bab 3_metodologi kegiatan
Post on 18-Jan-2016
36 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pemanfaatan potensi energi terbarukan perlu ditingkatkan sehingga sumbangannya terhadap
pemenuhan kebutuhan energi di masa depan dapat lebih berarti terutama untuk daerah
perdesaan dan daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan distribusi energi listrik nasional.
Salah satu sumber energi terbarukan yang potensial dikembangkan adalah tenaga air.
Dalam pembangunan PLTMH untuk pelistrikan desa banyak faktor yang harus diperhatikan agar
pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan tidak sia-sia. Faktor tersebut
diantaranya didasarkan pada studi kelayakan teknis dan studi kelayakan sosial-ekonomi terhadap
potensi alam dan sumber daya setempat. Keakuratan data hasil studi kelayakan akan menentukan
keberhasilan pembangunan PLTMH. Setelah studi selesai dilakukan tahap selanjutnya adalah
detail desain untuk bangunan sipil dan sistem elektro-mekanikal, sistem kontrol, serta sistem
transmisi dan distribusi. Perancangan teknik harus dilakukan secara tepat akurat, dengan
menerapkan teknologi yang telah teruji agar pembangkit listrik mempunyai kehandalan yang baik.
Setelah tahapan-tahapan tersebut selesai dilakukan, manfaat dari PLTMH dapat dijadikan sebagai
salah satu faktor pemicu bagi pengembangan masyarakat setempat, maka teknologi PLTMH
beserta seluruh aspek sosial ekonominya perlu dipahami dengan baik oleh sumber daya lokal di
daerah. Dengan demikian perlu dilakukan alih teknologi dan transfer pengalaman berbagai aspek
yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengoperasian PLTMH.
3.1 Penentuan Kajian Dasar
A. Studi Karakteristik Kebutuhan Sistem
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-1
METODOLOGI KEGIATAN
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Studi Kelayakan Pembangunan PLTMH melakukan Inventarisasi karakteristik
kebutuhan listrik perlu dilakukan sehingga studi yang dilaksanakan menjadi lebih
efektif dan efisien. Untuk mencapai sasaran studi yang diharapkan, antara lain akan
melakukan:
a. Pengkajian data kebutuhan akan kapasitas pasok (demand site assesment),
b. Pengkajian kemampuan dasar masukan untuk pembangkitan energi (Assesment
on petential generating input/supply side assesment),
c. Pengkajian/informasi data masukan terkait dengan standar pengoperasian unit
pembangkit,
d. Pengkajian komponen-komponen sistem pembangkit, dan
e. Pengkajian atas data-data primer lainnya.
B. Potensi Daya dan Pemilihan Jenis Turbin
Salah satu faktor Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro adalah kondisi topografi
dengan adanya beda tinggi muka air atau sering kita kenal dengan tersedianya tinggi
jatuh atau (Head).
Sistem pembangkit akan menghasilkan daya nyata yang lebih rendah dari pada
potensi daya teoritis yang tersedia. Perhitungan daya aktual yang bisa dibangkitkan
memerlukan masukan data besarnya debit dan tinggi jatuh dari hasil survei topografi.
3.2 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam menyiapkan rencana kegiatan akan dilakukan pendekatan teknis dan metodologi
pelaksanaan yang optimal, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini, pihak konsultan akan menyajikan
pendekatan teknis dan metodologi pelaksanaan dari masing-masing kegiatan yang dimulai
dari tahap awal hingga penyelesaian akhir pekerjaan. Lingkup pelaksanaan serta metode
yang digunakan di setiap tahapan digambarkan dalam gambar di bawah. Lingkup kegiatan
di atas akan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Sekunder,
b. Tahap Pelaksanaan Survei Lapangan,
c. Tahap Analisa Data,
d. Tahap Detail Desain,
e. Tahap Pelaporan.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-2
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
3.3 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Sekunder
Pekerjaan persiapan ini meliputi penyelesaian administrasi, mobilisasi personil dan
peralatan, persiapan pekerjaan lapangan, dan pengumpulan data tahap awal.
1. Penyelesaian Administrasi
Masalah administrasi yang harus diselesaikan terutama meliputi administrasi kontrak
dan legalitas personil yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pekerjaan ini, baik di
lingkungan intern konsultan maupun untuk berhubungan dengan pihak lain.
2. Mobilisasi Personil dan Peralatan
Bersamaan dengan penyelesaian administrasi, konsultan akan melakukan mobilisasi
personil dan peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan ini. Kemudian setelah semua
personil dimobilisir, dilakukan rapat koordinasi untuk menentukan langkah-langkah
guna penyelesaian pekerjaan ini agar didapatkan hasil kerja yang maksimal.
3. Persiapan Pekerjaan Lapangan
Selain persiapan-persiapan yang dilakukan di kantor, dilakukan juga persiapan di
lapangan. Persiapan pekerjaan lapangan ini meliputi penyiapan kantor di lokasi proyek
dan pekerjaan persiapan untuk survei-survei.
Sedangkan pekerjaan persiapan untuk survei meliputi pembuatan program kerja
(jadwal kerja lebih rinci) dan penugasan personil, pembuatan peta kerja, penyiapan
peralatan survei dan personil, penyiapan surat-surat ijin/surat keterangan, dan
pemeriksaan alat-alat survei.
Pengumpulan Data Sekunder bertujuan untuk mengumpulkan semua data yang ada (data
sekunder), yang berkaitan dengan kondisi fisik teknis, sosial ekonomi dan kebijaksanaan
pemerintah.
Ruang lingkup pekerjaan pengumpulan data sekunder ini adalah sebagai berikut:
1. Laporan Studi Terdahulu yang Terkait
Pekerjaan ini bersifat studi literatur yang komprehensif. Literatur yang digunakan
dalam studi ini harus mencakup berbagai sasaran teknis sehingga tidak terjadi
tumpang tindih data (Data Redundancy) dan tumpang tindih literatur (Overlap
Literacy).
2. Peta Terbaru
Peta digunakan sebagai salah satu acuan referensi dalam perencanaan khususnya
untuk hal-hal yang berkaitan dengan topografi dan geologi. Peta-peta yang
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-3
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
dikumpulkan merupakan peta-peta keluaran terbaru dari instansi yang terkait, Peta
Topografi rupa bumi dari BAKOSURTANAL atau Direktorat Topografi.
3. Data Meteorologi
a. Pengukuran debit sungai sesaat
b. Peta stasiun hidrologi dan meteorologi terutama pada daerah aliran sungai dan
sekitarnya,
c. Data iklim seperti suhu udara, kelembaban udara, solar radiasi, kecepatan angin,
evaporasi dan lain sebagainya,
d. Data hujan pada semua stasiun hujan yang ada disekitar daerah aliran sungai. Data
tersebut meliputi data curah hujan jam-jaman (bila ada), harian maupun bulanan,
e. Data debit aliran pada semua stasiun duga muka air yang ada atau data debit jam-
jam, harian maupun bulanan,
Dalam perencanaan, kebutuhan data meteorologi adalah salah satu unsur yang sangat
penting terutama untuk menentukan layout rencana. Data meteorologi yang
digunakan sebaiknya merupakan hasil pengamatan dari stasiun yang terdekat sehingga
dapat dianggap mewakili kondisi di lokasi perencanaan. Data meteorologi yang
diperlukan adalah data iklim dan curah hujan stasiun terdekat.
4. Data Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Penunjang
Parameter sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi sangat penting mengingat
keberadaan pembangkit tidak terlepas dari perkembangan lingkungan wilayah
sekitarnya.
Data-data yang diperlukan antara lain:
a. Data kependudukan (Demografi).
b. Data sarana dan prasarana pendukung wilayah yang ada.
c. Data fasilitas dan utilitas yang tersedia.
d. Data bahan bangunan/material dan upah.
e. Data dan keterangan dampak yang terjadi dari kerusakan yang ada.
5. Pengumpulan Data Kelistrikan
a. Rute dan kapasitas jaringan transmisi yang direncanakan,
b. Data kebutuhan listrik pada pusat-pusat beban (load centre),
c. Prakiraan demand forecast (bila ada), dan
d. Publikasi Buku Statistik Provinsi atau Kabupaten (Provinsi/Kabupaten dalam
angka).
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-4
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Data tersebut dikumpulkan dari kantor pemerintah daerah setempat dan
instansi terkait lainnya.
6. Data Kebijakan/Peraturan Pemerintah
Perencanaan pengamanan muara dan pantai disekitarnya selalu terkait dengan
strategi perkembangan wilayah lokasi rencana pembangunan. Dengan demikian,
berbagai rekomendasi konsep pengamanan muara dan pantai disekitarnya yang akan
dilakukan diusahakan tidak menyimpang dari kebijakan-kebijakan yang telah ada
sebelumnya. Data-data yang diperlukan, yaitu:
a. Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).
b. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
c. Rencana strategi pengembangan pemerintah pusat/propinsi/ kabupaten/kota
dalam bidang kepantaian.
d. Peraturan-peraturan/kebijakan-kebijakan lain yang terkait.
3.4 Tahap Pelaksanaan Survei Lapangan
3.4.1 Survei Pendahuluan
Tujuan dari survei ini adalah untuk melakukan identifikasi awal guna mengetahui kondisi
dan permasalahan yang ada di daerah survei, dalam rangka penyiapan konsep dan
batasan pelaksanaan pekerjaan.
Ruang lingkup survei pendahuluan ini adalah sebagai berikut
1. Kunjungan lapangan untuk melihat kondisi lokasi studi.
2. Menghubungi instansi-instansi terkait di daerah sehubungan dengan program
pembangunan sektoral/regional dan perencanaan pengembangan wilayah (RUTR dan
RDTR) di lokasi studi.
3. Inventarisasi kondisi fisik dan permasalahan di lokasi studi.
4. Penentuan referensi pengukuran dan batas lokasi survei.
5. Survei Harga
Survei ini dilakukan terutama untuk mengumpulkan data dan informasi terbaru yang
diperlukan dalam angka menyusun prakiraan biaya pembangunan dan analisis ekonomi
pengembangan PLTMH Batu notok. beserta sistem jaringan kelistrikan di wilayah
tersebut.
Data dan informasi harga komponen pembangunan PLTMH yang perlu dikumpulkan
adalah:
a. Harga bahan bangunan yang berlaku di Kabupaten Murung Raya tahun 2007/2008
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-5
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
b. Upah buruh/pekerja bangunan setempat
c. Biaya transportasi
d. Biaya operasi dan pemeliharan PLTMH
e. Rencana Tarif Listrik
Uraian untuk masing-masing informasi harga komponen pembangunan PLTMH adalah
sebagai berikut :
I. Harga Bahan Bangunan Lokal
Harga-harga yang diuraikan di sini berlaku untuk Kabupaten pada tahun
2007/2008. Pada daftar harga bahan bangunan dirincikan hanya pada bahan
bangunan utama saja. Untuk bahan-bahan seperti asesori rumah / gedung
(ornamen) tidak dicantumkan.
II. Upah Buruh / Pekerja Setempat
Upah buruh/pekerja setempat meliputi Kepala Tukang, Tukang Batu, Besi, Cat,
Operator alat berat, Teknisi sampai Sopir yang tergabung dalam manajemen
pelaksanaan proyek di Kabupaten Murung Raya Tahun 2007/2008.
III. Biaya Transportasi
Biaya transportasi yang akan dijadikan acuan untuk prakiraan biaya konstruksi
dibedakan menjadi 2 (dua) jalur, yaitu jalur darat dan jalur sungai.
IV. Biaya Operasi dan Pemeliharaan PLTMH
Biaya operasi dan pemeliharaan untuk PLTA Mikrofidro diambil dari data operasi
dan pemeliharaan PLTMH sejenis yang sudah lebih dahulu beroperasi.
