audit sistem informasi dinas kesehatan dan sosial kota...
Post on 20-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
1. Pendahuluan
Pemerintah pusat memfasilitasi hampir seluruh Dinas kesehatan di Indonesia
yang menggunakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) untuk
mendukung kelancaran kegiatan pelayanan kesehatan didaerah-daerah seluruh
indonesia. Dinas Kesehatan adalah institusi pemerintahan yang menangani
masalah kesehatan di masyarakat. Dinas kesehatan pun telah menggunakan
teknologi informasi untuk menunjang kegiatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Saat ini SIKDA telah implementasikan di beberapa pos-pos SIKDA
seperti Rumah Sakit, Laboratorium dan Puskesmas.
Dinas Kesehatan dan Sosial (DinKeSos) Kota Tomohon telah
mengimplementasikan SIKDA dalam pelayanan di masyarakat. Untuk
mendukung tujuan dari DinKeSos dalam meningkatkan cakupan pelayanan
dibidang kesehatan Kota Tomohon dari 22 puskesmas yang ada di Kota
Tomohon, empat puskesmas telah menggunakan SIKDA yaitu Puskesmas
Pangolombian, Puskesmas Malani II, Puskesmas Kakaskasen, dan Puskesmas
Lansot. Meskipun pengimplementasian SIKDA masih baru kepala DinKeSos
menjelaskan, penggunaan sistem informasi di DinKeSos Kota Tomohon sejauh
ini telah diimplementasikan dengan baik di 4 puskesmas yang telah menggunakan
SIKDA. Mengingat Tujuan dari SIKDA yaitu meningkatkan keamanan pasien,
meningkatkan akurasi dan efisiensi peresepan, pelayanan pasien dan
memudahkan pelaporan data pasien. Oleh karena itu setiap puskesmas
mempunyai peran yang penting dan strategis, mengingat program-program terkait
layanan kesehatan yang di kelola dari pusat akan di teruskan langsung ke tingkat
DinKeSos Kota Tomohon. Terdapat dua aplikasi SIKDA di Puskesmas, yaitu
InfoKes Managemen Program yaitu aplikasi yang digunakan untuk mengolah data
program-program kesehatan yang berhubungan dengan pihak eksternal
Puskesmas seperti program kesehatan lingkungan dan survey kecamatan.
Aplikasi yang kedua adalah InfoKes Manajemen Pasien yaitu aplikasi yang
digunakan untuk mengolah data setiap unit dalam puskesmas seperti Loket, Poli,
Apotik, dan unit penunjang lainnya. Adapun aplikasi ini telah diimplementasikan
di beberapa puskesmas, namun pemanfaatannya belum dilakukan sepenuhnya.
Masih adanya data-data yang masih dicatat secara manual tanpa menggunakan
sistem yang tersedia itu dikarenakan kurangnya pengetahuan user untuk
menggunakan SIKDA. Kurangnya pengetahuan pengguna ini kemungkinan dapat
dikarenakan oleh sosialisasi penggunaan sistem yang kurang merata ataupun
individu yang belum mengerti akan pentingnya pemanfaatan sistem. Selain itu
penanganan masalah perangkat lunak maupun perangkat keras pada SIKDA
belum ditangani dengan cepat karena sumber daya yang ada belum memahami
cara mengatasi permasalahan tersebut. Pengimplementasian sistem juga ini belum
pernah diaudit, baik dari pihak internal maupun eksternal DinKeSos Kota
Tomohon. Oleh karena itu dalam penelitian ini berfokus pada Audit SIKDA
khususnya pada aplikasi InfoKes Manajemen Pasien.
Audit memiliki peran besar dalam hal : input, proses, dan output serta dampak
dari tujuan suatu perusahaan dalam hal ini DinKeSos Kota Tomohon: hal tersebut
dapat dilihat dari peran serta audit dalam hal pengawasan dan pemeriksaan secara
2
analisis, ini disebabkan audit memiliki tujuan yang jelas untuk lembaga yang
sedang diperiksa agar lebih baik dimasa yang akan datang (continous
improvement), sehingga akan terlihat dari berbagai aspek, baik kekurangan
maupun kelebihan suatu perusahaan.
