bab ii kajian pustaka -...
Post on 12-Mar-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada bagian kajian teori akan disajikan kajian teori dari variabel X1 yaitu
penggunaan model Problem Based Learning berbantuan media video dan
variabel X2 yaitu model Problem Based Learning berbantuan media gambar
sedangkan variabel Y yaitu hasil belajar IPA. Kajian teori akan dijabarkan pada
sub bab yang terdapat pada bab II.
2.1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning
Dalam penelitian ini variabel X1 yang digunakan adalah model
pembelajaran Problem Based Learning. Model pembelajaran Problem Based
Learning akan dikaji pada sub bab berikut.
2.1.1.1 Pengertian Model Problem Based Learning
Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:133) “model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”. Model
pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk
membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Arends dalam Trianto (2011:22) menyatakan “istilah model
pembalajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya”. Menurut
Trianto (2011:23) “model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada strategi, metode atau prosedur”. Model pengajaran mempunyai empat
ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut antara lain: “1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta
atau pengembangnya. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa
belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). 3) Tingkah laku mengajar yang
diperlukan. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai”.
8
Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning sebagai model pembelajaran, harapannya model Problem Based
Learning dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah sehingga
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Model Problem Based Learning yang disingkat PBL, PBL
merupakan model pembelajaran saat masalah mengendalikan proses
pembelajaran. PBL pun tergolong model belajar yang sangat populer dalam
dunia kedokteran sejak tahun 1970-an dan mulai diperkenalkan di Universitas
Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi
dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada
Menurut Arends dalam Suprihatingrum (2013:66) “model PBL adalah
model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa,
serta meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatinigrum (2013:65-66) memberi
pengertian “PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran”.
Menurut David Bound dan Grahame I. Feletti dalam Putra (2013:64)
bahwa “PBL merupakan gambaran dari ilmu pengetahuan, pemahaman dan
pembelajaran yang sangat berbeda dengan pembelajaran subject based
learning”. Sedangkan menurut Tan dalam Rusman (2011:229) berpendapat
bahwa:
PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di
dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga
siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.
9
Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan
“Pembelajaran Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning
merupakan salah model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang
berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia
nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar”.
Sanjaya (2011:92) berpendapat “PBL merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berpikir tinggi”. Pembelajaran ini membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar
maupun kompleks. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa
menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru
memberi contoh mengenai pengunaan keterampilan dan strategi yang
dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan
suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh
siswa.
Dari beberapa pendapat mengenai definisi Problem Based Learning
menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa model Problem Based
Learning menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalaha
yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang
harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah, serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting.
2.1.1.2 Ciri –Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning
Proses belajar mengajar dengan model Problem Based Learning menurut
Arends dalam Trianto (2011:349) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Masalah yang
akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
10
pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata
pelajaran.
c) Penyeledikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut
siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentu karya
nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar dan lain-
lain) guna menjelaskan tau mewakili peyelesaian masalah
yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut.
e) Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama
secara berpasangan maupun kelompok kecil guna
memberikan motivasi sekaligus mengembangkan
keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai
penemuan.
Ciri-ciri Problem Based Learning menurut juga dikemukakan oleh
Ibrahim dan Nur dalam Putra (2013:73) sebagai berikut: “1) pengajuan
pertanyaan atau masalah. 2) berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu. 3)
penyelidikan autentik. 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
5) kerjasama”.
Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model Problem Based
Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah
tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa. 2.
Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin
ilmu. 3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa
dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses
belajar. 4. Menggunakan kelompok kecil. 5. Menuntut siswa
untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk
atau kinerja.
Selain itu Rizema Putra (2013:75) juga mengemukakan secara umum
tujuan pembelajaran dengan model PBL adalah “membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah serta kemampuan
intelektual dan siswa dapat belajar berbagai peran orang dewasa melalui
keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi”.
Trianto (2011:94-95) mengatakan bahwa “ciri-ciri utama model Problem
Based Learning adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah,
11
memusatkan keterkaitan antardisiplin”. Penyelidikan autentik, kerja sama dan
menghasilkan karya dan peragaan. Problem based learning tidak dirancang
untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Berdasarkan karakter tersebut Problem Based Learning tujuan membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan
masalah, belajar peranan orang dewasa secara yang autentik dan menjadi
pembelajar yang mandiri.
Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis
Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2.
Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi
yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan
yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan
proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh guru
maupun siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu
yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan
masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk
dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam belajar.
2.1.1.3 Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning
Dalam sebuah model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan
kelemahan, demikian juga dengan model Problem Based Learning. Menurut
Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa
kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut :
a. siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa
secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; b. pengetahuan
tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga
12
pembelajaran lebih bermakna; c. siswa dapat merasakan manfaat
pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan
langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata; d. menjadikan siswa
lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam
belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran
dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat
diharapkan; e. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan
kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok,
karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.
Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning
sebagai model pembelajaran adalah: “(1) nyata dengan kehidupan siswa; (2)
konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat kreativitas siswa; (4)
meningkatkan pemahaman siswa; (5) memupuk kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah”.
Selain beberapa kelebihan menurut Rizema Putra (2013:84) model
Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1)
bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2)
membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa
diterapkan dengan model pembelajaran PBL”.
Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh
Trianto (2011:98-99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat,
masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3)
sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini
memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga
terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”.
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya model PBL, maka perlu
dilakukan proses evaluasi/penilaian yang meliputi: a) pengetahuan yang
diperoleh siswa (siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih setelah
melalui proses belajar). b) proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa
diharapkan menggunakan pendekatan belajar yaitu melakukan proses belajar
yang aktif, mandiri dan bertanggung jawab). Guru bisa memberikan umpan balik
atau menggunakan prosedur penilaian formatif dan sumatif sesuai dengan aturan
13
penilaiaan sekolah. Hal ini juga membantu dalam mempertimbangkan penilaian
kelompok secara keseluruhan.
Dari uraian mengenai kelebihan dan kelemahan model Problem Based
Learning, kelebihan yang paling utama adalah melibatakan siswa secara aktif
dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang
lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem
Based learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai dengan materi
pembelajaran dan memerlukan waktu yang panjang.
