2.1.2 prosedur yang tertulis file9 pedoman prosedur) atau formulir lepas tersebut dimuat...
Post on 09-Apr-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
2.1.2 Prosedur yang tertulis
Menurut Nuraida (2014:44) prosedur kerja dalam setiap kantor hendaknya,
adalah:
1. Formal, artinya diakui oleh semua orang dalam organisasi;
2. Sebaiknya tertulis, dan
3. Selalu terbarui, artinya selalu up to date dengan perkembangan organisasi yang
aktif dan dinamis.
Pada kenyataannya, masih ada beberapa kantor yang hanya membuat
prosedur kerja secara lisan dan belum atau tidak menganggap perlu membuatnya
dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat memudahkan terjadinya misscomumunication
atau misunderstanding yang disebabkan oleh perbedaan persepsi antara perancang
prosedur dengan pelaksana, atau antarpara pelaksana itu sendiri. Koordinasi kerja
akan menjadi lebih sulit sehingga pencapaian tujuan akan terhambat. Oleh karena
itu, prosedur kerja sebaiknya dibuat secara tertulis agar tercipta komunikasi yang
sebahasa, terutama bagi level bawah yang lebih sering memerlukan pedoman
tertulis sebagai patokan bertindak.
Dalam suatu organisasi supaya kinerja individu yang bekerja sama dalam
suatu kelompok efektif maka tugas yang paling penting bagi atasan adalah
mengetahui bahwa individu-individu tersebut mengerti tujuan yang akan dicapai
serta mengerti cara-cara untuk mencapainya. Semakin jelas prosedur kerja,
bawahan semakin mengerti apa yang diharapkan untuk dikerjakan dan dicapai.
Menurut Moekijat dalam Nuraida (2014:44) “Kadang-kadang prosedur
perkantoran ditulis dalm “buku pedoman kantor” atau “daftar tugas” atau dapat
juga disusun dalam formulis lepas. Di dalam buku pedoman kantor (buku
9
pedoman prosedur) atau formulir lepas tersebut dimuat instruksi-intruksi tertulis
mengenai apa yang harus dilakukan, bilamana, dan di mana, serta memberi
informasi tentang sistem yang membantu organisasi.
2.1.3 Manfaat Prosedur Tertulis
Menurut Nuraida (2014:44-46) Prosedur yang tertulis sangat bermanfaat
bagi level manajerial maupun level non majerial dalam melaksanakan fungsi
manajemendi baginya masing-masing di antaranya sebagai berikut:
1. Planning-controlling
a. Mempermudah pencapain tujuan
b. Merencanakan dengan seksama tentang besarnya beban kerja yang optimal
bagi masing-masing pegawai.
c. Menghindari pemborosan atau memudahkan penghematan biaya.
d. Mempermudah pengawasan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan
sudah dilakukan, apakah pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan
prosedur atau belum. Apabila belum, perlu diketahui penyebabnya sebagai
bahan masukan untuk mempertimbangkan apakah perlu dilakukan tindakan
koreksi terhadap pelaksanaan atau revisi terhadap prosedur. Dengan adanya
prosedur yang telah dibakukan, kita dapat menyampaikan proses umpan baik
yang konstruktif.
2. Organizing
a. Mendapatkan instruksi kerja yang dapat dimengerti oleh bawahan, mengenai
hal-hal berikut:
1. Tanggung jawab setiap prosedur pada masing-masing bagian, terutama
sekali pada saat pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan bagian-
10
bagian lain. Misalnya, bagian yang terlibat dalam inventarisasi barang-
barang kantor suatu perusahaan adalah bagian sara dan prasarana serta
bagian keuangan.
2. Proses penyelesaian suatu pekerjaan.
b. Dihubungkan dengan alat-alat yang mendukung pekerjaan kantor sert
dokumen-dokumen kantor yang diperlukan.
c. Mengakibatkan arus pekerjaan kantor menjadi lebih lancer dan baik, serta
menciptakan konsistensi kerja.
