bab 1 pendahuluan a. latar...
Post on 10-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses interaksi untuk berhubungan dari pihak satu
ke pihak lainnya, yang dilakukan secara sederhana dimulai dengan sejumlah ide –
ide yang abstrak atau pikiran seseorang untuk mencari data atau menyampaikan
informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan yang disampaikan
secara langsung atau tidak langsung, baik secara lisan maupun tulisan. Dilakukan
dengan menggunakan media atau sistem yang beragam, yang dapat memberikan
pengertian dan pengetahuan timbal balik kepada pelaku komunikasi. Dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. Menurut Everett M. Rogers
(Wiryanto, 2004:6)
Dilihat dari jenis interaksi dalam komunikasi, komunikasi dapat dibedakan
atas tiga kategori yaitu yang salah satunya adalah komunikasi interpersonal. Yang
mana komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara
seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang
yang dapat langsung diketahui timbal baliknya. Menurut Devito (1989),
komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan satu orang dan penerima
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003:30).
Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi antara orang – orang secara
bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang
2
lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersoanl
ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua
sahabat dekat, guru – murid dan sebagainya (Mulyana, 2000:73).
Komunikasi interpersonal juga umumnya digunakan guru untuk melakukan
pendekatan secara personal dengan muridnya yang kurang cakap berkomunikasi,
yaitu penyandang tuna rungu. Tuna rungu adalah mereka yang mengalami
gangguan pada indra pendengarannya, sehingga pendengarannya rendah sekali
bahkan sama sekali tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan atau apa yang
disampaikan kepadanya. Selain itu, mereka umumnya mempunyai kesulitan
melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain, sehingga proses
komunikasi yang dilakukan oleh penyandang tuna rungu sulit dipahami oleh
lawan bicaranya. (Effendi, 2006:56)
Aktivitas komunikasi penyandang tuna rungu lebih kepada tanda – tanda,
simbol – simbol yang digunakan untuk meluapkan atau mengekspresikan segala
emosi yang mereka alami. Sebagai contoh apabila mereka lapar, mereka hanya
bisa mengungkapkan dengan memukul – mukul perut mereka. Untuk
mempermudah melakukan proses komunikasi, salah satu cara yang dilakukan
adalah mempelajari bahasa nonverbal yang diajarkan di sekolah.
Manusia yang memiliki kelengkapan panca indera lebih sering
berkomunikasi secara verbal. Sedangkan penggunan komunikasi non verbal hanya
sebatas pelengkap informasi yang telah dikatakannya secara verbal. Misalnya
apabila seseorang itu mengatakan “tidak” dan menggelengkan kepalanya, maka
3
sebenarnya penggunaan isyarat nonverbal itu hanya sebatas mengulang dan
menegaskan apa yang telah dikatakannya.
Tuna rungu merupakan salah satu jenis kelainan yang terkadang di pandang
sebagai suatu hambatan dalam berbagai segi kehidupan. Kesulitan demi kesulitan
yang ada dihadapannya. Mulai dari masalah pendidikan sampai masalah
kemandirian dan kekreativitasannya sering disangsikan. Pendidikan bagi anak
tuna rungu memang memerlukan khe – khususan, tetapi bukan berarti tidak
mampu mengikuti pendidikan. Pada saat ini perhatian pemerintah kepada Anak
Berkebutuhan Khusus (termasuk anak tuna rungu) khususnya bidang pendidikan
sudah berkembang cukup bagus.(Jahidin Jaya W, 2012)
Sekolah luar biasa (SLB) Idayu Kec. Pakis Kab. Malang merupakan salah
satu sekolah luar biasa, mereka mendidik anak berkebutuhan khusus seperti
penyandang tuna rungu. Berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu tidak
cukup dengan hanya menggunakan bahasa verbal ataupun non verbal dengan
simbol - simbol, pendekatan secara pribadi (interpersonal) , face to face juga
diharapkan dapat saling memahami antara guru dan murid tuna rungu. Di SLB
Idayu Pakis, penyandang tuna rungu diberikan program khusus bina persepsi
bunyi dan irama, diajarkan cara berkomunikasi khusus tuna rungu, seperti bahasa
bibir, suara bunyi, bahasa isyarat, dan terapi bicara , serta media kafak yang di
anggap dapat menunjang proses belajar mengajar, selain itu media tersebut dapat
menjelaskan suatu hal melalui gambar, serta dari media tersebut dapat
membangun karakter murid tersebut.
4
Dibutuhkan kemampuan secara khusus seorang guru tentang bagaimana
mengajar dan mendekatkan diri pada siswa penyandang tuna rungu, guru berperan
memberikan instruksi dalam upaya memberikan pengetahuan sesuai kurikulum
yang ada. Kemampuan berdialog seorang guru mendorong terjadinya komunikasi
yang efektif. Untuk dapat berkomunikasi dengan mereka, intonasi dan artikulasi
harus jelas terucap dengan fokus mata harus tertuju kepada mereka.
Keterbatasan kemampuan mendengar pada penyandang tuna rungu yang
menjadi hambatan dalam perkembangan bahasa atau bicaranya, dan dampak
inipun membawa dampak – dampak lainnya yang meminta perhatian, pelayanan,
pengertian dan kesempatan sebaik – baiknya yang diberikan kepada anak
tunarungu. Secara nyata nampak dalam aspek bahasanya, intelegensi
(kecerdasan), dan sosialnya. (Jahidin Jaya W, 2012)
Jadi jelaslah bahwa kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak –
dampak yang saling mengait antara dampak pada perkembangan aspek bahasa,
motorik dan intelegensi. Selanjutnya bisa saja hal tersebut membawa dampak
tehadap perkembangan emosi, dan sosial yang akhirnya berdampak pada
keseluruhan pibadinya.
Dalam hal ini, kekurangan dan kelebihan dalam penangan pendidikan
tunarungu pasti ada. Penanganan pendidikan yang di berikan pada anak tuna
rungu di maksudkan untuk bekal pengetahuan dan pengalaman mereka di masa
yang akan datang. Adanya perhatian khusus yang ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa luar biasa dalam belajar bahasa berbantu audio – visual.
Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini dirasa kurang memuaskan, pada system
5
pendidikan sekolah normal, apalagi dikalangan anak sekolah luar biasa. Salah satu
indikatornya adalah perencanaan pembelajaran yang dibuat guru, pada umumnya
lebih banyak mengacu pada buku paket.
Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru belum menyentuh
ketrampilan berbahasa dan tata bahasa dalam satu rangkaian pembelajaran secara
utuh. Akibatnya, aktivitas belajar dan kemampuan berbahasa siswa SLB Tuna
rungu kurang berkembang secara optimal. Hasil penelitian yang dikembangkan
oleh (Sumarna) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbantuan Media Audio Visual untuk meningkatkan Kemampuan
Berbahasa Siswa Tunarungu”. (Jahidin Jaya W, 2012)
Dapat di simpulkan, model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan
media audio-visual terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa
SLB Tunarungu, terdapat sembilan langkah yang harus dilakukan guru dalam
melakukan teori Pemrosesan Informasi, diantaranya guru melakukan tindakan
untuk menarik perhatian siswa, memberikan informasi mengenai tujuan
pembelajaran dan topik yang akan dibahas. Guru merangsang siswa untuk
memulai aktivitas pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan
topik yang telah direncanakan, memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam
pembelajaran, dan memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.(Jahidin
Jaya W, 2012)
Anak berkebutuhan khusus (student with special needs) didefinisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan
6
Kauffman,1986). Anak luar biasa disebut sebagai anak berkebutuhan khusus,
karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini
membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan pendidikan, layanan social,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus membutuhkan perlakuan tersendiri sesuai dengan kebutuhan
masing – masing (Bandi, 2006: 30)
Keberadaan anak berkebutuhan khusus pasti ada dalam sebuah Negara,
menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas dalam
sebuah Negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk.
