bab ii teori musik gamelan dalam liturgi...
Post on 06-Mar-2019
257 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
TEORI MUSIK GAMELAN DALAM LITURGI IBADAH
Liturgi dalam Ibadah
Dalam karya E. Martasudjita berjudul Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi,
pada umumnya yang muncul pertama kali dalam pikiran banyak orang mengenai Liturgi adalah
mengenai doa, ibadat, urutan ibadat, nyanyian liturgi, peralatan liturgi, cara duduk atau berdiri
yang liturgi dan sebagainya. Pandangan popular mengenai liturgi selalu menyangkut hal-hal
praktisi yang berhubungan dengan tata ibadat atau doa atau bersifat kultis.1 Kultis berasal dari
kata Latin cultus, dari kata kerja colere yang berarti memelihara, merawat, menghormati atau
menyembah. Dalam arti ini berliturgi berarti melaksanakan tindakan kultis, yaitu melakukan
tindakan penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dengan serangkaian tata upacara yang
teratur. Dalam ilmu liturgi dalam sejarah gereja, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang
rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana ibadat secara
benar sehingga ibadah itu ‘sah’ dan ‘manjur’. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani
Leitourgia. Kata ini terbentuk dari akar kata benda ergon, yang berarti karya dan leitos yang
merupakan kata sifat untuk kata benda laos ( bangsa atau rakyat). Secara harafiah, leitourgia
berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti
karya publik yakni pelayanan dari rakyat untuk rakyat.2
1 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 13-14.
2 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 15.
11
Dokumen Konstitusi liturgi merupakan hasil proses panjang dari perjuangan
pembaharuan liturgi melalui gerakan pembaharuan liturgi. Gerakan pembaruan dalam gereja
Katolik Roma sudah ada sejak abad 1987. Gerakan tersebut tidak berhasil dan pihak Vatikan
tidak mendukung. Pada abad 19 di biara-biara terjadi usaha pembaharuan liturgi. Namun pada
awal dan terutama pertengahan abad 20 gerakan liturgi mencapai puncak. Dokumen Konsili
Vatikan sebagai puncak dan mahkota perjuangan dalam pembaharuan liturgi. Menurut Konsili
Vatikan II mengatakan wajar liturgi dipandang sebagai pelaksana tugas imamat Yesus karena
ada pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara
yang khas bagi masing-masing. Rumusan tersebut dipengaruhi oleh rumusan Mediator Dei, paus
Pius XII menyatakan liturgi sebagai ‘ibadat umum dalam penebus kita sebagai kepala Gereja
yang menyerahkan diri kepada Bapa dan juga ibadah dalam komunitas umat beriman
menyerahkan diri kepada pendirinya melalui Dia kepada Allah Bapa di sorga. Itulah ibadat yang
dilaksanakan oleh Tubuh mistik Kristus seutuhnya, kepada dan para anggotanya. Isi perayaan
liturgi adalah misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang berupa karya pengudusan
umat manusia dan pemuliaan Allah. Pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah merupakan
satu realitas keselamatan yang dilihat dari dua segi yaitu Allah kepada manusia serta manusia
kepada Allah. Subjek atau pelaku liturgi adalah Yesus Kristus dan gereja. Liturgi merupakan
tindakan Kristus sekaligus tindakan gereja. Oleh karena itu liturgi adalah perayaan misteri karya
keselamatan Allah dalam Kristus yang dilaksanakan oleh Yesus Sang Imam Agung bersama
gerejaNya dalam ikatan Roh Kudus.3
3 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 20-22.
12
Liturgi adalah sebuah perayaan kehidupan. Perayaan menunjuk tiga hal, yaitu liturgi bukan
tindakan perseorangan melainkan tindakkan bersama, liturgi menuntut dari hakikatnya partisipasi
seluruh umat beriman secara sadar dan aktif, dan liturgi merangkum keterlibatan hati dan
pengalaman hidup konkret umat secara penuh dan bukan sekadar suatu upacara yang menekankan
rutinitas dan kewajiban. Liturgi dapat dipandang sebagai sebuah undangan manusia berliturgi atau
merayakan Iman karean diiundang Allah. Allah berinisiatif untuk menjumpai manusia. Liturgi
Kristiani berpangkal tolak dari Allah dan pertama-tama bergerak dari Allah. Seluruh dinamika
perayaan iman yang dialami dalam liturgi dimulai dari Allah. Allah mencari dan mengundang kita
dan bukan kita yang mencari Allah Undangan dan panggilan Allah pada diri Kristiani terungkap
dalam kata gereja. 4
Menurut Abineno, liturgi dalam Perjanjian Baru memiliki pemahaman lebih luas
dibandingkan ibadah ( perkumpulan jemaat, pemberitaan Firman dan Sakramen). Ia melingkupi
seluruh hidup dan pelayanan jemaat. Karena itu, liturgi pola liturgia bagi jemaat hendaknya
begitu rupa, sehingga tiap-tiap kali, kalau ia datang berkumpul dalam ibadahnya, ia berada dalam
dunia dan karena itu ia tidak boleh menutup dirinya bagi dunia. Dalam perayaan liturgi Jemaat
tidak berdiri sendiri. Gereja-gereja yang telah ada lebih dahulu ada dibandingkan sekarang dan
mereka telah berbuat demikian. Dalam perayaaan liturgi jemaat bukan saja mendengarkan suara
gereja yang terdahulu, tetapi ia sadar bahwa di sisinya lebih baik masih ada ‘saudara-saudara’,
yaitu gereja-gereja lain di dunia yang dalam liturgi mereka berusaha untuk mengatakan apa yang
mau ia katakan tetapi dengan bahasa mereka sendiri. Jadi dalam liturgi jemaat hidup
bersama-sama dengan yang harus dihormati dan dengan saudara-saudaranya dalam oikumenitas
waktu dan ruang. Sementara ia mendengarkan kesaksian mereka, tidak berhenti memberi
4 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, (Yogyakarta: Kanisius, 1998) 15-17.
13
kesaksiannya sendiri. Ia tidak meniru-niru mereka dan tidak menaklukan dirinya kepada mereka.
Sebagai pola liturgi yang berasal dari luar dan diimpor ke dalam, ia mencoba menggunakannya
tetapi ia juga menguji apakah pola-pola liturgi benar-benar dapat diterapkan. Berdasarkan
pemahaman tersebut ingin menggambarkan keadaan kita saat ini ditengah dunia yang begitu
kompleks, maka pola liturgia mengikuti konteks yang ada, sehingga keberadaan gereja
khususnya liturgi dapat menyentuh jemaat yang beribadah dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.5
Berliturgi berarti bertemunya umat Allah dengan yang empunya dunia ini. Berliturgi dalam
ibadah berarti mempunyai tempat dalam beribadah yang disebut gedung gereja. Kata gereja
berasal dari kata Portugis igreja yang diturunkan dari bahasa Latin ecclesia berarti pertemuan,
rapat atau sidang. Sebutan gereja pertama-tama menunjuk peristiwa orang berkumpul atau
pertemuan dari orang-orang yang berkumpul. Mereka berkumpul bukan atas inisiatif sendiri,
tetapi atas dasar panggilan dari Allah. Gereja adalah pertemuan umat Allah. Mereka adalah umat
yang dipanggil, dipilih dan dikumpulkan oleh Allah sendiri bukan hanya menjadi umat Allah
tetapi untuk menyembah Allah yang satu dan hidup. Panggilan umat Allah untuk menyembah
Allah terutama terlaksana dalam ibadah atau liturgi. Gereja adalah pertemuan umat dalam rangka
berliturgi. Pada masa Perjanjian Lama, Allah memanggil, memilih dan mengkhusukan umat Israel
diantara bangsa-bangsa kafir agar mereka berkumpul untuk menyembah Allah Israel. Dalam masa
perjanjian Baru, Allah melalui Kristus memanggil, memilih dan mengkhususkan umat baru
diantara bangsa-bangsa di dunia untuk menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.6
5 J.L. Ch. Abineno. Gereja dan Ibadah Gereja, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 42-44.
6 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36.
14
Gereja adalah pertemuan umat yang dipanggil dari dunia ini oleh Allah melalui Kristus
dalam Roh Kudus bagi pelayanan Allah dan bagi liturgi. Menurut Konsili Vatikan II, gereja
menyatakan dirinya dan menampakan dirinya dalam liturgi, artinya jika orang ingin mengetahui
dan melihat gereja, maka orang tersebut perlu melihat pertemuan umat yang sedang berliturgi.
Dalam liturgi umat beriman memyampaikan dan mengungkapkan apa yang mereka imani. Mereka
menyebut memuji dan memuliakan Allah Bapa yang mengutus Yesus demi keselamatan manusia.
Dalam kuasa Roh Kudus umat beriman mengenangkan dengan penuh syukur misteri
penyelamatan Allah dalam Kristus. Semuanya terjadi terhadap liturgi. Gereja tampil sebagai
gereja ketika berliturgi, artinya gereja mengekspresikan melalui liturgi, karena liturgi merupakan
ungkapan diri gereja. Liturgi bukan hanya menjadi ungkapan dan cerminan diri gereja tetapi dalam
liturgi lahirlah dan terbentuklah gereja.7
Musik Liturgi dalam Ibadah
Salah satu bentuk dari liturgi adalah musik. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari
musik. Musik selalu menjadi bagian ungkapan dan media komunikasi manusia. Apa yang
terkadang tidak dapat disampaikan melalui kata-kata, dapat diungkapkan melalui musik. Musik
benar-benar menjadi bidang simbolisasi manusia. Karena itu, liturgi gereja menggunakan musik
sebagai salah satu bentuk ungkapan perayaan iman. Musik memiliki peranan yang penting dalam
liturgi. Adapun peranan musik dalam liturgi adalah musik sebagai bagian dari liturgi itu sendiri,
musik menggungkapkan partisipasi aktif umat dan musik memperjelas misteri Kristus.8
7 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36.
8 E. Martasudjita, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 134-135.
15
Dalam buku Abineno yang berjudul Gereja dan Ibadah gereja, didalamnya membahas
mengenai kesenian gerejawi. Yang dimaksudkan ialah kesenian yang diterapkan atas praktik atau
pelayanan gereja. Sebagai kesenian ia juga harus dinilai dengan kriteria aesthetis ( keindahan).
