analisa unjuk prestasi mesin pengkondisian udara …
Post on 23-Oct-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISA UNJUK PRESTASI MESIN PENGKONDISIAN UDARA KAPASITAS 395 WATT DENGAN VARIASI MASSA
REFRIGERAN PADA RUANG PSIKOMETRIK
Nafsan Upara Praktisi PT Elnusa Tbk.
ABSTRAK Pengkondisian udara adalah proses perpindahan kalor untuk mencapai temperatur dan
kelembaban sesuai dengan yang diinginkan. Pengkondisian udara merupakan upaya untuk memberikan kondisi yang nyaman pada suatu tempat.
Dari hasil pengujian didapat bahwa semakin besar jumlah refrigeran yang mengalir di dalam system, maka input power dan cooling capacity pun semakin turun, namun pada saat pengisian 420gr refrigeran, terjadi peningkatan cooling capacity dan input power. Pencapaian kerja maksimum untuk kapasitas pendinginan (cooling capacity) adalah pada saat pengisian 400gr refrigeran, sedangkan pencapaian kerja maksimum untuk input power adalah pada saat pengisian 410gr refrigeran.
Kata kunci : pengkondisian udara, variasi massa, input power, cooling capacity, kerja maksimum.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia selalu berusaha memperbaiki keadaan sekitarnya agar dapat menyesuaikan untuk kemudahan dan kenyamanan hidupnya. Dengan akal pikirannya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat menemukan peralatan-peralatan yang dapat digunakan untuk memudahkan dan membuat nyaman kehidupannya. Sistem refrigerasi atau pendingin sudah di kenal manusia sejak zaman kuno yaitu menggunakan gumpalan es pada musim dingin, disimpan pada tempat tertentu dan digunakan pada musim panas. Dilihat dari kegunaan R-22 untuk mendinginkan gedung bertingkat,maka sangat cocok digunakan untuk mendinginkan dan menyegarkan ruangan, sehingga dapat membuat nyaman orang yang ada di dalamnya. Berdasarkan alas an tersebut penulis ingin menganalisa
tentang : “Analisa Unjuk Prestasi
Mesin Pengkondisian Udara Kapasitas 395 Watt Dengan Variasi Massa Refrigeran Pada Ruang Psikometrik”
1.2 Perumusan Masalah
Ruang Psychometric (Psychometric Room) yang dimiliki PT PANASONIC MANUFACTURING INDONESIA merupakan sebuah laboratorium yang digunakan untuk pengujian mesin pengkondisian udara (AC). Tugas akhir yang dilakukan adalah analisa
performa kinerja mesin tersebut, untuk mengetahui bagaimana cara pengujian mesin pengkondisian udara. Berdasarkan hal di atas, permasalahan yang dapat dikaji dalam analisa ini adalah : Pengaruh massa refrigeran terhadap kinerja mesin pengkondisian udara (AC). 1.3 Batasan Penelitian Karena luasnya pembahasan dan agar mempermudah penulis dalam analisa sistem pengkondisian udara ini, maka penulis membatasi pembahasan pada permasalahan yaitu : • Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap input power. • Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap cooling capacity. • Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap Coefficient of Performance (COP).
• Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kompresor (discharge, suction, dan top compressor).
• Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kondensor (discharge, suction, dan center condenser).
• Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Evaporator (discharge, suction, dan center evaporator).
II. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pengkondisian Udara
Pengkondisian udara adalah proses perpindahan kalor untuk mencapai
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
86
temperatur dan kelembaban sesuai dengan yang diinginkan. Pengkondisian udara merupakan upaya untuk memberikan kondisi yang nyaman pada suatu tempat. Sedikitnya terdapat 6 hal yang menjadi pertimbangan dalam upaya pengkondisian udara, yaitu : 1. Temperatur udara 2. Kelembaban udara 3. Laju aliran udara 4. Kadar oksigen dan gas-gas beracun 5. Debu dan bau dalam udara 6. Suara
Kelembaban udara di atur dengan menyemprotkan atau menyerap uap air. Peralatan yang menyerap uap air dinamakan dengan Dehumidifier, sedangkan pelembaban udara dinamakan dengan Humidifier. Gerakan udara diatur dengan memilih kapasitas kipas yang tepat atau dengan mengatur volume dan kecepatan udara suplai.
Kadar oksigen, gas-gas beracun dan bau di atur dengan cara mengatur jumlah udara segar yang diambil dari luar, merencanakan sistem exhaust. Debu dan kotoran di bersihkan, di saring agar tidak masuk ke dalam ruangan. 2.3 Cara Kerja Sistem Air Conditioner
Sebuah unit AC bekerja menyerap kalor dari udara di dalam ruangan, lalu melepaskannya ke luar ruangan. Temperatur di dalam ruangan pun akan turun secara bertahap. Dengan kata lain, AC hanya sebuah alat elektronik yang mengatur sirkulasi udara di dalam ruangan. Udara yang terisap akan disirkulasikan oleh cross flow fan secara terus menerus melalui sirip evaporator, udara yang bertemperatur lebih tinggi dari evaporator diserap panasnya oleh refrigeran, kemudian di lepaskan di luar ruangan ketika aliran refrigeran melewati kondensor.
