bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori hakikat ilmu...
Post on 05-Apr-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Kajian Teori
a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Kata IPA merupakan singkatan kata Ilmu Pengetahuan
Alam. Kata “Ilmu Pengetahuan Alam” merupakan terjemahan
dari kata–kata Bahasa Inggris “Natural Science” secara singkat
disebut dengan science. Natural artinya alamiah, berhubungan
dengan alam atau bersangkut-paut dengan alam. Science
artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang
alamini, ilmu yang mempelajari peristiwa–peristiwa yang
terjadi di alam (Iskandar:1997).
Pembelajaran IPA berkaitan dengan bagaimana siswa
mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal
siswa, melainkan siswa harus memiliki kemampuan proses
penemuan (discovery).
Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak–anak didefinisikan
oleh Paolo dan Marten yang disebutkan oleh Carin 1993(dalam
Iskandar1997:15), yaitu:
1. Mengamati apa yang terjadi
2. Mencoba mengamati apa yang diamati
3. Mempegunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa
yang akan terjadi
4. Menguji ramalan–ramalan dibawah kondisi–kondisi untuk
melihat apakah ramalan tersebut benar.
9
Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa
dalam IPA tercangkup juga coba–coba dan melakukan
kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu Pengetahuan Alam
tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang
kita ajukan. Dalam IPA, anak–anak dan kita harus tetap
bersikap skeptif sehingga kita selalu siap memodifikasi model–
model yang kita miliki tentang alam ini sejalan dengan
penemuan–penemuan yang kita dapatkan. Selain materi IPA
harus dimodifikasi, keterampilan–keterampilan proses IPA
yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan dengan
perkembangan anak–anak. Pembelajaran IPA dalam Iskandar
(1997) perlu diajarkan di sekolah. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan suatu mata pelajaran dimasukkan kedalam
kurikulum suatu sekolah. Alasan–alasan itu dapat digolongkan
menjadi empat golongan besar:
1. Mata pelajaran itu berfaedah bagi kehidupan atau pekerjaan
anak dikemudian hari
2. Mata pelajaran itu merupakan bagian kebudayaan bangsa
3. Mata pelajaran itu melatih anak berfikir kritis
4. Mata pelajaran itu memiliki nilai–nilai pendidikan yaitu
memiliki potensi (kemampuan) dapat membentuk pribadi
anak secara keseluruhan
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA
adalah ilmu pengetahuan yang sistematis dengan menghubungkan
gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan, melalui kegiatan
eksperimen ataupun hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala
yang terjadi di alam.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut kurikulum KTSP
(Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:
10
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pengembangan konsep-
konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari–hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungna yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTS
b. Hakikat Belajar
Tentang masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi
dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai
dengan bidang keahlian masing–masing. Tentu saja mereka
memiliki alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
James O. Whittaker dalam Syaiful Bahri (2011: 12-13)
misalnya, merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Cronbach dalam Syaiful Bahri (2011: 12-13) berpendapat
bahwa learning is show by change in behavior as a result of
experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
11
Howard L. Kingskey dalam Syaiful Bahri (2011: 12-13)
menyatakan bahwa learning is the process b which behavior
(in the broader sense) is originated or changed throught
practice or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku
(dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan. Sedangkan Geoch merumuskan learning is change is
performance as a result of practice.
Slameto dalam Syaiful Bahri (2011:12-13) juga
merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya, belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Jadi pengertian belajar adalah perubahan tingkahlaku
sebagai hasil dari pengalaman interaksi dengan manusia
maupun dengan lingkungan sebagai hasil belajar.
c. Hasil Belajar
Menurut Damansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil
penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam
bentuk angka.
Slameto (2003:1) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar
mengajar.
12
Menurut Damansyah (2006:14) hasil belajar siswa antara lain
dipengaruhi oleh:
1. Karakteristik masing–masing individu
Karakteristik individu dapat berupa karakteristik khusus
dan karakteristik umum
2. Gaya belajar setiap individu
3. Kecerdasan majemuk
Dari berbagai penjelasan tentang hasil belajar di atas, dapat
dimengerti bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut aspek kogntitif, afektif dan
psikomotorik. Oleh karenanya, perubahan sebagi hasil dari
proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi
tingkah laku seseorang.
d. Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang
penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan
sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun
kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses
dan mengolah hasil belajarnya secara efektif. Selain itu, siswa
juga ditutut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam
belajar adalah segala kegitan yag bersifat fisik maupun non
fisik siswa dalam proses kegitan belajar mengajar yang optimal
sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.