Karena keindahan ia diterapkan atas praktik atau pelayanan gereja. Bukan hanya kesenian tetapi
kesenian gerejawi. Hal ini yang paling menentukan. Pelayanan adalah norma yang penting dari
kesenian gerejawi. Norma untuk kegunaanya tidak ia terima dari dirinya sendiri. Norma terletak
di luar dirinya, sekalipun ia berkata-kata oleh dirinya sendiri. Karena itu kita tidak boleh
menuntut norma-norma keindahan yang tersendiri. Yang terpenting diantaranya ialah ia juga
menggunakan bentuk yang terikat. Oleh bentuk yang terbentuk ia mengungkapkan pergaulan
manusia dengan Allah. Contoh yang jelas ialah bentuk-bentuk kesenian yang tua dalam musik,
dalam tarian, dalam kata, lukisan. Semua bentuk kesenian bersifat religious. Segala sesuatu yang
manusia alami dalam pergaulannya dengan Allah meminta bentuk yang terikat. Demikian
nyanyian, menurut para ahli timbul dari penyumpahan. Hal itu telah disungguhkan oleh
Ambrosius ( uskup dari Milan). Pengalaman-pengalaman dalam pergaulan manusia dengan
Allah tercermin dalam bentuk yang mengungkapkan pemberiaan Allah kepada manusia. Sebagai
contoh, alat-alat gereja yang digunakan dalam perjamuan, yaitu untuk roti dan anggur gereja
tidak menggunakan piring dan gelas biasa, atau nyanyian-nyanyian yang gereja gunakan dalam
ibadah, nyanyian dituangkan oleh pemazmur dan nabi dalam bentuk yang terikat.9
9 J.L. CH. Abineno, Gereja dan Ibadah Gereja, 172-174.
16
Istilah musik berasal dari bahasa Yunani mousike yang diterjemahkan ke bahasa Latin
musika. Istilah musik yang digunakan dalam liturgi gereja adalah musik liturgi atau musik
Gereja. Kongresgasi Suci untuk Ibadat dalam Instruksi mengenai musik gereja (1967),
menyatakan bahwa musika sacra mencakup nyanyian Gregorian, berbagai jenis musik gereja,
baik yang lama maupun baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik lain yang diizinkan,
nyanyian gereja atau nyanyian liturgi umat dan nyanyian rohani umat. Gereja perdana sudah
mengenal musik, terutama nyanyian dan musik instrumental. Musik liturgi gereja perdana
berakar pada tradisi musik ibadat Yunani yang kemungkinan besar tidak diringi alat musik.
Dalam Perjanjian Baru, terdapat praktik musik nyanyian, seperti ketika Yesus dan para murid
menyanyikan kidung Hallel sesudah merayakan perjamuan Paskah. Menurut Konsili Vatikan II,
musik gereja mendapat tempat yang sangat penting dalam liturgi. Konsili Vatikan II memandang
musik liturgi bukan sekadar sebagai selingan, tambahan atau dekorasi, melainkan sebagai
‘bagian liturgi meriah yang penting atau integral’.10
Dengan kata lain, musik liturgi termasuk
liturgi itu sendiri. Musik sebagai bagian liturgi tampak jelas, sebagai contoh Kyrie, Gloria,
mazmur tanggapan dan Kudus yang memang termasuk bagian Liturgi Sabda dan Ekaristi. Pada
hakikatnya musik liturgi bersifat simbolis, artinya musik liturgi dapat menjadi ungkapan peran
serta aktif umat. Musik dapat membangkitkan suasana bagi tumbuhnya daya tangkap dan daya
tanggap jiwa terhadap sabda dan karunia Allah dalam liturgi. Musik liturgi berfungsi untuk
memperjelas misteri Kristus, menumbuhkan kesadaran kebersamaan dan komunikasi antar
jemaat dan memberikan kemeriahan dan keagungan bagi liturgi. Konsili Vatikan II
menggarisbawahi fungsi musik dalam liturgy, yaitu untuk melayani liturgi. Itu berarti musik
liturgi diciptakan dan dibuat untuk melayani dan mengabdi liturgi bukan sebaliknya. Musik
liturgi tidak boleh seakan-akan menjadi lebih penting daripada liturgi itu sendiri.
10
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.
17
Musik liturgi harus dimasukkan dan diletakkan di konteks perayaan dan penggungkapan iman
Gereja. Peranan musik dalam liturgi menurut paham Konsili Vatikan II yaitu dimensi liturgis
yang berarti musik sebagai bagian itu sendiri, dimensi eklesiologis yang berarti musik
mengungkapkan partisipasi aktif umat, serta dimensi Kristologis yang berarti musik memperjelas
Misteri Kristus.11
Dimensi liturgis
Tempat musik bukanlah hanya sebagai tempelan agar liturgi menjadi meriah, melainkan musik
benar-benar sebagai bagian liturgi sendiri yaitu bagian liturgi yang penting dan integral.
Nyanyian kudus misalnya merupakan bagian dari Doa Syukur Agung sendiri yang secara mutlak
harus ada. Karena musik merupakan bagian liturgi sendiri, musik harus digunakan dan diadakan
dalam rangka perayaan liturgi. Suatu pertunjukan orkes musik yang indah, mengharukan dan
membuat orang menangis tersedu-sedu dalam Perayaan Ekaristi belum tentu merupakan musik
liturgi yang baik. Sebaliknya, suatu paduan suara umat, dimana dinyanyikan dengan gembira dan
semangat belum tentu merupakan musik liturgi yang jelek. Kriteria utama musik liturgi adalah
bagaimana suatu lagu dan musik dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan
Tuhan dan sesamanya.12
Dimensi Eklesiologis
Musik liturgi dimaksudkan untuk mengungkapkan peran serta umat secara aktif. Konsili Vatikan
mengharapkan suatu perayaan liturgi yang memungkinkan umat dapat berperan aktif secara
penuh, sadar dan aktif. Dalam hal ini musik dapat memberi sumbangan yang penting. Beberapa
lagu dan musik yang sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam
11
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195. 12
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.
18
memasuki misteri iman yang dirayakan. Musik liturgi memungkinkan umat untuk lebih baik
menangkap sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Misalnya sebuah lagu pembuka
yang tepat dan baik akan membantu umat memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat
dan bergairah. Lagu dapat ikut membangun kebersamaan umat beriman yang sedang beribadah.
Kebersamaan itu sudah bisa tercipta sejak persiapan seperti ketika para anggota paduan suara
dan musik berlatih dan tahap pelaksanaan perayaan liturgi bersama seluruh umat beriman serta
akhirnya pada waktu sesudah perayaan liturgi.13
Dimensi Kristologi
Musik liturgi memperjelas Misteri Kristus. Melalui isi syair, musik dapat ikut memperdalam
misteri iman akan Yesus yang sedang dirayakan dalam Liturgi. Musik dan lagu harus
mempunyai syair-syair yang sesuai dengan ajaran iman gereja. Di pihak petugas, pemilihan lagu
atau musik harus memperhatikan tema dan jiwa perayaan liturgi yang akan dirayakan. Melalui
melodi, musik dapat membantu umat untuk merenungkan dan ‘berkontemplasi’ pada misteri
iman yang dirayakan. Melodi musik yang indah dan sesuai dengan jiwa liturgi akan menciptakan
suasana yang kondusif bagi doa dan perjumpaan dengan Allah.14
Musik Gereja dapat didefinisikan sebagai musik yang ditulis dengan tujuan untuk
dimainkan di gereja, atau musik untuk mengiringi ibadah liturgi, atau suatu musik yang bersifat
suci, seperti nyanyian yang dinyanyikan digereja. Musik atau Leitourgia yang
berarti: laos (umat) dan ergon(karya). Dengan demikian, liturgi merupakan bakti dan
ungkapan syukur umat. Fungsi musik dalam liturgi adalah sebagai nyanyian dan pujian, sebagai
doa, sebagai alat proklamasi, sebagai cerita (Ungkapan hati atas kehadiran Tuhan di tengah kita,
13
E. Martasudjta, 196 14
E. Martasudjta, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196.
19
ungkapan hati atas perbuatan Tuhan bagi kita, ungkapan hati untuk memperkuat iman kita semua)
dan karunia Allah. Melalui musik kita beribadah kepada Allah. Tujuan ibadah kita adalah untuk
mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah sejati bagi Allah, bukan persembahan bagi
para pengunjung ibadah.15
Musik merupakan ‘ekspresi ungkapan isi hati manusia. Setiap orang
mempunyai berbagai macam emosi, dan emosi memerlukan saluran. Saluran bagi ungkapan
emosi manusia dapat berupa gerakan badan atau vokal. Ungkapan fisik dapat berupa tarian, dan
ungkapan vokal dapat berupa nyanyian. Ungkapan-ungkapan semacam ini lambat laun menjadi
suatu seni. Musik punya pengaruh yang kuat bagi emosi manusia, ia dapat menjadi alat yg hebat
untuk merangsang emosi pendengarnya-mengangkat, memberi inspirasi, mendorong,
memperangkap seseorang, dan dapat menjatuhkan atau menghancurkan seseorang.’ 16
Musik Tradisional
Pengertian musik tradisional menurut Tyas Andijaning adalah musik atau seni suara
yang berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini Indonesia. Musik tradisional menggunakan
bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat.17
Definisi musik tradisional menurut Yayat
Nursantara yaitu musik yang berkembang di daerah asal musik berada. Musik tradisional adalah
musik yang hidup di masyarakat secara turun-temurun dan berkelanjutan pada suatu daerah.
Musik tradisional terbentuk dari budaya daerah setempat sehingga cenderung bersifat sederhana
baik lagu maupun instrumentnya. Secara umum musik tradisional memiliki ciri khas sebagai
berikut: dipelajari secara lisan, tidak memiliki notasi, bersifat informal, pemainnya tidak
terspesialisasi dan bagian dari budaya masyarakat.18
Musik tradisional ialah musik dalam sebuah
masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dan berkelanjutan pada masyarakat suatu
15
Wikipedia, Musik Gereja, diundah pada 04 Juli 2017, https://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Kristen. 16
Ivan, Christian. “ Peran Musik dalam gereja: suatu tinjauan Theologi dan Historis”. Last modified May 6, 2015 , accessed July 2, 2017, https://www.academia.edu/12248012/PERAN_MUSIK_DALAM_GEREJA.
