analisis penghasilan pelaut pelayaran rakyat kota makassar (jurnal)
Post on 31-Oct-2015
491 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Maharajabdinul. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penghasilan Pelaut Pelayaran Rakyat Kota Makassar
Penelitian ini bertujuan : 1) Untuk mengetahui karateristik individu pelaut pelayaran rakyat kota makassar. 2) Untuk mengetahui pengaruh besar kapal, jarak tempuh kapal, pendidikan dan pengalaman melaut terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat yang diterima sebulan. 3) Untuk mengetahui perbedaan penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, jabatan dan status perkawinan, yang diterima dalam sebulan.
Metode penelitian yang digunakan adalah survey sampel pada 31 buah kapal pelayaran rakyat yang melakukan aktivitas bongkar muat di pelabuhan potere. Sampel diambil masing-masing seorang nahkoda, seorang perwira, dan seorang sawi yang diambil secara acak dengan syarat memiliki pengalaman melaut minimal satu tahun. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dengan dibantu daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kapal, jarak tempuh mempunyai pengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat di kota Makassar sementara pendidikan dan pengalaman melaut tidak berpengaruh nyata terhadap penghasilan pelaut di kota Makassar.Penghasilan pelaut pelayaran rakyat Kota Makassar berbeda nyata menurut sistem pengupahan, frekuensi berlayar, dan jabatan sementara tidak berbeda nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat menurut status perkawinan.
Kata kunci: Upah, Pelayaran rakyat, Pelaut Tradisional
Latar Belakang
Industri jasa transportasi pelayaran rakyat sangat berguna dalam
sub transportasi laut dalam menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi yang tidak dijangkau oleh kapal-kapal nasional, dan merupakan
salah satu industri jasa yang padat karya dan melibatkan ekonomi
menengah ke bawah (Jinca, 2002).
Menjadi awak kapal pada armada pelayaran rakyat adalah alternatif
lain dari bekerja sebagai nelayan dan menjadi sumber penghasilan bagi
warga pesisir yang tidak memiliki keterampilan lain yang dapat dijual
dipasar kerja.
Sebagai suatu pilihan pekerjaan yang mempunyai resiko kerja yang
cukup besar, dibutuhkan keterampilan khusus untuk menjaga
keselamatan kapal, muatan, dan diri pelaut itu sendiri selama dalam
pelayaran. Untuk itu kompensasi pengganti dari resiko kerja ini
semestinya juga lebih besar dari pilihan pekerjaan lainnya, belum
termasuk biaya kesempatan (opportunity cost) pekerjaan ini sangat tinggi
dimana selama dalam pelayaran pelaut tidak dapat melakukan hal lain
yang mungkin dapat memberikan penghasilan tambahan atau
memberikan bantuan yang dapat mengurangi biaya pengeluaran rumah
tangga.
Upah bagi pelaut jika dilihat dari jam kerja yang mesti digunakan
ditambah dengan biaya kesempatan (Opportunity Cost) dan resiko kerja
yang mesti ditanggung oleh pelaut selama dalam pelayaran, terutama
bagi sawi masih jauh di bawah UMP. Nampak sangat bertentangan
dengan pernyataan “semakin besar resiko kerja maka semakin besar pula
kompensasi atau upah kerja yang mesti diterima” (Arfida, 1996; Campbell,
1999).
Sama halnya dengan pekerja atau profesi lain, upah bekerja
sebagai pelaut dipengaruhi juga oleh pendidikan, pengalaman, jabatan
sebagai mana dikatakan oleh Meckel (2004) bahwa ada perbedaan upah
terhadap tenaga kerja yang memiliki skill dan tidak memiliki skill demikian
juga dinyatakan oleh Barry T (2004) serta Majid (2004).
Jadi penghasilan pelaut menarik untuk diteliti sebagai pengaruh
dari karateristik armada pelayaran rakyat dan individu pelaut kota
Makassar secara keseluruhan sehingga dapat dilihat apakah berdasar
pada karateristik tersebut mempunyai pengaruh terhadap besar
penerimaan upah atau penghasilan pelaut armada pelayaran rakyat yang
mungkin salah satu penyebab sebagian besar yang bekerja pada sektor
ini tidak sejahtera dalam ekonomi.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karateristik individu pekerja/pelaut jasa
angkutan pelayaran rakyat kota makassar.
2. Untuk mengetahui pengaruh besar kapal, jarak tempuh kapal,
pendidikan dan pengalaman melaut terhadap penghasilan pelaut
pelayaran rakyat yang diterima sebulan.
3. Untuk mengetahui perbedaan penghasilan pelaut pelayaran rakyat
menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, jabatan dan status
perkawinan, yang diterima dalam sebulan.
TINJAUAN TEORITIS
A. Upah
Dalam suatu organisasi masalah kompensasi adalah hal yang
sangat kompleks, namun paling penting bagi karyawan/pekerja maupun
organisasi itu sendiri. Pemberian kompensasi kepada karyawan harus
mempunyai dasar yang logis dan rasional, namun demikian faktor-faktor
emosional dan perikemanusiaan tidak boleh diabaikan.
Kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai
individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau
ukuran nilai pekerjaan karyawan/pekerja itu sendiri. Sebaliknya besar
kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan
kepuasan karyawan/pekerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi
produktivitas organisasi (Soekidjo, 1998).