V. Rencana Tarif Listrik
Tarif listrik untuk konsumen didasarkan pada komponen tarif dasar listrik (TDL)
skala PLTMH dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat dan kemampuan
masyarakat.
VI. Harga Peralatan Elektrik dan Mekanikal
Harga peralatan elektrik dan mekanikal tergantung dari peralatan mekanik
(turbin, generator, switchgear, dll) yang dipilih dan ditetapkan sebagai alat
penggerak PLTMH dan sistem jaringan kelistrikan maupun instrumen panel
kontrolnya.
Peralatan elektrikal dan mekanikal merupakan standar pabrikan yang sudah
dilengkapi spesikasi teknis maupun harganya sehingga dari pemilihan dan
penetapan jenis material elektrikal dan mekanikal yang digunakan untuk PLTMH
dapat diketahui besarnya biaya pengadaan barang tersebut.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-6
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
3.4.2 Survei Topografi
Tujuan Survei topografi ini adalah memperoleh data lapangan sebagai gambaran bentuk
permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada.
Hasil dari survei ini kemudian disajikan dengan peta dasar dan peta kerja skala 1 : 5.000
dengan interval kontur 0,5 m.
Kegiatan yang akan dilakukan terdiri dari kegiatan:
a. Pemasangan Bech Mark (BM) dan patok kayu
b. Pengukuran poligon (kerangka dasar horizontal).
c. Pengukuran sipat datar (kerangka dasar vertikal).
d. Pengukuran situasi detail.
e. Perhitungan hasil pengukuran.
Secara garis besar, survei topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
1. Pekerja Pengukuran
Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek terhadap
koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk pelaksanaan
(stake out) mudah dilakukan.
Data koordinat dan ketinggian titik triangulasi diperoleh dari jawatan Topografi
angkatan darat (JANTOP-AD) atau dari BAKOSURTANAL. Referensi ketinggian titik
triangulasi adalah permukaan laut rata-rata, sedangkan data koordinat triangulasi
berupa koordinat geografis lintang dan bujur dalam sistem koordinat UTM (Universal
Transverse Mercator) yang kemudian ditransformasi ke dalam sistem koordinat
Cartesian (x, y).
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik pada
kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan berada dalam
satu sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak ada/berada jauh sekali
dari lokasi proyek, maka dapat digunakan titik referensi lokal.
Setelah dilakukan pengukuran pengikatan untuk menentukan titik awal proyek,
selanjutnya dilakukan pengukuran titik-titik kontrol, baik titik kontrol horizontal
maupun vertikal. Pengukuran titik-titik kontrol (control survey) adalah pekerjaan
pengukuran untuk pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-
titik dasar dalam berbagai macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan
untuk memperoleh hubungan posisi di antara titik-titik dasar disebut pengukuran titik-
titik kontrol dan hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detail.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-7
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
2. Orientasi Medan
Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan
orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang sebelumnya) dan
pilar beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol pengukuran.
b. Meninjau dan mengamati kondisi sungai beserta keadaan daerah sekitarnya.
c. Melacak serta mengamati keadaan di dalam lokasi.
d. Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.
e. Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan,
perlengkapan, material, serta logistik.
f. Melakukan konsultasi teknis serta meninjau lokasi secara bersama-sama dengan
Pengawas Lapangan.
3. Pemasangan BM (Bench Mark) dan Patok Kayu
BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM
akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z)
BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada
setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan
pemeriksaan.
Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang terdekat.
Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x100) cm dengan
jumlah BM sebanyak 2 buah. Bench Mark besar dipasang seperti berikut:
a. BM harus dipasang pada jarak setiap 2,5 km sepanjang jalur poligon utama atau
cabang. Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang
lebih 50 cm (yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada
daerah yang lebih aman dan mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM
dilakukan di Base Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan.
Pembuatan skets lokasi BM untuk deskripsi. Pemotretan BM dalam posisi "Close
Up", untuk lembar deskripsi BM.
b. Baik patok beton maupun patok-patok polygon diberi tanda benchmark (BM) dan
nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah pencariannya.
c. Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon disekitar
patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-8
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
d. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran (3x5x50) cm3
ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku di atasnya serta diberi
kode dan nomor yang teratur.
40
2015
6520
100
Beton 1:2:3
Pasir dipadatkan
Pen kuningan
Tulangan tiang Ø10
Sengkang Ø5-15
Pelat marmer 12 x 12
20
1020
10
Ø6 cm
Pipa pralon PVC Ø6 cm
Nomor titik
Dicor beton
Dicor beton
7525
Benchmark Control Poin t
Gambar 3.1Konstruksi BM.
4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal
Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka
dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran dengan
menggunakan satelit GPS (Global Positioning System) dan dengan pengukuran poligon.
Keuntungan menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar
horizontal yaitu:
a. Waktu pelaksanaan lebih cepat.
b. Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.
c. Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.
d. Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global
yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic
Reference System 1980.
e. Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.
f. Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.
Sedangkan kerugiannya antara lain:
a. Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit.
Pemakai harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus
mentransformasikannya ke datum yang digunakannya (transformasi datum).
b. Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam pengoperasian sistem.
Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala
konsekuensinya.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-9
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
c. Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah.
Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.
d. Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini adalah:
Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static atau rapid
static.
Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.
Panjang tiap baseline maksimal 2,5 kilometer.
Masking angle adalah sebesar 15 derajat.
GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau L2.
RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1 mm.
Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus
terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting
yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan.
Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara
mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini,
titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut
dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai
adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari
pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
a Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat
ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung
kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk
pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di
Gambar 3.2.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
d1d2
d3
A
B2
1
Gambar 3.2Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-10
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak
optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
b Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 3.3.
= sudut mendatar
AB= bacaan skala horisontal ke target kiri
AC= bacaan skala horisontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan
luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).
Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
000.5:1
22
d
ffKI
yx
Bentuk geometris poligon adalah loop.
A
B
C
AB
AC
Gambar 3.3Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-11
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
c Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-
sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat
satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran
yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 5.5,
Azimuth Target (T) adalah:
T = M + atau T = M + ( T - M )
di mana:
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
(T)= bacaan jurusan mendatar ke target
(M)= bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target
Matahari
U (Geografi)
Target
A
M
T
Gambar 3.4Pengamatan Azimuth Astronomis.
5. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-
titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-12
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double
stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka
pengukuran) telah diikatkan terhadap BM
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti
digambarkan pada Gambar 3.5.
Bidang Referensi
Slag 1
Slag 2
b1
b2
m1
m21
DD
Gambar 3.5Pengukuran Waterpass.
Pengukuran waterpas mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
b. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
c. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
d. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.
e. Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar. Sambungan
rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
f. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
g. Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.
h. Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.
i. Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah,
benang atas dan benang bawah.
j. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah
(BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
k. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
l. Jarak rambu ke alat maksimum 50 m
m. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-13
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
n. Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T = 10” D mm
dimana:
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo meter.
6. Pengukuran Situasi
Dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi dan detail lokasi pengukuran. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu:
a. Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.
b. Ketelitian alat yang dipakai adalah 20”.
c. Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan
Vorstraal.
d. Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut.
e. Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.
f. Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan
bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.
g. Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan
penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
h. Sudut poligon raai dibaca satu seri.
i. Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km).
j. Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
k. Azimuth magnetis.
l. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
m. Sudut zenith atau sudut miring.
n. Tinggi alat ukur.
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,
diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya
(X, Y, Z).
7. Perhitungan Hasil Pengukuran
a. Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau
ada kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu pula.
b. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.
c. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode
yang ditentukan oleh Direksi.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-14
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
d. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah
penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga
toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya,
serta jumlah jaraknya.
e. Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.
Gambar 3.6Contoh pekerjaan pengukuran topografi
3.4.3 Penyelidikan Tanah
Tujuan Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan untuk mendapatkan parameter-
parameter tanah yang akan digunakan dalam perencanaan detail desain, khususnya yang
berkaitan dengan perencanaan struktur.
3.4.4 Survei Hidrologi
Untuk memperoleh data-data lapangan (primer maupun sekunder) dari kondisi hidrologi
di lokasi PLTMH dilakukan survei hidrologi. Data-data hidrologi diperlukan untuk kegiatan
analisis hidrologi, Kegiatan survai hidrologi adalah :
1. Pengukuran Debit Sungai sesaat
2. Analisis Debit Andalan
3. Analisis Debit Banjir Rencana
4. Penentuan Elevasi Debit Andal Dan Banjir Rencana
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-15
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
3.5 Survei Sosial Ekonomi
Survei ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi penduduk yang
diperkirakan terkena dampak dari rencana pembangunan PLTMH Kioko.
Survei sosial ekonomi penduduk dilaksanakan untuk menginventarisasi sarana dan
prasarana yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan rencana
pembangunan PLTMH antara lain adalah :
1. Tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTMH Kioko
2. Data jumlah penduduk usia produktif yang dapat digunakan sebagai tenaga kerja
proyek.
3. Sarana dan prasarana umum yang diperkirakan terkena dampak.
4. Lahan dan tanaman yang diperkirakan terkena penggusuran dan pembebasan.
5. Kegiatan ekonomi penduduk yang diperkirakan terkena dampak
3.6 Tahap Analisa Data
Data sekunder dan data primer yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya ditabulasi dan
dianalisis untuk mendapatkan gambaran mengenai:
1. Potensi sumber daya alam yang ada dan dapat dimanfaatkan sehingga dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat sasaran pembangunan PLTMH
2. Permasalahan atau kendala yang ada di lapangan yang mempengaruhi
keberlangsungan operasi sebuah PLTMH
3. Seleksi dan pengkategorian lokasi studi
4. Rekomendasi
3.6.1 Analisa Topografi
A. Tujuan
Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengkuran topografi sehingga dapat
dihasilkan suatu peta lengkap yang dapat memberikan gambaran bentuk permukaan
tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada.
B. Ruang Lingkup
Hitungan kerangka horizontal.
Hitungan kerangka vertikal.
Hitungan situasi detail.
Penggambaran topografi dan bathimetri.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-16
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
C. Analisa
1. Hitungan Kerangka Horizontal
Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini Kerangka Dasar
Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon.
Dalam perhitungan poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu
jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan berikut ini:
2. Perhitungan Koordinat Titik Poligon
Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat titik
poligon A yang telah diketahui sebagai berikut:
APAPAP SindXX
APAPAP CosdYY
Dalam hal ini:
XA, YA = koordinat titik yang akan ditentukan
dAP SinAP = selisih absis ( XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP CosAP = selisih ordinat ( YAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP = jarak datar AP definitif
AP = azimuth AP definitif
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus
sebagai berikut:
1804
180
1803
180
1802
180
1801
4321A43
434443B4
321AAP
32333234
21AAP
21212123
1AAP
1A112
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-
rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut:
Sarat geometriks sudut
Akhir - Awal - + n.1800 = f
di mana:
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-17
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
= sudut jurusan
= sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
f = salah penutup sudut
Syarat geometriks absis
m
iiAwalAkhir XXX
1
0
di mana:
Di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur
Koreksi ordinat
Yfd
YKdi
i
di mana:
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL)
22 YfXfSL
000.5:1
22
D
YfXfKL
3. Pengamatan Azimuth Astronomis
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai
berikut:
mCosCos
SinmSinSinCos M ..
.
di mana:
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-18
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
M = azimuth matahari
= deklinasi matahari dari almanak matahari
m = sudut miring ke matahari
= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
ipdrmm
atauipdrZZ
ud
ud
21
21
di mana:
Zd = sudut zenith definitif
Md = sudut miring definitif
Zu = sudut zenith hasil ukuran
Mu = sudut zenith hasil ukuran
R = koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur
4. Hitungan Kerangka Vertikal
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).
