defishery.files.wordpress.com · web viewpertambakan merupakan sistem penting dalam usaha perikanan...
Post on 05-Jul-2018
213 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BIOREMEDIASI SEDIMEN TAMBAK UDANG
Oleh:
Dedy kurniawan
FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2010
ABSTRAK
Pertambakan merupakan sistem penting dalam usaha perikanan di berbagai
negara perikanan di negara berbagai negara seperti Thailand, China, Ekuador, Taiwan,
Brasil, Indonesia dan berbagai negara berkembang lainnya. Sistem yang dipakai
biasanya dengan cara melakukan pembukaan lahan terbuka di kawasan pesisir Udang,
terutama spesies Tiger prawn (Panaeus monodon) menjadi spesies utama dalam
pertambakan ini. Usaha pertambakan udang ini berkembang pesat pada pertengahan
tahun 80-an sampai tahun 90-an. Seiring meningkatnya permintaan, usaha ini
berkembang dari sistem pertambakan tradisional yang relatif ramah lingkungan menjadi
sistem intensifikasi yang sarat penggunaan bahan kimia.
Penggunaan bahan kimia ternyata memberikan umpan balik pada segi
kerusakan pada tambak, tambak menjadi tidak dapat digunakan secara berkelanjutan.
Industri pertambakan udang mengalami kolaps pada pertengahan tahun 90-an di
semua negara produsen.
Berbagai penelitian terakhir menyebutkan bahwa kerusakan sedimen pada
tambak merupakan problem utama penyebab tidak. Sedimen ditengarai membuat
kondisi kualitas lingkungan tambak tidak mendukung kehidupan udang. Salah satu
usaha perbaikan sedimen ini adalah dengan menggunakan agensia biologi. Usaha ini
ditujukan untuk mengembalikan sedimen seperti kondisi sebelum tercemar.
Bioremediasi diharapkan dapat membangkitakan kembali usaha perikanan
pertambakna udang seperti pada tahun 80-an.
I. I. PENDAHULUAN
SISTEM PERTAMBAKAN UDANG
Kegiatan budidaya adalah intervensi dalam proses pemeliharaan untuk
meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian pakan,
perlindungan terhadap pemangsa (predator) pencegahan terhadap serangan penyakit
dan sebagainya (Pusat Riset Perikanan Budidaya, 2001 dalam Irianto,2007). Kegiatan
budidaya dapat dilaksanakan di lingkungan air payau, air tawar dan air laut. Pemilihan
jenis (spesies) tertentu akan berkaitan langsung dengan lingkungan perairan sebagai
habitat dari sposies yang dipelihara. Kegiatan ini berarti pengusahaan budidaya
organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustase dan tumbuhan akuatik.
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai
tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara
umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu,
walaupun sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak
misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi
tambak lebih dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu
(Penaeus monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
berorientasi eksport (Irianto, 2007).
Gambar 1: Kolam untuk membesarkan udang di Korea Selatan.
(http://id.wikipedia.org/)
KONDISI INTERNAL TAMBAK
(a) Kondisi Fisik dan Kimia Sedimen Tambak
• Tekstur Sedimen
Kondisi fisik tanah dapat dibedakan dalam berbagai macam, liat, berpasir,
maupun masam. Semakin tinggi persentase liat, maka porositas tanah
semakin kecil dan konduktifitas hidrauliknya semakin kecil pula sehingga
dapat menahan hara dan air serta kemantapan agregatnya tinggi. Tanah
berpasir mempunyai porositas tinggi, menyerap air. Sedangkan tanah masam
merupakan tanah yang mempunyai kadar asam tinggi sehingga tidak baik jika
digunakan sebagai tambak.
