bab 1234 kolesistitis
Post on 02-Jun-2018
262 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
1/37
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dua penyakit saluran empedu yang paling menonjol, dilihat dari frekuensinya adalah
pembentukan batu empedu (Kolelitiasis) dan radang kronis penyerta (Kolesistitis). Walaupun
masing-masing keadaan ini dapat timbul tersendiri, keduanya sering timbul bersama.
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut
biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sekitar 10-20% warga Amerika
menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit
putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi (Sylvia & Lorraine, 2006). Beberapa
teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan
statis aliran kandung empedu. Di indonesia belum ada data epidemiologis, insidensi
kolesistitis di Negara kita lebih rendah di banding negara-negara barat. Kolelitiasis tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidennya semakin sering pada
individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun terdapat
satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu (FK UI, 2007).
Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara
progresif. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan.
Namun seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut menjadi generalista
di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah
antar skapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritonium seperti peningkatan
nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga
mengalami anoreksia dan mual muntah (Sylvia & Lorraine, 2006).
Untuk penanganan kolesistitis akut maupun kronis diawali dengan diagnosis yang
sering didasarkan pada ultrasonografi yang dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsikandung empedu, sedangkan pengobatan paliatif untuk pasien ini dengan menghindari
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
2/37
2
makanan yang mengandung kadar lemak tinggi selain itu dapat dilakukan pembedahan untuk
mengangkat kandung empedu (kolesistektomi) dan atau pengangkatan batu dari duktus
koledokus (koledokolitotomi) yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% penyakit
(Sylvia & Lorraine, 2006). Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan menbahas hal-hal
yang berkaitan dengan kolesistitis dan asuhan keperawatan yang sesuai dengan penyakit
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
1.2.1
Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kandung empedu?
1.2.2
Apakah definisi kolesistitis?
1.2.3
Apa klasifikasi kolesistitis?
1.2.4 Apa etiologi kolesistitis?
1.2.5 Apa saja manifestasi klinis kolesistitis?
1.2.6
Bagaimana patofisiologi kolesistitis?
1.2.7 Bagaimana WOC kolesistitis?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk klien kolesistitis?
1.2.9
Bagaimana penatalaksanaan klien kolesistitis?1.2.10 Apa saja komplikasi dari kolesistitis?
1.2.11 Bagaimana prognosis dari kolesistitis?
1.2.12
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kolesistitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan askep klien dengan kolesistitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi kandung empedu.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui definisikolesistitis.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi kolesistitis.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui etiologi kolesistitis.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menyebutkan manifestasi kliniskolesistitis.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi kolesistitis.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui WOC kolesistitis.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
3/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
4/37
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
2.1.1 Anatomi Kandung Empedu
Gambar 2.1 Anatomi Kandung Empedu (Sulaiman, 2007)
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus,
dan collum.
1.
Fundus, berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior hepar,
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan.
2.
Corpus, merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan
dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri.
3. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Collum dilanjutkan
sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan
sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceralhati (Pearce, 2009).
Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. Hepatica kanan.
V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena-vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh
limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica
fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
5/37
5
menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Variasi anatomik misalnya
double folded atau double twisted sangat sering ditemukan, juga kandung empedu
yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita alkoholisme atau diabetes
melitus (Pearce, 2009).
2.1.2 Fisiologi Kandung Empedu
2.1.2.1 Produksi Empedu
Gambar 2.2 Fisiologi Kandung Empedu (Sulaiman, 2007)
Sekresi mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, garam empedu, fosfolipid
dan kolesterol beragreagasi di dalam empedu untuk membentuk micelles
campuran. Dengan emulsifikasi, kompleks micelles memungkinkan absorbsi
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) yang diabsorbsi oleh
usus. Kedua, empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usus bagi banyak
senyawa yang dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperi bilirubin). Ketiga,
empedu membantu mempertahankan lingkungan alkali yang tepat di dalam
duodenum, yang dengan adanya garam empedu, memungkinkan aktivitas
maksimum enzim pencernaan sesudah makan (Sabiston, 2002).
Normalnya hepar dan saluran empedu menghasilakan 500 sampai 1500 ml
empedu tiap harinya. Produksi empedu merupakan proses kontinyu yang
sebagian menjadi sasaran regulasi saraf, hormon, dan humoral. Masukan (input)
vagus bekerja langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan sekresi air
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
6/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
7/37
7
2.1.2.2 Komposisi Cairan Empedu
Tabel 1. Komposisi Cairan Empedu (Pearce, 2009)
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air
Garam Empedu
Bilirubin
Kolesterol
Asam Lemak
Lesitin
97,5 gm %
1,1 gm %
0,04 gm %
0,1 gm %
0,12 gm %
0,04 gm %
95 gm %
6 gm %
0,3 gm %
0,30,9 gm %
0,31,2 gm %
0,3 gm %
2.1.2.3 Metabolisme Bilirubin
Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi didegradasi di dalam sistem
retikuloendotel, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen
ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut dalam air yang tak terkonjugasi
(bilirubin indirect), diangkut ke dalam darah dan terikat pada albumin, diekstraksi
oleh hepar. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein Y dan Z ke retikulum
endoplasma. Dengan adanya glukuronil transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan
asam glukuronat dan dalam jumlah lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk
bilirubin glukuronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air
(bilirubin direct) ini kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris oleh mekanisme
transpor aktif yang sama dengan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda
dari sekresi garam empedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi sekitar 300 mg. Di
dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang dikenal sebagai
urobilinogen (Sabiston, 2002).
2.1.2.4 Metabolisme Garam Empedu (Sirkulasi Enterohepatik)
Garam empedu terdiri dari inti steroid yang disintesis langsung dari kolesterol.
Dua garam empedu primer, kolat dan kenodeoksikolat, disintesis oleh hepar di bawah
kendali umpan balik yang belum dipahami. Garam empedu sekunder, deoksikolat dan
litokolat dibentuk di dalam kolon oleh degradasi bakteri atas garam empedu primer
yang lolos reabsorbsi di dalam ileum. Litokolat disekresi ke dalam feses, tetapi
deoksikolat direabsorbsi ke dalam darah porta dan bersama dengan garam empedu
primer yang direabsorbsi, diekstraksi oleh hepar. Garam empedu ini dikonjugasi
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
8/37
8
dengan glisin atau taurin dan disekresi secara aktif ke dalam kanalikuli biliaris sebagai
40 persen kolat, 40 persen kenodeoksikolat dan 20 persen deoksikolat dalam
konsentrasi total 10 sampai 20 mol (Sabiston, 2002).
