bab ii kajian pustaka 2.1.1.pengertian...
Post on 07-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1.Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan proses yang dilaksanakan
oleh seorang manajer agar suatu organisasi dapat
berjalan untuk mencapai tujuan, yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian dalam. Griffin dalam Danim dan
Suparno (2009) mendefinisikan manajemen sebagai
sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
dalam rangka mencapai tujuan. Sejalan dengan
definisi sebelumnya, Usman (2012) menyatakan
bahwa manajemen adalah perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan sumber daya dalam organisasi untuk
mencapai tujuan. Kedua pendapat tokoh tersebut
bermuara pada tujuan dalam sebuah organisasi.
Dalam dunia pendidikan kegiatan manajerial pun
dilakukan untun mencapai tujuan pendidikan.
Arikunto dan Yuliana (2012) menyatakan bahwa
manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang
berupa proses pengelolaan usaha oleh sekelompok
manusia dalam suatu organisasi pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Orientasi utama suatu
kegiatan manajemen adalah untuk mencapai suatu
tujuan yang efektif dan efisien.
14
Sejalan dengan pendapat tersebut, Daryanto
(2011) menyatakan bahwa manajemen pendidikan
merupakan seni dan ilmu untuk mengelola sumber
daya pendidikan demi terwujudnya proses
pembelajaran yang lebih baik. Proses pembelajaran
tersebut didesain agar peserta didik mengalami
suasana belajar yang aktif untuk mengembangkan
potensi dirinya.
Syarafuddin dan Nasution (2005) menjelaskan
fungsi manajemen ke dalam empat hal, yaitu:
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing),
Kepemimpinan (Leadership), dan Pengawasan
(Controlling). Sejalah dengan pendapat tersebut,
Usman (2006) menyatakan bahwa fungsi manajemen
mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengendalian. Purwanto (2012)
menjelaskan fungsi pokok manajemen yaitu planning,
organizing, actuating, commanding, coordinating,
controling, dan communicating. Berdasarkan pendapat
ketiga tokoh tersebut, manajemen memiliki fungsi
utama yang berorientasi pada tujuan.
2.2. Manajemen Kepala Sekolah
2.2.1.Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan
tingkat satuan pendidikan yang memiliki dasar
kepemimpinan yang kuat. Oleh karena itu, seorang
15
kepala sekolah perlu memiliki kompetensi-kompetensi
khusus yang dapat menunjang kinerjanya sebagai
seorang pemimpin. kepala sekolah merupakan
penanggung jawab utama di sekolah. Selain itu, ia
juga berfungsi sebagai pemimpin yang menjalankan
kepemimpinannya di sekolah.
Dalam lembaga pendidikan formal seperti di
sekolah, kepala sekolah memiliki bawahan yang
berada di bawah otoritas kepemimpinannya, yaitu
guru dan karyawan sekolah. Tidak hanya sekedar
sebagai bawahan, namun guru dan staff karyawan
yang ada di sekolah juga akan menjadi partner atau
rekan bagi kepala sekolah untuk mewujudkan tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah memiliki
peranan penting dalam perkembangan sekolah itu
sendiri. Untuk itu, diperlukan keahlian-keahlian
khusus dari sosok kepala sekolah ini dalam
menjalankan tugasnya.
Menurut Sagala (2010) kepala sekolah akan
mampu mencapai tujuannya apabila mampu
membangun komitmen dan bekerja keras untuk
menjadikan sekolah yang dipimpinnya menjadi
sekolah yang berkualitas dan menjadi yang terbaik di
daerahnya. Komitmen tersebut dapat ditampakkan
oleh kepala sekolah dengan melibatkan semua pihak
yang bertanggung jawab dalam penyelengaraan
16
pendidikan persekolahan meningkatkan kualitas
kinerja dan motivasi dari seluruh personel sekolah.