Unit AC hanyalah tempat bersirkulasinya udara dan menyerap kalor pada ruangan sehingga mencapai pada temperatur yang diinginkan. Temperatur udara yang dingin yang kita rasakan sebenarnya adalah sirkulasi udara di dalam ruangan, bukan udara yang di hasilkan oleh sistem AC.
2.2 Cara kerja sistem AC split
2.4 Sirkulasi Udara Sirkulasi udara di sini adalah aliran
udara di dalam ruangan yang dikendalikan oleh cross flow fan pada bagian indoor yang terdapat di dalam ruangan dan propeller pada bagian pada bagian outdoor yang terdapat di luar ruangan. 2.4.1 Indoor Unit
Pada bagian indoor unit AC terdapat 5 komponen penting yang terdapat di dalamnya, yaitu evaporator, sensor temperatur (thermistor), filter udara, cross flow fan, dan panel listrik. Berikut sirkulasi udara pada indoor unit.
Gambar 2.3 Arah aliran udara pada
indoor unit 2.4.2 Outdoor Unit
Pada bagian outdoor unit AC ada 6 komponen penting yang terdapat di dalamnya, yaitu kondensor, kompresor, pipa kapiler, propeller, dan system kelistrikannya. Berikut sirkulasi udara pada outdoor unit.
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
87
Gambar 2.4 Arah aliran udara pada outdoor unit
2.5 Komponen utama AC Ada 4 komponen utama pada sistem refrigerasi dan tata udara, yaitu kondensor, kompresor, evaporator, dan alat ekspansi (dalam sistem AC menggunakan kapiler)
2.5.1 Kompresor
Cara kerja kompresor AC dianalogikan seperti jantung di tubuh manusia. Kompresor pada sistem AC berfungsi sebagai pusat sirkulasi (memompa dan mengedarkan) bahan pendingin atau refrigeran ke seluruh bagian AC. Selain itu kompresor juga berfungsi untuk membentuk dua daerah tekanan yang berbeda, yaitu daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Ada berbagai jenis kompresor yang beredar di pasaran, seperti kompresor torak (reciprocating compressor), kompresor sentrifugal, dan kompresor rotary. Namun, pada sistem AC umumnya menggunakan kompresor jenis rotary. Setiap jenis kompresor memiliki cara kerja yang berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu menciptakan kompresi (tekanan) dan kecepatan laju aliran pada refrigeran sebagai fluida di dalam sistem pendingin. Kompresor menaikkan tekanan refrigeran sehingga tekanan pada kondensor lebih tinggi dari evaporator yang menyebabkan kenaikan temperatur dan perubahan fasa dari refrigeran. Kompresor menghisap uap refrigeran yang berasal dari evaporator dan menekannya ke kondensor sehingga tekanan dan temperaturnya akan meningkat ke suatu titik dimana uap akan mengembun.
Gambar 2.5 Kompresor
2.5.2 Kondensor Kondensor berfungsi sebagai alat pelepas kalor ke lingkungan, sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair. Sebelum masuk ke kondensor refrigeran berfasa uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi. Sedangkan setelah keluar dari kondensor refrigeran berupa cairan jenuh yang bertemperatur lebih
rendah dan bertekanan sama (tinggi) seperti sebelum masuk ke kondensor.
Gambar 2.6 Kondensor
2.5.3 Alat Ekspansi Alat ekspansi terletak diantara
kondensor dan evaporator atau terletak antara sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah. Alat ekspansi dapat menurunkan tekanan refrigeran yang datang dari kondensor sebelum masuk ke evaporator, sehingga memudahkan refrigeran menguap di evaporator. Ada beberapa jenis alat ekspansi yaitu : 1. Katup ekspansi manual (Hand
Expansion Valve). 2. Katup ekspansi otomatis (Automatic
Expansion Valve). 3. Katup ekspansi termostat (Thermostatic
Expansion Valve). 4. Pipa kapiler (Capillary Tube). 5. Katup apung sisi tekanan rendah (Low
Side Float Valve). 6. Katup apung sisi tekanan tinggi (High
Side Float Valve). 1. Katup ekspansi
termoelektrik (Electronic/Thermal Electric Expansion Valve).
Jenis katup ekspansi yang
digunakan pada Air Conditioner (AC) adalah pipa kapiler, yaitu berupa pipa kecil dari tembaga dengan lubang berdiameter sekitar 1 mm, dengan panjang yang disesuaikan dengan keperluannya hingga beberapa meter. Pipa kapiler merupakan komponen utama yang berfungsi menurunkan tekanan refrigeran dan mengatur aliran refrigeran menuju evaporator. Pipa kapiler juga berfungsi menghubungkan dua bagian tekanan yang berbeda, yaitu tekanan tinggi dan tekanan rendah. Refrigeran bertekanan tinggi sebelum melewati pipa kapiler akan di ubah atau di turunkan tekanannya. Akibat dari penurunan tekanan refrigeran menyebabkan penurunan suhu. Pada pipa kapiler ini refrigeran mencapai suhu terendah (terdingin). Ketika mengganti atau memasang pipa kapiler baru, sebisa mungkin tidak bengkok karena bisa mengakibatkan
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
88
penyumbatan. Penggantian komponen pipa kapiler harus di sesuaikan dengan diameter dan panjang pipa sebelumnya.
