bab ii landasan teori 2.1 otonomi daeraheprints.mercubuana-yogya.ac.id/1792/3/bab ii.pdf · air...
Post on 02-Nov-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan
cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,
bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten/kota
didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab:
1. Kewenangan Otonomi Luas
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang
pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu
11
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat
dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
2. Otonomi Nyata
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan
diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
3. Otonomi Yang Bertanggung Jawab
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan
pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi
berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang
Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah
yaitu:
1. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu
3. Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan
atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
2.2 Pendapatan Daerah
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah
berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang
berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain
pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi
pemerintah daerah dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai
proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan daerah. Pendapatan daerah sebagai
penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah daerah untuk
melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu
menumbuh kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan.
13
2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Halim (2004:67), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada BAB V
(lima) nomor 1 (satu) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber
dari:
1. Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak
kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel,
14
Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak
Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak
daerah mempunyai peranan ganda yaitu:
a. Sebagai sumber pendapatan daerah (budegtary)
b. Sebagai alat pengatur (regulatory)
2. Retribusi Daerah
Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009. Dengan UU ini dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997,
sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000.
Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang baru di satu sisi
memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber
pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan
asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh
daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28
Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat
dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan
retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi
perizinan tertentu.
a. Retribusi Jasa Umum
15
Adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha
Adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas pemberian
izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004
mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dirinci menurut menurut objek pendapatan yang
mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat.
16
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan
Asli Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan
daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini juga merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah
daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan
yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Jasa giro.
c. Pendapatan bunga.
d. Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.
Dana perimbangan berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 19 yaitu
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Tujuan dari dana perimbangan
yaitu untuk mengurangi kesenjangan pada bagian fiskal yang terjadi
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.UU No.32 Tahun 2004
17
Pasal 159 sampai Pasal 162 menyebutkan bahwa dana perimbangan
terdiri dari:
1. Dana Bagi Hasil
Bersumber dari pajak dan sumber daya alam, seperti minyak bumi,
pertambangan umum, kehutanan, perikanan, panas bumi.
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
Pasal 164 angka 1 menjelaskan bahwa pendapatan daerah yang sah
merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan,
yang meliputi : hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan pemerintah.
18
2.4 Pajak dan Pajak Daerah
2.4.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Sumitro (dalam Mardiasmo, 2009:1)
yaitu ”Pajak merupakan iuran rakyat pada kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib
pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
“Pajak merupakan iuran wajib rakyat bagi negara berupa uang yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan dan digunakan untuk membiayai keperluan atau
pengeluaran umum negara dalam rangka pembangunan nasional dan
kemakmuran rakyat.”
19
2.4.2 Fungsi Pajak
Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang berperan
penting dalam pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan hal
tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu;
1. Fungsi Anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh
yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negeri.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu
dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap
barang mewah.
3. Fungsi Stabilitas
Pajak sebagai fungsi stabilitas, sehingga pemerintah memiliki dana
untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
20
4. Fungsi Alokasi
Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah
terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan
dalam segala bidang.
5. Fungsi Distribusi
Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan
sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak
untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok
tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya
bersama.
2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak yang dikenal di Indonesia ada 3 (tiga),
yaitu:
1. Official Assesment System
Official Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan
pajak yang kewenangan pemungutannya dilakukan oleh aparatur
pajak (fiskus), dimana fiskus berkewajiban untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang dari Wajib Pajak (dalam hal ini Wajib
Pajak bersifat pasif). Wajib Pajak baru akan mengetahui besarnya
pajak yang harus dibayar setelah mendapatkan Surat Ketetapan
Pajak (SKP).
21
2. Self Assesment System
Self Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak
dimana wewenang sepenuhnya untuk melakukan perhitungan
besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak yang
bersangkutan, dimana Wajib Pajak harus aktif untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
sedangkan fiskus hanya memberikan informasi serta pengawasan
kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
3. With Holding System
With Holding System merupakan sistem pemungutan pajak dimana
wewenang dalam pemungutannya diberikan kepada pihak ketiga
untuk memungut dan memotong besarnya pajak yang terutang.
2.4.4 Pengertian Pajak Daerah
Menurut Mardiasmo dalam buku Perpajakan (2009:93) mengatakan
bahwa “Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan
peraturan yang ditetapkan oleh daerah (melalui Peraturan daerah) untuk
kepentingan pembiayaan rumah tangga Pemerintah Daerah.”
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi suatu potensi
pendapatan agar dapat menjadi obyek pengenaan pajak daerah yaitu
(Davey, 1988):
22
1. Kecukupan dan elastisitas penerimaan dari suatu pajak harus
menghasilkan penerimaan yang mampu membiayai biaya pelayanan
yang akan dikeluarakan.
2. Pemerataan (keadilan) prinsipnya adalah beban pengeluaran
pemerintah daerah harus ditanggung oleh semua golongan dalam
masyarakat sesuai dengan kesanggupannya.
3. Kemampuan / kelayakan administrasi berbagai jenis pajak didaerah
sangat berbeda-beda dalam jumlah, integritas dan keputusan yang
diperlukan dalam administrasinya.
4. Kesepakatan politik keputusan pembebanan pajak sangat tergantung
pada kepekaan masyarakat tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku
disuatu daerah.
5. Diskorsi terhadap perekonomian implikasi pajak yang secara
minimal berpengaruh terhadap perekonomian.
