bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian 2.1 ... ii.pdf · pemeriksaan secara objektif atas...
Post on 08-Nov-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) adalah suatu teori yang menjelaskan
tentang hubungan yang dimiliki oleh principal dan agent. Principal (pemilik)
adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain yang disebut dengan
agent dan agent akan melaksanakan mandat tersebut. Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan bahwa hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak di mana satu
atau lebih (principal) menggunakan orang lain (agent) untuk melakukan beberapa
aktivitas untuk kepentingan mereka. Konflik kepentingan akan mucul dari
pendelegasian tugas yang diberikan kepada agent yaitu agent tidak dalam
kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemilik, tetapi mempunyai
kecenderungan untuk mengejar kepentingan sendiri dengan mengorbankan
kepentingan pemilik.
Menurut contracting theory (dalam Watts dan Zimmerman 1983) yang
juga dikenal dengan teori prinsipal dan agen (the principle-agent theory)
menyatakan bahwa hubungan antara pihak-pihak dalam perusahaan yaitu
pengelola, pemegang saham, kreditur, pemerintah dan masyarakat akan sulit
tercipta karena kepentingan yang saling bertentangan. Jensen dan Meckling
(1976) mengatakan bahwa kepentingan yang berbeda dan saling bertentangan
11
akan mengarahkan kepada penipuan dan rekayasa sehingga hasil dari pekerja
ataupun kinerja yang dihasilkan dari agent kepada principal tidak dapat
dipercaya, sehingga penyatuan visi dan misi sangat diperlukan.
Melihat dari sudut pandang teori di atas, hubungan masyarakat (rakyat)
dengan pemerintah adalah seperti hubungan principal dan agent. Dalam hal ini
masyarakat merupakan principal sedangkan pemerintah bertidak sebagai agent.
Principal memberikan mandat atau kewenangan kepada agent untuk
menggunakan dan mengelola sumber daya yang diberikan (dalam bentuk pajak
dan lain-lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban, maka pihak agent wajib
memberikan laporan atas pengelolaan sumber daya yang telah diberikan pihak
principal. Untuk menghindari adanya asimetri informasi yang dilakukan oleh
pihak agent maka principal membutuhkan pihak ketiga guna memberikan
keyakinan bahwa laporan yang disampaikan tanpa rekayasa.
Stanford (1991) mengatakan dalam posisi sebagai pihak ketiga inilah
sebenarnya peran auditor pemerintah diharapkan berperan besar. Dimana auditor
memiliki kekuasaan yang mutlak dalam memeriksa laporan keuangan entitas atau
pemerintah. Mengingat bahwa sebagaian besar laporan yang diberikan pemerintah
adalah berbentuk informasi keuangan. Auditor mempunyai posisi penting dengan
alasan bahwa: (1) mempunyai akses terhadap informasi keuangan, (2) mempunyai
akses terhadap informasi manajemen, (3) independen, (4) telah mendapat
pelatihan profesional, dan (5) bisa didapatkan (ada) (Jones and Bates, 1990).
12
2.1.2 Pengertian Audit
Menurut Agoes (2004:1), audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang
dilakukan secara sistematis dan kritis oleh pihak independen terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan
dan memberikan pendapat mengenai kewajaran terhadap laporan keuangan.
Menurut Mulyadi (2002: 11), menyatakan bahwa audit merupakan proses
pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu organisasi dengan tujuan
untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut. Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007), audit adalah suatu
proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Menurut Committe of Auditing Concept (2005) pengertian
auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti-bukti secara objektif mengenai suatu pernyataan tentang kegiatan atau
kejadian ekonomis untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan, serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
13
Menurut Mulyadi (2002), audit mengandung beberapa unsur-unsur
berikut:
1) Proses yang sistematis: Audit adalah rangkaian langkah dan prosedur
yang bersifat logis, berkerangka dan terorganisir.
2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif: Suatu proses
sistematik yang dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti yang
mendasari pernyataan atau asersi-asersi yang dibuat oleh individu
maupun badan usaha. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya
yang sesungguhnya, tidak bias tanpa memihak dan tidak berprasangka
buruk terhadap individu atau badan usaha terhadap bukti-bukti tersebut.
3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi: Asersi
merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan
tersebut. Pernyataan mengenai kegiatan ekonomi merupakan hasil proses
akuntansi.
4) Menentukan tingkat kesesuaian: Penghimpunan bukti dan
pengevaluasian hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk
menentukan kesusuaian pernyataan atau asersi-asersi tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut kemungkinan
dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula dapat bersifat kualitatif.