Gambar 2.7 Alat Ekspansi : Pipa Kapiler 2.5.4 Evaporator
Evaporator merupakan salah satu komponen dalam sistem refrigerasi dan tata udara yang berfungsi sebagai media penguapan cairan refrigeran yang berasal dari alat ekspansi. Untuk melakukan proses penguapan, refrigeran berfasa cair ini tentu memerlukan sejumlah kalor yang diserap dari media yang akan didinginkan. Refrigeran berfasa uap keluaran evaporator akan kembali dihisap kompresor demikian proses berlangsung secara terus-menerus selama pendinginan.
Gambar 2.8 Evaporator
2.6 Bahan pendingin AC (Refrigeran) Refrigeran merupakan suatu jenis
zat yang mudah diubah wujudnya dari gas menjadi cair, ataupun sebaliknya. Refrigeran bersirkulasi secara terus menerus melewati komponen utama AC (kondensor, kompresor, pipa kapiler, evaporator). Di dalam sistem pendingin, keberadaan refrigeran mutlak di butuhkan. Jenis refrigeran yang digunakan pada unit AC adalah R22, tetapi ada juga unit AC yang menggunakan R410a. Apapun jenis refrigeran yang digunakan (R22 atau R410a), secara umum harus memenuhi persyaratan berikut.
a) Tidak beracun dan tidak berbau menyengat.
b) Tidak mudah terbakar atau meledak ketika bercampur dengan udara, pelumas, atau bahan lainnya.
c) Tidak menyebabkan korosi pada bahan logam di dalam sistem pendingin.
d) Mudah di ketahui ketika terjadi kebocoran pada sistem pendingin.
e) Mempunyai titik didih dan kondensasi yang rendah.
f) Mempunyai susunan kimia yang stabil, misalnya tidak mudah terurai saat di mampatkan, di embunkan, dan di uapkan.
g) Selisih antara tekanan pengembunan dan penguapan tidak berbeda jauh.
h) Memiliki nilai kalor laten yang besar agar refrigeran mudah diubah fasanya dari gas ke cair atau sebaliknya.
i) Memiliki nilai konduktivitas thermal yang tinggi.
j) Memiliki nilai viskositas yang rendah di setiap keadaan agar laju aliran refrigeran tidak tertahan ketika melewati pipa kapiler.
k) Memiliki konstanta dielektrik yang kecil, tetapi nilai resistansinya besar.
Gambar 2.9 Refrigeran 22
2.7 Mesin refrigerasi siklus kompresi uap Mesin refrigerasi yang paling banyak
digunakan adalah mesin refrigerasi dengan siklus kompresi uap. Mesin refrigerasi dengan siklus kompresi uap adalah siklus sistem mesin pendingin yang menggunakan proses penguapan dalam menyerap panas, dengan menggunakan media refrigeran serta keempat komponen utama tadi.
Berikut adalah gambar dari sistem refrigerasi kompresi uap :
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
89
Gambar 2.10 Siklus refrigerasi kompresi uap
Setelah mengetahui bagaimana hubungan antara keempat komponen pada gambar, maka dapat langsung diaplikasikan ke diagram P-h, dengan keterangan dan tahap-tahap sebagai berikut:
Gambar 2.11 Diagram P-h Tahapan Siklus Kompresi Uap :
• Proses 1 – 2 Kompresi: proses penekanan dan penghisapan media pendingin dengan menggunakan komponen kompresor. • Proses 2 – 3, Kondensasi: Proses pengembunan media pendingin dengan menggunakan komponen kondensor. • Proses 3 – 4, Ekspansi: Proses penurunan tekanan media pendingin dengan menggunakan komponen katup ekspansi. • Proses 4 – 1, Evaporasi: Proses penguapan media pendingin dengan menggunakan komponen evaporator.