3. Staffing-leading
a. Membantu atasan dalam memberikan pelatihan atau dasar-dasar instruksi
kerja bagi pegawai baru dan pegawai lama. Prosedur mempermudah
orientasi bagi pegawai baru. Sementara bagi pegawai lama, pelatihanjuga
diperlukan apabila pegawai lama harus menyesuaikan diri dengan metode-
metode dan teknologi baru atau mendapat tugas baru yang masih asing sama
sekali sehingga dapat terbiasa dengan prosedur-prosedur yang baku dalam
suatu pekerjaan yang rutin dikantor, yang berisi tentang cara kerja dan
kaitannya dengan tugas lain.
b. Atasan perlu mengadakan penyuluhan bagi bawahan yang bekerja tidak
sesuai dengan prosedur. Penyebabnya harus diketahui dan atasan dapat
memberikan pengarahan yang dapat memotivasi pegawai agar dapat
memberikan konstribusi yang maksimal bagi kantor.
c. Mempermudah pemberian penilaian terhadap bawahan.
11
4. Coordination
a. Menciptakan koordinasi yang harmonis bagi tiap departemen dan antar
departemen.
b. Menetapkan dan membedakan prosedur-prosedur yang rutinn dan prosedur
yang independen.
2.1.4 Informasi dalam Membuat Prosedur
Menurut Nuraida (2014:47) Sebelum membuat prosedur kerja baru, kantor
perlu merevisi dan memperbaharui prosedur kerja yang sudah ada sebelumnya.
Sebaiknya kita perlu mengetahui informasi-informasi penting di bawah ini.
1. Tujuan
Sebelum membuat prosedur, kita perlu mengetahui tujuan utama penulisan
prosedur yang akan kita buat. Misalnya: tujuan untuk pengendalian, tujuan
untuk efesiensi.
2. Dokumen (surat/formulir /laporan) yang diperlukan.
a. Nama dan jumlah
b. Sumber/asal
c. Tembusan/rangkap
d. Penanggung jawab
e. Waktu untuk memperoleh data dan melengkapi dokumen
3. Alat/mesin/fasilitas yang diperlukan.
a. Apa dan berapa?
b. Di mana dapat diperoleh?
c. Siapa penanggung jawab penggunaannya?
4. Orang/bagian/departemen yang diperlukan
12
a. Siapa dan berapa orang/bagian/departemen yang melaksanakan suatu
prosedur?
b. Siapa dan berapa orang/bagian/departemen yang mengawasi pelaksanaan
suatu prosedur dan pengendaliannya?
c. Siapa dan berapa orang/bagian/departemen yang terlibat dalam aliran barang
atau aliran dokumen?
d. Perlukah pemberian pelatihan atau pengarahan tentang prosedur baru?
5. Tata ruang kantor yang diperlukan
a. Bagaimana dengan tata ruang kantor yang ada, apakah sudah cukup
mendukung pelaksanaan prosedur?
b. Perlukan dibenahi lagi?
2.2 Pelayanan
2.2.1 Pengertian Pelayanan
Menurut Daryanto (2014:135) mengatakan bahwa “pelayanan adalah suatu
aktivitas atau serangkaian aktifitas yang bersifat tak kasat mata (tidak dapat
diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interkasi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal yang disediakan oleh perusahaan pemberian pelayanan
yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.
Menurut Kotler (2008:8) “Pelayanan adalah setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau suatu kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk yang secara fisik”.
13
Dari berbagai definisi tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa
pelayanan adalah suatu kegiatan timbal balik yang saling menguntungkan antara
yang melayani dan dilayani.
2.2.2 Pengertian Pelayanan Publik
Menurut Hayat (2017:21) “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik”.
Menurut Lewis dalam Hayat (2017:21), bahwa “Pelayanan publik adalah
kepercayaan publik”. Pelayanan publik dilaksanakan secara bertanggung jawab
dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada. Nilai akuntabilitasi
pelayanan yang diberikan dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat
tentang pelayanan yang diberikan. Pertanggungjawaban terhadap aspek yang
dilayani adalah bagian dari pemenuhan terhadap pelayanan publik untuk
menjunjung tinggi kepercayaan kepada masyarakat. Kepercayaan masyarakat
yang adalah sebagian besar untuk mewujudkan tercapainya pemerintahan yang
baik.