17 Tyas Andijaning, Hartaris, Seni Musik SMA Untuk Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 1.
18 Yayat Nursantara, 2007. Seni Budaya Untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 22.
20
daerah. Musik tradisional terbentuk dari budaya daerah setempat sehingga cenderung bersifat
sederhana baik lagu maupun instrumentnya. Secara umum musik tradisional memiliki ciri khas
sebagai berikut yaitu dipelajari secara lisan, tidak memiliki notasi, bersifat informal, pemainnya
tidak terspesialisasi, bagian dari budaya masyarakat.19
Adapun fungsi dari musik tradisional
ialah sebagai sarana apacara adat, sebagai pengiring tari atau pertunjukkan lainnya, sebagai
media komunikasi, sebagai media hiburan.20
Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa
Gamelan merupakan seperangkat alat musik khas Indonesia yang kelengkapan
instrumentnya dapat disejajarkan dengan simfoni orkestra di dunia Barat. Sebagaimana alat
musik pada umumnya, gamelan merupakan hasil olah budi manusia untuk mengungkapkan rasa
estetika atau rasa mencurahkan keindahan. Gamelan Jawa di bagi menjadi dua bagian.
Pembagian ini didasarkan pada perpaduan nada (dalam bahasa Jawa disebut laras), yaitu
gamelan laras slendro dan Gamelan laras Pelog. Adapun nama alat musik instrument gamelan:
kendang merupakan instrumen gamelan yang memegang peranan paling penting, bonang barung
adalah bonang besar, berfungsi sebagai pemimpin gending, bonang penerus, slentem berupa
bilahan besi yang ditata pada pangkon, demung, saron barung, saron peking, kethuk kempyang,
kenong, kempul, gong, gambang, gong kemodong, celempung, rebab, gender barung, gender
penerus, suling, kemanak, kecer, keprak dan kepyak dan beduk besar.21
Tugas dari instrument
gamelan: kendang sebagai pengatur irama, ketuk sebagai pemangku irama, kenong sebagai
19 Siti Sarini. ” Fungsi Komunikasi Dalam Musik Tradisional Rijiq Sebagai Sarana Komunikasi Masyarakat Suku
Dayak Tonyoi Di Kutai Barat,” Ejournal Ilmu Komunikasi 3, no. 2 (Juli 2015), 450, diakses 25 Agustus, 2017, http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2015/07/JURNAL_SITI_SARINI%20fix%20(07-01-15-01-40-29).pdf.
20 Siti Sarini. Fungsi Komunikasi Dalam Musik Tradisional Rijiq Sebagai Sarana Komunikasi Masyarakat Suku
Dayak Tonyoi Di Kutai Barat, 451. 21
Hadi Santosa, Gamelan: Tuntunan Memukul Gamelan, ( Semarang: Dahara Prise), t.th), 1-5.
21
pemangku irama, kempul sebagai pemangku irama, gong sebagai pemangku irama, Kempyang
sebagai pemangku irama, bonang barung sebagai pengatur lagu, saron demung sebagai
pemangku lagu, slentem sebagai pemangku lagu, gambang sebagai pengisi jiwa gamelan, Gender
sebagai pengisi jiwa, clempung sebagai pemangku yatmaka (jiwa), rebab sebagai pembuka patet,
suling untuk memeriahkan irama, siter untuk memeriahkan irama dan keprak untuk
menggairahkan nada.22
Dalam khasanah seni karawitan (gamelan) terdapat ‘filosofi buka’ yaitu buka bonang,
gender, rebab, kendhang dan buka celuk. Lebih tepatnya ‘filosofi buka’ memberikan isyarat agar
manusia mampu membuka hati terhadap ajaran Tuhan dalam agama yaitu syarat atau sinyalemen
yang diberikan Tuhan melalui perubahan atau gejala alam, terlebih kalau sudah di ’buka’ dengan
buka celuk, maka diharapkan orang per orang atau semua manusia tanggap ing sasmita terhadap
panggilan atau isyarat Tuhan tersebut. Sedangkan bawa atau ‘buka celuk’ mengandung khasanah
‘filosofi bawa’ berarti memiliki kemandirian atau pengaruh kepada orang lain dimasyarakat
karena sudah bisa dijadikan contoh. Sedangkan, bawa berarti mandiri. Jika kata bawa ditambah
dengan ater-ater(wi) maka menjadi wibawa, maknanya memiliki pengaruh kebaikan kepada
paraga wiyaga/ niyaga lainya. Hal ini mengisyaratan betapa leluhur Jawa sangat konsen
terhadap makna hidup dan kehidupan agar menjalaninya dengan lebih baik dan berbudaya. Buka
artinya sebagai membuka, pembuka atau pembukaan, tanda atau pertanda untuk memulai
dimainkannya musik gamelan. Sedangkan Buka Celuk Swara atau bawa berarti celuk dalam
bahasa Jawa artinya panggilan atau memanggil yang dilakukan oleh wira swara atau dhalang.
Sedangkan swara adalah panggilan melalui atau dengan suara. Dengan demikian, buka celuk
atau buka swara artinya merupakan panggilan melalui suara sebagai isyarat, tanda, pertanda akan
22
Hadi Santosa, Gamelan:Tuntunan Memukul Gamelan,17-18.
22
dimulainya memainkan musik gamelan. Dalam seni karawitan, dikenal ada beberapa ‘buka’
sebagai tanda panggilan untuk memulai dimainkanya musik gamelan yaitu:23
Buka Bonang: Buka bonang merupakan buka umum atau normatif dipakai dalam seni krawitan,
terutama untuk memulai gendhng-gendhing umum yang tergolong kasar seperti lancaran
reno-reno, kuwi apa kuwi, dan lainnya. Jadi gendhing girp atau berbentuk lancaran diatas, dibuka
dengan bonang kemudian iramanya kapurba dipimpin oleh kendhang, pada akhirnya sampai
kepada gong. Buka gender: buka gender ini isyarat bahwa gendhing yang akan dimainkan
bersifat agak halus, yakni seperti Ladrang Asmarandana, Pangkur, dan lainnya. Sebagaimana
Gendhing Giro diatas, maka gendhing Ladrang ini dibuka gender, iramanya kapurba atau
dipimpin oleh kendhang, pada akhirnya ke gong.
Buka rebab: Secara spesifik buka rebab ini lebih halus dari pada buka gender.
Gendhing-gendhing yang ada dibuka dengan rebab, yakni gendhing gedhe antara lain Gendhing
Gambir Sawit, Widosari, dan lainnya. Gendhing-gendhing tersebut dibuka oleh rebab, iramanya
kapurba atau dipimpin oleh kendhang akhirnya bisa sampai ke gong. Buka kendhang: Buka
kendhang atau dimulai dengan aba-aba dari kendhang. Hal ini mengisyaratkan akan dimulainya
gendhing, seperti ayak-ayak, srempeg dan Sampak. Untuk membedakan dari masing-masing
gendhing, bukanya kendhang ada tanda bunyi yang tersendiri. Ini pun bisa sampai gong yakni
gendhing dibuka kendhang dan iramanya juga kapurba oleh kendhang. Buka celuk/swara (bawa):
buka celuk/swara atau bawa merupakan panggilan yang menggunakan suara (dengan celukan
sebaga panggilan) misalnya dilakuan oleh sang dhalang sindhen atau wira swara. Menurut Ki
Sudjinal BA, dhalang dan budayawan Jawa Timur, gendhing-gendhing tersebut mengisyaratkan
bleger (sifat manusia) diantaranya: Gendhing Giro melambangkan sifat manusia yang kasar.
23
Wawan Susetya, Dhalang, Wayang dan Gamelan, (Yogyakkarta: NARASI, 2007), 94-99.
23
Gendhing Ladrangan melambangkan sifat manusia yang sombong, congkak atau ugal-ugalan.
Gendhing Ketawang melambangkan sifat manusia yang sudah halus, sareh atau lemah lembut.
Gendhing (Gedhe) melambangkan sifat manusia yang paripurna sehingga menggambarkan
amalannya diterima Tuhan. Gendhing Ayak-ayak melambangkan sifat manusia yang suka
sesirik, wira’i atau wirangi, mampu memilih-memilih. Gendhing Srempeg melambangkan sifat
manusia yang suka mempersiapkan diri, mengerti mana yang lebih penting. Gendhing Sampak
melambangkan sifat manusia yang sudah memahami hakekat kehidupan abadi.24
Menurut Soetarno, Sarwanto dan Sudarko dalam bukunya yang berjudul Sejarah
Pedalangan, gamelan adalah ensemble musik Jawa atau Karawitan yang berlaras slendro dan
Pelog, dan menurut jenis terdiri atas: gamelan gedhe, gamelan wayangan, gamelan gadhon,
gamelan cokekan, gamelan senggani, gamelan pakurmatan, dan gamelan sekaten. Gamelan
gedhe adalah suatu perangkat gamelan laras slendro dan pelog digunakan untuk keperluan
klenengan ( konser karawitan) atau untuk mengiringi tari yang instrumennya terdiri dari: rebab,
gender, kendhang, bonang, slenthem, demung, saron barung, saron penerus, gambang,
celempung, suling, siter, kenong, kethuk-kempyang, kempul, gong kemanak bedhug dan bonang
penembung. Gamelan wayangan adalah suatu perangkat gamelan berlaras slendro yang
instrumennya terdiri dari rebab, gender barung, gender penerus, kendhang wayangan, slenthem,
saron barung dua buah, gambang, siter, suling, kecer, kethuk-kempyang, kempul, gong
suwukan.25
24
Wawan Susetya, Dhalang, Wayang dan Gamelan, 94-99. 25
Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, ( Surakarta: ISI Surakarta, 2007), 45-48
24
Gamelan wayangan pada zaman keraton Surakarta abad ke-18 digunakan untuk
mengiringi pertunjukan wayang kulit. Gamelan Gadhon adalah suatu perangkat kecil yang
berlaras slendro dan pelog, terdiri dari instrument gender, kendhang ciblon, slenthem, suling,
clempung, kenong, kempul dan gong. Gamelan gadhon digunakan untuk klenengan yang
menyertai peristiwa sepasaran bayi (lima hari kelahiran anak), menempati rumah baru, syukuran
dan lain-lain. Gamelan cokekan adalah suatu perangkat gamelan yang terdiri dari ricikan
kendhang, ciblon, gender barung, dan siter, dan digunkan untuk mengamen dari rumah ke rumah.
Gamelan senggani adalah perangkat gamelan yang bahannya dibuat dari besi atau kuningan,
yang berbentuk pencon, yang terdiri dari bonang, kendhang, slenthem, saron, demung, kenong,
kempul dan gong. Gamelan senggani dipedasaan digunakan untuk keperluan latihan karawitan
atau di sekolahan-sekolahan untuk pelajaran karawitan. Gamelan pakurmatan adalah suatu
perangkat gamelan untuk keperluan upacara ritual. Gamelan ini dapat dibedakan menjadi 3 jenis
menurut fungsi dan kegunaannya yaitu: gamelan monggang, gamelan carabalen dan gamelan
kodhok ngorek. Instrumen gamelan monggang terdiri dari kendhang, wadon, kendhang
penunthung, kenong, rejoh, gong gedhe, banggen, kenongan dan penonthong. Keraton Surakarta
gamelan Monggang digunakan pada upacara garebeg Mulud atau upacara jumenengan atau
ulang tahun raja naik tahta. Gamelan kodhok ngorek terdiri dari gender, slendro, kendhang
wadon, kendhang penunthung, gong gedhe, kenong, kecer, banggen, bonangan, dan klinthing.