Siklus tersebut adalah siklus ideal,
artinya faktor – faktor yang menyebabkan adanya gangguan terhadap sistem diabaikan. Siklus ini juga terjadi tanpa mengalami sub-cooled dan superheat di kondensor dan evaporator serta terjadi pada tekanan kondensasi dan evaporator yang konstan. Dari diagram diatas dapat ditentukan beberapa besaran yang harganya dapat dilihat dari diagram tekanan entalpi atau dalam table saturasi yang berbeda pada tiap-tiap jenis refrigeran. Besaran – besaran itu adalah sebagai berikut:
1. Pada tekanan rendah (Pe) Entalpi spesifik cair – uap jenuh (hfg) = h1
2. Padat tekanan tinggi (Pc) • Entalpi spesifik uap superheat
(hg) = h3 • Entalpi spesifik uap jenuh (hg)
= h4 • Entalpi spesifik cair jenuh (hf)
= h5
Besarnya h1 = h5 karena proses tersebut berlangsung secara iso – entalpi
Dari diagram (P-h) diatas, kita dapat menentukan beberapa besaran, yaitu:
1. Efek refrigerasi per unit massa (qe) qe = h1 – h5 (kj/kg) 2. Efek pemanasan per unit massa (qc) qc = h3 – h4 (kj/kg) 3. Kerja kompresi per unit massa
(Wcomp) Wcomp = h3 – h2 (kj/kg)
Untuk sistem refrigerasi kompresi
uap ini, kemampuan kerja dinyatakan oleh besaran yang dinamakan Coefficient of Performance (COP). Harga COP ini berkisar antara 2 – 3.5. Harga COP yang ideal (carnot) tergantung dari temperatur dan tekanan kerja dari sistem, untuk kemudian harga ini dirumuskan dengan persamaan berikut:
WcompqeCOPaktual
TTTCOPideal
=
−=
121
ket : T1 dan T2 merupakan temperatur absolute (K)
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa siklus tersebut adalah siklus yang ideal. Siklus refrigerasi aktual memiliki beberapa penyimpangan yang disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut, yaitu : adanya penurunan tekanan pada evaporator dan kondensor akibat belokan atau sambungan pipa dan adanya penambahan laju aliran massa pada bagian tersebut. Selain itu, pada siklus aktual, kerja kompresi tidak benar – benar terjadi dalam entropi yang konstan. Siklus refrigerasi aktual ini diperoleh dengan percobaan yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar dan kepresisian pengukuran dari alat yang digunakan 2.8 Diagram Psikrometrik
Psikrometrik merupakan kajian tentang sifat-sifat campuran udara dan air, yang
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
90
memiliki arti penting dalam bidang pengkondisian udara karena udara atmosfer tidak kering seluruhnya, tetapi terdiri dari campuran udara kering dan uap air. Pada diagram psikrometrik dapat di tunjukkan sifat-sifat termal dari udara basah, dimana pada diagram psikrometrik tercantum beberapa istilah seperti Tdb, Twb, titik embun (dew point), RH, entalpi, volume spesifik dan faktor panas sensibel.
Gambar 2.12 Diagram Psikometrik 1. Dry-bulb Temperature (DB, ⁰C atau F) DB temperatur (temperatur bola kering) adalah temperatur yang ditunjukkan oleh termometer biasa. Data DB temperatur saja tidak lengkap, karena DB temperatur hanya menyatakan derajat kandungan panas sensible dari suatu substansi, tidak memberi informasi tentang kandungan panas laten di dalam udara. 2. Wet-Bulb Temperature (WB, ⁰C atau F) WB temperatur (temperatur bola basah) adalah temperatur udara yang didapatkan dengan membaca temperatur yang bulbnya di bungkus dengan kain basah untuk menghilangkan radiasi panas, namun perlu diperhatikan bahwa melalui bulb (sensor) harus ada aliran udara yang melaluinya dengan kecepatan sekurang-kurangnya 5m/s. 3. Dew Point Temperature (temperatur titik embun, ⁰C atau F) Temperatur titik embun adalah temperatur dimana uap air mulai mengembun ketika campuran uap dan udara didinginkan. 4. Relative Humidity (RH %) Relative humidity (kelembaban relatif) adalah perbandingan antara tekanan aktual uap air dalam udara terhadap tekanan uap jenuh pada temperatur bola kering yang sama. RH merupakan ukuran yang menyatakan derajat saturasi (kejenuhan) udara pada temperatur bola kering (DB). RH=100% berarti udara
dalam keadaan jenuh dan RH=0% berarti udara kering. 5. Humidity Ratio (Rasio kelembaban, kg uap air/kg udara kering) Rasio kelembaban adalah massa air yang terkandung dalam setiap kilogram udara kering. 6. Heat Content (enthalpy) udara Kandungan kalor (heat content) udara terdiri dari kalor sensibel dan kalor laten. Kalor sensibel dinyatakan oleh DB temperatur sedangkan kalor laten dinyatakan oleh WB temperatur. Enthalpy adalah jumlah dari : - Kalor sensible udara kering (Ha) - Kalor sensible air (HL) - Kalor laten penguapan - Kalor sensibel untuk memanaskan uap air dari temperatur bola basah (WB) ke temperatur bola kering (DB) = superheat of the vapour. 7. Spesific Volume (Volume spesifik, m³/kg) Volume campuran udara dan uap air, biasanya dengan satuan meter kubik udara kering atau udara campuran per kilogram udara kering. 8. Sensible Heat Factor (Faktor panas sensibel, tanpa satuan) Faktor panas sensibel adalah perbandingan antara panas sensibel dengan jumlah dari panas laten dengan panas sensibel. III. METODE PENGUJIAN 3.1 Pengertian Ruang Psikometrik (Psychrometric Room)
Psychrometric Calorimeter adalah Fasilitas pengujian AC yang berteknologi tinggi untuk menguji unjuk kerja AC (kapasitas pendinginan daya listrik) dan pengujian lainnya dengan tujuan memastikan qualitas dari produk AC tersebut.