Menurut data yang di peroleh dari pengawas SLB di kabupaten Malang, jumlah
penyandang tuna rungu yang terdaftar dari seluruh SLB di kabupaten Malang
yaitu berjumlah 165 orang. (sumber: data dari pengawas SLB Kab. Malang)
Alasan peneliti memilih siswa yang menderita tunarungu, karena sejak kecil
bagi anak yang dapat mendengar, ia mampu belajar bahasa atau bicara dengan
cara meniru kata – kata sebagai hasil dari kemampuan mendengar dari
lingkungannya. Anak mampu menangkap dan meniru sederetan bunyi yang
berarti (bermakna) yaitu berupa kata – kata, kalimat, bentuk gagasan ataupun
iramanya dan ia berupaya untuk memperbaiki ucapannya sampai ucapan kata –
katanya sama benar dengan kata – kata yang didengarnya, dan ia mencoba
mengucapkan kembali ucapannya.
Lain halnya dengan anak tunarungu, ia tidak mampu mendengar atau
menangkap kata – kata orang lain melalui pendengaranyna, ia hanya mampu
melihat atau menangkap pembicaraan orang lain atau lawan bicaranya melalui
gerak bibir dengan kemampuan daya lihat (mata), matalah yang mengalih fungsi
7
atau menutupi hal – hal yang kurang yang tidak didapat melalui pendengarannya.
Dengan kata lain, ketunarunguan membawa implikasi terhadap hal- hal yang khas
dan komplek, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya.
Latar belakang peneliti memilih Sekolah Luar Biasa (SLB) IDAYU yang
berada di Jalan Dr. Idayu no.1 Asrikaton – kec. Pakis. Mereka mendidik anak –
anak berkebutuhan khusus, sekolah ini menggunakan system belajar setiap hari
Senin - Sabtu, dimulai pukul 08.00 sampai dengan 12.00.
Sekolah ini dipilih untuk dijadikan objek karena metode pembelajaran yang
diterapkan menggambarkan hubungan kasih sayang antara guru dengan murid.
Kepedulian terhadap anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus tidak terbatas,
SLB IDAYU merupakan sekolah yang sangat memperhatikan pada ABK yang
memiliki keterbatasan dalam hal keuangan, karena Idayu merupakan SLB yang
biayanya terjangkau untuk golongan yang kurang beruntung, dan memiliki guru
yang berkualitas dalam proses belajar mengajar yang mampu memberikan
pendidikan yang terbaik untuk anak didiknya.
SLB Idayu menerapkan hubungan interpersonal yaitu hubungan yang
terjalin antara guru dan ABK sangatlah dekat satu sama lain. Disamping itu,
kegiatan belajar mengajar di Idayu cukup variatif untuk memberikan pemahan
secara materi dikelas maupun diluar kelas guna mengenal, dan menerapkan
metode yang telah diberikan oleh guru sebelumnya.
Kondisi mental siswa yang begitu beragam dan memerlukan banyak
perhatian di Idayu, maka akan banyak terdapat kendalan komunikatif dalam
system instruksional yang dihadapi. Dengan demikian kemampuan guru dalam
berkomunikasi dengan anak didiknya memegang peranan yang sangat penting.
8
Saat penelitian berlangsung penulis juga melakukan observasi dalam kegiatan
belajar mengajar di Idayu. Diketahui setelah melakukan observasi, perkembangan
dari segi pendidikan pada siswa dan siswi di kelas B ini sedikit terlambat. Maka
dari itu peneliti ingin melakukan penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana
komunikasi interpersonal yang terjalin antara siswa dan guru di SLB IDAYU.
Berdasarkan pembahasan diatas maka akan dilakukan penelitian, yaitu
tentang “KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN SISWA
TUNARUNGU di SEKOLAH LUAR BIASA IDAYU”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti diatas, maka
rumusan masalah yang dapat ditarik adalah “Bagaimana komunikasi interpersonal
guru dengan siswa tunarungu?"
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui “Komunikasi interpersonal guru dengan siswa tuna rungu”.
D. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa
kajian ilmiah terhadap perkembangan dan pendalaman studi Ilmu
9
Komunikasi, khususnya kajian komunikasi interpersonal guru dengan
siswa tuna rungu.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
pembaca skripsi mengenai komunikasi interpersonal dan masukan
kepada guru SLB Idayu agar dapat meningkatkan komunikasi secara
interpersonal guru dengan siswa tuna rungu.
E. TINJAUAN PUSTAKA
E.1. KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Komunikasi melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk dapat saling berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya. Komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia sudah
melakukan proses komunikasi. Manusia adalah makhluk social, artinya makhluk
itu hidup dengan manusia lainnya yang satu sama lain saling membutuhkan, untuk
melangsungkan kehidupannya manusia berhubungan dengan manusia lain.
Hubungan antar manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik secara verbal,
maupun non verbal (symbol, gambar,atau media komunikasi lainnya).
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
communis yang berarti “sama”, communico, communication, communicare yang
berarti “membuat sama” (to make common). Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson
mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk
10
kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi:keselamatan fisik, meningkatkan
kesadaran pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk
memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan masyarakat.
(Mulyana, 2002:41-42).
Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan empat
tindakan, membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Keempat
tindakan tersebut, lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan yang
artinya membentuk idea atau gagasan. Komunikasi dapat terjadi dalam diri
seseorang, antara dua orang, diantara beberapa orang atau banyak orang.
Komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Artinya komunikasi yang dilakukan
sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya.
Dalam “bahasa komunikasi” komponen – komponen yang meliputi
komunikator atau penyampai pesan, pesan yang merupakan pernyataan yang
didukung oleh lambang, komunikan yaitu orang yang menerima pesan, media atau
saluran yang merupakan sarana atau alat yan mendukung pesan bila komunikan
jauh tempatnya atau banyak jumlahnya, efek atau hasil yang merupakan dampak
sebagai pengaruh dari pesan, umpan balik, serta bagian yang ikut berpengaruh
dalam proses komunikasi yakni aspek lingkungan.
Dikatakan bahwa umumnya bahasa yang dipergunakan untuk mewakili
perasaan, fikiran, keinginan, ataupun gagasan. Disamping itu gerakan organ
tubuh, gambar, baik itu foto, lukisan, sketsa, karikatur, atau lain – lainya, adalah
lambang yang biasa digunakan untuk menyampaikan pernyataan seseorang
(Muslimin, 2010:33)
11
E.2. KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Dalam kehidupan sehari – hari komunikasi interpersonal atau antarpribadi
tidak bisa dihindari. Komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih, baik
dalam kelompok kecil maupun kelompok besar ini mutlak dilakukan. Sama
seperti bentuk komunikasi yang lain, komunikasi interpersonal juga beresiko
dalam terjadinya kesalahpahaman antara sesama peserta komunikasi.
Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak
tampak pada alat indera. Tidak hanya melihat perilakunya, tetapi juga melihat
alasan mengapa ia berperilaku seperti itu. Mencoba memahami, bukan saja
tindakan, tetapi juga motif tindakan tersebut. Dengan demikian, stimuli seseorang
menjadi sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat
orang lain dan berbagai dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli
tertentu saja. Dan hal ini, jelas membuat persepsi interpersonal lebih sulit,
ketimbang persepsi objek. (Jalaluddin, 2005:81)
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berbentuk tatap
muka,yang disampaikan secara verbal dan non verbal, serta saling berbagi
informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antarindividu
didalam kelompok kecil menurut Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono.