Keraton Surakarta, gamelan kodhok ngorek digunakan untuk keperluan ritual supitan, tetesan,
sedangkan diluar tembok keraton untuk mengiringi panggih tematen/ perkawinan pada waktu
mempelai wanita dan laki-laki berhadap-hadapan. Gamelan carabalen terdiri dari kendhang,
wadon, kendhang penunthung, gambyong, kenong, klenang, penonthong, kempul dan gong26
.
26
Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, 45-48.
25
Keraton Surakarta, gamelan carabalen digunakan untuk penghormatan para tamu yang
hadir dalam resepsi perkawinan putri raja. Gamelan sekaten adalah suatu perangkat gamelan
dilingkungan Keraton dan dianggap sakral, dan hanya dimainkan setahun sekali pada bulan
Mulud ( Bulan Jawa) di halaman Masjid Besar, untuk memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad. Gamelan sekaten terdiri dari bonang penempung, bedhuk, demung empat buah,
saron barung delapan rancak, saron penerus empat rancak, kethuk kempyang, dan gong gedhe
dua buah. Gamelan di Jawa berlaras Slendro dan Pelog, yang masing-masing mempunyai
karakter yang berbeda. Laras Slendro terdiri atas lima nada yakni gulu, dhada, lima, nem dan
barang (2 3 5 6 1), sedangkan Laras Pelog terdiri atas tujuh nada yaitu penunggul, gulu dhada,
pelog, lima, nem, dan barang (1 2 3 4 5 6 7). Menurut tradisi oral atau legenda bahwa laras
slendro lebih tua daripada gamelan pelog, dan gamelan slendro diiberikan oleh raja Kano atas
perintah Ciwa lewat Bathara Indra atau Sura Indra, dan nama slendro berasal dari Sura Indra.
Menurut Ki Hajar Dewantara, gamelan slendro lebih tua daripada pelog, oleh karena gamelan
slendro berasar dari dinasti Sailendra di Jawa Tengah, suatu dinasti yang membangun Candi
Borobudur. Dalam manuskrip di Keraton Yogyakarta, dinyatakan bahwa pertama kali gamelan
ditemukan berlaras slendro yang dicipta oleh Bathara Indra, sedangkan gamelan laras pelog
dicipta pada zaman Jenggala dibawah pemerintahan Kediri. Menurut Jaap Kunst dalam buku
Musik in Java, menyatakan bahwa gamelan laras pelog lebih tua dibandingkan slendro. Menurut
Stutterheim, pada zaman dulu gamelan laras slendro untuk mengiring pertunjukan wayang kulit,
sedangkan gamelan pelog untuk mengiringi wayang gedhog.27
27
Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, Sejarah Pedalangan, 45-48.
26
Menurut Bambang Murtiyoso dalam bukunya yang berjudul Pertumbuhan dan
Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang, perangkat gamelan yang digunakan dalam
pertunjukan wayang sekarang dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu Perangkat gamelan
slendro dan Pelog. Perangkat gamelan slendro dan pelog plus instrumen non-gamelan yang tidak
bernada dan Perangkat gamelan slendro dan pelog plus instrument non-gamelan yang bernada
diatonis dan instrumen non-gamelan yang tidak bernada.28
Tiap jenis alat musik mempunyai fungsi sendiri dan teknik memainkannya berbeda-beda.
Jenis alat musik yang tergolong ‘balungan’ seperti demung saron dan yang dimainkan dengan
pukulan nada-nada. Alat musik yang tergolong ‘ricikan’ seperti gambang gender dan yang lain
adalah alat musik melodi dengan ragam teknik pukulan gembyang kempyung pinjalan pipilan
atau wiletan. Kendhang berfungsi sebagai ‘yasa wirama’ artinya alat musiik yang berperan
untuk menciptakan perubahan-perubahan irama lagu. Kempul kenong dan gong berfungsi
sebagai wrekso wirama artinya bertugas menjaga kestabilan irama lagu. Pengertian irama pada
musik Jawa adalah tempo yaitu cepat atau lambatnya lagu. Gamelan berfungsi sebagai pengiring
wayang kulit. Gamelan yang dipergunakan untuk pergelaran wayang kulit terdiri dari gamelan
slendro dan pelog. Gamelan mempunyai arti yang penting dalam pergelaran wayang kulit yaitu
menguatkan nilai-nilai estetika pada seni pertunjukan wayang kulit, menciptakan suasana dalam
suatu adegan dan mendukung perwatakan tiap-tiap tokoh dalam adegan tertentu. Iringan musik
gamelan yang terdiri bermacam-macam jenis sangat tepat bahkan suatu keharusan
keberadaannya dalam pergelaran wayang kulit. Pergelaran wayang kulit tanpa iringan musik
gamelan akan mati, artinya pergelaran wayang kulit yang melambangkan kehidupan manusia
dengan perwatakannya masing-masing tidak akan tergambar dengan baik. Permaknaan wayang
28
Bambang Murtiyoso, Waridi, dkk, Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang, (Surakarta: Citra Etnika Surakarta, 2004), 113-114.
27
yang digeraikan diatas layar putih jika tidak diiringi musik gamelan ibarat gerakan benda-benda
biasa yang tidak bernyawa.29
Musik Gamelan merupakan identitas budaya Jawa. Menurut Koentjaraningrat, ‘dari
ketujuh unsur kebudayaan, hanya satu unsur yang dapat menonjolkan sifat khas dan mutu, dan
unsur tersebut cocok sebagai unsur paling utama dalam kebudayaan Indonesia yaitu kesenian.
Dalam buku Koenjaraningrat yang berjudul Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan,
dijelaskan bahwa para ahli perencanaan pembangunan telah sadar akan pentingnya kebudayaan
Indonesia, karena kebudayaan Indonesia memberi identitas nasional, dan identitas tersebut perlu
untuk mendorong motivasi untuk usaha pembangunan. Dengan mewujudkan adanya identitas
nasional, rakyat harus mempunyai rasa bangga kepada negara tersebut’.30
Menurut Stella Ting
Toomey, Identitas merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender,
budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita
sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W.
Harry dan Kosmitzki Corinne melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai
individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan, dan sikap’.31
Secara etimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti kondisi atau
kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; kondisi atau
fakta tentang sesuatu yang sama di antara dua orang atau dua benda; kondisi atau fakta yang
menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua kelompok atau benda. Pada
tataran hubungan antar manusia lebih tepat bukan sekadar identik melainkan menjadi identitas
29
Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1992), 113-114. 30
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, ( Jakarta: Gramedia, 1982), 113. 31
Larry A. Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Communication Between Cultures. (Wadsworth: Cengage Learning, 2009). 154-161.
28
yang berarti membuat sesuatu menjadi identic atau sama; megakui keberadaan sesuatu yang
dilihat, diketahui, digambarkan atau diklaim; menghubungkan atau membuat sesuatu menjadi
lebih dekat; kaum psikoanalisis menggunakan istilah identify untuk menerangkan aspek-aspek
psikologi yang dimiliki seseorang dan membandingkan psikologi yang dimiliki orang lain;
meletakkan atau mempertukarkan pikiran, perasaan, masalah dan rasa simpatik.32
Menurut
Kenneth Burke, identitas budaya sangat bergantung pada bahasa, bagaimana representasi bahasa
menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan.
Penamaan identitas seseorang selalu meliputi konsep penggunaan bahasa, terutama untuk
mengerti suatu kata secara denotative dan konotatif.33
Identitas selalu berada dalam motion (gerak), artinya identitas bersifat dinamis, tidak
pernah stabil. Setiap orang berubah sepanjang waktu, aktif atau pasif. Identitas tidak selalu tetap
tetapi prosesnya sering berubah. Dalam masyarakat ada 3 bentuk identitas diantaranya identitas
budaya, identitas sosial dan identitas pribadi. Identitas budaya merupakan ciri yang muncul
karena seseorang merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu. Identitas sosial
terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok
antara lain umur, gender, kerja, agama, kelas sosial dan tempat. Identitas sosial merupakan
identitas yang diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam jangka waktu yang lama.
Identitas pribadi didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi seseorang. 34
32
Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2002),
69-70. 33
Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, 72.
34 Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, 95-97.
29
Dalam buku ‘Konsepku membangun bangsa Batak: Manusia, agama dan Budaya’,
mengatakan bahwa identitas mengacu pada lima sumber utama yaitu gender, status sosial, usia,
wilayah dan etnis. Identitas etnis misalnya meliputi tradisi budaya, kepercayaan, bahasa, gaya
hidup, kesenian.35
Menurut Stuart Hall dalam buku “Cultural Identity and Diaspora” bahwa
identitas budaya dapat dilihat dari dua cara pandang yaitu identitas budaya sebagai sebuah wujud
dan identitas budaya sebagai proses menjadi.36
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersiat kontiniu dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama.37
Dengan demikian, identitas budaya menurut penulis ialah
sebuah jati diri atau ciri budaya yang membedakan budaya yang satu dengan yang lain, sehingga
dari ciri maupun jati diri tersebut, orang lain dapat melihat apa yang membedakan dari budaya
yang lain. Setiap budaya memiliki ciri khas masing-masing dan itulah yang memperkaya setiap
budaya dengan adanya perbedaan.
Musik Gamelan merupakan musik tradisional yang berasal dari kebudayaan Jawa.
Menurut perbendaharaan bahasa Jawa kata budaya berasal dari ‘budi’ dan ‘daya’. Kata budi
berarti akal atau nalar. Dalam bahasa Jawa kata budi sering dirangkaikan dengan kata akal
sehingga menjadi akal budi yang artinya kepandaian. Dalam bahasa Jawa kata budi juga berarti
watak. Kata daya berarti tenaga atau kekuatan. Kata daya sering dirangkaikan dengan kata upaya
sehingga menjadi daya upaya artinya usaha untuk mencapai sesuatu. Apabila kata budi dan daya
dirangkaikan menjadi budi daya berarti kekuatan akal manusia untuk mencapai suatu hasil dalam
35
Bungaran Antonius Simanjuntak. Konsepku Membangun Bangsa Batak: Manusia, Agama, dan Budaya, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), 235.