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
91
Gambar 3.1 Psychrometric Room
Metode pengukuran kapasitas, dengan sampling sisi ruang udara masuk udara debit, suhu udara, dan kecepatan udara dari AC ruangan di bawah pengujiandan sekaligus menyeimbangkan efek samping luar termal dengan baik keseimbangan suhu kamar ke suhu standar dan kondisi kelembaban. 3.2 Bagian Ruang Psikometrik 3.2.1 Indoor Room Side
Indoor room Side adalah ruangan yang dikondisikan atau sudah diatur temperaturnya sesuai dengan yang di inginkan terhadap AC yang akan di uji.
Gambar 3.2 Intake Air Sample
Gambar 3.3 Cord Tester
Gambar 3.4 PTC air temperatur
3.2.2 Outdoor Room Side Outdoor room side adalah ruangan yang
dikondisikan seperti kondisi udara luar pada AC.
Gambar 3.5 Outdoor room side
3.3 Controller Panel
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
92
Controller Panel adalah sebuah panel untuk mengatur waktu pengujian akan dilakukan, baik pengaturan temperatur maupun pengaturan machine.
Gambar 3.6 Controller panel 3.4 Standar Kondisi Pengujian
Dari setiap pengujian yang dilakukan di Psychometric Room ini harus mengikuti standar pengukuran yang telah ditetapkan seperti terlihat pada tabel 3.1
3.5 Cooling Capacity Performance Test
Cooling capacity performance test ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas pendinginan dan kemampuan dari unit AC. Pengujian ini dilakukan pada setiap unit AC yang di sampling pada proses produksi. a. Langkah-langkah pengujian
- Siapkan alat-alat untuk menguji kapasitas pendinginan, alat-alat yang dibutuhkan yaitu : torque wrench, obeng + dan -, kunci inggris, flaring tool, alat pendatar, vynil tape, vacuum pump, tabung gas untuk cek kebocoran, puncture test (W/I test), penggaris.
- Pemasangan Thermocouple (panjangnya 200-250 cm).
- Instalasi unit AC (sekaligus pengecekan kebocoran).
- Proses pemvakuman untuk unit AC. - Penggantian kain gaze (kain pembalut),
jarak pasang dari dasar tabung adalah 0.3-0.5mm.
- Proses Penyetingan Cord Tester Zero Balance.
- Proses penyetingan air sample (setting air sample pada indoor unit ±10cm dan
±15cm pada outdoor, aturlah air sample di tengah, atur jarak tinggi rendahnya dan tidak boleh miring, tidak boleh menyentuh corong cord tester, hadapakan lubang air sample ke arah datangnya udara yang masuk ke unit AC,baik indoor & outdoor).
b. Setting Temperatur
Tabel 3.2 Standar Setting Temperatur Tdb (°C) Twb (°C) Outdoor Room
35ºC 24 ºC
Indoor Room 27 ºC 19 ºC c. Setting Remote Control
- Mode : Cooling - Fan speed : High Speed Fan
(kecepatan tinggi) - Air Swing : dalam posisi origin
/ kondisi maksimal (tergantung dari spesifikasi fan motor).
d. Proses Pengujian.
Setelah semua langkah-langkah percobaan telah dilakukan, maka pengujian siap dilakukan, proses pengujian kapasitas pendinginan ini dilakukan selama kurang lebih 5 jam.
3.6 Metode Pengambilan Data Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah : Performansi AC pada saat jumlah
Refrigeran divariasi : - 390 gr - 400 gr - 410 gr - 420 gr
Parameter atau besaran yang akan diukur adalah : 1. Temperatur.
a. Outdoor (°C) ‐ Temperatur udara
masuk (suction) (Tdb , Twb)
b. Indoor (°C)
‐ Temperatur udara masuk (suction) (Tdb , Twb)
‐ Temperatur udara keluar (discharge) (Tdb , Twb)
2. Refrigeran Cycle Temperature (°C) a. Evaporator Air Discharge. b. Evaporator Suction.
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
93
c. Evaporator Discharge. d. Evaporator Air Suction. e. Compressor Discharge. f. Condenser Suction. g. Kondensor Discharge. h. Accumulator. i. Compressor Top. j. Compressor Bottom. k. Fan Motor. l. Condenser Air Discharge.
3. Arus listrik (Ampere). 4. Daya listrik/input power (Watt). 5. Faktor daya (Cos φ)
Dari data yang diperoleh kemudian dihitung besaran-besaran berikut :
COP (Coeffition of Performance), yaitu perbandingan antara energi yang di serap di evaporator terhadap kerja yang dilakukan oleh sistem.
WcompqeCOPaktual
TTTCOPideal
=
−=
121
Satuan dari COP adalah Watt/Watt, sering dituliskan tanpa satuan. Pada sistem AC, umumnya nilai COP berkisar antara 2 sampai 3.5.
EER (Energy Eficiency Ratio), sama seperti halnya COP, tetapi satuan yang di gunakan adalah Btu/h per Watt.