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah
memiliki tugas-tugas yang sangat strategis dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan. Tugas-tugas
kepala sekolah itu adalah sebagai berikut (Herabudin,
2009): (1) Membuat perencanan, berkaitan dengan
program pengajaran, kesiswaan, pembinaan guru,
pengembangan kurikulum, dan pelaksanaan
pengembangan aktivitas siswa yang bersifat intra dan
ektraskurikuler; (2) Pengembangan dan pemberdayaan
kepegawaian; (3) Pengelolaan administrasi keuangan
sekolah; (4) Pengembangan sarana dan prasarana
sekolah.
Sedangkan menurut Sagala (2010) pada sekolah-
sekolah yang memiliki kemandirian dan otonomi
tinggi, maka ciri kepemimpinan kepala sekolah adalah
memiliki moral kerja yang tinggi dan visioner, yaitu (1)
memahami secara tepat berbagai segi kegiatan sekolah
dengan pemikiran secara kognitif, teratur, dan
intensif; (2) responsif terhadap berbagai Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK); (3) ketrampilan
berkomunikasi secara efektif; (4) melihat kepentingan
sekolah sebagai keseluruhan; (5) berpikir dan
bertindak rasional secara obyektif; dan (6) mampu
menentukan proritas secara tajam. Kemampuan
tersebut harus dapat dipenuhi sebagian besar oleh
17
kepala sekolah guna meningkatkan kualitas
kepemimpinannya.
Kepala sekolah merupakan seorang manajer di
sekolah yang bertugas untuk memanajemen atau
mengendalikan situasi yang ada di sekolah dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan pokok yang harus dilaksanakan kepala
sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai
manajer adalah menyusun perencanaan,
mengorganisasi sekolah, memimpin, dan
mengendalikan (Wahjosumidjo, 2003). Akan tetapi,
untuk menjalankan fungsinya dengan baik tentu
dipengaruhi oleh faktor-faktor sumber daya yang ada,
seperti para guru, staf, siswa dan orang tua dari siswa,
dana, sarana prasarana serta suasana dan faktor
lingkungan di mana sekolah berada. Oleh karena itu,
seorang pemimpin perlu memiliki keahlian khusus
untuk dapat mengatasi peramsalahan yang ada, guna
mencapai tujuan.
2.2.2.Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
dalam ruang lingkup pendidikan bertujuan untuk
meminimalkan pengendalian dari pemerintah pusat ke
sekolah. Manajemen ini dimaksudkan agar sekolah
lebih banyak memiliki ruang gerak secara mandiri
untuk mengembangkan kreativitas, inovasi dan
18
menentukan sendiri apa yang perlu dilakukan dalam
kegiatan belajar mengajar maupun dalam kegiatan
mengelala sumber daya yang ada di sekolah.
Sebagaimana tujuan dari implementasi MBS
tersebut, kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah
memiliki kewenangan dalam mengelola segala sumber
daya yang ada di sekolah guna meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah tersebut. Secara khusus dalam
kegiatan pembelajaran, kepala sekolah dapat
membantu guru meningkatkan kualitas kegiatan
belajar mengajar dengan mengadakan kegiatan
supervisi pembelajaran (akademik). Kegiatan supervisi
tersebut hendaknya dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh kepala satuan pendidikan.
Kepala sekolah merupakan supervisor sekolah
dalam rangka mengamati tingkat ketercapaian tujuan
sekolah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menurut Sagala (2010) kepala sekolah sebagai
supervisor dapat memberikan bantuan kepada guru
dalam mengatasi kesulitan dalam kegiatan mengajar.
Untuk itulah kepala sekolah perlu memahami program
dan strategi pengajaran yang digunakan. Bantuan
yang diberikan kepala sekolah dapat berupa dukungan
dalam hal fasilitas, bahan-bahan ajar yang diperlukan,
penguatan terhadap penguasaan materi dan strategi
pengajaran maupun program dalam aktivitas belajar di
kelas.
19
Sebagai seorang supervisor kepala sekolah harus
diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan
melaksanakan kegiatan supervisi pendidikan, serta
dapat memanfaatkan hasilnya. Menurut Mulyasa
(2012) sebagai pelaksana supervisi kepala sekolah
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hierarkis, Dilaksanakan secara demokratis,
Berpusat pada tenaga kependidikan (guru), Dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga
kependidikan (guru), dan Merupakan bantuan profesional.