2.1.1.4 Sintak Model Problem Based Learning
Sintak suatu suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang
harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada dasarnya model
Problem Based Learning memiliki langkah utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan
penyajian dan analisis hasil kerja.
Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:97) ada beberapa sintak pada
pembelajaran PBL. Sintaks tersebut meliputi: “1) Tahap pertama orientasi siswa
pada masalah; 2) Tahap kedua mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) Tahap
ketiga membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) Tahap
keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya: 5) Tahap kelima
menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah”.
Hampir sama menurut Fogarty dalam Rusman (2011:243) langkah-
langkah yang akan dilalui siswa dalam proses Problem Based Learning adalah:
“(1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan
fakta; (4) pembuatan hipotesis; (5) penelitian; (6) merumuskan masalah; (7)
meyusun alternatif; dan (8) mengusulkan solusi”.
Sedangkan menurut Ahmad (2013:79-81) ada beberapa langkah-langkah
utama model PBL yang meliputi: “a) mengorientasi siswa pada masalah; b)
mengorganisasikan siswa agar belajar; c) memandu menyelidiki secara mandiri
atau kelompok; d) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; serta e)
menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah”.
14
Agar proses pembelajaran Problem Based Learning dapat berjalan
dengan baik dan berpusat pada siswa maka sebaiknya pembelajaran diawali
dengan masalah-masalah yang dikaitkan dengan kehidupan nyata dan
pengalaman belajar siswa kemudian siswa menyelediki masalah tersebut secara
mandiri atau kelompok dan siswa menganalisis dan mengevaluasi hasil
pemecahan masalah.
2.1.2 Media Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Media Pembelajaran
Pengertian media dikemukakan oleh Anitah (2013:243) “kata media
berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara atau pengantar”. Selain itu, “kata media juga berasal dari bahasa latin
yang merupakan bentuk jamak dari medium, dan secara harfiah berarti perantara
atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima
pesan”. Sedangkan menurut Webster Dictionary dalam Anitah (2013:7) “Media
atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang
atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak
atau hal”. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu
yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima
pesan.
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (2013:7) mendefinisikan
“media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”.
Smaldino (2013:6) mengatakan bahwa “media adalah suatu alat komunikasi dan
sumber informasi, berasal dari bahasa latin yang berarti “antara” menunjuk pada
segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan”.
Menurut Gagne dalam Sanaky (2009:3) media adalah bebagai jenis
komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajar yang dapat
merangsang pembelajar untuk belajar. Sedangkan Briggs & Schramm dalam
Sanaky (2009:3-4) mengatakan “media adalah segala wahana atau alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar dan media
berperan sebagai teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional”.
15
Suprihatiningrum (2013:319-320) mengemukakan dalam dunia pendidikan
dan pembelajaran, media diartikan “sebagai alat dan bahan yang membawa
informasi atau bahan pelajaran yang bertujuan mempermudah mencapai tujuan
pembelajaran”. Pengertian media juga dikemukakan oleh Munadi (2013:5)
“media menjadi sumber-sumber belajar, tidak hanya guru yang disebut sebagai
penyalur atau penghubung pesan, dapat juga sumber belajar diciptakan secara
terencana oleh para guru atau pendidik sehingga tercipta istilah “media
pembelajaran”.
Pengertian media pembelajaran juga disampaikan oleh Miarso dalam
Sanaky (2009:4) yang menyatakan bahwa “media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan
pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
pembelajarnya, maka secara umum media adalah “alat bantu” yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran”.
Dengan kata lain, Hamdani (2013:243) “media pembelajaran adalah
komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
intruksional di lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.
Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau maksud-maksud pengajaran.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian media dan media dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga
tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan
proses belajar secara efisien dan efektif.
2.1.2.2 Jenis dan Karakteristik Media
Media pembelajaran dapat dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang
siswa untuk terjadinya proses belajar. Sanjaya (2011:204) menyatakan bahwa
“media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan
dan perangkat lunak yang mengandung pesan”. Media tidak hanya berupa TV,
radio, komputer tetapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar atau
kegiatan, seperti diskusi, seminar simulasi dan sebagainya.
16
Setiap media memiliki jenis dan karakteristik tertentu, Menurut Hamdani
(2011:248) “media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu: media
visual, media audio dan media audiovisual”.
Selain itu, Anitah (2013:7-51) menjelaskan jenis-jenis media antara lain:
1. media visual seperti gambar mati atau gambar diam, ilustrasi,
karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta dalam, realia dan
model; 2. media visual yang diproyeksikan seperti overhead
projector (OHP), slide (film berangkai), filmstrip (film rangkai);
3. media audio seperti tape recorder, kaset audio, radio, CD,
MP3; 4. media audiovisual seperti slide suara, televisi.
Suprihatingrum (2013:323) mengemukakan “bahwa jenis-jenis media
pembelajaran terdiri dari: media grafis (simbol-simbol komunikasi visual
meliputi: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan
flanel, papan buletin), media audio (dikaitakan dengan indera pendengaran
meliputi: radio, (alat perekam pita magnetik), multimedia (dibantu proyektor
LCD misalnya file program komputer multimedia)”.
Sedangkan menurut Sanaky (2009:42) pembagian jenis dan karakteristik
media pembelajaran sebagai berikut:
a) media pembelajaran, dilihat dari sisi aspek bentuk fisik, dengan
membagi jenis dan karakteristiknya meliputi: media elektronik
seperti televisi, film, radio, slide, video, VCD, DVD, LCD,
komputer, internet dan lain-lain, b) ada yang melihat dari aspek
panca indra dengan membagi menjadi tiga yaitu: media audio
(dengar), media visual (melihat), media audio-visual (dengar-
melihat), c) ada yang melihat dari aspek alat dan bahanyang
digunakan yaitu: alat pernagkat keras (hardware) sebagai sarana
yang menanpilkan pesan dan perangkat lunak (software) sebagai
pesan atau informasi.
Dari contoh pengelompokan yang diadakan oleh para ahli, dapat terlihat
pengelompokan media dari sisi aspek fisik, panca indera dan aspek alat lingkup.
