bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan konsep kebutuhan dasarrepository.poltekkes-tjk.ac.id/148/3/bab...
Post on 21-Oct-2020
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh.
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer.
Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
(Sulistiyo Andarmoyo, 2012).
Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan
untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen
diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas
selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO2), nitrogen (N2), dan
unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah
edisi 4, 2010).
2. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Menurut Sulistiyo Andarmoyo, 2012 :
Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi, dan transportasi gas ke
jaringan dipengaruhi oleh empat hal : (1) fisiologis, (2) perkembangan,
(3) perilaku, dan (4) lingkungan :
-
8
8
a. Faktor fisiologis
Setiap kondisi yang memengaruhi fungsi kerja
kardiopulmonar secara langsung akan memengaruhi kemampuan
tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi dan Todler
Bayi dan todler usia 0 – 36 bulan beresiko mengalami
infeksi saluran pernapasan bagian atas sebagai hasil pemaparan
agen infeksi dan asap rokok. Hal ini terjadi karena pada saat
lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru
yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara dan pada
usia prematur kecenderungan pembentukkan surfactan
berkurang.
2) Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja usia 6 – 12 tahun beresiko
terpapar pada infeksi saluran pernapasan, misalnya menghisap
asap rokok dan merokok. Individu yang mulai merokok pada
usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa
pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit
kardiopulmonar dan kanker paru.
3) Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Dewasa muda dan pertengahan usia 18 – 60 tahun banyak
terpapar pada banyak resiko kardiopulmonar seperti: diet yang
tidak sehat, stress, kurang aktifitas fisik, obat-obatan, dan
merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor resiko tersebut
dapat menurunkan resiko menderita penyakit kardiopulmonar.
4) Lansia
Pada lansia usia > 75 - 90 tahun seiring bertambahnya usia
makan akan berdampak pada sistem pernapasan dan sistem
jantung. Pada sistem arterial akan terjadi plak aterosklerosis
sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding
-
9
9
dada menurun, penurunan otot-otot pernapasan, identik juga
sering terjadi pada lansia. Selain itu penurunan kerja silia dan
mekanisme batuk efektif menyebabkan individu/lansia
mengalami infeksi saluran pernapasan.
c. Perilaku
Perilaku atau gaya hidup secara langsung maupun tidak
langsung akan memengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi
oksigen. Faktor gaya hidup yang memengaruhi fungsi pernapasan
meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi,
dan stress.
1) Nutrisi
Bila seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan
penurunan ekspansi paru dan peningkatan kebutuhan oksigen
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Bila seseorang mengalami kekurangan gizi akan mengalami
kelemahan otot pernapasan sehingga akan menyebabkan
kekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.
Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot
pernapasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi
sekresi di saluran pernapasan.
2) Latihan Fisik/Aktifitas
Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan
kebutuhan akan oksigen, kondisi ini menyebabkan frekuensi
dan kedalaman pernapasan individu meningkat, sehingga akan
memengaruhi kemampuan individu untuk menghirup lebih
banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen.
3) Merokok
Hal ini dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan
pembuluh darah perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan
vasokontriksi pembuluhdarah perifer dan pembuluh darah
-
10
10
koroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah dan
menurunkan aliran darah ke pembuluh darah perifer. Resiko
kanker paru 10 kali lebih kuat pada individu yang merokok
daripada individu yang tidak merokok.
4) Penyalahgunaan Substansi
Jika digunakan secara berlebihan dapat mengganggu
oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernapasan,
menurunkan kedalaman pernapasan, dan jumlah oksigen yang
diinhalasi.
5) Stress
Keadaan yang terus-menerus pada ansietas berat akan
meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan
oksigen. Tubuh berespons terhadap ansieta dan stress lain
dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat memengaruhi kebutuhan oksigenasi.
Ada 3 lingkungan yang memengaruhi oksigenasi yaitu di
lingkungan ketinggian dari permukaan laut, suhu lingkungan, dan
tempat kerja (polusi). Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah
berkabut atau dataran tinggi. Makin tinggi daratan, makin rendah
PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu.
Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju
pernapsan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman
pernapasan yang meningkat. Lingkungan kerja yang penuh dengan
polutan (asbestos, bedak talk, debu dsb) beresiko meningkatkan
berbagai penyakit dalam saluran pernapasan.
