, dan
diskon diamortisasi dengan menggunakan effective interest rate.
10. Terjadinya penurunan nilai aset keuangan serta penilaiannya dilakukan
setiap tanggal laporan keuangan.
2.1.6.3 PSAK 60: Pengungkapan Instrumen Keuangan
Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 60 adalah sebagai berikut
(Martani, n.d.):
1. Setiap entitas harus mengungkapkan instrumen keuangan yang dimilikinya
kepada pengguna laporan keuangan untuk melakukan evaluasi atas kinerja
keuangan yang dilakukan.
2. Penungkapan nilai wajar mempunyai urutan:
Tingkat 1, harga kuotasi pasar.
Tingkat 2, input selain harga kuotasian (dapat diobservasi).
Tingkat 3, input yang bukan berdasarkan harga pasar.
3. Diatur jenis dan tingkat risiko setiap instrumen keuangan.
4. Diperlukannya pengungkapan secara kualitatif seperti penjelasan
timbulnya risiko, tujuan, kebijakan, dan proses pengelolaan risiko.
5. Diperlukannya penggungkapan secara kuantitatif seperti risiko kredit,
risiko likuiditas, dan analisis sensitivitas.
53
Universitas Bakrie
2.2 Kerangka Pemikiran
54
Konsep Triple Bottom Line
Konsep Akuntansi Lingkungan pada Investasi Obligasi Hijau (Green Bond) di Indonesia
Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap obligasi hijau?
Bagaimana investasi obligasi hijau dapat diterapkan di
Indonesia?
Bagaimana aspek lingkungan dari investasi obligasi hijau
diungkapkan pada pelaporan keuangan?
ObligasiHijau
AkuntansiLingkungan
Perusahaan(Bisnis)
Lingkungan
limbah, polusi, sampah
sumber daya, energi, kenyamanan
investasi proyek konservasi
top related