Karakteristik media juga dapat dilihat menurut kemampuan menangkap suatu
objek atau peristiwa-peristiwa tertentu serta menambah motivasi belajar siswa.
Dalam hal ini, pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat
penting artinya untuk pengelompokan dan pemilihan media sebagai sumber
belajar. Pemilihan media disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan
17
dan karakteristik pebelajar, akan sangat meninjang efisiensi serta efektivitas
proses dan hasil pembelajaran.
2.1.2.3 Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Suprihatiningrum (2013: 320) mengemukakan media pembelajaran
mempunyai tiga ciri, sebagai berikut:
a. ciri fiksatif, berarti media harus memliki kemampuan untuk
merekam, meyimpan dan merekonstruksi objek atau kejadian.
Misalnya, video, tape, foto, audio, tape, foto,audio tape. b. ciri
manipulatif, berarti media harus memiliki kemampuan dalam
memanipulasi objek atau kejadian. c. ciri distributif, berarti
media harus memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam
jumlah besar dan disebarluaskan.
Berdasarkan ciri media yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa media memiliki ciri-ciri sebagai berikut: media memiliki kemampuan
untuk merekam, meyimpan dan merekonstruksi objek atau kejadian, media
memiliki fungsi memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu dan media
harus memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar dan
disebarluaskan
2.1.2.4 Fungsi dan Manfaat media pembelajaran
Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, dimana
guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan
yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran. Proses penerimaan pesan
ini dapat memanfaatkan media pembelajaran sebagai alat komunikasi dalam
pembelajaran. Supaya dapat memanfaatkan media pembelajaran dengan baik
sebaiknya guru mengetahui fungsi dan manfaat media pembelajaran.
Menurut Muhadi (2013:36-57) menjelaskan bahwa fungsi media
pembelajaran yaitu:
a. fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar, yakni
sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain, fungsi
sematik, media pembelajaran dapat menambah perbendaharaan
kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar
dipahami anak didik, b. fungsi manipulatif, media pembelajaran
memiliki dua kemampuan yaitu: mengatasi batas-batas ruang,
waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi manusia, c. fungsi
18
psikologis, media dapat menggugah perasaan, emosi dan tingkat
penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu, d. fungsi
kognitif, siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan
memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang
mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang,
benda atau peristiwa, e. fungsi imajinatif, media pembelajaran
dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinatif siswa, f.
fungsi motivasi, g. fungsi sosio-kultural yakni mengatasi
hambatan sosial-kultural antar peserta komunikasi pembelajaran.
h. fungsi evaluasi, mempu menilai kemampuan siswa dalam
merespons pembelajaran.
Sedangkan menurut Sanaky (2009:6) Media pembelajaran berfungsi
untuk merangsang pembelajaran dengan:
1) menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langka, 2)
membuat duplikasi dari obyek sebenarnya, 3) membuat konsep
abstrak ke konsep abstrak menjadi konsep yang konkrit, 4)
memberi kesamaan persepsi, 5) mengatasi hambatan waktu,
tempat, jumlah dan jarak, 6) menyajikan ulang informasi secara
konsisten, dan 7) memberi suasana belajar yang tidak tertekan,
santai dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Livie dan Lentz dalam Sanaky
( 2009:6-7) bahwa media pembelajaran memiliki berbagai fungsi antara lain:
1. fungsi atensi berarti media visual merupakan inti, menarik
dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi
kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual
yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2. fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat
kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks
bergambar.
3. fungsi kognitif bermakna medi visual mengungkapkan
bahwa lambang visual memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan mendengar informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar
4. fungsi kompensatoris media visual memberikan konteks
untuk memahami teks membantu pembelajar yang lemah
dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam
teks dan mengingatkannya kembali.
19
Selain fungsi media menurut para ahli, media juga memiliki manfaat
dalam proses pembelajaran. Menurut Sanaky (2009:4) adapun manfaat media
pembelajaran yaitu: :
a) pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga
dapat menumbuhkan motivasi belajar,
b) pemilihan bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya,
sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta
memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran
dengan baik,
c) metode atau model pembelajaran bervariasi, tidak semata-
mata hanya berkomunikasi verbal melalui penuturan kata-
kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar
tidak kehabisan tenaga,
d) pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab
tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja,
tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti:
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Dari pendapat beberapa ahli diatas tentang fungsi media, Dapat
disimpulkan beberapa fungsi dari media pembelajaran adalah: sebagai sumber
belajar, penyalur, penyampai dan penghubung dalam proses pembelajaran,
menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya
benar-benar dipahami anak didik, memiliki kemampuan menghadirkan objek
atau peristiwa, menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi dan
mengatasi keterbatasan inderawi manusia, meningkatkan perhatian siswa
terhadap materi pembelajaran, membangkitkan minat dan belajar siswa, mampu
menilai kemampuan siswa dalam merespons pembelajaran.
2.1.2.5 Media Video
Video merupakan suatu medium yang sangat efektif untuk membantu
proses pembelajaran, baik untuk pembelajaran masal, individual, maupun
berkelompok. Video juga merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi
dan tuntas karena dapat sampai ke hadapan siswa secara langsung. Disamping
itu, video menambah suatu dimensi baru tehadap pembelajaran. Hal ini karena
katakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara
pada siswa. Dengan demikian, siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang
20
sama dengan program yang ditayangkan video. Video merupakan salah satu
media audiovisual.
Menurut Munadi (2013:56) menjelaskan “bahwa media audiovisual
adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus
dalam satu proses”. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media dapat
berupa pesan verbal dan non verbal yang terdengar layaknya media audio. Pesan
visual yang terdengar dan terlihat itu dapat disajikan melalui program audio
visual seperti film dokumenter, film docudokumenter, film drama dan lain-lain.
Semua program tersebut dapat disalurkan melalui peralatan yang seperti film,
video, dan televisi yang dapat disambungkan pada alat proyeksi (projectable
aids).
Anitah (2012:51) memberikan pengertian tentang media audiovisual
adalah “media yang menunjukkan unsur auditif (pendengaran) maupun visual
(penglihatan), jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya”. Daryanto
(2012:87) mengemukakan “media video adalah segala sesuatu yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak”.