(Suranto, 2011: 37)
Sedangkan menurut DeVito (1989), komunikasi interpersonal adalah
penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau
sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk
memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003:30).
12
E.3. TUJUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi Interpersonal merupakan suatu action oriented, ialah suatu
tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal
itu bermacam – macam, beberapa diantaranya dipaparkan berikut ini:
a) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Pada prinsipnya komunikasi interpersonal hanya dimaksudkan untuk
menujukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk
menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup,
dingin, dan cuek.
b) Menentukan diri sendiri
Artinya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin
mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan
informasi dari orang lain.
c) Menemukan dunia luar
Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk
mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi
penting dan actual.
d) Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis
Semakin makhluk social, salah satu kebutuhan setiap orang yang
paling besar adalah membentuk memlihara hubungan baik dengan
orang lain.
e) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap,
13
pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung
(dengan menggunakan media).
f) Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu
Ada kalanya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar
mencari kesenangan atau hibur.
g) Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi
Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah
komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi yang terjadi
antara sumber dan penerimaan pesan. (Effendy, 2005:55)
E.4. CIRI – CIRI KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Menurut (Suranto, 2011:14) Komunikasi Interpersonal, merupakan jenis
komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari – hari.
Apabila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka
dapat dikemukakan ciri – ciri komunikasi interpersonal, antara lain:
a. Arus pesan dua arah. Komunikasi interpersonal menempatkan sumber
pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu
terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah. Artinya
komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat.
Seorang sumber pesan, dapat berubah peran sebagai penerima pesan,
begitu pula sebaliknya. Arus pesan secara dua arah ini berlangsung
secara berkelanjutan.
14
b. Suasana nonformal. Komunikasi interpersonal biasa berlangsung
dalam suasana nonformal, dan tidak berada pada suasana dalam rapat
dan sebagainya.
c. Umpan balik segera. Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya
mempertemukan para pelaku komunikasi secara tatap muka, maka
umpan balik dapat diketahui segera. Seorang komunikator dapat
segera memperoleh respon atas pesan yang disampaikan dari
komunikan, baik secara verbal maupun non verbal.
d. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi
interpersonal merupakan metode komunikasi antarindividu yang
menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik
jarak dalam arti fisik maupun psikologis.
e. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan
dan spontan, baik non verbal maupun verbal. Untuk meningkatkan
keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi dapat
memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun non
verbal secara simultan.
E.5. PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Proses komunikasi ialah langkah – langkah yang menggambarkan terjadinya
kegiatan komunikasi. Secara sederhana proses komunikasi digambarkan sebagai
proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut
terdiri dari enam langkah sebagaimana tertuang dalam gambar. (Suranto, 2011:7)
15
a. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai
keinginan untuk berbagai gagasan dengan orang lain.
b. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan
memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam symbol – symbol,
kata – kata, dan sebagainya sehingga komunikator merasa yakin
dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.
c. Pengirim pesan . untuk mengirim pesan kepada orang yang
dikehendaki. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut
bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang
tersedia, kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan,
karakteristik komunikan.
d. Decoding oleh komunikan. Decoding merupakan kegiatan internal
dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam –
macam data berupa symbol dan kata – kata yang harus diubah
kedalam pengalaman – pengalaman yang mengandung makna.
Dengan demikian, decoding adalah proses memahami pesan.
e. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan
memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik, seorang
komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi.
E.6. FUNGSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi interpersonal dianggap efektif, jika orang lain memahami pesan
yang kita sampaikan dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang
16
kita inginkan. Dan Komunikasi Interpersonal yang efektif berfungsi untuk
membantu kita dalam:
a. Menyampaikan informasi / pengetahuan. Memberikan informasi
kepada masyarakat, karena perilaku menerima merupakan perilaku
alamiah masyarakat dengan informasi yang benar, masyarakat akan
aman dan tentram, informasi disampaikan pada masyarakat melalui
tatanan komunikasi, tetapi lebih banyak melalui kegiatan masyarakat
komunikasi
b. Mengubah sikap dan perilaku seseorang. Adalah mempengaruhi
masyarakat , memberikan berbagai informasi, dapat juga sebagai
sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut kearah yang
diharapkan.
c. Pemecahan masalah hubungan antarmanusia.
d. Mendidik. Adalah untuk mendidik masyarakat menjadi lebih baik,
lebih maju, dan lebih berkembang dalam kebudayaannya. (Effendy,
2005:56)
E.7. KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN
Dalam proses belajar mengajar disekolah, berbagai pendekatan yang
digunakan oleh guru dalam mendidik para pelajar. Dan, terdapat minimal lima
strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk menciptakan atau
membangun komunikasi efektif, seperti disebutkan yaitu:
a. Respek.
17
Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya
penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa dari si
penerima pesan. Guru akan sukses berkomunikasi dengan peserta
didik bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan
maka peserta didik pun akan melakukan hal yang sama ketika
berkomunikasi dengan guru.
b. Empati.
Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri kita pada
situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Guru yang baik tidak
akan menuntut peserta didiknya untuk mengerti keinginannya, tetapi
ia akan berusaha memahami peserta didiknya terlebih dahulu,
melibatkan mata hati dan perasaannya dalam memahami pelbagai
perihal yang ada pada peserta didiknya.
c. Jelas maknanya.
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak
menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan
transparan. Ketika berkomunikasi dengan peserta didik, seorang guru
harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya.
Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka
pahami.
d. Rendah hati
Sikap rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak
memandang rendah, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri.
18
E.8. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak berkebutuhan khusus, merupakan seseorang yang memiliki
kekurangan ataupun kelebihan dalam hal fisik maupun mental, dan mereka
memerlukan suatu tindakan dan perhatian yang khusus guna penangan dan
pengarahan lebih dari seseorang yang dinilai memiliki fisik dan mental yang
sempurna. Dan anak didik yang demikianlah, yang memang seharusnya paling
banyak mendapat perhatian guru menurut Kuffman & Hallahan (2005:28-45),
antara lain sebagai berikut:
a. Tunagrahita (mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan
hendaya perkembangan (child with development impairment).
b. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi
rendah (specific learning disability).
c. Hyperactive (Attention deficit disorder with hyperactive).
d. Tunalaras (emotion or behavioral disorder).
e. Tunarungu wicara (communication disorder and deafness).
f. Tunanetra (partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak
yang mengalami hambatan dalam penglihatan.
g. Anak autistic (autistic chlidren).
h. Tunadaksa (physical disability).
i. Tunaganda (multiple handicapped).
j. Anak berbakat (giftedness and special talents)
19
E.8.1. ANAK TUNARUNGU
Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal.
Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih
tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Hendaya pendengaran merupakan hambatan yang dianggap cukup besar
bagi perkembangan berbahasa seseorang secara normal, sehingga akan
berpengaruh terhadap perkembangan social dan intelekual seseorang (Hallahan &
Kauffman, 1991:264). Menurut Piaget (1967) bahwa intelegensi merupakan
kognisi seorang anak yang sangat tergantung pada tindakan – tindakannya. Hal
tersebut berkaitan dengan yang bersangkutan dalam mengadaptasi lingkungannya
dan sikapnya untuk mampu mengambil konsekuensi – konsekuensi dari tindakan
yang ia ambil. Secara garis besar hambatan yang dihadapi oleh anak – anak
dengan hendaya pendengaran meliputi hal – hal sebagai berikut:
a. Hasil penelitian para ahli di Amerika Serikat menyatakan bahwa satu
di antara tujuh anak yang mempunyai hendaya pendengaran
mempunyai permasalahan berkaitan dengan kesehatan mental.
