bab i pendahuluan -...
Post on 10-Apr-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia menduduki peringkat
ke 69 dari 127 negara (Berita Edukasi Kompasiana
2014). Hal ini menunjukkan betapa rendah kesadaran
akan peningkatan mutu pendidikan di tanah air
(Chamidi, 2000). Pendidikan lebih menekankan ke
aspek nilai yang dicapai siswa tanpa mutu yang
diperoleh. Ini menandakan belajar lebih menekankan
pada hasil bukan pada proses.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan,
banyak perubahan yang dilakukan. Hal ini ditandai
dengan penggantian kurikulum pendidikan untuk
jangka waktu tertentu. Sejak tahun 1950 sampai tahun
1994, sistem pendidikan Indonesia telah mengalami
beberapa kali perubahan. Meskipun demikian
pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak
mengalami perubahan, ternyata guru masih banyak
mengajar secara konvensional dimana ceramah lebih
banyak mendominasi dibanding metode lain (Masjudi,
1999). Hal tersebut membuat metode pembelajaran
disejumlah sekolah di Indonesia belum mampu
2
menciptakan sistem pembelajaran yang efektif serta
efisien. Terkait hal tersebut, para tenaga pendidik
diharapkan mampu melakukan inovasi dengan
kreatifitasnya untuk membuat suasana pembelajaran
menjadi mudah dimengerti oleh para peserta didik
sehingga mutu pembelajaranpun tercapai.
Pendidikan Agama Kristen merupakan salah satu
dari sekian banyak tugas gereja. Selain terpanggil
untuk menyampaikan firman Tuhan, mengadakan
kebaktian, melaksanakan perkunjungan pastoral, gereja
juga harus memperhatikan tugasnya dilapangan
pengajaran dan pendidikan. Sekolah sebagai rumah
bagi proses pembelajaran menjadi ruang utama bagi
PAK sehingga PAK menjadi salah satu dari mata
pelajaran wajib yang diterapkan baik oleh sekolah
swasta Kristen maupun sekolah-sekolah negeri di
Indonesia.
Sebagai salah satu sistem pendidikan, PAK
mempunyai komponen kurikulum yang telah disepakati
secara nasional.
PAK menjadi suatu keharusan untuk dipelajari dan
dengan kurikulum yang telah ditentukan, membuat
para tenaga pendidik tidak bisa melakukan inovasi
dalam menghadirkan sistem pembelajaran yang
aplikatif.
Peningkatan mutu atau kualitas pembelajaran
memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu
3
pendidikan nasional. Berkaitan dengan mutu (Arcaro,
2007) berpendapat bahwa, mutu menjadi salah satu hal
yang sangat penting dalam pendidikan karena dengan
sistem pembelajaran yang terfokus pada mutu, maka
lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan yang
dapat mengembangkan keterampilan yang mereka
butuhkan dan mampu bersaing dalam era persaingan
global. Hal ini berarti, proses pembelajaran akan
dianggap sukses apabila mampu menghasilkan lulusan
sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Namun demikian,
tujuan yang telah ditetapkan, pada kenyataannya
masih mengalami hambatan karena adanya penerapan
kurikulum sekolah dalam PAK itu sendiri.
Semakin lama semakin penting kedudukan
pendidikan agama disekolah (negeri dan swasta) dan
dalam berbagai tingkatan (TK sampai PT). Hal ini
tercermin dalam rumusan tujuan pendidikan nasional
yang sarat dengan dimensi religius dan moral, misalnya
untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu Pendidikan Agama Kristen
juga diharapkan mampu mewujudkan tujuan
Pendidikan Nasional di atas. Karena bagaimanapun
tujuan Pendidikan Nasional sangat memiliki dimensi
religius dan moral yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Berbudi
Pekerti Luhur.
4
Pada akhirnya proses pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen akan sangat membantu peserta didik
memperoleh pengertian, pemahaman dan pengetahuan
religius. Lagipula bahan yang diajarkan cukup banyak
dan waktu yang tersediapun cukup panjang yaitu dari
Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
Pengendalian mutu pendidikan termasuk guru di
Indonesia dijamin dalam Undang-undang (UUSPN 2003
Bab III pasal ayat 6) dan Peraturan pemerintah (PP
Nomor 19 tahun 2005), sehingga setiap warga Negara
berhak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Untuk itu pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memfasilitasi satuan pendidikan yang diperlukan untuk
menjamin terselenggarakannya pendidikan yang
bermutu.
Jurnal Kependidikan oleh Wahyuni dan Loekmono,
2006-2007 menjelaskan bahwa dalam tugas
keprofesionalannya, guru berkewajiban: merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu serta menjelaskan menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran (Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dalam
Bab IV Pasal 20). Pasal 35 ayat 1 UU tersebut
menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan
pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
5
melaksanakan tugas tambahan. Hal ini terkait dengan
masalah yang penulis temukan dalam penelitian.
