asuhan keperawatan parotitis acc
Post on 05-Dec-2015
42 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA
untai tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang
15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily
Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008).
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan
mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada
orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada
umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding
dengan morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika
cenderung tidak jelas secara klinis (Warta medika,2009).
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi
walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa:
Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis,
mastitis, dan ketulian.
Insidensi parotitis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000.
Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau
komplikasi dari parotitis Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus.
Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20 tahun.
Angka rata-tata kematian akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%.
Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis
opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central
retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya
unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat
permanen.
1
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan
berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya
kematian. Maka disebabkan hal tersebut, melalui makalah ini kami
memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan dan tata cara
pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit
tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu
melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan
tepat dan benar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep dari gangguan saliva parotitis?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
saliva parotitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan saliva parotitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat mengetahui definisi dari Parotitis.
2. Dapat mengetahui etiologi dari parotitis.
3. Dapat mengetahui Manifestasi klinis dari Parotitis.
4. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari parotitis.
5. Dapat merumuskan pengkajian sampai dengan intervensi dan
WOC dari Parotitis.
6. Dapat merumuskan Asuhan Keperawatan dari Parotitis.
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Teoritis:
Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan
penyakit infeksi parotitis.
1.4.2 Untuk Praktis:
Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara tepat dan
optimal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar
saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari
kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis
(Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus
mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung
zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis
shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi
anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus
otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula.
Saluran submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang
terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini
dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang
keluar (Rensburg, Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape),
terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-
masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk
4
membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis,
kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar
lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok.
Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat
dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan
kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan
dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat
murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar
ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus,
terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari
palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama
dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal (Rensburg, 1995)
2.2 Definisi Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang
anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).(Warta
Medika,2009)
Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu
pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran 5
kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran
dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang
testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan
organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau
tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau
mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid
dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008)
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat
ditularkan melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka
dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang
nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari
dengan rata-rata 17-18 hari.
2.3 Epidemiologi
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak
dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan
urin. Bayi sampai umur 6 – 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits
epidemika karena dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara
transplasental dari ibunya.3 Insiden tertinggi pada umur antara 5 sampai 9
6
tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4 tahun, kemudian umur
antara 10 sampai 14 tahun.
2.4 Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza,
measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus
sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps
merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai
2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein.
Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu :
antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid
dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur
pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet
selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau
mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian
menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25
hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi
yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini
adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,
otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari
sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan
7
pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang
(Sumarmo,2008)
2.5 Klasifikasi Parotitis
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti
sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan
dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat
pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan
penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum
lama dan adanya gangguan dehidrasi.
2.6 Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami
keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda
sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita
lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan
penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar
12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang
timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat
digambarkan sebagai berikut :
8
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala:
demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,
kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat
mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka
mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian
berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang
(submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria
dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.
2.7 Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya
kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus
mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM
dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens.
Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
9
proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia
(ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di
jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid.
Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000).
Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang
mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan
sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler
dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang
terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
2.8 Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi
fasial, obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris
interna, dan disfungsi nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan
menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis, miokarditis,
perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2
minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus
dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi
terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau
pengobatan yang kurang dini menurut Nelson (2000) :
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang
kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang
10
tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang
sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli
saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau
permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis
yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri
perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling
sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena
infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai
parotitis dalam 8 hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung
dalam 3 – 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan
kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar
30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas
diperkirakan sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku
kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami
meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000
penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan
11
otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot
wajah.
5. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas
6. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.
Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini
akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh
total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada
parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing,
mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda
adanya pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-
anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari
sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat
terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
12
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen
S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan
takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan parotitis adalah poliarteritis yang
sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah
berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar
khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan
sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis)
dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai
kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10–20 hari;
uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata,
kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari;
skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena sentral.
2.9 Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada
terapi spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan
parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
13
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena
mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan
oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi,
maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin
berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka
namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum
tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
“salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
14
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis
Simptomatik saja
2.10 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi
pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis
epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck,
sharp and dohme) atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan
(Ngastiyah, 2007). Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi
lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.
15
Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin
campak dan rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella).
Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi “mumps” pada
individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan
proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya
selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan
serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi
maternal; Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen
vaksin; demam akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan;
limfoma; sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti
metabolit; sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan
setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan
vaksin “Mumps” dalam situasi ini
2.11 Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan
limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang
16
lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L
darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk
menunjukan adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1. Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika
perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka
kemungkinannya parotitis.
2. Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk
biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah
terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya
hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya
untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3. Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan
jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi
diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap
antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap
selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2
tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada.
Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun
menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S
timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu
setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
17
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak
ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
2.12 Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih ( mual dan
muntah).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake asupan gizi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
2.13 Intervensi Keperawatan
1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih(mual dan
muntah).
- Tujuan :
Mencegah output yang berlebih dan mengoptimalkan intake cair.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa
18
bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda,
input dan output seimbang.
- Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Penuhi kebutuhan individual.
Anjurkan klien untuk minum
(Dewasa : 40-60 cc/kg/jam).
1. Berikan cairan tambahan IV sesuai
indikasi.
1. Awasi tanda-tanda vital, evaluasi
turgor kulit, pengisian kapiler dan
membran mukosa.
1. Kolaborasi pemberian cimetidine
dan ranitidine
1. Intake cairan yang adekuat akan
mengurangi resiko dehidrasi
pasien.
2. Mengganti kehilangan cairan
dan memperbaiki
keseimbangan cairan dalam
fase segera.
1. Menunjukkan status
dehidrasi atau kemungkinan
kebutuhan untuk
peningkatan penggantian
cairan.
2. Cimetidine dan ranitidine
berfungsi untuk
menghambat sekresi asam
lambung
1. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
penurunan intake asupan
gizi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake asupan gizi.
Tujuan :
Gangguan nutrisi teratasi
Kriteria Hasil :
1. Antoprometri: Berat badan, lingkar lengan atas kembali normal.
2. Albumin,hemoglobin normal.
3. Klinis : terlihat segar.
19
4. Porsi makan habis.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Reduksi stress dan
farmakoterapi seperti
cytoprotective agent,
penghambat pompa proton,
anatasida.
1. Koloborasi transfusi albumin.
1. Konsul dengan ahli diet untuk
menentukan kalori / kebutuhan
nutrisi .
3 Tambahan vitamin seperti B12.
3 Batasi makanan yang
menyebabkan peningkatan asam
lambung berlebih, dorong klien
untuk menyatakan perasaan
masalah tentang makan diet.
3 Berikan nutrisi melalui IV sesuai
indikasi.
1. Stress menyebabkan peningkatan
produksi asam lambung, untuk
klien dengan gastritis
penggunaan penghambat pompa
proton membantu untuk
mengurangi asam lambung
dengan cara menutup pompa
asam dalam sel lambung
penghasil asam. Kemudian untuk
penggunaan cytoprotective agent
membantu untuk melindungi
jaringan yang melapisi lambung
dan usus kecil. pada klien dengan
gastritis antasida berfungsi untuk
menetralisir asam lambung dan
dapat mengurangi rasa sakit.
2. Dengan tranfusi albumin
diharapkan kadar albumin dalam
darah kembali normal sehingga
kebutuhan nutrisi kembali
normal.
3. Pemasukan individu dapat
dikalkulasikan dengan berbagai
perhitungan yang berbeda, perlu
bantuan dalam perencanaan diet
yang memenuhi kebutuhan
nutrisi.
20
4. Mencegah terjadinya anemia.
5. Keragu-raguan untuk makan
mungkin diakibatkan oleh takut
makanan yang menyebabkan
terjadinya gejala.
3. Program ini mengistirahatkan
saluran pencernaan sementara ,
dan memenuhi nutrisi sangat
penting dan dibutuhkan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan :
Intoleransi aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil
Klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan tirah baring atau
duduk dan berikan obat sesuai
dengan indikasi.
2. Berikan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
3. Ajarkan klien metode
penghematan energy untuk
aktivitas (lebih baik duduk
daripada berdiri saat melakukan
aktivitas)
1. Tirah baring dapat
meningkatkan stamina tubuh
pasien sehinggga pasien dapat
beraktivitas kembali.
2. Lingkungan yang nyaman dan
tenang dapat mendukung pola
istirahat pasien.
3. Klien dapat beraktivitas secara
bertahap sehingga tidak terjadi
kelemahan.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
21
Tujuan :
Informasi tepat dan efektif.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Beri pendidikan kesehatan
(penyuluhan) tentang penyakit,
beri kesempatan klien atau
keluarga untuk bertanya, beritahu
tentang pentingnya obat-obatan
untuk kesembuhan klien.
1. Evaluasi tingkat pengetahuan
pasien.
2. Memberikan pengetahuan dasar
dimana klien dapat membuat
pilihan informasi tentang kontrol
masalah kesehatan. Keterlibatan
orang lain yang telah menerima
masalah yang sama dapat
meningkatkan koping , dapat
meningkatkan terapi dan proses
penyembuhan.
1. Pengkajian / evaluasi secara
periodik meningkatkan
pengenalan / pencegahan dini
terhadap komplikasi seperti
ulkus peptik dan pendarahan
pada lambung
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot
sejak seminggu yang lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan
bahwa teman sebangkunya menderita penyakit yang sama.