Kesehatan mental ini mengarah pada schizophrenia atau kelainan
psikis, paranoid atau kelainan psikis karena selalu dihantui rasa takut,
affective psychosis atau kelainan emosi secara psikis, dan depression
attau kemuraman (the Departemen of Health of USA,1995 dalam
Gregory,et al.,1999:17).
b. Anak – anak dengan hendaya pendengaran mempunyai kesulitan
psikologis yang diperoleh dari sejumlah factor eksternal
20
seperti:kurangnya bimbingan bantuan orang tua dan keluarga,
kesadaran orang – orang di sekitarnya terhadap permasalahan anak
dengan hendaya pendengaran, lingkunga, budaya, dan model peran
dari anak – anak dengan hendaya pendengaran (Gregory,et al.,
1999:19).
c. Dalam ketrampilan kognitif berkaitan dengan prestasi akademik pada
umumnya kemampuan mengingat dari anak hendaya pendengaran
sangat singkat, hanya hitungan beberapa detik tidak sampai menit
(Lewis, V., 2003:136). Karena itu mereka memerlukan suatu metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada pengucapan bahasa.
d. Perkembangan bahasa dan komunikasi anak – anak dengan hendaya
pendengaran secara umum kurang sempurna, khususnya saat
menggunakan bahasa seperti pada kemampuan pemahaman bahasa,
berbahasa dan berbicara (Hallahan & Kauffman, 1986:251 dan
1991:274).
e. Prestasi akademik anak – anak dengan hendaya pendengaran
khususnya dalam kemampuan membaca sangat berkurang (Hallahan
& Kauffman, 1991:276).
f. Anak penderita hendaya pendengaran mempunyai hambatan dalam
berkomunikasi. Dalam hal ini diperlukan pendekatan khusus dalam
kegiatan belajar – mengajar yang berkaitan dengan aspek komunikasi,
seperti pemberi latihan auditori, dikondisikan pada membaca bibir,
penggunaan bahasa isyarat dan ejaan huruf dengan jari – jari
(Hallahan & Kauffman, 1987:258-263: dan 1991:279-282)
21
g. Kesulitan gerak keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh pada anak
dengan hendaya pendengaran merupakan salah satu alas an utama
diperlukannya pendekatan pembelajaran dengan meggunakan
permainan terapeutik dan pola dengan gerak irama.
Hambatan yang dihadapi oleh anak – anak dengan hendaya berbicara, secara garis
besar disimpulkan sebagai berikut:
a. Anak – anak dengan hendaya berbicara mempunyai komunikasi yang
kurang baik (defective in communication) seperti berbicara
menganggap, bicara pelat atau terbata – bata, ucapan yang
membingungkan, dan bicara sulit dipahami (Ashman & Elkins,
1994:172).
b. Pada umumnya mereka memiliki hambatan dalam perkembangan
bahasa, khususnya dalam struktur kalimat kompleks (Ashman &
Elkins, 1994:172).
c. Terdapatnya kelemahan pada otot – otot alat bicara atau motor speech
disorder (kelumpuhan alat bicara) yang mengakibatkan artikulasi
bicara kurang baik, karena adanya kerusakan pada saraf pusat.
d. Adanya ketidakteraturan dalam koordinasi neurological sehingga saat
berbicara terlihat kacau walaupun otot- otot pada organ bicara masih
dapat bekerja dengan baik.
e. Adanya penurunan kemampuan persepsi bicara sehingga dalam
berbicara kata – kata yang diucapkan sangat sedikit. Kemampuan
persepsi bicara melibatkan dua ketrampilan yang saling melengkapi
yaitu kemampuan untuk mengucapkan bunyi berbeda.
22
E.9. KOMUNIKASI NON VERBAL
E.9.1. Fungsi Komunikasi Non Verbal
a. Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya, kemudian
saya ambil menggeleng – gelengkan kepala berkali – kali.
b. Substitusi, menggantikan lambang – lambang verbal. Misalnya, tanpa
sepatah katapun anda berkata, anda dapat menunjukkan persetujuan
dengan mengangguk – angguk.
c. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memuji prestasi kawan anda
dengan mencibirkan bibir anda, “Hebat, kau memang hebat”.
d. Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak
terungkap dengan kata – kata.
e. Aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.
Misalnya, anada mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan
memukul meja. (Jalaluddin, 2005:287)
E.9.2. Pesan NonVerbal Sangat Penting
Pertama, factor – factor nonverbal sangat menentukan makna dalam
komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap
muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan –
23
pesan non verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak membaca,
pikiran kita lewat petunjuk – petunjuk nonverbal.
Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan
non verbal daripada pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar
anda dan mengungkapkan gelora kerinduan anda. Anda akan tertegun, anda
tidak menemukan kata – kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang
begitu mudah dungkapkan melalui pesan nonverbal.
Ketiga, pesan non verbal menyampaikan makna dan maksud yang
relative bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan non verbal
jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar. Sejak zaman Prasejarah,
wanita selalu mengatakan “ tidak” dengan lambing verbal, tetapi pria jarang
tertipu. Mereka tahu ketika “tidak” diucapkan, seluruh anggota tubuhnya
mengatakan “ya”. Dalam situasi ini komunikasi yang disebut “double
binding” ketika pesan nonverbal bertentangan dengan pesan verbal – orang
bersandar pada pesan non verbal.
Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif
yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang
memperjelas maksud dan makna pesan.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih
efisien dibandingkan denga pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal
sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundensi (lebih
banyak lambing yang diperlukan).
24
Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling
tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan
gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti disiini dimaksudkan
menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implicit (tersirat).
E.10. TEORI
E.10.1. TEORI PENETRASI SOSIAL
Penetrasi sosial, hadir untuk mengidentifikasi proses peningkatan
pengungkapan dan keintiman dalam sebuah hubungan serta menghadirkan
sebuah teori formatif dalam sejarah teori tentang hubungan. Teori ini di
konseptualisasikan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1978), yang
mana teori ini menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah
proses yang mereka identifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi Sosial
merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu – individu
bergerak dari komunikasi superficial menuju ke komunikasi yang lebih
intim.
Keintiman disini lebih dari sekedar keintiman secara fisik, dimensi
lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional, dan hingga pada
batasan di mana pasangan melakukan aktivitas bersama. Proses penetrasi
sosial, karenanya mencakup di dalamnya perilaku verbal (kata – kata yang
digunakan), perilaku non verbal (postur tubuh kita, sejauh mana kita
tersenyum, dan sebagainya), dan perilaku yang berorientasi pada lingkungan
(ruang antara komunikator, objek fisik yang ada di dalam lingkungan, dan
sebagainya).
25
Teori ini menyatakan bahwa berkembangnya hubungan, bergerak dari
mulai tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bersifat inti
menuju ke tingkatanyang terdalam, atau lebih pribadi. Dengan kata lain,
teori ini dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan
perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu
sama lain melalui tahapan pengungkapan informasi.
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.
Yang maksudnya adalah pada hakikatnya, manusia memiliki beberapa layer
atau lapisan kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling
mengelupasi lapisan – lapisan informasi mengenai diri masing – masing.
Lapisan yang pertama, atau kulit terluar dari kepribadian manusia
adalah apa yang terbuka bagi public, apa yang biasa kita perlihatkan kepada
orang lain tidak ditutup – tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang
sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang terbuka bagi semua
orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini
Gambar 1.1 Penetrasi Sosial Analogi Bawang Merah
Sumber : www.google.com
26
biasanya hanya terbuka bagi orang – orang tertentu saja, orang terdekat
misalnya. Maka untuk informasi superficial seperti nama, alamat, umur,
suku dan lain sebagainya. Biasanya mengalir saat kita berkomunikasi
dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sering disebut dengan
tahapan orientasi.