Program video dapat dimanfaatkan dalam program pembelajaran karena dapat
memberikan pengalaman yang tidak terduga kepada siswa. Selain itu, program
video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan untuk
mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu. Kemampuan video dalam
memvisualisasikan materi terutama efektif untuk membantu guru menyampikan
materi yang bersifat dinamis. Jenis video ini bermacam-macam mulai dari kaset,
CD (compact disc) dan DVD (Digital Versatile Disc).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), “video diartikan sebagai
rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan pesawat televisi
atau dengan kata lain video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai
dengan suara”. Sedangkan menurut Sadiman dkk (2008:74) “video adalah media
audio-visual yang menampilkan gerak, media yang menyajikan pesan yang
berisi fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya
cerita), bisa bersifat informatif edukatif maupun instruksional”.
21
Prastowo (2013:301) menjelaskan “bahwa video termasuk dalam
kategori bahan ajar audiovisual”. Bahan ajar audiovisual merupakan bahan ajar
yang mengombinasikan dua materi, yaitu materi visual dan materi auditif.
Materi auditif ditujukan untuk merangsang indera pendengaran, sedangkan
materi visual untuk merangsang indra penglihatan. Dengan kombinasi dua
materi ini, pendidik dapat menciptakan proses pembeljaran yang lebih
berkualitas, karena komunikasi berlangsung secara lebih efektif.
Menurut Muhadi (2013:127) Karakteristik yang dimiliki video antara
lain:
1) mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, 2) video dapat
diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan, 3) pesan yang
disampaikan cepat dan mudah diingat, 4) mengembangkan
pikiran dan pendapat para siswa, 5) mengembangkan imajinasi
peserta didik, 6) memperjelas hal-hal yang abstrak dan
memberikan gambaran yang lebih realistik, 7) menumbuhkan
minat dan motivasi belajar siswa 8) dengan video penampilan
siswa dapat segera dilihat kembali untuk dievaluasi.
Prastowo (2013:302) mengemukakan sejumlah manfaat lain yang bisa
kita peroleh dari pemanfaatan program video dalam kegiatan pembelajaran,
diantaranya sebagai berikut:
(1) memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta
didik; (2) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada
awalnya tidak mungkin bisa dilihat; (3) jika dikombinasikan
dengan animasi dan pengaturan kecepatan,dapat
mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu; (4)
menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan yang
sebenarnya yang dapat memicu diskusi peserta didik; (5)
menujukkan cara penggunaan alat perkakas; (6) memperagakan
keterampilan yang akan dipelajari; (7) menunjukkan tahapan
prosedur; (8) menghadirkan penampilan drama atau musik.
Selain itu menurut Sanaky (2009:109) kelebihan yang dimiliki media
video antara lain :
a) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan
pembelajaran secara realistik; b) sifatnya yang audivisual,
sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi
pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar; c) sangat
baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotor; d) dapat
22
mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan
dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan
yang ditayangkan; e) menambah daya tahan ingatan atau retensi
tentang obyek belajar yang dipelajari oleh pembelajar; f)
Portable dan mudah didistribusikan.
Kemampuan video dalam memvisualisasikan materi terutama efektif
untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu
media video juga memiliki kelemahan yaitu memerlukan biaya yang mahal dan
tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di segala tempat.
Dari hasil penelitian American Hospital Association (2013:303),
ditemukan bahwa bahan ajar video memiliki sejumlah kelebihan serta
keterbatasan tertentu. Adapun kelebihan-kelebihannya, antara lain bermanfaat
untuk menggambarkan gerakan, keterkaitan, dan memberikan dampak terhadap
topik yang dibahas, dapat diputar ulang. Selain itu, gerakan mulut dapat direkam
dengan video, dapat dimasukkan teknik film lain seperti animasi, dapat
dikombinaskan antara gambar diam dengan gerakan dan proyektor standar dapat
ditemukan dimana-mana.
Sedangkan keterbatasan-keterbatasannya yaitu: ongkos produksinya
mahal dan tidak kompatibel untuk beragam format video. Namun untuk kedua
keterbatasan ini sudah tidak relevan lagi. Sebab saat ini kita bisa menemukan
berbagai alat perekam video dengan harga murah, misalnya dengan
menggunakan peralatan telekomunikasi (terutama hand phone) atau peralatan
digital multimedia player (misalnya MP5, MP6 dan MP7). Dari sisi format
videonya, untuk saat ini juga lebih kompatibel, bahkan dengan peralatan dan
software yang tersedia di pasaran maupun di internet, kita bisa mengubah-ubah
formatnya ke berbagai jenis format video yang kita inginkan.
Pandangan yang serupa juga diungkapakan oleh Anderson dalam
Prastowo (2013:304). Anderson mengatakan bahwa video sebagai bahan ajar,
meskipun memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan ajar cetak ataupun
bahan ajar audio, ternyata juga masih memliki keterbatan.
23
Kelebihan yang dimiliki video antara lain:
a) Dengan video (disertai suara atau tidak), kita dapat
menunjukkan kembali gerakan tertentu. Gerakan yang
ditunjukkan tersebut dapat berupa rangsangan yang serasi atau
berupa respons yang diharapkan dari peserta didik.
b) Dengan video, penampilan peseta didik dapat segera dilihat
kembali untuk dikritik atau dievaluasi. Caranya dengan
merekam kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan
keterampilan interpersonal, seperti teknik mewawancarai,
memimpin sidang, memberi ceramah dan lain-lain.
c) Dengan menggunakan efek tertentu, dapat memperkokoh proses
belajar maupun nilai hiburan dari penyajian tersebut.
d) Dengan video, kita akan mendapatkan isi dan susunan yang
masih utuh dari materi pelajaran atau latihan.
e) Dengan video, informasi dapat disajikan secara serentak pada
waktu yang sama di lokasi (kelas) yang berbeda dan dengan
jumlah penonton (peserta) yang tidak terbatas.
f) Pembelajaran dengan video merupakan suatu kegiatan
pembelajaran mandiri, di mana siswa belajar sesuai dengan
kecepatan masing-masing dapat dirancang.