Di lain pihak pengusaha tentu tidak bersedia membayar pekerja
lebih besar dari nilai usaha kerja yang diberikan karyawan kepada
pengusaha. Dilihat dari segi pekerja, karyawan tersebut tidak bersedia
menerima upah lebih rendah dari nilai usaha kerjanya. Bila pengusaha
membayar pekerja lebih rendah dari usaha kerjanya maka pekerja
berhenti dan mencari pekerjaan di tempat lain yang mampu membayar
sama dengan usaha kerjanya, dengan asumsi adanya mobilisasi
sempurna, karyawan akan memperoleh upah senilai pertambahan hasil
marginalnya. Dalam rangka memaksimumkan keuntungan, pengusaha
memberikan imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai
tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi tersebut maka
imbalan terhadap modal di berbagai alternatif investasi juga sama
(Simanjuntak, 1985).
Perbedaan Tingkat Upah
Dengan asumsi mobilitas sempurna dari faktor-faktor produksi
maka setiap faktor produksi menerima imbalan senilai tambahan hasil
marginal dan imbalan tersebut sama untuk setiap alternatif penggunaan
atau proses produksi. Lebih lanjut dikatakan setiap pengusaha adalah
price taker sehingga pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar
atau dengan kata lain pengusaha menjual hasil produksi dengan harga
pasar dan pengusaha membeli faktor produksi dengan harga pasar. Ini
berarti bahwa tingkat upah di mana saja harus sama (Simanjuntak, 1984),
maka perbedaan upah terjadi pada suatu sub pasar kerja akan
mendorong tenaga kerja berpindah ke sub pasar kerja yang lebih
menguntungkan yang pada gilirannya masing-masing sub pasar akan
menyusaikan sendiri dengan upah kesetimbangan (Campbell, 1999).
Perbedaan kompesasi salah satu penyebab berbedanya
penerimaan pendapatan karyawan/pekerja dan pembayaran ekstra ini
disebabkan oleh sumber yang sangat bervariasi antara lain:
- Resiko Pekerjaan
Akibat dari besar kecilnya resiko atau kemungkinan mendapat
kecelakaan di lingkungan pekerjaan menjadikan sedikit suplai
tenaga kerja pada jenis pekerjaan ini sehingga kompensasi yang
diterima pekerja tinggi, jadi semakin tinggi kemungkinan mendapat
resiko semakin tinggi tingkat kompensasi yang akan diterima
(Arfida, 1996; Campbell, 1999). Sebagaimana ditemukan dalam
studi (Greg 1983; Cousineau,1992; Viscusi, 1993; dan
Hwang,1992)
- Status Pekerjaan
Ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki prestise tensendiri
sehingga kompensasi yang diberikan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan perusahaan yang kurang membanggakan, seperti
perusahaan elektronika dan perusahaan pengelolah limbah maka
pekerja yang memiliki skill yang sama memperoleh kompensasi
hasil kerja yang berbeda (Campbell, 1999).
Perbedaan distribusi pendapatan yang berbeda yang disebabkan
oleh perbedaan stok human capital disebabkan oleh beberapa karateristik
yang berbeda seperti lama sekolah, kualitas pendidikan, jabatan, dan
latar belakang keluarga.
Pendidikan
Adanya pebedaan skill membuat munculnya perbedaan upah, hal
ini disebabkan karena peningkatan skill membutuhkan biaya yang cukup
tinggi dan opportunity cost yang tinggi. Sebagai contoh perusahaan X
membutuhkan lulusan sarjana S1 sedang perusahaan Y membutuhkan
lulusan diploma, jika upah yang diberikan sama besarnya maka orang
cenderung memilih perusahaan Y karena perusahaan X lebih tinggi
biayanya (biaya pertemuan, harga buku, pengorbanan tidak memperoleh
pendapatan selama sekolah).
Investasi pada Human Capital melalui pendidikan dan pelatihan
mencerminkan pendapatan seumur hidup di mana pendapatan pekerja
yang berpendidikan tinngi lebih besar jika dibandingkan pendapatan
pekerja yang memiliki pendidikan rendah dan juga pendapatan pekerja
yang memiliki pendidikan tinggi lebih cepat berkembang jika dibandingkan
dengan pekerja yang berpendidikan rendah. (Campbell, 1997). Dalam hal
jenis kelamin, laki-laki cenderung menginvestasi human capital dengan
upah yang tinggi, sedang bagi perempuan memilih investasi human
capital pada aktivitas bukan pasar (Filer, 1985).
Jadi Investasi terhadap Human Capital sangat besar pengaruhnya
termasuk di antaranya struktur upah dan menjadi fokus studi oleh para
ekonom (Arrow, 1973; Stiglitz, 1975; Amjad, 1987; Schultz, 1988; Becker
1993). Pada umumnya penelitian ini memberikan perhatian yang cukup
serius mengenai pengembalian atas investasi jadi analisis ini dalam area
bagaimana pengaruh investasi SDM (pendidikan, training, kesehatan dan
lainnya) terhadap individual market earning.
Pengalaman Kerja
Pemilikan stock human capital yang sangat beragam serta
beragamnya preference yang menjadi penyebab perbedaan struktur upah
dari aspek non upah terhadap suatu pekerjaan bagi setiap
pekerja.kemudian oleh Echrenberg dan Smith (1994), melihat bahwa
pekerja dengan paruh waktu akan memperoleh lebih sedikit human capital
karena sedikit jam kerja dan pengalaman kerja yang kemudian oleh
Jacobsen (1998) menyatakan bahwa peningkatan pengalaman kerja akan
meningkatkan penerimaan di masa datang.
Sistem Pengupahan
Ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak berlangsung terus namun
hanya secara temporary saja seperti jenis pekerjaan pada proyek-proyek
tertentu (pekerja konstruksi, konsultan, tenaga penjualan berdasarkan
komisi) sehingga membutuhkan pendapatan lebih untuk antisipasi ketika
tidak ada pekerjaan (Abowd,1981 dan Daniel, 1990).