Agar aktivitas dalam pembelajaran tetap kondusif maka
siswa dalam proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru
agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil
yang maksimal.
13
e. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
Hasil belajar adalah tujuan yang akan dicapai dalam proses
belajar mengajar dengan prestasi belajar tertentu. Prestasi
belajar dapat memberikan kepuasan tersendiri kepada orang
yang bersangkutan, khususnya bagi seseorang yang sedang
menuntut ilmu di sekolah, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar
meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat
dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan.
Proses belajarpun tidak mungkin dicapai begitu saja, banyak
faktor yang mempengaruhinya. Faktor–faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa ada dua yaitu faktor yang
datangnya dari dalam diri individu siswa (internal faktor) dan
faktor yang datangnya dari luar individu siswa (eksternal
faktor). Kedua faktor tersebut dapat dipaparkan sebagai
berikut:
a. faktor internal anak, meliputi:
a. faktor psikis (jasmani), kondisi umum yang menandai
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak
dalam mengikuti pelajaran.
b. faktor psikologis (kejiwaan), faktor yang termasuk aspek
psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan
hasil belajar siswa antara lain intelegensi, sikap, bakat,
minat dan motivasi.
b. faktor eksternal anak, meliputi:
a. faktor lingkungan sosial seperti para guru, staf
adminstratif serta teman–teman satu kelas.
b. faktor lingkungan non-sosial seperti sarana dan
prasarana sekolah, letak tempat tinggal, keadaan cuaca
serta waktu belajar yang digunakan anak.
14
c. faktor pendekatan belajar yaitu cara atau metode guru
dalam menyampaikan materi serta media pembelajaran
yang digunakan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor
yang mempengaruhi hasil belajar IPA yaitu faktor yang datangnya
dari dalam individu (faktor internal) dan faktor yang datangnya
dari luar individu (faktor eksternal).
http/www.dedenbinlaode.web.id/2013/12/metode-talking-stick-
dan-hasil-belajar.html (diunduh 5 Desember 2013)
2.1.2 Model Pembelajaran Cooperative Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model
pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang
dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.
Joyce dan Weill (Miftahul Huda:72-73) mendiskripsikan
model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain meteri–
materi instruksional, dan membantu proses pengajaran di ruang
kelas atau di setting yang berbeda.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu,
sasaran utamanya adalah untuk membantu siswa bekerjasama,
15
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah baik akademik
maupun sosial. Tujuan utamanya adalah:
A. Membantu siswa bekerjasama untuk menidentifikasi dan
menyelesaikan masalah
B. Mengembangkan skill hubungan masyarakat
C. Meningkatkan kesadaran akan nilai–nilai personal dan
sosial.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau
lebih pada anggota hakikatnya adalah dapat memberikan daya
dan manfaat tersendiri. Hal ini pernah dikemukakan Roger
Johnson dari universitas Minnesota (Johnson dan Johnson,
1974), Robert Salvin (1983) dari universitas Hopkins dan
Shloo Sharan dari universitas Tel Aviv (1980) juga menyatakan
hal yang sama. Dengan menggunakan strategi yang sedikit
berbeda, baik time Johnson dan Salvin malakukan serangkaian
investigasi yang secara langsung menguji asumsi mengenai
model pengajaran sosial. Secara khusus, mereka meneliti
apakah kerjasama atau struktur reward dapat mempengaruhi
hasil belajar secara psitif ataukah tidak. Selain itu, mereka juga
merekomendasikan adanya peningkatan kesatuan kelompok,
tingkahlaku bekerjasama, dan relasi antarkelompok melalui
prosedur pembelajaran yang kooperatif. Salah satu asumsi yang
mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah bahwa sinergi yang muncul
melalui kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh yang
lebih besar dari pada melalui ligkungan kompetitif individual.
Kelompok–kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang
lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara
berpasangan. Perasaan saling berhubungan (feelings of
16
connectedness), menurut mereka, dapat menghasilkan energy
yang positif.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
c. Tahap Pembelajaran Cooperative
Menurut Johnson & Johnson yang dikutip oleh Carolyn W.