5) Kriteria yang ditentukan: Kriteria yang ditentukan merupakan standar-
standar pengukur yang digunakan untuk mempertimbangkan (judgement)
14
asersi-asersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa
peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran atau
ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajeman, prinsip akuntansi
berterima umum (PABU) diindonesia.
6) Menyampaikan hasil-hasilnya (atestasi): Hal ini berarti hasil-hasil audit
dikomunikasikan melalui laporan tertulis dalam bentuk laporan audit
yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dengan
kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi hasil audit tersebut dapat
memperkuat ataupun memperlemah kredibilitas representasi atau
pernyataan yang dibuat.
7) Para pemakai yang berkepentingan: Para pemakai yang berkepentingan
merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan
mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan melalui laporan
audit, dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi investor
maupun calon investor di pasar modal, pemegang saham, kreditor
maupun calon kreditor, badan pemerintahan, manajemen, dan publik
pada umumnya.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 dan SPKN 2007 menyebutkan, audit adalah
proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara
independen, objektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
15
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Secara umum, berdasarkan
penjelasan mengenai audit diatas, maka dapat disimpulkan bahwa audit
merupakan suatu proses yang sistematis yang dijalankan oleh seorang yang
berkompeten dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai
kejadian atau asersi-asersi yang terjadi dan menentukan kesesuaian asersi dengan
kejadian berdasarkan kriteria kemudian melaporkan dalam bentuk laporan audit
kepada pihak yang berkepentingan. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan
yaitu, dalam melakukan audit:
1) Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar)
yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi.
2) Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus jelas
untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
3) Bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk
memenuhi tujuan audit.
4) Kemampuan auditor dalam memahami kriteria yang digunakan serta sikap
independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk
memdukung kesimpulan yang akan diambil.
Audit sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan
seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. SPKN
menguraikan 3 (tiga) jenit audit yang dilakukan, yaitu:
16
1) Audit Keuangan
Audit keuangan adalah auit atas laporan keuangan. Audit keuangan
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Audit Kinerja
Audit adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas. Dalam
melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Audit
kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam
bukti, untuk dapat melaukan penilaian secara independen atas kinerja
entitas atau program/kegiatan yang diperiksa.
3) Audit dengan tujuan tertentu
Audit dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas
suatu hal yang diperiksa. Audit dengan tujuan tertentu bersifat eksaminasi,
revie, atau prosedur yang disepakati. Audit ini meliputi audit atas hal-hal
lain di bidang keuangan, investigasi, dan audit atas sistem pengendalian
intern.
17
2.1.3 Jenis Auditor
Menurut Araminta (2011) auditor adalah seseorang yang memiliki
kualifikasi tertentu dalam melakukan audit setiap laporan keuangan dan kegiatan
suatu perusahaan atau organisasi. Untuk entitas hukum pada umumnya
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok:
1) Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya. Auditor independen harus telah lulus
dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang
disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan
Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat ijin praktek dari Menteri
Keuangan. Auditor independen harus independen, tidak memihak pada
kliennya karena pihak klien yang memanfaatkan jasa auditor independen
adalah pihak selain kliennya. Oleh karena itu, independensi auditor dalam
melaksanakan keahliannya merupakan hal yang pokok, meskipun auditor
tersebut dibayar oleh kliennya karena jasa yang diberikannya tersebut.
2) Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
Negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan
apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah
dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan kekayaan atas organisasi,
menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta
18
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian
organisasi.
3) Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemeintah atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor
pemerintah dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Auditor yang bekerja di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan), dan BPK (Badan Pengawas Keuangan). BPKP adalah
instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada presiden RI
dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah. Tugasnya melakukan audit atas laporan keuangan
instansi pemerintah, projek-projek pemerintah, BUMN,BUMD, projek
pemerintah dan peruahaan-perusahaan swasta yang pemerintah
mempunyai penyertaan modal yang besar didalamnya. BPK adalah
lembaga tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas
pertanggungjwaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya kepada
DPR.
(2) Auditor yang bekerja di instansi pajak adalah unit organisasi dibawah
Departemen Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan
beberapa jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah.