Dalam melakukan audit tersebut perlu adanya framework sebagai acuan
standar pengelolaan TI. Beberapa diantaranya yang sudah umum digunakan
adalah COBIT, COSO, ITIL, ISO, dan lain-lain. Dalam penelitian ini
menggunakan framework COBIT 4.1 yang merupakan sebuah model framework
tata kelola yang representatif dan menyeluruh, yang mencakup masalah
perencanaan, implementasi, operasional dan pengawasan terhadap seluruh proses
TI [1]. Ada empat Domain COBIT 4.1 yaitu Plan and Organise, Aquire and
Implement, Deliver and Support, Monitor and Evaluate.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dikemukakan sebelumnya tentang
pemanfaatan SIKDA yang belum efektif oleh karena itu penelitian ini
berhubungan dengan penyampaian kebutuhan layanan, yang terdiri dari operasi
pada security (pengamanan data) dan aspek kesinambungan bisnis sampai dengan
pengadaan training serta penggunaan TI pada SIKDA Kota Tomohon. Dalam
tahapan pengimplementasian sistem telah diupayakan oleh pihak yang
berkewajiban dari DinKesSos Kota Tomohon, akan tetapi pemeliharaan perangkat
keras maupun perangkat lunaknya belum dilakukan dengan intensif. Dimana saat
terjadi kerusakan atau masalah pada SIKDA belum ada pihak yang paham untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi, sehingga langkah selanjutnya yang perlu
ditinjau kembali adalah keberlanjutan SIKDA berdasarkan standar COBIT 4.1
domain Deliver and Support melihat belum adanya pelatihan yang dilakukan oleh
penyedia sistem informasi maupun dari DinKeSos untuk bekal dalam
pengoprasian SIKDA . Dan masih membutuhkan pemeliharaan dan tindakan
berkesinambungan melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung keberlangsungan
SIKDA hingga akhirnya dapat dimanfaatkan dengan sempurna di setiap
Puskesmas di seluruh Kota Tomohon.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai penggunaan framework Cobit dalam proses audit sebuah
sistem informasi telah banyak dilakukan, beberapa diantaranya yaitu:Penelitian
tentang analisis teknologi informasi sudah banyak dilakukan. Salah satunya
skripsi yang berjudul ”Analisis Sistem Informasi Akuntansi Rumah Sakit
Menggunakan COBIT dengan Domain Monitor and Evaluate”. Dalam penelitian
ini, menganalisis sistem informasi di bagian keuangan pada Transaksi Pasien
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga dengan menggunakan
framework Cobit. Penilian berfokus pada domain yang keempat dari framework
cobit, yaitu Domain Monitor and Evaluate. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga tujuan pengendaliannya
belum mencapai tahap optimal (optimized), dari 4 sub domain yang ada, 3
diantaranya mendapatkan hasil initial/Hoc bahkan satu diantaranya dinyatakan
non-existent[2].
Pada penelitian yang berjudul Rancangan Tata Kelola Teknologi Informasi
3
untuk Institusi Pemerintahan Studi Kasus BAPPENAS menjelaskan penerapan
tata kelola pemerintahan dan percepatan penerapan teknologi informasi pada
pemerintahan membuat institusi-institusi pemerintah harus meningkatkan fungsi
teknologi informasinya. Meningkatnya peran teknologi informasi maka investasi
di bidang teknologi informasi semakin besar dan semakin kompleks dalam
pengelolaannya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu tata kelola teknologi informasi
yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing organisasinya. BAPPENAS
sebagai institusi perencanaan pemerintah merasa perlu untuk memiliki suatu tata
kelola teknologi informasi yang baik agar investasi teknologi informasinya dapat
berjalan dengan baik. Teknologi informasi untuk BAPPENAS dengan
menggunakan gabungan model tata kelola teknologi informasi diantaranya model
Peterson, model Weill & Ross, model ITGI focus area, model AS 8015 standar
Australia, dan kontrol objektif dari COBIT. Dari keseluruhan model tersebut
dapat dilihat seberapa jauh tingkat kematangan tata kelola TI pada BAPPENAS
yang kemudian akan ditentukan solusi untuk mencapainya [3].
Yuliani, dengan skripsi yang berjudul judul Analisis pengelolaan
pengendalian TI (Studi Kasus pada PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Tengah
dan DIY di Ungaran). Penelitian tersebut menggunakan Framework COBIT
domain Deliver and Support, dalam penelitian menemukan bahwa pengelolahan
pengendalian TI di PT.PLN (Persero) P3B region Jawa Tengah dan DIY domain
Deliver and Support untuk DS1 (Define and Manage Service levels), DS3
(Manage Performance and Capacity) , DS4 (Ensure Continuous Service), DS6
(Identify and Allocate Costs), DS7 (Educate and Train User) ,DS8 (Manage
Service Desk and Incidents), DS9 (Manage the Configuration) ,DS11(Manage
data), DS12(Manage the Physical Environment) berada pada level 4 (manage),
sedangkan pada DS2(Manage Third-party Services), DS5(Ensure Systems
Security), DS10 (Manage Problem) dan DS(Manage Operations) berada pada
level 5(Optimized) [4].
Melihat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pengauditan yang
dilakukan dalam perusahan/instansi pemerintah dengan menggunakan COBIT 4.1
dapat dijadikan sebagai kerangka kerja yang dapat menjelaskan bagaimana
langkah yang seharusnya dilakukan dalam mengatur tata kelola teknologi
informasi. berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi kinerja SIKDA Kota Tomohon menggunakan framework COBIT
4.1 berfokuskan pada domain Deliver and Support.
