analisis penggunaan metode problem posing pada pembelajaran matematika di kelas v sd inpres 1...
Post on 26-Dec-2015
62 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
Pendahuluan
Saat ini pendidikan menjadi hal utama untuk dilakukan karena dalam
pendidikan itu sendiri terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, pantas dan indah untuk
dikembangkan dalam semua aspek kehidupan dan pendidikan merupakan usaha
sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia. Di Indonesia,
hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003, dalam pasal 3 sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan yang dimaksud oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional di atas pada dasarnya merupakan arti pendidikan yang berlangsung
sebagai pendidikan formal, proses pembelajaran berlangsung di sekolah yang
menargetkan ukuran keberhasilan untuk setiap jenis pelaksanaan pembelajarannya
dan diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum sekolah yang
bersangkutan. Dalam pembelajaran di sekolah, yang menjadi pendidiknya adalah
tenaga profesional (guru) dan selaku peserta didik adalah siswa.
Di sekolah dasar atau SD, pembelajaran tercakup dalam setiap mata pelajaran
yang diajarkan, salah satu diantaranya adalah mata pelajaran Matematika.
Departemen Pendidikan Nasional (2003:2) menyatakan bahwa tujuan mata
pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
2
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-
aspek yaitu 1). Bilangan, 2). Geometri dan Pengukuran, dan 3). Pengolahan data
(Departemen Pendidikan Nasional, 2003:3).
Penguasaan hal-hal tersebut di atas di sekolah formal dapat dikatakan sebagai
hasil belajar dan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai dan diketahui melalui
serangkaian tes formatif dan sumatif yang dilakukan oleh siswa. Guru memiliki
posisi yang strategis untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif serta
menyenangkan bagi siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Matematika merupakan mata pelajaran eksak yang esensial,
yang menjadi penunjang pada mata pelajaran yang lain.
Matematika sebagai ilmu pengetahuan memiliki manfaat yang
sangat besar dalam kehidupan. Ironisnya, matematika termasuk
pelajaran yang tidak disukai. Banyak siswa takut akan pelajaran
matematika. Bagi mereka, matematika seperti momok yang
kalau bisa ingin mereka hindari. Tak sedikit siswa yang
mengeluh, matematika hanya bikin pusing dan stres
3
(Sindhunata, 2004:3). Ketidaksukaan siswa terhadap pelajaran
matematika inilah yang menyebabkan hasil belajar yang dicapai
sebagian besar siswa di bangku sekolah belum menunjukkan
hasil yang memuaskan, selain itu masih banyak dijumpai siswa
yang mengalami hambatan dalam memahami materi pelajaran
matematika.
Pembelajaran matematika khususnya pada materi pecahan seharusnya
dilakukan dengan melibatkan siswa belajar aktif agar pembelajaran berjalan dua
arah, karena operasi bilangan pecahan memiliki ciri yang berbeda dan lebih rumit
dari pada bilangan bulat. Hal ini menjadikan siswa mampu mengungkapkan
gagasannya dan mengidentifikasikan dari permasalahan sehari-hari dalam bahasa
matematika ataupun sebaliknya.
Kondisi yang ada, di Kelas V SD Inpres 1 Lasoani, pembelajaran matematika
pada materi pecahan dilakukan dengan metode ceramah, sehingga pembelajaran
berjalan searah. Menurut pengalaman guru kelas V masih banyak siswa yang
masih kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan menyampaikan ide-ide
yang dimiliki dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi pokok
bilangan pecahan. Hal ini ditandai dengan banyaknya peserta didik yang masih
salah dalam melakukan operasi bilangan pecahan dan menerjemahkan soal-soal
cerita dari materi pokok tersebut, sehingga juga berpengaruh pada minimnya hasil
belajar siswa.