Sedangkan keterbatasan yang dimiliki oleh video antara lain :
a) Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah
tersedia di tempat penggunaan serta harus cocok ukuran dan
formatnya dengan pita video atau piringan video (VCD/DVD)
yang akan digunakan.
b) Menyusuan maskah atau skenario video bukanlah pekerjaan
yang mudah, disamping menyita banyak waktu.
c) Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang
yang mampu mengerjakannya
d) Apabila gambar pada pita video ditransfer ke film hasilnya tidak
bagus.
e) Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah penonton,
kecualai jaringan monitor dan sistem proyeksi video
diperbanyak.
f) Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan
keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.
Sadiman dkk (2008:282) menyatakan beberapa kelebihan video antara
lain:
(1) dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat
dari rangasangan luar lainnya. (2) dengan alat perekam pita
video sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari
ahli-ahli/spesialis. (3) demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan
24
dan direkam sebelumnya, sehinnga pada waktu mengajar guru
bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya. (4) menghemat
waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang. (5) keras
lemah suara yang ada dapat diatur dan disesuaikan bila akan
disisipi komentar yang akan didengar. (6) ruangan tak perlu
digelapkan waktu menyajikannya.
Selain itu hal-hal negatif yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
penggunaan alat perekam video dalam proses belajar-mengajar adalah: (a)
perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan; (b)
sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian
bentuk umpan balik yang; (c) kurang mampu menampilkan detail dari objek
yang disajikan secara sempurna; (d) memerlukan peralatan yang mahal dan
kompleks.
Media Video sebagai bahan ajar noncetak yang dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran, karena dapat sampai kehadapan peserta didik secara
langsung. Selain itu video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran.
Peserta didik dapat melihat gambar dari bahan ajar cetak dan suara dari program
audio. Tetapi dalam video, peserta didik dapat memperoleh keduanya, yakni
gambar bergerak beserta suara yang menyertainya. Sehingga, peserta didik
seperti berada di suatu temapat yang sama dengan program yang ditayangkan
dalam video.
2.1.2.6 Media Gambar
Gambar merupakan media visual yang berfungsi menyalurkan pesan dari
sumber pesan ke penerima pesan mengunakan indera penglihatan (visual).
Gambar dapat membantu guru dalam mencapai tujuan intruksional, karena
gambar termasuk media yang mudah serta besar sehingga dapat mempertinggi
nilai pengajaran. Karena melalui media gambar pengalaman dan pengertian
peserta didik menjadi lebih luas, lebih jelas dan tidak mudah dilupakan, serta
legih konkret dalam ingatan dan asosiasi peserta didik. Sanaky (2009: 315)
“Media gambar yang paling umum digunakan orang, kerena media ini mudah
dimengerti, dapat dinikmati, mudah didapatkan dan dijumpai dimana-mana serta
banyak memberikan penjelasan bila dibandingan dengan verbal”.
25
Anitah (2012:94) mengatakan “bahwa gambar atau fotografi dapat
memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti : bintang, orang, tempat
dan peristiwa”. Gambar diam yang pada umumnya digunakan dalam
pembelajaran yaitu : potret, kartupos, ilustrasi dari buku, katalog dan gambar
cetak. Melalui gambar dapat diterjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang
realistis.
Sadiman dkk (2008:29-32) mengemukakan beberapa kelebihan dan
kekurangan media gambar foto yaitu: “1) sifatnya konkret 2) gambar dapat
mengatasi batasan ruang dan waktu 3) media gambar dapat mengatasi
keterbatasan pengamatan kita 4) gambar dapat memperjelas suatu masalah
dalam bidang apa saja 5) gambar harganya sangat murah”.
Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media gambar, media
gambar juga memiliki beberapa kelemahan antara lain: “1) gambar/foto hanya
menekankan persepsi indera mata 2) gambar/foto yang terlalu kompleks kurang
efektif untuk kegiatan pembelajaran 3) ukurannya sangat terbatas untuk
kelompok besar”.
Yudhi (2013:85) menjelaskan gambar secara garis besar dibagi menjadi
tiga jenis yaitu sketsa, lukisan, dan photo. “1) Sketsa atau bisa disebut juga
sebagai gambar garis (stick figture), yaitu gambar sederhana atau draft kasar
yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek dengan detail. 2) Lukisan
merupakan gambar hasil representasi simbolik dan artistik seseorang tentang
suatu objek atau situasi. 3) Photo, yakni gambar hasil pemotretan atau
photografi”.
Hamdani (2011:251) Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh
gambar atau foto yang baik sebagai media pembelajaran adalah :
1) auntentik, yaitu gambar tersebut harus secara jujur
melukiskan situasi seperti benda sebenarnya. 2) sederhana, yaitu
komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-
poin dalam gambar. 3) ukuran relatif, yaitu gambar atau foto
dapat membesarkan atau memperkecil objek atau benda
sebenarnya. 4) gambar dan foto dapat membesarkan atau
memperkecil objek benda sebenarnya. 5) gambar yang bagus
belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
26
Hamdani (2011:250) mengemukakan beberapa kelebihan media gambar
antara lain: “1) sifat konkret; 2) gambar dapat mengatasi ruang dan waktu; 3)
media gambar atau mengatasi keterbatasan kita; 4) gambar dapat memperjelas
suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja
sehingga dapat mencegah kesalahpahaman; 5) harga gambar murah dan dapat
digunakan tanpa alat khusus”. Selain itu, beberapa kelemahan media gambar
antara lain: “1) gambar dan foto hanya menekankan persepsi indra mata, (2)
gambar dan foto benda yang telalau kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran, (3) ukuran terbatas dalam jumlah yang sangat besar”.
Selain itu kelebihan dan kekurangan media gambar dikemukakan oleh
Anitah (2012:9) kelebihan yang dimiliki media gambar antara lain sebagai
berikut: “a) dapat menerjemahkan ide-ide abstrak kedalam bentuk yang lebih
nyata; b) banyak tersedia dalam buku-buku; c). sangat mudah dipakai; d. relatif
tidak mahal dan dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang
studi”.