COBIT
CobIT (Control Objective for Information and Related Technology)
merupakan sebuah kerangka kerja (framework) yang terdiri dari sekumpulan
dokumentasi best practices untuk tata kelola IT yang dapat membantu auditor,
manajemen dan pengguna (user) untuk menjembatani gap antara resiko bisnis,
kebutuhan pengendalian dan permasalahan-permasalahan teknis serta dapat
memberikan arahan (guidelines) yang berorientasi pada bisnis [5].Konsep dasar
kerangka kerja COBIT menurut ITGI [6] adalah penentuan kendali TI
berdasarkan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan bisnis dan
informasi yang dihasilkan dari gabungan penerapan proses TI dan sumber daya
4
terkait. Dalam penerapan pengelolaan TI terdapat dua jenis model kendali, yaitu
model kendali bisnis (business controls model) dan model kendali TI (IT focused
control model), COBIT mencoba untuk menjembatani kesenjangan dari kedua
jenis kendali tersebut.
Domain Cobit Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh ITGI [6], COBIT memiliki 4
cakupan domain:
Perencanaan dan Organisasi (Plan and organise)
Domain ini mencakup strategi dan taktik yang menyangkut identifikasi tentang
bagaimana TI dapat memberikan kontribusi terbaik dalam pencapaian tujuan
bisnis organisasi sehingga terbentuk sebuah organisasi yang baik dengan
infrastruktur teknologi yang baik pula.
Pengadaan dan implementasi (Acquire and implement)
Untuk mewujudkan strategi TI, solusi TI perlu diidentifikasi, dibangun atau
diperoleh dan kemudian diimplementasikan dan diintegrasikan dalam proses
bisnis.
Pengantaran dan dukungan (Deliver and Support)
Domain ini berhubungan dengan penyampaian layanan yang diinginkan, yang
terdiri dari operasi pada security dan aspek kesinambungan bisnis sampai dengan
pengadaan training.
Pengawasan dan evaluasi (Monitor and Evaluate)
Semua proses TI perlu dinilai secara teratur dan berkala bagaimana kualitas dan
kesesuaiannya dengan kebutuhan kontrol.
Maturity Model
Maturity Level dirancang sebagai profil dari proses TI yang akan diakui oleh
pihak perusahaan sebagai penjelasan yang memungkinkan dari kondisi sekarang
dan kondisi dimasa yang akan datang [6].Maturity model mempunyai skala dari 0
sampai dengan 5 sebagai parameter penilaian. COBIT mempunyai model
kematangan (maturity models) untuk mengontrol proses-proses TI dengan
menggunakan metode penilaian (scoring) sehingga suatu organisasi dapat menilai
proses-proses TI yang dimilikinya yaitu 0- Non Existen, 1-Initial, 2-Repetable, 3-
Defined, 4- Managed, 5- Optimized.Pendekatan ini berasal dari Maturity Model
yang dibuat oleh Software Engineering Institute (SEI).
Gambar 1 Maturity Model [6]
Sumber : Cobit 4.1 governance Institute.(ITGI, 2007)
5
Maturity model adalah alat yang digunakan dalam COBIT untuk mengukur
tingkat kematangan penerapan tata kelola IT dalam organisasi. Maturity model
didesain untuk masing-masing 34 proses IT yang ada berdasarkan kepada
perkembangan dari generic Maturity Model. Dengan demikian organisasi dapat
mengetahui level kematangan penerapan dari tata kelola IT pada saat ini
menggunakan perbandingan dengan level pada industri secara umum dan target
perkembangan organisasi ke depannya. Sedangkan untuk pengukuran level
kematangan berdasarkan standar Cobit 4.1. Rumus yang digunakan untuk
menghitung indeks Maturity Level yaitu:
Angka indeks yang diperoleh dibulatkan ke bilangan bulat terdekat untuk
menentukan Maturity Level. Dalam menguji apakah instrumen yang digunakan,
dalam hal ini angket memenuhi persyaratan validitas, pada dasarnya digunakan
korelasi Pearson. Cara analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi
antara masing-masing nilai pada nomor pertanyaan dengan nilai total dari nomor
pertanyaan tersebut [7]. Ketentuan yang digunakan dalam penilaian validitas ini
adalah rtabel< rhitung dimanartabel= 0,3.
3. Metode Penelitian
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah Pegawai DinKesSos Kota
Tomohon yang terlibat langsung dengan SIKDA mulai dari perencanaan hingga
pengoperasian. Berikut Gambar 2 merupakan tahapan penelitian yang dilakukan.
Gambar 2 Tahapan Penelitian
Perencanaan Audit dan Pemahaman Sistem
Pengumpulan
Data Organisasi
Studi Literatur
(COBIT 4.1)
Evaluasi Bukti Pemeriksaan
Uji Reliabilitas Uji Validitas
Perhitungan Maturity Level dan Analisis
Gap Analyse
Komunikasi Hasil Pemeriksaan
Temuan dan Rekomendasi
Pengumpulan bukti dan Pemeriksaan Rinci
Kuesioner Wawancara Observasi Bukti Audit
6
Tahapan penelitian dimulai dengan perencanaan Audit dan pemahaman sistem
yaitu pengumpulan data organisasi dan studi literatur yang akan menunjang
keberhasilan proses penelitian kedepan. Pengidentifikasian data-data dari
penelitian terdahulu dan topik-topik yang berhubungan dengan permasalahan.