36 Stuart Hall. Cultural Identity and Diaspora, (London:1990). 393.
37 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antrologi, (Jakarta: Rineka Cipta,2009), 115-118.
30
upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.38
Dalam hal kebudayaan Ki Hajar Dewantara
menjelaskan bahwa jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yaitu pikiran perasaan dan kemauan.
Ketiga unsur tersebut disebut cipta rasa dan karsa. Buah pikiran yaitu ilmu pengetahuan,
pendidikan, pengajaran dan filsafat. Buah perasaan yaitu keindahan, keadilan, keagamaan, dan
kesenian adat. Buah kemauan seperti pertanian industri.39
Menurut Hildred Gertz pola pergaulan masyarakat Jawa ditentukan dua prinsip, yaitu
prinsip rukun dan prinsp hormat. Prinsip rukun yaitu untuk mempertahankan masyarakat dalam
keadaan harmoni. Rukun berarti keadaan selaras serasi aman tentram dan damai. Keadaan rukun
akan dapat dijaga dan dipertahankan jika orang-orang dapat saling menerima, bekerja sama,
saling sepakat. Tiap-tiap individu selalu menjaga dan berusaha meniadakan hal-hal yang
mungkin menimbulkan perselisihan atau keserakahan. Rukun adalah keadaan yang sifatnya ideal
namun buikan berarti rukun menciptkakan keadaan sosial yang selaras dan serasi melainkan
berusaha mempertahankan keserasian, keselarasan, keadilan sosial yang sudah selaras dan serasi.
Bagi orang Jawa keadaan aman, tentram, damai, dan harmonis adalah keadaan yang normal yang
telah ada sebelumnya. Prinsip rukun tercermin dalam suatu bentuk kesenian Jawa khususnya seni
musik yang disebut gamelan. Apabila semua musik gamelan dibunyikan bersama menurut
fungsi-fungsinya masing-masing maka akan terdengar suaru lagu yang satu padu selaras dan
harmoni. Keanekaragaman teknik pukulan dan garap tiap-tiap alat gamelan menunjukkan sifat
dan makna kerukunan hidup orang Jawa. Bentuk perilaku yang lain adalah gorong royong.
Gotong royong meliputi membantu dalam kasus kematian proyek kampung dan sumbangan
38
Suwaji Batomi. Seni dan Budaya Jawa, 1. 39
Tauchid Moch. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian II Kebudayaan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1967), 70-71.
31
kepada orang yang mempunyai hajatan.40
Prinsip hormat berdasarkan pada cita-cita agar
masyarakat Jawa selalu dalam kondisi bersatu yang selaras. Pemakaiaan bahasa Jawa Krama,
disamping menghindari konflik juga menjadi sarana untuk menghormati orang lain. Sikap
hormat kepada orang lain berarti menghargai orang lain dan mengangkat orang lain menjadi
tinggi. Sikap seperti itu mempunyai nilai balik terhadap diri sendiri, artinya apabila seseorang
mau menghormat dan menghargai orang lain, maka ia sendiri akan mendapat penghormatan dan
penghargaan dari orang lain.41
Filsafat hidup Jawa terbuka karena perkembangan kebudayaan Jawa akibat pengaruh
Filsafat Hindu dan filsafat Islam. Orang Hindu datang ke Jawa menyebarkan agama Hindu
membawa serta filsafat Hindu. Pada saat kedatanagan orang Gujarat ke Jawa, tidak hanya
menyebarkan ajaran Islam tetapi mereka mengembangkan keseluruhan alam pikir Islam. Tradisi
Jawa, kepercayaan Hindu, mistiskisme Islam dan agama Islam melebuh menjadi suatu alam pikir
Jawa atau filsafat Jawa. Pandangan hidup orang Jawa atau Filsafat Jawa terbentuk oleh episode
perjalanan sejarah berupa rangkuman dari alam pikir Jawa tradisional, kepercayaan Hindu dan
ajaran mistikisme Islam. Pandangan hidup tersebut telah dituangkan ke dalam karya sastra
Pujangga baru pada zaman Surakarta, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Pengaruh
kepercayaan Hindu dan filsafat India terdapat pada kitab Paramayoga karya Ranggawarsita.42
Dalam tradisi atau tindakan orang Jawa selalu berpegang pada dua hal: Pertama, kepada
pandangan hidupnya yang religious dan mistis. Kedua sikap hidupnya yang etis dan menjunjung
tinggi moral atau derajat hidupnya. Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu
dengan Tuhan yang serba rohaniah atau mistis dan magis, dengan menghormati arwah nenek
40
Suwaji Batomi. Seni dan Budaya Jawa, 39-42. 41
Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, 46. 42
Budiono herusatoto, simbolisme budaya Jawa,111-115.
32
moyang serta kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat oleh indra manusia, dipakai simbol-simbol
kesatuan, kekuatan dan keluhuran, seperti:
Simbol yang berhubungan dengan kesatuan roh leluhur seperti sesaji, menyediakan
bunga, selamatan dan ziarah; simbol yang berhubungan dengan kekuatan: memakai keris,
tombak; simbol yang berhubungan dengan keluhuran seperti pedoman-pedoman laku
utama dalam Hasta-Sila.43
Pada waktu mengucapkan bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan
membedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang bicara berdaasrkan usia
maupun status sosial. Demikian pada prinsipnya ada dua macam bahasa Jawa ditinjau dari
kriteria tingkatan, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang
yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang yang lebih tua usianya serta lebih rendah derajat
atau status sosial. Bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk bicara dengan yang belum dikenal
akrab tetapi yang sebaya alam umur maupun derajat dan juga terhadap orang yang lebih tinggi
umur serta status sosialnya. Dari kedua macam bahasa ini kemudian ada variasi berbagai dan
kombinasi antara kata-kata dari bahasa Ngoko dan Krama dan yang pemakaiannya disesuaikan
dengan keadaan perbedaan usia, derajat sosial dan sebagainya.44
Sistem kekerabatan orang Jawa
berdasarkan prinsip keturunan bilateral, sedangkan sistem istilah kekerabatan menunjukan sistem
klasifikasi menurut angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan ayah dan
ibu, beserta isteri maupun suami masing-masing di klasifikasikan ke dalam dua golongan yang
dibedakan menurut jenis kelamin menjadi paman bagi para adik laki-laki dan bibi bagi para
wanita. 45
43
Budiono Herusatoto, 139 44
Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, ( Yogyakarta: Djambatan, 1971), 322-323. 45
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 330.
33
Dalam kenyataan hidup masyarakat Jawa, orang masih membeda-bedakan antara priyayi
yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan kebanyakan orang yang disebut
wong cilik seperti petani-petani, tukang-tukang dan pekerja kasar lainnya. Dalam kerangka
susunan masyarakat, kaum priyayi dan bendara merupakan lapisan atas sedangkan wong cilik
menjadi lapisan masyarakat bawah. Kemudian menurut kriteria pemeluk agama, orang Jawa
biasanya membedakan orang santri dengan orang agama Kejawen. Golongan kedua ini adalah
orang-orang yang percaya pada ajaran agama Islam, akan tetapi mereka tidak secara patuh
menjalankan rukun dari agama Islam tersebut, misalnya: tidak salah, tidak puasa, tidak naik haji,
dan sebagainya.46
Orang Jawa sebagai salah satu golongan etnis di Indonesia mempunyai sikap hidup yang
berbeda dengan golongan etnis lainnya. Asal-usul orang Jawa, tradisi orang Jawa merupakan
salah satu landasan sikap hidup orang Jawa. Pada zaman purba orang Jawa hidup mengembara.
Mereka memungut buah-buahan dan umbi-umbian yang ada di hutan dan makan apa yang
mereka temukan. Pada waktu orang Jawa belum berpikir untuk masa depan, hidup mereka belum
mapan. Manusia, dari asalnya telah memiliki akal budi. Karena akal budi manusia mempunyai
kebutuhan yang meliputi kebutuhan jasmani dan rohani. Pemenuhan kebutuhan itu merupakan
bagian dari proses menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang bukan sekadar hidup untuk
makan, tetapi manusia yang berbudaya dan berbudi luhur. Mereka mulai menggunakan akalnya
ketika berburu binatang, menghindari musuh, menyelamatkan diri dari bahasa alam yang
mengancam.47
46 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indnesia, 337. 47
Suwaji Bastomi,Seni dan Budaya Jawa, 35.
34
Pengalaman yang diperoleh dari perjalanan hidupnya semakin meningkatkan kemampuan
berpikir manusia. Dengan kecerdasan yang tinggi, tuntutan manusia menjadi tinggi dan
kebutuhannya menjadi kompleks, yang berai adanya peningkatan kualitas dalam hal tertentu.
Rasa lapar menjadi makin terasa karena mereka dapat membayangkan bagaiamana rasanya lapar.
Rasa takut pada binatang dialihkan pada pemikiran tentang cara-cara untuk mepertahakan hidup.
Rasa takut pada malam hari semakin besar karena mereka dapat membayangkan hal-hal yang
membahayakan menimpa dirinya. Maka manusia mengusahakan agar suasana malam hari yang
gelap menjadi terang dengan jalan memancarkan lampu. Manusia mempunyai kebutuhan lebih
banyak dari pada makhluk hidup lainnya. Manusia tidak tertekan ketika sedang bernyanyi, sebab
menyanyi bukan beban pekerjaan melainkan kesenangan. Rasa senang akan menghilangkan rasa
takut, sebab orang yang sedang merasa senang akan melupakan rasa yang tidak senang dan
hal-hal lain yang menyebabkan rasa takut. Pada permulaanya kesempatan yang paling
dimanfaatkan adalah mengembara. Pikiran mereka dicurahkan untuk membela dirinya dari
bahaya yang mengancam. Pikiran manusia manusia dicurahkan kepada usaha mempertahankan
hidup dengan jalan mengumpulkan buah-buah dan berburu serangan binatang buas. Manusia
mampu memperhitungkan hal-hal yang akan terjadi, manusia mampu merancang tentang apa
yang mereka perbuah dan dapat memperkirakan hasil yang akan dicapai. Hal itu menunjukan
bahwa sebelum berbuat manusia sanggup menentukan tujuannya.48
Jawa adalah salah satu pulau yang merupakan sebagian kecil dari kepulauan Nusantara
atau negara Indonesia yang begitu luas. Walau kecil, namun pulau ini memiliki peran dan andil
yang penting dalam perjalanan sejarah negara dan bangsa Indonesia sampai mencapai sosoknya
seperti ini, yang meliputi perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat atau bangsanya,
48 Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, 36.