Skala Perusahaan
Perbedaan tingkat upah juga dapat ditemui karena menurut besar
kecilnya perusahaan di mana perusahaan besar dapat mendominasi
pasar sehingga perusahaan besar mempunyai tingkat upah yang
cenderung lebih tinggi dilain pihak sistem pengelolaan perusahaan yang
efisien juga dapat mempengaruhi tingkat upah (simanjuntak, 1985).
Pebedaan ini dapat disebabkan juga oleh adanya serikat pekerja yang
mana serikat ini dapat mengeluarkan alasan yang wajar dan biasanya
cara ini cukup banyak yang berhasil dalam mengusahakan kenaikan upah
(Afrida, 1996)
Jabatan
Menurut Bellante (1983) Munculnya perbedaan upah sebagai
akibat dari jabatan disebabkan oleh:
1. Biaya untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan untuk
memasuki berbagai macam jabatan itu berbeda
2. Manusia berbeda-beda dalam tingkat preferensi waktu intern
mereka
3. Aspek-aspek non upah pada jabatan (aspek gengsi, kondisi
pekerjaan, dll) sangat berbeda-beda tiap orang
4. Orang berbeda dalam penilaian mereka, atau cita rasa mereka,
terhadap aspek-aspek non-upah ini
5. Jabatan berbeda sehubungan dengan berbagai ragam peghasilan
(derajat resikonya ) dalam jabatan
6. Manusia sangat berbeda besar dalam kesediaan mereka untuk
memerima resiko.
Latar Belakang Keluarga
Perbedaan latar belakang keluarga lebih disebabkan oleh
perbedaan pendidikan dan pendapatan orang tua, pekerjaan orang tua,
serta jumlah anggota keluarga. Sebagai contoh Sebuah keluarga yang
kepala keluarganya memiliki posisi penting di tempat kerjanya maka dia
memiliki koneksi dan relasi yang cukup banyak untuk meminta supaya
anaknya dapat dipekerjakan dan menempati posisi penting yang
mempunyai pendapatan cukup besar, sebagaimana dikemukakan oleh
Tomes (1981).
Keluarga yang lebih makmur memiliki kesempatan yang sangat
besar untuk menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang lebih
bermutu sedang bagi keluarga yang kurang mampu meyekolahkan anak-
anaknya merupakan pengeluaran yang cukup besar sehingga harus
mengambil alternatif untuk meminjam uang untuk biaya sekolah (Edwar,
1980)
Status Perkawinan
Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa ada perbedaan upah
antara masih bujang dan telah menikah yang berkisar rata-rata 8 sampai
40 persen lebih tinggi bagi yang telah menikah (Campbell, 1999) namun
dalam beberapa kasus juga ditemukan tidak ada korelasi antara menikah
dengan tingkat upah yang tinggi seperti yang diungkapkan oleh Kenny
(1983). Lain halnya dengan pendapat Korenman (1991) yang menyatakan
bahwa orang yang telah menikah lebih produktif jika dibandingkan dengan
yang belum menikah sehingga upah mengalami peningkatan.
B. Studi Empiris
Barry T (2004) dengan menggunakan data CPS-ORG (sebuah
sensus yang menginterview individu dan rumah tangga jika bekerja sendiri
dan jika individu keluar dari tempat kerja) menguji skill kerja yang
diperhadapkan dengan tingkat upah dan menganilisis spesifik skill
seseorang yang mengindikasikan hubungan yang lemah antara komposisi
rasial dengan upah. Sebagai hasil dari studi ini menemukan bahwa ada
perbedaan upah yang cukup siginifikan antara laki-laki dan perempuan
serta perbedaan rasial yang yang dilatar belakangi oleh kualitas pekerja
dan perbedaan skill kemudian mengajukan saran bahwa jika perbedaan
skill pekerja sebagai dorongan dari sikap rasial tenaga kerja dan
perbedaan upah maka perlu adanya pelatihan bagi kaum minoritas di
dalam dan di luar sekolah.
Lalith M (2004) dengan menggunakan data National Longitudinal
Survey of Youth (NLSY) di Amerika Serikat tahun 1979 sampai dengan
tahun 1994 yang bertujuan mengetahui efek mobilitas pekerja terhadap
upah dan pekerjaan dan menggunakan alat analisis OLS, ditemukan
bahwa pengalaman berpengaruh nyata dan negatif terhadap upah.
Ditemukan pula bahwa pekerja yang menetap memiliki penghasilan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan pekerja yang berpindah.
Nooman Majid (2004), menggunakan data time series terhadap
negara-negara berpendapatan sedang dan berpendapatan rendah
menurut pembagian bank dunia, menyatakan bahwa pada suplai tenaga
kerja yang besar, meskipun terjadi peningkatan permintaan tenaga kurang
skill namun upah tidak juga meningkat umumnya terjadi pada negara-
negara berkembang.
Rahmatia (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa wanita
pekerja Sul-Sel masih dominan berpendidikan rendah (61,08%) dan rata-
rata tingkat pendidikan wanita di Makassar adalah 9,3%, ditemukan pula
bahwa pendidikan yang pernah dialami wanita pekerja perkotaan Sul-Sel
masih dapat dianggap belum memiliki Vocation Content untuk
mempermudah berbagai penyelesaian rumahtangga. Dalam penelitiannya
juga ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
sedikit waktu yang dialokasikan untuk kegiatan kemasyarakatan dan
pengembangan karir karena upah yang rendah.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Sebagian dari keluarga pelaut khususnya yang bekerja di
pelayaran rakyat hidup kurang sejahtera dari segi ekonomi maka variabel
yang paling tepat untuk mengukur kesejahteran ekonomi ini adalah
penghasilan pelaut. Penghasilan keluarga pelaut diperoleh dari upah
bekerja sebagai pelaut ditambah pendapatan nonupah dan pendapatan
rumah tangga. Upah/gaji dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman
melaut, jabatan di atas kapal, status keluarga namun karena beberapa
perusahaan pelayaran rakyat masih menggunakan sistem bagi hasil
dalam penentuan upah maka faktor pendapatan kapal juga dimasukkan
sebagai variabel bebas yaitu besar kapal, frekuensi kapal berlayar dalam
sebulan, jarak tempuh kapal, serta sistem pengupahan yang digunakan.