Dalam penelitian, penulis memberi perhatian yang
terfokus pada aras Pendidikan Dasar (SD),
terkhususnya pada beberapa Sekolah Dasar di
Kecamatan Tuntang. Menyadari bahwa anak-anak
sekolah dasar setingkat dengan anak sekolah minggu
merupakan pondasi awal dimana agama harus
diinternalisasi dalam kehidupan mereka. Agama
memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan
umat manusia, maka agama diinternalisasi melalui
pendidikan. Pendidikan agama dimaksudkan untuk
peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Hakikat Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang
dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka
mengembangkan kemampuan peserta didik agar
dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan
menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus
yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari,
terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan
demikian setiap orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk
mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam
kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari
komunitas.
6
Kesulitan yang masih menjadi pergumulan hingga
saat ini, khususnya di beberapa sekolah dasar di
kecamatan Tuntang adalah ketersediaan bahan
pengajaran. Guru PAK terutama mereka yang mengajar
di sekolah-sekolah dasar negeri masih kesulitan untuk
mendapat buku pelajaran dan sumber belajar lainnya
sebagai bahan pengajaran di sekolah. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal yang mendasar seperti
kekurangan atau tidak tersedianya dana penyediaan
buku pelajaran PAK. Faktor lainnya bisa disebabkan
oleh kurangnya perhatian dari kepala sekolah yang
non-kristen kepada perkembangan kualitas
pembelajaran PAK. Hal ini sangat terasa di sejumlah
sekolah-sekolah negeri yang menjadi obyek penelitian
penulis. Permasalahan seperti ini tidak terlalu
dirasakan oleh sekolah-sekolah swasta Kristen tertentu
yang memiliki pendanaan dan perhatian yang memadai,
terutama bagi guru PAK dan pengembangan guru PAK
di sekolah dasar.
Pengajaran agama yang dimulai dari jenjang
pendidikan prasekolah sampai perguruan tinggi perlu
dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologis peserta didik. Dengan demikian, pengajaran
yang disampaikan betul-betul dapat diresapi, dihayati,
diamalkan oleh mereka. Tetapi keberhasilannya sangat
tergantung dari proses pembelajaran Pendidikan Agama
Kristen yang diselenggarakan disekolah. Jadi proses
7
pembelajaran sangatlah menentukan keberhasilan
pendidikan tersebut.
Dalam pergumulan mengenai Pengajaran Agama
Kristen, persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),
dalam hal ini dipresentasikan dalam Departemen
Pembinaan dan Pendidikan (Bindik PGI) dan didukung
oleh banyak orang dan lembaga termasuk Pendidikan
Nasional (DIKNAS), Pusat Kurikulum Nasional
(PUSKUR), dan Departemen Agama (DEPAG) yang
merasa terbeban dengan pengajaran agama, baik
disekolah maupun digereja, telah mengadakan
pertemuan-pertemuan. Akhirnya hasil dari refleksi
kritisnya terhadap penyelenggaraan Pendidikan Agama
Kristen adalah bahwa selama 10-15 tahun ini,
Pendidikan Agama Kristen telah diidentifikasikan sarat
dengan muatan kognitif (pengetahuan), sedangkan
ranah afektif (penghayatan) dan psikomotorik
(perubahan tingkah laku) masih sangat kurang.
Padahal dalam pendidikan agama, dua ranah tesebut
amat penting untuk dikembangkan.
Sementara, pendekatan yang selama ini ditempuh
adalah tekanan Biblical approach atau pendekatan
Alkitabiah yang mengutamakan pengetahuan Alkitab.
Dengan banyak menghafal ayat dan perikop tertentu,
peserta didik mengetahui banyak fakta, kutipan dan
sejarah Alkitab. Ternyata hal tersebut tidak dapat
dipakai untuk memecahkan masalah rumit dalam aras
8
pribadi dan masyarakat. Disamping itu, pendekatan ini
seringkali tidak disertai dengan menolong peserta didik
untuk menangkap struktur Alkitab atau sifatnya
sebagai karya keselamatan. Akhirnya para peserta didik
terjebak pada hafalan-hafalan teks alkitabiah tanpa
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari mereka. Hal ini kemudian menjadi tantangan bagi
para pengajar PAK yang sudah sekian lama
menerapkan metode pembelajaran Biblical Aproach.
Kecenderungan yang lain adalah motivasi belajar
yang kurang dalam mempelajari Pendidikan Agama
Kristen karena adanya anggapan bahwa mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen hanya untuk memenuhi
syarat kelulusan saja dan berfaedah sebagai informasi
tentang alkitab dan pengenalan tentang Allah Trinitas
dan karya-Nya dan tidak dapat mengubah perilaku dan
karakter anak didik sebagaimana yang diharapkan
setiap orang Kristen yaitu serupa dengan gambar-
Nya. Kecenderungan diatas dipengaruhi oleh cara guru
Pendidikan Agama Kristen dalam memberikan materi
pelajaran Pendidikan Agama Kristen yang monoton dan
membosankan. Para peserta didik seolah diarahkan
hanya untuk memahami firman Allah dan
menghayatinya sebagai pegangan dalam kehidupan
tanpa berusaha menggali untuk kemudian
menjadikannya karya nyata dalam kehidupan sehari-
hari.
