bab i pendahuluan - iain jember
Post on 01-Dec-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin
meningkat pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai prospek-
prospek pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN
sangat terbatas untuk menutup kebutuhan dana di atas, karenanya pemerintah
menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan dalam
membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa.
Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai
tuntunan kebutuhan tidak sebatas finansiil namun juga tuntunan moralitasnya.
Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktek
bunga (free interest banking).1
Dalam firman Allah dijelaskan sebagai berikut:
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
1 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), 195.
2
memperoleh keridhoan Allah, maka itulah orang yang melipat gandakan
(pahalaya).2 (QS. Ar-Ruum: 39).
Dalam ayat yang lain juga dijelaskan sebagai berikut:
Artinya: Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah
dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara
tidak sah (bathil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir diantara
mereka adzab yang pedih.3 (QS An-nisaa‟: 161).
Bank Islam atau di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga
keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui
aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip
syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro
maupun mikro.4
Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat,
bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti
perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar),
bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan penggunaan uang
sebagai alat tukar. Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus dimiliki oleh pelaku
perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 575.
3 Ibid., 136.
4 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 30.
3
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.5 Adapun perbedaan
bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1.1
Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil
NO BUNGA BAGI HASIL
1 2 3
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu
untung.
Penentuan besarnya rasio / nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
5 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),
37.
4
1 2 3
4. Jumlah pembayaran bunga tidak
mengikat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “booming”.
Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh semua agama,
termasuk Islam.
Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 61.
Ketika bank syariah pertama kali berkembang, baik di tanah air maupun di
mancanegara, sering kali dikatakan bahwa bank syariah adalah bank bagi hasil.
Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syariah dengan bank konvensional
yang beroperasi dengan sistem bunga. Hal itu betul, tetapi tidak sepenuhnya
benar. Karena sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan bagian saja dari
sistem operasi bank syariah. Dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil sudah pasti
merupakan salah satu praktik perbankan syariah. Namun sebaliknya, praktik
perbankan syariah belum tentu seluruhnya menggunakan sistem bagi hasil.
Karena selain sistem bagi hasil, masih ada sistem jual beli dan sewa menyewa
yang juga digunakan dalam sistem operasi bank syariah.6
Kebutuhan pembiayaan aneka barang dapat dipenuhi dengan berbagai
cara, antara lain dengan akad jual beli (murabahah), bagi hasil (musyarakah
6 Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), 97.
5
mutanaqisah), dan sewa (ijarah muntahiya bittamlik).7 Seperti halnya di Bank
Muamalat Pasuruan, dalam produk pembiayaan hunian syariah atau yang disebut
dengan produk KPR Muamalat iB mempunyai dua macam pilihan akad,yaitu
murabahah dan musyarakah mutanaqishah.
Murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.8
Dengan akad murabahah ini bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan
membelikan aset yang dibutuhkan kepada supplier kemudian menjual kembali
kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain
mendapat keuntungan margin, bank syariah juga hanya menanggung resiko yang
minimal. Sementara itu, nasabah mendapat kebutuhan asetnya dengan harga yang
tetap.9
Adapun Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.10
Sedangkan musayarakah
mutanaqishah merupakan salah satu bentuk dari musyarakah, di mana secara
bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.11
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa akad musyarakah
mutanaqishah merupakan kerja sama antara bank dan nasabah untuk membeli
rumah, di mana setiap bulan nasabah membayar angsuran untuk membeli porsi
7 Ascarya, Akad & Produk, 127.
8 Karim, Bank Islam,113.
9 Ascarya, Akad & Produk, 127.
10 Dumairi Nor et. al., Ekonomi Syariah Versi Salaf (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2007), 85.
11 Antonio, Bank Syariah, 168.
6
kepemilikan bank, sehingga porsi kepemilikan bank atas rumah tersebut
berkurang secara bertahap dan saat jatuh tempo kepemilikan sepenuhnya menjadi
milik nasabah. Sedangkan dalam prakteknya di Bank Muamalat Pasuruan adalah
setiap bulan nasabah membayar sewa untuk mengurangi porsi kepemilikan bank
sehingga saat jatuh tempo rumah tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Dari pemaparan tersebut dapat diketahui adanya ketidaksesuaian antara
akad dengan pelaksaannya, karena akad musyarakah mutanaqishah pada dasarnya
adalah akad kerja sama dan bukan sewa menyewa. Karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti kebenaran tentang akad yang digunakan.
Selain ketidaksesuaian tersebut, yang menjadi ketertarikan penulis adalah
pemikiran madzhab Syafi‟i tentang syirkah, karena menurut madzhab Syafi‟i
syirkah yang hukumnya boleh hanya satu macam, yaitu syirkah ‘inan.12
Untuk
lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengaitkan penelitian tentang
produk pembiayaan hunian syariah ini dengan pemikiran madzhab Syafi‟i, yang
mana penelitian tentang produk ini akan dilakukan di Bank Muamalat Pasuruan.
Adapun alasan memilih Bank Muamalat Pasuruan sebagai tempat penelitian selain
karena menemukan permasalahan yang telah disebutkan di atas juga karena
masyarakat Pasuruan memiliki tradisi dan kultur yang tidak bisa lepas dari agama
(Islam), hal ini adalah pengaruh ulama (kyai) yang menjadi rujukan utama dari
kehidupan dan kultur masyarakat Pasuruan secara umum tanpa mengecilkan peran
dari penganut agama lain. Hal ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis
12
Abdulrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, terj. Moh. Zuhri, et. al. (Semarang: CV.
Asy Syifa‟, 1994), 140.
7
untuk meneliti tentang pembiayaan hunian pada bank syariah di tengah
masyarakat yang agamis.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti
dan menganalisa dengan judul “PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH
MENURUT MADZHAB SYAFI‟I (Studi Pada Bank Muamalat Cabang
Pembantu Pasuruan)”.
B. Fokus Penelitian
1. Apa saja bentuk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang
Pembantu Pasuruan?
2. Bagaimana pelaksanaan akad dalam produk pembiayaan hunian syariah pada
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan menurut madzhab Syafi‟i?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui macam-macam bentuk dari pembiayaan hunian syariah di
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan akad dalam produk pembiayaan hunian
syariah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan menurut madzhab
Syafi‟i.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian berisi tentang konstribusi apa yang akan diberikan
setelah selesai melakukan penelitian.13
Dalam penelitian ini, manfaat dibagi
menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
13
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2014), 38.
8
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
pembiayaan pada perbankan syariah, khususnya pembiayaan hunian
syariah, baik secara teori maupun secara praktik yang ada di perbankan
syariah, khususnya di Bank Muamalat.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
menjadi acuan dalam penelitian-penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian tentang pembiayaan Kongsi
Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Muamalat Cabang Pembantu
Pasuruan, maka penulis mengetahui bagaimana praktek pembiayaan
tersebut, yang meliputi prosedur pengajuan permohonan pembiayaan
serta akad yang digunakan dalam pelaksanaan pembiayaan.
b. Bagi Instansi yang Diteliti
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta penetapan
kebijakan agar lebih baik dimasa yang akan datang.
c. Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan mengetahui lebih mendalam tentang aplikasi pembiayaan Kongsi
Pemilikan Rumah (KPR) di bank Syariah, khususnya di Bank
Muamalat.
d. Bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember
9
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
referensi dan memperkaya pustaka di lembaga IAIN Jember, dan
dapat membantu mahasiswa yang ingin mengembangkan kajian
tentang pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan
syariah.
E. Definisi Istilah
1. Pembiayaan
Pembiayaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya.14
2. Hunian Syariah
Hunian adalah tempat tinggal, kediaman (yang dihuni).15
Sedangkan
yang dimaksud hunian syariah di dalam penilitian ini merupakan produk
pembiayaan kepemilikan hunian sesuai dengan prinsip syariah, yang mana di
Bank Mualamat Cabang Pembantu Pasuruan disebut dengan Produk KPR
Muamalat iB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada brosur yang ada di
lampiran.
3. Madzhab Syafi‟i
Menurut Said Ramadhany al-Buthy pengertian madzhab adalah jalan
pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam
menetapkan suatu hukum Islam dari al-Qur‟an dan Hadits.16
Sedangkan
14
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 147. 15
Ibid., 412. 16
Huzaemah Tahido Yonggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), 71.
10
Syafi‟i adalah madzhab ilmu fikih yang dipelopori oleh Muhammad bin Idris
asy-Syafi‟i.17
Maksud dari judul pembiayaan hunian syariah menurut madzhab Syafi‟i
dalam penelitian ini adalah mendiskripsikan praktik pembiayaan hunian syariah di
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan disertai dengan pemikiran madzhab
Syafi‟i tentang akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi
yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup.18
Untuk lebih jelasnya
akan dipaparkan sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan mengenai
latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi istilah dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah kajian kepustakaan, dalam bab ini akan diuraikan
mengenai penelitian terdahulu yang merupakan hasil penelitian dari peneliti
sebelumnya serta kajian teori yang terdiri dari manajemen pembiayaan yang
meliputi unsur-unsur pembiayaan dan prosedur pembiayaan, pembiayaan Kongsi
Pemilikan Rumah (KPR) yang meliputi tujuan dan manfaat, syarat dan kondisi,
fitur produk, dan perbedaan KPR syariah dengan KPR konvensional, serta akad
yang digunakan dalam produk pembiayaan tersebut yang terdiri dari murabahah
dan musyarakah mutanaqishah.
17
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 1114. 18
Tim penyusun, Karya Ilmiah, 48.
11
Bab ketiga adalah metode penelitian, dalam bab ini akan diuraikan
mengenai pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian
yang terdiri dari jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data, analisis
data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
Bab keempat adalah penyajian data dan analisis. Bab ini berisi tentang
gambaran objek penelitian, penyajian data dan analisis, serta pembahasan temuan.
Bab kelima adalah penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan atau
jawaban dari fokus penelitian dan saran-saran.
12
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR)
sebagaimana akan dibahas dalam penelitian ini bukanlah hal yang baru, sudah ada
beberapa karya ilmiah yang telah memaparkan penelitian tentang hal tersebut,
namun dari beberapa karya ilmiah tersebut memiliki perbedaan antara satu sama
lain, sehingga benar-benar berbeda. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Laily Hidayati Rosyidi, dalam Skripsi
STAIN Jember tahun 2012 yang berjudul “IMPLEMENTASI
PEMBIAYAAN KONGSI PEMILIKAN RUMAH SYARIAH (KPRS)
PADA BNI SYARIAH CABANG JEMBER TAHUN 2012”. Fokus
penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana implementasi pembiayaan
Kongsi Pemilikan Rumah Syariah pada BNI Syariah Cabang Jember.
Dengan hasil penelitian bahwa KPRS Syariah cabang Jember ini telah
sesuai dengan syariat Islam dan prosedur-prosedur yang dilaksanakan
menggunakan analisis 5C dalam mempertimbangkan pengambilan
keputusan pembiayaan dan akad yang digunakan dalam bertransaksi KPRS
ini menggunakan akad murabahah (jual beli).19
19
Laily Hidayati Rosyidi, “Implementasi Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS)
Pada BNI Syariah Cabang Jember Tahun 2012”, (Skripsi, STAIN Jember, Jember, 2012), viii.
13
2. Penelitian yang dilakukan oleh Corina Hidayah, dalam Skripsi IAIN
Walisongo Semarang tahun 2012 yang berjudul “TINJAUAN HUKUM
ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD MUSYARAKAH WAL IJARAH
(Studi Kasus Pada Produk Kongsi Pemilikan Rumah Syariah di Bank
Muamalat Indonesia Semarang)”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah
bagaimana praktek akad musyarakah wal ijarah dalam produk KPRS pada
Bank Muamalat Indonesia Semarang, apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai
muamalah Islam. Dengan hasil penelitian bahwasanya pelaksanaan akad
musyarakah dan ijarah pada KPRS kurang sesuai dalam pengamalannya
dengan nilai-nilai dalam muamalah Islam, karena dalam pelaksanaan akad
musyarakah tersebut harus dilakukan oleh dua orang/lebih untuk
mengadakan suatu perkongsian/perserikatan dalam menangani sebuah
proyek dan mengadakan kesepakatan baik dalam hal pemberian modal serta
pembagian keuntungan dan kerugian, selain itu juga menjalankan usaha atau
proyek tersebut secara bersama-sama. Sedangkan dalam pelaksanaan akad
ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(milkiyah/ownership) atas barang itu sendiri. Dalam konteks boleh
dilakukan asalkan menggunakan akad ijarah muntahiyah bit tamlik.20
3. Penelitian yang dilakukan oleh Agisa Muttaqien, dalam Skripsi Universitas
Indonesia tahun 2012 yang berjudul “PEMBIAYAAN PEMILIKAN
RUMAH DENGAN AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH PADA
20
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/114/jtptiain-gdl-corinahida-5694-1-
072311020.pdf (15 April 2015).