Keberhasilan proses belajar mengajar matematika di kelas V SD Inpres 1
Lasoani dapat dilihat dari hasil perolehan nilai siswa pada mata pelajaran
4
matematika yang sesuai dengan standar sekolah, apabila nilai yang diperoleh
siswa atau kurang dari kriteria ketuntasan minimal maka dikatakan proses belajar
mengajar kurang berhasil. Dilihat dari nilai Matematika materi pokok
sebelumnya, hasil belajar siswa belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditentukan dari pihak sekolah, yaitu KKM individu sebesar 70
dan kriteria ketuntasan klasikal 85%. Hal ini sesuai dengan data pada observasi
awal bahwa dari nilai Matematika materi pokok sebelumnya terdapat 19 siswa
dari seluruh siswa berjumlah 44 yang memiliki nilai dibawah KKM, ini berarti
hanya 43,18% ketuntasan klasikal yang telah dicapai dengan nilai tertinggi 60
dan nilai terendah 40. Hasil belajar ini masih belum memenuhi standar yang telah
ditentukan.
Kesulitan tersebut diduga disebabkan oleh faktor motivasi dan minat yang
menurut Slameto (2003:54) ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kesulitan
belajar. Pertama faktor yang bersumber dari dalam diri siswa (faktor intern)
seperti jasmaniah, psikologi dan kelelahan. Kedua, faktor yang berasal dari luar
diri siswa (faktor ekstern), seperti lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Dalam penelitian ini, yang menjadi perhatian utama adalah faktor dari luar diri
siswa (faktor eksternal). Salah satu faktor eksternal yang dianggap berpengaruh
terhadap peningkatan hasil belajar siswa adalah lingkungan belajar, terutama
metode pembelajaran karena siswa sebagai subyek pembelajaran tentu
membutuhkan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa mencapai
kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.
Pembelajaran itu sendiri merupakan proses komunikasi yang bersifat timbal balik
5
antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Namun pada kenyataannya, dari hasil observasi proses pembelajaran di kelas
V SD Inpres 1 Lasoani yang telah dilaksanakan, hal tersebut belum mampu
terlaksana dengan baik. Sebagian besar pelaksanaan pembelajaran masih berupa
penuangan informasi satu arah dari guru ke siswa (teacher centered), hanya guru
yang memiliki peranan untuk mewariskan pengetahuan, siswa hanya sekedar
mendengarkan dan menerima saja apa yang diberikan oleh guru. Surtini (2004:1)
menyatakan bahwa:
“Pelaksanaan KBM yang hanya terpusat pada guru (teacher centered), pengetahuan diperoleh siswa dalam bentuk yang sudah jadi melalui model ceramah. Dalam pendekatan tradisional seperti ini, dan guru bertindak sebagai pusat informasi maka siswa cenderung akan menjadi pasif dan enggan bertanya atau mengemukakan pendapat”
Akibat pelaksanaan KBM seperti ini akan menimbulkan dampak serta
persepsi di kalangan siswa itu sendiri, anggapan bahwa mata pelajaran
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang kurang disenangi oleh siswa,
karena dianggap susah, kurang menarik dan membuat bosan para siswa
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara
menyatakan kurangnya aktivitas siswa, karena guru hanya menggunakan metode
ceramah dengan penugasan soal-soal matematika yang dipilih guru. Metode yang
digunakan cenderung berjalan hanya satu arah, sehingga peran aktif siswa kurang
terlihat. Metode pengajaran konvensional ini membuat siswa pasif selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aktivitas siswa hanya terbatas pada
duduk, mendengarkan, mencatat dan mengerjakan soal yang diberi guru,
6
sedangkan guru aktif dan mendominasi kegiatan dalam kelas. Metode
pembelajaran yang diterapkan mengakibatkan siswa tidak dapat beraktivitas dan
berkreatifitas sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki serta siswa menjadi
cepat bosan saat belajar matematika di kelas.
Dapat dibayangkan, jika hal seperti ini terus berlanjut tanpa adanya
perubahan, tentu akan memberikan dampak yang tidak baik dalam perkembangan
siswa. Untuk itu, perlu suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa
senang belajar matematika dan mendorong siswa agar lebih aktif dalam kegiatan
belajar dalam kata lain pembelajaran yang bersifat student-centered perlu
digalakkan. Siswa berperan sebagai pusat belajar sedangkan guru berperan
sebagai mediator dan fasilitator. Melalui pembelajaran student-centered guru
membimbing siswa untuk mengeksplorasi kecakapan hidup yang dimilikinya.