Garam empedu berfungsi sebagai deterjen karena mempunyai daerah
hidrofilik dan hidrofobik. Garam empedu beragregasi spontan dalam kelompok 8
sampai 10 molekul untuk membentuk micelles. Inti hidrofobik dalam melarutkan
lesitin yang sulit larut dalam air, yang dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan
kolesterol dengan memperluas daerah hidrofobik micelles. Kompleks garam empedu-
lesitin-kolesterol ini dinamakan micelles campuran. Garam empedu dipekatkan lebih
lanjut di dalam vesika biliaris sampai 300 mol. Jumlah total kolesterol yang dilarutkan
bervariasi sesuai rasio relatif garam empedu dan lesitin maupun konsntrasi garam
empedu total (Sabiston, 2002).
Micelles campuran ini jelas mempotensiasi absorbsi lemak dengan
memberikan vehikel dan lingkungan yang sesuai bagi pelarutan, hidrolisis enzimatik
dan kemudian absorbsi, setelah memasuki usus bagian atas. Sirkulasi enterohepatik
garam empedu dilengkapi bila garam empedu didekonjugasi secara enterik,
direabsorbsi dalam ileum terminalis oleh sistem transpor aktif dan akhirnya
diekstraksi dari sirkulasi porta oleh hepar. Lima persen garam empedu yang lolos
reabsorbsi di dalam ileum diubah menjadi garam empedu sekunder di dalam kolon
serta direabsorbsi sebagian sebagai deoksikolat. Kumpulan garam empedu total 2,5
sampai 5 gram bersirkulasi 6 sampai 8 kali sehari, 10 samapi 20 persen kumpulan
total yang hilang bersama feses setiap hari, diganti oleh sintesis baru oleh hati
(Sabiston, 2002).
2.2 Definisi
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, obstruksi pada
duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu bilirubinat, atau campuran disebabkan
oleh perubahan pada komposis koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas (Doengoes,
2000). Kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu. Faktor yang memicu
keadaaan ini adalah nobstruksi batu empedu, keadaaan pasca bedah, trauma berat, luka bakar
berat, kegagalan organ multisistem, sepsis, hiperalimentasi yang lama atau keadaan
postpartum. Gejalanya meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium,
demam, anoreksia, nausea, vomitus, ikterus, serta kolik bilier (Robbins & Cottran, 2008).
Kolesistitis merujuk pada inflamasi akut dari kandung empedu. Ini biasanya mengiritasi
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
9/37
9
lapisan kandung empedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang menyebabkan
obstruksi dan inflamasi didnding kandung empedu, mencetuskan infeksi (Rubenstein, 2007).
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalahstatis cairan empedu, infeksi
kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.Penyebab utama kolesistitis akut adalah
batu kandung empedu (kolesistitis akut kalkulus) yang terletakdi duktus sistikus yang
menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagiankecil kasus timbul tanpa adanya
batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat
menyebabkan kolesistitis akut, masihbelum jelas (Rubenstein, 2007).
Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung
empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut akalkulus dapat
timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral,
pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu, ataumerupakan salah satu komplikasipenyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus
(Rubenstein, 2007).
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai
60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren atauperforasi kandung empedu.
Penderita kadang mengalami demam, mual, danmuntah, Pada orang lanjut usia, demam
sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas.
Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitislokal (Rubenstein, 2007).
2.3.2 Kolesistitis Kronis
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya
dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan. Kolesistitis kronis adalah
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
10/37
10
peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan
berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan
berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung
empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu
menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka
kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis
kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya. Timbulnya gejala bisa dipicu
oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti
dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan
berlemak tinggi, yang kadangkadang hilang setelah bersendawa (Rubenstein, 2007).
2.4 Etiologi
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu yang menyebabkan sumbatan
pada duktus sistikus seningga terjadi distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan
limfa. Faktor yang mepengaruhi timbulya serangan kolesistitis akut adalah satatis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemi padadinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa batu
empedu (kolesistisis akut akalkulus). Bagaiman statis di duktus sistikus dapat menyebabkan
kolesistitis akut belum jelas. Diperkirakan banyak fakor yang berpengaruh, seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa
dinding kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut akalkulus
akan timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral
pada sumbatan karena keganasan pada kandung empedu, batu di saluran kandung empedu,
atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes
mellitus (Tambayong, 2000).
Batu didalam kandung empedu sebagian besar tersususn dari pigmen-pigmen empedu
dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium, dan protein. Macam-macam
batu yang terbentuk (Sabiston, 2002) antara lain:
2.4.1 Batu empedu kolesterol, terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu ialah infeksi
pada kandung empedu, usia yang bertambah, obesitas, wanita, kurang makan sayur,
obat-obatan untuk menurunkan kadar kolesterol.
2.4.2 Batu pigmen empedu, ada dua macam yaitu:
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
11/37
11
1. Batu pigmen hitam, terbentuk didalam kandung empedu dan disertai hemolisis
kronik/sirosis hati tanpa infeksi.
2. Batu pigmen coklat, bentuk lebih besar, berlapis-lapis, ditemukan disepanjang
saluran empedu disertai bendungan dan infeksi.
2.4.3 Batu saluran empedu, sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah
vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koleduktus dan bendungan ini memudahkan
timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
Penyebab lain dari kolesistitis selain dari batu empedu dapat berupa (Sabiston, 2002) :
1. Obstruksi duktus sistikus dengan distensi dan iskemia vesika bilaris. Sumbatan batu
empedu pada duktus sistikus dapat menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguanaliran darah dan limfe, bakteri komensal kemudian akan berkembang biak.
2. Kolestiasis terdapat lebih dari 80%
3.
Cedera kimia (empedu) dan atau mekanik (batu empedu) pada mukosa.
4. Infeksi bakteri dan kuman seperti E. coli, salmonela typhosa, cacing akaris, atau karena
pengaruh enzim-enzim pankreas.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada kolesistitis dibedakan atas gejala akut dan kronis (Nurman,
2007), antara lain sebagai berikut :
a. Kolesistitis akut
1. Gangguan pencernaan, mual muntah
2.
Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
3.Nyeri menjalar ke bahau dan scapula
4. Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koleduktus sistikus)
5.
Gejala nyeri perut bartambah bila makan banyak lemak
6. Diam karena menahan nyeri
b. Kolesistitis kronis
1.