14
BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus: Produk Pembiayaan
Hunian Syariah Kongsi (PHSK))”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah
apakah penerapan prinsip musyarakah dan ijarah pada akad musyarakah
mutanaqishah dalam produk pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK)
telah memenuhi peraturan perundang-undangan dan fatwa yang berlaku.
Dengan hasil penelitian bahwa penerapan akad musyarakah mutanaqishah
pada produk Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) di Bank
Muamalat Indonesia (BMI) telah memenuhi sebagian besar ketentuan dalam
perundang-undangan dan fatwa MUI, namun BMI melanggar ketentuan
tentang pengalihan objek hunian kepada nasabah.21
Adapun dalam penelitian ini, penulis fokus pada akad yang digunakan
dalam pembiayaan hunian syariah menurut madzhab Syafi‟i. Dan sepengetahuan
penulis belum ada yang membahas masalah tersebut, sehingga penelitian ini
benar-benar berbeda dari penelitian terdahulu yang telah disebutkan penulis.
Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi
objek yang diteliti yaitu produk pembiayaan hunian syariah.
B. Kajian Teori
1. Pemikiran Madzhab Syafi’i
Seperti yang telah disampaikan di latar belakang bahwa kebutuhan
pembiayaan hunian syariah dapat dipenuhi dengan berbagai pilihan akad,
antara lain bagi hasil (musyarakah mutanaqishah), jual beli (murabahah) dan
21
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312358-S%2043134-Pembiayaan%20pemilikan-
full%20text.pdf (15 April 2015).
15
sewa (ijarah muntahiya bittamlik). Berikut akan dijelaskan pemikiran
madzhab Syafi‟i tentang akad-akad tersebut.
a. Murabahah
Menurut Syafi‟iyah, murabahah adalah menjual dengan harga beli
semula serta mengambil untung.22
Jual beli tersebut sah dengan
ketentuan:23
1) Dilakukan oleh orang yang memiliki hak tasharruf (pembelanjaan)
secara mutlak, bukan orang yang terlarang membelanjakan hartanya
(karena masih kecil, pemboros atau gila).
2) Adanya ijab qabul.
Adapun rukun jual beli ada tiga, yaitu:
a) Shighat (ucapan akad/ijab qabul)
Menurut Syafi‟iyah, jual beli tidak sah kecuali dengan
shighat berupa perkataan atau sesuatu yang dapat menggantikannya,
seperti surat, seorang utusan dan isyaratnya orang tuna wicara yang
sudah dimaklumi.24
Akad jual beli dapat terjadi dengan lafadz apa
saja yang menunjukkan arti pemindahan pemilikan (pertukaran) dan
dimengerti maksudnya. Yang demikian itu terbagi dua, yaitu: sharih
(tegas) dan kinayah (tidak tegas).25
22
Abdulrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid III, terj. Moh. Zuhri dan A. Ghazali
(Semarang: CV. Asy-Syifa‟, 1994), 314. 23
Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Kunci Fiqih Syafi‟i, terj. Hafid Abdullah
(Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1992), 126. 24
Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 319. 25
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, terj. Chatibul Umam dan
Abu Hurairah (t.tp: Darul Ulum Press, 2001), 21.
16
Yang dimaksud sharih adalah pernyataan yang tidak
mengandung pengertian lain selain maksud jual beli, seperti yang
mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu dengan harga sekian”.
Sedangkan yang dimaksud kinayah adalah pernyataan yang bisa
mengandung arti lain selain jual beli, seperti ketika penjualnya
mengatakan: “saya berikan pakaian ini kepadamu dengan ditukar
pakaian itu”. Pernyataan ini bisa berarti menjual atau tukar pakai.
Jika diniatkan menjual dan membeli, sah.
Tidak diampuni (bolehkan) memisahkan antara ijab dan
qabul dengan pembicaraan lain (luar jual beli) secara mutlak. Baik
yang sedikit maupun banyak.26
Adapun pembicaraan yang masih membicarakan tentang
batas dan sifat barang yang dijual, maka pemisah dengan hal tersebut
tiada membahayakan, biarpun panjang dan telah dimengerti oleh
kedua orang yang melakukan aksi tersebut. Demikian juga tidak
membahayakan pemisah dengan tindakan diam sebentar. Adapun
diam yang lama, yaitu diam yang bisa memberi pengertian berpaling
dari qabul, maka tidak diperbolehkan.
Masing-masing dari penjual dan pembeli mempunyai hak
ruju‟ atau mencabut ucapannya kembali selama mereka masih dalam
majlis jual beli itu sebelum keduanya berpisah.27
Adapun syarat-syarat shighah adalah:28
26
Al Jaziri. Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 330. 27
Ibid., 331.
17
1) Pembicaraan kedua pihak (penjual dan pembeli) tertuju
langsung kepada yang bersangkutan.
2) Pembicaraan itu tertuju kepada orangnya secara utuh,
misalnya dengan mengatakan: “saya jual kepadamu”. Jika
mengatakan: “saya jual ke tanganmu”, misalnya, maka tidak
sah.
3) Yang memulai pembicaraan pertama diantara dua pihak
hendaklah menyebutkan harga dan barangnya, misalnya
dengan mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu dengan
harga sekian”, atau “saya beli barang ini darimu dengan
harga sekian”.
4) Baik penjual maupun pembeli harus menyengaja lafadz yang
diucapkannya.
5) Antara ijab dan qabul tidak diselang pembicaraan lain.
6) Antara ijab dan qabul tidak diselang diam lama yang
mengesankan penolakan.
7) Pihak pertama tidak berubah pendirian sebelum ada
pernyataan pihak kedua. Artinya, bahwa yang menyatakan
ijab tidak mengubah kata-katanya sebelum pihak kedua
menyatakan qabul. Bila (pihak pertama) mengatakan: “saya
jual (barang ini) kepadamu dengan harga lima”, lalu
28
Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, 34.
18
mengatakan: “bukan, melainkan sepuluh” sebelum pihak
kedua menyatakan qabul, maka akad itu tidak sah.
8) Pernyataan masing-masing kedua pihak terdengar oleh yang
lain, juga oleh orang yang didekatnya. Jika tidak terdengar
oleh orang yang didekatnya maka belum cukup, sekalipun
pelaku akad mendengarnya.
9) Antara ijab dan qabul ada kesesuaian. Jika penjual
mengatakan: “saya jual (barang ini) kepadamu dengan harga
seribu uang pecahan”, lalu diterima dengan harga seribu uang
bulat atau sebaliknya, maka tidak sah.
10) Tidak menggantungkan shighah pada sesuatu yang tidak ada
relevansinya dengan akad, misalnya dengan mengatakan:
“saya jual rumah ini kepadamu, jika Fulan menghendaki, atau
jika Allah menghendaki”. Beda halnya dengan mengatakan:
“… jika kamu menghendaki”, karena penggantungan
semacam ini tidak membatalkan dengan syarat-syarat tadi.
11) Tidak dibatasi waktu. Jika mengatakan: “saya jual unta ini
selama sebulan”, maka tidak sah.
12) Qabul itu dilakukan oleh yang diajak bicara. Jika (penjual)
mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu”, kemudian
orang lain menyatakan qabul menggantikan orang yang
diajak bicara, maka jual beli itu tidak sah.
19
13) Kedua pihak yang mengadakan shighah akad tetap dalam
keadaan sehat akal sehingga qabul-nya berlangsung
sempurna. Bila penjual mengatakan: “saya jual (barang ini)
kepadamu dengan harga sekian”, kemudia gila sebelum
pembeli mengatakan: “saya terima”, maka akad itu batal.
b) „Aqid (orang yang melakukan akad/penjual dan pembeli)
Syafi‟iyah berpendapat bahwa akad jual beli tidak sah oleh
empat golongan berikut:29
1) Anak kecil, mumayyiz atau belum.
2) Orang gila.
3) Hamba, sekalipun mukallaf.
4) Orang buta.
Bila seseorang menjual sesuatu kepada seorang diantara
mereka, maka jual beli itu batal, penjual wajib mengembalikan harta
yang telah diterima dan harus tetap dalam jaminan. Sedangkan
barang yang diterima mereka tadi, seandainya hilang, tidak boleh
dituntut, melainkan dianggap hilang ditangan pemiliknya.
Adapun syarat-syarat ‘aqid (pelaku akad) ialah:30
1) Memiliki kebebasan melakukan akad, maka tidak sah oleh
anak kecil, orang gila, dan orang yang dibawah perwalian
karena kelemahan akal.
29
Ibid., 25. 30
Ibid., 35.
20
2) Tidak dipaksa dengan cara yang tidak hak, maka tidak sah
jual beli oleh orang yang dipaksa.
3) Islam, bila barang yang akan dibeli kepadanya berupa mushaf
al-Qur‟an dan lain sebagainya.
4) Bukan musuh perang bila yang akan dibeli merupakan
peralatan perang.
c) Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan/uang dan barang yang dijual)
Syafi‟iyah berpendapat, tidak sah memperjual belikan barang
yang dighasab secara mutlak. Baik dijual kepada orang yang
mengghasabnya sendiri atau kepada orang lain, dan yang menjual itu
pemilik aslinya sendiri maupun orang lain, kecuali apabila barang
yang dighasab tersebut dapat diserah terimakan.31
Adapaun syarat-syarat barang yang diakad adalah:32
1) Barang itu suci.
2) Dapat dimanfaatkan secara syara‟, maka tidak sah menjual
serangga, karena secara syara‟ tidak dapat dimanfaatkan.
3) Dapat diserah-terimakan, maka tidak sah menjual barang
yang terbang di udara, ikan yang masing di air (belum
ditangkap), atau harta rampasan (jarahan).
4) Barang itu diakad oleh orang yang memiliki wewenang
penuh. Maka tidak sah menjual barang yang masih tersangkut
dengan hak orang lain.
31
Al Jaziri. Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 340. 32
Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, 35.
21
5) Barang itu diketahui oleh kedua pihak, baik zat, ukuran
maupun sifatnya.
b. Musyarakah
Menurut Syafi‟iyah definisi dari syirkah adalah:
Artinya:
“Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan
cara yang masyhur (diketahui).33
Syirkah menurut Imam Syafi‟i harus memenuhi beberapa unsur,
antara lain:34
1) Adanya percampuran harta
2) Pekerjaan pada harta itu (badan usaha)
3) Pembagian keuntungan.
Ulama‟ Madzhab Syafi‟i menerangkan: syirkah yang hukumnya
boleh hanyalah satu macam, yaitu syirkah ‘inan, yaitu pernyataan tentang
perjanjian dua orang atau lebih untuk berserikat dalam suatu modal harta
untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan
harta modal mereka,35
dengan ketentuan sebagai berikut:36
1) Jenis harta dari masing-masing pihak harus sama sifatnya. Kalau
kepunyaan salah satu pihak dirham, sedangkan yang lain dinar atau
33
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2001), 184. 34
Al-Imam Asy-Syafi‟i, Al-Umm Jilid 5, terj. Ismail Yakub (Kuala Lumpur: Victory Agencie,
2000), 130. 35
Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, 138. 36
Imam Abu Ishaq Ibrahim, Kunci Fiqih Syafi‟i, 154-155.
22
salah satu pihak milik sendiri sedangkan yang lain pinjaman maka
syirkah itu tidak sah.
2) Hendaklah kedua harta dari masing-masing pihak itu dicampurkan.