35
baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan juga budaya. Jawa pernah dan hampir tidak
pernah lowong sebagai salah satu pusat kehidupan dan perkembangan peradaban, ekonomi,
kebudayaan maupun pemerintahan. Dampak atau pengaruhnya sempat menyebar ke luar Jawa.
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat dengan rajanya Purnawarman pada abad 4 adalah salah
satu dari kedua kerajaan tertua di Indonesia selain kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman
di Kalimantan Timur. Pada masa-masa berikut, di Jawa muncul kerajaan-kerajaan baru yang
kemudia secara berurutan, beberapa diantaranya sempat mampu menjadi pusat pemerintahan dan
sekaligus menjadi pusat kebudayaan Nusantara. Kesenian gamelan atau karawitan terutama
sekarang ini masih hidup dan berkembang di Jawa Tengah, Bali bahkan sampai di Flores.49
Marco Polo sampai menyebut pulau Jawa sebagai Java Mayor atau Jawa besar karena
pengaruh dan perannya yang jauh besar melampui pulau-pulau sekitar yang ukuran lebih besar.
Kekaguaman Marco Polo diikuti oleh musafir yang lain sehingga pada waktu itu Jawa disebut
sebagai pulau yang ‘terbesar’ dan paling berpengaruh di dunia. Semua memberi tempat utama
dalam kisah dan kajian. Daerah Jawa dinamika peradaban, sistem kepercayaan maupun
kebudayaan berjalan demikian pesat dan intens, mulai dari pra-Hindu, Hindu, Islam sampai
modern, bahkan era global sekarang ini. Jawa pada abad 16 pernah menjadi Carrefour
(persimpangan, pertemuan atau persilangan) lintas budaya dunia. Perubahan yang dinamika pada
umumnya diterima dengan sikap terbuka serta toleransi yang besar dari masyarakat Jawa
sehingga dinamika berjalan dengan relatif baik dan tidak menimbulkan konflik fisik yang berarti.
Sekarang ini Jawa masih menjadi lokus yang memiliki kedudukan dan peran yang cukup
signifikan dalam perkembangan peradaban kebudayaan di Indoensia. Istilah ‘Jawaniasi’ menjadi
konotasi negatif dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik juga kesenian dan
49
Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, ( Surakarta: PascaSarjana ISI Surakarta, 2002) 1-2.
36
kebudayaan menjadi wacana yang kurang untuk didengar terutama bagi telinga dan perasaan
orang Jawa. Berbagai jenis kesenian Jawa akhirnya secara tidak langsung dan tidak sengaja
dengan atau tanpa disadari oleh pelakunya sendiri, semua dan pekerja seni terkena semuanya.50
Kesenian Jawa terutama wayang kulit purwa beberapa waktu yang lalu dianggap
sebagai simbol Jawa yang disebarkan dan digunakan peemerintah sebagai acuan maupun alat
propaganda atau digunakan sebagai sara penyampaian berbagai ‘doktrin’ politik dan paham
lainnya. Salah satu contoh karya seni yang dianggap paling tua dan masih ada sampai saat ini
adalah wayang kulit purwa. Wayang ini diduga sudah ada sejak zaman pra hindu atau zaman
animisme/dinamisme berupa pertunjukan bayang-bayang yang dilakukan oleh para syaman atau
dukun sebagai bagian dari kegiatan atau upacara ritual. Arwah nenek moyang yang diwujudkan
dalam bentuk bayang-bayang boneka dari dedaunan, rerumputan, tetumbuhan atau bahan lain
yang terdapat di sekitar mereka. Peristiwa inilah yang kemudian dianggap atau dipercayai cikal
bakal pertunjukan wayang kulit purwa Jawa yang masih ada, berubah dan berkembang seperti
yang beberapa bentuknya dapat dilihat sampai sekarang. Dari waktu ke waktu, sosok syaman
kemudian berubah atau berkembang menjadi dhalang, boneka berkembang menjadi wayang dan
mantram berkembang menjadi suluk (nyanyian dhalang) dan musik (karawitan).51
Dalam daerah Jawa, salah satu jenis seni bebunyian yang dianggap tua dan masih
bertahan sampai saat ini adalah karawitan atau musik gamelan. Istilah karawitan sering juga
digunakan untuk menyebut berbagai jenis musik lainnya yang memiliki sifat, karakter, konsep,
50
Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, 2-3. 51 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, 2-4.
37
cara kerja, dan atau aturan yang mirip dengan musik karawitan Jawa. Banyak orang memaknai
karawitan berangkat dari dasar kata yang digunakan yaitu rawit yang berarti kecil, halus, rumit.
Dalam lingkungan Keraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga diguanakan sebagai payung
dari beberapa cabang kesenian seperti ukir, pedhalangan, tari dan sudah musik tradisi Jawa. Pada
tahun 50, ketika pemerintahan RI membuka untuk pertama kalinya sebuah sekolah formal
kesenial setingkat SLTA di Surakarta, dengan nama Konservatori Karawitan Indonesia
(KOKAR) dalam program pembelajaran pada waktu itu telah memasukkan seni pedhalangan dan
seni tari. Pada waktu itu, seni tari dan pedhlangan telah menjadi bagian dari karawitan. Setelah
sekolah ini didirikan, munculah di beberapa kota sekolah mirip seperti di Surakarta, diantaranya
Padang, Denpasar, Bandung, Surabaya, Banyumas dan Gowa (Makassar).52
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrument sebagai pernyataan musikal yang
sering disebut dengan karawitan. Karawitan memiliki berbagai arti dan pengertian, penggunaan
istilah sangat luas dan umum. Pada dasanya, karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang
berarti rumit, berbeli-belit. Rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata
karawitan yang dimaksud adalah musik gamelan, musik Indonesia yang bersisitem nada
non-diantonik yang menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan
aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah untuk
didengar.53
Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi banga Indonesia.
Gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan
sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A Brandes
52
Rahayu Supanggah Bothekan Karawitan I, 5-6. 53
Purwadi dan Afendy Widayat, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, ( Yogyakarta: Hanan Pustaka, 2006), hal 1.
38
mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal
sepuluh keahlian diantaranya wayang dan gamelan. Menurut sejarah, gamelan Jawa mempunyai
sejarah yang panjang. Sama halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam
perkembangan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan yang terjadi pada cara pembuatan,
sedangkan perkembangan menyangkut kualitas. Dahulu kepemilikan gamelan ageng Jawa hanya
terbatas dikalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan
gamelan-gamelan Jawa yang temasuk dalam kategori pustaka. Secara filosofis gamelan Jawa
merupakan satu bagian yang tak tepisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian
disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budaya yang berupa gamelan
Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianut. Istilah gamelan telah lama
di kenal di Indonesia. Musik-musik etnis di Indonesia 90 persen jenis musik perkusif, artinya
untuk memainkannya dipergunakan alat pukul. Gamelan-gamelan kuno yang masih ada
jumlahnya sedikit. Manusia memang selalu tidak puas terhadap yang sudah ada, artinya manusia
selalu ingin mengembangkan apa yang sudah ada. Alat musik etnis menjadi alat musik religi,
kemudian menjadi sarana dakwah, pendidikan, media penerangan. Pada jaman gamelan sebagai
sarana ini jumlahnya selalu mengalami penambahan, antara lain ditambah kendang, petik, alat
musik gesek bahkan tambur, bedug dan lain-lain. ‘Pradangga Adi Guna Sarana Bina Bangsa’.
Arti kata moto tersebut, Pradangga sama dengan gamelan (prada+angga) artinya ‘yang punya
badan mengkilat’; Adi artinya baik; Guna artinya kepandaian, ilmu pengetahuan/ manfaat;
Sarana artinya alat; Bina artinya membangun, membimbing/mendidik; Bangsa adalah
orang-orang yang bertempat tinggal disuatu tempat yang mempunyai kedaulatan sendiri dan
berpemerintahan. Jadi secara keseluruhan adalah ‘apabila gamelan digunakan sebaik-baiknya
bisa sebagai alat untuk mendidik bangsa.’54
54
Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 2-4.
39
Bagi masyarakat Jawa, gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan
nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Dunia mengakui bahwa gamelan adalah alat musik
tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan adalah
alat kesenian yang serba luwes. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan
seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa setia kawan tumbuh
tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus
gendhing-gendhing. Gamelan tidak bisa dipisahkan dengan tari-tarian. Gamelan memang alat
untuk mengiringi semua macam tari-tarian.55
Benda-benda seni memang diciptakan atau dibuat
oleh seniman-seniman atau budayawan-budayawan, namun orang yang memeliharaya dan
menjaga kelestariannya disebut budayawan.56
Adapun tugas dari masing-masing instrument
gamelan sebagai berikut:
-Kendang (pemurba irama): Menentukan bentuk gending, mengatur irama dan jalannya laya,
Mengatur mandeg dan menyusukkan gending, Buka untuk gending-gending kendang.
-Kethuk (pemangku Irama): Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending,
menunjukan bermacam irama.
-Kenong (pemangku irama): Menentukan batas-batas gatra berdasarkan bentuk gendingnya.
-Kempul
-Gong (pemangku irama): menguatkan kendangan dalam menentukan bentuk gending, sebagai
pada dan final.
55
Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 2-4. 56
Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 8.
40
Sedangkan tugas rincikan pada bagian lagu sebagai berikut:
-Rebab (pemurba irama): Menentukan lagu, buka untuk gending-gending rebab).
-Gender gede (pemangku lagu): memperindah lagu dengan cengkok, buka untuk gending-
gending gender, buka untuk gending-gending disamping bonang barung.
-Bonang gede (pemangku lagu): memperindah lagu dengan cengkok, buka untuk
gending-gending bonang, buka untuk gending lancaran.
-Gambang (pemangku lagu): memperindah lagu dan cengkok, buka untuk gending-gending
gambang.
-Clempung, gender penerus, bonang penerus ( pemangku lagu) tugasnya mengiasi lagu.
-Slenthem, emung, saron barung (pemangku lagu) tugas sebagai pola dari lagu atau istilahnya
balungan.
