bab i- ekstensifikasi pajak
Post on 27-Jun-2015
1.468 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang Penelitian
Keuangan Daerah merupakan keuangan yang dimiliki Daerah sebagai tanggung
jawab dari adanya asas desentralisasi. Dengan adanya asas desentralisasi ini
menimbulkan suatu hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintah Daerah yang menyangkut uang dan termasuk didalamnya kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. Selain itu, asas desentralisasi
diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian agar Daerah yang mendapatkan hak
otonom serta dapat mengembangkan segala potensi dan pendapatan yang maksimal untuk
pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya sendiri. Dengan kata lain,
Otonomi Daerah membawa Daerah untuk mengurus Daerah sendiri begitu pun dalam hal
Keuangan Daerah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunindhia :
“ Otonomi Daerah berarti kepada daerah diberikan hak mengatur and mengurus rumah tangganya sendiri, mempunyai sifat mendorong untuk berusaha menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan sendiri” (1996:161).
Oleh sebab itu Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menjalankan
pemerintahannya dengan baik agar sumber-sumber Pendapatan Daerah itu dapat
menghasilkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran daerah itu sendiri.
Selain itu agar daerah dapat mandiri dalam mengelola Keuangan Daerahnya maka
sebagai modalnya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup, tetapi mengingat
tidak dapat semua Daerah yang mendapatkan pembiayaan tersebut maka kembali lagi ke
1
awal bahwa Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri,
disamping didukung oleh Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dengan otonomi, keuangan daerah pun dapat bercirikan pendapatan yang
merupakan hasil pemerintah daerah yang asli yang dikelola secara sendiri walaupun tidak
terlalu diberi kebebasan karena adanya perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan
Daerah.
Sumber pendapatan Keuangan Daerah itu bermacam-macam, biasanya dilihat dari
kondisi dan potensi daerah itu sendiri. Adapun sumber Keuangan Daerah yang dapat
dipergunakan untuk pemanfaatan daerah yang bersangkutan menurut UU No. 32 Tahun
2004 terdiri dari :
1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
a. hasil pajak daerah ;
b. hasil retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. lain-lain PAD yang sah;
2. Dana perimbangan (dana bagi hasil, DAU, dan DAK);
3. Lain- lain pendapatan daerah yang sah.
Seperti yang telah disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004 maka Pendapat asli
daerah adalah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang disahkan. Mengenai
Pajak dan retribusi, yang dikenakan oleh pemerintah daerah itu harus sejalan dengan
distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam
masyarakat. Tetapi pengoptimalisasian pendapatan Asli Daerah ini masih dirasakan sulit,
2
karena secara umum Pemerintah Daerah masih mengalami banyak masalah. Adapun
masalah yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA,Ak adalah
Ketidakcukupan Sumber daya finansial Minimnya jumlah pegawai yang memiliki ketrampilan dan keahlian Prosedur dan sistem pengendalian manajemen yang tidak memadai Rendahnya produktivitas pegawai Inefisiensi Infrastruktur yang kurang mendukung Lemahnya perangkat hukum (aparat penegak hukum dan peraturan
hukum) serta kesadaran masyarakat terhadap penegak hukum Political will yang rendah Adanya benturan budaya (SARA) yang destruktif Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Lemahnya akuntabilitas publik. (Mardiasmo, 2004 :125)
Selain itu terdapat masalah yang lebih spesifik yang dihadapi oleh Pemerintah
Daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain :
Tingginya tingkat kebutuhan daerah yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal
yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan fiskal gap.
Kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk
layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon dengan
negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat
membayar pajak dan retribusi daerah.
Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum
Berkurangnya dana bantuan dari pusat (DAU dari pusat yang tidak mencukupi)
Belum diketahui potensi PAD yang mendekati kondisi riil.
Dengan melihat permasalahn tersebut Pemerintah Daerah diharapkan dapat
meningkakan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat,
sehingga dituntut untuk meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. Langkah penting
yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah
3
menghitung potensi Pendapatan Asli Daerah yang riil dimiliki daerah. Untuk itu
diperlukan keseriusan aparat pemerintah daerah untuk melaksanakannya.
Tetapi sebelum melihat cara yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatanAsli
Daerah ada baiknya melihat selintas mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
menjadi Pendapatan Asli Daerah dan menjadi Studi potensi dalam skripsi ini.
Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan yang
berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 tahun 2000
tentang perubahan atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, dirinci dengan :
a. Pajak Propinsi terdiri atas :
(i) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di Atas Air,
(ii) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
(iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
(iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permuaan.
b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
(i) Pajak Hotel
(ii) Pajak Hiburan
(iii) Pajak Reklame
(iv) Pajak Penerangan Jalan
(v) Pajak Pengambilan Bahan dan Galian Golongan C
(vi) Pajak Parkir
c. Retribusi dirinci menjadi :
4
(i) Retribusi Jasa Umum
(ii) Retribusi Jasa Usaha
(iii) Retribusi Perijinan tertentu
Seperti yang telah disebutkan diatas mengenai perincian Pajak Daerah dan
Retribusi daerah. Pajak daerah dan Retribusi Daerah ini diusahakan oleh Pemerintah
Daerah agar meningkat dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya sehingga
pemerintah daerah dapat lebih maju dalam pembangunan di daerahnya dengan tidak
terlalu bergantung lagi dengan pemerintah pusat.
Salah satu cara yang dilakukan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah dari sektor Pajak Daerah adalah memaksimalkan terhimpunnya pajak yang
dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikaasi di bidang perpajakan.
Intensifikasi adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak pada subyek maupun obyek
pajak yang telah ada. Intensifikasi tercapai jika terjadi peningkatan jumlah rupiah dari
sektor perpajakan tanpa harus memperluas jumlah wajib pajak. Sedangkan Ekstensifikasi
Pajak adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dengan memperluas subyek pajak
maupun obyek pajak. Ekstensifikasi tercapai jika peningkatan jumlah rupiah dana yang
terhimpun diikuti oleh bertambahnya wajib pajak yang dapat terjaring. Jadi intinya
Ekstensifikasi Pajak itu adalah Penambahan jumlah Wajib Pajak dengan cara memperluas
jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak sehingga dengan adanya pertambahan tersebut jumlah
orang yang membayar pajak pun akan meningkat.
Hal ini merupakan kemajuan dalam bidang perpajakan. Dengan upaya
pemerintah tersebut secara tidak langsung akan menanamkan akan pentingnya pajak
dalam pembangunan dan dapat meningkatkan pendapatan untuk pembangunan pula. Dan
5
hal ini pula yang harus dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat
mengingat Kecamatan Cililin yang akan dijadikan sebagai daerah yang akan diteliti
mengenai ekstensiikasi pajak dari industri rumah wajitnya ini masih menyisakan
keganjilan mengenai pembayaran retribusi dan pajak. Retribusi dan pajak yang
seharusnya menjadi kewajiban untuk dibayar oleh para pengrajin wajit Cililin nampaknya
masih kurang mencapai target.
Berasarkan uraian di atas, maka penyusun tertarik untuk melakukan
penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Ekstensifikasi Pajak
Pada Industri Rumah Wajit Cililin Tahun 2008 (Study Potensi PAD Dari Industri
Wajit Cililin)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena yang dikemukakan dalam latar belakang penelitian
maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Pajak dan
retribusi dari Industri rumah wajit cililin tahun 2008?
2. Berapa banyak industri rumah wajit yang belum memiliki NPWP?
3. Bagaimana upaya Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam
ekstensifikasi Pajak dari industri rumah wajit cililin tahun 2008?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
6
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan
potensi Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari industri rumah wajit cililin tahun
2008 , seberapa besarkah peranannya terhadap Pendapatan Asli Daerah serta
bagaimana caranya untuk meningkatkan pendapatan dari industri rumah wajit.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran yang nyata tentang kondisi Pendapatan Asli Daerah yang
berasal dari Pajak dan retribusi dari Industri rumah wajit cililin tahun 2008.
2. Memberikan gambaran tentang jumlah industri rumah wajit yang belum memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Menjelaskan tentang upaya Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam
ekstensifikasi Pajak pada industri rumah wajit cililin tahun 2008.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aspek akademik dan
aspek praktis, yaitu :
1. Aspek Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan kegiatan akademik, biasanya dalam hal
menguji teori, membangun teori atau bahkan meciptakan teori yang
berhubungan dengan ekstensifikasi pajak dari Industri rumah yang
dapat dikaji dari sisi potensi Pendapatan Asli Daerah tersebut yaitu
dari pajak dan retribusinya, dalam hal ini lebih fokus lagi terhadap
7
upaya-upaya Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan
Daerah yang berasal dari ekstensifikasi pajak atau perluasan Nomor
pokok wajib pajak.