3) Laba dari kerja sama tersebut dibagi menurut jumlah modal yang
mereka berikan, demikian pula bila terjadi kerugian.
Selain ketentuan-ketentuan tersebut, syirkah juga mempunyai
empat rukun, yaitu:37
a) Ijab
b) Qabul
c) Anggota syirkah
d) Modal
Masing-masing dari rukun-rukun tersebut mengandung beberapa
syarat, antara lain:38
a) Mengenai ijab dan qabul disyaratkan hendaknya berupa pernyataan
yang berfaidah memberi izin untuk menjalankan modal kepada
orang yang menjalankannya dari para anggota dengan cara jual beli
dan semisalnya.
b) Adapun tentang anggota syirkah maka masing-masing disyaratkan
hendaknya:
a) Pandai
b) Dewasa
c) Merdeka.
37
Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, 149. 38
Ibid., 149-151.
23
Jadi akad syirkah itu sah terselenggara dari anggota yang
buta, tetapi yang menjalankan adalah orang yang tidak buta. Di
dalam menyerahkan modal, ia mewakilkan orang lain tetapi dengan
syarat ia memang orang yang secara hukum mempunyai keahlian
mewakilkan kepada orang lain, misalnya ia merupakan orang
pandai dan dewasa.
c) Tentang uang modal, maka disyaratkan untuknya beberapa perkara,
yaitu:
1) Bahwa modal itu berupa barang mitsli, yaitu barang yang
dapat dibatasi oleh takaran atau timbangan dan barang
tersebut bisa dipesan.
2) Bahwa modal dicampur sebelum perjanjian syirkah hingga
salah satunya tidak bisa dibedakan dari lainnya.
3) Bahwa modal yang dikeluarkan oleh masing-masing anggota
tersebut sejenis, artinya modal tersebut sebagiannya dengan
sebagian yang lain adalah sama jenis.
c. Ijarah
Ulama madzhab Syafi‟i menerangkan: Perjanjian persewaan ialah
suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui dan disengaja, yang bisa
diserahkan kepada pihak lain secara mubah dengan ongkos yang diketahui.
Dari definisi tersebut telah terkandung rukun-rukun perjanjian
persewaan, yaitu:39
39
Ibid., 172.
24
a. Shighat, yaitu ijab dan qabul.
b. Aqid (orang yang melakukan perjanjian) di dalamnya ada dua
pelaku, yaitu orang yang menyewakan (mu’jir) dan orang yang
menyewa (musta’jir). Atau kadang-kadang disebut mukri, yakni
pemilik barang, dan juga disebut muktari, yakni orang yang
mengambil manfaatnya.
c. Ma’qud alaih, yaitu ongkos dan manfaat.
Ulama madzhab Syafi‟i menjelaskan: Setiap rukun dari rukun-
rukun perjanjian persewaan mempunyai syarat-syarat. Adapun rukun yang
pertama, yaitu shighat (ijab dan qabul), maka disyaratkan syarat-syarat
yang telah disebutkan dalam pembahasan jual beli (murabahah).40
Tentang rukun yang kedua, yaitu orang yang melakukan perjanjian,
baik orang yang menyewakan atau orang yang menyewa, maka baginya
disyaratkan beberapa syarat yang terdahulu dalam pembahasan jual beli.41
Dalam persewaan tidak disyaratkan bebas membelanjakan harta.
Hal ini dalam seluruh bentuk. Sebab orang bodoh sah menyewakan dirinya
dalam hal-hal yang mana dia tidak mencari hasil dengannya pada
umumnya, seperti ia sebagai buruh dalam ibadah haji. Berbeda dengan
pekerjaan yang untuk mencari hasil, seperti menukang besi atau menukang
kayu, maka tidak sah ia menyewakan diri di dalamnya.
Mengenai rukun yang ketiga, yaitu barang atau perkara yang
dijadikan perjanjian, maka ada dua macam, ialah ongkos atau upah dan
40
Ibid., 190. 41
Ibid., 194.
25
manfaat. Tentang upah atau ongkos, maka terkadang berupa hutang yang
tidak tertentu, dan terkadang berupa upah telah tersedia dan tertentu.
Ongkos yang tidak tertentu disyaratkan memenuhi syarat-syarat dalam
harga, yaitu harus diketahui kadarnya, jenisnya, macamnya dan sifatnya.42
Adapun kalau ongkos itu ditentukan, maka disyaratkan harus bisa
dilihat. Jadi kalau seseorang berkata: “saya sewakan kepadamu rumah ini
dengan ongkos unta ini”, maka disyaratkan melihat untanya tadi.43
Adapun mengenai manfaat, maka disyaratkan memenuhi beberapa
persyaratan berikut:44
a. bahwa manfaat yang dikehendaki itu mempunyai nilai harga. Jadi
tidak sah persewaan atau perburuhan didasarkan pada manfaat yang
remeh. Seperti menyewakan pohon-pohonan yang hanya untuk
menjemur pakaian di atasnya.
b. Bahwa manfaat tersebut bukan merupakan benda yang menjadi
tujuan perjanjian persewaan. Seperti kalau seseorang menyewa sapi
karena susunya. Perjanjian persewaan dalam masalah ini
mengandung maksud bahwa yang menjadi tujuan adalah
terpenuhinya menggunakan susu. Sedangkan susu itu tidak bisa
dimiliki dengan perjanjian persewaan kecuali karena mengikuti
yang lain.
42
Ibid., 194. 43
Ibid., 195. 44
Ibid., 196.
26
c. Bahwa pekerjaan di mana manfaat itu bergantung dapat diserahkan
secara nyata maupun secara hukum. Jadi tidak sah memburuhkan
wanita yang sedang haid untuk menyapu di masjid.
d. Bahwa pekerjaan yang menjadi gantungan manfaat itu tidak wajib
bagi si buruh. Jadi tidak sah melakukan perburuhan untuk
melakukan sholat dan semisalnya dari berbagai macam ibadat yang
tidak boleh digantikan.
e. Bahwa pekerjaan dan manfaat sama-sama diketahui. Jadi seorang
penjahit bisa diketahui pekerjaannya menjahit pakaian, dan seorang
guru dapat diketahui pekerjaannya dengan waktu mengajarnya.
Adapun macam-macam persewaan itu ada dua, antara lain sebagai
berikut:45
a. Persewaan benda atau barang (ijarah „ain), yaitu suatu nama dari
perjanjian yang terselenggara atas manfaat yang berkaitan dengan
suatu barang tertentu yang dikehendaki oleh orang yang menyewa.
Contohnya seperti seseorang menyewa lahan pertanian tertentu
untuk diambil manfaat tanamannya pada masa tertentu dengan
ongkos tertentu.46
b. Persewaan tanggungan (ijarah dzimmah), yaitu suatu nama dari
perjanjian atas suatu manfaat yang berkaitan dengan suatu yang
tidak tertentu, namun disifati dalam tanggungan. Atau dengan kata
lain ialah perjanjian pada sesuatu yang manfaatnya berada dalam
45
Ibid., 192. 46
Ibid., 193.
27
tanggungan, seperti dalam perjanjian pemesanan barang. Dalam
persewaan ini disyaratkan hendaknya dengan bentuk yang khusus.
Jadi tidak sah dengan bentuk selainnya, seperti: “saya
menyanggupi tanggunganmu”, atau “saya menyerahkan kepadamu
demikian”.47
2. Pembiayaan Hunian Syariah
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.48
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan,
yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah, kepada
nasabah.49
Sedangkan manajemen pembiayaan adalah bagaimana mengelola
pemberian pembiayaan mulai dari pembiayaan tersebut diberikan sampai
dengan pembiayaan tersebut lunas.
47
Ibid., 193. 48
Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), 73. 49
Muhamad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), 260.
28
b. Prosedur Pembiayaan
1) Permohonan Pembiayaan
Tahap awal proses pembiayaan adalah permohonan
pembiayaan. Secara formal, permohonan pembiayaan dilakukan
secara tertulis dari nasabah kepada officer bank. Namun dalam
implementasinya, permohonan dapat dilakukan secara lisan terlebih
dahulu, untuk kemudian ditindak lanjuti dengan permohonan tertulis
jika menurut officer bank usaha dimaksud layak dibiayai.50
Inisiatif pengajuan pembiayaan biasanya datang dari nasabah
yang biasanya kekurangan dana. Namun demikian dalam
perkembangannya, inisiatif tersebut tidak mesti datang dari nasabah,
tetapi juga dapat muncul dari officer bank. Officer bank syariah yang
berjiwa bisnis biasanya mampu menangkap peluang usaha tertentu.
Yang perlu diperhatikan dalam setiap pengajuan proposal
suatu kredit hendaknya yang berisi keterangan tentang:51
a) Riwayat perusahaan, seperti riwayat hidup perusahaan, jenis
bidang usaha, nama pengurus berikut latar belakang
pendidikannya, perkembangan perusahaan, serta wilayah
pemasaran produknya.
b) Tujuan pengambilan kredit, dalam hal ini harus jelas tujuan
pengambilan kredit. Apakah untuk memperbesar omset
penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi atau untuk
50
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003),
138. 51
Kasmir, Manajemen Perbankan, 96.
29
mendirikan pabrik baru (perluasan) serta tujuan lainnya.
Kemudian juga yang perlu mendapat perhatian adalah
kegunaan kredit apakah untuk modal kerja atau investasi.
c) Besarnya kredit dan jangka waktu.
Dalam proposal pemohon menentukan besarnya jumlah kredit
yang diinginkan dan jangka waktu kreditnya.
d) Cara pemohon mengembalikan kredit, maksudnya perlu
dijelaskan secara rinci cara-cara nasabah dalam
mengembalikan kreditnya apakah dari hasil penjualan atau
dengan cara lainnya.
e) Jaminan kredit
Jaminan kredit yang diberikan dalam bentuk surat atau
sertifikat. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan
sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya, biasanya setiap
jaminan diikat dengan suatu asuransi tertentu.
Selanjutya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang
telah dipersyaratkan seperti:52
a) Akta pendirian perusahaan
Dipergunakan untuk perusahaan yang berbentuk PT
(Perseroan Terbatas) atau Yayasan yang dikeluarkan oleh
Notaris dan disahkan oleh Departemen Kehakiman.
b) Bukti diri (KTP) para pengurus dan pemohon kredit
52
Ibid., 97.
30
c) TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Tanda Daftar Perusahaan ada selembar sertifikat yang
dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan
dan biasanya berlaku 5 tahun dan jika masa berlakunya habis
dapat diperpanjang kembali.
d) NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan surat tentang
wajib pajak yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan.
e) Neraca dan laporan laba rugi 3 tahun terakhir.
f) Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan
g) Daftar penghasilan bagi perseorangan
h) Kartu Keluarga (KK) bagi perseorangan.
2) Pengumpulan Data dan Investigasi
Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada
kebutuhan dan tujuan pembiayaan. Untuk pembiayaan konsumtif,
data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan
kemampuan nasabah untuk membayar pembiayaan dari penghasilan
tetapnya. Data yang diperlukan antara lain:53
a) Untuk pegawai (karyawan swasta/PNS/ABRI)
1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau pasport.
2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.
53
Zulkifli, Perbankan Syariah, 140.
31
3. Slip gaji terakhir.
4. Surat referensi dari kantor tempat bekerja atau SK
pengangkatan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).
5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.
6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik.
7. Data obyek pembiayaan
8. Data jaminan.
b) Untuk pengusaha perorangan
1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau pasport.
2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.
3. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.
6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan
terakhir.
7. Data obyek pembiayaan
8. Data jaminan.
c) Untuk profesional seperti dokter, pengacara, dll.
1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau pasport.
2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.
3. Surat ijin profesi
32
4. Surat ijin praktek
5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.
6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan
terakhir.
7. Data obyek pembiayaan
8. Data jaminan: valuabilitas, legalitas, dan marketibilitas.
Untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah
data yang dapat menggambarkan kemampuan nasabah untuk
melunasi pembiayaan. Data yang diperlukan antara lain:54
a) Calon nasabah adalah perorangan
1. Legalitas usaha
2. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau pasport.