Salim (2009) mengemukakan kepala sekolah
sebagai seorang supervisor artinya kepala sekolah
berfungsi sebagai pengawas, pengendali, pembina,
pengarah, dan pemberi contoh kepada para guru dan
karyawan di sekolah. Artinya kepala sekolah perlu
memahami tugas dan kedudukan karyawan dan staf
yang dipimpinnya. Dengan demikian kepala sekolah
tidak hanya sekedar mengawasi bawahan, namun
sekaligus membekali guru yang sedang
melaksanakan kegiatan, terutamanya kegiatan
pembelajaran.
2.3. Supervisi Pembelajaran
2.3.1.Pengertian Supervisi Pembelajaran
Supervisi secara etimologis berasal dari kata
“super” dan “visi” yang mengandung arti melihat dan
20
meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas
yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas,
kreativitas, dan kinerja bawahan (Mulyasa, 2012).
Supervisi dalam pendidikan ada karena
kebutuhan guru memperoleh bantuan mengatasi
kesulitan dalam landasan pengajaran dengan cara
membimbing gurumemilih metode mengajar, dan
mempersiapkan guru untuk mampu melaksanakan
tugasnya dengan kreativitas tinggi sebagai pengajar.
Kegiatan supervisi ini tentunya bertujuan agar peserta
didik semakin mengalami pertumbuhan secara
berkesinambungan dengan pola pengajaran yang
bervariasi.
Sagala (2010) menyatakan supervisi merupakan
suatu bantuan dalam pengembangan dan peningkatan
situasi pembelajaran (belajar mengajar) yang lebih
baik. Hal tersebut berarti baik buruknya suatu situasi
dalam kegiatan belajar mengajar dapat diketahui
melalui kegiatan pengawasan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Daryanto
(2011) mengemukaan bahwa supervisi merupakan
prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian
secara kritis terhadap proses pengajaran. Penilaian ini
bertujuan untuk mempelajari dan memperbaik secara
bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak.
21
Kegiatan supervisi menaruh perhatian utama
pada bantuan yang dapat meningkatkan kemampuan
profesionalitas guru. Kemampuan profesional ini dapat
tercermin pada kemampuan guru dalam memberikan
bantuan belajar kepada peserta didik sehingga dapat
terjadi perubahan tingkah laku sebagaimana tujuan
dari kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, untuk
melaksanakan kegiatan supervisi pembelajaran
diperlukan penyusunan program supervisi yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah.
2.3.2.Tujuan Supervisi Pembelajaran
Menurut Sagala (2010) tujuan supervisi adalah
untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya
agar menjadi guru yang berkualitas dan profesional
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran tersebut
dapat diperhatikan dari situasi, sarana, bahan ajar,
maupun proses belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Herabudin
(2009) menegaskan bahwa supervisi bertujuan untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih
baik melalui pembinaan dan peningkatan proses
mengajar oleh guru. Artinya bahwa supervisi
dilaksanakan untuk mengetahui sejauhmana kinerja
guru dalam mencapai tujuan pendidikan nasional
22
melalui kegiatan di kelas. Namun demikian untuk
mengetahui tingkat ketercapaian kegiatan
pembelajaran tersebut, guru perlu dikendalikan oleh
supervisor sebagai pengawas di sekolah, misalnya
kepala sekolah.
Mulyasa (2012) juga memiliki pemahaman yang
sama dengan pendapat sebelumnya bahwa tujuan
supervisi adalah mengembangkan iklim yang kondusif
dan lebih baik dalam kegiatan belajar mengajar
melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar.
Dengan kata lain tujuan dari pelaksanaan supervisi
pengajaran adalah membantu dan memberikan
kemudahan kepada para guru untuk belajar mengenai
bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna
mewujudkan tujuan belajar peserta didik.