Kolik bilier: nyeri parah, berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran kanan atas
atau epigastrium dialihkan ke scapula kanan.
2.Mual dan muntah
3.
Nyeri biasanya pada malam hari
4.
Kolik blier timbul penekanan saat makan makanan berlemak
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
12/37
12
5.Dyspepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa.
2.6 Patofisiologi
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu yang menyebabkan sumbatan pada
duktus sistikus sehingga terjadi distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan
limfa. Faktor yang mepengaruhi timbulya serangan kolesistitis akut adalah satatis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemi pada dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa batu
empedu (kolesistisis akut akalkulus) yaitu disebabkan karena infeksi kuman
E.Coli,leptospira,Salmonella,Streptococcus dan vibrio cholera. Dimana infeksi kuman
tersebut akan menghasilkan endotoxin sehingga akan akan mempermudah hilangnya lapisan
mukosa yang selanjutnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Robbins & Cottran, 2008).
Ketika terjadi pembentukan batu empedu akan terjadi beberapa respon pada tubuh akibat
kerusakan jaringan yang menimbulkan kolesisititis diantaranya yaitu:
1. Pada saat terjadi kerusakan jaringan maka membrane pospolipid sel dengan katalisator
enzyme pospolipase membentuk asam arachidonat kemudian asam arachidonat akan
menstimulasi pelepasan mediator inflamasi yaitu prostaglandin E,yang selanjutnya akan
merangsang ujung saraf bebas serabut tipe C yang dilanjutkan ke medulla spinalis dan
pada korteks somatosensorik sehingga akan menimbulkan suatu respon nyeri.
2.
Saat terjadi infeksi oleh bakteri seperti E.Coli,Leptospira,Salmonella,Streptococcus dan
vibrio cholera akan terjadi respon terhadap pyrogen dengan mengeluarkan endotoxin yang
merangsang pelepasan leukosit IL 1 dan TNF kemudian prostaglandin E-2 merangsang sel
point temperature dihipotalamus sehingga akan terjadi hipertermi.
3.
Ketika terjadi pembentukan batu empedu dan terjadi obstruksi pada saluran empedu maka
bilirubin,garam empedu dan kolesterol akan mengalami arus balik ke hepar sehingga jika
terjadi terus-menerus menyebabkan peradangan disekitar hepatobilier. Peradangan
tersebut akan memicu keluarnya enzim SGOT dan SGPT yang merangsang nervus vagal
(vagus) untuk menekan rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya
penurunan gerakan peristaltic dan akumulasi gas usus sehingga makanan tertahan di
lambung yang berefek pada peningkatan rasa mual sampai muntah bahkan kembung.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
13/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
14/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
15/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
16/37
16
Suatu adaptasi dari MRI dan disebut MRCP dengan sensitivitas dan spesifitas
lebih dari 90% dibandingkan dengan ERCP. MRCP merupakan pilihan terbaik
bila terdapat kecurigaan adanya batu disaluran empedu.
7. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatgraphy (ERCP)
Dilakukan ERCP bila diperlukan gambaran yang definif dari sistem bilier dan
saluran pancreas.ERCP adalah sebuah prosedur yang dilakukan dengan cara
kolangiografi dan pankreatografi langsung secara retrograde.
8. Skintografi hepatobilier
Skintografi hepatobilier dapat memastikan atau menyingkirkan diagnosis
kolesistitis akut dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi namun tidak dapat
memberikan gambaran anatomi dan tidak berguna untuk deteksi batu empedu.
9.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukositosis dan sedikit
peningkatan SGOT / SGPT. penyebab leukositosis dan demam adalah trauma
pada epitel kandung empedu yang disebabkan oleh batu. Tes fungsi hati (SGOT
59,6 U/dl, SGPT 53,G U/dl) tinggi, nilai normalnya (< 21 (P) < 25 (L)
(Abuhana, 2008).
Hal ini menandakan mungkin ada penyumbatan di saluran hepatikum,
sehingga memungkinkan ekskresi dari hati tidak normal. Selain itu pada pasien
kolesistitis juga terjadi peningkatan alkali fosfatase dan bilirubin. Ini terjadi
karena penekanan duktus koledokus oleh batu. Nilai rujukan untuk biliribun
Direct adalah 0,1 0,3 mg/dL sedangkan bilirubin Indirect adalah 0,1-1,0
mg/dL (Joyce, 2007).
Pada pemeriksaan kadar vitamin didapatkan penurunan kadar Vitamin
K akibat dari obstruksi aliran empedu sehingga mengganggu absorbsi vitamin
K. yang larut dalam lemak. Akibatnya akan mengganggu pembekuan darah
yang normal (Joyce, 2007).
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Kolesistitis Akut
2.9.1.1 Tindakan Umum
Dengan tirah baing pemerian cairan intravena diet ringan tanpa lemak dan
menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
17/37
17
2.9.1.2Antibiotika
Diberikan untuk megobati septikimia dan mecegah peritonitis dan
empiema. Mikroorganisme yang sesering ditemui adalah eschteria Coli,
streptococcus faecalis dan klebsiella, seringkali dalam kombinasi. Dapat juga
ditemukan kuman anaerob seperti Bacteroides dan Clostridia.
2.9.1.3
Bedah
Pada Kolesistitis akut sebaiknya dilakukan kolesistektomi laparoskopik
secepatnya pada satu sampai dua hari perawatan. Bebepa dokter bedah lebih
menyukai menunggu dab mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik
selam perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien benar-
benar hampir hampir pulih dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik dari
kolesistektomi akan lebih mudah bila proses imflamasi telah mulai
menyembuh.problemnya bahwa kira-kira 25% dari pasien ini gagal mengalami
perbaikan atau malah memburuk sehingga memerlukan tindakan bedah yang
mendesak. Pada saat ini kecenderungannya adala melakukan bedah segera setelah
diagnosis sudah pasti dan keadaan umum pasien secara keseluruan adalah stabil.
2.9.2 Kolesistitis kronik
2.9.2.1 Bedah (kolesistektomi)
Mortalitas bedah pada kolesistektomi pada kolesistitis kronik tak
berkomplikasi sebesar 0,1 persen komplikasi yang pada hakekatnya menunjukkan
resiko anestesi. Bahkan pada usia lanjut (usia 70 tahun) kolesitektomi terencana
biasanya dibenarkan bila seseorang mempertimbangkan mortalitas yang jauh lebih
tinggi dengan komplikasi akut kolesistitis kronika dalam kelompok ini.