Pembelajaran student-centered sesuai dengan teori konstruktivisme. Menurut
teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun
pengetahuan, baik secara personal maupun sosial. Sardiman (2004)
mengemukakan “sebagai subjek belajar, siswa juga mencari sendiri makna atas
sesuatu yang mereka pelajari”. Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada belajar
tanpa keaktifan siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran inovatif untuk membangun struktur
kognitif siswa adalah metode problem posing. Pada metode ini siswa diberi
kesempatan secara terbuka dan secara luas untuk mengembangkan kreativitas
dengan cara menyusun soal sendiri dan menyelesaikannya sendiri. Metode
problem posing adalah salah satu pembelajaran yang menuntut adanya keaktifan
7
siswa baik mental dan fisik. Rahayuningsih (2002:18) mengemukakan bahwa
salah satu manfaat penerapan metode problem posing adalah kegiatan
pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
Metode problem posing merupakan suatu metode pembelajaran yang
mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal
(berlatih soal) secara mandiri. Metode problem posing mulai dikembangkan di
tahun 1997 oleh Lyn D. English (dalam Amin, 2004:31), dan awal mulanya
diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, metode ini
dikembangkan pula pada disiplin ilmu yang lain.
Djamarah (2000:67) mengemukakan “Belajar sambil melakukan aktivitas
lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan
oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik.” Dengan
demikian dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sangat diperlukan adanya
aktivitas siswa agar materi yang diberikan akan lebih lama tersimpan di dalam
benak siswa. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini
meliputi kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi antara siswa dengan
(guru, siswa dan sumber belajar) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Jenis
aktivitas yang akan diamati adalah interaksi ini dapat berupa siswa
memperhatikan guru, mendengarkan apa yang diajarkan, bertanya kepada guru,
menulis, menanggapi pertanyaan yang diberikan, mengingat apa yang diajarkan
dan menaruh minat pada apa yang diajarkan.
Menurut Sudjana (2000:28) hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat
dari suatu proses belajar. Menurut aliran psikologi kognitif memandang hasil
8
belajar adalah (Rosyada, 2004:92) mengembangkan berbagai strategi untuk
mencatat dan memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-
informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan
berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam
pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama.
Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
yang dicapai siswa pada mata pelajaran Matematika setelah mengalami proses
pengajaran di sekolah dari hasil tes atau ujian yang diberikan setelah melewati
proses belajar.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar dapat
dilakukan melalui tes. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam
bentuk lisan, tertulis ataupun tindakan (Sudjana, 2005:35). Tes pada umumnya
digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil belajar
kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pengajaran.
Permasalahan pokok yang dibahas dalam artikel ini yakni apakah penggunaan
metode problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata
pelajaran Matematika di Kelas V SD Inpres 1 Lasoani?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
penggunaan metode problem posing dalam meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas V SD Inpres 1 Lasoani.
9
Metode
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Inpres 1 Lasoani. Objek
penelitian ini adalah siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah
siswa 44 orang. Fokus penelitian ini adalah menerapkan metode problem posing
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada pembelajaran Matematika.
Aktivitas siswa berkenaan dengan keaktifan bertanya, membuat soal individu,
menjawab soal individu, menjawab soal yang dibuat temannya dan
menyampaikan gagasan. Hasil belajar siswa dilihat dari nilai hasil ulangan setiap
siswa dan jumlah siswa yang tuntas belajar secara klasikal. Penelitian
dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas melalui
dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai
yang mengacu pada tujuan penelitian. Desain atau model penelitian ini adalah
mengacu pada model Kemmis & Mc. Taggart (dalam Kasbolah, 2003:18) yang
terdiri atas 4 komponen (a) perencanaan (planning), (b) tindakan (acting), (c)
observasi (observing) dan (d) refleksi (reflecting).