Rouviere (www.maa.org/saum/maanotes49/140.html), model
ini meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran
yang akan digunakan dalam kompetisi. Materi pelajaran
yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja dari suatu
materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat
memotivasi siswa dalam belajar, membangun suatu
pengetahuan awal mengenai materi tersebut, dan
memberikan petunjuk pelaksanaan model TGT termasuk
pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan.
2. Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas
untuk mempelajari materi pelajaran secara tuntas dan saling
membantu dalam mempelajari materi tersebut.Jika ada
kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum
bertanya pada guru. Setiap anggota kelompok dalam
berdiskusi hendaknya dengan suara perlahan, sehingga
kelompok yang lain tidak terganggu.
17
3. Tahap Kompetisi (tournament)
Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan
anggotanya untuk maju ke meja kompetisi, di atas meja
tersebut telah tersedia kartu. Kemudian siswa mengambil
sebuah kartu dan membacanya keras-keras.Kelompok
yang mengambil pertanyaan tersebut harus menjawab, jika
jawaban salah maka kelompok lawan dapat mengajukan
jawabannya. Setiap jawaban kelompok yang benar
diberikan poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah
sebagai skor kelompok.
Sedangkan prosedur Pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri dari empat langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif:
1. Penjelasan materi
Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam
kelompok.Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman
siswa terhadap pokok materi pelajaran.
2. Belajar kelompok
Tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan
penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang
telah dibentuk sebelumnya.
3. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau
kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian pada
kemampuan individu, sedangkan kelompok akan
memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.
Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam
kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah
18
nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil
kerja sama setiap anggota kelompoknya.
4. Pengakuan tim
Adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol
atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan
pernghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat
memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.
d. Ciri–ciri Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya, tidak semua kerja kelompok dapat
dikatakan sebagai cooperative learning. Terdapat ciri khusus
kelompok yang disebut sebagai kelompok pembelajaran
cooperative learning. Menurut Lie (2003: 30) ada lima unsur
yang harus diterapkan dalam pembelajaran kelompok, agar
pembelajaran tersebut dapat dikatakan sebagai pembelajaran
cooperative learning. Kelima unsur itu meliputi:
1. Saling ketergantungan positif
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada
dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
dapat hidup secara individual dan sangat tergantung
terhadap pertolongan sesamanya. Prinsip tersebut
diimplementasikan dalam pembelajaran di kelasuntuk
membangkitkan rasa kebersamaan. Pembentukan
kelompok-kelompok kerja dalam pemberian tugas
terstruktur di kelas memberikan nilai lebih untuk
menanamkan kerjasama demi mencapai tujuan yang sama.
2. Tanggung jawab perseorangan
Unsur tanggung jawab perseorangan merupakan
akibat langsung dari unsur saling kebergantungan positif.
Karena itu, Lie (2008: 33) mengatakan bahwa jika tugas
dan polapenilaian dibuat menurut prosedur model
19
pembelajarancooperative learning,setiap siswaakan merasa
bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Pada
akhirnya, siswaakan dituntut untuk berpartisipasi aktif
dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan bahwaguru tidak
hanya memberikan tugas untuk kelompoknya saja, tetapi
siswapun secaraindividu memiliki tugas yang harus
dikerjakan.
3. Tatap muka
Dampak positif dari penerapan model pembelajaran
cooperative learning adalah terciptanya interaksi positif
antara sesama anggota kelompok untuk memudahkan
transformasi informasi anggota kelompok. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lie (2008: 33-34), bahwa kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
siapmembentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-
masing. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap
anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses
saling memperkaya antar anggota kelompok.
4. Komunikasi antar anggota
Proses interaksi antar anggota kelompok akan berjalan
lancar, jika komunikasi berjalan baik. Untuk itu, setiap
anggota kelompok perlu memiliki ketrampilan
berkomunikasi. Menurut Lie (3008: 34), sebelum
menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa, karena
tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan
berbicara. Keberhasilan suatu kelompok dalam
pembelajaran cooperative learning juga bergantung pada
20
kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.