5. Syarat geometris
FHHHH AwalAkhir
mmDT 8
6. Hitungan beda tinggi
BtmBtbH 21
7. Hitungan tinggi titik
KHHHH 1212
di mana:
H = tinggi titik
H = beda tinggi
Btb = benang tengah belakang
Btm = benang tengah muka
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-19
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
FH = salah penutup beda tinggi
KH = koreksi beda tinggi
FHd
d
T = toleransi kesalahan penutup sudut
D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)
8. Perhitungan Situasi Detail
Data-data hasil pengukuran situasi detail sebagai berikut:
9. Azimuth magnetis
10. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
11. Sudut zenith atau sudut miring
12. Tinggi alat ukur
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y,
Z), digunakan rumus sebagai berikut:
HTT AB
BtTAmSinBbBaH
21002
1
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba - Bb)Cos2m
di mana:
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = jarak optis (100(Ba-Bb))
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu
yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-20
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis
dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth
magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan
matematik koreksi boussole (C) adalah:
C = g - m
di mana:
g = azimuth geografis
m = azimuth Magnetis
3.6.2 Analisa Hidrologi
Perkiraan kuantitatif dari suatu sumber daya air didasarkan pada data hidrologi dan
meteorologi yang merupakan inti dari nilai semua studi, rancang bangun dan konstruksi
dari pengembangan suatu satuan wilayah sungai. Oleh karena itu kecukupan dan
kehandalan data tersebut sangat penting. Data iklim yang dikumpulkan meliputi data
hujan dan klimatologi. Mengingat lokasi usulan yang relatif cukup dekat dipandang dari
kriteria areal yang dianggap memiliki karakteristik hujan yang sama dengan yang tercatat
pada suatu stasiun hujan tertentu, maka setelah menghitung jarak dari tiap-tiap lokasi
terhadap stasiun hujan yang ada dengan memakai Metode Polygon Thiesen.
3.6.2.1 Debit Andalan
Sebelum diadakan perencanaan dengan menggunakan data hasil pembangkitan maka
perlu diadakannya pengujian tentang keandalan data secara stastitik. Pengujian ini untuk
memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuk proses lebih
lanjut. Hipotesa yang ditolak dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau
dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif
yaitu H1. Salah satu analisa varians yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah
variansi antara debit histories dengan debit sintesis homogen adalah uji F atau Fisher Test
(Shahin, 1997: 205).
Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F skor, lalu membandingkan dengan F tabel.
Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman (homogenitas).
Uji analisis variansi dapat bersifat satu arah (one way) atau dua arah (two way).
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-21
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
dengan :
S12 = variansi sampel 1 (debit historis) =
S22 = variansi sampel 2 (debit sintesis) =
Harga F kritis = (α, n1-1, n2-1)
dengan ;
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
Ho diterima jika haraga F hitung < F kritis. Ho ditolak jika harga F hitung > F kritis.
Untuk F hitung atau F skor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
dengan :
= harga rata-rata untuk tahun ke-i
= harga rata-rata untuk periode ke-j
= harga rata-rata untuk keseluruhan
xij = pengamatan untuk periode ke-j tahun ke-i
n = jumlah tahun
k = jumlah periode
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-22
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
a. Kehilangan air karena evaporasi
Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah cairan atau bahan padat menjadi
gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata diseluruh daerah (Sosrodarsono, 1980:
57).
Besaran Evapotranspirasi untuk lokasi daerah genangan, daerah irigasi dan daerah
pengaliran yang di dapat merupakan evapotranspirasi potensial, sehingga untuk
penggunaan lebih jauh harus dikonversikan menjadi evapotranspirasi aktual.
Besaran evapotranspirasi dihitung memakai cara Penman modifikasi (FAO), dengan
masukan data iklim berikut: letak lintang, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan
angin dan lama penyinaran matahari (Sosrodarsono, 1980: 60).
Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut:
Eto = c [ W * Rn + (1-W)* f(u)*(ea-ed) ]
dengan:
Eto = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
W = faktor temperatur
Rn = radiasi bersih (mm/hari)
f(u) = faktor kecepatan angin
ea-ed = perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata-rata dengan
tekanan uap jenuh air (m bar)
c = Angka koreksi Penman
Untuk kondisi iklim Indonesia dimana RH cukup tinggi dan kecepatan angin antara rendah
dan sedang, harga c tersebut berkisar antara 0,86 sampai dengan 1,1.
Menggunakan perkiraan data rerata tersebut dan angka perbandingan kecepatan angin
siang dan malam tidak terlalu berbeda, harga c untuk Indonesia disajikan pada tabel di
bawah ini :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-23
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Tabel 3.1 Harga Angka Koreksi Penman
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
( c ) 1,10 1,10 1,00 0,90 0,90 0,90 0,90 1,00 1,10 1,10 1,10 1,10
(Sumber : Sosrodarsono, 1980: 60).
dengan:
W =
=
L = 595 – 0,51*T
P = 1013 – 0,1055*E
D = 2(0,00738T+0,8072)T-0,00116
Rn = Rns - Rn1
Rns = ( 1 - ) * Rs
Rs = ( a + b n/N ) * Ra
Rn1 = f (t) * f (ed) * f(n/N)
ed = ea * Rh
ea = 33.8639 * ((0,00738 * Tc + 0,8072)8 – 0,000019
* (1,8*T+48) +0,001316))
Ud =
Ur =
dimana :
E = elevasi diatas muka laut
Ur = kecepatan rasio
Ud = kecepatan angin siang
Un = kecepatan angin malam
= albedo atau faktor pantulan
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-24
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Tabel 3.2 Besarnya albedo harian rerata untuk bermacam-macam tipe
permukaan.
Tipe permukaan Albedo Lokasi
Air 0,05-0,10 Diberbagai tempat
Tanah kosong 0,11-0,18 Eropa barat
Hutan spruce 0,05-0,08 Eropa barat
Hutan pinus 0,10-0,12 Eropa barat
Hutan bambu 0,12 Kenya
Hutan evergreen 0,14 Kenya
Hutan tropis daun lebar 0,18 Kenya
Tanaman teh 0,16 Kenya
Tanaman tebu 0,05-0,18 Hawai
Tanaman kentang 0,15-0,27 Eropa barat
Tanaman jagung 0,12-0,24 Amerika utara
Padang rumput 0,14-0,25 Diberbagai tempat
Tanaman sayuran 0,25 Amerika utara
Sumber : Asdak, 1995 : 136
Nilai fungsi-fungsi :
f (u) = 0,27 ( 1+ u/100)
f (T) = 11,25 * 1,0133T
f (ed) = 0.34 – 0,044 (ed)0.5
f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N
Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran diambil
menurut rumus (Subarkah, 1980: 32):
T = (X - 0,006 H)C
dengan :
T = suhu udara (C)
X = suhu udara di daerah pencatatan klimatilogi (C)
H = perbedaan elevasi antara lokasi dengan stasiun pencatat (m)
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-25
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut
rumus (Subarkah, 1980: 34):
Ul = Up * (Ll /Lp )1/7
dengan :
Ul = kecepatan angin dilokasi perencanaan
Up = kecepatan angin dilokasi pengukuran
Ll = elevasi lokasi perencanaan
Lp = elevasi lokasi pengukuran
Reduksi terhadap lama penyinaran matahari untuk lokasi perencanaan mengikuti rumus
berikut (Sosrodarsono, 1980: 60):
n/Nc = n/N - 0,01 * ( Ll - Lp )
dengan :
n/Nc = lama penyinaran matahari terkoreksi
n/N = lama penyinaran matahari terukur
Ll = elevasi lokasi perencanaan
Lp = elevasi lokasi pengukuran
a dan b = konstanta yang tergantung kepada letak suatu tempat di atas bumi
Untuk daerah tropik dapat diambil nilai untuk :
a = 0,28
b = 0,48
b. Analisa debit andalan dengan metode F.J. Mock
Dr. F.J. Mock dalam makalahnya yang berjudul Land Capability, Appraisal Indonesia
Water, dan Availability Appraisal memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari
data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai
untuk menaksir tersedianya air di sungai, bilamana data debit minimal atau tidak ada.
Cara ini dikenal dengan naman perhitungan debit andalan cara Mock, dan khusus untuk
sungai-sungai di Indonesia (UNDP/FAO, Bogor 197). Berikut kriteria perhitungan dan
asumsinya :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-26
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
c. Evapotranspirasi terbatas
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotraspirasi aktual dengan mempertimbangkan
kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta curah hujan (pertemuan ilmiah tahunan
HATHI, 1987 : 1).
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas ini diperlukan data:
Curah hujan setengah bulanan (P)
Jumlah hari hujan setengah bulanan (n)
Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa tanah
dalam satu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4
mm.
Exposed surface (m %), ditaksir dari peta tata guna tanah, atau dengan asumsi:
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk
lahan sekunder
m = 10-40% untuk lahan yang terisolasi
m = 20-50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Persamaan Evapotranspirasi terbatas sebagai berikut (pertemuan ilmiah tahunan HATHI,
1987 : 2)
Et = Ep - E
Er = Ep (d/30)
Dari data n dan d stasiun hujan disekitar proyek akan diperoleh persamaan sebagai
berikut:
d = a n + b
Dimana a dan b adalah konstanta akibat hubungan n (jumlah hari hujan) dan d (jumlah
permukaan kering)
Substitusi dari persamaan (2-47) dan (2-48), diperoleh:
Er/Ep = m/30 * (a.n + b)
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-27
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
d. Keseimbangan air di permukaan tanah
Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh jumlah air yang masuk ke dalam permukaan
tanah dan kondisi tanah itu sendiri (pertemuan ilmiah tahunan HATHI, 1987 : 3). Data
yang diperlukan adalah:
P - Et , adalah perubahan air yang akan masuk ke permukaan tanah.
Soil storage, adalah perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang besarnya
tergantung pada (P-Et), soil storage bulan sebelumnya.
Soil Moisture, adalah volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya
tergantung (P-Et), soil storage, dan soil moisture bulan sebelumnya.
Kapasitas soil moisture, adalah volume air yang diperlukan untuk mencapai kapasitas
kelengasan tanah.
Water Surplus, adalah volume air yang akan masuk kepermukaan tanah, yaitu water
surplus = (P-Et) - soil storage, dan 0 jika (P-Et)< soil storage.
3.6.2.2 Analisa Debit Banjir
Untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan yang akan digunakan untuk
mengetahui elevasi muka air banjir pada bendungan untuk perencanaan bangunan
pelimpah, maka harus dilakukan analisis hidrologi.
a. Uji inlier – outlier data
Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh sebelum dilakukan analisis distribusi
harus dilakukan dulu uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data
maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak
(Buishand,1982). Adapun langkah perhitungannya sebagi berikut:
1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya
2. Mencari harga rerata Log X
3. Menghitung harga b
4. Menghitung harga rerata Xo
5. Menghitung harga rerata X2
6. Memperkirakan harga abnormal
7. Menghitung harga laju resiko
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-28
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
b. Uji konsistensi data
Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk
kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled
Adjusted Partial Sums) (Buishand,1982).
Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian
dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif
rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada
rumus dibawah:
S 00
S Y Yk ii 1
k
dengan k = 1,2,3,...,n
y
kk D
SS
n
YYD
n
1i
2
i2y
nilai statistik Q dan R
Q = maks Sk untuk 0 k n
R = maks Sk - min Sk
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang di
dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka data
masih dalam batasan konsisten.
Tabel 3.3 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5
n
Q/n0.5 R/n0.5
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-29
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70
40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85
1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
(Sumber: Sri Harto, 1993: 168)
c. Analisis frekuensi curah hujan harian maksimum tahunan
Untuk menghitung debit banjir rancangan dari data curah hujan (rainfall runoff method),
harus dihitung terlebih dahulu besarnya curah hujan rancangan (RT). Karena data curah
hujan yang mewakili hanya dari satu stasiun hujan (point rainfall), maka data tersebut
dapat dianggap sebagai hujan daerah (area rainfall).
