05b identifikasi permasalahan potensial dalam proses hilirisasi industri manufaktur - menko
Post on 23-Nov-2015
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
DEPUTI MENKO PEREKONOMIANBIDANG KOORDINASI INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Jakarta, 12 Februari 2013
Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur
Outline
1. Filosofi Kebijakan
2. Pelaksanaan Kebijakan Hilirisasi/Nilai TambahIndustri Berbasis Minerba
3. Matriks Permasalahan dan Solusi
4. Pengamanan Efektivitas Kebijakan
-
1. Filosofi Kebijakan
Amanat Pasal 33 UUD 45
Sasaran dan target pembangunan industri manufaktur
Mainstream industri dalam MP3EI
Fenomena meningkatnya ekspor bijih minerba
Mendorong nilai tambah terhadap SDA
1. Filosofi Kebijakan
Amanat Pasal 33 UU45 :
Bumi dan air, serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai negara dandipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Tujuan dan Sasaran Pembangunan industri :
Tujuan :
Membangun industri dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, yang didasarkanpada tiga aspek yang tidak terpisahkan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosialdan lingkungan hidup.
Sasaran :
o Industri manufaktur telah mencapai taraf industri kelas dunia, yang didukung olehsumber daya produktif, daya kreatif serta kemampuan kompetensi inti industri daerah;
o Seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan sumbangan industri besar;
o Kuatnya jaringan kerjasama (networking) antara IKM dan industri besar, serta industridi dunia.
-
22AKTIVITAS EKONOMI
UTAMA
4
MAINSTREAM HILIRISASI INDUSTRI DALAM MP3EI
Greater
Jakarta
Kawasan Selat
Sunda
IndustriTekstil
IndustriPerkapalanTelematikaIndust.
Peralt. &Mesin Industri
Makanan & Minuman
IndustriBaja
Kelapa Sawit
Karet
Minyak dan GasBatubaraNikel
Tembaga
Bauksit
Perikanan
Pariwisata
Food
Estate
Pengembangan terintegrasi di dalam
6 Koridor ekonomi
Alutsista
Kakao
Peternakan
Perkayuan
Slide 4
Terdapat 18 hilirisasiindustri : Industriperalatan dan mesin; Telematika; Perkapalan; Tekstil; Mamin; Baja; Alutsista; Kakao; KelapaSawit; Karet; Perkayuan; Migas; Batubara; Nikel; Tembaga; Bauksit; Perikanan.
5
MP3EI : Pusat pertumbuan berbasis SDA mineral di 4 KoridorEkonomi
KORIDOR INDUSTRI LOKASI
SumateraBatubara
Tanjung Api-Api/Tanjung Carat dan Pendopo (Sumatera Selatan)
Besi Baja Cilegon
Kalimantan
Besi BajaKotabaru, Tanah Bambu (Kalimantan Selatan) dan Barito dan sekitarnya (Kalimantan Tengah)
Bauksit/Alumina Bontang, Kutai Timur (Kaltim) dan Mempawah (Kalbar).
BatubaraBontang, Kutai Timur (Kaltim), Kotabaru, Tanah Bambu (Kalimantan Selatan) dan Pontianak-Mempawah (Kalbar).
Sulawesi NikelKolaka, Konawe, Mandiodo (Sulawesi Tenggara), Luwu (Sulsel), dan Morowali (Sulteng).
Papua-MalukuTembaga Timika (Papua).
Nikel Halmahera (Maluku Utara).
-
6Fenomena Ekspor Biji Minerba Meningkat Tajam
0
10
20
30
40
2008 2009 2010 2011
Naik 8 kali
Bijih Nikel (Juta ton)
< 5
33
0
5
10
15
2008 2009 2010 2011
Naik 7 kali
Bijih Pasir Besi (Ribu Ton)
2
14
0
20
40
60
2008 2009 2010 2011
Naik 5 kali
8
40
0
5
10
15
2008 2009 2010 2011
Naik 11 kali
Bijih Tembaga (Ribu Ton)
-
8NATURAL
RESOUCES
ACCOUNTING
NILAI TAMBAH
a. Program Produksi
1) Eksploitasi SDA UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba
Untuk kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengutamaan minerbaDN dengan mengendalikan produksi dan ekspor.
Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/ataubatubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatanmineral dan batubara.
Khusus batubara, pemegang kontrak karya yang telah ada dan berproduksi sebelum UU No. 4/2009 wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya tahun 2014
Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 yang diatur lagi dengan Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2012
Pasal 24 Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 (diatur lagi dengan pasal 1 Permen ESDM No. 11 Tahun 2012) :
Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah berproduksi sebelum berlakunya Permen ESDM No. 7/2012 untuk berbagai jenis komoditas minerba tertentu wajib melakukan penyesuaian rencanabatasan minimum pengolahan dan atau pemurnian (sesuai Lampiran I, II, dan III ) mulai tahun 2014
9
2. Pelaksanaan Kebijakan Hilirisasi/Nilai TambahIndustri Berbasis Minerba
-
10
2. Pelaksanaan Kebijakana. Program Produksi
1) Eksploitasi SDA PP No 38/2007 Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, PemProv, dan
PemKab/Kota
SUB BIDANG PEMERINTAH PEMPROV PEMKAB/KOTA
Mineral, BatuBara, PanasBumi, dan AirTanah
7. Pemberian izin usahapertambangan mineral dan batubara, panasbumi, pada wilayahlintas provinsi dan diwilayah laut dan di luar12 (dua belas) mil.