-Saron penerus (pemanngku lagu): mempunyai gaya yang dapat digunakan sebagai petunjuk
bermacam irama.57
Kehadiran karawitan dalam upacara tradisi Keraton merupakan salah satu aktivitas
karawitan Keraton. Aktivitas lain adalah aktivitas mandiri yang tidak terkait dengan upacara
tradisi Keraton serta aktivias karawitan yang terkait dengan bentuk kesenian lain seperti wayang
maupun tari. Rahayu Supanggah membagi fungsi karawitan menjadi dua yaitu fungsi musikal
dan sosial. Fungsi musikal adalah fungsi karawian yang berhubungan dengan kesenian lain
seperti tari, dalang atau bentuk seni lain, sedangakan fungsi sosial adalah yang berkaitan dengan
upcara-upacara tertentu. Kehadiran karawitan dalam upacara tradisi Keraton sangat berkaitan
57
Purwadi dan Afendy, Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik Gamelan, 16-17
41
dengan upaya legitimasi kekuasan untuk memperkuat kedudukan dan kewibaan raja. Dapat
dikatakan antara upacara tradisi Keraton dengan karawitan merupakan satu kesatuan dengan kata
lain tidak bisa dipisahkan antra keduanya. Dalam sebuah upacara tradisi Keraton, hampir setiap
tahanan Keraton akan terdengar alunan gamelan. Hal inilah yang menyebabkan karawitan
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upacara tradisi Keraton. Karawitan memiliki
peran sentral dalam kehidupan tradisi Keraton. Hampir semua upacara tradisi Keraton
menggunakan karawitan sebagai salah satu perangkat atau kelengkapan upacara, dengan
hadirnya karawitan dalam sebuah upacara dapat dibayangkan kemegahan dan kemeriahan sebuah
upacara yang diselenggarakan oleh Keraton. Hal ini dikarenakan dalam sebuah upacara gamelan
yang dilibatkan untuk mendukung upacara, tidak hanya satu perangkat gamelan melainkan 3
perangkat gamelan baik gamelan pakurmatan maupun gamelan ageng.58
Fungsi sosial karawitan di Keraton menjadikan karawitan tidak sebatas alat legitimasi raja
melainkan menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah upacara tradisi Keraton. Dalam sebuah
upacara tradisi Keraton gamelan ditempatkan ditempat-tempat penting, baik keperluan proses
maupun manguyu-uyu sebelum upacar dimulai. Kehadiran karawitan tidak sekadar pengantar,
pengiring atau menyemarakan suasana, lebih dari itu karawitan melalui alunan gending yang
dibunyikan abdi dalaem niyaga, maupun perangkat gamelan yang digunakan dalam sebuah
upacara merupakan simbol-simbol yang memiliki makna tertentu. Upacara tradisi yang
diselenggarakan di Keraton mayoritas menggunakan karawitan sebagai salah satu perangkat
upacara. Kehadiran karawitan dalam sebuah upacara sangat berkaitan dengan fungsi sosial
karawitan Keraton. 59
58
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39. 59
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39.
42
Sejak tahun 1743, meskipun Kartasura dapat direbut kembali oleh Paku Buwana I,
kolonialisme masih melanjutkan usahanya merongrong kewibaan raja dengan segala macam
bentun intervensi. Pada saat era intervensi tanpa etika dimulai oleh pemerintahan kolonial
Belanda. Keberhasilan Belanda membantu Paku Buwana II mengusir pemberontakan Mas
Garendi mengaharuskan Paku Buwana II memberikan konsesi kepada Belanda. Kecintaan
raja-raja Surakarta akan kedamaian menjadikan setiap raja yang berkusaa memberikan perhatian
penuh pada intensitas pertumbuhan dan perkembangan kesenian. Maka tumbuhlah beberapa
entitas budaya sebagai kenyataan who pangolahing budi dari para pujangga dan seniman Keraton
yang mendapat restu sepenuhnya dari raja. Karawitan, tari, pajeliran dan kesustaraan serta
bentuk-bentuk ungkapan seni lainnya dihidupkan, tidak salah jika Keraton dianggap sebagai
sumber kebudayaan karena tidak sedikit elemen kebudayaan yang diproduksi oleh Keraton
Surakarta. Dari sekian elemen kebudayaan yang berperan, karawitan merupakan salah satu
entitas yang relatif dominan. Karawitan merupakan unsur bagi Keraton Surakarta dalam
pembentukan wujud kebudayaan Jawa, disamping karawitan yang hidup dan berkembang di
Keraton banyak mewarnai kekhasan tata nilai aura budaya Jawa. Bunyi-bunyi yang dihasilkan
dari instrument gamelan berperan besar dalam pembentukan kekhasan atmosir budaya. Melalui
berbagai jenis perangkat gamelan serta komposisi musiknya karawitan mampu mewakili
kewibaan dan cita rasa Jawa. Masyarakat Jawa pada umumnya mengidolakan budaya alus seperti
yang diperlihatkan dalam kehidupan priyayi60
. Kehidupan priyayi selalu dikaitkan dengan para
bangsawan dan abdi dalem dikalangan Keraton Surakarta. Dalam kehidupan masyarakat priyayi
terdapat sejumlah aturan yang rumit dan kompleks hingga pada saat itu status sebagai priyayi
sangat dihormati. Karawitan klasik yang merupakan salah satu produk budaya Jawa memiliki
sistem dan kaidah yang dipahami oleh masayarakat karawitan sebagai hukum-hukum karawitan.
60
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 40.
43
Selain karawitan Jawa juga memiliki ciri alus, dapat dikatakan bahwa karawitan merupakan
refleksi kebudyaan Jawa yang mengidolakan budaya alus. Karawitan sebagai manifestasi budaya
alus hidup subur dan berkembang di lingkungan Keraton yang dianggap sebagai sumber budaya
alus.61
Kebudayaan Keraton yang digolongkan dalam budaya alus penuh dengan smbol-simbol
yang kompleks dan rumit, hal inilah yang diwariskan oeh para bangsawan dan masyarakat
Keraton. Dapat dikatakan bahwa budaya alus merupakan representasi alam pikrian raja yang
menghasilkan budaya alus, maka karawitan Keraton sebagai mainstream dari kebudayaan
Keraton menjadi sumber acuan garap karawitan yang rumit dan halus. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan garap karawitan Keraton didasarkan konsep etika dan estetika Keraton yang berlaku
sejak ratusan tahun silam. Garap karawitan yang rumit selanjutanya dipelihara, dilaksanakan dan
dikembangakan tidak hanya lingkungan istana melainkan kalangan rakyat. Masyarakat pada
umumnya beranggapan bahwa kebudayaan Keraton dipahami memiliki nilai dan makna yang
tinggi sehingga layak untuk dijadikan acuan. Hukum-hukum karawitan yang berupa struktur dan
bentuk, laras, pathet, pola tabuhan yang berkembang di Keraton sampai saat tetap menjadi acuan
bagi masyarakat karawitan pada umunya.62
Karawitan digunakan sebagai salah satu alat legitimasi raja Keraton Surakarta, telah
berlangsung sejak pemerintahan Paku Buwana II. Sejak saat itu penciptaan gending sering
dikaitkan dengan legitimasi kekuasaan raja. Hal ini dilihat pada karya karawitan selalu disebut
iyasan Dalaem artinya buatan raja. Sebutan tersebut menunjukan bahwa kekuasan seorang raja
tidak sekadar berkuasa secara politik, tetapi di bidang kesenian raja juga memiliki kekuasan.
61
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 40. 62
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 39-41
44
Besarnya kekuasan raja dibidang karawitan semakin diperkuat dengan adanya kepercayaan
bahwa beberapa karya karawitan merupakan ciptaan makhluk halus. Hal ini dikaitkan dengan
kemampuan raja yang dapat berhubungan dengan makhluk halus. Banyak gending dipercaya
sebagai ciptaan makhluk halus yg dihadiahkan kepada raja. Jika makhluk halus memberi hadiah
kepada manusia maka dapat diduga ada hubungan baik antara manusia dengan makhluk halus. 63
Jalinan antara raja, karawitan dan upacara tradisi Keraton dapat disebut dengan sistem.
Hal ini dikarenakan antara ketigannya terdapat hubungan timbal balik yang erat serta kehilangan
salah satu dari ketiga unsur tersebut menggangu kelangsungan kehidupan tradisi Keraton. Selain
itu ketiga unsur memiliki bagian-bagian yang lebih kecil sebagai pendukung ketiga unsur. Peran
pendukung sangat menentukan kelangsungan raja, karawitan dan upacara tardisi kraton.
Kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu bagian akan menggangu stabilitas system (Terlihat
dalam tabel sebagai berikut).
63
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 43-44
45
RAJA
Sasana Wilopo Paran Karsa Nata Paran Kapujanggan Nata Paranpara Nata
KARAWITAN
Anggong Pesindhen Pengrawit Gamelan
UPACARA
Juru Suranta Kebondarat Prajurit Pawon Sajen Reksawanita Budaya
46
Berdasarkan bagian diatas telihat bahwa raja, karawitan dan upacara memilik kompenen
pendukung. Namun demikian komponen pada akhirnya menjadi satu kestauan dan membentuk
sistem. Dengan demikian antaara raja, karawitan dan upacara merupakan satu sistem. Aktivitas
sistem ini melibatkan suatu proses yang dikenal dengan transaksi interaksi dan saling
ketergantungan satu dengan yang lain.64
Seiring dengan perkembangan karawitan yang begitu cepat, meluas beragama dan
mendunia, terutama perkembangan fungsional karawitan atau gamelan sebagai salah satu
alternatif bentuk ekspresi estetik musikal baru atau modern, maka tanpa disadari karawitan telah
memperkaya diri dengan identitas dan citra batu yang multi dimensi. Beberapa citra yaitu:
1. Karawitan dianggap menejadi salah satu alternatif bentuk ekspresi estetik musikal yang
meyiratkan jiwa atau mewakili dunia Timur, bersama sama dengan musik Korea,
Thailand dan korea dan Cina. Walaupun sekarang seniman modern tidak
mempermasalahkan Timur Barat, Utara-Selatan, tradisi modern dan sebagainya, namun
dalam kenyataan masih terdapat banyak seniman bahkan negara-negara yang
beranggapan bahwa pengaruh budaya Barat telah dan masih mendominasi sehingga
muncul gerakan gerakan atau kegiatan yang mencerminkan adanya keinginan untuk
‘melepaskan diri tanpa merujuk ke Barat.’ Semangat tersebut timbul pada negara-negara
maju yang ingin membentuk identiatsnya yang pernah hilang karena pernah terjajah atau
pengaruh asing yang begitu dominan melalui kolonialisme, pendidikan maupun ekonmi
atau karena kegandrungan, kesilauan terhadap modernisme atau modernisasi Barat.
64
Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta., 45-46.