Perhitungan analisis frekuensi dalam pekerjaan ini ditujukan untuk menghitung curah
hujan rencana yang nantinya digunakan untuk menghitung tinggi muka air rencana. Tinggi
muka air rencana ini berpengaruh dalam menentukan tinggi embung. Ada 6 metode
analisis frekuensi yang dipergunakan yaitu : Normal, Log Normal 2 Parameter, Log Normal
3 Parameter, Gumbel I, Pearson III dan Log Pearson III. Metode dipilih berdasarkan
penyimpangan yang terkecil (Soewarno, 1995 : 106).
d. Pemilihan distribusi
Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu
data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan
besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi
(Soewarno, 1995 :98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi
tersebut antara lain :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-30
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
dimana :
S1 = standar deviasi
Cv = koefisien keragaman
Cs = koefisien kepencengan
Ck = koefisien kurtosis
Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (cr*) yang terkecil (Sowarno, 1995 :
106).
A. Distribusi normal
Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang normal (normal probability density
function) dari variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 106):
dimana :
P’(X) = fungsi densitas peluang normal (normal probability density function)
π = 3.14156
e = 2.71828
X = variabel acak kontinyu
= varian
= rata-rata.
B. Ditribusi log-normal
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-31
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu
dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Distribusi ini
mempunyai fungsi densitas peluang (probability density function) dari variable acak
kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 148):
dengan :
P’(X) = log normal
X = nilai variat pengamatan
= nilai rata-rata dari logaritmik variat X
S = standart deviasi dari logaritmik variat X
Distribusi log-normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi (Soewarno,
1995 : 149)
dimana :
log X = nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang
tertentu
= rata-rata nilai X hasil pengamatan
Slog X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan
k = karakteristik dari distribusi log normal
Distribusi log-normal tiga parameter mempunyai persamaan transformasi
(Soewarno, 1995 : 155):
dengan :
n =
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-32
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Besar asimetrinya (skewnes) adalah :
dengan :
kurtosis (Ck ) =
C. Log pearson type III
Rumus yang digunakan dalam metode Log Pearson III adalah (Soemarto, 1987: 243) :
dimana :
Log XT = logaritma dari curah hujan rancangan dengan kala ulang
= logaritma rata-rata dari data curah hujan
G = besaran dari fungsi koefisien kemencengan dari kala ulang
s = simpangan baku logaritma data curah hujan
Rumus-rumus parameter :
1. Harga rata-rata (mean)
2. Koefisien kemencengan (skewness)
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-33
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
3. Simpangan baku (standard deviasi)
4. Besarnya curah hujan rancangan
Pada persamaan Pearson terdapat 12 buah distribusi, tapi hanya distribusi Pearson
type III dan log-Pearson type III yang digunakan dalam analisis curah hujan
maksimum (Sowarno, 1995 : 141).
Probability density function distribusi ini adalah :
dengan parameter :
c = 4/1 – 1
sedangkan :
Harga rata-rata (mean) = mode +
Standar deviasi = + 2c
Asimetri = 1/2 1
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-34
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
D. Metode gumbel
Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang (probability density function) dari
variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 123):
Dalam penggambaran pada kertas milimeter dapat dituliskan sebagai berikut:
Hubungan antara faktor frekwensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam
persamaam sebagai berikut:
Secara umum frekwensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk:
dimana :
XT = besaran dengan kala ulang tertentu
X = besaran rata rata
s = simpangan baku
E. Uji kesesuaian pemilihan distribusi
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji
kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:
1. Uji smirnov kolmogorof
Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut :
a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan
menggunakan persamaan Weibull (Subarkah, 1980: 120) :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-35
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
dengan :
m = nomor urut dari nomor kecil ke besar
n = banyaknya data
b. Tarik garis dengan mengikuti persamaan :
c. Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara
distribusi teoritis dan empiris :
dengan :
= selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis
Pe = peluang empiris
Pt = peluang teoritis
d. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.
e. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat
diterima.
2. Uji chi square
Uji Chi Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat
disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan
menggunakan persamaan (Shahin, 1976: 186) :
dengan :
k = 1 + 3,22 Log n
OF = nilai yang diamati
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-36
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
EF = nilai yang diharapkan
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr.
Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat
kebebasan.
Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini derajat
kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut
DK = JK - ( P + 1)
dengan :
DK= derajat kebebasan
JK= jumlah kelas
P = faktor keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat mempunyai keterikatan 2)
F. Distribusi hujan jam-jaman
Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan hidrograf satuan tertentu perlu
diketahui terlebih dahulu distribusi curah hujan jam-jaman dengan interval tertentu.
Prosentase distribusi hujan yang terjadi dihitung dengan rumus Monobone sebagai
berikut (Sosrodarsono, 1989: 38) :
dengan :
RT = curah hujan rancangan (mm/jam)
Rt = intensitas curah hujan dalam T jam (mm/jam)
T = waktu mulai hujan hingga jam ke T (jam)
R24 = curah hujan efektif dalam 24 jam (mm)
t = waktu konsentrasi hujan (jam)
Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan
langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-37
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-
jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi
tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan
tinggi tertentu.
Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi
hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan
tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap
jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.
Dari hasil analisis ini ditetapkan hujan jam-jaman di lokasi perencanaan yaitu untuk
studi ini dipilih distribusi 6 jam yang didistribusikan dengan cara Mononobe.
G. Koefisien pengaliran
Besarnya koefisien pengaliran suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi karakteristik,
sebagai berikut (Subarkah, 1980: 51) :
1. Keadaan hujan.
2. Luas dan bentuk daerah pengaliran.
3. Kemiringan daerah pengaliran dan kemiringan dasar pegunungan.
4. Daya infiltrasi tanah dan perkolasi tanah.
5. Kebasahan tanah.
6. Suhu, udara, angin dan evaporasi.
7. Letak daerah aliran terhadap arah angin.
8. Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.
Bila tidak terdapat pengukuran limpasan yang terjadi maka untuk DAS tertentu
besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel berikut (Sosrodarsono, 1978:
145) :
Tabel 3.4 Koefisien pengaliran menurut Dr. Mononobe
Kondisi Daerah Koefisien
Pengaliran
Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-38
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Daerah perbukitan
Daerah bergelombang yang bersemak-semak
Daerah dataran yang digarap
Daerah persawahan irigasi
Sungai di daerah pegunungan
Sungai kecil di daerah dataran
Sungai besar dengan wilayah pengaliran yang lebih dari
seperduanya terdiri dari dataran
0,70 – 0,80
0,50 – 0,75
0,45 – 0,60
0,70 – 0,80
0,75 – 0,85
0,45 – 0,75
0,50 – 0,75
Sumber : Sosrodarsono, 1978: 145
H. Curah hujan netto jam-jaman
Hujan netto adalah bagian total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off),
yang terdiri dari limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan. Dengan
menganggap bahwa proses tranformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti
proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linier and time invariant process), maka
hujan netto Rn dinyatakan sebagai berikut :
Rn = C * R
dengan :
Rn = hujan netto
C = koefisien pengaliran
R = intensitas curah hujan
I. Debit banjir rancangan metode nakayasu
Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang mungkin terjadi pada suatu
daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk memperkirakan banjir rancangan
digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan karakteristik
daerah pengalirannya.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-39
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan
umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto, 1995:
100):
Tp = tg + 0,8 tr
tg = 0,21 * L0,7 (L < 15 km)
tg = 0,4 + 0,058 * L (L > 15 km)
T0,3 = α * tg
dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/det)
C = koefisien pengaliran
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi
30% dari debit puncak
A = luas DAS (km2)
Tg = waktu konsentrasi (jam)
Tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam
Α = parameter hidrograf, bernilai antara 1,5 – 3,5
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-40
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Gambar 3.7 Model Hidrograf Nakayasu
Sumber : Soemarto, 1995: 102
Persamaan hidrograf satuannya adalah :
a. Pada kurva naik
0 ≤ t ≤ Tp
b. Pada kurva turun
Tp < t ≤ (Tp + T0,3)
(Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)
t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-41
Q (m
3 /de
t)
0,3 Qp0,32 Qp
0,8 Tr tg
Qp
LengkungNaik Lengkung Turun
Tp T0,3 1,5 T0,3
Tr
t (jam)
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
3.6.3 Analisa Sistem Mekanikal Elektrikal Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro
Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu
daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada
jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity) sedangkan beda ketinggian
daerah aliran sampai ke instalasi dikenal dengan istilah head. Mikrohidro juga dikenal
sebagai white resources dengan terjemahan bebas bisa dikatakan "energi putih".
Dikatakan demikian karena instalasi pembangkit listrik seperti ini mengunakan sumber
daya yang telah disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa
alam memiliki air terjun atau jenis lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan
teknologi sekarang maka energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya dengan
daerah tertentu (tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi energi listrik.
Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi), turbin
dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan dan ketinggian
tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin). Di rumah instalasi air tersebut akan
menumbuk turbin dimana turbin sendiri dipastikan akan menerima energi air tersebut
dan mengubahnya menjadi energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Poros yang
berputar tersebut kemudian ditransmisikan ke generator dengan mengunakan kopling.
Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik
sebelum dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara
ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi energi listrik.
Secara singkat perinsip kerja dari suatu pembangkit PLTMH dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3.8 Prinsip Kerja Suatu PLTMH
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-42
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu pembangkit listrik tenaga
mikro hidro tergantung dengan :
1. Debit air
2. Ketinggian (jatuh ketinggian) dan
3. Efisiensi
Dengan demikian dapat diformulakan secara sederhana daya (P) yang dibangkitkan dari
suatu pembangkit PLTMH adalah :
P = 9,8 x Q x H x ή
dimana :
P = daya yang dibangkitkan (Watt)
Q = Debit air (m3/det)
H = Ketinggian (m)
ή = Efisiensi dari sistem
9,8 = Konstanta gravitasi bumi
PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) merupakan pembangkit listrik yang
menggunakan energi potensial air dan dapat diklasifikasikan atau di kelompokan
berdasarkan metode mendapatkan head, sistem operasi dan jenis turbin yang
dipergunakan.
3.6.3.1 Pemilihan Turbin
Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi
kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini
akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya, turbin
air dibagi menjadi dua kelompok dan digambarkan sebagai tabel di bawah :
1) Turbin Impuls Turbin Pelton
Turbin Crossflow
Turbin Turgo – Impuls
2) Turbin Reaksi Turbin Francise
Turbin Propeller
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-43
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Catatan :
1) Turbin Impuls: Konstruksi turbin yang memutar runner dengan pukulan dari
panncaran air yang memiliki kecepatan head dimana telah dikumpulkan dari tekanan
head pada saat pemancaran dari nozzel.
2) Turbin Reaksi: konstruksi turbin yang memutar runner dengan tekanan head dari
aliran.
Berdasarkan konstruksi poros turbin juga dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu
“Poros Horisontal (H-shaft)” dan “Poros Vertical (V-shaft).
Mengacu pada output yang dibutuhkan, head efektif dan aliran air (debit air) yang ada,
jenis-jenis turbin berikut dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air sekala
mikro atau kecil untuk pelistrikan pedesaan.
(1) Turbin Horizontal Pelton
(2) Turbin Crossflow
(3) Turbin Propeller
(4) Turbin Reverse pump (Tipe Sentrifugal – End Suction Pump dan Tipe Mixed Flow
Pump)
Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik. Pada beberapa daerah operasi
memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin pada daerah
operasi yang overlaping ini memerlukan perhitungan yang lebih mendalam. Pada
dasarnya daerah kerja operasi turbin dikelompokkan menjadi :
a. Low head: dengan tinggi jatuhan air (head) :≤ 10 m
b.Medium head: dengan tinggi jatuhan antara low head dan high-head
c. High head: dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi persamaan.
