askep pnemothorak. sukses amiin ya allah
Post on 14-Feb-2015
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
A. PENGERTIAN
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik
trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.
Pneumotorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotorax adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleura
viseral dan parietal yang menyebabkan paru-paru kolaps pada sisi yang kena.
Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya pleura. Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral
tertembus (robek) dan rongga pleura terpapar dengan tekanan udara positif,
B. ETIOLOGI
1. Trauma tumpul/trauma kompresi.
Merupakan bentuk yang berat dari trauma thorax tumpul dimana thorax
mengalami kompresi.
2. Trauma deselasi.
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
2
3. Trauma tajam.
Trauma yang terjadi karena penetrasi suatu objek, misalnya peluru, pisau,
serpihan metal, atau kaca dan benda-benda lain yang dapat menembus dinding
thorax, merusak organ dalam dan mengganggu respirasi.
C. KLASIFIKASI
1. Simple Pneumotoraks
Simple pneumotoraks merupakan pneumotoraks sederhana atau spontan
yang terjadi ketika udara memasuki rongga paru melalui penembusan pleura
parietal ataupun visceral. Kondisi ini paling sering terjadi seiring dengan
masuknya udara ke pleura melalui rupturnya fistula bronkopleural.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi pada orang sehat tanpa adanya trauma,
namun terjadi akibat rupturnya blister pada permukaan paru, memungkinkan
udara dari jalan nafas memasuki rongga pleura. Kondisi ini dapat dihubungkan
dengan penyakit paru interstisial yang menyebar, dan emfisema berat.
2. Traumatic Pneumotoraks
Traumatic pneumotoraks terjadi ketika udara terlepas dari laserasi pada
paru dan memasuki rongga pleura, atau memasuki rongga pleura melalui luka
pada dinding dada. Pneumotoraks jenis ini dapat terjadi akibat trauma tumpul,
luka tembus dada atau abdomen, serta robekan diafragmatik. Pneumotoraks
traumatic dapat terjadi selama prosedur invasive pada toraks, seperti
torasentesis, biopsi paru transbronkhial, serta pemasukan akses sub klavia di
mana dilakukan penusukan pada pleura, atau karena barotrauma dari ventilator
mekanik.
Pneumotoraks traumatic a cedera mayor seringkali disertai dengan
hemotoraks. Selain itu, gabungan dari udara dan darah juga kadang ditemukan
setelah trauma mayor. Pneumotoraks terbuka, salah satu jenis dari
pneumotoraks traumatic terjadi ketika perlukaan pada dinding dada cukup besar
untuk masuk dan keluarnya udara secara bebas setiap kali usaha nafas
dilakukan. Desakan udara terhadap luka pada dinding dada menimbulkan suara
seperti hisapan.
3. Tension Pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara ditarik ke rongga pleura dari
paru yang mengalami laserasi atau melalui luka terbuka pada dinding dada.
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
3
Pneumotoraks jenis ini bisa menjadi komplikasi dari tipe pneumotoraks lain.
Udara yang masuk ke rongga dada akan terjebak setiap inspirasi, udara tersebut
tidak dapat keluar saat ekspirasi melalui jalan nafas atau bukaan pada dinding
dada. Akibatnya, terjadi mekanisme ball valve di mana udara masuk ke dalam
rongga pleura, namun tidak dapat keluar. Setiap tarikan nafas, tekanan (positif)
meningkat dalam rongga pleura yang terkena. Hal ini menyebabkan pary-paru
kolaps dan jantung, pembuluh darah besar, dan trachea bergeser ke arah paru
yang tidak terkena (mediastinal shift). Ketika mediastinal shift terjadi, maka
fungsi pernafasan dan sirkulasi akan terganggu karena peningkatan tekanan in-
tratoraks sehingga menurunkan aliran balik vena ke jantung, menyebabkan
penurunan cardiac output, dan gangguan pada sirkulasi perifer.
D. Pathofisiologi & Web of Caution
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan
udara dari luaryang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampe ke
alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan
intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga
udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila
ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada
waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila
dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau
alveolus itu akan pecah atau robek.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kea rah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan
dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumothoraks.
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
4
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
5
E. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan pneumotoraks, bergantung pada
ukuran dan penyebabnya. Tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
Simple pneumotoraks:
Nyeri tiba-tiba
Takipnea
Ekspansi dada menurun
Perkusi dada normal – hiper resonan
Tension pneumotoraks:
Trachea bergeser ke arah sisi yang terkena
Ekspansi dada menurun
Suara nafas menurun atau tidak ada sama sekali
Perkusi dada hipersonan
Agitasi
Peningkatan hipoksemia
Sianosis sentral
Hipotensi
Takikardia
Diaforesis berlebihan
F. KOMPLIKASI
1. Tension Penumototrax
2. Penumotoraks Bilateral
3. Emfiema
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rongen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
6
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang
tinggi.