Kolesistitis dilakukan melalui insisi subkosta kanan (insisi kocher) atau
insisi pada garis tengah atas. Morbiditas akibat kolesistektomi terencana ini adalah
minimum.komplikasi besar mencangkup infeksi luka (3 persen), abses intra
abdomen, peritonitis empedu, cidera duktus bilier besar serta cidera serius ke
penyediaan darah hati(masing-masing kurang dari 0,3 persen). Kolesistektomi
dilakukan bila terdapat episode nyeri berulang dan bila terdapat batu koledokus
yang harus dikeluarkan.
2.9.2.2Terapi
Bila didiagnosis tidak jelas, diterapi dengan obat-obatan dan dilakukan
observasi dulu, hal ini terutama bila simtom-simtom tidak jelas dan fungsi kandung
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
18/37
18
empedu masih baik. Tatalaksana lainnya berupa menurunkan berat badan dan diet
rendah lemah.
2.10 Komplikasi
Komplikasi dapat berupa empiema dan hidrops kandung empedu, perforasi kandung
empedu abses perikolesistik, fistulasi ke usus, kolesistitis emfisematus, ileus batu empedu
dan sindroma mirizzi (Akbar, 2007).
2.10.1
Empiema dan hidrops kandung empedu
Empiema kandung empedu biasanya terjadi sebagai akibat progesi dari
kolesistitis akut dengan obstruksi duktus sistikus persisten dan superinfeksi cairan
empedu yang stagnan dengan disertai pembentukan pus. Gambaran klinis menyerupai
kolingitis dengan demam tinggi, nyeri hebat dikuadran kanan atas dan demam tinggi,
nyeri hebat di kuadran kanan atas dan lekositosis yang nyata.empiema beresiko tinggi
lekositosis lekositosis yang nyata. Empiema beresiko tinggi untuk sepsis gram negative
dan perforasi. Hidrops atau mukokel dari kandung empedu dapat juga timbul sebagai
akibat obstruksi duktus sistikus yang berkepanjangan, biasanya oleh batu soliter yang
besar.
2.10.2 Ganggren dan perforasi kandung empedu
Ganggren kandung empedu timbul sebagai akibat iskemia dan nekrosis dari
dinding dan merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi. Batu empedu dapat
mengikis dinding yang nekrotik, alternatif lain yakni sinus rokitansky aschof yang
mengalami dilatasi dan terinfeksi dapat merupakan titik lemah untuk menjadi rupture.
Keadaan keadaan lain yang sering melatarbelakangi termasuk distensi hebat kandung
empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang mengakibatkan oklusi
arteri. Perforasi biasanya terjadi dibagian fundus yang merupakan bagian paling sedikit
vaskularisasinya.perforasi kedalam omentum akan menimbulkan abses perikolesistik,
perforasi ke organ didekatnya menimbulkan bilier internal ke
duodenum,jejunum,fleksura hepatica dari kolon atau lambung.
2.10.3 Ileus batu empedu
Bila batu empedu besar (>3.5 cm) memasuki fistula dan masuk ke usus dapat
timbul ileus batu empedu.lokasi obstruksi tersering adalah vulvulus ileocaecal. Pada
pasien ini terdapat keluhan dan gejala-gejala dan pemeriksaan radiologic dari obstruksi
usus.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
19/37
19
2.10.4 Abses perikolesistik
Abses perikolesistik adalah sebuah bentuk perforasi yang paling sering terjadi
dengan isinya terlokalisir dan dibatasi dengan rapat oleh omentum serta visera yang ada
didekatnya. Keadaan ini perlu dicurigai bila suatu kolesistitis akut lambat sembuh
terutama apabila ada episode demam yang kedua, nyeri perut bagian kanan atau timbul
masa di abdomen kanan atas.
2.10.5 Kolesistitis emfisematosa
Istilah ini digunakan untuk menunjukkan infeksi kandung empedu dengan
oraganisme yang membentuk gas, E coli, clostridium whelci atau streptococcus an aerob.
Pasien dalam keadaaan sakit berat teraba suatu masa di abdomen. Pada pemeriksaan
radiologi tampak kandung empedu bayangan gas berbuah buah pir terbatas sangat jelas.
2.10.6
Sindrom mirizzi
Pada keadaan ini batu terjebit dileher kandung empedu atau duktus sistikus
sehingga dapat menyebabkan obstruksi parsial dari duktus hepatikus komunis
didekatnya.sindrom ini seringlai menyebabkan kolangitis dan diagnosis dengan ERCP.
2.11 Prognosis
Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medic akan mengalami remisi dari
symptom akut dalam kurun waktu dua sampai tujuh hari perawatan rumah sakit. Pada
25% kasus, timbul penyulit seperti empiema dan hidrops, ganggren dan perforasi,
pembentukan fistula dan ileus batu empedu, kandung empedu porselen. Dalam hal ini
diperlukan dengan segera tindakan bedah.
Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan simtom yang mereda, hampir seperempatnya
akan kambuh dalam kurun waktu satu tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat satu kali
serangan kekambuhan dalam waktu enam tahun. Oleh karena itu bila mungkin tindakan
yang terbaik adalah tindakan bedah dini (Sabiston,1997)
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
20/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
21/37
21
5. Sirkulasi :
6. Tanda : Takikardi, Berkeringat.
7.
Eliminasi :
8. Gejala : Perubahan warna urin dan feses
9. Tanda : Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap
dan pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
10. Makanan/cairan :
11. Gejala : Anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, flatus, tidak dapat
makan, dyspepsia.
12. Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan
13.
Nyeri/kenyamanan :
14. Gejala : Nyeri abdomen atas berat dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makanan, nyeri mulai tiba-
tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
15. Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan;
tanda Murphy positif
16.
Pernafasan :
17.
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan tertekan ditandai
dengan nafas pendek dan dangkal.
18.
Keamanan :
19. Tanda : Demam, menggigil, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan karena kekurangan vitamin K.
20.
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak teraba,
massa (+)
3.1.3Pemeriksaan laboratorium
1.
Pemeriksaan darah lengkap : terdapat leukositosis sedang (akut).
2. Pemeriksaan bilirubin dan amylase serum : terjadi peningkatan.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
22/37
22
3. Pemeriksaan kadar protrombin : terjadi penurunan apabila obstruksi saluran
empedu menyebabkan turunnya absorbs vitamin K.
4.