Untuk menganalisis variabel bebas yang mempengaruhi
pendapatan pelaut digunakan model analisis kovarian (Analisis of
Covariance Models) diharapkan model ini dapat menjelaskan setiap
variabel seperti besar kapal, frekuensi kapal berlayar dalam sebulan, jarak
tempuh (rute), dan variabel bebas individu pelaut yaitu pendidikan,
pengalaman melaut, status keluarga dan jabatan di atas kapal serta
sistem pengupahan yang dianut oleh perusahaan, mempengaruhi besar
penerimaan upah pelaut armada pelayaran niaga rakyat.
METODE PENELITIAN
A.Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar dan khususnya di
daerah pelabuhan kota Makassar yaitu pelabuhan pelalayaran rakyat
Potere.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah awak kapal armada pelayaran rakyat
niaga di kota makassar.
2. Sampel
Pengambilan data menggunakan metode survey sampel dan
penentuan besar sampel diambil dengan cara memilih 31 buah kapal
pelayaran rakyat yang sedang melakukan aktivitas bongkar muat, yang
kemudian setiap awak kapal tersebut diberikan kuisioner dan dilakukan
wawancara langsung kepada nahkoda, perwira dan sawi. Khusus sawi
diambil secara acak dengan syarat memiliki pengalaman melaut minimal
satu tahun.
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder sebagai data
pelengkap yang diperoleh dari dinas perhubungan kota Makassar, PT.
Pelabuhan Indonesia IV (persero), dan dinas tenaga kerja kota Makassar.
C. Teknik Analisis Data
Untuk keperluan analisis inferensial data akan diproses dengan
menggunakan model regresi linear berganda (multiple regession), secara
umum model ini dikenal dengan nama model analisis kovarian (Analisis of
Covariance models) dan dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (Bk, Fb, R, S, Pm, J, K, SP) (1)
Dimana diketahui bahwa Y = gaji/penghasilan; Bk= Besar kapal; Fb=
Frekuensi berlayar; R= Jarak tempuh kapal (rute); S= pendidikan; Pm =
Pengalaman Melaut; J = jabatan; K = status; SP = Sistem pengupahan
yang digunakan di tempat pelaut bekerja.
Yi = ßo Bk β1 R
β2S β3P
β4 e (β5Fb+β6J1+β7J2+β8K+β9SP + μ) (2)
Persamaan di atas dapat dituliskan dalam persamaan alamiah logaritma
menjadi:
lnYi=lnßo+β1lnBk+β2lnR+β3lnS+β4lnP+
β5Fb+ β6J1+β7J2+β8Sk+β9SP+μ (3)
ßo = konstanta
ß1…..ß9 = Koefisien regresi
μ = Error Term (gangguan stokastik)
Dari hasil regresi ini diharapkan dapat diperoleh besar pengaruh
tiap variabel yaitu besar kapal, frekuensi berlayar, jarak tempuh,
pendidikan, pengalaman melaut, jabatan, status keluarga, dan sistem
pengupahan terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat.
D. Definisi Operasional
1. Gaji/Penghasilan (Y)
Variabel ini juga dapat merupakan variabel terikat yaitu rata-rata
gaji/penghasilan bersih yang diterima sebulan yang lalu.
2. Besar kapal (Bk)
Variabel ini merupakan variabel bebas dan numerik yang diambil
berdasarkan tonase kapal yang diukur dalam Gross Tonnage (GT),
karena satuan besar kapal armada pelayaran rakyat dalam perhitungan
jasa tarif pelabuhan adalah Gross Tonnage.
3. Jarak Tempuh/rute (R)
Variabel ini merupakan variabel numerik yang diukur berdasarkan
jarak berlayar dalam mil laut per sekali berlayar membawa muatan.
4. Pendidikan (S)
Variabel ini merupakan variabel numerik yang diukur dengan
melihat lama menempuh pendidikan formal dalam tahun sekolah dan
pendidikan non formal kemaritiman.
5. Pengalaman Melaut (Pm)
Pengalaman melaut merupakan variabel numerik yang diukur
berdasarkan lamanya bekerja/melaut pada armada pelayaran rakyat.
6, Frekuensi Berlayar (Fb)
Variabel ini merupakan variabel dummy yaitu bernilai 1 untuk sekali
pelayaran dalam sebulan dan bernilai nol jika berlayar lebih dari sekali
dalam sebulan, yang diukur berdasarkan besarnya jumlah berlayar dan
mempunyai muatan dalam sebulan.
7. Jabatan (J)
Jabatan merupakan variabel kategorik yang akan digunakan dalam
analisis diskriptif dan anlisis inferensial yang dibagi dalam tiga golongan:
J1 adalah Jabatan Sawi (Anak Buah Kapal)
J2 adalah Jabatan Menengah (Masinis)
J3 adalah Jabatan Kepala (Nahkoda)
Jabatan kepala (J3) diambil sebagai pembanding (kategori kontrol) maka
jabatan bawahan (J1) bernilai satu dan lainnya bernilai nol (J2 = J3 = 0);
jabatan menengah (J2) benilai satu maka lainnya bernilai nol (J1 = J3 = 0).