Lapisan kedua, disebut dengan tahap pertukaran afektif. Pada tahap
ini merupakan tahap ekspansi awal dari informasi dan ke tingkat
pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut,
diantara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai bergerak
mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan
masing – masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, music, lagu,
hobi, dan lain jenisnya.
Lapisan ketiga adalah, pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi
peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang
informasi menyangkut pengalama privacy masing – masing. Jadi, di sini
masing – masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang
sifatnya lebih pribadi, misalnya kesediaan menceritaka tentang problem
pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudag mulai berani “curhat”.
Lapisan keempat, tahap ini merupakan tahapan akhir atau lapisan inti,
disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut
sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk
memprediksi tindakan – tindakan dan respon mereka masing – masing
dengan baik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi
27
inti dari pribadi masing – amsing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri,
atau perasaan emosi terdalam.
(Lynn dan Richard, 2008:197-200)
Teori penetrasi sosial memiliki suatu kedalaman hubungan yang
sangat penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Yang mana,
di dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka
kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan berarti juga
kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin kita bisa
terbuka dalam urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam urusan
pengalaman di masa lalu, atau yang lainnya.
Keputusan tentang seberapa dekat suatu hubungan menurut teori
penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung – rugi (reward-cost
analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita
menghitung factor untung – rugi dalam hubungan kita denagn orang
tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of
relation satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan ketika
berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama – sama
menguntungkan maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan
proses penetrasi sosial akan terus berkelanjutan.
Awalnya, teori penetrasi sosial penting dalam memfokuskan perhatian
kita pada pengembangan hubungan sebagai sebuah proses komunikasi,
namun, hal ini benar – benar dapat dimasukkan dalam pengalaman
hubungan sebenarnya dalam kehidupan sehari – hari.
28
Kita tahu dari pengalaman sebelumnya bahwa hubungan berkembang
dalam berbagai cara, seringkali bergerak maju dan mundur dari berbagi
hingga pribadi. Versi teori yang ada saat ini menyatakan bahwa penetrasi
sosial adalah sebuah proses yang berputar dan dialektis. Disebut berputar
karena proses ini bekerja dalam siklus maju mundur, dan disebut dialektis
karena melibatkan pengaturan tekanan yang tidak pernah habis antara yang
umum dan yang pribadi. (Little john, 2009:291).
E.11. INTERAKSIONISME SIMBOLIS
E.11.1. Definisi Interaksionisme Simbolis
Dalam setiap penelitian, dibidang komunikasi atau disiplin ilmu lain
harus didukung dengan teori. Karena teori lahir dari suatu penelitian, dan
karena itu fenomena komunikasi tertentu akan dapat dianalisa atau
dijelaskan melalui alur pikir teori komunikasi yang relevan. Dan teori
tersebut bisa menjelaskan mengapa suatu peristiwa komunikasi tertentu bisa
terjadi. (Hamidi, 2007:18)
Interaksionisme simbolis didefinisikan sebagai “cara kita
menginterpretasikan dan memberi makna pada lingkungan disekitar kita
melalui cara kita berinteraksi dengan orang lain” teori ini berfokus pada cara
orang berinterkasi melalui simbol yang berupa gerak tubuh, peraturan, dan
peran.
Dalam hal ini teori (Interaksionisme Simbolik) yang mampu
menjelaskan tentang pemaknaan pesan yang disampaikan orang terhadap
orang lain maupun dirinya sendiri adalah teori dari seorang Gorge Herbet
29
Mead (Lynn H. Turner, 2008 Pengantar TEORI KOMUNIKASI) yang
menyatakan bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi
karena tidak bersifat instrinsik terhadap apa pun. Dibutuhkan konstruksi
interpretative di antara orang – orang untuk menciptakan makna. Bahkan
tujuan dari interaksi, adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini
penting karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat
sulit, atau bahkan tidak mungkin.
Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi
sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna
tertentu pada simbol tertentu pula. Manusia bertindak terhadap manusia
lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka.
Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan
perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang
berkaitan dengan rangsangan tersebut.
Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia Mead menekankan
dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, hanya ketika orang –
orang memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol yang mereka
pertukarkan dalam interaksi.
Interaksionisme Simbolik mengambil pendekatan ketiga terhadap
makna, melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi di antara orang – orang.
Makna adalah “produk social” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan
melalui pendefinisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi”
(Blumer, 1969 : 5)
30
Dalam bentuknya yang paling mendasar, sebuah tindak social
melibatkan sebuah hubungan dari tiga bagian: gerak tubuh awal dari salah
satu individu, respon dari orang lain terhadap gerak tubuh tersebut, dan
sebuah hasil. Hasilnya adalah arti tindakan tersebut bagi pelaku komunikasi.
Gerak tubuh sebagai simbol signifikan. Di sini, kata gerak tubuh (gesture)
mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Biasanya, hal ini
bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat juga berupa
gerak tubuh non verbal. (Little Jhon, 2009:231 - 232)
Perspektif interaksionisme simbolis mendasarkan pandangannya pada
asumsi bahwa manusia mengembangkan satu set simbol yang komplek
untuk member makna terhadap dunia. Karenanya makna muncul melalui
interaksi manusia dengan lingkungannya. Lingkungan pertama yang
mempengaruhi pembentukan makna adalah kelurga. Keluarga adalah
kelompok social terkecil individu mengembangkan konsep diri identitas
melalui interkasi social tersebut.
Berdasarkan premis tersebut, maka cara terbaik untuk memahami
seseorang adalah dengan memperhatikan lingkungan sekitarnya, yakni
dimana ia tinggal dan dengan siapa ia berinteraksi.
Asumsi pokok interaksionisme simbolis:
a. Individu dilahirkan tanpa punya konsep diri. Konsep diri di bentuk
dan berkembang melalui persepsi atas perilaku tersebut.
b. Konsep diri terbentuk ketika seseorang bereaksi terhadap orang lain
dan melalui persepsi atas perilaku tersebut.
31
c. Konsep diri, setelah mengalami perubahan, menjadi motif dasar dari
tingkah laku.
d. Manusia adalah makhluk yang unik karena kemampuan menggunakan
dan mengembangkan simbol untuk keperluan hidupnya. Binatang
menggunakan simbol dalam taraf terbatas, sedangkan manusia selain
menggunakan simbol, juga menciptakan dan mengembangkan simbol.
e. Manusia berintekasi terhadap segala sesuatu tergantung bagaimana ia
mendefinisikan sesuatu tersebut. Misalnya, bila kita sudah
memandang si A sebagai pembohong, maka kita tidak akan percaya
apa yang dikatakan si A walaupun benar.
f. Makna merupakan kesepakatan bersama di lingkungan social sebagai
hasil interaksi. Sebagai contoh, suatu produk media tersebut
didistribusikan dan dikonsumsi. Maka dengan demikian, bisa jadi
suatu produk media dianggap porno di suatu kelompok masyarakat
dan tidak porno bagi kelompok masyarakat lain.
(Muhammad Mufid, 2009:149 - 151)
Barbara Ballis Lal meringkas dasar – dasar pemikiran interaksionisme
simbolis:
a. Manusia membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan
pemahaman subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka
menemukan diri mereka.
b. Kehidupan social terdiri dari proses – proses interaksi daripada
susunan, sehingga terus berubah.
32
c. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna – makna
yang ditemukan dalam simbol – simbol dari kelompok utama mereka
dan bahsa merupakan bagian penting dalam kehidupan social.
d. Dunia terbentuk dari objek – objek social yang memiliki nama dan
makna yang ditemukan secara social.
e. Tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, dimana objek
dan tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan
dan diartikan
f. Diri seseorang merupakan objek yang signifikan dan layaknya semua
objek social, dikenalkan melalui interaksi social dengan orang lain.