Jika dianalisis secara spesifik, bahwa pelayanan adalah pemberian hak dasar
kepada warga negara atau masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya yang diatur oleh peraturan perundang-perundangan. Pelayanan
mempunyai maksa melayani orang yang dilayani. Jika melayani, maka sejatinya
adalah memberikan pelayanan/pengabdian secara professional dan proposional.
Bentuk dan cara pelayanan juga merupakan bagian dari makna yang tidak
14
terpisahkan dari pelayanan itu sendiri. Pelayanan berarti melayani dengan
sungguh-sungguh kepada orang yang dilayani untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya dalam rangka memberikan kepuasan dan kemanfaatan.
Sementara itu, dalam konteks pelayanan publik adalah melayani kebutuhan
yang berkaitan dengan kepentingan publik. Pelayanan publik adalah melayani
secara keseluruhan aspek pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
dipenuhi sesuai ketentuannya. Pelayanan publik menjadi suatu sistem yang
dibangun dalam pemerintahan untuk memenuhi unsur kepentingan rakyat.
Pelayanan publik merupakan pemberian layanan yang diberikan kepada warga
negara secara baik dan professional baik jasa, barang atau administrative sebagai
bagian dari keperluan masyarakat Pelayanan publik yang baik memberikan
kepuasan terhadap masyarakat atas pelayaan tersebut. dalam pemberian
pelayanan, menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan
secara professional, akuntabel, dan optimal. Pelayanan yang optimal adalah
harapan semua masyarakat agar tercipta kualitas pelayanan yang baik.
Optimalisasi pelayanan publik menurut pendapat Indri dalam Hayat
(2017:22) adalah memberikan pelayanan secara profesionaldan berkualitas yang
mempunyai implikasi positif terhadap kepuasan masyarakat. Profesionalitas
pelayanan ditunjang oleh sikap dan perilaku dalam pemberian layanan. Sumber
daya manusia menjadi indicator penting dalam pelayanan publik.
Keberadaan sumber daya aparatur adalah unsur utama dalam pemberian
pelayanan. Aparaturlah yang bersentuhan secara lansgung dengan masyarakat
sebagai penerima layanan. Oleh karena itu, kompetensi dan akuntabilitas yang
komprehensif menjadi keniscayaan, karena hal itu terkait dengan tugas dan fungsi
15
yang melekat dalam dirinya. Aparatur kompeten, maka pelayanan dapat
dijalankan sebagaimana mestinya, tentunya kualitas layanan yang diberikan juga
berpengaruh terhadap aspek yang dilayaninya. Artinya bahwa, kualitas pelayanan
publik ditentukan oleh siapa yang memberikan pelayanan.
2.2.3 Fungsi Pelayanan Publik
Menurut Hayat (2017:50) Setiap instasi pemerintah yang menerapkan
pelayanan publik secara baik dan berkualitas dipengaruhi oleh konsepsi dasar
yang dibangun dengan reformasi brokasi menuju tatanan dan sistem pengelolaan
yang professional. Profesionalitas kinerja dengan memaksimalkan potensi sumber
daya manusia yang kompeten dan berdaya saing mempunyai implikasi yang
positif terhadap kualitas kinerja. Kualitas kinerja dengan kemouan dan soft skill
yang dimilki setiap aparatur, berpengaruh secara komprehensif terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
pelayanan publik pada pasal 2 disebutkan bahwa dalam hubungan antara
masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Kepastian hukum
terhadap hak dan kewajiban warna negara penerimaan pelayanan publik.
Masyarakat mempunyai hak untuk menerima pelayanan secara baik dan
berkualitas, dengan pelayanan yang cepat, mudah, murah, tepat waktu, dan baik.