9
Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen yang
didominasi metode ceramah cenderung berorientasi
kepada materi yang tercantum dalam kurikulum dan
buku teks, serta jarang mengaitkan yang dibahas
dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam
kehidupan Kristiani dan pergumulan hidup sehari-hari.
Hal ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi
siswa karena siswa belajar hanya pada saat
menghadapi ulangan atau ujian, sehingga pelajaran
Pendidikan Agama Kristen dirasakan tidak bermanfaat,
tidak menarik dan membosankan oleh siswa, yang
pada akhirnya tidak tercapainya tujuan Pendidikan
Agama Kristen.
Karena merupakan salah satu mata pelajaran wajib
yang sangat berpengaruh bagi kehidupan peserta didik.
Ditambah lagi dengan dampak realita, kurangnya
sarana dan prasarana dalam pembelajaran PAK.
Selanjutnya peserta didik yang kembali ke masyarakat
akan merasa terasing dalam lingkup sosialnya. Mereka
kurang dibekali dengan perspektif Kristen, sehingga
mereka juga tidak mampu berkompetisi dan bekerja
sama di era yang terus menerus berkembang seperti
saat ini. Akhirnya bangsa kita akan kekurangan sumber
daya manusia yang memadai untuk melanjutkan
kehidupan di segala bidang, terlebih lagi untuk peserta
didik yang beragama Kristen. Untuk itu setiap guru PAK
perlu didukung dan memperlengkapi diri dengan
10
pemahaman yang mendalam dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan, khususnya PAK.
Peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan Agama
Kristen sangat diperlukan karena sekolah memang
memiliki posisi yang sangat strategis untuk
membangun karakter dan moral bangsa. Dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan kualitas
keberagamaan terkhusunya pada latar belakang
Pendidikan Agama Kristen maka diperlukan pendidikan
agama yang bermutu di sekolah. Dengan pendidikan
agama yang bermutu diharapkan lulusan siswa sekolah
mampu menjiwai dan mengamalkan nilai-nilai
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia yang pada
gilirannya akan tercipta para pemimpin bangsa, aparat
pemerintah, penegak hukum, pengusaha dan rakyat
yang bermoral dan berakhlak mulia. Ketiga, arus
globalisasi dan informasi teknologi yang sangat pesat
telah mengalirkan berbagai budaya atau peradaban
yang sangat berguna bagi pengembangan pendidikan
agama. Tetapi di sisi lain, arus globalisasi dan informasi
teknologi membawa serta dampak negatif yang dapat
merusak moral bangsa. Dalam kaitan ini, pendidikan
agama yang bermutu diharapkan mampu menjadi filter
dan meredam pengaruh negatif dari arus budaya
tersebut terhadap anak-anak sekolah.
Dengan adanya masalah tersebut, maka penulis
mengangkat judul :
11
“Strategi Peningkatan Mutu Pembelajaran
Pendidikan Agama Kristen Pada Sekolah Dasar (SD)
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang”
Untuk mengatasi kesulitan yang dialami para guru
(khususnya guru PAK) dalam mengajar, maka akan
dirancang suatu desain produk berupa media
pengajaran. Penelitian ini adalah penelitian awal yang
masih bisa dikembangkan oleh peneliti lain.
Penulis berharap penelitian ini akan menjadi
sesuatu yang baru yang dapat menjadi referensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dipaparkan di atas, dapat dikemukakan beberapa
perumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pembelajaran dan faktor-faktor dalam
proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
bagi peningkatan mutu pembelajaran di Pendidikan
Agama Kristen di SD Kecamatan Tuntang?
2. Berdasarkan analisis faktor-faktor dalam proses
pembelajaran, strategi apa yang perlu diusulkan
untuk peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen di SD Kecamatan Tuntang ?
12
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan
di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pembelajaran dan faktor-faktor
dalam proses pembelajaran pendidikan Agama
Kristen pada SD di Kecamatan Tuntang.
2. Untuk mengusulkan strategi hipotetik dalam
peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen pada SD di Kecamatan Tuntang
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan setelah penelitian ini dilakukan
dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk
memberi alternatif wawasan tentang peningkatan
mutu pembelajaran melalui pengusulan strategis
berdasarkan hasil analisis faktor dalam proses
pembelajaran
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk meningkatan mutu
pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di SD
Kecamatan Tuntang.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan untuk lembaga pendidikan lain untuk
13
mulai memikirkan strategis dalam
meningkatkan mutu pembelajaran dalam
lembaga pendidikannya masing-masing.
top related