Pemahaman yang mendalam tentang CobIT dan sistem informasi yang digunakan.
Dilanjutkan dengan proses pengambilan data dengan observasi, wawancara,
dan kuesioner pada beberapa responden yang terlibat dalam kegiatan operasional
Perusahaan. Wawancara dilakukan pada saat yang bersamaan dengan penyebaran
kuesioner. Sedangkan observasi dilakukan setelah kuesioner telah selesai di isi
dan diperoleh data mentah. Observasi dimaksudkan untuk mendukung bukti yang
telah diperoleh sebelumnya melalui hasil wawancara dan kuesioner. Pengambilan
data selesai kemudian dilakukan pengolahan data hasil wawancara dan kuesioner
beserta hasil observasi. Data-data mentah ini disusun dan digambarkan kembali
dalam bentuk yang lebih sederhana serta mudah dimengerti.
Setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan diuji. Pengujian dilakukan
dengan uji validitas dan reliabilitas diikuti analisis gap yang ada. Evaluasi bukti
pemeriksaan selesai dilakukan, dilanjutkan dengan komunikasi hasil temuan dan
memberikan beberapa rekomendasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan.
4. Hasil dan Pembahasan
Proses Bisnis
Aplikasi Sistem Informasi DinKeSos Kota Tomohon yang digunakan adalah
Aplikasi InfoKes Manajemen Pasien. Gambar 3 menunjukkan aliran data dari
proses bisnis Sistem Informasi DinKeSos Kota Tomohon.
Gambar 3 Proses Bisnis InfoKes Manajemen Pasien
7
Dalam InfoKes Manajemen Pasien input data dikelompokan melalui dua
manajemen yaitu Manajemen Pasien dan Manajemen organisasi. Pengelolaan
manajemen pasien dan manajemen organisasi dikerjakan oleh Tata Usaha
kemudian menghasilkan berbagai laporan seperti laporan keuangan, laporan
kepegawaian, serta rekam medis dari pasien. Data-data tersebut dapat diproses
dalam aplikasi InfoKes manajemen pasien yang kemudian menhasilkan output
berupa informasi yang direkam selama satu bulan atau triwulan.
Pasien yang baru pertama kali mengadakan pemeriksaan di Puskesmas akan
di data melalui prosedur pendaftaran yang telah ditetapkan oleh manajemen
Puskesmas. Pendaftaran dibantu oleh pegawai Tata Usaha yang bertugas di
Loket Pendaftaran. Kemudian setelah menjalani pemeriksaan Pasien akan
mendapatkan informasi tagihan biaya berobat. Obat yang diberikan dikelola oleh
bagian Apotik. Pada bagian Apotik petugas mendata obat-obat apa saja yang
telah masuk dalam Gudang Penyimpanan obat, serta obat yang keluar juga
dicatat agar diketahui ketersediaan dari obat-obat tersebut. Data yang sudah
cukup kompleks sudah dapat diolah dalam Aplikasi InfoKes Manajemen Pasien
sehingga menghasilkan beberapa output laporan bulanan seperti laporan
keuangan, laporan persediaan obat-obatan.
Data Responden
Sesuai dengan RACI Roles yang telah ada sebelumnya, maka disebarkan 35
kuesioner namun kuesioner yang kembali hanya berjumlah 29 kuesioner. Berikut
data ke 29 pegawai yang telah mengisi kuesioner di karnakan ada penyusunan
stuktur organisasi DinKeSos Kota Tomohon ada beberapa sub bagian yang
berkurang.
Tabel 1 Data Responden
RACI Jabatan Jumlah
R Sub. Bagian Perencanaan
Sekretaris
Sub. Bagian Keuangan dan Perlengkapan
4 orang
1 orang
5 orang
A
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Tata Usaha Puskesmas Pangolombian
Tata Usaha Puskesmas Malani II
Tata Usaha Puskesmas Kakaskasen
Tata Usaha Puskesmas Lansot
7 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
C Sie. Penanggulangan Sistem Informasi Kesehatan 3 orang
I
Kepala Dinas
Kepala Puskesmas Pangolombian
Kepala Puskesmas Malani II
Kepala Puskesmas Kakaskasen
Kepala Puskesmas Lansot
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
Total 29 orang
Dalam proses pengisian kuesioner sesuai dengan ketentuan dalam Cobit 4.1
ternyata dianggap terlalu banyak poin-poin dan bahasa yang kurang pahami oleh
responden karena mengandung istilah-istilah yang berhubungan dengan teknologi
informasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan penyederhanaan
8
kuesioner yang dibagikan dengan kata-kata yang lebih mudah dipahami,
khususnya bagi responden yang tidak berlatar belakang pendidikan teknologi
informasi. Setiap Domain dalam DS rata-rata mengandung dua sampai tiga
pernyataan, sehingga total pernyataan dalam kuesioner hanya berjumlah 35
pernyataan. Setelah kuesioner terkumpul, maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah uji validitas dan reliabilitas dari setiap sub-domain Deliver and
Suport Cobit 4.1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan hasil analisis validitas menggunakan SPSS 20 pada Tabel 2
diketahui 34 pernyataan dianggap valid sedangkan pernyataan yang dianggap
tidak valid adalah pernyataan No.Kuesioner 9 sub-domain DS4. Pernyataan
No.Kuesioner 9 mengenai perencanaan dan pelaksanaan pelatihan Pengguna
SIKDA dimana pernyataan ini berhubungan dengan Penyedia Sistem informasi
bukan pada pihak DinKesos. Jadi pernyataan ini di katakan tidak valid dan akan
dikeluarkan dari bahan analisis, sehingga pernyataan yang akan digunakan dalam
analisis reabilitas selanjutnya hanya berjumlah 34 pernyataan. Hasil uji reliabilitas
34 pernyataan kuesioner ditemukan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,929 atau
mendekati 1 yang berarti hasil kuesioner tersebut reliabel.