5. Evaluasi proses kelompok
Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai
refleksi untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam
proses tersebut, sehingga proses berikutnya akanberjalan
lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi ini dapat
memberikan arahan serta informasi terhadap hasil
pekerjaan siswa saat kegiatan proses belajar mengajar
berlangsung, maka informasi diberikan ini harus meliputi
tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana mereka
melakukan kerjasama saling membantu dengan teman satu
kelompok dan bagaimana mereka bersikap dan bertingkah
laku positif agar baik setiap siswa maupun kelompok
menjadi berhasil dan kebutuhan apa saja yang harus
dilengkapi agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan
dengan baik. Agar hal ini terjadi, Lie (2008:35),
menyatakan bahwa pengajar perlu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi kerja kelompok
dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa
bekerjasama lebih efektif. Format evaluasi disesuaikan
dengan tingkat pendidikan siswa dan waktu evaluasi
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
e. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Cooperative
Lie (2005: 12) mengemukakan keunggulan cooperative
learning dibandingkan dengan model pembelajaran lain
(metode ceramah) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi
akademiknya.
2. Meningkatkan daya ingatan siswa.
21
3. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.
4. Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan
berkomunikasi secara lisan.
5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa.
6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.
7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.
Melalui beberapa keunggulan cooperative learning, siswa
dilatih untuk mengembangkan ketrampilan siswa dan keaktifan
selama selama dikelas, baik aktif dalam hal bertanya ketika tidak
mengerti tentang materi, ataupun menggali informasi dari berbagai
sumber, dan kemudian menularkannya kepada siswa lainnya.hal itu
akan mengajarkan siswa untuk dapat menerima perbedaan antara
siswa satu dengan siswa lainnya sehingga hubungan antar siswa
dapat lebih terjalin.
Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran cooperative
learning juga memiliki beberapa kelemahan di antaranya adalah:
1. Pembelajaran berkelompok membatasi siswa yang
berkemampuan tinggi dalam waktu belajar.
2. Dibandingkan dengan pengajaran langsung oleh guru, bisa
terjadi apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak
pernah dicapai oleh siswa.
3. Penilaian yang diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, model pembelajaran
cooperative learning memiliki berbagai macam tipe atau metode
yang dapat digunakan sesuai kebutuhan. Tipe-tipe pembelajaran
cooperative learning diantaranya adalah student teams
achievement division (STAD), jigsaw (model tim ahli), Team
Game Tournamen (TGT), Think Pair and Share, make a-match
(mencari pasangan), teams assisted individualization (TAI), teams
22
games tournaments (TGT),cooperative integrated reading and
composition (CIRC), dan number head together (NHT) dan lain-
lain. Khusus dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan salah
satu metode diantara berbagai metode yang disebutkan di atas,
yaitu metode Teams Game Tournamen (TGT).
2.1.3 Teams Games Tournaments (TGT)
Teams Games Tournaments (TGT) merupakan salah satu
strategi pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin
(1995) untuk membantu siswa mereview dan menguasai materi
pelajaran. Slavin menemukan bahwa TGT berhasil meningkatkan
skill–skill dasar, pencapaian, interaksi positive antar siswa, harga
diri dan sikap penerimaan pada siswa–siswa lain yang berbeda.
Dalam TGT, siswa mempelajari materi di dalam ruang kelas.
Setiap siswa ditempatkan pada satu kelompok yang terdiri dari tiga
orang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi. Komposisi ini
dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen) yang setiap minggunya
harus diubah. Dalam TGT setiap anggota ditugaskan untuk
mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggota–anggotanya,
barulah mereka diuji secara individual melalui game akademik.
Nilai yang mereka peroleh dari game akan menentukan skor
kelompok mereka masing–masing (Huda:2009).
1. Prosedur TGT
Tim studi (sering juga dikenal dengan Home Team) siswa
memperdalam, mereview dan mempelajari materi secara
kooperatif dalam time ini. Penentuan kelompok dilakukan
secara heterogen dengan langkah–langkah sebagai berikut:
1. Membuat daftar rangking akademik siswa
2. Membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim adalah 4
siswa
3. Menomori siswa dari mulai yang teratas
23
4. Membuat setiap tim heterogen. Heterogen atau beragam
dalam artian bahwa dalam satu kelompok masing-masing
individu berbeda dalam hal kemampuan akademik, jenis
kelamin, agama, latar belakang sosial maupun budaya.
Jenis kelamin, agama, latar belakang sosial maupun budaya
dapat dilihat dari data yang diberikan guru kelas dan
kemampuan akademik ini dapat dilihat dari peringkat kelas.