2.4.5 Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 jenis-jenis
pajak daerah terdiri dari:
1. Jenis Pajak Propinsi
a. Pajak kendaraan Bermotor;
b. Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
23
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak Kabupaten atau Kota
a. Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
b. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
c. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah atas penyelenggaraan suatu daerah.
d. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah atas penyelenggaraan reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
24
g. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor
yang memungut biaya.
h. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tahah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah atas kegiatan pengembalian dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
25
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah
pajak ats perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
2.5 Efektivitas dan Efisiensi
2.5.1 Pengertian Efektifitas
Istilah efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu “effective” yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program, dimana dapat dikatakan efektif apabila tercapai tujuan ataupun
sasaran seperti yang telah ditentukan.
Agung (2005:109) mengemukakan bahwa “Efektivitas adalah
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau
misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya
tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.”
Menurut Sedarmayanti (2009:59) bahwa “Efektivitas merupakan
suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat
dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran
26
sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian
utama.”
Hans Kartikahadi (dalam Sukrisno, 2004:182) mengemukakan
bahwa “Efektivitas dimaksud bahwa produk akhir suatu kegiatan operasi
telah mencapai tujuannya, baik ditinjau dari segi kualitas kerja, kuantitas
hasil kerja, maupun batas waktu yang ditargetkan”, sedangkan menurut
Ruchyat Kosasih bahwa “Efektivitas diartikan sebagai perbandingan
masukan-keluaran dalam berbagai kegiatan, sampai dengan pencapaian
tujuan yang ditetapkan, baik ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja,
kualitas kerja maupun batas waktu yang ditargetkan.”
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat keberhasilan dan tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan kuantitas, kualitas, maupun waktu
yang ditentukan.”
2.5.2 Pengertian Efisiensi
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari
segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang
dijalankan. Efisiensi juga dapat dijelaskan sebagai pencapaian output
maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika output yang
dihasilkan lebih besar dari pada sumber daya yang digunakan maka
semakin tinggi pula tingkat efisiensi yang dicapai.
27
Untuk mengukur tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah dengan
membandingkan antara biaya pemungutan pajak daerah yang dikeluarkan
dengan realisasi penerimaan pajak daerah. Semakin kecil tingkat efisien
berarti semakin baik kinerjanya. Yang dimaksud output yaitu biaya yang
dikeluarkan dalam upaya pemungutan pajak daerah.
2.5.3 Efektivitas Pajak Daerah
Efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah
penerimaan pajak daerah yang ditargetkan (Puspitasari, 2014).
Tabel 2.1
Klasifikasi Kriteria Nilai Efektivitas Pajak Daerah
Prosentase Kriteria
diatas 100 % sangat efektif
90 - 100 % Efektif
80 - 90 % cukup efektif
60 - 80 % kurang efektif
kurang dari 60 % tidak efektif
Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996
2.5.4 Kontribusi Pajak Daerah
Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah
memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah
28
(PAD). Untuk mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan
penerimaan pajak daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
periode tertentu. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula
peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), begitu
pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan
pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga kecil
(Mahmudi, 2010:145).
Tabel 2.2
Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Pajak Daerah
Prosentase Kriteria
0 – 10 % sangat kurang
10 - 20 % Kurang
20 - 30 % Sedang
30 - 40 % cukup baik
40 - 50 % Baik
Diatas 50 % sangat baik
Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996
29
2.6 Hasil Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
dan
Tahun
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Puspitasari
(2014)
Analisis Efektivitas,
Efisiensi, dan Kontribusi
Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Terhadap PAD
Kabupaten Blora Tahun
2009-2013
Hasil dari penelitian
adalah tingkat efektivitas
untuk pajak daerah dan
retribusi daerah selama
tahun 2009-2013 masuk
dalam kategori sangat
efektif. Kontribusi pajak
daerah terhadap
pendapatan asli daerah
Kabupaten Blora dari
tahun 2009 sampai dengan
tahun 2013 kurang
berkontribusi.
2 Boby
Fandhi
Putra
(2014)
Analisis Efektivitas
Penerimaan Dan Kontribusi
Retribusi Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah.
(Studi Pada Dinas Pengelola
Keuangan Daerah Kota
Blitar)
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
tingkat efektivitas
penerimaan retribusi
daerah berdasarkan jenis-
jenisnya selama periode
2008-2012 secara
keseluruhan sudah efektif.
Tetapi kontribusi retribusi
daerah terhadap
pendapatan asli daerah
selama periode tersebut
masih kurang, serta
30
program intensifikasi dan
ekstensifikasi yang
dilakukan pemerintah
belum optimal.
3 Ryfal
Yoduke
(2015)
Analisis Efektivitas, Efisiensi
Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah Serta Kontribusi
Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Di Kabupaten Bantul
Tahun 2009-2014
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
tingkat efektivitas pajak
daerah tahun 2009, 2011,
2012, 2013, dan 2014
sangat efektif dan di tahun
2010 efektif.
4 Candra
Romanda
(2015)
Kontribusi dan Efektivitas
Pajak Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil analisis
penelitian diketahui bahwa
tingkat rata-rata pajak
daerah memberikan
kontribusi bagi pendapatan
asli daerah selama tahun
2010-2014 masih rendah
(kurang) yaitu sebesar
15,41 %, sedangkan
efektivitas pajak daerah
tahun 2010, 2011, dan
2014 termasuk kategori
sangat efektif dan untuk
tahun 2012 dan 2103
termasuk kategori efektif.
31
5 Nona
Nelly
Bawuna
(2016)
Analisis Efektivitas Kinerja
Penerimaan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Siau Tagulandang
Biaro
Berdasarkan hasil
penelitian mengacu pada
analisis efeketivitas Pajak
Daerah sangat efektif
sedangkan Retribusi
Daerah cukup efektif.
top related