Pemeriksaan enzim serum-AST (SGOT); ALT (AGPT); LDH : biasanya terjadi
peningkatan
5. Alkalin fosfat dan 5 nukleotidase : ditandai dengan peningkatan obstruksi bilier.
3.1.4Pemeriksaan diagnostik
1. Ultrasound : menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu dan atau duktus
empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
2. Kolangiopankreatografi retrograde endoskopik : memperlihatkan percabangan
bilier dengan kanulasi duktus koleduktus melalui duodenum.
3.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran denganflouroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pancreas (bila terdapat
ikterus).
4. Kolesistogram : biasanya digunakan untuk kolesistitis kronis. Menunjukan
adanya batu pada system empedu.
5. CT Scan : dapat menunjukan obstruksi percabangan bilier.
6.
Foto abdomen (multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu
empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
7. Scan Hati (dengan zat radioaktif) : menunjukan obstruksi percabangan bilier.
8. Foto dada : menunjukan pernafasan yang menyebabkan penyebaran nyeri.
3.2Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan batu empedu.
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu
makan akibat mual, muntah.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran bilirubin melalui kulit.
6.
Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan warna kulit (ikterus) di seluruh
tubuh.
3.3Intervensi Keperawatan
3.3.1 Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Tujuan: Nyeri teratasi/berkurang dalam waktu 2x24 jam dibuktikan dengan kriteria
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
23/37
23
hasil:
1. Menunjukan nyeri berkurang ditunjukan dengan penurunan skala nyeri dari 7
menjadi 6-5.
2. RR kembali normal 1820x/menit
3.Nadi kembali normal 60100x/menit
4.
Menunjukan kemampuan relaksasi dan distraksi nyeri.
Intervensi :
1. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti hypnosis, relaksasi terbimbing,
distraksi, dll.
2. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan, misal : suhu ruangan, cahaya, dan kegaduhan.
3.
Kolaborasi : lakukan pemberian analgesic sesuai dengan instruksi dokter. Siapkan
pasien seperti puasa dan pemberian informasi untuk tindakan pembedahan
4. Laporkan kepada dokter jika pemberian analgesic tidak berhasil.
5.
Monitor perubahan TTV dan skala nyeri.
3.3.2 Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : hipertermi dapat teratasi pasien menunjukan termoregulasi dalam waktu
2x24 jam dibuktikan dengan kriteria hasil:
1. Denyut nadi kembali normal 60100x/menit.
2. RR kembali normal 1620x/menit
3. Suhu tubuh turun dari kondisi sebelumnya (normalnya 36,5 -37,50C).
4. Tidak Nampak terjadinya keletihan dan iritabilitas.
Intervensi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengukur suhu tubuh pasien secara mandiri.
2. Berikan kompres panas/dingin untuk memberikan kenyamanan pada pasien.
3.
Kolaborasi : berikan obat antipiretik, sesuai dengan kebutuhan anjuran dokter.
4. Segera laporkan dokter apabila terjadi respon lergi terhadap obat antipiretik yang
diberikan.
5. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan, pantau warna kulit
pasien serta waspadai terjadinya kejang.
3.3.3 Diagnosa : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
dari intravaskuler ke interstitial.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
24/37
24
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat dalam 2x24 jam dibuktikan
dengan kriteria hasil:
1.
Turgor kulit yang baik ditandai dengan kembali cepat kembali setelah dicubit,
membran mukosa lembap.
2. RR kembali normal 1620x/menit.
3.
Nadi kembali normal 60100x/menit.
4. Intake dan output cairan seimbang 1600 ml/hari.
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk mencukupi kebutuhan cairan dengan pemasukan peroral
sesuai indikasi dokter.
2. Kolaborasi : berikan cairan infuse dan obat anti emetik sesuai anjuran dokter.
3.
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya,
kadar hematokrit, BUN, protein total, osmolalitas serum dan berat jenis urin).
4. Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi,
dan tekanan darah ortostatik).
3.3.4 Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, dyspepsia.
Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat dalam 2x24 jam dibuktikan dengan
kriteria hasil:
1. Melaporkan mual/muntah beerkurang atau hilang.
2. Bising usus normal 815x/menit
3. Porsi makan pasien dihabiskan.
4. Hematokrit normal
5. Kadar albumin normal
Intervensi :
1.
Ketahui makan kesukaan pasien, tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
2. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
3. Anjurkan pasien untuk tidak makan-makanan yang menyebabkan gas, seperti
kubis.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
25/37
25
4. Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi secara tepat tentang jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pemberian diet
tanpa lemak.
5. Kolaborasikan pemberian obat anti emetik dan analgesik sebelum makan atau
sesuai anjuran dokter.
6.
Observasi berat badan pasien dan IMT pasien
3.3.5
Diagnosa: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran garam empedu
melalui kulit.
Tujuan: pasien menunjukan integritas kulit yang baik dalam 2x24 jam dibuktikan
dengan kriteria hasil :
1.
Suhu kulit dalam rentang normal 36,5 -37,50C.
2.
Kulit lembab.
3. Warna kulit dalam rentang yang diharapkan, tidak merah (pruritis).
4. Tidak terdapat lesi pada jarinagan kulit.
Intervensi :
1. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk menjaga personal hygiene pasien,
terutama hygiene kulit.
2.
Anjurkan pasien untuk menggunakan sabun yang tidak mengandung alkohol.3. Kolaborasi : konsultasikan pada dokter untuk pemberian obat topical maupun
peroral. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang rendah lemak
dan sesuai dengan kondisi penyakit.
4. Kaji tingkat kelembaban kulit pasien, personal hygiene pasien.
3.3.6
Diagnosa: Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan warna kulit (ikterus)
di seluruh tubuh.
Tujuan : gangguan konsep diri berkurang dalam 2x24 jam dibuktikan dengan kriteria
hasil:
1. Pasien mengungkapkan penerimaan positif terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya.
2. Jaundis berkurang atau tidak muncul kembali
Intervensi :
1. Identifikasi budaya, agama, ras, dan jenis kelamin.
2.
Ajarkan pasien cara-cara untuk mengurangi dampak dari segala perubahan melaluiberpakaian, koosmetik dan lain-lain.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
26/37
26
3. Ajak pasien untuk ikut bersosialisasi dengan pasien lain.
4. Kolaborasi : konsultasikan dengan dokter untuk penanganan ikterus.
3.4Implementasi
1.
Nyeri berhubungan dengan penyumbatan batu empedu
Implementasi Rasional
1. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti hypnosis,
relaksasi terbimbing, distraksi, dll.
2. Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat memengaruhi respon pasienterhadap ketidaknyamanan, misal :
suhu ruangan, cahaya, dan
kegaduhan.
