4 uyitlaporan pendahuluan
Post on 01-Feb-2016
213 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE DENGAN PENATALAKSANAAN
HEMODIALISA
A. LATAR BELAKANG
1. CHRONIC KIDNEY DISEASE
A. Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD)
menjadi problem kesehatan yang besar di seluruh dunia. Perubahan
yang besar ini mungkin karena berubahnya penyakit yang mendasari
patogenesis dari PGK. Beberapa dekade yang lalu penyakit
glomerulonefritis merupakan penyebab utama dari PGK. Saat ini
infeksi bukan merupakan penyebab yang penting dari PGK. Dari
berbagai penelitian diduga bahwa hipertensi dan diabetes merupakan
dua penyebab utama dari PGK (Zhang dan Rothenbacher, 2008).
Penyakit ginjal kronik tahap 5 (terminal) prevalensinya semakin
meningkat di seluruh dunia. Penderita PGK yang mendapat
pengobatan terapi pengganti ginjal diperkirakan 1,8 juta orang.
Terapi pengganti ginjal mencakup dialisis dan transplantasi ginjal
dan lebih dari 90% di antaranya berada di negara maju (Suhardjono,
2006).
Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal
ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi
pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal.
Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan
peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan
utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal
ginjal adalah hemodialisis (Arliza,2006)
Sedangkan salah satu penatalaksanaan pada penderita gagal ginjal
kronik adalah hemodialisa. Hal ini karena hemodialisa merupakan
terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit. Terapi hemodialisa yang dijalani penderita gagal
ginjal tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal akan berpengaruh terhadap
kualitas hidup pasien (Raharjo, 2006).
Penyakit hipertensi dan gagal ginjal di Indonesia selalu mengalami
peningkatan tiap tahunnya, untuk penyakit ginjal kronik,
peningkatan terjadi sekitar 2-3 kali lipat tahun sebelumnya
(Anonim,2008).
B. Klasifikasi
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)
menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan
jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR)
kurang dari 60 Ml/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut
iniadalah tahap gagal ginjal kronik menurut(Black and Hawks, 2005)
yaitu :
1) Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90
mL/min/1.73 m2)
2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
3) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
4) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
5) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
Tabel 2.2 Kategori GFR pada PGK (KDIGO, 2013)
Kategori GFR GFR (ml/min/1.73 m2) BatasanG1 ≥ 90 Normal atau Tinggi
G2 60–89 Penurunan ringanG3a 45–59 Penurunan ringan sampai
sedangG3b 30–44 Penurunan sedang sampai
beratG4 15–29 Penurunan beratG5 <15 Gagal ginjal
C. Etiologi
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis
3) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
4) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
5) Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
6) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal
7) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas:
kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih
bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
8) Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
D. Patofisiologi
Pada penderita gagal ginjal kronik akan mengalami penurunan
fungsi ginjal, produk akhir metabolisme protein (ureum, kreatinin,
asam urat yang normalnya dieksresikan kedalam urine) tertimbun
dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan
semakin berat (Smeltzer, 2002).
a. Penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG)
Penurunan LFG terjadi akibat tidak berfungsinya glomeruli,
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum meningkat.
Selain itu kadar nitrogen urea darah (BUN) akan meningkat.
b. Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu
Untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara
normal pada penyakit ginjal tahap terakhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-
hari tidak terjadi. Penahanan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti dan hipertensi.
Hipertensi dapat terjadi aktivasi aksis renin-angiotensin-
aldosteron. Mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam
mencetuskan resiko hipertensi dan hipovolemi.
c. Asidosis
Terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan
ginjal mengeksresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia (NH3+) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-). Nilai normal adalah
16-20 mEq/L. Penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain
juga terjadi. Pada sebagian klien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
asidosis metabolik terjadi pada tingkatan ringan dengan Ph
darah tidak kurang dari 7,35. nilai normalnya 7,35-7,45.
d. Anemia
Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat
(racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan
sum-sum tulang terhadap eritropoetin). Memendeknya usia sela
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan mengalami
perdarahan terutama disaluran gastrointestinal, anemia akan
menyebabkan kelelahan, dapat timbul dispneu sewaktu
penderita melakaukan kegiatan fisik. Anemia akan timbul
apabila kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/100 ml atau GFR
menurun 30 % dari normal.
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Dengan menurunnya filtrasi ginjal dapat meningkatkan kadar
fosfat serum dan sebaliknya serta peningkatan fosfat serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid tapi
pada Gagal Ginjal Kronik (GGK) tubuh tidak berespon normal
terhadap peningkatan sekresi hormon dan akibatnya kalsium
tulang menurun sehingga menyebabkan perubahan pada tulang.
Selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dehidrosikolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal
menurun seiring perkembanagan gagal ginjal.
f. Ketidakseimbangan kalium
Hiperkalemia timbul pada klien GGK yang mengalami Oligouri
disamping itu asidosis sistemik dapat menimbulkan
hiperkalemia melalui pergesaran K+ dari sel kecairan ekstra
seluler. Bila K + antara 7-8 mEq/ L akan timbul disritmia yang
fatal bahkan henti jantung.
g. Hipermagnesemia
Uremia akan mengalami penurunan kemampuan meneksresikan
magnesium, sehingga kadar magnesium serum meningkat (nilai
normal 1,5-2,3 mEq/L).