3. Kartu Keluarga dan Surat Nikah.
4. Laporan Keuangan 2 tahun terakhir.
5. Past Performance 1 tahun terakhir.
6. Bisnis plan.
7. Data objek pembiayaan.
8. Data jaminan.
b) Calon nasabah adalah badan hukum
1. Akta pendirian usaha berikut perubahannya yang sesuai
dengan ketentuan pemerintah.
54
Ibid., 143.
33
2. Legalitas usaha.
3. Identitas pengurus.
4. Laporan keuangan 2 tahun terakhir.
5. Past Performance 1 tahun terakhir.
6. Bisnis plan.
7. Data objek pembiayaan.
8. Data jaminan.
Untuk mendukung kebenaran data yang diperoleh, officer
bank dapat melakukan investigasi antara lain melakukan kunjungan
lapang dan wawancara. Proses investigasi ini dapat dilakukan
berkali-kali untuk meyakini data yang diberikan nasabah. Investigasi
dapat dilakukan terhadap nasabah yang bersangkutan ataupun pihak
lainnya yang terkait, seperti rekanan bisnis calon nasabah.
3) Analisa Pembiayaan
Analisa pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai
metode sesuai kebijakan bank. Dalam beberapa kasus seringkali
digunakan metode analisa 5C, yang meliputi:
a. Character (Karakter)
Character artinya sifat atau karakter nasabah
pengambil pinjaman.55
Character menggambarkan watak dan
kepribadian calon debitur. Bank perlu melakukan analisis
terhadap karakter calon debitur, tujuannya adalah untuk
55
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 261.
34
mengetahui bahwa calon debitur mempunyai keinginan untuk
memenuhi kewajiban membayar pinjamannya sampai lunas.56
Untuk memperkuat data ini, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:57
1. Wawancara; Karakter seseorang dapat dideteksi dengan
melakukan verifikasi data dengan interview. Apabila
datanya benar, maka calon nasabah seharusnya dapat
menjawab semua pertanyaan dengan mudah dan yakin.
2. BI (Bank Indonesia) checking; BI checking dilakukan
untuk mengetahui riwayat pembiayaan yang telah
diterima oleh nasabah berikut status nasabah yang
ditetapkan oleh BI. Tunggakan pinjaman nasabah di
bank lain juga memberikan indikasi yang buruk terhadap
karakter nasabah.
3. Bank Checking; Bank checking dilakukan secara
personal antara sesama officer bank, baik dari bank yang
sama maupun bank yang berbeda. Biasanya setiap officer
memiliki pengalaman tersendiri dalam berhubungan
dengan calon nasabah. Tunggakan pinjaman di bank lain
juga memberikan indikasi yang buruk terhadap karakter
nasabah.
56
Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana, 2010), 112. 57
Zulkifli, Perbankan Syariah, 145.
35
4. Trade Checking; analisa dilakukan terhadap usaha-usaha
sejenis, pesaing, pemasok, dan konsumen. Pengalaman
kemitraan semua pihak terkait pasti meninggalkan kesan
tersendiri yang dapat memberikan indikasi tentang
karakter calon nasabah, terutama masalah keuangan
seperti cara pembayaran.
b. Capacity (Kapasitas/Kemampuan)
Capacity artinya kemampuan nasabah untuk
menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang
diambil.58
Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk
mengetahui kemampuan calon debitur dalam memenuhi
kewajibannya sesuai jangka waktu kredit.59
Untuk mengetahui kapasitas nasabah, bank harus
memperhatikan:60
1. Angka-angka hasil produksi
2. Angka-angka penjualan dan pembelian
3. Perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan
proyeksinya
4. Data finansial perusahaan beberapa tahun terakhir yang
tercermin dalam neraca laporan keuangan.
Untuk pembiayaan konsumtif, analisa diarahkan pada
kemampuan sumber penghasilan calon nasabah membiayai
58
Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 59
Ismail, Manajemen Perbankan, 112. 60
Zulkifli, Perbankan Syariah, 146.
36
seluruh pengeluaran bulanannya. Untuk itu, yang perlu
dianalisa adalah:
1. Perusahaan tempat yang bersangkutan bekerja
2. Lama bekerja
3. Penghasilan.
c. Capital (Modal)
Capital artinya besarnya modal yang diperlukan
peminjam.61
Biasanya bank tidak akan bersedia untuk
membiayai suatu usaha 100%, artinya setiap nasabah yang
mengajukan permohonan pembiayaan harus pula menyediakan
dana dari sumber lainnya atau modal sendiri, dengan kata lain,
capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan
yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh
bank.62
Untuk mengetahui hal ini, maka bank harus melakukan
hal-hal sebagai berikut:63
1. Melakukan analisa neraca sedikitnya 2 tahun terakhir.
2. Melakukan analisa ratio untuk mengetahui likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas dari perusahaan dimaksud.
Untuk pembiayaan konsumtif, hal ini dapat tercermin
dari uang muka yang sanggup dibayar oleh calon nasabah.
61
Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 62
Kasmir, Manajemen Perbankan, 92. 63
Zulkifli, Perbankan Syariah,146.
37
d. Colleteral (Jaminan)
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik
yang bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya
melebihi jumlah pembiayaan yang diberikan. Jaminan juga
harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah,
jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin. Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung bank dari
risiko kerugian.64
Analisa dilakukan antara lain:65
1. Meneliti kepemilikan jaminan yang diserahkan.
2. Mengukur dan memperkirakan stabilitas harga jaminan
dimaksud.
3. Memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang
dalam waktu relatif singkat tanpa harus mengurangi
nilainya.
4. Memperhatikan pengikatannya, sehingga secara legal
bank dapat dilindungi.
5. Rasio jaminan terhadap jumlah pembiayaan. Semakin
tinggi rasio tersebut, maka semakin tinggi kepercayaan
bank terhadap kesungguhan calon nasabah.
6. Marketabilitas jaminan. Jenis dan lokasi jaminan sangat
menentukan tingkat marketable suatu jaminan. Rumah
64
Kasmir, Manajemen Perbankan, 92. 65
Zulkifli, Perbankan Syariah, 147.
38
yang berharga jutaan rupiah bisa turun hanya karena
terletak di lokasi yang sulit dijangkau.
e. Condition (Kondisi)
Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek
atau tidak.66
Bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon
debitur dikaitkan dengan kondisi ekonomi, apakah kondisi
ekonomi tersebut akan berpengaruh pada usaha calon debitur
di masa yang akan datang.67
Analisa diarahkan pada kondisi sekitar yang secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap usaha
calon nasabah, seperti kebijakan pembatasan usaha properti,
pelarangan ekspor pasir laut, trend PHK besar-besaran usaha
sejenis dan lain-lain.
Kondisi yang harus diperhatikan bank antara lain:68
1. Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi
perkembangan usaha calon nasabah.
2. Kondisi usaha calon nasabah, perbandingannya dengan
usaha sejenis, dan lokasi lingkungan wilayah usahanya.
3. Keadaan pemasaran dari hasil usaha calon nasabah.
4. Prospek usaha dimasa yang akan datang.
66
Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 67
Ismail, Manajemen Perbankan, 113. 68
Zulkifli, Perbankan Syariah, 146.
39
5. Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek
industri di mana perusahaan calon nasabah terkait di
dalamnya.
4) Persetujuan Pembiayaan
Proses persetujuan adalah proses penentuan disetujui atau
tidaknya sebuah pembiayaan usaha. Proses persetujuan ini juga
tergantung kepada kebijakan bank yang biasanya disebut sebagai
Komite Pembiayaan. Tingkat kewenangan Komite Pembiayaan
tergantung kebijakan bank. Di dalam Komite Pembiayaan ini, officer
bank akan mempertahankan proposal bisnisnya dihadapan para
anggota Komite Pembiayaan, yang biasanya terdiri dari para senior
officer yang lebih berpengalaman dalam bisnis dan juga arah
kebijakan bank.69
Komite Pembiayaan merupakan tingkat paling akhir
persetujuan sebuah proposal pembiayaan, karena itu hasil akhir dari
Komite Pembiayaan adalah penolakan atau penundaan ataupun
persetujuan pembiayaan. Di dalam Komite Pembiayaan, biasanya
akan diperoleh persyaratan tambahan yang harus dipenuhi pada
persetujuan suatu proposal pembiayaan. Tambahan persyaratan
tersebut harus dilakukan secara tertulis di dalam proposal
pembiayaan, disertai persetujuan anggota Komite Pembiayaan yang
bersangkutan.
69
Ibid., 152.
40
Biasanya keputusan kredit akan mencakup:70
a) Akad kredit yang akan ditandatangani
b) Jumlah uang yang diterima
c) Jangka waktu kredit, dan
d) Biaya-biaya yang harus dibayar.
5) Pengumpulan Data Tambahan
Proses pengumpulan data tambahan dilakukan untuk
memenuhi persyaratan yang diperoleh dari disposisi Komite
Pembiayaan. Pemenuhan persyaratan ini merupakan hal terpenting
dan merupakan indikasi utama tindak lanjut pencairan dana.71
6) Pengikatan
Tindakan selanjutnya setelah semua persyaratan dipenuhi
adalah proses pengikatan, baik pengikatan pembiayaan ataupun
pengikatan jaminan. Secara garis besar, pengikatan terdiri dari dua
macam, yakni pengikatan di bawah tangan dan pengikatan notariel.
Pengikatan di bawah tangan adalah proses penandatanganan akad
yang dilakukan antara bank dan nasabah, sedangkan pengikatan
notariel adalah proses penandatanganan akad yang disaksikan oleh
notaris. Perbedaan antara keduanya adalah pada saat terjadi
penyangkalan terhadap akad transaksi dimaksud. Pada pengikatan di
bawah tangan, maka pada saat terjadi penyangkalan, bank harus
berusaha membuktikan bahwa nasabah yang bersangkutan benar-
70
Kasmir, Manajemen Perbankan, 101. 71
Zulkifli, Perbankan Syariah, 153.
41
benar telah menandatangani akad dimaksud. Sedangkan pada
notariel, nasabah yang harus membuktikannya.
Terkait dengan jaminan, maka jenis pengikatan terdiri dari:72
a) Hak Tanggungan, untuk jaminan berupa tanah. Dasar
hukumnya adalah UU No. 4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996
tentang Hak Tanggungan.
b) Hipotik, untuk jaminan berupa barang tidak bergerak selain
tanah dan kapal berukuran 20 m3 ke atas. Dasar hukumnya
adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1162.
c) FEO (Fiducia Eigendoms Overdracht) atau Fidusia, untuk
jaminan berupa barang bergerak. Dasar hukumnya adalah UU
No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
d) Gadai, untuk jaminan berupa barang perniagaan, surat
berharga, dan logam mulia yang penguasaannya ada di
tangan bank. Pengikatan gadai ini biasanya disertai dengan
Surat Kuasa Mencairkan. Dasar hukumnya adalah Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1152.
e) Cessie, untuk jaminan berupa piutang. Dasar hukumnya
adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 613.
f) Borght, untuk jaminan berupa personal guarantee (jaminan
pribadi).
72
Ibid., 153.
42
7) Pencairan
Proses selanjutnya adalah pencairan fasilitas pembiayaan
kepada nasabah. Sebelum melakukan proses pencairan, maka harus
dilakukan pemeriksaan kembali semua kelengkapan yang harus
dipenuhi sesuai disposisi Komite Pembiayaan pada proposal
pembiayaan. Apabila semua persyaratan telah dilengkapi maka
proses pencairan fasilitas dapat diberikan.73
Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-
surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan
di bank yang bersangkutan. Dengan demikian, penarikan dana kredit
dapat dilakukan melalui rekening yang telah dibuka. Pencairan atau
pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian
kredit dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit. Pencairan
dana kredit tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak dan
dapat dilakukan:74
a) Sekaligus
b) Atau secara bertahap.
8) Monitoring
Proses selanjutnya adalah proses monitoring terhadap
nasabah. Bagi officer bank syariah, pada saat memasuki tahapan ini
maka sebenarnya risiko pembiayaan baru saja dimulai saat pencairan
dilakukan. Monitoring dapat dilakukan dengan memantau realisasi
73
Ibid., 154. 74
Kasmir, Manajemen Perbankan, 101-102.