3.
Kolaborasi : lakukan pemberian
analgesic sesuai dengan instruksi
dokter. Siapkan pasien seperti
puasa dan pemberian informasi
untuk tindakan pembedahan
4. Laporkan kepada dokter jika
pemberian analgesic tidak berhasil.
5. Monitor perubahan TTV dan skala
nyeri.
1. Pasien untuk mengantisipasi nyeri
secara mandiri saat tidak ada
perawat dan lebih tenag saat
serangan nyeri kembali. Tekhnik
nonfarmakologis dapat membantu
mengurangi nyeri selain
penggunaan obat.
2. Faktor lingkungan juga sering
mempengaruhi intensitas nyeriseperti ruangan yang tenang dapat
mengurangi nyeri pada pasien dan
menambah kenyamanan pasien.
3.
Diharapkan dengan pemberian
analgesik nyeri dapat mengurangi
nyeri dalam waktu tidak terlalu
lama.
4. Beberapa pasien memiliki
toleransi sendiri pada obat, pasien
yang memiliki ambang nyeritinggi pemberian analgesik dosis
rendah tidak mempan.
5. Untuk monitoring bilamana
terjadi penurunan nyeri atau
terapi tidak efektif.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mengukur suhu tubuh pasien secara
mandiri.
2.
Berikan kompres panas/dinginuntuk memberikan kenyamanan
pada pasien.
3. Kolaborasi: berikan obat
antipiretik, sesuai dengan
kebutuhan anjuran dokter.
4. Segera laporkan dokter apabila
terjadi respon lergi terhadap obat
antipiretik yang diberikan.
5.
Pantau suhu minimal setiap dua
jam, sesuai dengan kebutuhan,
pantau warna kulit pasien serta
1. Memandirikan pasien dan keluarga
dalam melakukan termoregulasi.
2.
Kompres dapat memberikankenyamanan pada pasien dan
membantu termoregulasi.
3. Diharapkan dengan pemberian obat
antipiretik suhu tubuh pasien
kembali normal.
4. Ada beberapa obat penurun panas
yang menimbulakan efek alergi
pada individu tertentu.
5.
Mengantisipasi terjadinya
peningkatan suhu yang drastis atau
sebaliknya terjadi hipotermi setelah
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
27/37
27
waspadai terjadinya kejang. penatalaksanaan hipertermi.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
dari intravaskuler ke interstitial.
Intervensi Rasional
1.
Anjurkan pasien untuk mencukupi
kebutuhan cairan denganpemasukan peroral sesuai indikasi
dokter.
2. Kolaborasi : berikan cairan infuse
dan obat anti emetik sesuai anjuran
dokter.
3. Pantau hasil laboratorium yang
relevan dengan keseimbangan
cairan (misalnya, kadar hematokrit,
BUN, protein total, osmolalitas
serum dan berat jenis urin).
4.
Pantau status hidrasi (misalnya,
kelembapan membran mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan
darah ortostatik).
1.
Mempertahankan kepatenan
saluran pencernaan pasien karenamasih dilalui cairan.
2. Dehidrasi yang berat tidak cukup
diatasi hanya dengan cairan peroral
maka harus segera dipenuhi dengan
pemberian cairan infuse.
3. Mengetahui tingkat dehirasi pasien
dan dapat memudahkan perawat
dalam menentukan intervensi yang
tepat dari pemeriksaan fisik serta
mencegah terjadinya syok
hipovolemik.4.
Mengetahui tingkat dehirasi pasien
dan menguatkan hasil pemeriksaan
fisik dengan pemeriksaan
laboratorium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
nafsu makan akibat mual, muntah.
Intervensi Rasional
1. Ketahui makan kesukaan pasien,
tentukan kemampuan pasien untukmemenuhi kebutuhan nutrisi.
2.
Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
3. Anjurkan pasien untuk tidak makan
- makanan yang menyebabkan gas,
seperti kubis.
4. Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli
gizi secara tepat tentang jumlah
kalori dan jenis zat gizi yang
dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi. Pemberian diet
tanpa lemak.
5. Kolaborasikan pemberian obat anti
emetik dan analgesik sebelum
makan atau sesuai anjuran dokter.
1. Membantu perawat mengetahui
tingkat konsumsi dan kebiasaanpasien yang mempengaruhi
kesehatan dan nutrisi pasien.
2.
Memandirikan pasien saat berada
di rumah sakit serta dapat menjadi
bekal untuk pemulangan pasien.
3. Makanan yang mengandung gas
dapat memperparah dyspepsia dan
sedangkan makanan yang
meningkatkan HCl dapat
memperparah mual/muntah pada
pasien.4. Makanan yang mengandunglemak
dapat memperparah sumbatan yang
terjadi pada kantung empedu dan
mengakibatkan keparahan pada
peradangan , selain itu kolesterol
yang masuk tidak dapat dipecah
oleh empedu sehingga tidak dapat
diserap oleh tubuh.
5. Pemberian obat anti emetic dapt
menekan peningkatan asam
lambung dan mengurangi intensitasmual/muntah dan analgesik dapat
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
28/37
28
6. Observasi berat badan pasien dan
IMT pasien
mengurangi nyeri sehingga
meningkatkan kenyamanan pasien
saat makan.
6. Dari pengukuran berat badan dan
IMT dapat diketahui apakah pasien
mengalami kekurangan nutrisiberat, sedang atau ringan.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran garam empedu
melalui kulit.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pada pasien dan keluarga
untuk menjagapersonal hygiene
pasien, terutama hygiene kulit.
2. Anjurkan pasien untuk
menggunakan sabun yang tidak
mengandung alkohol.
3. Kolaborasi : konsultasikan pada
dokter untuk pemberian obat
topical maupun peroral.
Kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk pemberian nutrisi yang
rendah lemak dan sesuai dengan
kondisi penyakit.
4.
Kaji tingkat kelembaban kulit
1. Personal hygiene yang baik dapat
membantu menjaga kesehatan kulit
dan mencegah bakteri dan parasit
tumbuh di kulit.
2. Sabun yang mengandung alkohol
dapat menyebabkan kulit kering
dan kulit kering lebih mudah
teriritasi atau ditumbuhi bakteridan kuman.
3. Diharapkan dengan pemberian anti
histamine baik secara topical
maupun peroral dapat mengurangi
gangguan kulit.
4. Prinsip kulit yang sehat adalah
lembab, maka dengan memeriksakelembaban kulit pasien dapt
diketahui kesehatan kulit pasien.