Dalam Mulyasa (2012) Ametembun mengupas
secara khusus tujuan dari supervisi adalah sebagai
berikut:
Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk
lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah dalam
merealisasikan tujuan tersebut; Memperbesar
kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi
anggota masyarakat yang lebih efektif; Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan
diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar
mengajar, serta menolong mereka merencakan
perbaikan-perbaikan; Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga
sekolah lain terhadap cara kerja yang demokratif
23
dan komprehensif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong; Memperbesar semangat
guru-guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan kinerja
secara maksimal dalam profesinya; Membantu
kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program pendidikan di sekolah
kepada masyarakat; Melindungi orang-orang yang disupervisi terhadap tuntunan-tuntunan
yang tidak wajar dan kritik-kritik yang tidak sehat dari masyarakat; Membantu kepala
sekolah dan guru-guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk mengembangkan aktivitas
dan kreativitas peserta didik; Mengembangkan
rasa kesatuan dan persatuan (kolegiatas) diantara guru.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa
supervisi merupakan bagian yang penting
dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Bukan hanya sekedar menilai
namun, melalui kegiatan supervisi dapat dilakukan
pemberian bantuan berupa dukungan kepada guru
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selain
itu, kepala sekolah dapat mengetahui sejauhmana
kinerja guru dan staff di sekolah dalam melakukan
tanggung jawabnya masing-masing secara lebih baik.
2.3.3.Program Supervisi Pembelajaran
Program supervisi merupakan rincian kegiatan
yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu proses serta hasil belajar.
Kegiatan ini menggambarkan hal-hal apa saja yang
24
akan dilakukan, bagaimana melakukannya, sarana
dan prasarana apa yang diperlukan, serta cara untuk
mengetahui keberhasilan usaha yang dilakukan
tersebut.
Program supervisi berfungsi sebagai pedoman
bagi supervisor untuk melakukan serangkaian
kegiatan, yang pada akhirnya untuk mengetahui
secara sistematis perubahan-perubahan apa saja
yang terjadi. Program supervisi pendidikan yang tepat
akan membantu pengawas untuk menangani
masalah dengan melakukan pembinaan baik kepada
kepala sekolah maupun kepada guru. Program
supervisi perlu memperhatikan persoalan-persoalan
yang dihadapi tenaga pendidik dan kependidikan
dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Sehingga, untuk membantu tenaga pendidik tersebut
menghadapi masalah yang muncul, diperlukan
program supervisi pembelajaran.
2.4. Teknik Penyusunan Program Supervisi
Program supervisi pembelajaran adalah kegiatan
yang dirancang untuk memberikan penilaian
mengenai berhasil atau tidaknya suatu kegiatan
dalam dunia pendidikan, yaitu pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu poros dari kualitas
pendidikan yang ada di sekolah. Melalui kegiatan
pembelajaran, akan diketahui ketercapaian
25
kompetensi peserta didik dalam hasil belajarnya serta
kesuksesan guru dalam mencapai tujuan pendidikan
yang sudah dirancangkannya. Oleh karena itu,
program supervisi pembelajaran menjadi hal yang
penting untuk disusun oleh supervisor untuk
mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam
ranah pendidikan. Menurut Purwanto (2010) cara
menyusun program supervisi pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Identifikasi Masalah
Pada langkah ini, sebelum program disusun
diperlukan identifikasi permasalahan yang ada
terlebih dahulu. Identifikasi ini betujuan untuk
mengenal dan memahami masalah yang sedang
terjadi di lingkungan satuan pendidikan sehingga
dapat dilakukan cara untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
b. Menganalisis Masalah
Analisis masalah bertujuan untuk mengkaji
masalah yang sudah diperoleh sebelumnya yang
kemudian akan dipahami secara esensi masalah
yang muncul tersebut, baik dari faktor-faktor
penyebabnya. Selanjutnya dari analisis tersebut
akan di klasifikasikan masalah yang sering dialami
dalam satuan pendidikan.
c. Merumuskan Cara-cara Pemecahan Masalah
26
Dalam proses pengkajian terhadap masalah
yang ditemukan berbagai cara penyelesaian
masalah yang mungkin dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor dan peluang yang
dimiliki.
d. Implementasi Pemecaham Masalah
Implementasi menjadi bagian yang penting
untuk dilakukan dalam suatu program supervisi.