Siklus pertama direncanakan dalam empat kali pertemuan yang masing-
masing pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran. Tahapan pada siklus
pertama adalah sebagai berikut perencanaan tindakan (planning) merupakan tahap
persiapan dengan kegiatan menyusun rencana pembelajaran yang berlaku,
membuat rencana pembelajaran yang berorientasi pada problem posing,
menyusun pre-tes dan pos-tes, menyusun lembar observasi dan rancangan
evaluasi untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dari materi yang diberikan.
10
Pada tahap pelaksanaan tindakan (action) dilaksanakan tindakan yang telah
dirancang pada tahap perencanaan. Pengamatan (observing) dilakukan secara rinci
atas seluruh tindakan yang telah dilaksanakan. Pengamatan dilaksanakan dengan
pencatatan untuk memperoleh laporan temuan tindakan untuk kemudian
dianalisis. Pencatatan dilaksanakan dengan menggunakan lembar pengamatan
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan analisis nilai hasil
belajar siswa dari test. Pada akhir siklus dilakukan refleksi (reflection)
berdasarkan data pengamatan. Semua data hasil pengamatan dianalisis untuk
melihat pengaruh tindakan yang telah dilaksanakan. Kendala yang menjadi
penghambat, faktor pendorong, dan alternatif solusi yang dapat dilakukan
seluruhnya direflesikan untuk kemudian digunakan sebagai acuan untuk
menyusun perencanaan pada siklus berikutnya. Untuk siklus berikutnya diadakan
perbaikan-perbaikan apabila diperlukan berdasarkan hasil refleksi.
Siklus kedua dilakukan untuk memperbaiki segala sesuatu yang belum baik
dan berakhir pada siklus pertama. Adapun tahapan pada siklus kedua sama
dengan tahapan yang ada pada siklus pertama. Perbaikan dilakukan berdasarkan
hasil pada siklus pertama. Setelah proses penelitian tindakan selesai pada Siklus I
dan Siklus II, siswa diberikan evaluasi dalam bentuk tertulis yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan para siswa terhadap materi yang diajarkan
dengan penerapan metode problem posing.
Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas V SD Inpres 1 Lasoani tahun
pelajaran 2013/2014 dan kegiatan proses belajar mengajar. Jenis data yang
dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif, yang mencakup: rencana
11
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, data hasil pengamatan guru dan siswa,
dan hasil belajar siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi
guru dan siswa, dan test. Data aktivitas siswa dan guru selama proses belajar
mengajar diambil dengan menggunakan lembar observasi siswa. Data hasil
belajar siswa untuk mengukur pencapaian siswa setelah mempelajari konsep
dalam suatu bahasan diambil dengan menggunakan lembar soal.
Data-data yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menghitung rata-rata
Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus (Sudjana, 2005:67):
¿ =∑ X
n
Keterangan:
x = rata-rata nilai∑X = jumlah seluruh nilain = jumlah peserta didik
b. Menghitung ketuntasan belajar
a) Ketuntasan belajar individu
Data yang diperoleh dari hasil belajar peserta didik dapat ditentukan
ketuntasan belajar individu menggunakan analisis deskriptif persentase
dengan perhitungan:
∑ Skor yang diperoleh
∑ Skor maksimalx 100 %
b) Ketuntasan belajar klasikal
Data yang diperoleh dari hasil belajar dapat ditentukan ketuntasan
belajar klasikal menggunakan analisis deskriptif persentase dengan
perhitungan:
12
∑ pesertadidiktuntasbelajar
∑ seluruhpesertadidikx 100 %
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dan siklus II, aktivitas siswa
meningkat dalam setiap aspek dan hasil belajar siswa pun mengalami
peningkatan. Peningkatan aktivitas belajar siswa pada tiap siklus dapat pada
dilihat diagram berikut:
Gambar 1. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa aktivitas siswa meningkat
dari siklus I ke siklus II dalam setiap aspek. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan metode problem posing dapat meningkatkan aktivitas siswa.