7. Pemberian izin usaha Pertambang-an mineral, batubara dan panasbumi pada wilayah lintas Kabupaten/Kota dan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arahperairan kepulauan.
7. Pemberian izin usaha per-tambangan mineral, batu-bara dan panas bumi padawilayah Kabupaten/Kota dan 1/3 (sepertiga) dariwilayah kewenanganProvinsi.
8. Pemberian izin usahapertambangan mineral dan batubara untukOperasi produksi, yang ber-dampak lingkungan
8. Pemberian izin usaha pertambang-an mineral, dan batubara untukoperasi produksi, yang berdampaklingkungan langsung lintas Kabupa-ten/Kota dan paling jauh 12 (dua
8. Pemberian izin usaha per-tambangan mineral, danbatubara untuk operasiproduksi, yang berdampaklingkungan langsung pada
11
2. Pelaksanaan Kebijakan
2) Industri
UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri a.l. dilakukan dengan
memperhatikan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri denganmemanfaatkan sumber daya alam .;
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan a.l. dalam rangka keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilaitambah .;
Perpres No. 28/2008 Kebijakan Industri Nasional Pengembangan 6 (enam) klaster kelompok industri prioritas : (1) Basis IndustriManufaktur; (2) Agro; (3) Alat Angkut; (4) Elektronika dan Telematika; (5) IndustriPenunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; (6) IKM Tertentu;
-
Industri
PP No. 17/1986 Kewenangan Pengaturan, Pembinaan Dan Pengembangan Industri
Kewenganan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri berada ditangan Presiden yang pelaksaannya diserahkan kepada Menteri Perindustrian
Kewenangan pembinaan dan pengembangan industri yang diserahkan kepadaMenteri ESDM : (1) penyulingan minyak bumi, (2) pencairan gas alam, (3)pengolahan bahan galian bukan logam tertentu, (4) pengolahan bijih timahmenjadi ingot timah, (5) pengolahan bauksit menjadi alumina, (6) pengolahanbijih logam mulia menjadi logam mulia, (7) pengolahan bijih tembaga menjadiingot tembaga, (8) pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam, (9) pengolahan bijih nikel menjadi ingot nikel
12
2. Pelaksanaan Kebijakan
b. Pengaturan Perdagangan Luar Negeri
1) Ekspor
Keputusan Presiden No. 260/1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab MenteriPerdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri, yang intinya bahwa MenteriPerdagangan mempunyai kewenangan dalam mengatur perdagangan luar negeri.
Permendag No. 13/2012 Ketentuan Umum Bidang Ekspor
o Semua Barang bebas diekspor kecuali Barang Dibatasi Ekspor, Barang Dilarang Ekspor, atau ditentukan lain oleh UU.
o Pembatasan ekspor Barang dengan alasan kepentingan umum, kesehatan manusia, hewan, tumbuhtumbuhan atau lingkungan, perjanjian internasional, terbatasnya pasokan di pasar DN dan kapasitas pasar ekspor serta ketersediaan bahan baku
o Larangan ekspor dengan alasan: keamanan nasional,sosial, budaya dan moral; HAKI dankehidupan dan kesehatan; lingkungan hidup dan ekologi; perjanjian internasional
o Orang perseorangan hanya dapat mengekspor kelompok Barang Bebas Ekspor
o Lembaga dan badan usaha hanya dapat mengekspor kelompok Barang Bebas Ekspor danBarang Dibatasi Ekspor
13
2. Pelaksanaan Kebijakan
-
Pengaturan Perdagangan Luar Negeri
Bea Keluar (BK)
UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan
Terhadap barang ekspor dapat dikenakan BK
Pengenaan BK untuk melindungi kepentingan nasional, bukan untukmembebani daya saing komoditi ekspor di pasar internasional.
PP No. 55/2008 tentang Pengenaan BK terhadap Barang Ekspor
Penetapan BK oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangandan/atau usul menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangperdagangan dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen/kepala badan teknis terkait.