Melalui implementasi akan diketahui tingkat
ketercapaian dari alternatif pemecahan masalah
yang sudah dikemukakan. Selain itu, proses
implementasi pemecahan masalah dilakukan
sebagai penilaian terhadap usaha perbaikan atau
pembaharuan yang dilakukan.
e. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Evaluasi dalam supervisi adalah pengumpulan
informasi yang diperlukan untuk selanjutnya
digunakan sebagai perbaikan berikutnya. Bahan-
bahan yang diperoleh tersebut selanjutnya dapat
dimanfaatkan untuk menyusun kegiatan tindak
lanjut dan sekaligus menjadi masukan bagi
penyusunan program pembinaan selanjutnya.
2.5. Teknik Pelaksanaan Supervisi Pembelajaran
Menurut Engkoswara, dkk (2010) ada beberapa
teknik supervisi yang dapat dilakukan atau digunakan
supervisor pendidikan, yaitu (1) kunjungan sekolah
27
(school visit) untuk mengetahui situasi dan kondisi
sekolah baik secara kuantitatif maupun kualitatif; (2)
kunjungan kelas (class visit) untuk memperoleh
gambaran tentang kegiatan belajar mengajar di kelas;
(3) kunjungan antar kelas/sekolah (intervisitation)
untuk mengetahui pengalaman guru atau sekolah lain
yang lebih efektif dalam perbaikan peningkatan
pembelajaran; (4) pertemuan pribadi (individual
conference) dilakukan supervisor dengan melakukan
pertemuan pribadi berupa percakapan, dialog, atau
tukar pikiran; (5) rapat guru, dilakukan jika supervisor
menemukan permasalahan yang sama dihadapi
hampir seluruh guru maka dilakukan rapat untuk
pembahasan secara individual; (6) penerbitan buletin
profesional, sebagai wahana supervisor dan guru-guru
mengembangkan profesinya dengan media tulis; dan
(7) penataran, dilakukan untuk mengembangkan
profesionalisme guru yang harus ditindaklanjuti oleh
supervisor sebagai upaya pelayanan profesional.
Supervisor perlu memilih teknik-teknik yang tepat
dalam melaksanakan kegiatan supervisi agar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Tidak jauh berberda
dengan Engkoswara, dalam bukunya Mulyasa (2010)
juga mengemukakan beberapa teknik-teknik supervisi
antara lain, kunjungan dan observasi kelas,
pembicaraan individual, diskusi kelompok,
demonstrasi mengajar, dan perpustakaan profesional,
28
program orientasi, lokakarya, buletin supervisi,
penelitian tindakan (action research), pengembangan
kurikulum, rapat guru, bahkan penilaian diri sendiri
berkaitan dengan pelaksanaan tugas oleh guru.
2.5.1.Model Pelatihan Workshop
Menurut Romivera dalam Setyosari (2016)
workshop merupakan kegiatan pendidikan dan
pelatihan yang padat dan singkat, yang identik dengan
kegiatan pertemuan ilmiah untuk membahas masalah
tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Anas
dalam Setyosari (2016) menyatakan bahwa workshop
merupakan pertemuan ilmiah yang kecil untuk
memecahkan masalah tertentu. Kegiatan workshop
dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang singkat
dan padat, yang bertujuan untuk membahas suatu
permasalahan serta mencari solusinya bersama-sama.
Kegiatan ini biasanya terdiri dari pimpinan workshop,
anggota, dan manusia sumber.
Workshop dalam kegiatan supervisi pendidikan
dapat diartikan sebagai kegiatan belajar kelompok
yang terjadi dari sejumlah guru atau pendidik yang
mempunyai masalah yang relatif sama dan ingin
dipecahkan bersama melalui percakapan dan
bekerjasama secara kelompok maupun bersifat
perseorangan.