Hal tersebut dimaksudkan supaya mereka saling bertukar
pengalaman dalam proses pembelajaran dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
yang memiliki kemampuan heterogen. Tujuan dari tim
studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim
untuk mereview denagn format dan sheet yang telah
ditentukan.
2. Turnamen
Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam
turnamen. Penentuan turnamen dilakukan dengan langkah–
langkah sebagai berikut:
1. Menggunakan daftar rangking yang dibuat sebelumnya
2. Membentuk kelompok yang masing–masing terdiri dari 5
atau 6 siswa
3. Menentukan setiap anggota dari masing–masing kelompok
berdasarkan keberagaman dalam kelas.
Format yang diterapkan adalah
1. Memberikan ikat kepala yang telah dinomori, misalnya 1-33
dan diberikan kepada setiap siswa
2. Memberi pertanyaan di setiap amplop sebelum dibagikan
pada kelompok
3. Membuat lembar jawaban yang juga sudah dinomori
24
4. Membagikan 1 amplop pada masing–masing tim yang berisi
kartu–kartu, lembar pertanyaan dan lembar jawaban
(menginstruksikan siswa untuk membuka kartu)
5. Menunjukkan pemegang kartu tertinggi untuk membacakan
terlebih dahulu.
6. Mengarahkan siswa pertama untuk mengambil sebuah kartu
dari amplop dan membacakan nomornya, lalu siswa kedua
(yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan
dengan keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian siswa ketiga (yang memiliki lembar
jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya benar atau
salah.
7. Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa
pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah
maka siswa kedua dapat membatu menjawabnya. Jika benar,
kartu tetap mereka pegang. Namun, jika jawaban tetap salah
kartu itu harus dibuang.
3. Scoring
Scoring dilakukan untuk semua table turnamen.Setiap
pemain bisa menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada time
studinya masing–masing. Poin tim studi akan ditotal secara
keseluruhan.
2.2 Hasil Kajian Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian
terdahulu yang menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan
dan meningkatkan kelebihan dalam penelitian tersebut dengan
penelitian yang akan dilakukan penulis. Penelitian tersebut antara
lain:
Effendi, Kukuh.2012.pendeketan Kooperatif Tipe TGT (Teams
Games Tounament) untukMeningkatkan Hasil Belajar Siswa
25
(Kompetensi Dasar) menentukan Sifat-sifat Bangun Ruang
Sederhana) pada Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 02
Tlogosih kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak Semester II
Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah terjadi peningkatan hasil belajar matematika dari tiap siklus
pada materi bangun ruang. Peningkatan hasil belajar tersebut terjadi
secara bertahap, dimana pada siklus I peningkatan hasil belajar siswa
sebesar 45,8%. Kemudian setelah dilaksanakan siklus II peningkatan
hasil belajar siswa mencapai 95, 8%.Dengan demikian dapat
disimpiulkan bahwa penggunaan pendekatan kooperatif tipe TGT
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika Kelas IV SD Negeri 02 Tlogosih kecamatan Kebonagung
Kabupaten Demak Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.Kelebihan
dari penelitian ini sudah jelas dalam memaparkan urutan peningkatan
dalam setiap siklus. Kelemahannya yaitu belum dipaparkan apa yang
menjadi permasalahan dalam penelitiannya.