EER = 3,4 x COP
Kapasitas Pendinginan, yaitu besarnya energi yang dapat diambil/diserap evaporator. Dilihat dari sisi udara, besarnya kalor yang diserap di evaporator adalah :
Qe = ṁudara ( hu.in – hu.out ) Jika dilihat dari sisi refrigeran, besar kalor diserap adalah :
Qe = ṁref ( href.in – href.out )
Dengan : ṁ : Laju aliran fluida (refrigeran) h : Entalpi ref : Refrigeran In : Aliran masuk koil Out : Aliran keluaran koil
IV. ANALISA DATA HASIL PENGUJIAN 4.1 Perhitungan Beban Pendinginan Pada Ruang Psikometric
Setelah melakukan pengecekan dan penyetingan alat maka selanjutnya dilakukan langkah pengujian, yaitu dengan memasukkan refrigeran kedalam sistem, dengan variasi jumlah refrigeran : 390gr, 400gr, 410gr, dan 420gr secara bergantian. Kemudian melakukan pengukuran dari setiap jumlah refrigeran yang di uji dan seterusnya pengambilan data. Untuk mengetahui data performansi AC split dengan jumlah refrigeran yang berbeda, semuanya dapat dilihat di komputer yang telah didukung dengan program untuk melakukan pengukuran yang terhubung dengan Psychrometric Room melalui thermocouple digital.
Waktu pengambilan data dilakukan selama 5 jam, selama 5 jam tersebut komputer secara otomatis akan merecord hasil data dari percobaan. Data yang diambil dari hasil pengujian adalah ketika sistem telah menunjukkan hasil data yang konstan, yaitu mengalami pengulangan nilai data pengukuran yang tidak jauh berbeda dengan waktu sebelumnya atau hampir. 4.1.1 Beban Pendinginan Dengan Massa 390 gr
Beban pendinginan dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
Q = m°.Δh Q = m° (h2 – h1) m° = 5,35 m³/min = 0,1068 [ kg/s] h1 = 42,09 h2 = 52,90
Q = m°.Δh = 0,1068 [ kg/s ] x ( 52,90 – 42,09 ) [ kJ/kg ]
Dari psychrometric chart
= 1,154 [ kW ] = 1154 [ Watt ]
4.1.2 Beban Pendinginan Dengan Massa 400 gr
Q = m°.Δh Q = m° (h2 – h1) m° = 5,50 m³/min = 0,1098 [ kg/s] h1 = 42,08 h2 = 53,93 Q = m°.Δh = 0,1068 [ kg/s ] x ( 53,93 – 42,08 )
[ kJ/kg ] = 1,265 [ kW ] = 1265 [ Watt ]
Dari psychrometric chart
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
94
4.1.3 Beban Pendinginan Dengan Massa 410 gr
Q = m°.Δh Q = m° (h2 – h1) m° = 5,30 m³/min = 0,1058 [ kg/s ] h1 = 42,07 h2 = 53,92 Q = m°.Δh = 0,1058 [ kg/s ] x ( 53,92 – 42,07
) [ kJ/kg ] = 1,253 [ kW ] = 1253 [ Watt ]
4.1.4 Beban Pendinginan Dengan Massa 420 gr
Q = m°.Δh Q = m° (h2 – h1) m° = 5,65 m³/min = 0,1054 [ kg/s ] h1 = 42,09 h2 = 53,95 Q = m°.Δh = 0,1054 [ kg/s ] x ( 53,95 – 42,09
) [ kJ/kg ] = 1,250 [ kW ] = 1250 [ Watt ]
4.2 Perhitungan Coeffisien of Performance ( COP ) Pada Ruang Psikometric 4.2.1 Coeffisien of Performance ( COP ) Dengan Massa 390 gr
COP dapat di cari dengan menggunakan persamaan :
COP = BA
Dari A = effek refrigerasi B = kerja kompresi
Maka Coeffisien of Performance
( COP ) = kompresi kerja
irefrigeraseffek
= Watt453,1 Watt1308
= 2,886
4.2.2 Coeffisien of Performance ( COP ) Dengan Massa 400 gr
Maka Coeffisien of Performance
( COP ) = kompresi kerja
irefrigeraseffek
= Watt448 Watt1326
= 2,959
4.2.3 Coeffisien of Performance ( COP ) Dengan Massa 410 gr
Dari psychrometric chart
Maka Coeffisien of Performance
( COP ) = kompresi kerja
irefrigeraseffek
= Watt450,9 Watt1286
= 2,852
4.2.4 Coeffisien of Performance ( COP ) Dengan Massa 420 gr
Dari psychrometric chart
Maka Coeffisien of Performance
( COP ) = kompresi kerja
irefrigeraseffek
= Watt453,6 Watt1309
= 2,885
4.3 Analisa Grafik Hasil Pengujian 4.3.1 Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap input power
Tabel 4.1 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap input power
Massa Refrigeran (
gr ) Input Power ( W )
390 449 400 447,9 410 446,8
420 449,5
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
95
Gambar 4.1 Grafik perbandingan antara input power dengan variasi jumlah Refrigeran