H ≥ 100 (Q) : 0-113 m3/s
Dimana :
H =head, m
Q = desain debit, m 3/s
Secara umum hasil survey lapangan mendapatkan potensi pengembangan PLTMH dengan
tinggi jatuhan (head) 6 - 60 m, yang dapat dikategorikan pada head rendah dan medium.
Untuk daerah Indonesia turbin untuk aplikasi mikrohidro yang ideal adalah Turbin Cross
flow, turbin Propeller, dan Reverse pump. Ini mengingat kondisi alam dan karakteristik
geografis dari daerah Indonesia.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-44
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Yang perlu diperhatikan juga di dalam pemilihan turbin adalah putaran kecepatan
generator yang tersedia. Hal ini sangat mempengaruhi umur dari generator tersebut.
Kecepatan turbin (rpm) sama dengan kemampuan kecepatan (rpm) generator.
Tabel 3.5 Daerah Operasi Turbin *(Layman’s Guidebook, 1998, 170)
Jenis Turbin Variasi Head, m
Kaplan dan Propeller 2 < H < 40
Francis 10 < H < 350
Pelton 50 < H < 1300
Crossfiow 3 < H < 250
Turgo 50 < H < 250
Output dari Turbin dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
Pt = 9.8 x He x Qt x ηt
Pt : output maksimum (kW)
He : Head effektif (m)
Qt : Debit desain (m3/s)
ηt : efisiensi turbin (%)
3.6.3.2 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin
Pemilihan jenis turbin dapat ditentukan berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-
jenis turbin, khususnya untuk suatu desain yang sangat spesifik. Pada tahap awal,
pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-
parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu :
a) Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk
operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis turbin,
sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi, sementara
turbin propeller sangat efektif beroperasi pada head rendah.
b) Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia.
c) Kecepatan (putaran) turbin ang akan ditransmisikan ke generator. Sebagai contoh
untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada head
rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang diinginkan,
sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low speed) yang akan
menyebabkan sistem tidak beroperasi.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-45
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai "kecepatan spesifik”. Kecepatan
spesifik adalah perbandingan antara kecepatan putaran dari dua runner secara geometrik
sama antara satu dengan yang lainnya, dimana diambil dari kondisi hukum persamaan,
dan kecepatan spesifik dari runner yang mirip dalam sebuah grup dengan kecepatan
putaran diperoleh ketika satu runner memiliki head efektif H = 1 m dan output P = 1 kW.
Dapat dimengerti bahwa kecepatan spesifik adalah sebuah nilai numerik sebagai
gambaran dari klasifikasi runner dihubungkan dengan 3 faktor yaitu Head efektif, output
turbin dan kecepatan putaran sebagai berikut: *(Layman’s Guidebook, 1998, 165)
ns = (n x √P) / H5/4
n = (ns x H5/4) / √P
Dimana :
ns : Kecepatan spesifik ( M – kW)
n : Kecepatan putaran turbin (rpm)
P : Output Turbin (kW) = 9.8 x Q x H x η
H : Head efektif (m)
Q : Debit (m3/s)
η : efisiensi turbin.
η : 82% untuk Turbin Pelton
η : 86 - 90% untuk Turbin Francis
η : 70 – 78 % untuk Turbin Crossflow
η : 80 - 90 % untuk Turbin Propeller.
Kecepatan spesifik dari setiap turbin adalah dikhususkan dan dikisarkan menurut
konstruksi dari setiap tipe dengan berdasarkan pada percobaan dan contoh-contoh
pembuktian nyata.
Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan
mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem
operasi turbin, yaitu :
a. Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan
untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan
jenis turbin. Sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi,
turbin crossflow efektif pada operasi head medium, sementara turbin propeller
sangat efektif beroperasi pada head rendah.
b. Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang
tersedia.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-46
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
c. Kecepatan (putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator. Sebagai
contoh untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada
head rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang
diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low
speed) yang akan menyebabkan sistem tidak beroperasi.
Pada perencanaan PLTMH ini, pilihan turbin yang cocok untuk lokasi yang tersedia
adalah :
1. Turbin propeller tipe open flume untuk head rendah s.d 6 m
2. Turbin crossflow untuk head 6 m < H < 60 m.
Pemilihan jenis turbin tersebut berdasarkan ketersediaan teknologi secara lokal dan
biaya pembuatan/pabrikasi yang lebih murah dibandingkan tipe lainnya seperti pelton
dan francis. Jenis turbin crosstlow yang dipergunakan pada perencanaan ini adalah
crossfiow T-15 dengan diameter runner 0.5 m. Turbin tipe ini memiliki efisiensi
maksimum yang baik sebesar 0.74 s/d 0.78 dengan efisiensi pada debit 40% masih
cukup tinggi di atas 0.6. Sementara untuk penggunaan turbin propeller open flume
pabrikasi lokal ditetapkan efisiensi turbin sebesar 0.75.
Penggunaan kedua jenis turbin tersebut untuk pembangkit tenaga air skala mikro
(PLTMH), khususnya crossfIlow T-15 telah terbukti handai di lapangan dibandingkan
jenis turbin crossfiow lainnya yang dikembangkan oleh berbagai pihak (lembaga
penelitian, pabrikan, import).
Putaran turbin baik propeller open flume head rendah dan turbin crossflow memiliki
kecepatan yang rendah. Pada sistem mekanik turbin digunakan transmisi sabuk dan
pulley untuk menaikkan putaran sehingga sama dengan putaran generator 1500 rpm.
Efisiensi sistem transmisi mekanik “flat belt “ diperhitungkan 0.98. Sementara pada
sistem transmisi mekanik yang menggunakan sabuk V, efisiensi sebesar 0.95.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-47
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Gambar 3.9 Diagram Aplikasi berbagai jenis Turbin (Head Vs Debit)
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk pemilihan jenis turbin dapat ditentukan
berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk suatu
desain yang sangat spesifik.
3.6.3.3 Transmisi Daya Mekanik
Transmisi daya berperan untuk menyalurkan daya dari poros turbin ke poros generator.
Elemen-elemen transmisi daya yang digunakan terdiri dari : sabuk (belt), pulley, kopling
dan bantalan (bearing).
Belt berfungsi untuk menyalurkan daya dari poros turbin ke poros generator. Belt harus
cukup tegang sesuai dengan jenis dan ukurannya. Pulley berfungsi untuk menaikkan
putaran sehingga putaran generator sesuai dengan putaran daerah kerjanya. Sedangkan
kopling, bantalan dan cone clamp merupakan komponen/elemen pendukung.
Secara umum sistem transmisi daya dapat dikelompokkan menjadi :
Sistem transmisi daya langsung (direct drives)
Sistem transmisi daya tidak langsung (indirect drives), dalam hal ini menggunakan belt.
a. Sistem Transmisi Daya Langsung
Pada sistem transmisi daya langsung ini (direct drives), daya dari poros turbin (rotor)
langsung ditransmisikan ke poros generator yang disatukan dengan sebuah kopling.
Dengan demikian konstruksi sistem transmisi ini menjadi lebih kompak, mudah untuk
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-48
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
melakukan perawatan, efisiensi tinggi dan tidak memerlukan elemen mesin lain seperti
belt dan pulley kecuali sebuah kopling.
Karena sistem transmisi dayanya langsung (direct drives), maka generator yang
digunakan harus memiliki kecepatan (putaran) optimum yang hampir sama dengan
kecepatan (putaran) poros turbin (rotor), sekitar + 15% perbedaannya. Alternatif lain
adalah meng-gunakan gearbox untuk mengoreksi rasio kecepatan (putaran) antara
generator dan poros turbin.
b.Sistem Trasmisi Daya dengan Sabuk (Belt)
Sabuk dipakai untuk memindahkan daya antara dua poros yang sejajar. Pemilihan jenis
sabuk bergantung pada besar kecilnya daya yang akan ditransmisikan.
Sabuk memainkan peranan yang penting dalam menyerap beban kejut dan meredam
pengaruh getaran. Sabuk yang digunakan umumnya jenis flat belt dan V-belt (vee velt).
Flat belt banyak digunakan pada sistem transmisi daya mekanik untuk mikrohidro
dengan daya yang besar. V-belt digunakan pada instalasi PLTMH dengan daya di bawah
20 kW. Penggunaan sistem transmisi sabuk ini memerlukan komponen pendukung
seperti : pulley, bantalan beserta asesorisnya dan kopling.
Pada sistem transmisi daya dengan sabuk, putaran turbin dan generator yang
dihubungkan dapat berbeda atau dengan kata lain ada rasio putaran. Dengan demikian
range generator yang akan digunakan lebih luas dan bervariasi.
Perhitungan Transmisi Daya Mekanik:
a) Rasio Kecepatan (i)
i = n2/n1
n2 = putaran Generator
n1 = putaran Turbin
b) Faktor Koreksi (fc) Rasio Kecepatan1 & Faktor Koreksi Sistem Penggerak2.
c) Daya Rencana (Pd)
Pd = Pt x fc
d) Pemilihan Jenis Sabuk/Belt yang digunakan3
e) Pemilihan Diameter Minimum (D2)4
f) Perhitungan Diameter Besar
D1 = D2 x i
1 Adam Harvey, 1993,209.2 Adam Harvey, 1993,209. 3 Adam Harvey, 1993,208.4 Adam Harvey, 1993,211.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-49
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
g) Jarak antar Puli (C)
C = D1 + D2
h) Panjang Sabuk/Belt (L)
L = 2C + π/2 (D2 + D1) + 1/4C (D1 – D2)2
Hasil perhitungan disesuaikan dengan panjang sabuk standar ari catalog pabrikan.
i) Kapasitas Daya Transmisi dari satu Sabuk (Po)5
j) Jumlah Sabuk yang digunakan.
N = Pd/Po
3.6.3.4 Generator
a. Pemilihan Jenis Arus Listrik : Arus Bolak Balik (AC)
Pada umumnya tegangan yang keluar dari PLTMH adalah arus bolak-balik
AC/Alternating Current) jarang sekali menggunakan arus searah (DC, direct
current). Tegangan AC dapat diubah menjadi tegangan tinggi secara mudah dan
murah dengan menggunakan transformator. Dengan demikian energi listriknya
dapat ditransmisikan pada jarak yang cukup jauh dari rumah pembangkit (power
house) sehingga lebih ekonomis, rugi-rugi transmisinya dapat diminimalkan.
Keuntungan lain dari penggunaan arus AC ialah konstruksi generator AC yang
lebih sederhana.
Arus AC menuntut frekuensi sistem tetap konstan, terutama jika menggunakan
motor induksi sebagai generator. Untuk itu diperlukan pengaturan kecepatan
putar generator di samping pengatur tegangan (voltage regulator).
Frekuensi yang dipakai untuk arus AC adalah 50 Hz. Tegangan standar yang
dihasilkan adalah 220 V dan/atau 240 V untuk generator satu fasa, serta 220/400
V untuk generator tiga fasa.
b.Penentuan Sistem Satu Fasa atau Sistem Tiga Fasa
Pada dasarnya sistem satu fasa ini hampir sama dengan rangkaian DC.
Keuntungan sistem satu fasa adalah :
o Instalasi listrik dengan sistem satu fasa lebih sederhana
o Sistem pengaturan beban (ELC) untuk satu fasa atau lebih murah
o Ukuran (size) generator ditentukan oleh beban maksimum (kebutuhan
konsumen), sementara pada sistem tiga fasa kapasitas maksimum generator
yang dipilih lebih besar daripada beban maksimum (kebutuhan).