George Herbet Mead dianggap sebagai pendiri gerakan interaksionisme
simbolis. Tiga konsep utama tepri Mead yaitu pikiran, diri dan masyarakat.
a. Masyarakat (society) atau kehidupan kelompok, terdiri atas perilaku –
perilaku kooperatif anggotanya. Kerjasama manusia mengharuskan
kita untuk mengetahui apa yang kita lakukan selanjutnya. Jadi,
kerjasama terdiri dari “membaca” tindakan dan maksud orang lain
serta menanggapinya dengan cara yang tepat. Makna merupakan
sebuah hasil komunikasi yang penting. Pemaknaan kita merupakan
sebuah hasil komunikasi yang penting. Pemaknaan kita merupakan
hasil dari interaksi dengan orang lain. Mead juga menyebutkan gerak
tubuh sebagai simbol yang signifikan. Disini, kata gerak tubuh
(gesture) mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna.
Masyarakat ada karena simbol – simbol yang signifikan. Secara
harfiah kita dapat mendengar diri kita sendiri dan meresponnya seperti
33
yang orang lain lakukan pada kita karena adanya kemampuan
menyuarakan simbol. Kegiatan saling mempengaruhi antara merespon
orang lain dn diri sendiri adalah sebuah konsep penting teori mead dan
hal ini memberikan peralihan yang baik ke konsep keduanya.
b. Diri. Memiliki diri karena dapat merespon diri sendiri sebagai objek.
Kadang – kadang berekasi dengan baik pada diri sendiri serta
merasakan kebanggan, kebahagiaan dan keberanian. Namun,
terkadang merasa jijik pada diri sendiri. Cara utama dalam melihat diri
sendiri adalah melalui pengabilan peran atau menggunakan sudut
pandang orang lain dan inilah yang kemudian menjadikan memiliki
konsep diri. Istilah lain dari konsep diri adalah refleksi umum orang
lain (generalized other), semacam gabungan yang memandang diri
sendiri. Refleksi umum orang lain merupakan keseluruhan persepsi
diri dari orang lain melihat kita. Diri memiliki dua sisi segi, masing –
masing mejalankan fungsi yang penting. I adalah bagian diri yang
menurut kata hati, tidak teratur, tidak terarah, dan tidak dapat ditebak.
Me adalah refleksi umum orang lain yang terbentuk dari pola – pola
yang terartur dan tetap, yang dibagi dengan orang lain. Setiap tindakan
dimulai dengan sebuah dorongan dari I dan selanjutnya dikendalikan
oleh Me. I adalah tenaga penggerak dalam tindakan, sedangkan me
memberikan arah dan petunjuk. Mead menggunakan konsep me untuk
menjelaskan perilaku yang dapat diterima secara social serta adaptif
dan konsep I untuk menjelaskan gerak hati yang kreatif dan tidak
dapat ditebak.
34
c. Pikiran, berpikir adalah konsep ketiga Mead atau disebut pikiran.
Pikiran bukanlah sebuah benda, tetapi merupakan sebuah proses. Hal
ini tidak lebih sekedar berinteraksi dengan diri sendiri. Kemampuan
ini, berkembang sejalan dengan diri, sangat penting bagi kehidupan
manusia karena merupakan bagian dari setiap tindakan manusia.
Berfikir melibatkan keraguan (menunda tindakan yang jelas) ketika
diri menafsirkan situasi. Disini, kita berfikir melalui situasi dan
merencanakn tindakan selanjutnya. Kita membayangkan beragam
hasil dan memilih serta menguji alternative – alternative yang
mungkin ada. Manusia menggunakan simbol – simbol yang berbeda
untuk menamai objek. Kita selalu mengartikan sesuatu berhubungan
dengan bagaimana kita bertindak dengan hal tersebut. Objek menjadi
objek melalui proses pemikiran simbolis kita, ketika kita
membayangkan tindakan yang baru atau yang berbeda terhadap
sebuah objek, objek itu sendiri berubah karena kita melihatnya melalui
sudut pandang yang berbeda. (Little jhon, 231 - 235)
E.11.2. Istilah Pokok Teori Interaksionisme Simbolis
1) Identities (identitas), yakni pemaknaan diri dalam suatu pengambilan
peran. Bagaimana kita memaknai diri kita itulah proses pembentukan
identitas, yang kemudian disinergikan dengan lingkungan sosial.
2) Language (bahasa), yakni suatusistem simbol yang digunakan
bersamaan di antara anggota kelompok sosial. Bahasa digunakan
sebagai alat komunikasi dan representasi. Karenanya bahasa memiliki
35
empat komponen, yakni subyek, obyek, symbol, dan referen yang
berkorelasi sebagai berikut:
Simbol adalah rangkaian bunyi yang menunjuk sesuatu. Subyek
adalah pengguna dari simbol. Obyek adalah sesuatu yang di tunjuk
oleh simbol. Referen adalah penghubung dari simbol, subyek, dan
obyek.
3) Looking glass self (cara melihat diri), yakni gambaran mental sebagai
hasil dari mengambil peran orang lain. Misalnya kita berbicara dengan
atasan atau orang tua kita, maka kita juga harus bisa memposisikan
diri kita pada posisi atasan atau orang tua kita tersebut. Sehingga,
dengan demikian kita memperoleh gambaran tentang apa yang orang
lain nilai tentang diri kita.
4) Meaning (makna), yakni tujuan dan atribut bagi sesuatu. Makna
ditentukan oleh bagaimana kita merespon dan menggunakannya.
5) Mind (pikiran), yakni proses mental yang terdiri dari self, interaksi,
dan refleksi, berdasarkan simbol sosial yang didapat
simbol
simbol
Subyek Objek
Referen
Gambar 1.2 Empat Komponen Bahasa
36
6) Role taking (bermain peran), yakni kemampuan untuk melihat diri
seseorang sebagai objek, sehingga diperoleh gambaran bagaimana dia
melihat orang lain tersebut. Ketika kita bermain peran dengan
memerankan lawan bicara misalnya, maka kita akan memperoleh
gambaran seperti apa yang diharapkan oleh lawan bicara kita tersebut.
7) Self – concept (konsep diri), yakni gambaran yng kita punya tentang
siapa dan bagaimana diri kita yang dibentuk sejak kecil melalui
interaksi dengan orang lain. Konsep diri bukanlan sesuatu yang tetap.
Misalnya jika seorang anak dicap sebagai orang yang bodoh oleh
gurunya, maka begitulah konsep dirinya berkembang, kemudian
apabila dikemudian hari guru dan teman – temannya mengatakan
bahwa ia orang yang pintar, maka konsep dirinya pun akan berubah.
8) Self-fulfilling prophecy (harapan untuk pemenuhan diri), yakni
tendensi bagi ekspektasi untuk memunculkan respon bagi orang lain
yang diatisipasi oleh kita, masing – masing dari kita memberi
pengaruh bagi orang lain dalam hal bagaimana mereka melihat diri
mereka. (LittleJhon dan Karen, 2009 : 231)
E.12. PENELITIAN TERDAHULU
1. Sri wahyuni Universitas Muhammadiyah Malang 2005, judul skripsi
“Hubungan Interpersonal Remaja Tuna Rungu (sebuah penelitian
interaksionisme simbolik terhadap remaja Tuna Rungu)”. Tujuan
penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kemampuan remaja
tuna rungu menjalin hubungan interpersonal, bagaimana kemauannya
37
untuk menjalin hubungan interpersonal dengan seseorang, dan ingin
mengetahui bagaimana kepercayaan dirinya dalam menjalin hubungan
interpersoanal.