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan warna kulit (ikterus)
di seluruh tubuh.
Intervensi Rasional
a. Mengidentifikasi budaya, agama,
ras, dan jenis kelamin.
b.
Mengajarkan pasien cara-carauntuk mengurangi dampak dari
segala perubahan melalui
berpakaian, kosmetik dan lain-lain.
c. Mengajak pasien untuk ikut
bersosialisasi dengan pasien lain.
d. Mengkonsultasikan dengan dokter
untuk penanganan ikterus.
a. Budaya, ras, jenis kelamin dan
agama dapat memengaruhi konsep
diri seseorang dan hal ini
menentukan intervensi yang tepat
untuk pasien.
b.
Mengantisipasi terjadinyapenurunan konsep diri pada pasien
sehingga mengganggu kehidupan
sosial pasien.
c. Pasien dapat kembali
bersosialisasi.
d. Bila ikterus dapat ditangani maka
kulit pasien kembali normal dan
pasien tidak akan mengalami
penurunan konsep diri.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
29/37
29
3.5Kasus
Ny. Y usia 40 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke RSUA dengan keluhan nyeri perut
kanan atas. Kisaran 2 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri di perut kanan atas. Dialami sejak 2
bulan yang lalu dan memberat sejak 2 minggu sebelum masuk RS, nyeri menjalar ke bahu sampai
tembus ke belakang, nyeri terus-menerus dan biasanya terjadi setelah mengkonsumsi
makanan berlemak, nyeri sering terjadi dan bertambah parah di malam hari, menunjukan
skala nyeri 7. Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan sisa makanan.
Demam (+), menggigil (+), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+) sejak sakit,
riwayat penurunan berat badan (+) tidak diketahui berapa banyak. BAK lancar, warna kuning.
BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah mengalami penyakit ini sebelumnya (-).
Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini (-). 1 Minggu yang lalu pasien berobat ke dokter dan
didiagnosa cholelitiasis lalu di rujuk ke RSUD. Pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/80 mmHg, Nadi :
92x/menit, Pernapasan : 22x/mnt, tipe thorakoabdominal, Suhu: 37.6oC (axilla), BB: 44 kg, TB : 161
cm, IMT : 20,54 kg/cm2. Pemeriksaan laboratorium menunjukan SGOT : 40 u/l, SGPT : 44 u/l,
Bilirubin Total : 0,8 g/dl, Bilirubin Direct : 0,4 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,4 mg/dl.
3.5.1 Anamnesa
1.
Identitas penderita : Ny. Y usia 40 tahun
2.
Keluhan utama : nyeri pada perut kanan atas
3. Riwayat kesehatan sekarang : Dialami sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak
2minggu sebelum masuk RS, nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang, nyeri terus-
menerus dan biasanya terjadi setelah mengkonsumsi makanan berlemak, nyeri sering
terjadi dan bertambah parah di malam hari, menunjukan skala nyeri 7 . Nyeriulu hati
(+), mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan sisa makanan. Demam (+), menggigil (+),
batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+) sejak sakit, riwayat penurunan
berat badan (+) tidak diketahui berapa banyak. BAK lancar,warna kuning. BAB biasa, warna
coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah mengalami penyakit ini sebelumnya(-). Riwayat
keluarga memiliki penyakit seperti ini (-). 1
4. Riwayat kesehatan dahulu : Minggu yang lalu pasien berobat ke dokter dan didiagnosa
cholelitiasis lalu di rujuk ke RSUD
5. Riwayat kesehatan keluarga : -
6. Riwayat psikososial : Semasa sehat Ny. M suka makan makanan bersantan dan
goreng-gorengan.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
30/37
30
3.5.2Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum : TD : 130/80 mmHg, Nadi : 92x/menit, Pernapasan : 22x/mnt, tipe
thorakoabdominal, Suhu: 37.6oC (axilla), BB: 44 kg, TB : 161 cm, IMT: 20,54 kg/cm2
2. ROS (Review Of System)
1)Breathing : -
2)Blood : takikardi, TD
3)Brain : -
4)Bladder : warna urin seperti tanah liat
5)Bowel : mual, muntah, anoreksia, feses warna tanah liat.
6)Bone : tidak dapat mobilisasi akibat nyeri perut kanan atas
7)Sistem integumen : turgor kulit menurun
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
1. Inspeksi : datar
2. Auskultasi : peristaltik (+)
3.
Perkusi : timpani
4. Palpasi teraba keras pada kuadaran kanan atas
Pemeriksaan laboratorium : SGOT : 40 u/l, SGPT : 44 u/l, Bilirubin Total : 0,8 g/dl, Bilirubin Direct : 0,4
mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,4 mg/dl
Analisa Data
No. Data EtiologiMasalah
Keperawatan
1. DS : Klien mengatakan
nyeri (skala>5), pada
perut kanan atas
DO: Cemas, memegang
perut sebelah kanan
atas, merintih,TD : 130/90 mmHg,
Nadi : 120 x/menit,
RR : 27 x/menit
P : setelah makan
makanan berlemak.
Q : terjadi terus-
menerus.
R : quadran kanan atas
tembus ke punggung
dan bahu.
S : sakala 7T : sering terjadi dan
kolelitiasis
Konstruksi batu empedu
semakin tidak teratur dan
tajam
Kerusakan jaringan
Kolesistitis
Nyeri
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
31/37
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
32/37
32
hasil:
1. Menunjukan nyeri berkurang ditunjukan dengan penurunan skala nyeri dari 7
menjadi 6-5.
2. RR kembali normal 1820x/menit
3.Nadi kembali normal 60100x/menit
4.
Menunjukan kemampuan relaksasi dan distraksi nyeri.
Intervensi :
1. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti hypnosis, relaksasi terbimbing,
distraksi, dll.
2. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan, misal : suhu ruangan, cahaya, dan kegaduhan.
3.
Kolaborasi : lakukan pemberian analgesic sesuai dengan instruksi dokter. Siapkan
pasien seperti puasa dan pemberian informasi untuk tindakan pembedahan
4. Laporkan kepada dokter jika pemberian analgesic tidak berhasil.
5.
Monitor perubahan TTV dan skala nyeri.
2. Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : hipertermi dapat teratasi pasien menunjukan termoregulasi dalam waktu
2x24 jam dibuktikan dengan kriteria hasil:
1. Denyut nadi kembali normal 60100x/menit.
2. RR kembali normal 1620x/menit
3. Suhu tubuh turun dari kondisi sebelumnya (normalnya 36,5 -37,50C).
4. Tidak Nampak terjadinya keletihan dan iritabilitas.
Intervensi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengukur suhu tubuh pasien secara mandiri.