19
2.1.4 Auditor Internal
Audit internal merupakan bagian dari suatu organisasi yang integral, yang
menjalankan fungsinya berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan memiliki
peran yang sangat besar dalam memberikan kontribusi kepada pihak manajemen
organisasi dan pemeriksa ekstern. Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007),
fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang
merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk
menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Auditor internal
juga dapat memberikan secara langsung dukungan kepada manajer selama
pekerjaan audit dilaksanakan, serta pada saat penyelesaian laporan dan
ditindaklanjutinya hasil audit. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat
lebih memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam
rangka peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal
pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses
terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Kosasih (1981) dalam bukunya berjudul Auditing: Prinsip dan Prosedur
memaparkan aktivitas audit internal. Aktivitas audit internal menyangkut dua hal
yaitu: financial audit atau pemeriksaan keuangan adalah verifikasi eksistensi
kekayaan dan meyakinkan bahwa pengamanannya cukup dan apakah sistem
akuntansi dan sistem pelaporan dapat dipercaya termasuk pembahasan internal
control. Selanjutnya yaitu operational/management audit atau pemeriksaan
pengelolaan merupakan perluasan jangkauan internal auditing ke seluruh tingkat
operasi dari perusahaan, tidak terbatas pada keuangan dan pembukuan. Dari
20
pernyataan di atas diterangkan bahwa financial audit memusatkan
pemeriksaannya pada informasi keuangan dan operasi dalam hal ini untuk
memperoleh kebenaran atas proses pencatatannya. Sedangkan, management
auditing berfokus pada keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya
perusahaan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, atau dengan kata lain,
menilai efektivitas kinerja organisasi tersebut.
Tahap pekerjaan audit internal menurut Tunggal (2012: 120) terdiri atas
enam proses:
1) Audit Planning dan Risk Analysis
Dalam tahap ini proses audit memfokuskan perencanaan bahwa apa yang
seharusnya dilakukan, di mana, dan kapan dilakukan. Adapun poin penting dalam
tahap ini adalah menganalisis penilaian audit, mengumpulkan fakta tentang
wilayah audit, analisis risiko kinerja, mengidentifikasi bukti audit, menuliskan
secara detail objek yang diaudit, mengembangkan program kerja audit,
menentukan jadwal serta membagi pekerjaan kepada staf.
2) Preliminary Survey
Dalam tahap ini seorang auditor menentukan segala aspek terhadap
wilayah audit yang terdiri dari program, fungsi, entitas atau yang diaudit. Poin
penting dalam tahap ini yaitu: mengetahui latar belakang informasi, menelusuri
wilayah aktivitas, menentukan segala kemungkinan alasan dan dokumentasi, dan
menggunakan hasil survey secara efektif.
21
3) Audit Field Work
Audit kerja lapangan yaitu usaha yang dilakukan oleh auditor internal
dalam membentuk suatu opini dan menghadirkan, serta merekomendasikan
tentang wilayah audit. Dalam tahap ini terdapat dua hal utama yaitu:
mengevaluasi sistem pengendalian internal, serta mendesain tes audit.
4) Audit Finding dan Recomendation
Adanya temuan merupakan pernyataan dari kondisi yang menyatakan
suatu fakta. Temuan audit yang baik tergantung pada kualitas kerja lapangan
seorang auditor dan dilengkapi dengan kertas kerja. Terdapat empat poin penting
dalam tahap ini: mengembangkan temuan audit, mendokumentasikan temuan
audit, dan melakukan penutupan (closing).
5) Reporting
Reporting merupakan bagian yang terpenting dalam tahap proses audit
internal. Banyak yang mampu menulis sebuah report, tapi tak satupun yang
mampu menulisnya dengan benar. Empat poin penting dalam tahap ini: utline
report, menulis draf awal, mengedit draf dan menuliskan final report.
6) Follow Up
Dalam tahap ini dilakukan pengoreksian terhadap kontrol yang lemah
yang telah diidentifikasi oleh internal audit dan dilaporkan kepada manajemen.
Ada dua hal penting pada tahap ini: kebutuhan akan follow up atau tindak lanjut
dan melakukan tindak lanjut terhadap audit.
22
2.1.5 Kinerja
Menurut Trisnaningsih (2007), secara etimologis, kinerja berasal dari kata
prestasi kerja (performance). Istilah kinerja sendiri berasal dari kata job
performance yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67). Goodhue dan Thompson
(1995) menyatakan bahwa pencapaian kinerja individual berkaitan dengan
pencapaian serangkaian tugas-tugas individu. Kinerja yang lebih tinggi
mengandung arti terjadinya peningkatan efisiensi, efektivitas atau kualitas yang
lebih tinggi dari penyelesaian serangkaian tugas yang dibebankan kepada individu
dalam perusahaan atau organisasi. Sebenarnya, ukuran dari suatu kinerja yang
baik tidak dapat dibuat ataupun ditentukan secara pasti oleh lembaga, setiap
lembaga memiliki ukuran ataupun persepsi yang berbeda mengenai kinerja
namun, kinerja yang baik dan berkualitas akan dihasilkan oleh seseorang yang
memiliki sikap profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya (Yousef, 2000).
Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individual dan kinerja
organisasi. Menurut Engko (2006) dan Bhagat (2001) kinerja individual mengacu
pada prestasi kerja individu yang diatur berdasarkan standar atau kriteria yang
telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja individual yang tinggi dapat
meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Kinerja yang lebih tinggi
dapat mengandung arti terjadinya peningkatan efisiensi, efektivitas, atau kualitas
yang lebih tinggi dari penyelesaian serangkaian tugas yang dibebankan kepada
individu dalam perusahaan atau organisasi. Menurut Tantina (2004), kinerja
23
diukur dengan instrumen yang dapat dikembangkan dalam studi yang tergabung
dalam ukuran kinerja secara umum, selanjutnya diterjemahkan kedalam penilaian
prilaku secara mendasar, meliputi: (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3)
pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang disimpulkan,
(5) perencanaan kerja.
Dari definisi di atas, yang dimaksud kinerja dalam penelitian ini adalah
kinerja individu auditor. Pengertian kinerja mengacu pada Mangkunegara
(2005:67) yaitu hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya.
2.1.6 Due Professional Care
Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat
dan seksama (PSP No. 01 SPKN 2007). Singgih dan Bawono (2010)
mendefinisikan due professional care sebagai kecermatan dan keseksamaan
dalam penggunaan kemahiran profesional yang menuntut auditor untuk
melaksanakan skeptisme profesional. Penting bagi auditor untuk
mengimplementasikan due professional care dalam pekerjaan auditnya. Auditor
dituntut untuk selalu berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan
auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas
24
dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan
(Elisha dan Icuk, 2010).
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan
seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap
penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan
profesional (professional judgement), meskipun dapat saja terjadi penarikan
kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama.
Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review
secara kritis pada setiap tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan
dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana
kesempurnaan pekerjaan yang dihasilkan (Anwar, 2013). Auditor yang memiliki
kemahiran profesional yang cermat dan seksama akan lebih melaksanakan audit
secara benar serta cenderung menyelesaikan setiap tahapan-tahapan proses audit
secara lengkap dengan mempertahankan sikap skeptisme dalam
mempertimbangkan bukti-bukti audit yang kurang memadai yang ditemukan
selama proses audit untuk memastikan agar kualitas audit yang dihasilkan baik
(Ardani,2010).
2.1.7 Integritas
Menurut Arens (2008:108), yang termasuk kedalam prinsip-prinsip etika
profesional auditor adalah tanggungjawab, kepentingan masyarakat, integritas,
objektifitas dan independensi, keseksamaan anggota serta ruang lingkup dan sifat
jasa. Integritas berarti bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kata hatinya,
25
dalam situasi seperti apapun (Arens 2008:99). Auditor yang berintegritas adalah
auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang telah diyakini
kebenarannya tersebut dalam kenyataan.
Integritas adalah sikap jujur, berani, bijaksana dan tanggung jawab auditor
dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun
kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal
(Sukriah, dkk 2009). Wibowo (2010) menyebutkan integritas auditor internal
menguatkan kepercayaan dan karenanya menjadi dasar bagi pengandalan atas
judgement mereka. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya.
Mediasari dan Nellysari (2007) menyatakan bahwa integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak sengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
dapat menerima kecurangan prinsip. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor
dapat meningkatkan kinerjanya terhadap kualitas hasil auditnya.
26
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang due professional
care, integritas dan kinerja auditor dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya
No
Nama dan
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Naa, Faya
Alfonso
(2014)
Pengaruh
Independensi,
Pengalaman
Kerja, Locus of
Control, dan Due
Professional
Care Terhadap
Kinerja Aparat
Inspektorat
Kabupaten
Mimika
1) Independen:
independensi,
pengalaman
kerja, locus of
control, dan due
professional
care.
2) Dependen:
kinerja auditor.
1) Independensi
berpengaruh positif
pada kinerja
2) Pengalaman kerja
berpengaruh positif
pada kinerja
3) Locus of control
berpengaruh positif
pada kinerja
4) Due professional care
berpengaruh positif
pada kinerja
2 Orchidia,
Indah
(2014)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan,
Integritas, dan
Komitmen
Organisasi
Terhadap
Kinerja Auditor
Pemerintah
(Studi Empiris
pada Perwakilan
BPKP di
Provinsi
Sumatera Barat)
1) Independen: gaya
kepemimpinan,
integritas, dan
komitmen
organisasi.