Tabel 2 Uji Validitas
Sub-
Domain
No.
Kue
rhitung rtabel = (0,3) Sub-
Domain
No.
Kue
rhitung rtabel=
(0,3)
DS1 1 0,579 VALID DS8 19 0,522 VALID
2 0,357 VALID 20 0,658 VALID
DS2 3 0,305 VALID 21 0,640 VALID
4 0,494 VALID DS9 22 0,511 VALID
DS3 5 0,550 VALID 23 0,753 VALID
6 0,397 VALID DS10 24 0,541 VALID
7 0,480 VALID 25 0,548 VALID
DS4 8 0.562 VALID 26 0,710 VALID
9 0.281 TIDAK VALID 27 0,548 VALID
10 0,636 VALID DS11 28 0,598 VALID
DS5 11 0,625 VALID 29 0,582 VALID
12 0,388 VALID DS12 30 0,729 VALID
13 0,394 VALID 31 0,596 VALID
DS6 14 0,613 VALID 32 0,559 VALID
15 0,618 VALID DS13 33 0,751 VALID
16 0,567 VALID 34 0,452 VALID
DS7 17 0,333 VALID 35 0,532 VALID
18 0,546 VALID
9
Marturity Level Analysis
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung maturity level dari
masing-masing sub-domain. Dalam perhitungan ini disajikan sekaligus dengan
gap analysis yang terlihat pada Tabel 3.Dalam tahap observasi dan penyebaran
kuesioner diketahui pihak manajemen DinKeSos Kota Tomohon mengharapkan
atau mengemukakan pendapatnya bahwa kemungkinan berada pada level 4. Pada
level 4 seperti sudah diketahui memiliki sistem yang terdokumentasi dan diikuti
dengan pengembangan sistem yang baik dengan berkesinambungan serta
merupakan pilihan yang cukup normal/ netral. Pada kenyataannya hasil kuesioner
menunjukkan bahwa maturity level dari SIKDA melalui aplikasi InfoKes
Manajemen Pasien belum mencapai level 4, melainkan hanya berkisar pada level
2 yaitu repeatable but intuitive.
Tabel 3Marturity level dan Gap Analysis
DS1 Define and Manage Service Levels seperti pada table 3 mendapatkan
nilai 2,034 yang dengan tingkat maturitas pada level Repeatable but Intuitive.
Pada dasarnya SIKDA pada DinKeSos Kota Tomohon telah memiliki tingkat
layanan yang baik. Terbukti dengan adanya sistem yang telah memiliki katalog
layanan bagi pengguna dan telah diciptakan sesuai kebutuhan pengguna. Namun
hal ini belum didukung oleh kesiapan setiap pengguna untuk menggunakan
sistem, sehingga belum dapat diadakan peningkatan kualitas layanan dan
pengawasan serta pelaporan belum terkomunikasikan dengan baik oleh pihak
yang bertanggung jawab dalam pengadaan sistem informasi di setiap puskesmas.
DS2 Manage Third-party Services seperti pada table 3 mendapat nilai 1,983
yang mendekati 2 pada level maturitas Repeatable but Intuitive. Hubungan
dengan pihak ke-tiga yaitu PT. Inovasi Tritek Informasi sebagai vendor dari
perangkat lunak aplikasi SIKDA yang digunakan saat ini telah berjalan dengan
baik. Tetapi adanya hubungan ini tidaklah begitu intens dalam hal pembahasan
fitur-fitur dalam aplikasi SIKDA. DinKeSos Kota Tomohon hanya berhubungan
dengan pembiayaan dan prosedur pengimplementasian di setiap kecamatan,
karena aplikasi yang digunakan ini juga merupakan aplikasi yang dipakai secara
nasional oleh beberapa Puskesmas di Indonesia. Oleh karena itu dalam hal ini
No. Sub-
Domain
Current
Maturity Level
Gap
Analysis
Kesimpulan
1. DS1 2,034 1,966 Repeatable But Intuitive
2. DS2 1,983 2,017 Repeatable But Intuitive
3. DS3 1,885 2,115 Repeatable But Intuitive
4. DS4 1,914 2,086 Repeatable But Intuitive
5. DS5 1,862 2,138 Repeatable But Intuitive
6. DS6 2,011 1,989 Repeatable But Intuitive
7. DS7 2,241 1,759 Repeatable But Intuitive
8. DS8 1,977 2,023 Repeatable But Intuitive
9. DS9 2 2 Repeatable But Intuitive
10. DS10 1,991 1,009 Repeatable But Intuitive
11. DS11 2,155 1,845 Repeatable But Intuitive
12. DS12 1,879 2,121 Repeatable But Intuitive
13. DS13 2,023 1,977 Repeatable But Intuitive
Total DS 1,997 2,003 Repeatable But Intuitive
10
hubungan yang terbangun adalah komunikasi tentang evaluasi dan dokumentasi
proses-proses dalam SIKDA yang belum dimengerti oleh admin Kota Tomohon
dan beberapa tata usaha di setiap puskesmas.