5 Adam Harvey, 1993,210.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-50
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Sistem tiga fasa pada dasarnya terdiri dari tiga buah sistem satu fasa dengan satu
buah penghantar netral untuk pengubahan arus. Dalam pelaksanaan/ praktek ada
2 cara membuat hubungan pada sistem tiga fasa yaitu :
o Hubungan delta (segi tiga)
o Hubungan bintang (Y)
Hubungan delta diperoleh dengan cara menghubungkan ujung lilitan fasa
pertama ke pangkal lilitan fasa berikutnya berturut-turut, sehingga diperoleh
rangkaian tertutup yang simetris. Jika beban pada setiap fasanya seimbang maka
besarnya arus listrik untuk setiap fasa sama.
Pada hubungan bintang (Y) ketiga ujung yang sejenis (boleh pangkal maupun
ujung) dari ketiga lilitan pada sistem tiga fasa disatukan. Titik persambungannya
disebut titik bintang atau titik nol. Sistem penghantaran arus listriknya dapat
menggunakan :
o Tiga hantaran tanpa kawal nol (merah, kuning, biru)
o Tiga hantaran kawat fasa (merah, kunig, biru) dan satu hantaran kawal nol
(hitam)
Keuntungan sistem tiga fasa ini adalah :
o Generator dan motor induksi tiga fasa banyak tersedia di pasaran dengan
harga yang relatif murah dibandingkan bila menggunakan generator satu fasa
di atas 5 kW.
o Dimensi generator dan motor induksi tiga fasa lebih kecil dibandingkan
generator satu fasa untuk rating (kapasitas) yang sama.
o Penggunaan sistem tiga fasa menghemat pemakaian penghantar (tembaga)
lebih dari 75% dibandingkan sistem satu fasa dengan tegangan yang sama.
Pada prakteknya, pemilihan penggunaan sistem satu fasa atau tiga fasa
tergantung biaya yang tersedia dan kemudahan untuk mendapatkan
perlengkapan instalasi listrik yang diperlukan. Umumnya untuk kapasitas di
bawah 5 kW menggunakan sistem satu fasa dan untuk kapasitas di atas 5 kW
menggunakan sistem tiga fasa. Bila sistem tiga fasa akan digunakan perlu
dipertimbangkan batasan agar saat sistem beban satu fasa dihubungkan tetap
diperoleh keseimbangan. Semua sistem beban satu fasa (rumah tangga) dapat
dihubungkan ke salah satu fasa dari jala-jala sistem tiga fasa.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-51
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
c. Perhitungan Daya Arus Bolak-Balik dan Faktor Daya
Besarnya daya listrik yang dipakai oleh suatu alat listrik ditentukan oleh besarnya
tegangan (V) dan arus listrik (l) yang mengalir di dalam listrik tersebut. Daya
sesungguhnya yang terpakai (P) adalah :
P = E x ICos Ф
Di mana :
P = daya sesungguhnya dalam satuan watt (W)
E x l = daya semu dalam satuan volt ampere (VA)
Cos Ф = faktor daya, Pf
Ф = geseran sudut antara tegangan dan arus listrik
Pada peralatan listrik faktor daya ini penting sekali diketahui. Semakin tinggi
faktor dayanya, semakin tinggi mutunya. Sebaliknya semakin rendah faktor
dayanya, semakin rendah pula mutunya.
A. Daya output generator
Daya output generator ditentukan berdasarkan efisiensi generator (g) dan daya
ouput turbin (Pt), yaitu dengan rumus sebagai berikut :
Pg = g x Pt
dimana :
Pg = Daya out-put generator
g = Efisiensi Generator (0,88)
Pt = Daya out-put turbin (kW)
B. Kapasitas generator
Kapasitas generator merupakan daya aktif yang dihasilkan oleh generator dan
ditentukan berdasarkan daya generator (Pg) dan factor daya (cos q), yaitu dengan
rumus sebagai berikut :
PAktif = Pg / cos q
Dimana :
Pg = daya ouput generator, kW.
cos q = factor daya (0,80)
d.Pemilihan Generator
Generator adalah suatu peralatan yang berfungsi mengubah energi mekanik
menjadi energi listrik. Jenis generator yang digunakan pada perencanaan PLTMH
ini adalah :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-52
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Generator sinkron, sistem eksitasi tanpa sikat (brushless excitation) dengan
menggunakan dua tumpuan bantal (two bearing)
Induction motor as Generator (IMAG) sumbu vertikal, yang umumnya
digunakan bersama turbin PAT dan turbin propeller open flume.
Spesifikasi generator adalah putaran 1500 rpm, 50 Hz, 3 fasa dengan keluaran
tegangan 220V/380V. Efisiensi generator secara umum adalah :
Aplikasi < 10 kVA, efisiensi 0,7 – 0,8
Aplikasi 10 – 20 kVA, efisiensi 0,8 – 0,85
Aplikasi 20 - 50 kVA, efisiensi 0,85
Aplikasi 50 – 100 kVA, efisiensi 0,85 – 0,9
Aplikasi > 100 kVA, efisiensi 0,9 – 0,95
Kecepatan sinkron untuk generator arus bolak-balik dinyatakan dengan
persamaan :
N = 120 . f
P
Di mana :
N = kecepatan putar (rpm)
f = frekuensi tegangan (Hz)
P = jumlah kutub
Tabel 3.6 Tabel Putaran Generator Sinkron (rpm)
Jumlah Pole (kutub) Frekuensi , 50 Hz
2
4
6
8
10
12
14
3000
1500
1000
750
600
500
429
A. Pemilihan Generator Sinkron
Kapasitas sebuah generator dinyatakan dalam Volt-Ampere atau VA.
Sebuah generator harus memiliki kapasitas (Volt-Ampere) yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pada saat beban maksimum. Dengan
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-53
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
memperhatikan rugi-rugi generator serta untuk menjamin kinerja
generator maka perlu adanya faktor keamanan, biasanya 25%.
Jadi untuk memenuhi kebutuhan (beban) sebesar 100 kVA dipergunakan
generator 125 kVA. Pada umumnya Generator Sinkron memiliki efisiensi
yang lebih baik dibandingkan penggunaan Generator Asinkron, serta
pengaturan tegangan (AVR) yang baik.
B. Generator Asinkron
Penggunaan generator asinkron (generator induksi) sebagai pembangkit
listrik pada PLTMH dilakukan apabila tidak tersedia generator sinkron
untuk perencanaan yang telah ditetapkan, seperti pada aplikasi turbin
propeller poros vertikal.
Sistem IMAG (asynchronous) jika dibandingkan dengan sistem
syncronouse (generator sinkron) memiliki beberapa keunggulan yang
sangat berarti untuk proyek-proyek PLTMH, terutama dengan kapasitas
sampai 30 kW. Keunggulan utamanya antara lain :
Harga lebih murah dibandingkan generator sinkron
Produk memenuhi standar industri sehingga daya tahan lebih terjamin
Tersedia dalam beberapa ukuran mulai dari 1 kW – 100 kW
Tersedia dengan tiga ukuran putaran (1000, 1500 dan 3000 rpm)
sehingga lebih mudah untuk disesuaikan dengan putaran turbin
Motor tiga fasa dapat dipasang dengan sistem satu fasa tanpa
perubahan apapun pada motor
C. Karakteristik Generator Induksi (IMAG)
Motor induksi umumnya berputar dengan kecepatan konstan mendekati
kecepatan sinkronnya. Perubahan beban pada motor induksi
mempengaruhi putaran motor induksi. Akibatnya akan terjadi perubahan
frekuensi yang menimbulkan tenaga listrik. Pada generator induksi
(IMAG). Tegangan akan turun dengan cepat pada saat beban bertambah,
sehingga perlu adanya pengaturan tegangan dan putaran. Saat ini untuk
instalasi mikrohidro, dengan menggunakan motor induksi sebagai
generator, tersedia sistem pengaturan IGC (Induction Generator
Controller). Pada saat motor induksi digunakan sebagai generator,
tegangan yang dihasilkan umumnya 10% lebih rendah dari tegangan yang
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-54
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
diperlukan untuk mengoperasikannya sebagai motor listrik dengan
frekuensi yang sama.
3.6.3.5 Sistem Kontrol
Frekuensi dan tegangan listrik yang dihasilkan oleh generator dipengaruhi oleh kecepatan
putar generator. Perubahan kecepatan putar generator akan menimbulkan perubahan
frekuensi dan tegangan listrik. Pada batas-batas tertentu perubahan tersebut tidak
membahayakan.
Tujuan pengontrolan pada PLTMH adalah untuk menjaga sistem elektrik dan mesin agar
selalu berada pada daerah kerja yang diperbolehkan. Semua peralatan listrik didesain
untuk beroperasi pada frekuensi dan tegangan tertentu. Bila beroperasi pada frekuensi
dan tegangan yang berbeda dapat mengakibatkan peralatan listrik cepat rusak. Misalnya :
pada malam hari 90% rumah mematikan lampu, maka beban mikrohidro menjadi turun.
Hal ini akan mengakibatkan roda gerak berputar lebih cepat (run away speed). Akibatnya
frekuensi listrik akan naik dan bila terlalu tinggi akan merusak alat-alat elektronik yang
digunakan di rumah-rumah.
Sistem pengontrolan pada mikrohidro meliputi :
a. Pengontrolan aliran air yang memasuki turbin
b.Pengontrolan beban / daya listrik.
Mekanisme pengontrolannya dapat berlangsung secara manual, otomatis atau semi
otomatis. Sistem pengaturan yang banyak dipakai pada PLTMH adalah sistem
pengontrolan beban (load controller) yang relatif murah dibandingkan dengan sistem
pengontrolan aliran (flow control). Bagian utama dari sistem kontrol beban ini terdari dari
panel kontrol dan ballast load. Prinsip pengaturannya adalah menyeimbangkan antara
daya yang dihasilkan oleh generator dengan beban (daya) konsumen. Pada saat beban
konsumen berkurang, kelebihan daya yang dihasilkan generator akan dipindahkan ke
ballast load sehingga beban total pada generator tidak berubah.
Sistem kontrol beban pada PLTMH yang banyak digunakan adalah :
a. IGC (Induction Generator Controller), sistem pengaturan beban untuk penggunaan
motor induksi sebagai generator (IMAG).
b. ELC (Electronic Load Controller), sistem pengaturan beban untuk generator sinkron.
Sistem kontrol tersebut (IGC dan ELC) telah dapat difabrikasi secara lokal dan terbukti
handal pada penggunaan di banyak PLTMH. Sistem kontrol ini terintegrasi pada panel
kontrol (switch gear). Fasilitas operasi panel kontrol minimal terdiri dari :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-55
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
o Kontrol start/stop, baik otomatis, semi otomatis maupun manual
o Stop/berhenti secara otomatis
oTrip stop (berhenti pada keadaan gangguan : over under voltage, over under
frequency
o Emergency shut down, bila terjadi gangguan listrik (misal arus lebih).
3.6.3.6 Pentanahan
Instalasi perumahan merupakan bagian terpenting di dalam pembangunan suatu
pembangkit dikarenakan hal ini juga dapat mengganggu sistem jika instalasi perumahan
(konsumen) tidak benar. Instalasi perumahan hendaknya mengacu pada PUIL (Peraturan
Umum Instalasi Listrik) yang merupakan standar wajib yang harus diikuti sebagai acuan
yang telah disahkan oleh pemerintahan dan merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Yang perlu diperhatikan di dalam penginstalasian listrik perumahan hendaknya mengacu
pada Aman, Andal dan Akrab Lingkungan.
Masalah pentanahan merupakan salah satu faktor penting di dalam pelistrikan seperti
pada instalasi pembangkit, sistem transmisi dan distribusi. Pentanahan berhubungan erat
dengan perlindungan suatu sistem berikut semua perlengkapannya. Pengusahaan
pentanahan berarti mengusahakan agar arus gangguan yang timbul pada saat tertentu,
mengalir masuk tanah sehingga tidak merusak peralatan listrik yang ada. Dalam
pelaksanaannya pentanahan meliputi :
Pentanahan sistem, berupa pengadaan hubungan dengan tanah untuk suatu titik pada
penghantar arus dari sistem seperti pada sistem transmisi dan distribusi.