29
Ciri-ciri kegiatan workshop antara lain (1)
masalah yang dibahas bersifat “life centred” dan
muncul dari peserta sendiri; (2) selalu menggunakan
secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam
kegiatannya, sehingga tercapai taraf pertumbuhan
profesi yang lebih tinggi dari semula, terjadi
perubahan yang berarti pada diri mereka setelah
mengikuti kegiatan workshop; (3) metode yang
digunakan dalam bekerja adalah pemecahan masalah,
musyawarah, praktik, dan penyelidikan; (4) diadakan
berdasarkan kebutuhan bersama untuk memecahkan
masalah pengajaran; (5) menggunakan narasumber
yang dapat memberikan bantuan besar dalam
mencapai hasil; (6) senantiasa memelihara kehidupan
seimbang disamping mengembangkan pengetahuan,
kecakapan, dan perubahan tingkah laku (Sagala,
2010).
Menurut Romivera dalam Setyosari (2016) ciri-ciri
workshop antara lain: (1) masalah yang dibahas
bersifat life center; (2) cara yang digunakan ialah
metode pemecahan masalah musyawarah dan
penyelidikan; dan (3) menggunakan resource person
dan resource materials yang memberikan bantuan
besar dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Kegiatan workshop dapat berjalan apabila dilakukan
sesuai dengan langkah-langkah atau prosedur yang
tepat.
30
Romivera dalam Setyosari (2016)menjelaskan
beberapa prosedur pelaksanaan workshop, antara lain:
(1) merumuskan tujuan workshop atau output yang
akan dicapai; (2) merumuskan pokok-pokok masalah
yang akan dibahas secara terperinci; dan (3)
menentukan prosedur pemecahan masalah.
Sedangkan Amir dalam Setyosari (2016)
menjelaskan prosedur pelaksanaan yang tepat antara
lain: (1) merumuskan tujuan workshop (hasil yang
ingin dicapai) secara jelas dan spesifik; (2)
merumuskan pokok-pokok masalah yang akan
dibahas secara terperinci; (3) menentukan prosedur
pemecahan masalah dengan cara merumuskan
masalah yang akan dibahas, menentukan tujuan
pembahasan, menggunakan metode pembahasan yang
menarik dan menyenangkan, membaca buku yang
berkaitan dengan materi yang akan dibahas, para
peserta mendengar pengarahan dari narasumber, dan
merumuskan kesimpulan materi yang dibahas; (4)
menentukan alat dan bahan perlengkapan yang
dipakai; (5) merumuskan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi kemudian merumuskan alternatif
permasalahannya; dan (6) merumuskan kesimpulan
dan saran-saran serta rencana tindak lanjut sebagai
follow up kegiatan.
Kegiatan workshop dilaksanakan dengan
persiapan yang cukup lama. Sehingga, memerlukan
31
perencanaan yang matang, menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan dalam kegiatan, dan
menyusun teknik-teknik fasilitas selama workshop
berlangsung.
2.5.2.Program Supervisi Pengawas
Pengawas memiliki peran sentral dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Peran tersebut
dapat ditunjukkan dari tugas dan fungsi pengawas
yang dilakukan untuk meningkatkan kulitas kepala
sekolah, guru, prestasi siswa, serta peran dari
masyarakat. Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan
dan Aparatur Negara (SK MENPAN) No. 118 Tahun
1996) pasal 1 menyatakan bahwa:
“pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas, tanggungjawab, dan
wewenang penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan di sekolah
dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan pra-sekolah, dasar, dan menengah.”
Pengawas sekolah bertugas untuk
melaksanakan tugas pengawasan secara manajerial
maupun akademik. Tugas tersebut dilakukan untuk
meningkatkan kompetensi baik guru, maupun kepala
sekolah. Demi ketercapaian tugas tersebut, maka
pengawas perlu menyusun program yang bertujuan
untuk menilai kinerja guru, maupun kepala sekolah.