h. Hiperurisemia
GGK dapat menimbulkan gangguan eksresi asam urat sehingga
kadar asam urat meningkat (nilai normal 4-6 mg/100 ml)
sehingga dapat menimbulkan serangan arthithis Gout akibat
endapan garam urat pada sendi dan jaringan lunak
i. Penyakit tulang uremik
Osteodistropi renal
terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fospat
j. Kelainan metabolisme
Merupakan ciri khas syndrome uremik, meski mekanismenya
belum jelas. Terjadi akibat gangguan metabolisme protein
akibat dari sintesa protein abnormal. Gangguan metabolisme
karbohidrat juga terjadi, kadar gula darah puasa meningkat tapi
tidak lebih dari 200 mg/100ml. Akibatnya jaringan
perifer tidak peka terhadap insulin, dimana ginjal gagal
menonaktifkan 1-5 % insulin dari uremia. Metabolisme lemak
terjadi akibat peningkatan kadar trigliserida serum karena
peningkatan glukosa dan insulin serta penggunaan asetat dalam
dialisat.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
1) Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2) Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c. Operasi
1. Pengambilan batu
2. Transplantasi ginjal
2. HEMODIALISA
A. Definisi
Hemodialisa merupakan proses eliminasi sisa-sisa produk
metabolisme (protein) dan ganggguan keseimbangan cairan dan
elektrolit antara kompartemen darah dan dilisat melalui selaput
membrane semipermeabel yang berperan sebagai ginjal buatan
(Sukandar,2006).
Mekanisme utama pada proses hemodialisis adalah darah
dipompakan dari dalam tubuh masuk kedalam suatu ginjal buatan
yaitu dialiser yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah. Darah
dari pasien dipompa dan dialirkan kedalam kompartemen darah yang
dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan
kompartemen dialisat dan selanjutnya akan dipompakan kembali ke
dalam tubuh pasien. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan
mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari
konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai
konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen atau berdifusi.
Dengan menggunakan komperterisasi, beberapa parameter penting
dapat dimonitor seperti laju darah dan dyalisat, tekanan darah, detak
jantung, daya konduksi maupun Ph. Melalui Arteriovenous fistula,
aliran darah dari tubuh klien dialihkan ke mesin hemodialisis yang
terdiri dari selang inlet/ arterial (menuju ke mesin), dan selang
Outlet/venous (dari mesin kembali ke tubuh).
Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin mencapai
200ml. Darah akan di bersihkan dari sampah-sampah hasil
metabolisme secara kontinue menembus membran dan menyebrang
ke kompartemen dialisat di lain pihak, cairan dialisat mengalir
dengan kecepatan 500ml/menit ke dalam kompartemen dialisat.
Selama proses hemodialisis, heparin diberikan untuk mencegah
pembekuan darah ketika berada di luar vaskuler. Prinsip
hemodialisis melibatkan difusi zat terlarut melaului suatu membran
permiable yang ada pada dializer. Darah yang mengandung hasil sisa
metabolisme dengan konsentrasi tinggi dilewatkan pada membran
semipermiable pada dializer dengan arah yang berlawanan (Counter
current) ke dalam dializer. Membran semipermiable yang biasa
digunakan dalam dializer yaitu membran selulosa, membran selulosa
yang di perkaya, membrane selulosa sintetik dan mmbran sintetik.
Besar pori-pori pada selaput semipermeabel akan menentukan besar
molekul zat terlarut yang berpindah. Perpindahan zat terlarut pada
awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai
konsentrasinya sama kedua kompartemen (Sukandar, 2006).
B. Cara Kerja
Gambar Cara Kerja Mesin Hemodialisa
B. PATH WAY
HEMODIALISA
Hipertensi
Trauma
Herediter
Gg Metabolik
Infeksi
Kerusakan Pada Ginjal
Fungsi Ginjal Menurun
Met Ginjal Menurun Filtrasi Absorbsi Augmentasi
Kadar Menurun Ureum Kreatinin
Pengobatan Konservatif
1. Balance Cairan Dialysis
1. Hemodialisa2. Operatif3. Peritonial Dialisis
Darah Dalam Tubuh Terbarukan
Masuk Dalam Tubuh
Hemodialisa
Dializer
Darah MasukDialisat
Konsentrasi Zat Terpisah
Darah Terkonsetrasi Baru
Darah Baru
Menuju Pompa Keluar
C. ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-
tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R/ Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R/ Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R/ Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan
memerlukan intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R/ Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R/ Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa
tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi
masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh
Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan
kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran
mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan
risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit
DAFTAR PUSTAKA
Arliza M. 2006. Prosedur dan Tehnik Operasional Hemodialisa. Edisi
Pertama. Yogyakarta; Tugas Pustaka
Black, J.M & Hawks, J.H. 2005. Medical Surgical Nursing; Clinical
Management for Positif Outcomes, Saint Louis Missouri: Elsevier
Saunders
Carpenito.L. J., 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes, M E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Hudak, C.M & Gallo, G.M 2007. Critical care nursing a holistic
apporoach, 6th Edition.Philadelpia : JB Lipincot company.
Nanda. 2009. Diagnosa Nanda (NIC dan NOC). Dialih bahasa sumarwati
Jakarta : Media Aesculapis
National Kidney Foundation. 2009. Clinical practice guidelines clinical
K/DOQI practice guidelines for cronic disease: evaluation,
classification and stratification. New York: NKF
Smeltzer, S.C. Bare, B.G Hinkle, J.L & Cheever, K.H. 2008. Tex Book Of
Surgical Medical Nursing Ed.12 Philadelpia: Lippincott william &
wilkins
Suyono, Slamet. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3 .Jilid 1II,
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik, Edisi III. Pusat Informasi ilmiah
Bagian Ilmu Penyakit Dalam.Bandung: FK UNPAD RS Hasan
sadikun
PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). 2006 Komnas
Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Bandung
top related