Pentanahan peralatan sistem, berupa pengadaan hubungan dengan tanah untuk suatu
bagian yang tidak membawa arus dari sistem, seperti pada pipa baja, saluran tempat
kabel, batang pemegang saklar.
A. Konstruksi Sistem Pentanahan
Peralatan Konstruksi Sistem Pentanahan adalah :
Elektroda tanah (grounding electrode) adalah sejenis penghantar yang ditanam di
dalam tanah dan berfungsi agar potensial semua penghantar yang dihubungkan
sama dengan potensial tanah. Perlengkapan ini juga merupakan alat pelepasan arus
ke tanah. Elektroda tanah memegang peran penting karena amat menentukan
seberapa besar arus gangguan yang dapat dilepaskan ke tanah.
Penghantar tanah (grounding conductor) berfungsi menghubung-kan peralatan
sistem yang akan ditanahkan ke bus tanah atau elektroda tanah.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-56
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
B. Bahan-bahan Elektroda
Syarat-syarat utama bahan elektroda diantaranya adalah :
Tidak mudah berkarat seperti : baja dan tembaga
Kokoh atau tahan terhadap desakan, pukulan dan sebagainya
Memiliki daya hantar listrik yang baik
Penggunaan tembaga dapat membentuk sel galvanis dengan bahan logam lain yang
tertanam di dalam tanah seperti saluran pembungkus kabel sehingga mempercepat
terjadinya korosi pada logam tersebut. Untuk pencegahannya dilakukan pelapisan
timah pada tembaga atau melapisi logam-logam lain dengan aspal, terutama yang
dekat dengan elektroda tembaga. Untuk elektoda baja tidak menimbulkan masalah
dan cocok untuk sistem grid maupun elektroda benam.
C. Hantaran Pentanahan
Hantaran pentanahan ialah hantaran yang menghubungkan bagian yang harus
ditanahkan dengan elektroda pentanahan. Luas penampang minimum untuk hantaran:
1) Untuk hantaran dengan perlindungan mekanis yang kokoh :
Hantaran tembaga : 1,5 mm2
Hantaran aluminium : 2,5 m2
2) Untuk hantaran yang tidak diberi perlindungan mekanis yang kokoh :
Hantaran tembaga : 4 mm2
Pita baja, tebal minimum 2,5 mm : 50 mm
Hantaran aluminium tidak boleh digunakan
Sebagai perlindungan digunakan pipa baja. Jika tidak dipasang dalam pipa untuk
hantaran pentanahan sebaiknya digunakan hantaran telanjang sehingga mudah
dikontrol jika ada yang putus. Untuk rumah tinggal sebaiknya jangan digunakan
hantaran telanjang.
3.6.3.7 Pemilihan Jalur Transmisi
Untuk mendesain jalur transmisi pendistribusian daya listrik yang terbangkitkan beberapa
hal yang dapat dijadikan dasar antara lain :
Mudah untuk akses dan perawatan
Kondisi tanah untuk tiang kuat dan stabil
Diharapkan tidak ada masalah dalam pengalihan/penggunaan lahan
Tidak ada masalah pada jarak dengan rumah dan pohon
Dipilih jalur distribusi paling pendek
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-57
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Jika tiang dipasang di sekitar slope curam atau pada dasar jurang, hindarkan dari
potensi longsoran
Ketinggian konduktor dari atas tanah harus lebih dari 4 m
Disamping hal-hal di atas, yang dapat dijadikan referensi untuk mendesain jaringan
transmisi dan distribusi dapat menggunakan standar dan petunjuk PT. PLN. Setelah
beberapa hal di atas untuk pemilihan jalur, maka beberapa pada fasilitas pendukung dari
jaringan transmisi dan distribusi yang perlu diperhatikan adalah :
a. Tiang
Tiang standar yang dapat digunakan untuk jaringan transmisi dapat diperlihatkan
pada tabel berikut :
Tabel 3.7 Tabel Tiang Standar untuk Jaringan Transmisi
Struktur Pendukung Penerapan
Tiang beton Dipakai secara umum
Tiang besi Digunakan pada area dimana akses
untuk mobilisasi barang sulit
Panjang bentangan tiang antara pendukung jaringan distribusi ditentukan antara
40 – 50 m.
Jarak bebas minimum konduktor dari atas tanah yang diijinkan dengan kriteria
sebagai berikut :
Tabel 3.8 Jarak Bebas Minimum Konduktor
Ketinggian konduktor di atas tanah 20 kV Tegangan Rendah
Memotong jalan 6.5 M 4.0 M
Sepanjang jalan 6.0 M 4.0 M
Tempat lain 6.0 M 4.0 M
Jarak bebas vertikal antara konduktor telanjang 20 kv dan
konduktor berpenyengat Tegangan Rendah
0.8 M
Jarak bebas antar fasa dari konduktor telanjang 20 kV 0.8 M
Jarak bebas vertikal antar konduktor telanjang 20 kV 1.0 M
Jarak bebas antara konduktor berpenyengat Tegangan Rendah 0.2 M
Ketinggian tiang ditentukan dengan memperhitungkan faktor-faktor berikut
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-58
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Ketinggian yang diperlukan konduktor feeder (penyulang) diatas tanah
diamankan dibawah lendutan terbesar
Jarak bebas yang diperlukan antara konduktor feeder dan bangunan, kawat
listrik lain atau pepohonan dapat diamankan di bawah kedutan minimum
Ketinggian yang direkomendasikan dari struktur pendukung adalah
Tabel 3.9 Ketinggian Rekomandasi
Tegangan Panjang Tiang Yang Direkomendasi
20 kV 9 m – 11 m
Tegangan Rendah 7 m – 9 m
Kedalaman minimum pemasangan tiang adalah satu per enam dari panjang
tiang (Jikan panjang 9 M, maka kedalaman 1,5 M).
Jika kondisi tanah tidak stabil, akar tiang diperkuat dengan suatu konstruksi
pendukung.
Ukuran tiang harus memperhitungkan momen pada tiang dengan beban angin.
b. Tarik tegang
Tarik tegang harus dipasang untuk menyeimbangkan tiang. Jenis beban untuk
struktur pendukung adalah :
1) vertikal, meliputi : berat tiang, berat kabel, beban berat dari tekanan kawat.
2) mendatar, meliputi : tekanan angin ke tiang, ketidakseimbangan beban dari
panjang bentangan yang tidak sama.
3) samping, meliputi : tekanan angin ke kabel, komponen beban samping dari
tekanan kawat.
c. Konduktor dan kabel
Ukuran konduktor harus dipilih dengan memperhitungkan jumlah beban
sekarang, jumlah beban yang diperkirakan, hubungan pendek/konsleting,
kapasitas arus konduktor,kerugian tegangan, kerugian daya, kekuatan meknikal.
Terlalu banyak ukuran tidak dapat dipakai untuk percabangan feeder.
Perbandingan kelebihan dan kerugian konduktor dan kabel :
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-59
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Tabel 3.10 Perbandingan Kelebihan dan Kerugian Konduktor
Material Keuntungan Kerugian
Konduktor Murah
Mudah untuk menyambung
tiap konduktor
Tidak aman
Kabel Aman
Dapat utk pemasangan
dibawah tanah
Mahal
Susah utk menyambung
tiap kabel
3.6.3.8Penerapan Trafo Distribusi
Trafo distribusi step-up (menaikkan) dan step down (menurunkan) harus pada kontruksi
tiga –fasa.
Dalam memutuskan penempatan lokasi trafo, dimana trafo step up harus diletakkan
dekat rumah pembangkit (power house), dan trafo step down harus diletakkan dalam atau
dekat area pusat beban. Dalam memutuskan tersebut harus diuji dan dipertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut :
Mudah untuk akses dan pekerjaan-pekerjaan pergantian
Dipisahkan dari bangunan-bangunan lain atau pepohonan dengan jarak yang cukup.
Untuk tipe dipasang pada tiang, pemasangan tiang harus tidak rumit.
Tipe di atas tanah harus dibangun dengan tidak menimbulkan masalah umum.
Sebelum memutuskan kapasitas trafo baru, area suplai trafo baru harus ditentukan
dengan mempertimbangkan beberapa hal :
Area suplai dari trafo baru tidak overlap dengan suplai trafo lain dari feeder lain.
Area suplai dari setiap trafo harus mandiri
Pembatasan kerugian tegangan harus memuaskan pada setiap bagian dari area suplai.
Kapasitas trafo mempertimbangkan pertumbuhan permintaan yang diharapkan dari
area.
Untuk SR mengambil dari Tegangan Rendah kerugian tegangan maksimum 2%.
Untuk SR yang mengambil langsung dari trafo, kerugian tegangan maksimum 12%.
3.6.3.9 Perencanaan dan Desain Jaringan Distribusi
Dalam merancang jaringan beberapa persyaratan dijadikan patokan. Harga-harga patokan
tersebut sesuai dengan standar-standar yang ada. Persyaratan dikatagorikan menjadi
persyaratan elektris dan persyaratan mekanis.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-60
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
a) Persyaratan Elektris
Persyaratan elektris ini sudah terdapat dalam standar, bahkan sebagian besar sudah
diterapkan dalam existing, hanya saja tambahan yang diambil dari standar-standar itu
karena adanya perkembangan peralatan. Dalam hal ini kami sajikan batasan-batasan
tersebut :
b) F r e k u e n s i
Sistem frekuensi yang dipergunakan 50 Hz
c) Sistem Jaringan :
Sistem distribusi jaringan tegangan rendah (JTR)
Sistem distribusi jaringan tegangan rendah mempergunakan sistem 3 fasa, meterial
kabel mempergunakan over head twisted cable. Ada dua daerah pemasangan untuk
twisted ini :
Dibawah HUTM (tiang HUTM di pakai juga untuk twisted ini) atau disebut underbuilt.
Khusus twisted yang lazimnya mempergunakan tiang 7-9 m, 150-200 daN atau lazim
disebut JTR murni.
d) Tiang Listrik
Mengenai tiang listrik pada daerah pemasangan JTR khusus, tiang besi/beton yang
dipakai umumnya 7-9 m, 150-200 daN. Untuk tempat-tempat tertentu diperlukan
juga tiang 7-9 m, 200-500 daN, seperti tiang ujung atau sudut yang tidak mungkin
dipasang guy set. Tiang ditenam 1/6 x panjang tiang. Pemakaian tiang ini
memperhitungkan beban jaringan, beban lampu jalan, dan tarikan sambungan rumah.
e) Accessories
Lain dengan pemasangan HUTM, pemasangan JTR ini hanya menggunakan peralatan-
peralatan kecil.
Pole bracket
Berfungsi sebagai tempat bergantungnya suspension clamp maupun strain clamp.
Dengan demikian pole bracket ini tidak perlu dibedakan antara mounting
suspension maupun strain clamp.
Strain clamp
Di tiang-tiang yang menderita tarikan netral (messenger) dari twisted dipakai
strain clamp, misalnya tiang ujung section pole atau sudut-sudut belok besar
diatas 400.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-61
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Pengikat
Dipakai pada tiang ujung penarikan, untuk pengikat pole bracket ke tiang dipakai
stainless steel strip 20 mm x 0,7 mm yang dipasang dengan memakai stopping
buckle.
Link
Dipakai pemisah antara tiang dengan pipa yang keduanya pada keadaan terikat
oleh stainless steel strip.
Turn buckle
Dipakai pada tiang ujung penarikan, untuk pengaturan halus, sebelum dilakukan
pengencangan di tiang-tiang selain tiang awal dan tiang ujung.