2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
pemerintah agar dapat terus berupaya untuk meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah agar dapat meningkatkan pemasukan yang dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan di daerah
tersebut. Peningkatan pendapatan Asli Daerah tersebut yang berasal
dari Studi mengenai Potensi PAD sendiri berupa Ekstensifikasi Pajak
dari Industri rumah khususnya dari Industri rumah wajit di Cililin.
Dan hal yang lebih penting lagi selain dapat menambah pengetahuan
saya sendiri, dapat pula menambah pengetahuan orang-orang yang
membaca hasil penelitian saya ini dan membuka fikiran akan
pentingnya partisipasi dalam pembayaran pajak yang langkah awalnya
dari pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat meningkatan
pendapatan di daerahnya sehingga pembangunan dapat diwujudkan
minimal di daerah tersebut dan umumnya di Negara ini.
1.5 Kerangka Pemikiran
8
Pengertian pajak sebenarnya telah dikenal sejak jaman kerajaan dahulu yaitu
semenjak raja-raja di dunia ini menerima upeti dari rakyat atau negara jajahannya
(Rimsky K. Judissono, 1997:15). Penyerahan upeti kepada raja merupakan kewajiban
yang dapat dipaksakan. Upeti tersebut oleh raja dipergunakan untuk membiayai
keperluan pribadi dan untuk membiayai berbagai keperluan lainnya.
Tetapi menginjak pada permulaan abad ke-20 seiring berubahnya bentuk
pemerintahan kerajaan menjadi bentuk republik, maka muncul beberapa definisi
tentang pajak. Definisi tersebut antara lain beraasal dari : Leroy Beulieu, Mr. Dr. N. J.
Fieldman, Prof. Dr. Rochmat Soemitro dan definisi dari Prof. S. I. Djajadiningrat.
Menurut Leroy Beulieu, dalam bukunya yang berjudul Traite de la Science
des Finances, mengatakan :
“pajak merupakan kontribusi langsung maupun tidak langsung, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik baik terhadap masyarakat maupun atas barang untuk belanja negara.” (1906)
Menurut Fieldman dalam bukunya yang berjudul De overheidmiddelen Van
Indonesia mengatakan:
“pajak adalah utang-prestasi kepada pemerintah yang dapat dipaksaakan berdasarkan norma-norma umum, tanpa adanya kontrapestasi, dan digunakan untuk menutup pengeluaran pemerintah.” (Leiden, 1949)
9
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro seperti yang dikutip oleh Dr.
Mardiasmo mengatakan :
“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdaasarkan undang-undang (yang dapat dipaksaakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraaprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” (Maridasmo , 2002 :1 )
Selain itu, Menurut Prof. S.I. Djajadiningrat :
“pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keaadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksaakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.”
Dari definisi-definisi di atas dapatlah dirangkum esensi dari pengertian
pajak :
Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
Pengenaannya harus diatur dengan undang-undang
Dapat dipaksakan
Untuk keperluan pembiayaan umum
Kontrprestasi tidak langsung
Esensi yang terangkum di atas adalah hal-hal yang membedakan pengertian
pajak dengan punguitan lain. Hal-hal yang membedakan antara pajak dengan
10
pungutan lain seperti: retribusi, sumbangan, dan cukai, terletak pada tingkat
peraturan yang mengaturnya dan kontraprestasi yang diperolehnya.
Fungsi pajak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua fungsi, seperti
yang dikemukakan oleh Mardiasmo yaitu :
1. Fungsi budgetair.
Dari pelaksanaan upeti pada zaman kerajaan, menunjukkkan dengan jelas bahwa sejak dahulu kala negara telah mengandalkan pemasukan dana yang dipungut dari anggota masyarakat untuk menutup berbagai keperluan negara yang lebih dikenal sebagai fungsi budgeter. Jadi Fungsi Budgeter ini menempatkan pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Regulerend
Sedang fungsi regulerend adalah fungsi pajak untuk mengatur tercapainya keseimbangan perekonomian politik suatu negara. Selain itu pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Jadi dengan semakin besarnya peran pajak dalam pembiayaan keperluan negara, menempatkan wajib pajak pada posisi tawar menawar (bargaining position) yang kuat. Semakin besar kontribusi masyarakat dalam membiayai pengeluaran negara, semakin tinggi pula hak kontrol masyarakat terhadap kebijaksanaan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat. Contoh :
(a.) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
(b.) Pajak yang tinggi dikenakan kepada barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif
(c.) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. (Mardiasmo, 2002 : 1)
Selain fungsi pajak, dikenal pula asas-asas yang digunakan sebagai
pertimbangan pemungutan pajak yang adil dan sah menurut Adam Smith adalah
11
dikenal dengan The Four Maxims, yang terdiri dari equality, certainty, convience of
payment dan effeciency.