Metode peneletian kualitatif deskriptif digunakan dengan cara
yakni teknik observasi dan wawancara. Bahasa yang dipergunakan
subyek sebagai alat komunikasinya dalam menjalin hubungan
interpersonal dengan kelompok teman sebayanya, adalah melalui
bahasa isyarat, atau bahasa bibir, namun jika teman yang di ajak untuk
berbicara tidak juga mengerti bahasa isyarat yang di sampaikan,
subyek memilih untuk mengkomunikasikan obrolannya lewat tulisan.
(Sriwahyuni , 1-52, 2005)
2. Alfan Dwi Putranto, Universitas Muhammadiyah Malang 2005, judul
skripsi “Proses Pendidikan Ketrampilan Penderita Cacat Tuna Rungu
dan Kesempatan Kerja di Malang (studi di Yayasan Pendidikan Tunas
Bangsa / YTB Malang). Tujuan penelitian untuk mengetahui
bagaimana proses pendidikan ketrampilan dan jenis ketrampilan yang
di ajarkan dengan kesempatan kerja, jika para siswa lulus nanti.
Metode penelitian menggunaka deskriptif kualilatif. Subyek
dalam penelitian ini adalah siswa yang masi aktif, alumni yang sudah
memiliki pekerjaan tetap, dan para tenaga kerja. Teknik pengambilan
sample yang digunakan adalah purposive samling dan data – data
yang di kumpulkan di analisa secara deskriptif.
Proses pendidikan ketrampilan yang ada di SMAB – B
menggunakan proses tatp muka, dengan rincian bobot penelitian
38
keterangan 40% , dan untuk prakteknya 60%. Adapun jenis
pendidikan ketrampilan computer, menjahit, dan tata boga. Dalam
pelaksanaanya pendidikan ketrampilan ini tidak semua siswa putra /
putrid mendapat semua pendidikan ketrampilan tersebut.
(Alfan Dwi, 396-399, 2005)
3. Sarah Nurtyasrini, Universitas Padjadjaran, 2011, judul skripsi
“Pemaknaan Simbol – symbol Komunikasi Interpersonal oleh Guru
Anak Tuna Rungu dalam Proses Belajar Mengajar di SLB – B
Pembina Tingkat Provinsi Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengertahui bagaimana pemaknaan komunikasi interpersonal
oleh guru anak tuna rungu, proses komunikasi, dan gangguan
komunikasi dalam proses belajar mengajar. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam,
observasi, dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah symbol
bagi anak tunarungu lebih mudah menangkap maksud pesan yang
ditujukan dalam berkomunikasi. Proses belajar mengajar antara guru
dan anak tunarungu mengharuskan mereka saking menukarkan makna
pada saat teradi komunikasi interpersonal secara tatap muka. (Sarah
nurtyasrini, 2011)
4. Khalimatus Sa’diyah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2005,
judul penelitian “ Hubungan Antara Kepercayaan Dengan Kecemasan
Komunikasi Interpersonal Pada Penyandang Cacat Tunarungu”.
Tujuan penelitian ini adalah ingin menguji hubungan antara
39
keoercayaan diri dengan kecemasan komunikasi penyandang cacat
tunarungu. Penelitian yang diajukan adalah ada hubungan negatif
antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal
pada penyandang cacat tunarungu maka kecemasan komunikasi
interpersonal semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah
kepercayaan diri para penyandang cacat tunarungu maka kecemasan
komunikasi interpersonal semakin tinggi. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan fasilitas program SPSS versi
12.0 untuk menguji apakan terdapat hubungan antara kepercayaan diri
dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada penyandang cacat
tunarungu. Subyek penelitian adalah penyandang tunarungu yang
bersekolah di SLB Negeri 3 Yogyakarta, SLB Negeri 4 Yogyakarta,
SLB Wiyata Dharma II dan SLB Tunas Kasih pada bagian tunarungu
tingkat SMPLB dan SMLB di Yogyakarta.
(Khalimatus, 2005)
5. Julianti Margareta, Universitas Katolik Soegijapranata 2008, judul
skripsi “Efektivitas Komunikasi Antara Guru Dengan Siswa Tuna
Rungu Ditinjau Dari Empati”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara kemampuan empati dan efektivitas
komunikasi antara guru dengan siswa tuna rungu. Metode yang
dipergunakan adalah skala asumsi yang dipakai dalam menggunakan
metode ini adalah orang yang paling tahu tentang dirinya, apa yang
dikatakan pada peneliti benar dapat dipercaya, interpretasi subyek
40
tentang pernyataan – pernyataan yang ditujukan kepadanya adalah
sama seperti yang di kehendaki peneliti. (Julianti Margaretha, 2008)
Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian terdahulu, pada
penelitian terdahulu kebanyakan fokus pembahasan di lihat dari aspek
psikologis subjek (tunarungu) yang mengarah pada kepercayaan diri
dan keterbukaan untuk berhubungan dengan orang lain di luar maupun
dalam lingkungan subjek, penerimaan dalam suatu lingkungan
profesionalisme yang masih menjadi suatu keraguan untuk
mengikutsertakan penderita tunarungu. Pada penelitian ini aspek
komunikasi secara interpersonal, pembahasan bahasa nonverbal yang
dijelaskan agar pemahaman subjek tentang hal yang dikomunikasikan
dapat tersampaikan dengan baik dan dapat dimengerti. Metode
deskriptif kualitatif, yaitu yang mana ditujukan untuk dapat
memaparkan situasi yang didalamnya terjalin interaksi antara
seseorang dengan orang lain dengan menggunakan simbol – simbol
untuk mempertegas bahasa yang diutarakan. Wawancara mendalam
untuk menggali data dan mengetahui lebih lagi tentang subjek,
kendala, hal yang menjadi aktifitas.
F. METODE PENELITIAN
F.1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
ditujukan untuk dapat memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau
menjelaskan hubungan atau membuat prediksi (Rakhmat, 2009;24).
41
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu observasi,
wawancara dan penelaahan dokumen sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari pihak
– pihak yang berhubungan dengan penelitian.
F.2. Definisi Konseptual
a. Komunikasi Interpersonal (interpersonal communication) merujuk
padas komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang.
Konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu
hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan
keretakan suatu hubungan (Berger, 1979: Dainton & Stafford, 2000).
Mempelajarai relasi adalah karena relasi merupakan hal yang sangat
kompleks dan beragam. Relasi yang terjadi antara pasien – dokter,
guru – murid, orang tua – anak, dan lain sebagainya. Berinteraksi
dalam tiap hubungan ini memberikan kesempatan kepada komunikator
untuk memaksimalkan fungsi berbagai macam saluran (penglihatan,
pendengaran, sentuhan, penciuman) untuk digunakan dalam sebuah
interaksi (Richard & Lynn, 2008:36).
Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang
tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat
perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita
mecoba memahami bukan saja tindakan, tetapi juga motif tindakan itu.
Dengan demikian, stimuli kita menjadi sangat kompleks. Kita tidak
akan mampu menangkap seluruh sifat orang lain dan berbagi dimensi
42
perilakunya. Kita lebih memilih stimuli tertentu saja (Jalaluddin,
2005:81).
b. Non verbal, pesan yang diekspresikan dengan sengaja atau tidak
sengaja melalui gerakan – gerakan, tindakan – tindakan, perilaku atau
suaru – suara atau vocal yang berbeda dari penggunaan kata – kata
dalam bahasa verbal. Komunikasi nonverbal adalah penyampaian
pesan tanpa kata – kata dan komunikasi nonverbal memberikan arti
pada komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi
yang menggunakan pesan – pesan nonverbal. istilah nonverbal
biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi
diluar kata – kata terucap dan tertulis. Secara teoritis, komunikasi
nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun, dalam
kenyataanya, kedua jenis komunikasi ini saling menjalin, saling
melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari – hari. Dan
pesan – pesan nonverbal meliputi :
1. Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh
yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama:pesan fasial,
gestural, dan postural. Pesan fasial menggunakan air muka untuk
menyampaikan makna tertantu. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh
kelompok makna: kebahagiaan, terkejut, ketakutan, kemarahan,
kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian – penelitian tentang
wajah sebagi berikut: 1. Wajah mengkomunikasikan penilaian
43
dengan ekspresi senang dan tak senang, yang menunjukkan apakah
komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; 2.
Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang
lain atau lingkungan; 3.wajah mengkomunikasikan intensitas
keterlibatan dalam situasi; 4. Wajah mengkomunikasikan tingkat
pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri dan wajah
barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
2. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan
seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai
makna. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota
badan, makana yang dapat disampaikan adalah: 1. Immediacy yaitu
ungkapan kesukaan dan ketidaksukaan terhadap invidu yang lain.
Postur yang condong kearah yang diajak bicara menunjukkan
kesukaan dan penilain positif; 2. Power, mengungkapkan status
yang tinggi pada diri komunikator; 3. Responsiveness, individu
dapat berekasi secara emosional pada lingkungan secara positif dan
negatif. Kontak mata merupakan sinyal alamiah untuk
berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama
berinteraksi atau Tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan
menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk
memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata
juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi
yang lainnya.
44
3. Pesan Proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan
ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan
keakraban kita dengan orang lain.
4. Pesan Arifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh,
pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap,
orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai
dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya
dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan
pakaian, kosmetik, serta postur tubuh dan gaya berjalan. Cara
seseorang berjalan, duduk, berdiri, dan bergerak memperlihatkan
ekspresi dirinya. Postur dan gaya berjalan merefleksikan emosi,
konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
5. Pesan paralinguistic adalah pesan nonverbal yang berhubungan
dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang
sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara
berbeda. Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu
ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan
komunikasi.
6. Pesan sentuhan dan bau – bauan. Alat penerima sentuhan adalah
kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang
dismapikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi
tertantu dapat mengkomunikasikan: kasih saying, takut, marah,
bercanda, dan tanpa perhatian. Bau – bauan, terutama yang
menyenagkan (wewangian) telah berabad – abad digunakan orang,
45
juga untuk menyampaikan pesan – menandai wilayah mereka,
mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik
lawan jenis. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal
mengingat sentuhan lebih bersifat spontan daripada komunikasi
verbal. Beberapa pesan, seperti perhatian yang bersungguh –
sungguh, dukungan emosional, kasih saying atau simpati dapat
dilakukan melalui sentuhan. Gerak isyarat adalah yang dapat
mempertegas pembicaraan. Menggunaka isyarat sebagai bagian
total dari komunikasi, seperti mengetuk – ngetukkan kaki atau
menggerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang
dalam keadaan sters, bingung atau sebagai upaya untuk
menghilangkan stress (Dasrun Hidayat, 2012:15).
F.3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah “sesuatu hal baik makhluk hidup, sebuah benda
atau lembaga (instansi) yang sifat dan keadaannya akan diteliti terkandung objek
penelitian” (Tatang M : 2009). Dalam penelitian ini ini peneliti menggunakan
teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.
Dengan subyek dan kategori yaitu:
1. Guru pembimbing kelas B, yang menjadi guru satu – satunya
pendamping.
2. Semua siswa kelas B
46
3. Orang tua siswa, yang selalu berada di area SLB Idayu untuk
mendampingi siswa, yang sering berinteraksi dengan guru, dan orang
tua yang bersedia di wawancarai oleh peneliti.
F.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di SLB Idayu yang berada di Jalan Raya
Asrikaton no 1, kecamatan Pakis, kabupaten Malang. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan April – Mei 2013.
F.5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(indepth interview) dengan menggunakan panduan wawancara yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Pada tahap ini, peneliti melakukan wawancara
mendalam dengan para pengajar SLB Idayu untuk mendapatkan data
primer dari subyek peneliti, data primer. Peneliti memilih guru pendamping
siswa tuna rungu wicara, karena mereka yang lebih memahami, dan setiap
hari berinteraksi dengan para siswa.
Menurut (Sugiyono, 2005 : 73), tujuan dari wawancara mendalam ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide – idenya. Dalam proses
wawancara, penulis perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan (Pawito, 2008:74).
b. Observasi
47
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari – hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian, menggunakan teknik observasi partisipatif (Sugiyono,2011:227).
Observasi partisipatif adalah keterlibatan peneliti dengan kegiatan
sehari – hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
berpartisipasi apa yang dikerjakan oleh sumber data. Saat penelitian, peneliti
ikut serta dalam proses belajar mengajar sampai penelitian ini selesai
dilakukan. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan pengamatan
terhadap guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus di sekolah Idayu.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data yang diperoleh
dari catatan (data) yang telah tersedia atau yang telah dibuat oleh pihak lain.
Teknik ini digunakan untuk mendokumentasikan daerah, kegiatan penelitian
sehingga memperkuat data yang telah diperoleh, dan sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji keabsahan data.
F.6. Teknik Analisis Data.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, atau bahan lainnya
sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain (Moleong, 2003 : 3). Penganalisaan data hasil penelitian ini memakai
metode analisa deskriptif kualitatif yang menunjukkan berbagai fakta yang ada
dan dilihat seama penelitian berlangsung.
48
Analisis data deskriptif dilakukan dengan cara mengorganisasikan data,
menjabarkannya ke dalam unit – unit, memilih mana yang penting dan sesuai, dan
membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,
2003:4). Beberapa langkah teknis dalam menganalisis data dalam menganalisis
data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut, seperti yang dijelaskan
oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011 : 246) berikut ini:
a. Reduksi data : berarti merangkum, memilih hal – hal pokok,
memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dam mempermudah peneliti untuk
melakaukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
perlu.
b. Penyajian data : setelah mereduksi data maka langkah selanjutnya
adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik,hubungan antara
sejenisnya. Peneliti akan melakukan focus penelitian yaitu bagaimana
komunikasi interpersonal guru dengan siswa tunarungu di Sekolah
Luar Biasa Idayu – Pakis berdasarkan teori – teori yang relevan.
c. Penarikan kesimpulan : setelah melakukan penyajian data, kegiatan
selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan data dan verifikasi makna –
makna yang muncul dari data yang harus diuji kecocokannya. Analisis
dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dilapangan dengan
tinjauan teori yang berhubungan dengan focus penelitian. Kemudian
setelah dilakukan analisis, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
49
mengenai komunikasi interpersonal guru dengan siswa tunarungu di
Sekolah Luar Biasa Idayu - Pakis.
F.7. Uji Validitas Data
Validitas adalah kebenaran dan kejujuran dalam sebuah deskripsi,
kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan. Untuk mengurangi
bias yang melekat pada suatu metode dan memudahkan melihat keluasan
penjelasan yang peneliti berikan, maka penulis menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi teknik pengumpulan data, dan
waktu (Wiliam Wiersma, 1986).
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode triangulasi
metode dan sumber:
1. Triangulasi metode dilakukan untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan metode yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi
(Sugiyono,2011:274). Dalam hal ini peneliti akan membandingkan
hasil wawancara dengan observasi.
2. Triangulasi sumber yang dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber (Pawito,2008 ;127), dalam
hal ini, peneliti akan membandingkan hasil pengamatan atau obsrvasi
lapangan dengan wawancara yang dilakukan kepada orangtua murid.
50
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai komunikasi
interpersonal guru dengan siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa
IDAYU. Berdasarkan data yang dinalisis, kemudian dihasilkan suatu
kesimpulan untuk selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan sumber
– sumber data tersebut.
top related