Suspension clamp
Dipakai pada tiang selain tiang awal, section atau tiang ujung yang jaringannya
lurus atau belok sampai maksimal 400.
Twisted Isolated Cable (TIC)
Walaupun sampai sekarang masih lebih mahal, harga TIC ini cenderung menurun,
beberapa keuntungan lain adalah :
Mengurangi gangguan,
Mengurangi pencurian,
Mengurangi penebangan,
a. Mengurangi peralatan bantu (isolator TR, travers, cross arm, dll), Lebih
memenuhi persyaratan estetika.
Tiga macam TIC yang dipakai :
o x 70 mm2 + N 50 mm + 2 x 16,
o x 50 mm2 + N 50 mm + 1 x 16,
o x 35 mm2 + N 50 mm + 1 x 16,
o x 35 mm2 + N 25 mm + 1 x 10 (PLTMH).
Penyambungan ke busbar TR di Gardu/PH perlu penyeimbangan ;
diantaranya penyambungan kabel yang 2 x 10 mm2, tidak boleh disambung
ke busbar yang sama, karena bila penyambungan sama akan menimbulkan
losses yang lebih tinggi sedang bila berlainan komponen-komponen dapat
saling mengurangi.
Cable joint
Guna penyambungan kabel phasanya dipakai compression non tension joint
terisolasi, sedang untuk netralnya adalah compression tension joint. Cable joint
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-62
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
biasanya dipakai hanya karena ketidak cocokan antara panjang kabel dalam drum
dengan jarak antara tiang dan apabila ada kerusakan kabelnya.
Pentanahan
Pentanahan pada JTR memakai kawat CU 50 mm2 terisolasi. Kawat terisolasi disini
dipakai karena di netral TIC selalu ada arus, hal mana diakibatkan karena sulit
sekali beban yang betul-betul seimbang di masing-masing phasa. Harga
pentanahan maksimal 50 Ohm hingga dalam tanah tidak perlu pentanahan yang
melingkar seperti pada SUTM. Pentanahan di JTR dialkukan untuk setiap 5
gawang atau sesuai kondisi atau lokasi di ting awal, tiang akhir, dan pada tiang
yang mempunyai sambungan rumah 8 rantai.
Pentanahan di tiang awal ini juga merupakan pentanahan netral sekunder trafo
distribusi. Pentanahan setiap 5 gawang dimaksudkan pula membantu pentanahan
rumah-rumah.
Pondasi
Pada umumnya pondasi dipakai untuk menahan beban dari tiang akibat ada
beban dimana struktur tanah berada kekerasannya rendah. Hanya hal-hal khusus
bila di tiang ujung atau tempat yang tidak memungkin memakai guy set dipakai
pondasi mengunakan tiang 500 daN.
Concrete foundation slab
Tidak seperti HUTM, concrete slab dipakai karena adanya guy set. Perhitungan
menunjukkan walaupun tiangnya memakai guy set, tidak diperlukan concrete
slab, karena tekanan kebawahnya cukup terlawan oleh luas kontak antara alas
tiang dengan tanah dikalikan sigma tanah. Bila tiang sudah dilengkapi dengan guy
set, pondasi tidak diperlukan.
Guy set
Pemakaian guy set pada JTR dengan mempergunakan type ringan. Bila JTR
underbuilt, guy set memakai stay insulator tegangan menengah. Pada stay set
yang mempergunakan countre pole, stay insulator ini dipasang pada over head-
nya (antara tiang yang ditahan dengan countre polenya). Sedangkan pada JTR
murni stay insulator ini tidak diperlukan. Turn buckle-nya sama dengan turn
buckle pada HUTM mengingat harganya sama, sedangkan kawat baja yang
digunakan sama dengan yang ringan pada HUTM.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-63
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Sambungan-sambungan
Yang dimaksud sambungan disini adalah selain dari cable joint, seperti
percabangan. Dipakai top connector (kuku elang) isolated yang ada giginya dan
dilindungi dengan grease.
f) Sambungan ke Konsumen
Ada beberapa macam konsumen menurut besarnya :
Konsumen kecil (rumah tangga),
Konsumen menengah (komersil),
Komsumen besar (industri).
Yang kita bahas disini hanya konsumen kecil dan menengah.
Konsumen kecil (rumah tangga)
Pembatasan dibatasi dalam sistem penyambungan konsumen tersebut dari tiang
PLN/PLTMH. Pada prinsipnya penyambungan dengan sistem jaring, yang artinya
semua konsumen disambung langsung dari tiang. Untuk konsumen 1 phasa, bila
terjadi kaharusan sistem berantai, perlu batasan sejauh mana jumlah mata
rantai itu diijinkan, selain jarak dan penampang twisted cable-nya.
Batasan-batasan itu adalah :
o Jumlah konsumen maksimal 3,
o Maksimal mata rantai terjauh 50 m untuk service entrance 1x16
mm2,
o Maksimal mata rantai terjauh 30 m untuk service entrance 1x10
mm2,
o Jumlah rantai per tiang adalah 8, tiang TR yang memeliki 8 rantai,
netralnya harus ditanahkan.
Konsumen 3 phasa tidak dilakukan penyambungan dengan sistem berantai.
Penyambungan antara TIC dengan servine antrance ini dipakai isolated tap
connector bergigi yang mengandung grease. Ada dua cara penyambungan, yaitu
dengan menggunakan galvanized roff pole yang diatasnya ada protection device
for roof pole (invooring), Pemakaian roof pole ini dilakukan bila letak atap lebih
rendah dari tiang. Cara lain adalah penyambungan pada lisplank atau tembok
rumah. Cara ini tidak lagi mengunakan roof pole. Biasanya cara kedua ini
dilakukan untuk bengunan yang lebih tinggi atau sejajar tiang. Penyambungan
rumah flat service entrance dipasangkan pada tembok rumah. Jaringan di
distribusikan melalui panel distribusi tegangan rendah di banguan tersebut.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-64
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Konsumen menengah (komersil)
Yang disinggung disini adalah untuk kegiatan productive end used, karena
komersil yang lain sama saja cara penyambungannya dengan konsumen rumah
tangga. Penyambungan biasanya listrik dijual dalam jumlah besar. Bila hal ini
terjadi penyambungan tinggal dilakukan dengan mensupply panel TR. Tetapi
sering kali masing-masing digunakan pengukuran sendiri hingga perlu instalasi
melalui beberapa panel distribusi TR.
3.7 Tahapan Detail Desain
A. Tujuan
Membuat perencanaan detail struktur bangunan pengamanan muara sungai dan
pantai yang dilengkapi dengan perhitungan-perhitungan teknis dan disajikan dalam
gambar konstruksi.
B. Ruang Lingkup
Perhitungan detail desain saluran dan bangunan pembangkit, penggambaran hasil
perhitungan desain, perhitungan Rencana Anggaran Biaya, penyusunan rencana
pelaksanaan pembangunan dan rencana pemeliharaan bangunan.
C. Perencanaan
Perencanaan teknis detail desain dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah
yang berlaku dalam perencanaan pada umumnya. Kriteria yang akan digunakan dalam
membuat perencanaan detail ini:
1. Perencanaan struktur akan diperhitungkan terhadap keamanan, daya tahan serta
kemudahan memperoleh material dilokasi.
2. Semua perhitungan struktur akan dibuat analisanya berdasarkan analisa yang
lazim digunakan.
3. Konstruksi permanen dengan batas umur konstruksi minimal 10 tahun.
4. Efisiensi biaya dengan mempertimbangkan sistem konstruksi yang paling mudah,
bahan bangunan setempat, peralatan dan kemampuan teknis kontraktor.
5. Keamanan dalam pelaksanaan
6. Kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan
Perhitungan anggaran biaya yang didasarkan pada lima komponen biaya yaitu:
1. Biaya bahan-bahan.
2. Biaya tenaga kerja.
3. Biaya peralatan.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-65
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
4. Biaya overhead.
5. Keuntungan yang diperoleh.
Dalam perhitungan anggaran biaya, biaya asuransi dan pajak tenaga buruh sudah
termasuk dalam harga buruh sedangkan biaya asuransi alat berat dan asuransi
operator sudah termasuk dalam sewa alat berat.
Biaya tenaga buruh dan alat dihitung berdasarkan jumlah jam kerja. Proses
perhitungan rencana anggaran biaya dapat dilihat berikut ini:
1. Estimasi Volume Pekerjaan
Estimasi volume dan jenis pekerjaan dibuat berdasarkan gambar-gambar desain
rencana.
2. Bahan/Material
Kebutuhan Bahan/Material dan biaya bahan diambil berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku.
3. Tenaga Kerja
Produktifitas dan biaya tenaga kerja/upah diambil berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku.
4. Alat Berat
Alat berat digunakan untuk membantu pelaksanaan konstruksi di lapangan apabila
jenis pekerjaan yang ada tidak dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga
manusia disebabkan karena volume yang besar atau material konstruksi yang
digunakan terlalu berat. Produktifitas dan biaya sewa alat berat diambil
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku.
Apabila perencanaan detail desain dan Rencana Anggaran Biaya telah dapat
diselesaikan, maka akan disusun:
1. Schedule pelaksanaan proyek yang terbagi dalam beberapa paket kegiatan sesuai
dengan urutan prioritas dari masing-masing kegiatan tersebut.
2. Rencana anggaran biaya dari masing-masing paket kegiatan serta alokasi dana
yang diperlukan pada tiap-tiap Tahun Anggaran termasuk pula dana harus
disediakan untuk pekerjaan pembebasan tanah dan bangunan.
3. Syarat-syarat teknis dari masing-masing pekerjaan yang diusulkan beserta syarat-
syarat umum dan syarat-syarat umum dan syarat-syarat administrasi.
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-66
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-67
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Tabel 3.11 Resume Kegiatan
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-68
BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha
Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-69
No. Jenis Kegiatan Uraian Kegiatan
A. Studi Pendahuluan.
1. Persiapan. Mempersiapkan administrasi proyek
terdiri dari buku kontrak, SPMK dan SPL.
Mempersiapkan personil yang akan
dilibatkan dalan pekerjaan.
Mempersiapkan peralatan yang akan di
gunakan.
Perijinan.
2. Pengumpulan Data serta
Kependudukan, Sosial
Mengumpulkan data peta topografi skala
1 : 25.000 atau yang lebih besar.
identifikasi dan inventarisasi
Data titik referensi yang akan digunakan.
Data RUTRW dan RDTR.
Data hidroklimatologi.
Data peta geologi sungai dan pantai
3. Tinjauan Lapangan. Melaksanakan tinjauan lapangan bersama
antara pihak Direksi Pekerjaan dengan
pihak tenaga ahli dari Konsultan.
B. Survei dan Investigasi
serta Analisa Data.
1. Survei Topografi. Pengukuran kerangka dasar horizontal.
Pengukuran kerangka dasar vertical.
Pengukuran detail situasi.
Pengukuan profil melintang.
2. Hidrologi
Pengumpulan Hidrologi
dan Data meteorologi
lainya
Pengumpulan data diambil berdasarkan
stasiun pencatat terdekat dengan lokasi
pekerjaan.
3. Penyelidikan Geologi
Teknik.
4. Penggambaran Topografi Penggambaran pemetaan topografi.
Penggambaran profil memanjang dan
melintang.
5. Analisa Geologi dan
Mekanika Tanah.
Melakukan analisa dari hasil investigasi
geologi.
6. Analisa Sosial Ekonomi Analisa Nilai Bersih Sekarang (NPV)
Analisa Biaya Keuntungan (BCR)
Tingkat Pengembalian Internal (IRR) dan
Titik Impas (BEP).
7. Analisa Lingkungan Informal mengenai lingkungan.
Informasi mengenai perubahan
top related