appendiks perforasi bedah
Post on 22-Dec-2015
91 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan
bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan.
Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya
apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Insiden appendicitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi diantara
kasus-kasus kegawatan darurat, seperti juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu diagnosis
serta keputusan bedah masih cukup sulit ditegakkan. Pada beberapa keadaan appendicitis akut
agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal dari appendisits akut gejala dan tandanya masih
sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti
resiko kesalahan diagnosis pada appendicitis akut sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan
diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat wanita terutama yang masih
sangat muda sering timbul gangguan yang mirip apendicitis akut2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis
dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa
Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh
dunia 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon
ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-
8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks
Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis.
Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir
Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
Gambar 1. Appendix vermicularis4)
Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15 tahun
didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi
pada orang dewasa. 1,3
Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar
Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix
mengalami peradangan. 1,2
Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama
Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan
menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.2
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari
satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X,
biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik
lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella;
atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga
meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis
gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan
perforasi. 1,2,6,7)
Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60
cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri
yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio
ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada
anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan
sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10.
Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah
timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis
lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan
tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan
aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal
Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix;
diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia
jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di
retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak
mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat
berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai pada
anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau
caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen
merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu
oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan
peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan
Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari
14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora normal
pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap
konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang
dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri
fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Batang Gram (-)
Bacteroides fragilis
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Batang Gram (-)
Clostridium sp.
Coccus Gram (+)
Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan
transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi
tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering
pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan
dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan
pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan
untuk timbul fecalith.
2.4 Klasifikasi Appendicitis
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut :
2.4.1 Appendicitis Akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen ang
menggangu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.
Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hyperemia, edema
dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendicitis Akut Purulenta ( Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vea pada dinding appendiks dan menimbulkan thrombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada appendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hyperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda – tanda peritonitis umum.
c. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, alirah darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda- tanda supuratif, appendiks mengalami
gangrene pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal purulent.
2.4.2 Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrate adaah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
2.4.3 Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
2.4.4 Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
Perforasi Appendicitis akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendicitis mencakup peningkatan
suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga
> 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak
memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran
infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih
memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
2.4.5 Appendicitis Kronis
Appendicitis Kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagao proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada
riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal,
sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinophil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak
dilatasi.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
2.5.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut. Awalnya,
nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang
timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini
umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap
lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri
suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan
muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8 Muntah
yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)
Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian
demam yang tidak terlalu tinggi)
50
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan apakah
akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan
bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada perut
kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya bernafas
mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu selama 6 jam.
Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang
khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang minimal.
Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik.
Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien
dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya
telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala
letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13
2.5.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi
tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk Appendicitis.
Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal toucher tidak
diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan
kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah
anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan
akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini
tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi.
Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver
ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh
Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)
Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.6.1 Laboratorium2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear
sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke
kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih
lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas
jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi
jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.6.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang
berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter
anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior
Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran
USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler
yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau
massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan
singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain.
Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang
mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama
efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan
lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan
pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut
melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis
terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan
dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)
2.6.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak
spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung
diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses
pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal.
Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya
Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak
spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan
dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek
Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh
ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)
Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix
(panah) dengan appendicolith1)
Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)
USG CT Scan Appendix
Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis
Evaluasi pasien pada pasien Appendicitis
Keuntungan AmanRelatif murahDapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanitaLebih baik pada anak-anak
Lebih akuratLebih baik dalam mengidentifikasi Appendix normal, phlegmon dan abscess
Kerugian Tergantung operatorSecara teknik tidak adekuat dalam menilai gasNyeri
MahalRadiasi ionisasiKontras
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi
spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran
klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum
peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya
proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian besar
juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi
Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis
kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterica Acuta
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada anak-anak.
Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah menurun.
Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya
secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan
diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self
limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari
berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri
hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena nyeri epigastrik
dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga
menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri
Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis Meckel
dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang
sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan
Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat
penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption
idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan
tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang
dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema,
sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.
6. Chron’s enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis sering
dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual dan muntah
yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan gastroduodenal
mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup, gejala nyeri
abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Epiploic appendagitis
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi Colon.
Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung hingga beberapa
hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan nafsu makan tidak
berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung
terus menerus hingga epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.
9. Infeksi saluran kencing
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai Appendicitis
acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan
urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
10. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa demam
atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.
11. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat ditemukan
gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang disebabkan oleh ruptur
Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus
pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah
obat–obatan. Bila ditemukan bermacam–macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis
sekunder.
12. Purpura Henoch–Schonlein
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri abdomen
merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan nephritis juga
hampir selalu ditemukan.
13. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis
mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan dan self
limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya sangat fatal bila
tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena
secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan
Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta disebabkan oleh
infeksi Yersinia.
14. Kelainan–kelainan ginekologi
Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita dewasa muda
disebabkan oleh kelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata Appendectomy yang
dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan adalah 32%–45% pada wanita usia
15–45 tahun. Penyakit–penyakit organ reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai
Appendicitis, dengan urutan yang tersering adalah PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau
tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai
peranan penting dalam menentukan diagnosis.
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan dapat
menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien Appendicitis.
Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri yang ringan pada
abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal dari ovarium kanan, dapat
dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam
minimal atau tidak ada. Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering
disebut mittelschmerz.
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi
atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan
beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis harus
diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika
yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena
fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya
satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.
2 lapis
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial
bawah.
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai
jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan
seratnya ke arah lateral.
M.rectus abd.
sayatan
M.rectus abd.ditarik ke medial
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi
trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh
yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus
dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan
membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey.
Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah.
Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya
peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan
arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock
melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung
appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan
sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi
(supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke
dalam Caecum).
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam
Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan
adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan
nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope
akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)
Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)
2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah Appendectomy,
kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis dan erosi kecil pada
gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di
gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun 1939
sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara
signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang
semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang
mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
2. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2004: 1381-93
3. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th
edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.
New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
4. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved March 7, 2015, from Ilmu Bedah UGM:
http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html
5. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW.
Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
6. Human Anatomy 205. Retrieved at March 7th 2015 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
7. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
8. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal Operations
Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW, McFadden DW.
Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
9. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA,
Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York:
Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
10. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery Vol II.
4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2001:
1466-78
11. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at March 7th 2015. From:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
12. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
13. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score in
acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
top related