2. Analisa gas darah
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. Pa CO2 kadang-kadang
meningkat. Pa O2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya
menurun.
3. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
4. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa den-
gan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Primary Survey
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
7
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan
jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2 (2). Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari .
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan
terbuka.
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /
nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumo-
toraks, open pneumotoraks.
Circulation
Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
8
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
2. Secondary survey
a. Pemeriksaan fisik yang mendalam
b. 5% sampai 10% pneumothorax, konsevatif.
c. Pneumothorax sedang (10%-30%), bisa degan cepat menjadi tension pneu-
mothorax, pada kasus ini WSD mesti dikerjakan secepatnya.
3. Tindakan Bedah Emergency
a. Krikotiroidotomi
b. Trakheostomi
c. Tube Torakostomi
d. Torakotomi
e. Eksplorasi vascular
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
9
I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
2. Pengkajian (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan
Glassglow Coma Scale (GCS).
3. Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahu-
lukan langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka
dapat digolongkan P1 (Emergency).
4. Primary Survey
Airway
Assessment :
a. Perhatikan patensi airway.
b. Dengar suara napas.
c. Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
a. Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
b. Re-posisi kepala, pasang collar-neck
c. Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral/nasal)
Breathing
Assesment
a. Periksa frekwensi napas
b. Perhatikan gerakan respirasi
c. Palpasi toraks
d. Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
a. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
b. Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
Circulation
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
10
Assesment
a. Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
b. Periksa tekanan darah
c. Pemeriksaan pulse oxymetri
d. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
a. Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
b. Torakotomi emergency bila diperlukan
c. Operasi Eksplorasi vaskular emergency
d. Pemasangan WSD
5. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada
thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan
lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas
pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan
tekanan darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien.
P : Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L : Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E : Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what
happened.
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
11
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak)
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif b.dObstruksi jalan nafas : spasme jalan
nafas, sekresi tertahan
3. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri Fisik, biologi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular,
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis.
6. Risiko infeksi dengan faktor resiko Pertahan primer tidak adekuat
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
12
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak)
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC:1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi2. Pasang mayo bila perlu3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tamba-
han6. Berikan bronkodilator :7. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lem-
bab8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseim-
bangan.9. Monitor respirasi dan status O210. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea11. Pertahankan jalan nafas yang paten12. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi14. Monitor vital sign15. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.16. Ajarkan bagaimana batuk efektif17. Monitor pola nafas
2 Bersihan Jalan Nafas tidak efektif b.dObstruksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.2. Berikan O2 ……l/mnt, metode………3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
13
jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan
dengan kriteria hasil :4. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dysp-neu (mampu mengelu-arkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
5. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnor-mal)
6. Mampu mengidenti-fikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
7. Saturasi O2 dalam batas normal
8. Foto thorak dalam batas normal
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tam-
bahan8. Berikan bronkodilator :9. Monitor status hemodinamik10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab11. Berikan antibiotik :12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.13. Monitor respirasi dan status O214. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk men-
gencerkan sekret15. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri Fisik, biologi
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol
nyeri.2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gang-guan tidur
NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...9. Tingkatkan istirahat10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan anti-sipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
4. Hambatan mobilitas fisikb.d gangguan
NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
NIC :Exercise therapy : ambulation1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
14
neuromuskular,
gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas3. Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
dan lihat respon pasien saat latihan2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap cedera4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
tentang teknik ambulasi5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis.
NOC:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:1. Albumin serum2. Pre albumin serum3. Hematokrit4. Hemoglobin5. Total iron binding
capacity6. Jumlah limfosit
1. Kaji adanya alergi makanan2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi4. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah5. Monitor lingkungan selama makan6. Monitor turgor kulit7. Monitor mual dan muntah8. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva9. Monitor intake nuntrisi10. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
11. Pertahankan terapi IV line
6 Risiko infeksi dengan faktor resiko Pertahan primer tidak adekuat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi2. Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :1. Pertahankan teknik aseptif2. Batasi pengunjung bila perlu3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung5. Tingkatkan intake nutrisi6. Berikan terapi antibiotik7. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal8. Pertahankan teknik isolasi k/p9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
15
kemerahan, panas, drainase10. Monitor adanya luka11. Dorong masukan cairan12. Dorong istirahat13. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (edisi Ke delapan), volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. ( 2001). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi: 9. Jakarta: EGC.
Joyce, M. Black. (1997). Medical surgical nursing : Clinical management For Continuity of Care. WB. Saunders Company.
Marilyn, E. Doenges. (2000). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2003). Pathophysiology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Science.
Gawat Darurat Budi Setiawan, S.Kep
top related