1. Azaz Equality : setiap subyek pajak yang mempunyai kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama pula. Implikasi praktis dalam pemungutan pajak, tidak adanya diskriminasi diantara sesama wajib pajak.
2. Azaz Certainty : adalah azaz yang menjamin kepastian setiap subyek pajak daari keragu-raguan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, karena segaala sesuatunya telah jelaaas adanya. Implikaasi praktis dalam pemungutan pajak adalah terciptanya piranti peraturan pajak yang menjamin kepastian hukum bagi pembayar pajak. Perpajakan harus menunjukkan dengan jelas hak dan kewajiban wajib pajak.
3. Azaz Convience of payment, adalah azaz yang menekankan saat dan waktu yang tepat bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Implikasi praktis dalam pemungutan perpajakan adalah bahwa saat yang tepat bagi wajib pajak untuk membayar atau dipotong pajaknya adalah ketika persyaratan subyektif dan obyektif sebagai wajib pajak terpenuhi. Wajib pajak adalah orang yang telah mempunyai kewajiban secara subyektif maupun obyektif.
4. Azaz Efficiency, adalah azaz yang menjamin bahwa pengorbanan (biaya) yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Implikasi praktisnya adalah adanya daya guna dan hasil guna aparatur perpajakan dalam menghitung dan dari sektor perpajakan.
Dalam melakukan pemungutan pajak tentunya tidak akan terlepas dari
hambatan-hambatan, adapun hambatan-hambatan yang dikemukakan oleh
Mardiasmo dan biasanya terjadi dalam melakukan pemungutan pajak :
a. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
12
System perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau sulit dilaksanakan dengan baik.
b. perlawanan aktif
perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
Tax evation, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). (Mardiasmo, 2002 : 9)
Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut tentunya akan mempengaruhi
pendapatan yang berasal dari pajak untuk pembangunan. Oleh sebab itu, pemerintah
selau berupaya untuk mencari jalan keluar agar pendapatan dari pajak itu terus meningkat
dan hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi, sehingga pembangunan dapat terlaksana
dengan baik.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dari sektor pajak adalah
melalui kebijakan. Kebijakan tersebut salah satunya berupa ekstensifikasi pajak Yaitu
berupa memaksimalkan terhimpunnya pajak di bidang perpajakan. Lebih tepatnya lagi
Ekstensifikasi Pajak adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dengan memperluas
subyek pajak maupun obyek pajak. Ekstensifikasi tercapai jika peningkatan jumlah
rupiah dana yang terhimpun diikuti oleh bertambahnya wajib pajak yang dapat terjaring.
Ekstensifikasi Pajak ini telah dilaksanakan sejak tahun 2001, Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) melakukan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak (WP) secara terus
13
menerus dan berkesinambungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Upaya ekstensifikasi antara lain dilakukan melalui:
Canvasssing terhadap pengusaha di sentra- sentra ekonomi (mall, plaza,
took dll.);
Kerjasama dengan RT/RW/Kelurahan di daerah pemukiman mewah atau
masyarakat mampu supaya setiap KK diberi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP);
Kerjasama dengan pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan
pemilik paspor untuk mempunyai NPWP;
Mewajibkan pemegang kartu kredit mempunyai NPWP;
Mewajibkan pembeli mobil dan rumah mewah untuk mempunyai NPWP;
Mewajibkan orang pribadi yang memperoleh penghasilan di atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Hambatan-hambatan yang terjadi di Pusat memang terjadi pula di daerah,
khususnya dalam pemungutan pajak, padalah Pajak Daerah itu menjadi salah satu
Pendapatan Asli Daerah yang wajib. Sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal
157 UU No. 32 tahun 2004 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) Hasil pajak daerah;
14
2) Hasil retribusi daerah;
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah pun berusaha untuk melaksanakan apa
yang menjadi kebijakan pemerintah pusat mengenai peningkatan pendapatan dari
sektor pajak. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa peningkatan pendapatan dari
sector pajak yang dilakukan pemerintah pusat adalah ekstensifikasi pajak. Berarti
daerah pun dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sector pajak adalah
dengan Ekstensifikasi Pajak.