3.1 Pengkajian :
Identitas :
Nama : An. B
Umur : 9 tahun
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Pelajar
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
Penanggung jawab biaya : Ibu D
23
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
Keluhan Utama:
Demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang:
An. B sejak seminggu lalu mengalami demam dan merasakan nyeri pada
belakang telinga dan pipi kiri. Beberapa hari kemudian timbul bengkak
dan kemerahan di sekitar daerah nyeri dan bengkak menyebar ke daerah
pipi kanan. An. B menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun. BB
awal adalah 30kg, kemudian saat ini turun menjadi 28kg. Sudah 3 hari
tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah akibat penyakit ini.
Riwayat Penyakit Dahulu:
An.B sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang
sama. Tidak punya riwayat penyakit menular, dan tidak punya riwayat
alergi. Belum pernah di imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela)
Riwayat Penyakit Keluarga
Semua anggota keluarga An.B dahulu sudah pernah mengalami gejala
yang sama dengan An.B. Kemungkinan tertular teman sebangku.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
Suhu: 38 C
Nadi: 108 x/menit
RR: 20 x/menit
Tensi: -
Keadaran: Compos Mentis
B1 (breathing) : Normal
B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
B3 (brain) : An. B compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit
kepala dan kaku leher
B4 (bladder) : normal
24
B5 (bowel) : porsi makan menurun
B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
Pemeriksaan Penunjang
Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar
leukosit < 4 x 109/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam
serum, terbukti kadar amilase naik >137 U/L darah.
Analisis Data
NO Data Etiologi Masalah Keerawatan
1` Data subjektif :
Sulit menelan, bengkak,
nafsu makan menurun.
Data objektif :
-BB turun menjadi 28kg
dari BB semula yang 30kg.
Parotitis
Sulit menelan
Intake menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
2 Data subjektif :
Sulit tidur, tertutup dan
tidak mau membuka diri
karena ada pembengkakan
ada kalenjar parotis.
Data objektif :
Parotitis
Pembengkakan pada
kelenjar parotid dan
Sakit kepala
Nyeri
Perasaan tidak aman dan
nyaman
Gangguan rasa aman dan
nyaman
3 Data subjektif :
Nyeri kepala hebat,yang
kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah
dan suhu tubuh yang tinggi
Parotitis
Tidak tertangani
penyebaran virus ke
Resiko komplikasi
25
Data objektif :
-adanya ST deresi
-suhu tubuh meningkat 38c
-ditemukannya virus di
organ lain
organ lain
risiko komplikasi
3.2 Diagnosa dan intervensi Keperawatan
a. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien adekuat akibat kondisi
infeksi
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan
Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal
No Intervensi Rasional
1 Berikan makan lembut sedikit demi sedikit
dan makanan kecil tambahan yang tepat.
Menghindari makanan asam
Makanan yang keras tidak
mampu dikunyah oleh pasien
parotitis. Makanan asam
menmbah rasa tidak nyaman
pada pasien parotitis.
2 Berikan diet cair atau makanan selang
/hiperalimentasi bila diperlukan
Bila masukan kalori gagal
untuk memenuhi kebutuhan
metabolic, dukungan nutrisi
dapat digunakan untuk
mencegah malnutrisi
3 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi
sering
Membasahi selaput lendir
mulut yang kurang basah
karena jarang digunakan
b. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan
manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
Tujuan: pasien dapat merasakan kembali rasa aman dan nyaman seiring dengan
proses penyembuhan.
26
Kriteria Hasil: Pasien ikut serta dan bekrjasama dalam proses mengembalikan
rasa aman dan nyaman
No Intervensi Rasional
1. Istirahat selama periode demam Pada perode demam,
metabolism tubuh tinggi
sehingga istirahat dapat
Mengurangi metabolism tubuh
dan mempercepat kesembuhan
klien
2. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di
sekitar lokasi pembengkakan
mengalami peningkatan
Dengan kompres dingin
diharapkan suhu dapat turun
dan mengurangi pembengkakan
c. Diagnosa keperawatan : Resiko komplikasi berhubungan dengan
pembengkakan kelenjar parotis
Tujuan : menghilangkan factor resiko komplikasi
Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi
No Intervensi Rasional
1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama
2-4 hari dan globulin
Kortikosteroid dapat menekan
pertumbuhan mikroba dan
Globulin mencegah terjadinya
orkitis
2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung
27
BAB 4
P E N U T U P
4.1 Simpulan
Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan
sialadenitis. Penyakit parotitis yang lebih dikenal dengan sebutan gondongan
(mumps) merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi
oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis)
di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada
leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa
pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar
ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan
saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia
15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien
yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang kasus ini
28
telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis
rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.
4.2 Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini
sehingga harus sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes
laboratorium, disusul pada pemberian antibiotik, penambahan volume cairan
dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.
29
top related