32
Daryanto dan Farid (2013) menyatakan bahwa
penyusunan program pengawasan hendaknya
memperhatikan kriteria “SMART”, yaitu Speceific,
Measurable, Achiecable, Realistic and Time Bound.
1) Specific, artinya program yang disusun memiliki
fokus yang jelas.
2) Measurable, artinya program dan kegiatan dapat
diukur ketercapaiannya.
3) Achieveable, artinya program yang dirancang
terjangkau untuk dicapai, dari segi waktu, biaya,
maupun kondisi yang ada.
4) Realistic, artinya program yang dirancangkan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
5) Time Bound, artinya program yang dirancang
memiliki batasan waktu dan pelaksanaan yang
jelas.
Menilik dari kriteria penyusunan program
pengawasan, sebagai supervisor akademik maupun
manajerial pengawas perlu memperhatikan aspek
dalam menyusun program supervisi. Penelitian yang
dilakukan Slameto (2016) mengenai supervisi
pendidikan oleh pengawas membahas program
supervisi pengawas yang disusun melalui tahap
persiapan, pelaksanaan, dan penilaian/pelaporan)
sebagai salah satu kunci kesuksesan pengawas.
33
2.6. Pengembangan Model
Pengertian model menurut Yang Ying Ming dkk.
(Haryati, 2012) merupakan desain atau langkah yang
disusun secara spesifik sebagai bagian dari penilaian
untuk mengukur ketercapaian sebuah tujuan
mengembangkan keputusan yang valid. Hal tersebut
dapat dipertanggungjawabkan dengan pengkajian
teoritis dan prosesdur ilmiah.
Haryatai (2012) mengemukakan bahwa model
memiliki karakteristik, yaitu: (1) model merupakan
deskriptif naratif; (2) memiliki prosedur; (3) memiliki
tujuan khusus; (4) digunan untuk mengukur
keberhasilan; (5) representatif suatu sistem.
Johanssen, 1993 dalam Haryati (2012) menyatakan
ada empat model, yaitu: (1) Cognitive model, adalah
model konseptual yang digunakan sebagai dasar
penalaran, persepsi, belaja induktif, pembuatan
keputusan, dan sebagainya; (2) Normative model,
adalah model tentang penggambaran fungsi-fungsi
spesifik yang diinginkan; (3) desvriptive model,
merupakan model yang mendeskripsikan suatu proses
atau sistem baik secara kuantitatif maupun kualitatif;
dan (4) functional model, yaitu model yang
menggambarkan hubungan fungsional antar variabel
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Validasi model merupakan tahapan akhir dalam
penyusunan model setelah tahap verivikasi model.
34
Menurut Marrelli, Tondora, dan Hoge, 2005 dalam
Haryati (2012), model yang baik memiliki ciri simple,
applicable, important, controllable, adaptable,
communicable. Ciri-ciri tersebut dapat dijadikan
sebagai acuan untuk memvalidasi model penelitian
dan pengembangan.
2.7. Penelitian yang Relevan
Wahid (2013) melakukan penelitian yang
berjudul Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah
dalam Meningkatkan Kompetensi Guru. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan supervisi
pembelajaran oleh kepala sekolah di MTs Negeri dan
SMP Islam Al-Azhar 12 Salatiga. Temuan dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan supervisi
pembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolah/
madrasah ditandai dengan membuat perencanaan
jadwal supervisi, pelaksanaannya menggunakam
model, pendekatan dan teknik supervisi, dan
menindaklanjuti supervisi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ashari (2011)
mengenai Supervisi Akademik Pengawas Madrasah
Tsanawiyah di kabupaten Jepara. Penelitian ini
memberikan pemaparan mengenai pentingnya
kegiatan supervisi dalam ruang lingkup pendidikan
untuk meningkatkan kualitas dan kinerja guru dalam
kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian ini
35
menyebutkan bahwa supervisi akademik oleh
pengawas di Kabupaten Jepara dilaksanakan sesuai
dengan standar prosedural sesuai dengan program
supervisi yang sudah disusun oleh kepala sekolah.