43
pencapaian target usaha dengan bisnis plan yang telah dibuat
sebelumnya. Apabila terjadi tidak pencapaian target, maka officer
bank harus segera melakukan tindakan penyelamatan. Tindakan
penyelamatan awal adalah dengan langsung “turun” ke lapangan
menemui nasabah untuk mengetahui permasalahan utama yang
dialami oleh nasabah, untuk kemudian memberikan advis
penyelesaian masalah.
Beberapa langkah monitoring yang harus dilakukan antara
lain:75
a) Memantau mutasi rekening koran nasabah.
b) Memantau pelunasan angsuran
c) Melakukan kunjungan rutin ke lokasi usaha nasabah untuk
memantau langsung operasional usaha dan perkembangan
usaha. Hal ini bermanfaat untuk memantau kemungkinan
terjadinya side streaming atau penyimpangan tujuan
penggunaan dana dan pencapaian target sesuai bisnis plan.
d) Melakukan pemantauan terhadap perkembangan usaha sejenis
melalui media massa ataupun media lainnya.
c. Akad Yang Digunakan
Kebutuhan pembiayaan hunian syariah dapat dipenuhi dengan
berbagai cara, antara lain dengan akad bagi hasil (musyarakah
75
Zulkifli, Perbankan Syariah, 154.
44
mutanaqishah), jual beli (murabahah), dan sewa (ijarah muntahiya
bittamlik). Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan satu persatu berikut ini.
1. Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
tsaman (bunga perolehan) dan ribh (keuntungan/margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.76
Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang
disepakati”, maka karakteristik murabahah adalah si penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut.77
Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara
pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan
pembelian (KPP).78
Dalam kitab al-Umm, seperti dikutip dalam
bukunnya Syafi‟i Antonio, Imam Syafi‟i menamai transaksi jenis ini
dengan istilah al-aamir bisy-syira.
Secara umum, aplikasi dari bai’ al-murabahah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini.
76
Nor et. al., Ekonomi Syariah, 40. 77
Karim, Bank Islam, 113. 78
Antonio, Bank Syariah, 102.
45
Gambar 2.1
Skema Bai’ Al-murabahah
1). Negosiasi & Persyaratan
2). Akad Jual Beli
6). Bayar
5). Terima
Barang &
Dokumen
3). Beli Barang 4). Kirim
Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 107.
Adapun bentuk-bentuk akad murabahah yang ada di
perbankan syariah antara lain:79
a. Murabahah sederhana
Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika
penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan
harga sesuai dengan perolehan ditambah marjin keuntungan
yang diinginkan.
79
Ascarya, Akad & Produk, 89.
Bank Nasabah
Suplier Penjual
46
b. Murabahah kepada pemesan
Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu pemesan,
pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan
pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena
kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk murabahah
inilah yang diterapkan perbankan syariah.
Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan
murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok.80
a) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA
(Unrestricted Investment Account = investasi tidak terkait).
b) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA
(Restricted Invetment Account = investasi terkait).
c) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan Modal Bank.
Dalam setiap pendesainan sebuah pembiayaan, fakor-faktor
yang perlu diperhatikan adalah:
a) Kebutuhan nasabah;
b) Kemampuan finansial nasabah.
Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi sumber dana yang
akan digunakan untuk pembiayaan tersebut.
2. Musyarakah Mutanaqishah
80
Karim, Bank Islam, 117.
47
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari
akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih. Secara tata bahasa arti dari musyarakah adalah
syirkah yang berasal dari kata syaraka – yusyriku- syarkan –
syarikan - syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan
atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah
merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara
mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu – tanaqish – tanaqishan
- mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.81
Jadi, dengan demikian musyarakah mutanaqishah
(diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana
kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak
sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya.
Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas
hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini.
81
ekonomisyariah.info/blog/2013/09/24/musyarakah-mutanaqishah-di-pembiayaan-perbankan-
syariah/ (02 September 2015).
48
Gambar 2.2
Skema Musyarakah
Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 94.
Syirkah berarti sharing „berbagi‟, dan di dalam terminologi
fiqih Islam dibagi dalam dua jenis:
a. Syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan
bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti.82
Musyarakah
pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya
yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari
keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.83
Syirkah amlak ada dua macam, yaitu:84
1) Ikhtiari atau disebut syirkah amlak ikhtiari yaitu
perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang
82
Ascarya, Akad & Produk, 49. 83
Antonio, Bank Syariah, 91. 84
M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014), 60.
Nasabah Bank Syariah
Proyek Usaha
Keuntungan
Bagi Hasil Sesuai dengan Kontribusi Modal
49
yang berserikat, seperti dua orang yang sepakat membeli
suatu barang atau keduanya menerima hibah, wasiat, atau
wakaf dari orang lain maka benda-benda ini menjadi harta
serikat (bersama) bagi mereka berdua.
2) Jabari (syirkah amlak jabari). Perkongsian yang
ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan
didasarkan atas perbuatan keduanya. Seperti harta warisan
yang mereka terima dari orang tuanya.
b. Syirkah ‘uqud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang
terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial
bersama.85
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan
di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari
mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat
berbagi keuntungan dan kerugian.86
Musyarakah akad terbagi menjadi empat:87
1) Syirkah al-‘Inan
Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang
atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua
pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan
tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
85
Ascarya, Akad & Produk, 49. 86
Antonio, Bank Syariah, 91-92. 87
Ibid., 92.
50
maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik
sesuai dengan kesepakatan mereka.
2) Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama
antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian
secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan,
kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak.
3) Syirkah A’maal
Musyarakah a’maal adalah kontrak kerja sama dua
orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama
dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja
sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek,
atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor.
4) Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang
atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta
ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
51
tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan
oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan
modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim
disebut sebagai musyarakah piutang.
Adapun bentuk-bentuk musyarakah yang diterapkan di
perbankan syariah antara lain:88
a. Musyarakah Tetap
Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah
musyarakah tetap ketika jumlah dan porsi modal yang
disertakan oleh masing-masing mitra tetap selama periode
kontrak.
b. Musyarakah Menurun
Bentuk akad lain yang merupakan pengembangan dari
musyarakah adalah musyarakah menurun. Pada kerja sama ini,
dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama suatu aset dalam
bentuk properti, peralatan, perusahaan, atau lainnya. Bagian aset
pihak pertama, sebagai pemodal, kemudian dibagi ke dalam
beberapa unit dan disepakati bahwa pihak kedua, sebagai klien,
akan membeli bagian aset pihak pertama unit demi unit secara
periodik sehingga akan meningkatkan bagian aset pihak kedua
88
Ascarya, Akad & Produk, 60.
52
sampai semua unit milik pihak pertama terbeli semua dan aset
sepenuhnya milik pihak kedua. Keuntungan yang dihasilkan
pada tiap-tiap periode dibagi sesuai porsi kepemilikan aset
masing-masing pihak saat itu.
c. Musyarakah Mutanaqishah
Musyarakah mutanaqishah yaitu suatu penyertaan modal
secara terbatas dari mitra usaha kepada perusahaan lain untuk
jangka waktu tertentu, yang dalam dunia modern biasa disebut
Modal Ventura tanpa unsur-unsur yang dilarang dalam syariah,
seperti riba, maysir, dan gharar.
3. Ijarah Muntahiya Bittamlik
Menurut etimologi, ijarah adalah upah atau sewa menyewa.89
Sedangkan menurut terminologi ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas
barang itu sendiri.90
Sedangkan transaksi yang disebut dengan ijarah
muntahiya bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual
beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan si penyewa.91
Secara umum, aplikasi perbankan dari ijarah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini:
89
Harisudin, Fiqh Muamalah 1, 49. 90
Antonio, Bank Syariah, 117. 91
Ibid., 118.
53
Gambar 2.3
Skema Ijarah
B) Milik
3). Sewa Beli
A) Milik
2). Beli Objek Sewa 1). Pesan Objek
Sewa
Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 119.
Ada dua jenis ijarah dalam hukum Islam:92
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu
mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan
jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut
musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan
disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti,
yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau
properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya
sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis
konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut
92
Ibid., 99.
PENJUAL
SUPLIER
NASABAH OBJEK
SEWA
BANK
SYARIAH
54
musta’jir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut
mu’jir/muajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan
jasa perbankan syariah. Sementara itu, ijarah bentuk kedua biasa
dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan
syariah.
d. Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional
Serupa dengan produk perbankan syariah lain, KPR syariah juga
tidak mengenal bunga dalam sistem kreditnya. Perhitungan yang dipakai
adalah bagi hasil. Ternyata, tidak hanya itu yang menjadi perbedaan
antara KPR syariah dan KPR konvensional. Berikut adalah beberapa poin
yang bisa anda catat.93
1) Satu akad vs multi akad
Bila di KPR bank konvensional hanya dikenal satu akad,
yaitu akad jual beli. KPR syariah memiliki beberapa alternatif
pilihan akad yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam
sistemnya, ada beberapa jenis akad yang ditetapkan oleh KPR
syariah, yaitu akad murabahah (jual beli), akad musyarakah
mutanaqishah (kepemilikan bertahap), akad ijarah (sewa), dan
ijarah muntahiyah bittamlik (sewa beli). Akad yang sering
ditawarkan secara umum adalah akad murabahah dan musyarakah.
93
m.news.viva.co.id/news/read/594116-ini-bedanya-kpr-syariah-dan-kpr-konvensional (19 Mei
2015).
55
Tetapi, yang paling banyak ditawarkan adalah skema jual beli atau
murabahah.
2) Angsuran fluktuatif vs angsuran tetap
Karena bunga yang diterapkan pada KPR konvensional
biasanya bersifat fluktuatif atau menyesuaikan kondisi suku bunga
yang berlaku, maka angsuran bersifat fluktuatif. Walaupun KPR
konvensional menetapkan angsuran tetap, namun biasanya hanya
berlaku 1–3 tahun saja, selebihnya angsuran bersifat fluktuatif.
Pada KPR syariah, harga jual rumah ditetapkan di awal saat
menandatangani perjanjian pembiayaan jual beli rumah. Itulah
kenapa KPR syariah memiliki jumlah angsuran bulanan yang tetap.
Namun, jumlah angsuran tersebut akan ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan di awal perjanjian hingga jatuh tempo pembiayaan
atau masa angsuran selesai.
3) Penalti vs non penalti
Jika di KPR konvensional, anda akan dikenakan penalti saat
ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir. Berbeda
dengan KPR syariah, sistem penalti ini tidak berlaku. Sistem tanpa
penalti ini ditetapkan karena harga KPR sudah ditetapkan sejak
awal perjanjian.
Untuk lebih mudahnya penulis membuat tabel sebagai berikut:
56
Tabel 2.1
Perbedaan KPR Konvensional dengan KPR Syariah
No Keterangan
KPR
Konvensional
KPR Syariah
1 Akad Hanya satu Ada beberapa
alternatif akad
2 Sifat angsuran Fluktuatif Tetap
3 Penalti saat melunasi
angsuran
Ada Tidak ada
57
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Menurut Catherine Marshal dalam bukunya Jonathan Sarwono,
kualitatif riset didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam
interaksi manusia.94
Sedangkan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang
berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat
penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya.95
Penelitian deskripsi
berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dengan
sifat populasi tertentu.96
Jadi dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan
bagaimana pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) menurut pendapat
madzhab Syafi‟i.
B. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih adalah Bank Muamalat Kantor
Cabang Pembantu Pasuruan, yang terletak di Jalan Panglima Sudirman No 34 F
Pasuruan.
Bank ini terletak tak jauh dari pusat kota, dan berdampingan dengan bank
syariah yang lain, sehingga memudahkan masyarakat untuk mencari lokasinya.
94
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),
193. 95
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 89. 96
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), 57.
58
Selain itu, bank ini juga bukan termasuk kantor cabang, melainkan cabang
pembantu sehingga tidak sesibuk layaknya kantor cabang, sehingga memudahkan
peneliti dalam melakukan penelitian. Selain hal tersebut, pemilihan lokasi ini pun
berdasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Bank Muamalat merupakan bank murni syariah pertama di Indonesia,
sehingga tidak diragukan lagi eksistensinya. Begitu pula dengan Bank
Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan yang telah beroperasi sejak lima
tahun terakhir dan mampu bersaing dengan bank syariah yang lain.