8. Status Perkawinan (Sk)
Variabel ini merupakan variabel dummi akan digunakan dalam
analisis inferensial dan analisis diskriptif, status perkawinan di
kelompokkan dalam 2 kategori, yaitu; bernilai 1 (K=1) jika telah menikah
dan bernilai 0 (K=0) jika masih berstatus bujang.
9. Sistem Pengupahan (SP)
Sistem pengupahan adalah variable dummi yang menunjukkan
perbedaan sistem pengupahan yang berlaku di atas kapal rakyat yaitu SP
bernilai satu (SP=1) jika sistem bagi hasil dan bernilai nol (SP=0) jika
pelaut menerima gaji bulanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dalam penelitian ini setelah diolah dapat dilihat
dari hasil estimasi penghasilan pelaut pelayaran rakyat dan faktor-faktor
yang mempengaruhi.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan taraf signifikansi
(probabilitas) 5%, maka kedelapan variabel bebas cocok dan layak
digunakan sebagai model penghasilan pelayaran rakyat kota makassar
dengan R2 = 0,762 yang berarti 76,2 persen penghasilan pelaut pelayaran
rakyat di kota Makassar dapat dijelaskan oleh besar kapal, frekuensi
berlayar, jarak tempuh, pendidikan, pengalaman melaut, sistem upah,
jabatan, dan status perkawinan, dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini
Tabel 4.9Hasil Analisis Uji-t dan Uji-F TerhadapVariabel Bebas Penghasilan Pelaut
Pelayaran Rakyat Kota Makassar
Di lihat dari tabel 4.9 dapat ditarik sebuah persamaan model
analisis kovarian (ACOV) sebagai berikut:
ln Y = ln 14,212 + 0,247 ln Bk – 0,537 ln R – 0,026 ln S + 0,077 ln P –
0,34 Fb + 0,605 Sp – 0,449 J1 – 0,322 J2 + 0,094 Sk
Kemudian dikembalikan ke persamaan bentuk aslinya adalah:
Y = 14,212 Bk0,247R-0,537S-0,026P0,077e-0,34Fb+0,605Sp-0,449J1-0,322J2+0,094Sk
Untuk melihat secara parsial pengaruh masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat , dilakukan dengan menggunkan uji-t .
Berdasarkan hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pada taraf signifikansi
5%, variabel yang siginifikan terhadap penghasilan pelaut adalah variabel
besar kapal, frekuensi berlayar, jarak tempuh, pengalaman melaut,
sistem upah, dan jabatan. Sedangkan variabel pendidikan, pengalaman
melaut, dan status perkawinan tidak signifikan.
Hasil analisis berganda dengan R2 sebesar 0.762 menunjukkan
bahwa 76,2% penghasilan pelaut pelayaran rakyat di kota Makassar dapat
dijelaskan menurut besar kapal, frekwensi berlayar, jarak tempuh,
pendidikan, pengalaman melaut, jabatan, dan status perkawinan, serta
21,3% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya, sehingga hasil perhitungan
regresi ini dapat digunakan untuk memprediksi besar penghasilan pelaut
pelayaran rakyat sebagai akibat dari perubahan variabel terikatnya.
Diketahui hasil perhitungan uji-F menunjukkan nilai F hitung
sebesar 37,915 dengan signifikansi 0,000 mengindikasikan bahwa model
regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi penghasilan pelaut karena
probabilitasnya (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05, yang beraati ada
perbedaan nyata pada tiap variabel bebasnya.
Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
Untuk mengetahui besar hubungan tiap variabel bebas terhadap
penghasilan pelaut pelayaran rakyat dapat dilihat sebagai berikut:
Konstanta sebesar 1.487.000 adalah nilai dari anti ln untuk 14,212
mengindikasikan bahwa meskipun semua variabel bebas tidak
diperhitungkan maka penghasilan pelaut pelayaran rakyat dapat mencapai
Rp1.487.000
Dilihat dari nilai Rp1.487.000, merupakan nilai yang cukup bagi
keluarga pelaut pelayaran rakyat untuk hidup lebih sejahtera, tapi pada
kenyataannya nilai tersebut adalah nilai dari penghasilan nahkoda yang
jumlahnya tidak begitu besar pada armada pelayaran rakyat.
a. Besar Kapal
Variabel besar kapal pada analisis ini diperoleh nilai β1 sebesar
0,247 dan signifikansi sebesar P= 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05
berarti dapat disimpulkan bahwa besar kapal berpengaruh nyata terhadap
penghasilan pelaut pelayaran rakyat.
Koefisien sebesar 0,247 menunjukkan bahwa setiap peningkatan
1% GT kapal akan meningkatkan penghasilan pelaut pelayaran rakyat
sebesar 0,246%. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
simanjuntak (1985) bahwa perbedaan tingkat upah juga dapat ditemui
karena menurut besar kecilnya perusahaan di mana perusahaan besar
dapat mendominasi pasar sehingga perusahaan besar mempunyai tingkat
upah yang cenderung lebih tinggi.
b. Jarak Tempuh
Variabel jarak tempuh berpengaruh negatif terhadap penghasilan
pelaut pelayaran rakyat dengan ditunjukkannya tanda negatif pada
koefisien β2 yaitu – 0,537 dan signifikan pada P = 0,021 (lebih kecil dari
0,05), yang berarti jarak tempuh kapal mempunyai pengaruh nyata
terhadap penghasilan pelaut pelayaran rakyat.