Kepastian hukum dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam
pelayanan publik. Pelayanan publik sesungguhnya untuk masyarakat, apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal pelayanan publik menjadi kewajiban bagi
aparatur untuk melayaninya. Tetapi, harus diperhatikan pula oleh masyarakat,
16
sistem dan cara menerima pelayanan publik. Prinsipnya adalah saling mematuhi
ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam penerapan pelayanan publik.
Misalnya pembuatan KTP, masyarakat harus tahu syarat dan ketentuan pembuatan
KTP. Begitu pula aparatur juga harus mengetahui tentang ketentuan penyelesaian
maupun aspek biayanya. Sehingga jika ini dipenuhi secara baik, pelayanan publik
akan berjalan dengan baik sesuai dengan asas-asas pelayanan publik (Hayat
2017:50).
2.2.4 Tujuan Pelayanan Publik
Menurut Hayat (2017:52) Aspek yang menjadi dasar dalam pelayanan
publik adalah melayani masyarakat sebaik-baiknya dalam rangka membantu
terkait dengan urusan administrasi kepemerintahan dan/atau kebutuhan barang
atau jasa publik. Pelayanan publik yang baik tentunya menjadi harapan penting
bagi masyarakat, mulai dari sikap aparatur yang memberikan pelayanan, bentuk
pelayanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai
kepada perilaku aparaturnya. Tujuan pelayanan publik semata-mata untuk
kepentingan masyarakat yang menerima pelayanan. Jika pelayanan baik,
masyarakat akan merasa puas atas diterimanya pelayanan yang diberikan.
Kepuasan masyarakat menjadi acuan atau buruknya pelayanan publik.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tujuan
pelananan publik antara lain (Hayat, 2017:52):
a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak dan tanggung
jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik.
17
b. Terwujudnya sistem penyelenggara pelayanan publik yang layak sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan dan koperasi yang baik.
c. Terpenuhnya penyelenggara pelayanan publik sesuai denga peraturan-peraturan
perundang-undangan, dan
d. Terwujudnya perlindunga dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelenggara pelayanan publik.
Penekanan dalam pasal ini adalah memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat yang merima pelayanan. Dengan mewujudkan prinsip-prinsip
pelayanan publik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, memberikan,
konsekuensi hukum kepada siapa yang memberikan pelayanan kepada siapa yang
merima pelayanan. Hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik menjadi koridor yang membatasi dan mengatur
jalannya pelayanan publik tersebut.
Namun demikian, tujuan pelayanan publik di Indonesia masih mengalami
berbagai kendala dan tantangannya. Sofian dalam Safroni (2012) mengemukakan
4 (empat) kendala yang dihadapi oleh Indonesia dalam pembangunan pelayanan
publik. yaitu: Pertama, politik. Persoalan politik menjadi bagian tak terpisahkan
dalam menjalankan proses pemerintahan. Sistem politik Indonesia dengan
demokratisasinya memberikan ruang yang luas bagi elemen politik untu
berkompetensi dalam jabatan politik. Bentuk koalisi dalam perpolitikan,
menimbillkan ketidakstabilan dalam ruang-ruang publik. Hal itu berdampak pada
jalannya pemerintahan, Koalisi politik yang tidak permanen mengakibatkan
proses dalam administrasi pelayanan publik terkendala dengan banyaknya
kepentingan publik.
18
2.2.5 Pelayanan Prima
Menurut Daryanto (2014:107) “Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan
orang lain”. Pada dasarnya pelayanan adalah kegiatan yang ditawarkan kepada
konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak terwujudnya dan
tidak dapat dimiliki.
Dari definisi diatas maka penulis menyimpulkan bahwa pelayanan adalah
tindakan social yang bertujuan melayani konsumen aau pelanggan.
Menurut Daryanto (2014:14) karakteristik pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan bersifat tidak diraba, dan sangat berlawanan sifatnya dengan barang
jadi.
2. Pelayanan pada kenyataanya terdiri dari tindakan nyata merupakan pengaruh
yang bersifat tindakan sosial.
3. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan
secara nyata, Karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat
bersamaan
2.2.6 Manfaat, Tujuan dan Fungsi Pelayanan Prima
Menurut Daryanto (2014:108) tujuan pelayanan prima adalah memberikan
pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan atau masyarakat serta
memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pemerintah perlu menjamin
stabilitasi harga kebutuhan pokok masyarakat dan menjaga ketersediannya di
pasar maupun digudang dalam bentuk cadangan atau persediaan. Lonjakan harga
kebutuhan pokok yang terlalu tinggi akan memberikan dampak negative bagi
perekonomian makro (memicu terjadinya inflasi).
19
Pelayanan prima dalam sektor publik didasarkan aksioma bahwa pelayanan
adalah pemberdayaan. Dan bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara
terbaik. Bagi perusahaan pelayanan prima bertujuan terhadap kelangsungan hidup
perusahaan apabila pelayanan yang diberikan perusahaan tidak memuaskan tentu
saja mengecewakan pelanggannya.
Pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas
pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan
pengembangan penyusunan standart pelayanan.
Menurut Daryanto (2014:1) Tujuan pelayanan prima antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan pelayanan bermutu tunggi kepada pelanggan.
2. Untuk menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera membeli
barang/jasa yang ditawarkan pada saat itu juga.
3. Untuk menumbuhkan rasa kepercayaan pelanggan terhadap barang/jasa yang
ditawarkan.
2.3 Pajak
2.3.1 Pengertian Pajak
Menurut Sumitro dalam Marsyahrul (2005:2) “Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan
dan yang digunakan untuk menggunakan pengeluaran umum.
Menurut Smeets dalam Sukirso (2009:4) “Pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terhutang melalui norma-norma dapat dipaksakan, tanpa adanya
20
kontraprestasi yang dapat ditujukan secara individual, maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.”
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan pajak adalah iuran
rakyat atau pungutan wajib pajak biasanya berupa uang yang harus dibayar ke kas
negara, yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut
peraturan yang ditetapkan serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal
balikdari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
2.3.2 Fungsi Pajak
Fungsi artinya kegunaan sesuatu, Jadi fungsi pajak adalah kegunaan pajak.
Menurut Resmi (2008:3-4) mengemukakan:
Terdapat dua fungsi yaitu:
1. fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya yang ditempuh
dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui
penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak.
2. Fungsi Reguralend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contoh penerapan pajak
sebagai fungsi pengatur adalah:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
b. Tariff pajak progresif dikenakan atas penghasilan.
c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%.
d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain.
e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi
f. Pemberlakuan atas holiday.
2.3.3 Penggolangan Pajak
Penggolongan pajak dapat dilihat dari beberapa sudut padang. Menurut
Sikirso. Dkk (2009:5) mengemukakan:
21
1. Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib
Pajak (WP) dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak
lain. Contohnya: PPh.
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak Pertambahan
Nilai untuk Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi WP. Contohnya PPh.
b. Pajak objektif, adalah pajak yang pengenannya memperhatikan pada
objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi WP. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai
untuk Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah , dan Pajak
Bumi dan Bangunan.
3. Menurut pemungutannya, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya, adalah
PPh, Pajak Pertambahan Nilai untuk Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya, adalah
Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Reklame, serta
Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas jenis pajak dapat ditinjau dari golongan
dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung, dari
sasaran/obyeknya dibedakan menjadi pajak objektif dan pajak subjektif, dan dari
lembaga pemungutannya dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
Salah satu pajak pusat adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB). Pada awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, BPHTB dialihkan menjadi pajak
daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota,
22
2.3.4 Pengertian Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Menurut Siahaan (2013:9) “Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang kepada
daerah, yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah”. Dengan demikian pajak daerah merupakan pajak yang
ditetapkan oleh Pemerintah daerah dengan peraturan daerah (perda) yang
wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggara
pemerintah dan pembangunan didaerahnya. Karena Pemerintah daerah di
Indonesia terbagi dua yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah.
Menurut Siahaan (2013:6:) Retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh
orang atau badan. Sama halnya, dengan penjelasan di atas, bila seseorang ingin
menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar
retribusi yang ditetapkan sesuai kekuatan yang berlaku.