2) Dependen:
kinerja auditor.
1) Gaya kepemimpinan
berpengaruh positif
pada kinerja
2) Integritas berpengaruh
positif pada kinerja
3) Komitmen organisasi
berpengaruh positif
pada kinerja
3 Wijana,
Dewa Gde
Ananta
(2015)
Integritas
Sebagai
Pemoderasi
Pengaruh
Komitmen
Organisasi Pada
Kinerja Auditor
1) Independen:
komitmen
organisasi.
2) Dependen:
kinerja auditor.
3) Moderating:
integritas
1) Komitmen organisasi
berpengaruh positif
pada kinerja auditor.
2) Integritas memoderasi
hubungan komitmen
organisasi pada kinerja
auditor
27
No
Nama dan
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
4 Febriyanti,
Reni (2014)
Pengaruh
Independensi,
Due Professional
Care, dan
Akuntabilitas
Terhadap
Kulaitas Audit
(Studi Empiris
Pada Kantor
Akuntan Publik
di Kota Padang
dan Pekanbaru)
1) Independen:
independensi, due
professional care,
dan akuntabilitas.
2) Dependen:
kualitas audit
1) Independensi tidak
berpengaruh terhadap
kualitas audit.
2) Due profesional Care
berpengaruh positif
terhadap kualitas audit.
3) Akuntabilitas tidak
berpengaruh terhadap
kualitas audit
Sumber: Data diolah, 2015
2.3 Rumusan Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Due Professional Care pada Kinerja Auditor
Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat
dan seksama. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, auditor harus menggunakan keahlian
profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara
hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat
diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), meskipun
dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah
dilakukan dengan seksama. Menurut PSP No. 01 SPKN 2007, kecermatan dan
keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk
melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis
terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi
terhadap bukti audit tersebut. Menerapkan kemahiran profesional secara cermat
28
dan seksama memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang
memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam
data akan terdeteksi. Auditor yang gagal dalam menggunakan atau menerapkan
sikap skeptis maka akan menghasilkan opini audit yang tidak berdaya guna dan
tidak memiliki kualitas audit yang baik (Mansur, 2007).
Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care
dalam pekerjaan auditnya. Hal ini dikarenakan standard of care untuk auditor
berpindah target yaitu menjadi berdasarkan kekerasan konsekuensi dari kegagalan
audit. Sehingga auditor di tuntut untuk cermat dan seksama dalam melakuakan
tugasnya (Naa, 2014). Hasil penelitian Kopp, Morley, dan Rennie dalam Mansur
(2007: 38) membuktikan bahwa masyarakat mempercayai laporan keuangan jika
auditor telah menggunakan sikap skeptis profesionalnya (professional skepticism)
dalam proses pelaksanaan audit. Penelitan mengenai due professional care pernah
di teliti oleh Singgih dan Bawono (2011) serta Naa (2014) dalam penelitiannya
menunjukan bahwa due profesional care berpengaruh signifikan terhadap kinerja
auditor.
Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H1: Due professional care berpengaruh positif pada kinerja auditor.
2.3.2 Integritas Memoderasi Pengaruh Due Professional Care pada Kinerja
Auditor
Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care
dalam pekerjaan auditnya. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan
seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa
29
laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan maupun kecurangan. Auditor yang cermat dan seksama akan dapat
menghasilkan audit yang berkualitas (Naa, 2014). Menurut SPKN 2007,
pemeriksa harus mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat
melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan
kepentingan publik. Dalam melaporkan hasil pemeriksaannya, pemeriksa
bertanggung jawab untuk mengungkapkan semua hal yang material atau
signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat
mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan,
kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak
patut atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Integritas merupakan suatu sikap yang mutlak diperlukan bagi seorang
auditor. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi
tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas
mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang
terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar
pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi (SPKN,
2007). Sunarto (2011) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat
menerima kecurangan prinsip. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat
meningkatkan kualitas hasil pemeriksaannya (Pusdiklatwas BPKP, 2008).
Kualitas hasil pemeriksaan merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam
menilai kinerja auditor. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya
30
kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam
menguji semua keputusannya. Dengan timbulnya kepercayaan masyarakat dan
pengguna laporan lainnya, maka kinerja dari auditor dikatakan meningkat menjadi
lebih baik. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Larkin (2000), Arini (2010) serta Eria, dkk (2012).
Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H2: Integritas memoderasi pengaruh due professional care pada kinerja
auditor.
top related