-
11
11
3. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
Menurut Tarwoto & Wartonah edisi 4, 2010 yaitu:
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2
arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2
95%). Pada neonatus PaO2
-
12
12
kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai
oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah
secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan
sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme,
kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
d. Perubahan pola napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa
sekitar 18- 22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi. Pernapasan normal disebut eupnea.
Perubahan pola napas dapat berupa :
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien
dengan asma.
2) Eupnea, yaitu tidak bernapas atau berhenti napas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi napas lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit.
5) Kusmaul, yaitu pernapasan dnegan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan
dalam, misalnya pada penyakit diabetes melitus dan uremia.
6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam
kemudian berangsur- angsur dangkal dan diikuti periode apnea
yang berulang secara teratur.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur.
-
13
13
4. Perubahan Fungsi Pernapasan
a. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam
paru- paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi
dapat disebabkan oleh :
1) Kecemasan
2) Infeksi atau sepsis
3) Keracunan obat- obatan
4) Ketidakseimbangan asam basa seperti asidosis metabolik
Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas
pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, dan
tinnitus.
b. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2
dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps
paru).
Tanda dan gejala hipoventilasi adalah nyeri kepala,
penurunan kesadaran, disorientasi, kardiak disritmia,
ketidakseimbangan elektrolit, kejang, dan kardiak arrest (Tarwoto
dan Wartonah, 2010).
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
-
14
14
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien
baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan
pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/ penyakit, dan
tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
klien tentang masalahnya/ penyakitnya (Sulistiyo Andarmoyo,
2012).
2) Keluhan utama
Menurut Irman Somantri (2009), keluhan utama adalah
keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien.
Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien gangguan
kebutuhan oksigen adalah sebagai berikut:
a) Demam (40-410C) hilang timbul.
b) Batuk (cough).
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai
reaksi tubuh untuk membuang/ mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk
purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu
yang lama (> 3 minggu). Pada Tuberkulosis Paru biasanya
batuk paling sering dirasakan dan batuk adalah salah satu
gejala utama Tuberkulosis Paru.
c) Peningkatan produksi sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar
bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Sputum
terdiri atas lendir, debius, selular, mikroorganisme, darah,
pus, dan benda asing. Jika produksi sputum akibat batuk
adalah tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum
(jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah),
bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan
kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Hal-hal
tersebut dapat menunjukkan kedaan dari proses patologik.
-
15
15
Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau
hijau.
d) Dispnea
Timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai
setengah paru. Dispnea merupakan suatu persepsi klien
yang merasa kesulitan untuk bernafas. Perawat harus
menanyakan kemampuan klien untuk melakukan aktivitas.
e) Hemoptysis
Hemoptysis adalah membatukkan darah atau sputum
bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari
jalan napas atas atau bawah atau berasal dari parenkim
paru.
Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain :
Bronkhitis Kronik, TB Paru, emboli paru, pneumonia,
kanker paru, dan abses paru.
f) Chest pain
Jarang ditemukan pada penderita Tuberkulosis Paru,
nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis.
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Sulistiyo Andarmoyo, 2012 adalah:
a) Mata
(1) Lesi kuning pada kelopak mata ( hiperlipidemia)
(2) Konjungtiva pucat ( anemia)
(3) Kenjungtiva sianosis ( hipoksemia )
b) Hidung
(1) Pernapasan dengan cuping hidung
(2) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
(3) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan
dengan penyakit paru kronik)
-
16
16
c) Kulit
(1) Sianosis perifer (vasokontriksi)
(2) Sianosis secara umum (hipoksemia)
(3) Penurunan turgor (dehidrasi)
d) Jari dan kuku
(1) Sianosis perifer ( kurangnya suplai O2 ke perifer)
(2) Clubbing finger (hipoksemia kronik)
e) Dada dan thoraks
(1) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk,
dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi
pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak atau pada saat
diam. Amati juga pergerakkan pernapasan klien. Sedangkan
untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung
baik kifosis, skoliosis, maupun lordosis, akan lebih mudah
dilakukan pada saat dada tidak bergerak. Pengamatan dada
pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, takipnea), sifat
(pernapasan dada, diafragma, perut), dan ritme pernapasan
(biot, cheyne, stoke, kusmaul, dsb).