14
2. Pelaksanaan Kebijakan
b. Pengaturan Perdagangan Luar Negeri
3) Larangan Ekspor
Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan PemurnianMineral (16 Mei 2012). Pelarangan ekspor bahan mentah material mineral, akhirnyadiperbolehkan sampai 12 Januri 2014 asalkan memenuhi persyaratan sesuai Pasal 1 PermenESDM 11/2012 yakni :
- mendapatkan rekomendasi dari Menteri c.q. Dirjen
- status IUP Operasi Produksi dan IPR telah CnC (Clean and Clear)
- melunasi kewajiban pembayaran kepada negara
- menyampaikan rencana kerja dan atau kerjasama pengolahan dan atau pemurnian di dalamnegeri
- menandatangani pakta integritas
15
2. Pelaksanaan Kebijakan
-
4) Pengaturan Ekspor Komoditas Minerba
Permendag No. 29/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan.
Produk yang diatur ekspornya harus berasal dari IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK OperasiProduksi dan/atau KK dan hanya dapat diekspor oleh ET-Produk Pertambangan
Produk Pertambangan Yang Diatur Ekspornya (65 komoditas) :
o Mineral Logam (21 Komoditas) a.l. Pirit/Bijih Besi; Bijih Mangan; Bijih Tembaga; Nikel; Kobalt; Aluminium; Seng; Krominium; Molibdenium; Titanium; Perak; Platinum; Antimoni
o Mineral Bukan Logam (10 Komoditas) a.l. Kuarsa; Kuarsit; Kaolin; Batu Kapur; Feldspar; Zeolit; Intan
o Batuan (34 komoditas) a.l. Garnet alami; Marmer; Onik; Perlit; Granit; Gabro; Basalt; Opal; Chert/Rijang; Krisoprase; Garnet; Agat; topas; Giok;
16
2. Pelaksanaan Kebijakan
b. Pengaturan Perdagangan Luar Negeri
5) Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 (diatur lagi dengan pasal 1 Permen ESDM No. 11 Tahun 2012) : Pelarangan ekspor bahan mentah material mineral sampai 12 Januri 2014 dan Permendag No. 29/2012 : mengenai pelarangan ekspor dan ekspor yang dikenakan Bea Keluar terhadap 14 Komoditas Logam
17
2. Pelaksanaan Kebijakan
LARANG EKSPOR Emas, Perak, Timah, dan Platinum group metal
BEA KELUAR 20 %Timbal dan Seng, Tembaga, Kromium,Molibdenium, Mangan, Antimon
BEA KELUAR 25% Nikel dan/atau Kobalt
BEA KELUAR 50% Bauksit, Biji Besi, Pasir Besi
-
18
KEBIJAKAN MASALAH BAHASAN SOLUSI
1. KEWENANGAN PERIJINAN
PP No. 17/86 Kewe-nangan pengaturan , pembinaan, dan pengembangan industri yang diserah-kan kepada Menteri ESDM a.l. (7) pengolahan bijihtembaga menjadi ingot tembaga
Menurut PP ingot tembaga kewe-nangan di ESDM,tetapi dalam implementasinya masih ada perijin-an yang dikeluar-kan bukan dari Kemen. ESDM, seperti Smelter Gresik
Dalam rangka :a. Memenuhi amanah UU
4/2009 tentang Pertam-bangan Minerba;
b. Menjamin pasokanbahan baku
c. Good Mining Practice (Kewajiban keuangan, penanda tanganan pak-ta integritas, rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian)
d. Pelestarian Lingkungan
Kementerian teknis wajib mematuhi ketentuan PP 17/86,
3. Matriks Permasalahan dan Solusi
19
PERATURAN MASALAH BAHASAN SOLUSI
2. KETENTUAN EKSPOR
Permen ESDM No. 7 Tahun2012 (diaturlagi denganPermen ESDM No. 11 Tahun2012) :
Berdasarkan UU No.4/
2009, larangan ekspor
bijih logam selambat-
lambatnya tahun 2014;
eksportir meminta
diberlakukan sesuai
UU.
ESDM : adanya
kebutuhan yang
mendesak, larangan
ekspor Mei 2012
dianggap tidak
bertentangan dengan
UU No.4/2009.
Rakor Menko Perekonomi-an 1 Mei 2012 : menetap-kan pelarangan eksporbeberapa hasil tambang(termasuk emas) dan BK ekspor hasil tambang.
Esensi pengenaan BK:
o menjamin terpenuhinya
kebutuhan DN;
o melindungi kelestarian
SDA;
o Menekan kenaikan harga
yang drastis di pasar LN;
o menjaga stabilitas harga
di DN.
AgarPermendagNo.29/2012direview sebagaimana PeraturanPermen ESDM No. 7 Tahun2012 telah dirubah dengan Permen ESDM No. 11 Tahun2012
PermendagNo. 29/ 2012 : emas diatur ekspornya
3. Matriks Permasalahan dan Solusi
-
1. Kebijakan hilirisasi harus dilakukan dengan program yang komprehensif yang mencakup program industrialisasi, fiskal dan perdagangan baik ekspormaupun dalam negeri.
2. Kebijakan hilirisasi minerba perlu dibahas pada tingkatMenteri dan koordinasi pelaksanaannya dilakukan olehTim Penanganan Hambatan Industri dan Perdagangan
20
4. Pengamanan Efektifitas Kebijakan
21
top related