2. Dalam produk pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR), Bank
Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan mempunyai variasi akad lebih
banyak dibandingkan dengan bank syariah lain yang ada di Pasuruan. Jika
produk KPR pada bank syariah yang lain hanya menggunakan akad
murabahah, pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan ada dua
akad, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.
C. Subyek Penelitian
Pada bagian ini dilaporkan jenis data dan sumber data.97
Jika dilihat dari
jenisnya, maka kita dapat membedakan data kualitatif sebagai berikut:
1. Data Primer
Dalam jenis data ini yang menjadi sumber datanya adalah informan
yang terdiri dari customer service dan marketing funding (penyelia
pemasaran pembiayaan).
97
Tim penyusun, Pedoman Penulisan, 47.
59
2. Data Sekunder
Adapun dalam jenis data ini yang menjadi sumber datanya antara
lain:
a. Dokumentasi. Sumber datanya berupa dokumen-dokumen, arsip, dan
prasarana lain yang mendukung dalam penelitian tentang Kongsi
Pemilikan Rumah (KPR) ini.
b. Kepustakaan. Sumber datanya berupa buku-buku, artikel, majalah,
internet dan lain-lain yang berkaitan dengan Kongsi Pemilikan Rumah
(KPR).
Adapun dalam menentukan sumber data tersebut menggunakan metode
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.98
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui
percakapan atau tanya jawab.99
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun
98
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), 218. 99
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2014), 130.
60
dengan menggunakan telepon.100
Ditinjau dari pelaksanaannya, maka
dibedakan atas:101
a. Interview bebas, inguided interview, di mana pewawancara bebas
menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang akan
dikumpulkan.
b. Interview terpimpin, guided interview, yaitu interview yang
dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan
pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam
interview terstruktur.
c. Interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas
dan interview terpimpin.
Dari berbagai jenis wawancara yang telah disebutkan, penelitian ini
menggunakan wawancara terstruktur atau terpimpin, yaitu wawancara
dengan membawa pedoman pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Adapun data-data yang ingin diperoleh dalam wawancara ini dapat dilihat
pada formulir pengumpulan data yang ada di lampiran.
2. Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-
barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.102
100
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 2003), 157. 101
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), 132. 102
Ibid., 135.
61
Adapun data-data yang ingin diperoleh dari teknik dokumentasi ini dapat
dilihat pada formulir pengumpulan data yang ada di lampiran.
3. Observasi
Menurut Bungin, observasi adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan.103
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula
dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat
dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan
pengecap.104
Ada 3 macam observasi, yaitu:105
a. Observasi partisipatif. Dalam penelitian ini peneliti terlibat dengan
kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian.
b. Observasi terus terang dan tersamar. Dalam hal ini, peneliti dalam
melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada
sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam
suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar.
c. Observasi tak berstruktur. Yaitu observasi yang tidak dipersiapkan
secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
103
Satori dan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, 105. 104
Arikunto, Prosedur Penelitian, 133. 105
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), 64.
62
Dalam penelitian ini, jenis observasi yang dilakukan oleh peneliti
adalah observasi partisipatif, yaitu dalam melakukan pengamatan peneliti
terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari perbankan. Adapun data yang
ingin diperoleh dari teknik observasi ini dapat dilihat pada formulir
pengumpulan data yang ada di lampiran.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan proses pencandraan (description) dan
penyusunan transkrip interview serta material lain yang telah terkumpul.
Maksudnya, agar peneliti dapat menyempurnakan pemahaman terhadap data
tersebut untuk kemudian menyajikannya kepada orang lain dengan lebih jelas
tentang apa yang telah ditemukan atau didapatkan dari lapangan.106
Analisis data dapat didefinisikan pula sebagai proses penelaahan,
pengurutan, dan pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis
kerja dan mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan
penelitian. Data dalam penelitian kualitatif terdiri dari deskripsi yang rinci tentang
situasi, interaksi, peristiwa, orang dan perilaku yang teramati; atau nukilan-
nukilan langsung dari seseorang tentang pengalaman, fikiran, sikap, dan
keyakinannya atau petikan-petikan dokumen, surat dan rekaman-rekaman
lainnya.107
106
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi, Presentasi, dan
Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Penelitian Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial,
Pendidikan, dan Humaniora (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), 209. 107
Muhammad Tholchah Hasan, dkk, Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan
Praktis (Malang: Visipress, 2002), 173-174.
63
Ada dua cara analisis data penelitian kualitatif, yaitu analisis data ketika
peneliti masih berada di lapangan dan analisis data ketika peneliti menyelesaikan
tugas-tugas pendataan.108
Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data selama
dilapangan model Miles and Huberman, yaitu dengan langkah-langkah sebagai
berikut:109
1. Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
2. Penyajian data. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
3. Verifikasi, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi.
F. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk
pengembangan validitas (kesahihan) data penelitian. Dalam penelitian ini cara
yang digunakan adalah triangulasi data, atau disebut juga dengan triangulasi
sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam pengumpulan data, ia wajib
menggunakan beragam sumber data yang tersedia, artinya, data yang sama atau
sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa data yang
berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih
108
Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, 210. 109
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 91.
64
teruji bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain
yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupun yang berbeda.110
Jadi untuk mengukur keabsahan data tentang produk pembiayaan Kongsi
Pemilikan Rumah (KPR), peneliti tidak hanya menggali data dari satu sumber,
melainkan dari beberapa sumber, yakni dari nasabah, customer service serta dari
marketing landing.
G. Tahap-tahap Penelitian
Secara garis besar, prosedur kerja penelitian dilalui dalam tahapan-
tahapan:
1. Perencanaan penelitian
Perencanaan penelitian merupakan kegiatan awal penelitian. Secara
fisik, kegiatan perencanaan ini diantaranya ditandai oleh adanya proposal
penelitian dan istrumen penelitian. Dalam arti nonfisik, kegiatan
perencanaan merupakan serangkaian strategi peneliti untuk kegiatan
penelitiannya.111
Pada tahap ini, peneliti melakukan kunjungan pada Bank Muamalat
Cabang Pembantu Pasuruan terkait perizinan untuk melakukan penelitian.
Setelah izin diperoleh maka peneliti menyusun jadwal penelitian,
menentukan subyek penelitian serta menentukan teknik pengumpulan data
yang hendak dipergunakan.
110
Hasan, et.al., Metodologi Penelitian Kualitatif, 141. 111
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, 47.
65
2. Pelaksanaan penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan inti sebuah
penelitian. Peneliti memasuki kancah penelitian dengan menghadapi subjek
dan objek penelitian.112
Pada tahap ini, peneliti melakukan penelitian dengan mengumpulkan
data menggunakan teknik yang telah dipilih, yaitu wawancara, dokumentasi,
dan observasi dengan subyek penelitian yang telah ditentukan. Setelah data
terkumpul maka peneliti melakukan analisis data dan keabsahan data.
3. Penulisan laporan penelitian
Tahap yang terakhir yaitu penulisan laporan penelitian, dalam hal ini
adalah skripsi dengan sistematika yang sesuai dengan pedoman penulisan
karya ilmiah yang telah ditentukan oleh lembaga IAIN Jember
112
Ibid., 54.
66
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Gambaran Objek Penelitian
1. Sejarah Pendirian113
Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diselenggaakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-
20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah
Nasional IV Majelis Ulama di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada 22-25 Agustus
1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan
bank murni syariah pertama di Indonesia.
Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan
penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia di Hotel Sahid
Jaya berdasarkan Akte Notaris No 1 Tanggal 1 November yang dibuat oleh
Notaris Yudo Paripurno, S.H dengan izin Menteri Kehakiman Nomor
C2.2413.T01.01 Tanggal 21 Maret 1992/ Berita Negara Republik Indonesia
Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.
Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari
berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian dalam
acara silaturrahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari
masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka.
113
Dokumentasi, Bank Muamalat Annual Report 2012, 22-23.
67
Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor 1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 serta izin
usaha yang berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
430/KMK.013/1992 tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai beroperasi
pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada 27 Oktober 1994,
Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank
Devisa.
Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia
Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap
perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen
korporasi. Bank Muamalat ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998, angka
non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai lebih dari
60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai
titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari sepertiga modal awal.
Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era
baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang
berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham luar
negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
pada 21 Juni 1999.
Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan
berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak
lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan
68
kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap
pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Saat ini, Bank Muamalat memberikan layanan kepada sekitar 3 juta
nasabah melalui 422 kantor layanan yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia
dan didukung oleh jaringan layanan di lebih dari 4 ribu outlet System Online
Payment Point (SOPP) di PT POS Indonesia dan 1.001 Automated Teller
Machine (ATM). Untuk memantapkan aksesibilitas nasabah, Bank Muamalat
telah meluncurkan Shar-e Gold yang digunakan untuk bertransaksi bebas biaya
di jutaan merchant di 170 negara. Shar-e Gold meraih predikat sebagai Kartu
Debit Syariah Berteknologi Chip Pertama di Indonesia oleh Musium Rekor
Indonesia (MURI).
Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang berekspansi
keluar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia.
Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic Payment System
(MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia.
Pelopor perbankan syariah ini selalu berkomitmen untuk menghadirkan
layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah dijangkau bagi
masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara.
Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah,
media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas
dengan perolehan lebih dari 100 penghargaan bergengsi selama 5 tahun, dari
tahun 2008-2012.
69
Untuk meningkatkan kualitas layanan dan jaringan maka Bank
Muamalat membuka Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu yang
tersebar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia.
Akhirnya pada tahun 2010, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
membuka Kantor Cabang Pembantu di Pasuruan,114
yang terletak di Jalan
Panglima Sudirman No 34 F Pasuruan, dan launcing pada tanggal 05 April
2010.115
2. Visi dan Misi Bank Muamalat116
a. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dan
dikagumi di pasar rasional.
b. Misi
Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan
pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi
investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh
pemangku kepentingan.
3. Legalitas dan Struktur Organisasi
a. Legalitas
Landasan hukum dari perbankan syariah adalah UU No 7 tahun
1992 tentang Perbankan, dengan perubahan UU No 10 tahun 1998. Dan
PP No 72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan bagi hasil yang dicabut
114
Sarah, wawancara, Pasuruan, 2 Februari 2015. 115
Farid, wawancara, Pasuruan, 18 Februari 2015. 116
Dokumentasi, Bank Muamalat Annual Report 2012, 24.
70
dengan PP No 30 tahun 1999. Serta UU No 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Setiap bank yang didirikan pasti mempunyai legalitas masing-
masing. Adapun legalitas dari pendirian Bank Muamalat antara lain:117
a. Akte Notaris Yudo Paripurno, S.H dengan izin Menteri Kehakiman
Nomor C2.2413.T.01.01 tanggal 21 Maret 1992 / Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 28 April 1992 Nomor 34.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991.
c. Izin usaha yang berupa keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 430/KMK.013/1992 tanggal 1 Mei 1992.
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
berinduk pada Bank Muamalat Cabang Malang.118
Sedangkan struktur dari
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan sendiri dapat dilihat dalam
lampiran 1.
4. Produk Pembiayaan di Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Produk penyaluran dana (pembiayaan) yang ada di Bank Muamalat
Cabang Pembantu ada 3, yaitu:
1. Coorporate, yaitu untuk membiayai perusahaan-perusahaan besar.
2. SME, untuk pembiayaan modal kerja dan investasi.
3. Konsumer, untuk pembiayaan hunian syariah dan renovasi.
117
Ibid., 22. 118
Farid, wawancara, Pasuruan, 3 Februari 2015.
71
Namun produk yang diaplikasikan di bank Muamalat Cabang Pembantu
Pasuruan hanya satu, yaitu Pembiayaan Konsumer.119
Produk pembiayaan
Konsumer di Bank Muamalat disebut dengan produk KPR Muamalat iB.