Sucahyono, Aris Sandhi.2011. dengan judul Peningkatan Hasil
Belajar PKn Melalui model TGT (Teams Games Tounament) Bagi
Siswa Kelas IV SDN Tondowulan II Jombang. Berdasarkan
permasalahan yang ditemui di kelas pada saat melaksanakan belajar,
yaitu masih ditemukannya minat siswa yang kurang menyukai
pelajaran PKn sehingga dari jumlah siswa 30, hanya 1 orang yang
menyukai pelajaran PKn. Hal ini berdampak pada hasil nilai belajar
yang masih dibawah KKM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
(1) pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menerapkan TGT (Teams
Games Tounament) adalah belajar secara mandiri dan diskusi
kelompok, permainan dan turnamen, (2) pembelajaran kooperatif
model TGT (Teams Games Tounament) terbukti dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN
Tondowulan II Jombang yaitu dari rerata skor 67,28 dan daya serap
klasikal 28% pada pra siklus setelah tindakan pada siklus I menjadi
26
rerata skor 70,56 dan daya serap klasikal 84% pada siklus II, (3)
dampak pembelajaran model TGT (Teams Games Tounament)
terhadap aktivitas belajar siswa adalah semangat belajar siswa
menjadi lebih meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1)
pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menerapkan TGT (Teams
Games Tounament) di kelas IV SDN Tondowulan II Jombang adalah
pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara kelompok diskusi dan
langkah-langkahnya terdiri dari penyajian kelas, kerja kelompok,
turnamen dan penghargaan kelompok, (2) pembelajaran kooperatif
model TGT (Teams Games Tounament) dapat meningkatkan hasil
belajar pkn siswa,yaitu berdasar pada paparan data prasiklus jumlah
rerata skor 67,28 dan daya serap klasikal 28%, dan setelah diadakan
tindakan pada siklus I rerata skor meningkat 70,56 dan daya serap
klasikal meningkat menjadi 64%. Jumlah rerata skor dan daya serap
mengalami peningatan lagi pada siklus II yaitu 85,32 dan 84% (3)
dampak TGT (Teams Games Tounament) terhadap aktivitas belajar
siswa selama proses belajar mengajar di kelas IV SDN Tondowulan II
Jombang adalah suasanakelas menjadi menyenangkan dengan adanya
belajar sambil bermain pada saat diskusi kelompok dan terutama pada
saat turnamen, pengaruh lainnya khususnya pada saat kerja kelompok
adalah tampak adanya peningkatan interaksi antar siswa dalam
kelompok oleh rekan sebaya lebih aktif. Kelemahan dari hasil
penelitian ini belum mencantumkan berapa KKM yang harus
dicapai.Kelebihannya peneliti menjelaskan permasalahan yang
ditemui di kelas pada saat melaksanakan belajar, yaitu masih
ditemukannya minat siswa yang kurang menyukai pelajaran PKN.
Sebagai upaya pelaksanaan tindak lanjut maka perlu pengembangan
penelitian pada materi kerja sama negara-negara ASEAN.
Dewantini. Ria Dhian.2011. Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Melalui metode TGT (Teams Games Tounament) Pada Siswa Kelas V
SD Negeri Jeruk I Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun
27
Pelajaran 2011/2012. Masalah dalam penelitian ini adalah hasil
belajar IPA masih rendah, hanya 35% dari jumlah siswa yang
mendapatkan nilai ≥ 70, memenuhi KKM., metode yang digunakan
masih konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode Teams Games
Tournaments (TGT). Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Hasil tindakan kelas ini melalui dua siklus: pada siklus I
dari 28 siswa terdapat 16 siswa (57%) yang mendapatkan nilai ≥ 70,
sesuai KKM. Pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa
sejumlah 36% dari siklus I. Dari nilai hasil belajar 27 siswa yang
yang mendapatkan nilai ≥ 70 adalah 25 siswa (93%) sesuai KKM.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi
metode Teams Games Tournaments(TGT) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa Kelas V SD Negeri Jeruk I Kecamatan Miri Kabupaten
Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012.Kelebihan penelitian ini sudah
jelas dalam memaparkan urutan peningkatan setiap siklus.
Kelemahannya yaitu belum dipaparkan apa yang menjadi
permasalahan dalam penelitian.
2.3 Kerangka berfikir
Berdasarkan kajian teori di atas, dalam belajar IPA diperlukan
model pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif serta
menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk digunakan sebagai model
pembelajaran dalam mata pelajaran IPA. Berdasarkan pada paparan
teoritik, model ini tampak dapat lebih memberikan ruang kepada
siswa untuk dapat saling bekerjasama dan mengeksplorasi
kemampuan diantara para siswa. Itu artinya bahwa model ini
memberikan peluang untuk dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Karena diterapkan dalam
28
pelaksanaan pembelajaran maka desain kerangka pikirnya adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir menurut Subyantoro (2011)
2.4 Hipotesis Tindakan
Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT akan dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa materi gaya pada
siswa kelas IV A SDN Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
Siklus 1 Siklus 2
Siklus 2
Perencanaan
TGT
Mengamati
keaktifan dan
hasil tes
perbaikan
Siklus 1
Perencanaan
TGT
Mengamati
keaktifan
tes tertulis
top related