DS3 Manage Performance and Capacity seperti pada table 3 mendapat nilai
1,885 mendekati 2 pada level maturitas yang masih sama yaitu Repeatable but
Intuitive. Pengelolaan kinerja dan kapasitas SIKDA yang menjadi permasalahan
disini adalah bukan kinerja dan kapasitas sumber daya TI yang berupa perangkat
lunak dan perangkat kerasnya, melainkan penggunanya. Belum siapnya pengguna/
sumber daya manusia menerima dan memahami sistem informasi yang digunakan.
Ketidaksiapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa pegawai yang kurang memahami
cara pengoperasian sistem informasi. Hal ini dikarenakan waktu pelatihanyang
kurang dilaksanakan secara berkelanjutan.
DS4 Ensure Continuous Service seperti pada table 3 dengan nilai 1,914 yang
mendekati 2 pada level maturitas Repeatable But Intuitive. Dalam memastikan
layanan yang berkelanjutan pemerintah Kota Tomohon melalui DinKeSos Kota
Tomohon telah berusaha dengan sebaik mungkin untuk memastikan SIKDA telah
diterapkan dengan sempurna. Pendekatan yang dilakukan dalam memastikan
layanan yang berkelanjutan dengan memelihara sistem informasi yang ada, untuk
pengembangan sejauh ini belum dibutuhkan pengembangan yang lebih lanjut.
Mengingat pengembangan hanya dilakukan sesuai persetujuan Dinas Kesehatan
Pusat. Kecilnya angka Ensure Continuous Service juga mungkin dikarenakan
kurangnnya pelatihan berkelanjutan bagi pengguna dan admin SIKDA. Bahkan di
Puskesmas Lansot SIKDA ini hampir tidak digunakan. Penggunaan sistem
informasi hanya dilakukan saat pendaftaran dan mencetak kartu peserta pada saat
ada peserta baru. Pelapolaran dan pengaturan konfigurasi lainnya tidak dilakukan
secara berkelanjutan.
Pada table 3 DS5 Ensure Systems Security yaitu aktifitas yang memastikan
keamanan sistem mendapat nilai 1,862 yang mendekati 2 pada level maturitas
Repeatable But Intuitive. Adapun keamanan informasi dalam SIKDA telah
diproteksi dengan baik melalui penggunaan username dan password yang berbeda
oleh setiap pengguna, namun tidak memvalidasi dan melakukan peninjauan hak
akses pengguna secara berkala. Jika ditinjau dari segi perlindungan dari insiden
keamanan yang berpotensi merusak sistem belum diterapkan secara terus-
menerus. Perlindungan dari insiden keamanan berupa update anti virus, back-up
data, dan memeriksa kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi bagi sistem
hanya dilakukan beberapa kali saja.
DS6 Identify and Allocate Costs seperti pada table 3 mendapat nilai 2,011
yang mencapai level maturitas Repeatable But Intuitive yang berarti sudah adanya
kesadaran pihak DinKeSos Kota Tomohon dalam mengelola pengeluaran untuk
perangkat keras dan perangkat lunak SIKDA. Hal ini diakui juga oleh anggot sie.
Keuangan dan Perlengkapan DinKeSos Kota Tomohon. Untuk biaya
pemeliharaan secara berkelanjutan yang dilakukan oleh setiap puskesmas sejauh
ini telah dicatat dengan baik sesuai pengeluaran yang dilakukan, namun
standarisasi pembiayaan yang dibutuhkan guna menetapkan dan memelihara
kebijakan dan prosedur pengenaan biaya belum ditentukan oleh pihak yang
bertanggungjawab di Puskesmas.
11
DS7 Educate and Train Usersseperti pada table 3 mendapatkan nilai 2,241
merupakan nilai tertinggi dari ke-13 sub-domain yang ada dengan level maturitas
Repeatable but Intuitive. Dalam hal mendidik dan melatih pengguna DinKeSos
Kota Tomohon telah berusaha melatih beberapa perwakilan dari setiap puskesmas
yang menjadi admin. Adapun pelatihan ini tidak dilakukan secara
berkesinambungan yang terkadang menjadi kendala adalah ketergantungan satu
pengguna dengan pengguna yang lain dalam hal pengoperasian SIKDA. Sehingga
dibutuhkannya pelatihan secara informal oleh admin terhadap beberapa pengguna
SIKDA di Puskesmas. Guna mengantisipasi hal tersebut disediakan juga buku
pedoman manual penggunaan SIKDA dalam bentuk softcopy di setiap Puskesmas.