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah refrigeran berpengaruh pada besarnya input power. Saat pengujian pertama, sistem diisi dengan 390gr refrigeran, kemudian didapat input power sebesar 449 watt. Pada pengujian kedua, refrigeran di tambah 10gr dari jumlah refrigeran sebelumnya menjadi 400gr, dan diperoleh penurunan input power menjadi 447.9 watt, dan pada saat sistem diisi 410 gr, mengalami penurunan input power menjadi 466.8 watt. Tetapi pada pengujian ke empat, ketika refrigeran ditambah 10gr dari jumlah refrigeran sebelumnya menjadi 420gr, sistem mengalami kenaikan input power menjadi 449.5 watt. Hal ini disebabkan oleh laju aliran massa refrigeran yang terlalu besar sehingga mengakibatkan kerja kompresor semakin berat dan akibatnya input power menjadi naik. Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari sisi input power, maka sistem akan mencapai kerja maksimum saat diisi 410gr refrigeran. 4.3.2 Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap cooling capacity Tabel 4.2 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap cooling capacity
Massa Refrigeran ( gr )
Cooling Capacity ( W )
390 1308 400 1326 410 1286
420 1309
Gambar 4.2 Grafik pengaruh variasi massa refrigeran terhadap cooling capacity
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa
massa refrigeran mempengaruhi kinerja mesin khususnya pada cooling capacity yang dihasilkan, besar energi kalor (Btu/h) dan kapasitas yang dihasilkan oleh sistem, pencapaian kerja maksimum terlihat pada saat pengisian refrigeran 420 gr, kapasitas pendinginan yang dihasilkan mencapai 1309 watt. Pada grafik diatas jumlah refrigeran dari 390 gr hingga 410 gr mengalami peningkatan kapasitas pendinginan yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh faktor penambahan jumlah refrigeran pada sistem. Kenaikan terjadi karena banyaknya refrigeran yang terlibat dalam menyerap kalor dari lingkungan. Grafik diatas menunjukan kerja maksimum oleh faktor jumlah refrigeran. Penambahan jumlah refrigeran dengan pengisian 400 gr hingga 410 gr mengalami penurunan kapasitas pendingin, daya pendinginan menurun karena kemampuan evaporator untuk menguapkan refrigeran berkurang karena jumlah refrigeran yang akan diuapkan tidak sebanding dengan pipa penguapan (pipa evaporator). Daya pendinginan sebagian akan diserap sendiri oleh refrigeran, sehingga tidak seluruhnya menyerap kalor dari lingkungan. Namun pada saat pengisian refrigeran 420 gr mengalami peningkatan. 4.3.3 Pengaruh variasi massa refrigeran
terhadap Coefficient of Performance (COP)
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
96
Tabel 4.3 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Coefficient of Performance ( COP )
Massa Refrigeran (
gr ) COP
390 2,886 400 2,959 410 2,852
420 2,885
Gambar 4.4 Grafik pengaruh variasi massa refrigeran terhadap COP
Pada titik jumlah refrigeran 420 gr, COP yang dihasilkan sebesar 2.886. Lalu pada saat pengisian jumlah massa refrigeran 400 gr COP mengalami penurunan sebesar 2.852 begitu pula pada saat pengisian 410 gr, COP yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan pengisian 390 gr, Nampak terlihat penurunan COP ini dikarenakan penyerapan kalor sebagian diserap oleh refrigeran. Pada saat 420 gr COP mengalami kenaikkan namun masih kecil dibandingkan dengan jumlah refrigeran 390 gr. COP tergantung terhadap kalor yang diserap dievaporator dan daya yang dikeluarkan kompresor. Faktor – faktor yang berpengaruh pada kondisi temperature seperti proses pemvakuman, kondisi ruangan, dan jumlah refrigeran didalam sistem seperti yang sudah dijelaskan diatas.
4.3.4 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kompresor (discharge, suction, dan top compressor) Tabel 4.4 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kompresor (discharge, suction, dan top compressor) Massa (gr) discharge suction top
390 62,92 11,73 60,19 400 63,46 11,33 61,68 410 57,97 11,34 55,90 420 59,80 11,67 57,37
Gambar 4.5 Grafik pengaruh variasi massa refrigeran terhadap temperatur kompresor
Temperatur kompresor disharge
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya jumlah refrigeran. Dengan penambahan massa refrigeran maka volume refrigeran semakin besar, kerja kompresor salah satunya dipengaruhi oleh jumlah massa refrigeran, dengan bertambahnya jumlah massa refrigeran, proses kompresi di kompresor terjadi penurunan tekanan dan temperatur.
Temperatur compressor top pun sama halnya dengan temperatur discharge compressor yang mengalami penurunan diakibatkan oleh bertambahnya massa refrigeran sehingga proses kompresi di kompresor mengalami penurunan dan tekanan.