Koefisien – 0,537 mengindikasikan bahwa setiap penambahan
jarak 1 mill laut akan mengurangi penghasilan pelaut pelayaran rakyat
sebesar 0,537 persen, hal ini disebabkan oleh bertambahnya biaya
operasional kapal (harga bahan bakar, kebutuhan bahan makanan di atas
kapal selama pelayaran juga meningkat), jarak yang bertambah juga
mengurangi frekuensi kapal memperoleh muatan karena waktu yang
ditempuh dalam perjalanan menjadi lebih lama. Seperti yang diungkap
oleh Abbas (1993) bahwa salah satu komponen biaya kapal adalah jarak
tempuh, maka bertambahnya jarak maka bertambah pula biaya yang
mesti dikeluarkan untuk biaya operasional kapal.
c. Pendidikan
Hasil uji menunjukkan variabel pendidikan tidak signifiikan β3 = -
0,026 pada P= 0,748 dengan taraf siginifikansi 0,05 (0,748 > 0,05) yang
berarti pendidikan tidak berngaruh nyata pada penghasilan pelaut
pelayaran rakyat, hal ini terjadi karena umumnya pekerja yang bekerja
pada sektor informal tidak begitu memperhatikan pendidikan dan sistem
penggajian yang berlaku di atas kapal umumnya adalah bagi hasil yang
tidak memperhatikan kelas atau dengan kata lain, hasil perolehan kapal
dibagi rata oleh seluruh awak setelah tiba di pelabuhan tujuan atau
setelah merapat kembali di pelabuhan Potere.
Koefisien variabel pendidikan mengindikasikan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan, menjadikan bekerja sebagai pelaut pada
pelayaran rakyat untuk memperoleh penghasilan tidak menjadi menarik
karena dengan pendidikan yang tinggi dapat bekerja di darat atau bekerja
pada kapal-kapal yang lebih modern. Hal ini diperlihatkan dengan tanda
negatif yaitu β4 = -0,026 yang berarti penghasilan pelaut pelayaran rakyat
akan menurun jika tingkat pendidikan dinaikkan.
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh
Campbell (1997) dan penelitian yang dilakukan oleh Stiglitz (1975) dan
Schultz (1988), seperti juga yang dijelaskan oleh Simanjuntak (1985)
bahwa seseorang lebih mudah bergabung bekerja di sektor informal
meskipun dengan pendidikan yang sangat rendah asal memiliki hubungan
keluarga atau persahabatan.
d. Pengalaman Melaut
Hasil uji menunjukkan variabel pengalaman melaut signifikansi
pada P = 0,162, jadi pada taraf 0,05 koefisien regresi pengalaman melaut
β4 = 0,077 adalah tidak signifikan, yang berarti bertambahnya pengalaman
melaut tidak dengan serta merta meningkatkan penghasilan pelaut
pelayaran rakyat sementara investasi human capital semakin bertambah
sementara pembagian upah tidak menurut banyak atau lamanya bekerja
sebagai pelaut tapi berdasar pada pembagian merata pada seluruh awak
kapal dan memperoleh insentif berdasar pada besarnya tanggung jawab
di atas kapal.
Meskipun dalam penelitian ini diperoleh data bahwa faktor
pengalaman melaut menjadi acuan dalam penentuan jabatan di atas kapal
yang dengan sendirinya akan meningkatkan penghasilan pelaut pelayaran
rakyat, namun dalam hal ini tidak semua pelaut yang berpengalaman
menempati posisi yang penting di atas kapal karena disamping penentuan
posisi berdasarkan pengalaman tapi juga masih melihat kedekatan
hubungan dengan nahkoda kapal atau pemilik kapal.
Secara teori penelitian ini bertentangan dengan pernyataan bahwa
meningkatnya pengalaman kerja maka meningkat pula penghasilan
karena adanya penambahan stok human capital dan penelitian ini juga
bertentangan dengan penelitian yang diungkap oleh Barry T (2004) yang
menyatakan bahwa ada perbedaan upah pekerja dengan skill yang
rendah dan skill yang tinggi. Namun sejalan dalam penelitian Lalith M
(2004) menemukan adanya hubungan yang negatif antara pengalaman
kerja dan upah.
e. Frekuensi Berlayar
Hasil uji menunjukkan bahwa faktor frekuensi berlayar signifikan
pada P = 0,000 pada taraf signifikansi sebesar 0,05 (5%), dapat
dinyatakan bahwa ada perbedaan nyata penghasilan pelaut yang berlayar
antara satu kali dalam sebulan dengan yang berlayar lebih dari satu kali
dalam sebulan.
Koefisein frekuensi berlayar dalam sebulan sebesar -0,34 berarti
untuk awak kapal yang berlayar cuma sekali dalam sebulan lebih kecil dari
yang berlayar lebih dari satu kali dalam sebulan sebesar 0,34.
Perbedaan ini dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
ln Y = 14,212 – 0,34 untuk frekuensi sekali sebulan
ln Y = 14,212 untuk frekuensi berlayar lebih dari sekali
Uraian di atas dapat dinyatakan bahwa semakin sering kapal
berlayar (membawa muatan) maka semakin besar pula penghasilan
pelaut pelayaran rakyat, hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan
semakin produktif suatu perusahaan maka semakin besar pula upah bagi
pekerja seperti yang dikemukakan oleh Afrida (1996) dan Simanjuntak
(1985).
f. Sistem Pengupahan
Hasil uji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa probabilitas P= 0,001
pada taraf signifikansi 0,05 (0,001<0,05), yang berarti ada perbedaan
nyata antara kapal yang menerapkan sistem bagi hasil dan kapal yang
menerapkan sistem gaji bulanan terhadap penghasilan pelaut pelayaran
rakyat.