DS8 Manage Service Desk and Incidentspada table 3 dengan nilai 1,977
mendekati 2 pada level maturitas Repeatable but Intuitive. Pengelolaan Service
Desk dan Layanan insiden sejauh ini telah ditangani dengan oleh admin setiap
puskesmas, kemudian jika permasalahannya tidak dapat ditangani maka akan
dialihkan kepada teknisi yang disediakan oleh DinKeSos Kota Tomohon dan tidak
lupa juga terus berkomunikasi dengan pihak ke-tiga jika ada permasalahan yang
bersifat krusial mengenai software SIKDAyang tidak dapat ditangani oleh teknisi.
Meskipun telah ditangani dengan tepat, pencatatan dan pelaporan insiden ini
tidaklah dilakukan secara cepat dikarenakan tidak adanya prosedur dan pedoman
penanggulangan insiden yang diberikan secara formal.
DS9 Manage the Configuration pada table 3 mendapat nilai 2 dengan level
maturitas Repeatable but Intuitiv. Pengelolaan konfigurasi telah dipahami
merupakan hal yang penting dalam pengoperasian SIKDA, seperti penyimpanan
data melalui bank data Puskesmas yang diunggah di internet. Hal ini terkadang
hanya dapat dilakukan oleh admin karena membutuhkan kemampuan teknis dan
memahami dengan benar pengoperasian SIKDA. Dengan pengetahuan tentang
konfigurasi data yang terbatas ini membuat admin harus mampu bekerja ekstra
dalam mengelola data.
DS10 Manage Problems pada table 3 mendapat nilai 1,991 yang mendekati
2 pada level maturitas Repeatable but Intuitive yang mengindikasikan adanya
kesadaran setiap pengguna untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada
SIKDA. Baik dalam SIKDA itu sendiri maupun lingkungan fisik yang
memungkinkan terjadinya kerusakan pada sistem, atau lambatnya koneksi
jaringan. Pencatatan masalah terus dilakukan oleh pihak puskesmas walaupun
pengevaluasiannya sangat jarang dilakukan selama tidak ada masalah besar yang
begitu berarti seperti sistem yang tidak dapat dioperasikan dan membutuhkan
instalasi ulang.
DS11 Manage Data dengan nilai 2,155 pada table 3 level maturitas
Repeatable but Intuitive menunjukkan adanya upaya yang dilakukan oleh pihak
manajemen puskesmas maupun manajemen DinKeSos Kota Tomohon dalam
mengelola data-data puskesmas. Pengelolaan ini didukung oleh adanya fasilitas
penyimpanan data yang disediakan di server aplikasi SIKDA tesebut. Data-data
tersebut juga terkadang di back-up oleh admin puskesmas dan di simpan di
beberapa tempat penyimpanan, baik HDD internal maupun eksternal.
DS12 Manage the Physical Environment dengan nilai 1,879, dan DS13
Manage Operations dengan nilai 2,023 seperti terlihat dalam table 3 kedua DS
12
inimendekati 2 pada level maturitas Repeatable but Intuitive. Pegelolaan
lingkungan fisik dan operasi pada SIKDA di setiap puskesmas telah dilaksanakan
dan dikontrol dengan cukup baik oleh setiap admin sesuai dengan pemahaman
admin di setiap puskesmas, sehigga standar operasi belum diketahui apakah sudah
tepat dan sesuai dengan kebutuhan sistem. Begitupun dengan pengelolaan operasi
yang dipantau langsung oleh sie. Bagian Perencanaan, sie. Bagian Keuangan dan
Perlengkapan, dan Sie. Penanggulangan Sistem Informasi Kesehatan diikuti oleh
kepala puskesmas dan tata usaha puskesmas yang menjadi admin maupu
pengguna. Evaluasi dann kotrol terhadap SIKDA yang diimplentasikan lebih
banyak mendapat perhatian pada awal perencanaan hingga implementasi pada
tahun 2009. Selebihnya untuk pemeliharaan dan penggunaan diserahkan
tanggungjawab kepada kepala dan tata usaha puskesmas. Peninjauan kembali juga
dilakukan oleh teknisi maupun Sie. Penanggulangan Sistem Informasi Kesehatan
sesuai keperluan yang benar-benar dibutuhkan.
Pada table 3 Secara keseluruhan total DS menunjukkan angka 1,997 dapat
dikatakan seluruh DS berada pada level Repeatable but Intuitive. Dalam hal ini
pengetahuan akan IT dibutuhkan oleh setiap pengguna karena katalog layanan
telah ada seperti manualbook, namun membaca manualbook saja tidak cukup
untuk memahami sistem yang sedang digunakkan. Dibutuhkan softskill yang
dapat menunjang kegiatan operasional sistem secara berkelanjutan. Inisiatif
individu dalam menangani insiden yang mungkin terjadi berperan penting dalam
keberlangsungan pemanfaatan sistem.