Selain itu media gambar juga memiliki kelemahan antara lain: “a)
kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar; b) tidak
dapat menunjukkan gerak; c) pembelajar tidak selalu mengetahui bagaimana
membaca (menginterprestasi) gambar”.
2.1.3 Sintak Model Problem Based Learning Berbantuan Media Video
Dalam penelitian ini, media video digunakan sebagai variabel perlakuan
pada kelompok eksperimen. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:98)
Pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan dengan media video
pada pembelajaran IPA materi susunan bumi, sintak pembelajarannya adalah
sebagai berikut:
a. Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas, tujuan
pembelajaran, melakukan apersepsi dan motivasi yang berupa masalah awal
yang dapat membangkitkan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah
kemudian guru menayangkan video pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran.
27
b. Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar dengan media video
Guru membagi siswa dalma kelompok-kelompok kecil (4-5 orang) secara
heterogen antara kelompok yang pandai dan kelompok yang kurang.
Kemudian guru menyampaikan permasalahan dan memutarkan video sesuai
dengan materi pembelajaran.
c. Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok
kemudian masing-masing kelompok diminta untuk memecahkan masalah
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Dalam memecahkan
masalah, masing-masing kelompok mengumpulkan fakta-fakta dari
permasalahan serta mendorong siswa dalam kerjasama penyelesaiaan tugas-
tugas. Guru berkeliling untuk mengamati dan membantu siswa dalam
memberikan solusi.
d. Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas diskusinya,
setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas, kemudian
guru dan kelompok siswa lain menanggapi atau memberikan komentar untuk
kelompok yang sedang menyampaikan hasil diskusinya.
e. Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah
Guru dan siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan membuat kesimpulan
terhadap kejadian, aktivitas, pengetahuan dan penyelidikan yang mereka yang
lakukan.
2.1.4 Sintak Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar
Dalam penelitian ini, media gambar digunakan sebagai variabel perlakuan
pada kelompok kontol. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:98) pembelajaran
model Problem Based Learning berbantuan dengan media gambar pada
pembelajaran IPA materi susunan bumi, sintak pembelajarannya adalah sebagai
berikut:
28
a. Orientasi siswa pada masalah
Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas, tujuan
pembelajaran, melakukan apersepsi dan motivasi yang berupa masalah awal
yang dapat membangkitkan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah
kemudian guru menunjukkan gambar susunan bumi dan lapisan atmosfer
sesuai dengan materi pembelajaran.
b. Mengorganisasi siswa untuk belajar dengan media gambar
Guru membagi siswa dalma kelompok-kelompok kecil (4-5 orang) secara
heterogen antara kelompok yang pandai dan kelompok yang kurang.
Kemudian guru menyampaikan permasalahan dan siswa menyimak media
gambar yang sudah disediakan oleh guru sesuai dengan materi pembelajaran.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok
kemudian masing-masing kelompok diminta untuk memecahkan masalah
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Dalam memecahkan
masalah, masing-masing kelompok mengumpulkan fakta-fakta dari
permasalahan serta mendorong siswa dalam kerjasama penyelesaiaan tugas-
tugas. Guru berkeliling untuk mengamati dan membantu siswa dalam
memberikan solusi.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas diskusinya,
setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas, kemudian
guru dan kelompok lain menanggapi atau memberikan komentar untuk
kelompok yang sedang menyampaikan hasil diskusinya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Guru dan siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan membuat kesimpulan
terhadap kejadian, aktivitas, pengetahuan dan penyelidikan yang mereka yang
lakukan.
29
2.1.5 Hasil Belajar IPA
2.1.5.1 Hakikat Hasil Belajar
Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar”. Pengertian tentang hasil belajar
diuraikan oleh Nawawi dalam susanto (2007: 39) yang menyatakan bahwa “hasil
belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberasilan siswa dalam mempelajari
materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari
hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Abdurrahman (2003:37-38) menyebutkan “hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memeperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.” Menurut
Keller dalam Abdurrahman (2003:39) “hasil belajar adalah prestasi aktual yang
ditampilkan oleh anak”. Sedangkan uasaha adalah perbuatan yang terarah pada
penyelesaiaan tugas-tugas belajar. Sedangkan A.J Romiszowski dalam
Abdurrahman (2003:38) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan
keluaran (outputs) dari suatu sistem proses masukan (inputs).
Reigeluth dalam Abdurrahman (2013:37) berpendapat bahwa “hasil
belajar atau pembelajaran dapat dipakai sebagai pengaruh yang memberikan
suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda”.
Ia juga mengatakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja
(perfomance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang
telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus)
perilaku (unjuk kerja). Selain itu, Gagne dan Briggs dalam Suprihatiningrum
(2013:37) “hasil belajar adalah kemampuan-kemanpuan yang dimiliki siswa
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa”.
Sardiman dalam Suprihatingrum (2013:38) menyatakan dengan
mengetahui hasil belajar, jika terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk
lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat
30
maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan
hasilnya terus meningkat.
Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan
tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut teori Gestal (2013:12) “belajar merupakan suatu proses
perkembangan”. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami
perkembangan. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua
hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wasliman dan Baharuddin
(2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal. Sebagai berikut:
1) Faktor internal: Faktor internal merupakan faktor yang
bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi
kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar serta kondisi fisik dan kesehatan. 2) Faktor
eksternal: Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Ruseffendi dalam Susanto (2013:14) mengindentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu: “kecerdasaan, kesiapan anak, bakat anak,
kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru,
suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat”. Dari kesepuluh
faktor yang dapat mempengaruhi keberasilan siswa belajar, terdapat faktor yang
dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa. Faktor-faktor itu
adalah kecerdasan anak, kesiapan anak dan bakat anak. Faktor yang sebagian
31
penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu: kemampuan
(kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru.
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sudjana dalam
Suprihatiningrum (2013:15), bahwa “hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dalam diri siswa dan faktor yang
datang dari luar siswa atau faktor lingkungan”. Faktor yang datang dari siswa
terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar
pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan dan hasil belajar siswa di sekolah itu sulit dipisahkan karena semua
unsur tersebut akan terintegrasi dalam pembelajaran. Jadi faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya terwujud dalam bentuk perubahan
pengetahuan (knowledge), penguasaan perilaku yang ditentukan (kognitif,
afektif, psikomotorik) dan perbaikan kepribadian.