Berikut akan dijelaskan tentang tujuan dan manfaat dari produk
pembiayaan konsumer tersebut:120
a. Tujuan:
1) Pembelian properti ready stock ataupun indent, berupa:
a) Rumah tinggal
b) Rumah susun
c) Apartemen
d) Condotel
2) Pembangunan (rumah)
3) Renovasi (rumah)
4) Take Over KPR dari bank lain (Bank Konvensional maupun bank
Syariah).
b. Manfaat:
1) Memberikan kepastian dan kenyamanan angsuran yang tetap
pembiayaan lunas.
2) Memberikan keringanan dalam uang muka & kemudahan
persyaratan.
3) Memberikan keringanan bebas biaya pinalti saat pelunasan
dipercepat.
119
Farid, wawancara, Pasuruan, 11 Juni 2015. 120
Dokumentasi, Pasuruan, 13 Februari 2015.
72
B. Penyajian Data dan Analisis
1. Bentuk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Cabang
Pembantu Pasuruan
Produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat cabang
pembantu Pasuruan disebut dengan produk KPR Muamalat iB, produk ini
sangat flexibel sehingga nasabah memiliki pilihan sesuai kebutuhan. Produk
ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu KPR iB Pembelian dan KPR iB
Kongsi.121
Untuk memperoleh pembiayaan di Bank Muamalat Pasuruan, calon
nasabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut:122
a. Usia minimal 21 tahun saat pengajuan pembiayaan atau sudah
menikah.
b. Usia maksimal saat jatuh tempo pembiayaan:
1) Pegawai: 55 tahun atau belum pensiun.
2) Wiraswasta: 60 tahun.
c. Status karyawan
1) Karyawan tetap (minimal telah 1 tahun)
2) Karyawan kontrak (minimal telah 2 tahun)
3) Wiraswasta (minimal telah 2 tahun)
d. Pengakuan penghasilan
1) Gaji pokok 100% x nilai gaji pokok
2) Tunjangan tetap 100% x nilai tunjangan tetap
121
Farid, wawancara, Pasuruan, 11 Juni 2015. 122
Dokumentasi, Pasuruan, 13 Februari 2015.
73
3) Tunjangan tidak tetap 50% x rata-rata tunjangan selama 3 bulan
4) Gaji pasangan 100% x nilai gaji pokok
e. Cash Ratio
1) Pendapatan < Rp 5 juta:
35% dari pendapatan
70% dari disposable Income
2) Pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta:
40% dari pendapatan
75% dari Disposable Income
3) Pendapatan > Rp 10 juta:
50% dari pendapatan
80% dari Disposable Income
Selain kriteria nasabah tersebut, ada pula kriteria properti yang harus
dipenuhi, antara lain:123
a. Properti baru Ready stock
Indent (harus dari developer rekanan)
b. Properti Bekas Ready Stock
c. Pengakuan harga properti
1) Developer rekanan : sesuai price list
2) Developer Lainnya : nilai taksasi
123
Ibid.
74
Selain kriteria tersebut, ada pula kriteria umum untuk properti, antara
lain:124
a. Lebar jalan dimuka minimum 3 meter
b. Tidak berada di bawah jalur tegangan tinggi (berjarak minimal 20
meter)
c. Tidak berada di daerah yang terkena banjir dalam 2 tahun terakhir.
d. Tidak berlokasi di jalur hijau (green belt), bantaran sungai dan
bantaran rel kereta api.
e. Tidak berada di dekat kuburan (minimal 20 meter)
f. Kepemilikan (Status Sertifikat):
1) Hak Milik (HM)
2) Hak Guna Bangunan (HGB) dengan sisa masa berlaku HGB pada
saat pembiayaan jatuh tempo minimum 1 tahun.
3) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau Strata Title yang
didirikan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan (tidak
diperkenankan untuk kios) untuk Apartemen.
Adapun ketentuan dari financing to value (nilai pembiayaan) adalah
sebagai berikut:125
a. Plafond pembiayaan untuk KPR iB Pembelian adalah sbb:
124
Ibid. 125
Ibid.
75
Tabel 4.1
Plafon KPR Pembelian
Pembiayaan & Tipe Agunan
FTV Maksimum
FP 1 FP 2 FP 3 dst
KPR Tipe Bangunan > 70 m2 70% 60% 50%
KPRS Tipe Bangunan > 70 m2 70% 60% 50%
KPR Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 70% 60%
KPRS Tipe Bangunan 22-70 m2 80% 70% 60%
KPRS Tipe Bangunan s/d 21 m2 90% 70% 60%
Sumber: Dokumentasi 2015
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Keterangan:
FP : Fasilitas Pembiayaan
KPR: Pembiayaan Pemilikan Rumah Susun/Apartemen/Condotel
b. Plafond pembiayaan untuk KPR iB Kongsi adalah sbb:
Tabel 4.2
Plafon KPR Kongsi
Pembiayaan & Tipe Agunan
(MMQ & IMBT)
FTV Maksimum
FP 1 FP 2 FP 3 dst
1 2 3 4
KPRS Tipe Bangunan s/d 21 m2 90% 80% 70%
KPRS Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 80% 70%
KPR Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 80% 70%
76
1 2 3 4
KPRS Tipe Bangunan >70 m2 80% 70% 60%
KPR Tipe Bangunan >70 m2 80% 70% 60%
Sumber: Dokumentasi 2015
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Adapun karakteristik dari produk pembiayaan KPR tersebut dapat
dilihat dalam tabel berikut:126
Tabel 4.3
Karakteristik KPR Kongsi dan KPR Pembelian
ITEM KPR KONGSI KPR PEMBELIAN
1 2 3
Akad Musyarakah
Mutanaqisah
Murabahah
Tujuan
Penggunaan
Properti baru (non
indent) dan properti
second.
Properti baru (non indent) dan properti
second, pembelian material untuk
properti indent, renovasi,
pembangunan tanah kavling.
Plafond Maks. 90% (untuk
LB ≤ 70 m2).
Maks. 80% (untuk
LB ≥ 70 m2).
Pembelian properti: Maks 90% (untuk
LB ≤ 70 m2). Pembangunan: 100%.
Material umum: Maks 80% dari tanah.
Renovasi: senilai biaya renovasi
(RAB, tidak termasuk BTK).
126
Ibid.
77
1 2 3
Pricing Dapat dievaluasi
setelah 2 tahun
Fixed sampai dengan pembiayaan
lunas.
Sumber: Dokumentasi 2015
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Farid menegaskan, di Bank Muamalat Pasuruan, pembiayaan ini
hanya untuk pegawai tetap, dengan jangka waktu pembayaran yang dapat
dipilih sesuai dengan kemampuan nasabah, namun batas maksimalnya adalah
15 tahun.127
Adapun keuggulan dari produk KPR Muamalat iB dan contoh
angsuran serta perhitungannya dapat dilihat di lampiran.
2. Pelaksanaan Akad Dalam Produk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank
Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Farid dari bagian marketing mengatakan, dalam mengajukan
pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
ada beberapa prosedur yang harus dilalui, antara lain:128
a. Nasabah mengajukan ke bank.
Saat nasabah mengajukan ke Bank maka petugas akan bertanya
tentang pembiayaan yang diinginkan, apakah pembiayaan yang
diinginkan tersebut ada di Bank Muamalat Pasuruan atau tidak, jika ada
maka dilanjutkan pada tahap ke dua.
127
Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015. 128
Ibid., 11 Juni 2015.
78
b. Memilih akad
Setelah petugas bank mengetahui pembiayaan yang diinginkan
oleh nasabah dan pembiayaan tersebut ada di Bank Muamalat Pasuruan
maka tahap selanjutnya adalah menentukan akad yang akan dipakai
sesuai dengan keinginan nasabah.
c. Persyaratan
Setelah akad dipilih maka tahap selanjutnya adalah
menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan oleh bank. Persyaratan
tersebut meliputi:
Tabel 4.4
Syarat-syarat Pembiayaan KPR iB Muamalat
No Jenis Dokumen Pegawai
Pekerja
Profesional
Wiraswasta
1 2 3 4 5
1 Form aplikasi yang
telah diisi dengan
lengkap dan benar
2 Fotokopi KTP calon
nasabah dan suami
atau istri
3 Fotokopi Kartu
Keluarga
4 Fotokopi Surat Nikah
79
1 2 3 4 5
5 Fotokopi sertifikat
tanah obyek bangunan
6 IMB/IPMB/Ijin
Pendahuluan
Mendirikan
Bangunan/ Surat ijin
sejenis dari instansi
setempat yang
berwenang
7 PBB tahun terakhir
untuk rumah tangan
kedua
8 Fotokopi Rekening
Tabungan / Giro
Pribadi (Payroll Gaji)
3 bulan terakhir.
9 Laporan Keuangan
perusahaan
10 Slip gaji asli terakhir
dan / atau surat
keterangan
penghasilan
80
1 2 3 4 5
11 Fotokopi Akte
Pendirian Perusahaan
berserta perubahan
dan izin-izin usaha
TDP dan SIUP
12 Fotokopi NPWP
Pribadi / STP Pribadi
Sumber: Brosur KPR Muamalat iB
d. Proses (Analisa)
Setelah memilih akad dan mengumpulkan persyaratan maka
selanjutnya akan diproses oleh pihak bank, proses ini meliputi analisa.
Yang bertugas untuk melakukan analisa adalah Muamalat Consumer
Center (MCC). Proses analisa ini diperlukan untuk mengetahui apakah
pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah tersebut layak disetui
atau tidak. Analisa tersebut menggunakan prinsip 5C, yaitu:
a) Character (karakter dari calon nasabah)
b) Capacity (kemampuan calon nasabah)
c) Capital (modal calon nasabah)
d) Collateral (jaminan calon nasabah)
e) Condition of economy (kondisi ekonomi calon nasabah)
e. Keputusan
81
Jika permohonan pembiayaan yang diajukan disetujui oleh bank
maka segera dilengkapi data persyaratan sehingga dapat segera
diproses.
f. Perjanjian notaris.
Setelah semua persyaratan telah lengkap, maka langkah
selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian. Adapun
penandatanganan perjanjian ini dilakukan di depan notaris.
g. Pencairan.
Setelah semuanya selesai, maka tahap selanjutnya adalah proses
pencairan dana.
Adapun penelitian mengenai akad yang digunakan, penulis melakukan
wawancara dengan Farid Ismariyanto dari bagian penyelia pemasaran dengan
hasil bahwa akad yang digunakan untuk pembiayaan hunian syariah di Bank
Muamalat Pasuruan ada dua pilihan, yaitu murabahah dan musyarakah
mutanaqishah. Akad murabahah untuk produk KPR iB Pembelian, sedangkan
musyarakah mutanaqishah untuk produk KPR iB Kongsi.
Murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.129
Farid megungkapkan bahwa dalam akad ini nasabah membeli rumah
kepada bank dengan harga jual yang disepakati bersama. Misalnya rumah
129
Nor et.al., Ekonomi Syariah, 40.
82
dengan harga 100 juta, dalam waktu 15 tahun rumah tersebut dijual dengan
harga 150 juta.
Farid menegaskan bahwa pada akad ini, batas minimal jaminan adalah
70% dari pembiayaan. Adapun yang menjadi jaminan adalah sertifikat rumah
yang dibeli tersebut.130
Adapun alur dari pembiayaan KPR dengan akad murabahah ini
adalah sebagai berikut:131
Gambar 4.1
Alur Pembiayaan dengan Akad Murabahah
Sumber: Dokumentasi, 12 Juni 2015
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Keterangan:
1. Nasabah dan BMI bekerja sama dalam akad Al Murabahah untuk
pembelian barang sesuai dengan spesifikasi dan harga barang yang
telah disepakati.
130
Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015. 131
Dokumentasi, Pasuruan, 13 Juni 2015.
83
2. BMI membelikan barang kebutuhan nasabah dan menjual kepada
nasabah dengan harga jual yang di dalamnya termasuk harga beli
ditambah margin keuntungan.
3. Nasabah membayar kewajiban berupa uang pokok dan margin ke
BMI.