(2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan
pergerakkan dada, mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui taktil
fremitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti : massa,
lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika
klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran pada dinding
dada yang dihasilkan ketika berbicara) (Irman Somantri,
2009).
-
17
17
(3) Perkusi
Perkusi langsung, yakni pemeriksa memukul torak
klien dengan bagian palmar jari tengah keempat ujung jari
tangannya yang dirapatkan.
Perkusi tak langsung, yakni pemeriksa
menempelkan suatu objek padat yang disebut pleksimeter
pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut pleksor
untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan
suara.
Suara perkusi pada tuberkulosis paru biasanya
hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi
udara. (Irman Somantri, 2009)
(4) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan
bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting
bagi perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
4) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah rutin
LED normal/ meningkat, limfositosis.
b. Test PAP
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB.
c. Radiologi dada
Rontgen thorax PA dan lateral.
d. MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan
yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir
-
18
18
plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk mengidentifikasi organisme patogenik dan untuk
menentukan apakah terdapat sel- sel maligna atau tidak.
Pemeriksaan sputum meliputi kultur sputum, sensitif, dan
Basil Tahan Asam (BTA)
( Mansjoer, dkk, 1999 dalam buku NIC-NOC, 2015)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosa keperawatan indonesia SDKI (2017) Tiga
dignosa keperawatan utama yang akan muncul pada anak dengan
bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas ( SDKI edisi 1,2017).
1) Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
2) Tanda dan gejala:
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing dan /atau ronkhi kering
e) Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
-
19
19
Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi nafas menurunfrekuensi napas berubah
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.
( SDKI edisi 1,2017)
1) Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
2) Tanda dan gejala:
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
a) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebih
-
20
20
h) diare
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
( SDKI edisi 1,2017)
1) Definisi: suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
2) Tanda dan gejala:
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: (tidak tersedia)
Objektif:
a) Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif: (tidak tersedia)
Objektif:
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardia
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat
-
21
21
3. Rencana Keperawatan
Tabel 2.1 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan napas).
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret
atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
jalan nafas pasien kembali efektif dengan kriteria
hasil :
1. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursede lips)
2. Menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
Penyebab :
Fisiologis
1. Spasme jalan nafas 2. Hipersekrresi jalan nafas 3. Disfungsi neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan nafas 5. Adanya jalan nafas buatan
Latihan batuk efektif
Tindakan :
Observasi
1. Identifikasi kemapuan batuk 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas 4. Monitor input dan output cairan Terapeutik
1. Atur posisi semi fowler/fowler Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
1. Dukungan kepatuhan program pengobatan 2. Edukasi fisioterapi dada 3. Edukasi pengukuran respirasi 4. Fisioterapi dada 5. Konsultasi via telepon 6. Manajemen asma manajemen alergi 7. Manajemen anafilaksis 8. Manajemen isolasi 9. Manajemen ventilasi mekanik 10. Manajemen jalan nafas buatan 11. Pemberian obat inhalasi 12. Pemberian obat interpleura 13. Pemberian obat intradermal 14. Pemberian obat nassal 15. Pencegahan aspirasi 16. Pengaturan posisi 17. Penghisapan jalan nafas 18. Penyapihan ventilasi mekanik 19. Perawatan trakeostomi 20. Skrining tuberkulosis 21. Stabilisasi jalan nafas 22. Terapi oksigen
-
22
22
6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan nafas 8. Proses infeksi 9. Respon alergi 10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)
Situasional
1. Merokok aktif 2. Merokok pasif 3. Terpajan polutan
Gejalan dan tanda mayor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Batuk tidak efektif 2. Tidak mampu batuk 3. Sputum berlebih 4. Mengi, whezzing, dan atau rongkhi kering 5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Dispnea 2. Sulit bicara 3. Ortopnea
Objektif :
1. Gelisah 2. Sianosis 3. Bunyi nafas menurun 4. Frekuensi nafas berubah 5. Pola nafas berubah
Kondisi klinis terkait
1. Gullian barre syndrome 2. Sklerosis multipel 3. Myasthenia gravis 4. Prosedur diagnostik
Manajemen jalan nafas
Tindakan :
Observasi
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sputum Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler/fowler 3. Berikan minum hangat 4. Lakukan fisioterapi dada 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2.000 ml/ hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Pemantauan respirasi
Tindakan
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
-
23
23
5. Depresi sistem saraf pusat 6. Cidera kepala 7. Stroke 8. Kuadriplegia 9. Sindrom aspirasi mekonium 10. Infeksi saluran nafas
7. Auskultasi bunyi nafas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan
-
24
24
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan, mencerna makanan, dan mengabsorbsi nutrien).