Pendekatan dalam menemukan solusi bagi SIKDA yang mungkin dialami
membutuhkan standarisasi dari pihak vendor sistem. Tools mungkin telah
diperoleh dari pihak vendor hanya saja komunikasi hasil-hasil temuan dan
rekomendasi perlu dibahas lebih lanjut. Dengan demikian level maturitas SIKDA
dapat meningkat ke level tiga. Jika tidak adanya standarisasi ini, maka cara
penanganan insiden maupun standar pengoperasian SIKDA di setiap puskesmas
akan berbeda berdasarkan pemahaman para pengguna. Setiap pengguna
dipastikan memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas dalam menggunakan
sistem. Akses terhadap data-data penting dan aliran informasi yang dihasilkan
dapat sesuai dengan kebutuhan pengguna
Umumnya fitur dalam SIKDA berdasarkan CobIT 4.1 domain deliver and
support telah cukup memenuhi kebutuhan pengguna. Tingkat layanan dari
registrasi pasien, riwayat pasien, data obat, dan permintaan kebutuhan sistem
informasi yang lainnya sudah dapat terpenuhi dengan SIKDA untuk itu
dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan manfaat SIKDA yang berupa
pengintegrasian sistem dan data seluruh puskesmas serta menunjang pelayanan
puskesmas yang semakin inovatif dan efektif, sehingga SIKDA dapat digunakan
dengan maksimal. Aspek kesinambungan SIKDA dari segi pemeliharaan
lingkungan fisik, keamanan data, dan pelatihan user dianggap perlu lebih
diperhatikan.Umumnya pengimplementasian SIKDA telah memenuhi tujuan
DinKesSos untuk menunjang usaha pelayanan kepada masyarakat. SIKDA juga
diharapkan mampu memberikan integrasi data secara menyeluruh, khususnya
Kota Tomohon.
13
5. Simpulan dan Rekomendasi
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan seluruh sub-domain deliver and
support berada pada level Repeatable but Intuitive. Meskipun tujuan organisasi
mengimplementasikan SIKDA telah memenuhi tujuan dari pengadaan sistem
informasi tersebut, namun berdasarkan tujuan dari CobIT 4.1 masih
membutuhkan pengembangan standar-standar operasional SIKDA dan cara
menangani insiden. Disamping itu dibutuhkan juga pemahaman dari setiap
pengguna SIKDA.
Dalam hal sumber daya TI seperti material dan alat serta software dianggap
sudah cukup baik. Perlu diperhatikan juga pelatihan berkelanjutan bagi pengguna
yang akan berhadapan langsung dengan sistem. Dengan hal ini kemungkinan
tidak diberdayakannya SIKDA di salah satu Puskesmas dapat diminimalisir,
mengingat biaya pengadaan sistem informasi yang cukup besar namun kurang
digunakan secara maksimal. Penggunaan yang kurang maksimal tersebut
menimbulkan penggunaan waktu kerja yang tidak efektif dimana data yang dicatat
secara manual harus dimasukkan satu-persatu ke dalam database SIKDA.
Begitu juga dengan pencatatan dan pelaporan insiden yang terjadi haruslah
dapat terdokumentasi dengan baik, agar ke depan jika menghadapi permasalahan
yang sama dokumentasi tersebut dapat menjadi bahan referensi dalam menangani
masalah tanpa harus mendatangkan teknisi. Mengingat efisiensi biaya dan waktu
yang akan dibutuhkan jika permasalahan dalam SIKDA tidak dapat ditangani oleh
admin.
6. Daftar Pustaka
[1] Purnomo,Lukman Hadi Dwi & Aris Tjahyanto, 2010, Perancangan Model
Tata Kelola Ketersediaan Layanan TI Menggunakan Framework COBIT
Pada BPK-RI.Magister Manajemen Teknologi ITS: Surabaya.
[2] Naibaho, Glorya. 2012.Analisis Sistem Informasi Akuntansi Rumah Sakit
Menggunakan COBIT dengan Domain Monitor and Evaluate(Studi Kasus:
Transaksi Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga.
Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
[3] Putra, Risma Bayu & Sensuse, Dana Indra. 2007. Rancangan Tata Kelola
IT untuk Institusi Pemerintahan Studi Kasus BAPPENAS. Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia:Jakarta.
[4] Yuliani, Herlina. 2009. Analisis Pengelolaan Pengendalian TI(studi kasus
PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Tengah & DIY di Ungaran,Skripsi.
UKSW: Salatiga.
[5] Gondodiyoto, Sanyoto. 2007. Audit Sistem Informasi.+Pendekatan CobIT.
Mitra Wacana Media: Jakarta.
[6] ITGI.2007.COBIT 4.1. IT governance Institute: Illinois.
[7] Sugiyono. 2010, Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta:Bandung
[8] Manual Book Manajemen Pasien Nasional. 2008 PT. Inovasi Tritek
Informasi : Bandung.
top related