Sehingga, melalui kegiatan tersebut dapat membawa
dampak yang baik untuk peningkatan mutu
pendidikan.
Nehtry (2016) melakukan penelitian yang
berjudul pengembangan model supervisi akademik
teknik mentoring bagi pembinaan kompetensi
pedagogik guru kelas. Penelitian pengembangan ini
memberikan wawasan tambahan bagi kepala sekolah
untuk melakukan supervisi dengan teknik mentoring.
Langkah-langkah supervisi teknik mentoring
dilakukan dengan empat tahap yaitu, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Peneliti
dalam penelitian ini memberikan model supervisi
kepala sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan
kompetensi pedagogik guru.
Penelitian mengenai supervisi juga dilakukan
oleh Astiti (2015) yang berjudul supervisi kungjungan
kelas untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru
SDN Cukil 01, Tengaran, Kabupaten Semarang. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan
kompetensi pedagogik guru kelas setelah dilaksanakan
supervisi.
36
Beberapa penelitian tersebut membahas
mengenai supervisi. Sebagian besar hasil dari
penelitian menunjukkan supervisi merupakan salah
satu strategi untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik guru. S M Kilminster & B C Folly (2006)
melakukan penelitian yang berjudul effective
supervision in clinical practice setting: a literature
review. Menurut hasil penelitian mereka, kualitas
hubungan supervisi menjadi faktor yang efektif untuk
melaksanakan supervisi. Selain itu, evaluasi atau
timbal balik dari pelaksanaan supervisi merupakan
komponen yang penting dalam supervisi untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan. Penting untuk
mengontrol, dan mengawasi proses supervisi.
Penelitian selanjutnya juga membahas mengenai
supervisi, tetapi menggunakan teknik workshop.
Diniyah Harahap Puteri (2014) melakukan penelitian
yang berjudul supervisi akademik teknik workshop
meningkatkan kemampuan guru melaksanakan
pembelajaran aktif. Tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa supervisi
dengan teknik workshop dapat meningkatkan
kemampun guru untuk merancang, menyusun,
mengelola pembelajaran yang aktif. Heri Sukamto juga
melakukan penelitian serupa yang berjudul upaya
peningkatan kompetensi guru dalam membuat
penilaian tindakan kelas melalui supervisi akademik
37
teknik workshop di SMA Kecamatan Simpang Kiri Kota
Subulussalam Aceh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kompetensi guru mengalami peningkatan
setelah dilaksanakan supervisi dengan teknik
workshop.
2.8. Kerangka Berpikir
Dalam rangka melaksanakan supervisi kepala
sekolah, maka pengawas perlu membuat rancangan
kegiatan supervisi bagi kepala sekolah. Oleh karena
itu, untuk mengefisienkan program supervisi oleh
pengawas tersebut, maka dalam sebuah program perlu
dilakukan perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan program.
Dalam rangka pencapaian tujuan untuk
meningkatkan kompetensi supervisi kepala sekolah,
diperlukan sebuah strategi baru dalam pelaksanaan
supervisi pengawas. Supervisi pengawas melalui
teknik workshop menjadi salah satu model yang dapat
yang dapat memberikan motivasi sehingga setiap
pihak-pihak terkait dapat berdiskusi bersama
mengenai kelemahan yang ada, kemudian bersama-
sama menemukan solusi atau penguatan. Melalui
pencapaian tersebut pihak-pihak terkait pelaksanaan
program supervisi tersebut dapat meningkatkan
kompetensi sebagaimana mestinya. Model supervisi
38
pengawas melalui teknik workshop digambarkan
dalam bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Supervisi pengawas
menggunakan cara
yang sudah ada
Supervisi kurang meningkatkan
kompetensi kepala
sekolah
Perlu
pengembangan model untuk
meningkatkan kompetensi kepala
sekolah
Pengembangan model supervisi pengawas
melalui teknik
workshop
Model pengembangan teknik workshop dapat
meningkatkan kompetensi kepala
sekolah
top related