Temperatur suction compressor cenderung meningkat namun tidak signifikan, hal ini disebabkan oleh penambahan massa refrigeran dan pembuangan kalor di kondensor yang menurun dan pemampatan
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
97
pada pipa kapiler mengalami kenaikan temperatur sehingga proses penyerapan kalor di evaporator menurun yang mengakibatkan temperatur refrigeran pada suction kompresor mengalami peningkatan. 4.3.5 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kondensor (discharge, suction, dan center condenser)
Tabel 4.5 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Kondensor (discharge, suction, dan center condenser)
Massa (gr)
discharge suction center
390 41,34 63,88 42,36 400 41,48 64,87 42,61 410 41,00 59,36 42,43 420 41,36 60,19 42,59
Gambar 4.6 Grafik pengaruh variasi massa refrigeran terhadap temperatur kondensor
Sistem mengalami penurunan
temperatur suction condensor yang cukup signifikan ketika ada penambahan jumlah refrigeran dari 390gr menjadi 400gr, yaitu dari 63.88°C menjadi 62.11°C dan dari 400gr menjadi 410gr, yaitu dari 62.11°C menjadi 59.36°C. Hal ini disebabkan oleh refrigeran yang di kompresi oleh kompresor mengalami penurunan tekanan kerja yang di akibatkan massa refrigeran yang semakin bertambah. Kemudian sistem mengalami kenaikan temperature pada saat penambahan refrigeran menjadi 420gr yaitu menjadi 60.19°C, ini diakibatkan kenaikan Tdb dan Twb pada ruangan outdoor yang dikondisikan, maka mengakibatkan kenaikkan pada temperatur suction condenser.
Pada temperatur condeser discharge dan center berbanding terbalik seiring penambahan jumlah refrigeran. Temperatur condenser disharge cenderung mengalami penurunan, jumlah refrigeran berpengaruh terhadap kinerja kompresor yang mengakibatkan tekanan kompresi dan temperatur menurun sehingga temperatur dan tekanan pada saat masuk dan keluar kondensor mengalami penurunan dengan acuan pembuangan kalor pada ruang yang dikondisikan diasumsikan sama, kecuali ada pergantian komponen. 4.3.6 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Evaporator (discharge, suction, dan center evaporator)
Tabel 4.6 Pengaruh variasi massa refrigeran terhadap Temperatur Evaporator (discharge, suction, dan center evaporator)
Massa (gr) discharge suction center
390 10,27 13,08 13,10 400 10,31 13,05 13,17 410 10,29 13,13 13,30 420 10,59 13,42 14,23
Gambar 4.7 Grafik pengaruh variasi massa refrigeran terhadap temperature evaporator.
Sistem mengalami penurunan pada
temperatur evaporator yang tidak terlalu signifikan ketika ada penambahan refrigeran dari 390gr menjadi 400gr. Namun, temperatur evaporator semakin meningkat ketika sistem ditambah refrigeran menjadi 410 dan 420gr, hal ini disebabkan oleh volume refrigeran yang semakin besar sehingga kerja kompresor semakin berat dan temperatur evaporator pun akan meningkat.
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
98
Dari grafik di atas dapat dilihat temperatur evaporator terhadap massa refrigeran. Massa refrigeran berbanding lurus dengan volume refrigeran. Apabila massa refrigeran bertambah maka volume refrigeran pun akan bertambah. Sisi liquid line pada sistem gas cair di dalam evaporator akan semakin besar, maka akan berpengaruh pada kerja kompresor yang semakin berat.
KESIMPULAN 1. Dari proses pengujian dapat diketahui
bahwa jumlah refrigeran 400gr lebih tepat digunakan dalam unit AC berkapasitas 395 Watt. Hal ini terlihat dari hasil pengujian, dimana nilai COP, cooling capacity, temperature kompresor, temperature kondensor, berada pada posisi maksimum dan temperaturnya cukup baik.
2. Pemilihan massa refrigeran untuk sebuah sistem tergantung pada performansi setiap data yang di ukur dan standar spesifikasi produk. Tetapi dalam pengujian ini massa refrigerant yang pas untuk sistem adalah antara 400 dan 410 gr. Hal ini dapat dilihat dari data hasil pengujian.
DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar W., Saito H., 1986,
Penyegaran udara, PT. Pradnya Paramita, Jakarta
2. Arora C.P., 1981, Refrigeration and Air Conditioning, Tata McGraw-Hill Publishing Company, New Delhi
3. Carrier Air Conditioning Company, 1965, Handbook of Air Conditioning System Design , McGraw-Hill Book Company, New-York
4. Doosat, R.J.,1981, Principle of Refrigeration, John Wiley & Sons, New-York
5. Gunawan R., 1998, Pengantar Teori Teknik Pendingin (Refrigerasi), Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta
6. Karyanto E., Paringga E., 2003, Teknik Mesin Pendingin, CV. Restu Agung, Jakarta
7. I.R. Prajitno, 2003, Pendingin dan Pemanas (TKM 543), Edisi Pertama, Teknik Mesin UGM, Yogyakarta
8. Stoecker W.F., Jones J.W., 1982, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Airlangga, Jakarta.
Jurnal Mekanikal Teknik Mesin S-1 FTUP Vol 8 No.2 Agustus 2012
99
top related