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini di pungut di
Indonesia adalah sebagai berikut:
23
a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang
dan peraturan daerah yang berkenan,
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah sanski secara ekonomis, yaitu
jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
2.3.5 Jenis-Jenis Pajak Daerah
Pembagian Pajak Daerah Menurut Siahaan (2013:40) yaitu:
1. Jenis Pajak Provinsi terdiri dari
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.
c. Pajak pengalihan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
d. Pajak Rokok
2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral bukan Logam Batuan
24
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
k. Pajak Bea Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan
2.4 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Agar lebih jelas dalam memahami tentang bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB) disampaikan pengertian BPHTB, objek BPHTB, subjek
BPHTB, dasar pengenaan BPHTB, Tarif pajak, Saat terutangnya BPHTB, Cara
perhitungan BPHTB dan Wilayah pemungutan BPHTB.
2.4.1 Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Siahaan (2013:579) “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan”. Yang
dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan. Adapun yang dimaksud dengan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak perolehan, beserta
bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang
pertanahan dan bangunan. BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/ kota yang
baru diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Sebagaimana halnya PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB dewasa ini
pada dasarnya merupakan suatu jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah
pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian Keuangan, di mana hasilnya
sebagaian besar diserahkan kepada daerah. Walaupun telah ditetapkan menjadi
25
salah satu jenis pajak kabupaten/kota, tetapi sepanjang pada suatu kabupaten/kota
belum ada peraturan daerah tentang BPHTB, pemungutan BPHTB tetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat sampai dengan tahun 2010.
Pengenaan BPHTB tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota
yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan
suatu jenis pajak kabupaten/kota. Kerena itu untuk dapat dipungut pada suatu
daerah, pemerintah kabupaten /kota harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan
Daerah tentang BPHTB yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam
teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan BPHTB di daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
2.4.2 Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi hal-hal dibawah ini menurut
Siahaan (2013:581):
1. Perolehan hak atas tanah dan bangunan akibat pemindahan hak, karena hal-hal
di bawah ini:
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Hibah
d. Hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat khusus mengenai pemberian hak
atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum
tertentu, yang berlaku setelah pemberian hibah wasiat meninggal dunia.
e. Waris
26
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, yaitu pengalihan hak
atas tanah dan bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan
terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan
terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagai
hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan
kepada sesame pemegang hak bersama.
h. Penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemegang lelang oleh
pejabat lelang sebagaimana tercantum dalam risalah lelang.
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sebagaimana pelaksana dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum
sebagai salah satu pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
j. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan
melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.
k. Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut.
l. Pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
27
m. Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan
atau bangunan yang telah dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah. Akta yang dibuat dapat berupa akta hibah.
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan akibat pemberian hak baru, karena
hal-hal dibawah ini.
a. Perolehan hak baru atas tanah dan atau bangunan sebagai kelanjutan
pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan
hukum dari Negara atas tanah-tanah yang berasal dari pelepasan hak.
b. Perolahan hak baru atas tanah dan atau bangunan di luar pelepasan hak, yaitu
pemberian baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari
Negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pengenaan BPHTB dengan tegas dinyatakan bahwa yang menjadi
objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini
membuat tiga kemungkinan perolehan hak atas tanah termasuk tanaman di
atasnya, perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan perolehan hak atas
bangunan. Perolehan hak atas tanah sangat umum ditemui dalam praktik sehari-
hari yaitu perolehan hak atas tanah sawah, ladang, kavling siap bangun, dan tanah
kosong lainnya.
2.4.3 Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Siahaan (2013:587) Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Sementara itu,
yang ditetapkan menjadi wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas bangunan. Hal ini berarti pada pengenaan BPHTB,
subjek pajak dan wajib pajak berada pada diri orang atau badan yang sama.