Koefisien variabel sistem pengupahan sebesar β6= 0,605
menunjukkan bahwa upah sistem bagi hasil sebesar 0,653 lebih tinggi jika
di bandingkan dengan sistem gaji bulanan, sehingga dengan demikian
pelaut pelayaran rakyat lebih menyukai sistem penggajian dengan sistem
bagi hasil jika dibandingkan dengan sistem gaji bulanan karena mereka
dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar meskipun ada
ketidakpastian pada masa paceklik yaitu pada bulan Februari dan Juni,
yang mana pada masa ini banyak kapal yang tidak memperoleh muatan
selama sebulan bahkan dalam dua bulan.
Perbedaan ini dapat dilihat dari persamaan di bawah ini jika variabel
lainnya dianggap konstan:
Untuk sistem bagi hasil : ln Y = 14,212 + 0,605
Untuk gaji bulanan ln Y = 14,212
Penelitian ini sejalan dengan yang di ungkap oleh Abowd (1981) dan
Daniel (1990). Yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis pekerjaan
yang tidak berlangsung terus namun hanya secara temporary sehingga
membutuhkan pendapatan lebih untuk antisipasi ketika tidak ada
pekerjaan.
g. Jabatan
Hasil uji pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa probabilitas P= 0,000
lebih kecil dari taraf signifikansinya α= 0,05 berarti hipotesis diterima yang
menyatakan bahwa jabatan sawi memiliki perbedaan nyata dengan
jabatan lain dalam penghasilan pelaut pelayaran rakyat.
Koefisien β7= -0,449 menunjukkan bahwa variabel jabatan sawi
memiliki penghasilan 0,449 lebih kecil jika dibandingkan dengan kategori
kontrolnya yaitu nahkoda.
Hasil uji (tabel 4.8) memperlihatkan probabilitas P=0,000 lebih kecil
dari taraf signifikansinya α= 0,05 sehingga hipotesis diterima yang
menyatakan bahwa penghasilan perwira memiliki perbedaan nyata
dengan jabatan lainnya di atas kapal.
Koefisien β8 = -0,322 menunjukkan bahwa jabatan perwira
mempunyai penghasilan lebih kecil 0,322 dari kategori kontrolnya yaitu
nahkoda.
Jika semua variabel dianggap konstan kecuali jabatan, maka
penghasilan nahkoda adalah ln Y = 14,212 atau sebesar 1.487.000
Secara keseluruhan hasil analisis tersebut, dapat dituliskan
persamaan yang memperlihatkan perbedaan penghasilan menurut
jabatan adalah sebagai berikut:
ln Y = 14,212 – 0,449 untuk posisi sebagai sawi
ln Y = 14,212 – 0,322 untuk posisi sebagai perwira
ln Y = 14,212 untuk posisi sebagai nahkoda
Hasil penelitian sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bellante
(1983) bahwa munculnya perbedaan upah sebagai akibat dari perbedaan
jabatan karena biaya untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan untuk
memasuki berbagai macam jabatan, dan juga jabatan berbeda
sehubungan dengan berbagai ragam peghasilan (derajat resikonya )
dalam jabatan.
h. Status Perkawinan
Variabel status perkawinan berdasarkan hasil uji (tabel 4.8)
memperlihatkan probabilitas pada P= 0,185 pada taraf signifikansi α=
0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan
nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat yang telah menikah dan masih
bujang.
Penelitian bertentangan dengan yang diungkapkan oleh Campbell
(1999) yang menyatakan bahwa ada perbedaan upah antara masih
bujang dan telah menikah yang berkisar rata-rata 8 sampai 40 persen
lebih tinggi bagi yang telah menikah, juga bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Korenman (1991) yang menyatakan bahwa orang
yang telah menikah lebih produktif jika dibandingkan dengan yang belum
menikah sehingga upah mengalami peningkatan. Namun penelitian ini
sejalan dengan Kenny (1983).yang menemukan tidak ada korelasi antara
menikah dengan tingkat upah yang tinggi.
SIMPULAN
1. Pelaut pelayaran rakyat yang ada di kota makassar sebagian besar
merupakan tenaga kerja usia sangat produktif, berpendidikan rendah
(sekolah dasar), telah menikah dan selalu terdapat regenerasi yang
kemudian mulai berhenti setelah bekerja lebih dari 21 tahun sebagai
pelaut pelayaran rakyat.
2. Penghasilan pelaut pelayaran rakyat dipengaruhi secara signifikan
oleh faktor dari kapal yaitu besar kapal, jarak tempuh, sementara faktor
pada pelaut itu sendiri yaitu pendidikan, dan pengalaman melaut tidak
berpengaruh secara signifikan.
3. Ada perbedaan yang nyata penghasilan pelaut pelayaran rakyat
menurut frekuensi berlayar, sistem pengupahan, dan jabatan di atas
kapal, sementara tidak ada perbedaan nyata penghasilan pelaut
pelayaran rakyat menurut status perkawinnya.
Daftar Pustaka
Abbas, 1993, Manejemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta
Abowd J M and Orley A 1981. Anticipated Unemployment, Temporary Layoffs and Compensating Wage Differential, in Sherwin Rosen (ed). Studuy in Labor Markets, Chicago: University of Chicago Press
Ananta, 1987 a. Landasan Ekonometrika, PT Grtamedia, Jakarta
Amjad. Rasyid, 1987, Human Resource Planning: The Asian Experience, New Delhi: ARTEP
Alfrida. 2003, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta
Arrow, K J 1973. Higher Education as Filter, Journal of Public Economics Vol 2: 193-316.