Sedangkan musyarakah mutaaqishah menurut Farid adalah bentuk
akad kerja sama antara bank dan nasabah, dimana bank dan nasabah bekerja
sama untuk membeli rumah yang kemudian rumah tersebut menjadi milik
bersama. Adapun besarnya porsi kepemilikan disesuaikan dengan jumlah
modal atau dana yang disertakan. Selanjutnya nasabah akan membayar porsi
milik bank dengan cara mengangsur sampai batas waktu yang telah disepakati.
Dalam masa angsuran tersebut porsi kepemilikan bank akan menurun, hingga
pada akhir angsuran rumah tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.132
Farid juga mengungkapkan bahwa selain nasabah harus membayar
angsuran untuk megambil alih porsi milik bank, nasabah juga harus membayar
sewa sampai batas kepemilikan bank berakhir. Membayar angsuran tersebut
untuk mengambil alih porsi kepemilikan bank, sedangkan sewa adalah untuk
keuntungan bank atas kepemilikannya untuk rumah tersebut.
Farid juga menegaskan bahwa dalam akad ini, batas minimal jaminan
adalah 80% dari pembiayaan. Sama halnya dengan KPR iB Pembelian yang
menggunakan akad murabahah, dalam akad ini yang menjadi jaminan adalah
sertifikat rumah yang dibeli.
132
Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015.
84
Adapun alur dari pembiayaan KPR dengan akad musyarakah
mutanaqishah ini adalah sebagai berikut:133
Gambar 4.2
Alur Pembiayaan dengan Akad Musyarakah Mutanaqishah
Sumber: Dokumentasi, 12 Juni 2015
Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan
Keterangan:
1. Nasabah dan BMI bekerjasama (Musyarakah Mutanaqisah) membeli
rumah.
2. Nasabah menyewa manfaat rumah tersebut untuk tempat tinggalnya
kepada BMI.
3. Nasabah membayar kewajiban berupa ujrah dan pembayaran cicilan
musyarakah (pengambialihan porsi BMI oleh nasabah secara
bertahap). Di akhir masa sewa kepemilikan rumah seutuhnya (100 %)
menjadi milik nasabah.
133
Dokumentasi, Pasuruan, 13 Juni 2015
85
Farid juga mejelaskan bahwa setiap pembayaran angsuran atau
pelunasan pembiayaan nasabah kepada bank dapat dilakukan di Bank
Muamalat manapun atau melalui rekening yang telah dibuka atas nama
nasabah tersebut di Bank Muamalat.134
C. Pembahasan Temuan
1. Bentuk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Cabang
Pembantu Pasuruan
Produk KPR di Bank Muamalat adalah sebuah produk yang bertujuan
untuk membantu masyarakat yang ingin memiliki rumah namun tidak
memiliki cukup dana untuk membelinya secara kontan. Proses dalam
pengajuannya pun mudah dan terbilang cepat, jika nasabah mampu
melengkapi semua persyaratan dengan cepat maka prosesnya pun akan cepat.
Setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan akan dianalisis, adapun
bagian yang bertugas untuk menganalisis adalah Muamalat Consumer Center
(MCC) yang untuk wilayah Jawa Timur hanya ada di Bank Muamalat
Surabaya. Analisis tersebut meliputi jaminan, dan kemampuan untuk
membayar angsuran.
Dalam produk ini juga nasabah bebas memilih jangka waktu yang
diinginkan sesuai dengan kemampuannya untuk membayar angsuran,
maksimal 15 tahun. Jika belum jatuh tempo namun nasabah sudah tidak
mampu untuk membayar, maka jaminan akan segera dilelang atau dijual ke
pihak lain.
134
Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015.
86
Adapun penerapan dari pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat
Pasuruan ini pada dasarnya relatif sama dengan bank syariah lain yang ada di
Pasuruan. Namun yang membedakan hanya dari segi bentuk akad yang
digunakan. Kalau di bank syariah lain hanya menggunakan akad murabahah
dalam produk pembiayaan hunian syariah-nya, sedangkan di Bank Muamalat
Pasuruan menerapkan dua pilihan akad, yakni murabahah dan musyarakah
mutanaqishah, sehingga nasabah dapat memilih sesuai dengan kebutuhannya.
2. Akad Yang Digunakan Menurut Madzhab Syafi’i
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa akad yang digunakan
dalam pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Pembantu
Pasuruan ada dua pilihan, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.
Murabahah merupakan akad jual beli, di mana bank menjual rumah
kepada nasabah sesuai dengan harga asal ditambah dengan margin yang telah
disepakati.
Dalam pelaksanaanya, transaksi dengan akad murabahah ini telah
memenuhi rukun yang disebutkan madzhab Syafi‟i, antara lain adanya
shighat (serah terima), adanya orang yang melakukan akad yaitu bank dan
nasabah selaku pejual dan pembeli, dan adanya barang yang diperjual
belikan, dalam hal ini adalah rumah.
Selain itu dalam shighat, pembicaraan kedua pihak langsung tertuju
pada yang bersangkutan dan menyebutkan harganya. Dan orang yang
melakukan akad memiliki kebebasan penuh dalam melakukan akad, serta
tidak dalam kondisi terpakasa. Adapun barang yang diakadkan itu dapat
87
dimanfaatkan secara secara syara‟, diketahui wujudnya dan dapat diserah
terimakan.
Dengan demikian, pembiayaan hunian syariah dengan akad
murabahah ini telah sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan madzhab
Syafi‟I, hal tersebut dapat diketahui dengan terpenuhinya rukun dan syarat
sahya jual beli menurut madzhab Syafi‟i.
Akad yang selanjutnya yaitu musyarakah mutanaqishah, yaitu akad
kerja sama untuk membeli rumah. Di mana bank dan nasabah sama-sama
mempunyai porsi modal yang dikumpulkan menjadi satu untuk membeli
rumah yang nantinya rumah tersebut dipakai oleh nasabah sehingga nasabah
menyewa porsi rumah milik bank sambil membeli porsi bank secara
angsuran, sehingga pada saat jatuh tempo porsi bank telah terbeli semua oleh
nasabah dan rumah sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Dalam akad musyarakah mutanaqishah ini terdapat perpaduan akad,
yakni akad syirkah (kerja sama) dan ijarah (sewa). Karena ada perpaduan dua
akad maka ketentuan dari kedua akad tersebut harus terpenuhi.
Ulama madzhab Syafi‟i menyebutkan bahwa rukun syirkah ada
empat, yaitu ijab, qabul, anggota syirkah dan modal. Dalam prakteknya,
rukun tersebut telah terpenuhi. Ijab dan qabul dibuktikan dengan adanya
penandatangan akad perjanjian di depan notaris, anggota syirkah yakni bank
dan nasabah, dan modal adalah uang nasabah dan bank yang dicampur untuk
membeli rumah.
88
Dalam ijab qabul terdapat kesepakatan yang tertuang dalam perjajian,
dan anggota syirkah yaitu nasabah dan pihak bank merupakan orang yang
pandai, dewasa da merdeka. Sedangkan modal di sini sejenis yaitu berupa
uang yang kemudian dicampur untuk membeli rumah.
Adapun jenis syirkah yang digunakan di sini adalah syirkah „inan
karena porsi dana milik kedua pihak tidak sama jumlahnya. Dengan
demikian, akad syirkah dalam produk ini telah sesuai dengan pendapat
madzhab Syafi‟i.
Sedang rukun ijarah menurut madzhab Syafi‟i adalah adanya „aqid
(orang yang melakukan perjanjian) yakni bank dan nasabah, ma’qud alaih
(ongkos dan manfaat) yakni ongkos sewa dan manfaat dari rumah yang
disewa, dan shighah yakni ijab dan qabul.
Menurut madzhab Syafi‟i, syarat shighat dan „aqid (oramg yang
melakukan perjanjian) pada akad ijarah sama dengan akad murabahah,
sedangkan ongkos disyaratkan harus bisa dilihat, dalam hal ini ongkos sewa
berupa uang sehingga bisa dilihat, dan manfaat disyaratkan mempunyai nilai
harga, dan dalam hal ini rumah dapat dimanfaatkan untuk tinggal sehingga
mempunyai nilai harga. Oleh karena itu, rukun dan syarat ijarah menurut
menurut madzhab Syafi‟I telah tepenuhi dalam akad produk ini.
Karena ketentuan dari syirkah dan ijarah telah terpenuhi maka
pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqishah ini telah sesuai dengan
madzhab Syafi‟i.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Pasuruan disebut
dengan produk KPR Muamalat iB, produk ini terbagi menjadi dua yaitu KPR
iB Pembelian dan KPR iB Kongsi. Dalam KPR iB Pembelian menggunakan
akad murabahah, sedangkan KPR iB Kongsi menggunakan akad musyarakah
mutanaqishah.
2. Dalam mengajukan pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang
Pembantu Pasuruan ada beberapa tahap yang perlu dilalui, yakni:
a. Nasabah mengajukan ke bank
b. Memilih akad yang akan digunakan
c. Menyerahkan data persyaratan
d. Proses analisa
e. Keputusan diterima atau ditolaknya pengajuan pembiayaan
f. Penandatanganan perjanjian di depan notaries
g. Pencairan.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa akad yang
digunakan dalam pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Pasuruan ada
dua, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.
Adapun murabahah adalah akad jual beli, dan dalam akad ini telah
memenuhi rukun dan syarat yang dikemukakan madzhab Syafi‟i. Sedangkan
90
musyarakah mutanaqishah adalah akad kerjasama untuk membeli rumah.
Dalam akad musyarakah mutaaqishah ini terdapat perpaduan akad, yakni
akad syirkah dan ijarah, dan dalam pelaksanaannya keduanya telah
memenuhi ketentuan madzhab Syafi‟i. Sehingga baik akad murabahah
maupun musyarakah mutanaqishah keduanya telah sesuai dengan ketentuan
madzhab Syafi‟i.
B. Saran-saran
1. Lebih memperkenalkan Bank Muamalat Pasuruan terhadap masyarakat
setempat, karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak tau
adanya Bank Muamalat di Pasuruan.
2. Bagi pihak penyelia pemasaran, dalam menjelaskan akad musyarakah
mutanaqishah, sebaiknya diperjelas bahwa di dalamnya ada perpaduan akad
syirkah (kerjasama) dan ijarah (sewa), sehingga lebih mudah dipahami oleh
calon nasabah.
91
DAFTAR PUSTAKA BUKU:
Abdullah, Hafid. 1992. Kunci Fiqih Syafi‟i. Semarang: CV. Asy Syifa‟.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi,
Presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti
Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Surabaya: CV.
Pustaka Agung Harapan.
Harisuddin, M. Noor. 2014. Fiqih Muamalah 1. Surabaya: Pena Salsabila.
Hasan, Muhammad Tholchah, dkk. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif:
Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Visipress.
Ismail. 2010. Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta:
Kencana.
Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT RjaGrafindo Persada.
Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
_________. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Nor, Dumairi dkk. 2007. Ekonomi Syariah Versi Salaf. Pasuruan: Pustaka
Sidogiri.
Rosyidi, Laily Hidayati. 2012. Implementasi Pembiayaan Kongsi Pemilikan
Rumah Syariah (KPRS) Pada BNI Syariah Cabang Jember Tahun 2012.
Jember.
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Metode Penelitian Hukum. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
92
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Satori, Djam‟an dan Aan Komariah. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Subana dan Sudrajat. 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: PT Alfabeta.
__________. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
__________. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Syafe‟i, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Tim Penyusun STAIN. 2014. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: STAIN
Jember Press.
Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Umam, Chatibul dan Abu Hurairah. 2001. Fiqh Empat Madzhab: Bagian
Muamalat II. t.tp: Darul Ulum Press.
Yakub, Ismail. 2000. Al-Umm Jilid 5. Kuala Lumpur: Victory Agencie.
Yonggo, Huzaemah Tahido. 1999. Pengantar Perbandingan Madzhab. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Zuhri, Moh, dkk. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid IV. Semarang: CV Asy Syifa‟.
Zuhri, Moh dan A. Ghazali. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid III. Semarang: CV.
Asy-Syifa‟.
Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta:
Zikrul Hakim.
INTERNET:
ekonomisyariah.info.
http://library.walisongo.ac.id.
http://lib.ui.ac.id.
http://viva.co.id.
top related