2. Berikan kompres panas/dingin untuk memberikan kenyamanan pada pasien.
3.
Kolaborasi : berikan obat antipiretik, sesuai dengan kebutuhan anjuran dokter.
4. Segera laporkan dokter apabila terjadi respon lergi terhadap obat antipiretik yang
diberikan.
5. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan, pantau warna kulit
pasien serta waspadai terjadinya kejang.
3
Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, dyspepsia.
Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat dalam 2x24 jam dibuktikan dengan
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
33/37
33
kriteria hasil:
1. Melaporkan mual/muntah beerkurang atau hilang.
2.
Bising usus normal 815x/menit
3. Porsi makan pasien dihabiskan.
4. Hematokrit normal
5.
Kadar albumin normal
Intervensi :
1. Ketahui makan kesukaan pasien, tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
2. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
3.
Anjurkan pasien untuk tidak makan-makanan yang menyebabkan gas, seperti
kubis.
4. Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi secara tepat tentang jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pemberian diet
tanpa lemak.
5. Kolaborasikan pemberian obat anti emetik dan analgesik sebelum makan atau
sesuai anjuran dokter.
6.
Observasi berat badan, IMT dan nilai albumin pasien
Implementasi
1.Nyeri berhubungan dengan penyumbatan batu empedu
Implementasi Implementasi
1. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti hypnosis,
relaksasi terbimbing, distraksi, dll.
2.
Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat memengaruhi respon pasienterhadap ketidaknyamanan, misal :
suhu ruangan, cahaya, dan
kegaduhan.
3.
Kolaborasi : lakukan pemberian
analgesic sesuai dengan instruksi
dokter. Siapkan pasien seperti
puasa dan pemberian informasi
untuk tindakan pembedahan
4. Laporkan kepada dokter jika
pemberian analgesic tidak berhasil.
5.
Monitor perubahan TTV dan skala
1. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti hypnosis,
relaksasi terbimbing, distraksi, dll.
2.
Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat memengaruhi respon pasienterhadap ketidaknyamanan, misal :
suhu ruangan, cahaya, dan
kegaduhan.
3.
Kolaborasi : lakukan pemberian
analgesic sesuai dengan instruksi
dokter. Siapkan pasien seperti
puasa dan pemberian informasi
untuk tindakan pembedahan
4. Laporkan kepada dokter jika
pemberian analgesic tidak berhasil.
5.
Monitor perubahan TTV dan skala
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
34/37
34
nyeri. nyeri.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk
mengukur suhu tubuh pasien secara
mandiri.2.
Berikan kompres panas/dingin
untuk memberikan kenyamanan
pada pasien.
3. Kolaborasi: berikan obat
antipiretik, sesuai dengan
kebutuhan anjuran dokter.
4. Segera laporkan dokter apabila
terjadi respon lergi terhadap obat
antipiretik yang diberikan.
5. Pantau suhu minimal setiap dua
jam, sesuai dengan kebutuhan,
pantau warna kulit pasien sertawaspadai terjadinya kejang.
1. Memandirikan pasien dan keluarga
dalam melakukan termoregulasi.
2.
Kompres dapat memberikan
kenyamanan pada pasien dan
membantu termoregulasi.
3. Diharapkan dengan pemberian obat
antipiretik suhu tubuh pasien
kembali normal.
4. Ada beberapa obat penurun panas
yang menimbulakan efek alergi
pada individu tertentu.
5. Mengantisipasi terjadinya
peningkatan suhu yang drastis atau
sebaliknya terjadi hipotermi setelahpenatalaksanaan hipertermi.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
nafsu makan akibat mual, muntah.
Intervensi Rasional
1.
Ketahui makan kesukaan pasien,
tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
2.
Berikan informasi yang tepattentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
3.
Anjurkan pasien untuk tidak makan
- makanan yang menyebabkan gas,
seperti kubis.
4. Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli
gizi secara tepat tentang jumlah
kalori dan jenis zat gizi yangdibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi. Pemberian diet
tanpa lemak.
5. Kolaborasikan pemberian obat anti
emetik dan analgesik sebelum
makan atau sesuai anjuran dokter.
1.
Membantu perawat mengetahui
tingkat konsumsi dan kebiasaan
pasien yang mempengaruhi
kesehatan dan nutrisi pasien.
2.
Memandirikan pasien saat beradadi rumah sakit serta dapat menjadi
bekal untuk pemulangan pasien.
3.
Makanan yang mengandung gas
dapat memperparah dyspepsia dan
sedangkan makanan yang
meningkatkan HCl dapat
memperparah mual/muntah pada
pasien.
4. Makanan yang mengandunglemak
dapat memperparah sumbatan yang
terjadi pada kantung empedu danmengakibatkan keparahan pada
peradangan , selain itu kolesterol
yang masuk tidak dapat dipecah
oleh empedu sehingga tidak dapat
diserap oleh tubuh.
5. Pemberian obat anti emetic dapt
menekan peningkatan asam
lambung dan mengurangi intensitas
mual/muntah dan analgesik dapat
mengurangi nyeri sehingga
meningkatkan kenyamanan pasiensaat makan.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
35/37
35
6.
Observasi berat badan pasien dan
IMT pasien
6.
Dari pengukuran berat badan dan
IMT dapat diketahui apakah pasien
mengalami kekurangan nutrisi
berat, sedang atau ringan.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
36/37
36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Untuk penatalaksanaan
kolelitiasis yaitu dengan tirah baring, pemberian antibiotik dan pembedahan.
4.2 Saran
Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan keperawatanyang benar pada klien dengan kolelitiasis. Selain itu pemahaman anatomi, fisiologi, dan
patofisiologi penyakit merupakan hal yang penting untuk menunjang perawatan terhadap
klien agar klien merasa nyaman dan status kesehatan meningkat sehingga angka morbiditas
dapat ditekan semaksimal mungkin.
-
8/10/2019 Bab 1234 Kolesistitis
37/37
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2002.Keperawatan medical bedah, Ed. 8. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurman, A.2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2009.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Richard N. Mitchell. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cottran. Edisi 7.
Jakarta : EGC.
Rubenstein, David . 2007.Lecture Notes : Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Sabiston, David. 2002.Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Sulaiman H.A.,dkk. M. 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi Pertama. Jakarta : EGC.
Tambayong, jan. 2000.Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
top related