Dari uraian di atas, penulis merumuskan anggapan dasar sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah
dapat dilaksanakan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
2. Pendapatan Asli Daerah dapat ditingkatkan dengan
pengoptimalisasian pengumpulan pajak yang dilakukan dengan
Ekstensifikasi Pajak.
3. Ekstensifikasi Pajak pada Industri rumah wajit cililin dapat
membantu meninkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Bandung Barat.
15
1.6 Metode Penelitian
1.6.1. Metode
Untuk menemukan kerangka pemecahan masalah ekstensifikasi pajak
dari industri rumah wajit cililin tahun 2008 mencari kerangka pemecahan
masalah dalam studi potensi PAD dari industri rumah wajit terlebih dahulu,
dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 1988 : 5). Dalam
penelitian ini yang akan diamati adalah orang, lebih tepatnya lagi adalah.
Perilaku orang yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak dan
bagaimana peran pemerintah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Dalam hal ini bisa di dilihat gambarannya dari segi potensi PAD dari indusri
rumah wajit. Studi potensi tersebut dengan melihat dari sisi pajak dan retribusi
dari industri rumah wajit. Apakah sesuai dengan porsi yang diharapkan oleh
PAD ataukah tidak. Tetapi sesuai dengan judul bahwa lebih menitikberatkan
pada ekstensifikasi pajaknya.
Ekstensifikasi pajak ini merupakan upaya pemerintah yang
mengharapkan sekali adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah khususnya
dari sector pajak. Mengingat masih banyak orang yang belum memiliki Nomor
16
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Oleh sebab itu, dengan adanya perluasan Nomor
Pokok Wajib Pajak atau ekstensifikasi pajak ini, banyak orang akan memiliki
NPWP dan bias membayar pajak sesuai dengan kewajibannya sebagai warga
Negara Indonesia.
Dengan digunakan metode kualitatif deskriptif , maka data yang
didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga
tujuan penelitian dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif ini, bukan karena
metode ini baru, dan lebih “trendy”, tetapi memang permasalahannya lebih
tepat dicarikan datanya dengan metode kualitatif.
Dengan metode kuantitatif, hanya dapat diteliti beberapa variabel saja,
sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab
dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif tidak dapat ditemukan
data yang bersifat proses ekstensifikasi pajak, perkembangan suatu
peningkatan PAD, deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma,
pandangan masyarakat, sikap mental serta budaya yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
permasalah yang terjadi akibat masih banyaknya orang yang belum memilki
NPWP khususnya para pengrajin makanan khas Cililin ini.
Hanya dengan metode kuantitaif juga dapat digali fakta-fakta yang
bersifat empirik dan terukur. Fakta-fakta yang tidak tampak oleh indra akan
sulit diungkapkan. Dengan metode kualitatif, maka akan dapat diperoleh data
yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.
17
Selain itu menurut Winarno Surakhmat bahwa Metode penelitian
kualitati deskriptif ini adalah :
Suatu metode yang memusatkan dari pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang actual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Karena itu metode ini sering disebut metode analitik (Surakhmat, 1990 : 140).
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian
kualitatif ini adalah dengan mempergunakan teknik wawancara. Adapun teknik
yang digunakan adalah wawancara semistruktur (semistructure interviewing),
yaitu wawancara yang dilakukan dengan Issue yang telah disiapkan terlebih
dahulu dan dalam proses wawancara, pewawancara bersifat agak mengatur
jalannya wawancara. Dalam wawancara ini digunakan pedoman wawancara
yang berisi hal-hal yang perlu ditanyakan secara sistematis, walaupun dalam
pelaksanaanya kemungkinan tidak seteratur seperti yang direncanakan.
Selain itu, dengan adanya teknik tiangulasi peneliti sekaligus menguji
kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber. Triangulasi teknik ini berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama, dalam artian tidak hanya melakukan
wawancara, tetapi melakukan juga observasi partisipatif dan dokumentasi
untuk sumber data yang sama dan serempak. Triangulasi sumber berarti, untuk
18
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 1.a dan 1.b berikut.
Gambar 1.a Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam-macam cara pada
sumber yang sama).
19
Observasi partisipatif
Wawancara mendalam
Dokumentasi
Sumber data sama
Wawancara mendalam
A
B
C
Gambar 1.b Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan
data pada bermacam-macam sumber data A,B,C).