2.1.5.3 Ranah Hasil Belajar
Menurut Benjamian S. Bloom dalam Abdurrahman (2003:38)
menyatakan bahwa “hasil belajar memiliki tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor”. Ranah aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan
dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan,
aplikatif, sintesis, analisis. Ranah kognitif adalah kawasan yang membahas
tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu evaluasi. Ranah aspek
afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,nilai dan apresiasi.
Aspek afektif dinilai dari sikap, minat, nilai dan konsep diri. Sedangkan aspek
psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang
bersifat manual dan motorik. Selain itu Bloom membagi tingkat hasil belajar
aspek kognitif menjadi enam yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau
komprehensi, penerapan aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi.
2.1.5.4 Tes sebagai alat hasil belajar
Tes hasil belajar atau achievement test adalah tes yang digunakan untuk
menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada muridnya
dalam jangka waktu tertentu. Dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat
32
penelitian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan
yang telah dilakukan terhadap peserta didik. Tes hasil belajar dibagi menjadi dua
golongan yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tulis dapat dibagi menjadi atas tes
essay dan tes objektif. Menurut Purwanto (2004:34) Bentuk objektif tes antara
lain: “1) completion type test, (tes melengkapi) dan fill-in (mengisi titik-titik
dalam kalimat yang dikosongkan). 2) selection type test (tes yang menjawabnya
dengan mengadakan pilihan) yang meliputi: true-false (benar-salah), multiple-i
choice (pilihan berganda), matching (menjodohkan)”. Pada penelitian ini untuk
menggunakan tes objektif berbentuk pilhan ganda yang berjumlah 20 butir soal
untuk mengukur hasil belajar IPA dengan materi susunan bumi.
Menurut Purwanto (2008:41) Adapun syarat-syarat khusus yang harus
dipenuhi oleh soal-soal yang berbentuk multi choice (pilihan ganda) syarat
tersebut antara lain:
1) pernyataan atau kalimat dari tiap item harus merumuskan
suatu masalah, tentukan hanya ada satu jawaban yang paling
benar dan tepat. 2) baik pernyataan atau pilihan jawaban sedapat
mungkin jangan merupakan suatu yang panjang. 3) Hindarkan
pilihan jawaban yang tidak ada berhubungan satu sama lain,
pilihan jawaban hendaknya homogen. Selain itu tes juga harus
memenuhi kriteria yang disebut valid artinya tes harus benar-
benar mampu menilai apa yang harus dinilai.
Tes tersebut, jika digunakan dapat mencapai sasaran dengan tujuan yang
telah direncanakan. Suatu tes juga harus memenuhi kriteria keandalan
(reliability) jika tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran.
Ketelitian berlaku untuk setiap orang dengan diukur dengan tes yang sama.
Dengan kata lain, keadaan suatu tes dapat ditentukan dengan menggunakan tes
yang sama pada kelompok murid yang sama dalam kondisi yang sama. Ada
beberapa prinsip dasar tes hasil belajar meliputi : 1) tes hendaknya dapat
mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
instruksional, 2) mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar
cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan, 3)
didesain sesuai dengan kegunaannya dan digunakan untuk memperbaiki cara
belajar siswa dan cara mengajar guru.
33
2.1.5.5 Pembelajaran IPA di SD
Trianto (2013:137) mengatakan “hakikat IPA dibangun atas dasar
produk, ilmiah,proses ilmiah, sikap ilmiah dan nilai yang terdapat di dalamnya”.
IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui
serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar
sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga
komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara
universal.
Wahyana dalam Trianto (2013:136) mengemukakan “bahwa IPA adalah
suatu kumpulan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara
umun terbatas pada gejala-gejala alam”. Perkembangannya tidak hanya ditandai
oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan,serta penemuan
teori dan konsep. Selain itu Samatowa (2010:104) “tujuan utama pembelajaran
IPA SD adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan
(life skills) sebagai warga negara”. IPA bertujuan mengembangkan kemampuan
siswa dalam mengamati benda dan lingkungan sekitarnya, kemampuan
mendengarkan dan kemampuan berkomunikasi serta memecahkan masalah
secara efektif.
Menurut PERMEN No 23 tahun 2006 tujuan pembelajaran IPA di SD
meliputi:
1). Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan
alam ciptaan-Nya 2). Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3). Mengembangkan
rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat 4). Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah
dan membuat keputusan 5). Meningkatkan kesadaran untuk
berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam 6). Meningkatkan kesadaran untuk menghargai
34
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7). Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan
IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1) Makhluk hidup dan proses hidup, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat
dan gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi,
panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi
dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai dunia pendidikan
dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan
tertentu, yaitu: a) memberikan pengetahuan ilmiah kepada siswa tentang dunia
tempat hidup dan bagaimana bersikap. b) menanamkan sikap hidup ilmiah. c)
memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan dan menggunakan serta
menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah.
2.1.5.6 Hasil Belajar IPA
Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA, Hasil
belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA sebagai
produk, proses, dan sikap ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA
meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Sebagai
proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan atau
menemukan ilmu pengetahuan yang baru. Selain itu IPA merupakan proses yang
digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan
produk-produk sains, dan sebagai aplikasi karena teori-teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Sebagai
produk diartikan IPA sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan
dalam sekolah atau di luar sekolah. Sebagai sikap ilmiah, siswa diharapkan
mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin
tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan
mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar.
35
Dengan demikian hasil belajar IPA yang dikembangkan di SD adalah hasil
belajar yang mencakup produk, proses, dan sikap ilmiah.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti, antara lain: Penelitian ini dilakukan I Kd. Marga Sastrawan dkk yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran PBL Berbantuan Visual Animasi
Terhadap Hasil Beljar IPA Siswa Kelas V SD GUGUS II TAMPAKSIRING
GIAYAR” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan
hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Visual Animasi dengan
siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional Pada Kelas V SD
Gugus II Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil uji hipotesis
diperoleh thitung sebesar 3,25, sedangkan nilai ttabel adalah 2,00. Dari
perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa thitung > ttabel (3,25>2,00).