Selain dalam hal aktivitas, hasil belajar siswa juga meningkat. Hal ini dapat
dilihat dari ketuntasan belajar siswa pada siklus I adalah 70,45% dan pada siklus
II 93,18%. Peningkatan ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada diagram
berikut:
Siklus I Siklus II
36%
73%
42%
77%
40%
76%
29%
77%
35%76%
Keaktifan bertanya
Membuat soal individu
Menjawab soal individu
Menjawab soal yang dibuat temannya
Menyampaikan gagasan
13
Gambar 2. Diagram Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada bahwa metode pembelajaran
problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Rudin, 2013 dan Amir
Mahmud, 2008).
Karena aktivitas dan hasil belajar siswa sudah memenuhi indikator
keberhasilan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan
demikian berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka hipotesis tindakan
yang dirumuskan dalam penelitian ini dapat diterima.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
Pra Siklus Siklus I Siklus II
60.0067.80
76.66
43.18
70.45
93.18
Nilai Rata-rata Ketuntasan Klasikal
14
(1). Penggunaan metode pembelajaran problem posing dapat meningkatkan
aktivitas siswa kelas V SD Inpres 1 Lasoani Tahun Pelajaran 2013/2014.
(2). Penggunaan metode pembelajaran problem posing dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V SD Inpres 1 Lasoani Tahun Pelajaran 2013/2014.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka rekomendasi yang dapat dikemukakan
sebagai berikut :
(1).Bagi sekolah, diharapkan sedikit demi sedikit dapat melengkapi sumber
belajar (buku/alat peraga) sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk
meningkatkan prestasi dengan cara belajar dengan fasilitas yang ada. Atau
dengan cara diharapkan kepada para pengajar atau pendidik untuk senantiasa
memberikan suatu variasi dalam penyampaian materi pelajaran bagi siswa.
Mampu memilih suatu metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
siswa, dan berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Dengan harapan
supaya siswa bisa lebih aktif mengikuti jalannya proses pembelajaran di
kelas.
(2). Bagi guru, hendaknya lebih memunculkan potensi dan kreativitas yang
dimiliki siswa dengan cara lebih membuat mereka aktif dalam pembelajaran,
memberikan penguatan dan hubungan antara materi dengan kehidupan sehari-
hari khususnya pada mata pelajaran matematika membuat siswa lebih
antusias mengikuti pelajaran.
15
(3). Bagi siswa, sebaiknya ketika guru menerapkan suatu model pembelajaran di
kelas, mereka dapat mengikuti instruksi guru dengan baik agar hasil yang
dicapai bisa sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru.
Daftar Rujukan
Amin, Suyitno. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika 1. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:Depdiknas
Djamarah, Syaiful Bahri, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT.Rineka Cipta
Kasbolah, Kasih. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Malang:Dikti
Mahmud, Amir. 2008. Efektivitas Penerapan Metode Problem Posing dan Tugas Terstruktur Terhadap Prestasi Belajar Mata Kuliah Akutansi Pokok Bahasan Jurnal Penyesuaian Mahasiswa Semester 1 Jurusan Akutansi. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Rahayuningsih, F. 2002. Pendidikan Matematika Kelas V. Jakarta:Depdiknas.
Rosyada, Dede, 2004. Paradigma Pendidikan Demokrasi. Jakarta: Prenada Media
Rudin, 2013. Pengaruh Pengelolaan Kelas dan Metode Pembelajaran Problem Posing terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa di SMP Negeri 2 Palolo. Tesis. Pascasarjana STIE Panca Bhakti Palu
Sardiman, A. N., 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sindhunata. 2004. Mengasah Rasa Matematika. BASIS Edisi Khusus Pendidikan Matematika. 07-08. 53. Juli-Agustus 2004
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:PT. Rineka Cipta
Sudjana, Nana, 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo
16
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1). http://pk.ut.ac . Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf . (3 Mei 2014).
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
top related