1.6.3. Teknik Informan
Informan dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif ini, Informan dipilih, dan mengutamakan perspektif emic,
artinya yaitu mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana mereka
memandang dan menafsirkan dunia dari pendiriannya. Peneliti tidak bisa memaksakan
kehendaknya untuk mendapatkan data yang diinginkan.
Selaain itu peneliti menentukan nara sumber (informan) dengan teknik
purposive sampling, yaitu dengan cara memilih orang-orang tertentu didasarkan pada
pertimbangan informasi yang diperlukan dan memiliki pengetahuan tentang
Ekstensifikasi pajak dari industri rumah wajit cililin tahun 2008. Yang menjadi sampel
adalah sumber yang memberi informasi secara relevan (Huseini dan Purnomo,
2001:24).
Adapun informan yang akan menjadi sumber data yaitu :
1. Pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung Barat
2. Pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung
3. Aparat di kantor pajak
4. Camat di Kecamatan Cililin
5. Kepala Desa di Desa Cililin
20
Data collection
6. Kepala Desa di Desa Sasak Bubur
7. Para pengrajin di Industri rumah wajit cililin.
1.6.4. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif, mengikuti konsep Miles dan Humberman dan Spradley.
Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya
sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu Reduksi data (data
Reduction), penyajian data (data display), dan conclusion
drawing/verification.
Dan analisis ditunjukan pada gambar berikut :
21
Data display
Conclition :Drawing/Verifying
Data reduction
Gambar tersebut merupakan komponen dalam analisis data (Interactive Model)
Selanjutnya menurut Spradley teknik analisis data disesuaikan dengan
tahapan dalam penelitian. Pada tahap penjelajahan dengan teknik
pengumpulan data grand tour question, analisis data dilakukan dengan analisis
domain (memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari obyek /
penelitian atau situasi sosial). Pada tahap menetukan fokus analisis data
dilakukan dengan analisis taksonomi (domain yang terpilih tersebut
selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci, untuk mengetahui struktur
internalnya). Pada tahap selection, analisis data dilakukan dengan analisis
komponensial (mencari-cari spesifik pada setiap struktur internal dengan cara
mengontraskan antar elemen, dilakukan melalui observasi dan wawancara).
Selanjutnya untuk sampai menghasilkan judul dilakukan dengan analisis tema
(mencari hubungan diantara domain, dana bgaimana hubungan dengan
keseluruhan, dan selanjutnya dinyatakan ke dalam tema / judul penelitian).
1.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian
1.7.1. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cililin dan Kabupaten Bandung
Barat sebagai Study Petensi PAD.
Selain itu, demi kelengkapan data maka peneliti mengambil data pula di
Kabupaten Bandung sebagai perbandingan PAD dan merupakan Kabupaten dari
Kecamatan Cililin sebelum adanya pemekaran.
22
1.7.2. Jadwal penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan dalam pembuatan skripsi ini
direncanakan sekitar 9 bulan dengan jadwal sebagai berikut :
1. Studi Pustaka, dimulai dari bulan Desember 2008 sampai Februari 2009
2. Pre-obervasi, dilaksanakan mulai bulan Februari 2008 sampai maret 2009
3. Studi lapangan/observasi, dimulai dari bulan April 2009 sampai Mei 2009
4. Pengolahan Data Penelitian, mulai bulan Mei 2009 dan Juni 2009
5. Penulisan Skripsi, mulai bulan Juli hingga Agustus 2009
6. Sidang Skripsi, Bulan Agustus 2009
No Kegiatan
2008
2009
12 1 2 3 4 5 6 7 8
1.Studi Pustaka
2.Pre – Observasi
3. Studi Lapangan/Observasi
4.Pengolahan Data
5.Penulisan Skripsi
6.Sidang Skripsi
23
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, Dr. MBA,Ak.,2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi
Offset, Yogyakarta.
Mardiasmo, Dr. MBA,Ak.,2002, Perpajakan , Andi Offset, Yogyakarta.
Sugiono, Prof.Dr.,2007, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung.
Singarimbun, Masri,2006, Metode Penelitian Survai, Pustaka LP3ES Indonesia-anggota
IKAPI, Jakarta.
Tjandra, W.Riawan, 2006, Hukum Keuangan Negara, Gramedia Widiasarana
Indonesia,Jakarta.
Yani, Ahmad, SH.,Ak.,MM, 2006, Solusi Masalah Pajak Penghasilan, Kencana Prenada
Media, Jakarta.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?lang=id&artid=1636
http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/2004/033-04.pdf
http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/content.asp?contentid=266
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bandung_Barat
24
top related