28
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili
oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan Peraturan Derah
tentang BPHTB. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau
secara langsung rentang atas pembayaran pajak terutang. Selain itu wajib pajak
dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.4.4 Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak. Nilai Perolehan Objek Pajak dapat diperoleh dalam hal
sebagai berikut menurut Siahaan (2013:588):
1. Jual beli adalah harga transaksi
2. Tukar menukar adalah nilai pasar
3. Hibah adalah nilai pasar
4. Hibah wasiat adalah nilai pasar
5. Waris adalah nilai pasar
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah pasar
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar.
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar.
10. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar.
11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
12. peleburan usaha adalah nilai pasar.
29
13. Pemekaran usaha adalah nilai pasar.
14. Hadiah adalah nilai pasar, dan atau
15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang.
Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada poin 1
sampai dengan poin 14 tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang
digunakan dalam pengenaan pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP pajak Bumi dan
Bangunan.
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling
rendah sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib
pajak.
Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi
hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2.4.5 Tarif Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Siahaan (2013:591) Tarif pajak BPHTB ditetapkan paling tinggi
sebesar lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kebupaten/kota yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai
dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap
daerah kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak
30
yang mungkin berbeda dengan kota/kabupaten lainnya, asalkan tidak lebih dari
lima persen.
2.4.6 Saat Terutang Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Saat terutangnya BPHTB ditetapkan berdasarkan transaksi perolehan hak
atas tanah dan bangunan yang diperoleh wajib pajak, sebagaimana dibawah ini
menurut Siahaan (2013:594):
1. Saat terutang BPHTB karena jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
2. Saat terutangnya BPHTB karena tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta.
3. Saat terutangnya BPHTB karena hibah adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
4. Saat terutangnya BPHTB karena hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
5. Saat terutangnya BPHTB karena waris adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
6. Saat terutangnya BPHTB karena waris adalah sejak tanggal yang
bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan.
7. Saat terutangnya BPHTB karena pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
8. Saat terutangnya BPHTB karena pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
9. Saat terutangnya BPHTB karena putusan hakim adalah sejak tanggal putusan
peradilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
31
10. Saat terutangnya BPHTB karena pemberian hak baru atas tanah sebagai
kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak.
11. Saat terutangnya BPHTB karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak
adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak.
12. Saat terutangnya BPHTB karena penggabungan usaha adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta.
13. Saat terutangnya BPHTB karena peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta.
14. Saat terutangnya BPHTB karena pemekaran usaha adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta.
15. Saat terutangnya BPHTB karena hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
16. Saat terutangnya BPHTB karena lelang adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta.
2.4.7 Perhitungan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Siahaan (2013:591), Besaran pokok pajak BPHTB yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak
setelah dikurangi NPOPTKP. Secara umum perhitungan BPHTB adalah sesuai
dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x (NPOP - NPOPTKP)
Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih kecil daripada NJOP maka perhitungan
BPHTB adalah sebagai berikut:
32
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x (NPOP - NPOPTKP)
Perhitungan jumlah pokok BPHTB yang terutang dapat dilihat pada contoh
berikut ini. Seorang wajib pajak A membeli tanah dan bangunan dengan harga
transaksi sebesar Rp. 65.000.000,00. Diketahui NJOP PBB Perdesaan dan
Perkotaan untuk objek pajak tersebut adalah sebsar Rp. 55.000.000,00 dan
besarnya NPOPTKP yang ditetapkan pada kota di mana objek pajak berada adalah
sebesar Rp. 60.000.000,00. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung jumlah
BPHTB terutang, sebagaimana di bawah ini:
Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp. 65.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp. 60.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp. 5.000.000,00
Pajak Yang Terutang = 5% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 250.000,00
2.4.8 Wilayah Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Siahaan (2013:595) BPHTB yang terutang dipungut di wilayah
kabupaten/kota tempat tanah dan atau bangunan berada. Karena BPHTB
merupakan jenis pajak kabupaten/kota, maka BPHTB yang terutang dipungut
diwilayah kabupaten/kota tempat tanah dan atau bangunan berada. Hal ini terkait
dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya terbatas atas tanah
dan atau bangunan yang berada dalam lingkup wilayah administrasinya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan Wajib pajak BPHTB wajib
membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
top related