Barry T, 2004. Wage Sorting on Skill and The Racial Compensating on Jobs, Journal of Labor Economics vol 22 no 1. University of Chicago, USA
Becker, Gary S 1993. Human Capital 3rd Edition Chicago: University of Chicago Press
Bellante and Jackson, 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan (terjemahan). LD-FEUI Jakarta
Billas, Richard A, 1987 Micro Economic Theory, 3rd Edition McGraw-Hill Book Company, USA
Blinder, A.S abd Y.Wess, 1976, Human Capital and Labor Supply: A Synthesis Journal of Political Economy Vol. 3 The University of Chicago
Cain. G Glen and Martin D Dooley, 1976, Estimation of a Model of Labor Suply, Fertility and Wages of Women. Journal of Political Economy Vol. 84 No 4, pt 2. The University of Chicago.
Campbell Mc Connell, Stanley L, Brue and David A. Macpherson, 1999 Contemporary Labor Economic, 5th Edition, McGraw-Hill Ney York
Daniel S H and John R W 1990, Compensation Wage Differentials and The Duration of Job Loss, Journal of Labor Economics, pp S175-S197
Delacroix, A, 2004, Sticky Bargained Wages, Journal of Macroeconomics, Vol. 26 Elsevier, Netherlands
Echrenberg, Ronald G and Robert S. Smith, 1988, Modern Labor Economics, 1st Edition McGraw-Hill New York
Edward Lazear, 1980, Family Background and Optimal Schooling Decision, Review of Economics and Statistics, pp 42-51
Filippin, A and Ichino A, 2005, Gender Wage Gap in Expectation and Realization, Journal Labor Economics Vol. 12, 125-145, Elsevier
Filer, Randal K, 1985, Male-Female Wage Differences: The Importance of Compensation Differentials, Industrial and Labor Relation Review, Vol.3
Greg J. Duncan and Bertill Holmiund, 1983, Was Adam Smith Right after All? Another test of the Theory on Compesation Wage Differentials, Journal of Labor Economics, October 1983, pp 366-379
Gruber, Jonathan 2000, Disability Insurance Benefit and Labor Supply, Journal of Political Economic Vol. 108 No 6 University of Chicago USA
Cousineau J. M, Lacroix R and Girard A M, 1992, Occupational Hazard and Wage Compensating Differential, Review of Economics and Statistics, Februari 1992, pp 166-169
Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, terjemah Sumarsono Zain, Erlangga Jakarta
Gunawan, 2001, Pengantar Ekonometrika, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Henderson M James and Richard E Quandt 1980, Microeconomic Theory, A Mathematical Approach, 3rd Edition McGraw-Hill New York
Husni, Lalu, 2001, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Indonesia, Jakarta
Hwang, Hae-Shin, Robert E Reed and Carlton Hubbard, 1992, Compensating Wage Differential and Unobsorved Productivity, Journal of Political Economy, Agustus 1992, pp 835-838
Jinca, 2002, Transportasi Laut Kapal Layar Motor Pinisi Teknologi dan Manajemen Industri Pelayaran Rakyat, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Makassar
Kasnawi, M Tahir, 1999, Produktivitas Tenaga Kerja Per Sub Sektor di Propensi Sulawesi Selatan, Analisis tahun 1, No 1, Makassar
Kenny, 1983, The Accumulation of Human Capital During Marriage by Males, Economic Inquiry, pp 223-231
Korenman, 1991, Does Marriage Really Make Men More Productive?, Journal of Human Resources. Spring pp 282 - 307
Madris, 1998, Penawaran Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan, Tesis untuk Mencapai Gelar Megister dalam PSKK-PPSUI, Jakarta
Majid, Nomaan, 2004, What is The Effect of Trade Openness on Wages?, Employment Strategi Papers, ILO
Morley G, Douglas H, and James E P, 1992, Wage-Pension Trade-offs in Collective Agreements, Oktober 1992, pp. 146-160
Mankiw N. Gregory, 2000, MacroEconomics 4th Edition, (terjemahan), penerbit Erlangga Jakarta
Meckl. J, 2004, Accumulation of Technological Knowledge, Wage Differential, and Unemployment, Journal of Macroeconomics, Vol 26, Elsevier, Netherlands
Nasution, 2004, Manajemen Transportasi, edisi kedua, Ghalia Indonesia
Rahmatia, 2004, Pola dan Efisiensi Konsumsi Wanita Pekerja Perkotaan SULSEL: Suatu Aplikasi Model Ekonomi Rumah Tangga Untuk Efek Human Capital dan Social Capital, Desertasi PPS Universitas Hasanuddin
Salvatore Dominick, 1994, Teori Mikroekonomi, terjemah penerbit Erlangga, Jakarta
Schultz, Theodore W 1988, Education Investment and Returns in Handbook of Development Economics, (ed), Hollis Chenery and T N Srinivasan, Vol. 1, New York
Siebert W S and Wei X, 1994, Compensating Wage Differential for Work Place Accident: Evidence for Union and Nonunion Workers, Journal of Risk and Uncertainty, July 1994, pp. 61-76
Simanjuntak, Payaman J, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia Edisi ke-2, LP FEUI, Jakarta
Stiglitz, J E. 1975, The Theory of Screening Education and The Distribution of Income, American Economics Review, 65: 283-300
Sugiono, 2004, Statistika untuk Penelitian, Edisi Ke-6 Penerbit Alfabeta, Bandung
Sukidjo Notoatmadjo, 1998, Pengembangan Sumberdaya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta
Tomes Nigel, 1981, The Family Inheritance and the Intergenerational Transmission of inequality, Journal of Political Economics, October 1981, pp 928-958
Viscusi, W Kip. 1993, The Value of Risks to Life and Health, Journal of Economic Literature, December 1993 pp. 1912-1946
top related