47
2. Karawitan dimiliki oleh seni tradisi pada umumnya di wilayah Timur adalah sifat, cara
atau proses bekerja dalam bermusik dan membuat musik. Cara ini antara lain
menekankan pada cara dan tata kerja yang mengutamakan kebersamaan, spontanitas
(mungkin dianggap bentuk siratan sifat keplosan, sederhana, kejujuran) dan keterbukaan
dari seniman yang terlibat dalam proses penciptaan maupun penyajian suatu karya musik
baru. Kesetiaan terhadap penggunaan tradisi lisan dan cara kerja bersama dalam proses
penciptaan maupun penyajian memungkikan hal tersebut dapat terwujud. Sifat ini
dianggap sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan yang terjadi pada tradisi
penciptaan dan penyajian musik di Barat yang pada dasarnya mengikuti tradisi tulis
dengan karakter yang individual. Kebiasaan-kebiasaan didunia karawitan yang saat ini
memberi citra karawitan yang dianggap sebagai dunia musik yang bekerja dengan
menggunakan ‘rasa’ yang biasanya menggunakan nalar atau pikir.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirangkum bahwa pencitraan dan pemakanaan baru terhadap
karawitan telah berkembang dan diperluas melingkupi suatu genre musik baru, tradisi dan atau
modern yang merujuk pada karakteristik atau nilai ‘budaya’; Timur menggunakan kebiasaan
kerja secara oral atau lisan dengan dilandasi oleh semangat kebersamaan atau kekeluargaan serta
mengutamakan pendekatan dan ungkapan rasa lebih dibandingkan nalar atau pikir. Dalam
pengertian karawitan yang sempit, khusus dan konvensional serta tersebar luas menyebut suatu
jenis seni suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur sebagai berikut:
Menggunakan alat musik gamelan sebagaian atau seluruhnya, baik berlaras slendro maupun
pelog, menggunakan laras slendro atau pelog, baik instrumental gamelan atau non gamelan
maupun vokal atau campuran dari keduanya.65
65
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 8-12
48
Dalam kalangan masyarakat karawitan di Indonesia, terutama lingkungan praktisi, istilah
gamelan biasa digunakan untuk menyebut sejumlah atau perangkat ricikan atau alat musik
instrument, dengan jenis dan jumlah tertentu yang sudah memenuhi syarat untuk memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan dapat berupa kebutuhan dari seorang atau sekelompok, dalam konteks
religi-sosial-budaya atau dalam konteks penyajian seni maupun konteks ekonomi dan politik.
Gamelan merupakan seperangkat ricikan yang sebagian besar terdiri dari alat musik pukul atau
perkusi yang dibuat dari bahan logam, dilengkapi dengan ricikan bahan kayu atau kulit maupun
campuran dari dua atau tiga bahan. Kata nggamel berartu memukul. Itulah kemungkinan
mengapa gamelan dianggap sebagai satu perangkat musik pukul atau perkusi, walau pada
kenyataannya gamelan juga melibatkan alat-alat musik non-perkusif seperti alat gesek, tiup,
petik, selaput kulit atau membran, dan sebagainya.66
Berbicara mengenai gaya karawitan sejak lama dan masih berlaku sampai sekarang
dengan sebutan adanya dua gaya karawitan utama yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Dengan
kewibaan dan kekuasaan dan fasilitas yang memadai, kehidupan seni budaya berkembang
dengan pesat. Dalam Keraton tempat berkumpulnya seniman unggulan dari berbagai cabang seni
dan tersimpan berbagai benda seni yang tak ternilai harganya. Seniman diluar Keraton direkrut
ke Keraton. Demikian juga benda hebat diluar Keraton dipersembahkan atau dibeli oleh Keraton
sehingga wajar tempat tersbeut menjadi pusat dan kiblat kesenian, termasuk dalam bidang
karawitan. Kesenian Keraton kemudian dianggap dan diangkat sebagai gaya kesenian Jawa baku
yang sampai saat ini digunakan sebagai rujukan masyarakt seni dan juga sebagai materi ajar yang
utama di lembaga-lembaga atau perkumpulan karawitan pelosok dunia. Diluar Keraton terdapat
gaya kesenian yang hebat selain Keraton, baik secara kualitas maupun kuantitas. Semasa Keraton
masih memiliki kekuatan politik maupun kultural, gaya diluar Keraton belum terlihat dan
66
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 13..
49
menempatkan tempat yang wajar. Kalangan pro Keraton menyebutnya dengan menggubahkan
istilah yang bernotasi rendah seperti gaya deso, gaya kuno, lama, pantai dan sebagainya.
Kesenian diluar Keraton dianggap kesenian yang kasar, ngawur, sederhana, ramai dan
sebagainya. Keduanya memilki warna, kekurangan dan karakter yang berbeda dan mereka saling
melengkapi. Kenyataan menunjukan bahwa banyak seniman Keraton yang direkrut dari desa
seperti dhalang, pengrawit, penari, dan yang lain. Dari segi kreativitas, para seniman desa sering
mendahului seniman yang berada di Keraton.67
Gaya Surakarta atau gaya solo yang bersumber pada gaya karawitan Keraton Surakarta.
Surakarta mempunyai 2 istana yaitu Kasunanan (selatan) dan Mangkunegaraan (utara), yang
masing-masing mengembangkan gaya dan menjadi pusat kegiatan budaya. Kedua Keraton
mengembangkan gaya keseniaan yang berbeda. Mereka berusaha tampil beda sehingga keduanya
memiliki ciri yang berbeda. Dalam karawitan, kedua Keraton tidak menampakkan perbedaan
yang mendasar, kecuali terdapat beberapa jenis gendhing yang lebih berkembang
dimasing-masing istana.68
Gaya Jogyakarta muncul pada saat dilakukannya perjanjian Giyanti (1755) dimana ada
kesepakatan dibaginya kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Perbedaan kedua Keraton ini terlihat disemua cabang kesenian terutama pada cabang seni
pertunjukan: tari, karawitan dan pedhlangan. Keraton Yogyakarta sampai saat ini masih memiliki
peran lebih besar dari Surakarta, namun dalam bidang kesenian justru gaya Yogyakarta kurang
berkibar dibandingkan gaya Surakarta. Gaya Yogyakarta relatif berkembang disekitar wilayah
Yogyakarta terutama lingkungan Keraton Yogyakarta. Gaya Karawitan Surakarta tersebar
hampir seluruh Jawa, termasuk ke luar Jawa, Indonesia maupun luar negeri. Bahkan di wilayah
67
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 138 -139. 68
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 140.
50
Yogykarta, gaya Surakarta lebih disajikan atau didengarkan diberbagai kesempatan maupun
event masyakarat umum. 69
Daerah kabupaten Blora kemudian merembet ke Timur sampai daerah Cepu dan
Bojanegara bahkan Tuban berkembang gaya karwaitan yang disebut Tayub Blora. Kehidupan
Tayub sangat popular didaerah ini, melebihi kepopuleran wayang kulit maupun kethoprak.
Penyebarannya sampai menjangkau daerah Cepu dan Bojanegara. Daerah Sragen muncul dan
hidup dan berkembang karawitan tayub dengan gaya yang berbeda dengan daerah Blora.
Karawitan ini selain biasa disebut dengan karawitan sragenan, sesuai dengan nama wilayah asal
atau berkembangnya gaya karawitan, juga dikenal sebagai karawitan badhutan. Bahdutan
berarti lawak, lucu. Letak Sragen diperbatasan antara Jawa tengah dan Jawa Timur maka
persinggungan garapan kedua gata tersebut dapat dilihat dalam karawitan tersebut.70
Menjelang tahun 80an, terdapat pergeseran yang sangat signifikan dalam kehidupan
kesenian tradisi Jawa, yaitu memudarnya kesenian termasuk karawitan dan pedhalangan.
Pergesaran ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang sangat kompleks dan sangat
menarik untuk lebih mendalami. Beberapa indikasi menunjukan bahwa pergeseran ini sejalan
dengan pergeseran nilai dan tata kehidupan yang berkembang di masyarakat atau selera
masyarakat Jawa terhadap kesenian serta perkembangan fungsi kesenian di masyarakat luas,
masyarakat Jawa dengan berbagai sifat dan keperluan yang berkembang dan majemuk.
Kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi, sitem informasi dan komunikasi yang pesaat memiliki
andil yang besar terhadap terjadinya pergesaran ini. Fenomena yang menonjol adalah kesadaran
akan pemanfaatan ruang dan waktu yang semakin besar tersedianya tempat penyelenggara
upacara dan hajatan yang menyelenggarakan kesenian yang semakin terbatas, sedikit dan
69
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 140-141. 70
Rahayu Supanggah, Blotekan Karawitan I, 143.
51
menciut, penggugatan pada nilai feodalistik, kebutuhan dan fungsi kesenian sebagai sarana
hiburan maupun sebagai barang komoditas, politik kebudayaan dan yang berhubungan dengan
pariwisata serta kebijakan pemerintah dalam bidang kebudayaan serta lintas budaya yang
semakin intens serta ‘keteladanan’ para pejabat pemerintah. Pada dekade terakhir bahwa
perkembangan kehidupan kesenian di sekitar Surakata sangat menyedihkan yaitu semakin
banyak penyelenggara upacara atau karawitan mengabaikan gaya karawitan baku. Dalam
lingkungan Keraton, re-generasi dalam bidang karawitan kurang berjalan dengan baik.
Dapat dikatakan bahwa tidak satu abdi dalem pengrawit dimana putra-putrinya mau
meneruskan atau mengikuti profesi ayah dan ibunya kecuali beberapa putra-putri dalam yang
masih peduli terhadap kehidupan kesenian di Keraton. Tidak ada satupun keturunan empu
karawitan atau pengrawit di Keraton yang meneruskannya, bahkan dalam menabuh gamelan.
Abdi dalem karawitan di Keraton Surakarta direkrut dari luar Keraton dan sebagian besar
berumur 40 tahun. Benteng pertahanan terakhir yang masih handal dan setia dalam
mepertahankan karawitan tradisi bukan pihak Keraton tetapi lembaga pemerintahan karena tugas
dan pekerjaan serta komitmen mengemban tugas dan memiliki visi& misi sebagai lembaga
konservasi maupun pelestari budaya. Lembaga tersebut seperti perguruan tinggi kesenian,
seniman pengrawit di RRI (Surakarta dan Yogyakarta), perorangan, pusat kajian/studi,
paguyuban-paguyuban khusus yang memiliki komitmen terhadap usaha mempertahankan,
keluarga atau lingkungan pedhalangan, lembaga-lembaga atau yayasan luar begeri dan
mahasiswa yang tersebar di seluruh dunia yang jumlah, kualitas dan prestasi kerja cukup
signifikan.71
71
Rahayu Supanggah,Blotekan Karawitan I, 144-148.
top related