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan, mencerna
makanan, dan mengabsorbsi nutrien.
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kebutuhan
metabolisme
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di
harapkan asupan nutrisi pasien dapat terpenuhi
dengan kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukan peningkatan pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Penyebab :
1. Ketidakmampuan menelan makanan 2. Ketidakmampuan mencerna makanan 3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien 4. Peningkatan kebutuhan metabolisme 5. Faktor ekonomi 6. Faktor psikologis Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Manajemen nutrisi
Tindakan :
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3) Identifikasi makanan yang disukai 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
6) Monitor asupan makanan 7) Monitor berat badan 8) Monitor pemeriksaan hasil laboratorium Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan 7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
1. Dukungan kepatuhan program pengobatan 2. Edukasi diet 3. Edukasi kemoterapi 4. Konseling laktasi 5. Konseling nutrisi 6. Konsultasi 7. Manajemen cairan 8. Manajemen demensia 9. Manajemen diare 10. Manajemen eliminasi fekal 11. Manajemen energi 12. Manajemen gangguan makan 13. Manajemen hiperglikemia 14. Manajemen hipoglikemia 15. Manajemen kemoterapi 16. Manajemen reaksi alergi 17. Pemantauan cairan 18. Pemantauan nutrisi 19. Pemantauan tanda vital 20. Pemberian makanan 21. Pemberian makanan enteral 22. Pemberian makanan parenteral 23. Pemberian obat intravena 24. Terapi menelan
-
25
25
Objektif:
1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentan ideal
Gejalan dan tanda minor
Subjektif :
1. Cepat kenyang setelah makan 2. Kram atau nyeri abdomen 3. Nafsu makan menurun Objektif :
1. Bising usus hiperaktif 2. Otot pengunyah lemah 3. Otot menelan lemah 4. Membran mukosa pucat 5. Sariawan 6. Serum albumin turun 7. Rambut rontok berlebihan 8. Diare Kondisi klinis terkait :
1. Stroke 2. Parkinson 3. Mobius syndrome 4. Cerebral palsy 5. Cleft lip 6. Cleft palate 7. Amyotropic lateral sclerosis 8. Kerusakan neuromuskular 9. Luka bakar 10. Kanker 11. Infeksi 12. AIDS 13. Penyakit Crohn’s 14. Enterokolitis 15. Fibrosis kistik
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
Promosi berat badan
Tindakan:
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan muntah 3. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
sehari-hari
4. Monitor berat badan 5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit
serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
3. Hidangkan makanan secara menarik 4. Berikan suplemen, jika perlu 5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
-
26
26
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Hipertemia berhubungan dengan
proses penyakit)
Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
Definisi:
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
tubuh.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di
harapkan suhu tubuh kembali normal dengan
kriteria hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing
Penyebab:
1. Dehidrasi 2. Terpapar lingkungan panas 3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme 6. Respon trauma 7. Aktivitas berlebihan 8. Penggunaan inkubator Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1. Suhu tubuh di atas nilai normal Gejala dan tanda minor:
Manajemen hipertermia
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluan urine 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal 7. Hindari pemberian antipireutik atau aspirin 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
Regulasi temperatur
Tindakan
Observasi
1. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan nadi
2. Monitor warna dan suhu kulit
1. Edukasi analgesia terkontrol 2. Edukasi dehidrasi 3. Edukasi pengukuran suhu tubuh 4. Edukasi program pengobatan 5. Edukasi terapi cairan 6. Edukasi termoregulasi 7. Kompres dingin 8. Manajemen cairan 9. Manajemen kejang 10. Pemantauan cairan 11. Pemberian obat 12. Pemberian obat intravena 13. Pemberian obat oral 14. Pencegahan hipertermi keganasan 15. Perawatan sirkulasi 16. Promosi teknik kulit ke kulit
-
27
27
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea 5. Kulit terasa hangat Kondisi klinis terkait:
1. Proses infeksi 2. Hipertiroid 3. Stroke 4. Dehidrasi 5. Trauma 6. Prematuritas
3. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia Terapeutik
1. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
2. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu 3. Gunakan matras penghangat, selimut hangat,
dan penghangat ruangan untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
4. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
5. Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice park atau gel pad dan
intravscular cooling catheterization untuk
menurunkan suhu tubuh
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan head exhaustion dan head stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karna terpapar udara dingin
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
-
28
28
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,
2010).
Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,
2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain
sebagai berikut:
a. Secara mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi
reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim
keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter,
fisioterapi, dan lain-lain.
c. Rujukan ketergantungan (dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi
lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
-
29
29
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap
ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan
apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan untuk melaporkan
intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Hasil yang diharapkan
merupaka standar penilaian bagi perawat untuk melihat apakah tujuan
telah terpenuhi ( Potter & Perry, 2009).
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengertian Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru- paru dan hampir
seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran
pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi,
paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia A. Price dalam buku NIC-NOC, 2015).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukkan granuloma dan
menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa Manurung, 2009).
2. Etiologi Tuberkulosis Paru
Penyebab Tuberkulosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis.
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberkulosis
yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu
sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa
berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
-
30
30
TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya (Wim
de Jong dalam buku NIC-NOC, 2015).
Dalam perjalan penyakitnya terdapat 4 fase:
1) Fase satu (fase tuberkulosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biar tanpa menimbulkan
reaksi pertahanan tubuh.
1) Fase dua
2) Fase tiga (fase laten)
Fase dengan kuman yang tidur dan reaktifitas jika terjadi
perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di
tulang panjang, otak, tubafalopi, leher dan ginjal.
3) Fase empat
Dapat sembuh tanpa cacat, juga dapat menyebar ke organ lain.
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri
dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal.
Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada
organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun (Patrick Davey dalam buku NIC-NOC, 2015).
3. Manifestasi klinis
a. Demam 40-410C , serta ada batuk / batuk berdarah
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat malam
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
(NIC NOC, 2015).
4. Komplikasi
Menurut Santa Manurung, Suratun, Paula Krisanty, Ni Luh Ekarini
(2009):
a. Malnutrisi
b. Empiema
-
31
31
c. Efusi pleura
d. Hepatitis, ketulian, dan ganguan gastrointestinal (sebagai efek
samping obat-obatan).
5. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup hasil Mycrobacterium
Tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan
napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpukan
berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe
dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebi)
dan area lain paru-paru lobus atas.
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar.
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan hasil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang
membentuk dinding granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tubercle, materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk
perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk
klasifikasi,membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena merespon sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat
juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang
aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya
menjadi perkijauan. Tuberkel yang ulsrasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
-
32
32
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneuminia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar
getah bening. Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bertsatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
(Soemantri, 2012).
-
33
33
6. Pathway
Invasi bakteri tuberkulosis via inhalasi
Infeksi primer
Penyebaran bakteri secara limfogen Sembuh
Sembuh dengan fokus Ghon
Bakteri dorman
Bakteri muncul beberapa tahun kemudian
Reaksi infeksi/inflamasi , membentuk
kavitas dan merusak parenkim paru
Penurunan jaringan efektif paru,
atelektasis, kerusakan membran
elveolar-kapiler merusak pleura,
dan perubahan cairan interpeura
Komplikasi TB Paru:
Efusi Pleura
pneumothoraks
Sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, dan pola napas tidak efektif
Pola napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
Edema trakeal/faringeal
Peningkatan produksi sekret
Pecahnya pemblih darah jalan
nafas
Batuk produktif
Batuk darah
Sesak napas
Penurunan kemampuan batuk
efektif
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
Resiko tinggi sfokasi
Reaksi sistemis: anoreksia,
mual, demam, penurunan
berat badan dan kelemahan
Intake nutrisi tidak
adekuat
Tubuh makin kurus
Ketergantungan
aktifitas sehari-hari
Kurangnya
pemenuhan istirahat
tidur
Kecemasan
Kurangnya informasi
top related