Berdasarkan perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Visual
Animasi dengan siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional
Pada Kelas V SD Gugus II Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Linda
Rachmawati dengan judul “Penerapan model problem based learning (PBL)
untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2
kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan (1) penerapan model PBL untuk meningkatkan pembelajaran
IPA, (2) aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model PBL, (3) hasil
belajar siswa setelah diterapkan model PBL. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian ini menunjukkan dengan adanya skor
keberhasilan guru dalam penerapan model PBL, pada siklus I yaitu 76,65 dan
meningkat pada siklus II menjadi 93,3. Aktivitas siswa meningkat, siklus I
diperoleh 58,6 dan pada siklus II menjadi 71,4. Hasil belajar juga meningkat dari
rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi rata-rata 80,94. Kesimpulan penelitian
36
menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas siswa di SDN Pringapus 2. Hasil penelitian ini memiliki saran agar
model PBL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam
penilaian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar khususnya pada mata
pelajaran IPA di SD.
Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Eni
Wulandari dkk dari Universitas Negeri Sebelas Maret. Penelitian ini berjudul
“Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) pada Pelajaran IPA Siswa
Kelas V SD.” Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses dan hasil
belajar mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal dengan menerapkan
model PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan tiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian
adalah siswa kelas V SD Negeri Mudal yang berjumlah 21 siswa. Hasil
penelitian menunjukkan siswa yang sudah menguasai ketrampilan prosesnya 46,
71 % pada siklus I, 76, 19 % pada siklus II, dan 92, 06 % pada siklus III.
Kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan
proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal.
Penelitian yang kempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Asrika
Maha Dewi dkk dari Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Penelitian ini
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan
Media Video Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Pergung. Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik
inferensial uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar IPA
siswa yang mengikuti model pembelajaran PBL berbantuan media video berada
pada tingkat kategori tinggi (diatas rata-rata sebesar 30,56), (2) hasil belajar IPA
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional berada pada tingkat kategori
sedang (diatas rata-rata sebesar 21,97), (3) terdapat perbedaan yang signifikan
hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model pembelajaran PBL berbantuan media video dan kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional (thitung = 8,50 >
37
ttabel = 2,00). Berdasarkan hal tersebut ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran PBL berbantuan media video lebih unggul dibandingkan dengan
model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA.
Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan membuktikan bahwa
model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Selain itu proses pembelajaran dengan memanfaatkan media video dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada penguasaan materi sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan pada penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan dan pengaruhnya yang signifikan untuk hasil belajar siswa
maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh model
pembelajaran problem based learning berbantuan media video terhadap hasil
belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 01 Ampel Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali Semeter 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”.
2.3 Kerangka Pikir
IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Salah satu
karakteristik dari mata pelajaran IPA adalah mengembangkan rasa ingin tahu
dan daya berpikir kritis terhadap suatu masalah. Tugas guru yang seharusnya
dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam
melibatkan siswa serta menggunakan berbagai pendekatan/startegi pembelajaran
yang sesuai dengan karakter siswa sehingga dapat mengembangkan rasa ingin
tahu dan berpikir kritis pada siswa.
Dewasa ini telah banyak dilakukan berbagai upaya perbaikan dan
peningkatan mutu pembelajaran IPA di sekolah. Salah satu pembelajaran yang
ditawarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA sekolah dasar adalah
dengan penggunaan model pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik
pembelajaran IPA. Model pembelajaran IPA dipilih sesuai dengan sifat IPA
sebagai pengetahuan. Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 01 Ampel
Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan
pada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, siswa dipaksa hanya untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
38
informasi yang diperoleh untuk menghubungkan dengan situasi dalam
kehidupan sehari-hari sehingga siswa kurang menguasai materi pembelajaran
yang diajarkan oleh guru.
Berkembangnya zaman saat ini banyak ditemukan beberapa model atau
strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran
IPA. Salah satunya dengan model Problem Based Learning yang bertujuan
mengembangkan dan menerapkan kecakapan penting, yakni pemecahan
masalah, belajar sendiri, kerja sama tim dan perolehan yan luas atas
pengetahuan.
Selain model pembelajaran, pemanfaatan media juga berpengaruh dalam
pembelajaran siswa di kelas. Media membantu siswa dalam pembelajaran di
kelas, media dapat membantu memperjelas penyampaian materi pelajaran.
Media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi
tercapainya tujuan pembelajaran. Jenis dan karakteristik media itu bermacam-
macam berupa media visual,media audiovisual, media elektronik dan lain-lain.
Setiap media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Seperti media gambar yang memiliki kelebihan mengatasai
masalah batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa
dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa, anak-anak dibawa ke objek
tersebut. Sedangkan media video pembelajaran memiliki kelebihan bergerak.
Sifat-sifat yang nyata pada video dalam proses pembelajaran, adalah
kemampuannya untuk memperlihatkan gerakan-gerakan. Hal ini membuat video
lebih menguntungkan dari media lain.
Berdasarkan paparan yang sudah dikemukakan, penelitian ini bertujuan
untuk melihat adakah perbedaan yang signifikan pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning berbantuan media video dan
menggunakan model Problem Based Learning dengan berbantuan media
gambar. Membandingkan hasil belajar IPA dengan penggunaan media video
pembelajaran dan media gambar merupakan cara untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh media video pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar
IPA khususnya kelas 5 Sekolah Dasar. Karena pembelajaran berbantuan media
39
video pembelajaran lebih efektif dalam membantu menyampaikan materi yang
bersifat dinamis dan membantu siswa dalam mengembangkan pikiran, imajinasi
dan pendapat para siswa serta memperjelas hal-hal yang abstrak. Sehingga
penggunaan media yang memungkinkan dalam pembelajaran IPA dengan
menggunakan model Problem Based Learning adalah media video
pembelajaran. Dengan demikian media video pembelajaran dapat dimanfaatkan
sebagai media yang tepat dalam proses pembelajaran IPA.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan maka dirumuskan
suatu hipotesis, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pembelajaran
dengan model Problem Based Learning berbantuan media video dan penerapan
pembelajaran dengan model Problem Based Learning berbantuan media gambar
terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 01 Ampel Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014.
top related