• Kimia Tanah
Keberadaan bahan organik dalam tanah merupakan faktor yang sangat
menentukan di dalam pengelolaan mintakat tropika, karena bahan organik
dapat mempengaruhi upaya perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Dari segi
fisik tanah, adanya bahan organik ini dapat memperbaiki tata partikel tanah
sehingga daya jerap (mengikat) terhadap hara, air dan udara menjadi lebih
baik. Bila ditinjau dari segi kimia tanah, bahan organik merupakan pemasok
unsur karbon yang merupakan unsur pokok dalam proses pelapukan,
sehingga hara dalam tanah lebih tersedia. Analisis kimia sedimen tambak
dapat digambarkan dalam berbagai variabel: Kapasitas tukar kation (KTK),
Nitrogen (Ntotal), P tersedia (P-Bray, P-Olsen), K-dapat ditukar (Kdd), Na
dapat ditukar (Na dd), Ca dapat ditukar (Ca dd), Mg dapat ditukar (Mg dd),
Bahan Organik C-Organik), pH (H20 dan KC1), Tekstur (Hidrometer).
Diskripsi hasil analisis kimia sedimen ini dapat diterangkan sbb:
• Kejenuhan Basa (KB) adalah kemampuan tanah mengikat unsur-unsur
kesuburan dalam kondisi basa, sehingga tanah ini tidak mudah tercuci.
Sehingga semakin tinggi Kejenuhan Basa (KB) maka tanah tersebut tergolong
semakin subur. Apabila KB lebih rendah, dan pH cenderung lebih asam, maka
tanali semacam ini: Akumilasi Bahan Organik tinggi, tetapi ada kecurigaan
keracunan terhadap Fe dan Mn (dalam kondisi Anaerob). Kondisi ini juga
menyiratkan sedikitnya mikroorganisme yang dapat hidup.
• C/N rasio : banyaknya kandungan bahan di tanah yang siap diurai untuk
meningkatkan kesuburan tanah
(http://www.lamongan.go.id/}.
(b) Kondisi Lingkungan Tambak Udang
Air tambak harus berkadar garam 5 - 25 ppt
Temperatur min 28°C, maks 32°C, bila lebih rendah atau tinggi tidak mau makan
Udang butuh oksigen min hidup 3,5 ppm, terbaik untuk pertumbuhan min 4 ppm
pada pagi hari
Air tidak boleh jernih atau berbuih, tumbuhkan plankton sebagai bioindikator air
media
(Adiwijaya, 2004)
PENCEMARAN PADA TAMBAK
(a) Akumulasi Bahan Organik
Pada tambak sering terjadi kumulasi material organik yang akan mengalami
transformasi menjadi amonia. Adanya amonia yang terdapat di tambak akan sangat
mengganggu kehidupan udang atau komoditas yang dibudidayakan. Reaksi antara
oksidasi amonia menjadi nitrat dalam nitrifikasi adalah terbentuknya nitrit. Adanya nitrit
yang tinggi juga mengganggu kehidupan udang maupun mikroorganisme lainnya. Telah
dilakukan penelitian secara laboratoris untuk melihat aktifitas maupun populasi bakteri
pelaku nitrifikasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi reduktif tambak tidak
mematikan bakteri pelaku nitrifikasi, pertumbuhan bakteri pelaku nitrifikasi dapat
berlangsung secara cepat pada medium dan kondisi lingkungan yang mencukupi,
jumlah bakteri heterotrop yang tinggi tenyata tidak diikuti oleh aktivitas yang tinggi
dalam melakukan proses nitritasi maupun nitratasi dan proses nitrifikasi tambak
didominasi oleh aktifitas kelompok bakteri autotrof
Pada tingkat pencemaran yang rendah pada danau atau aliran sungai,
permasalahan pakan dapat diatasi secara alami melalui proses yang dikenal sebagai
pulih diri (self purification).
Pada proses pulih diri, cemaran organik akan mengalami biodegradasi oleh
flora mikroorganisma pada perairan tersebut dan setelah waktu tertentu kondisi
perairan pulih seperti semula. Jika kuantitas pencemar dalam badan air cukup tinggi,
proses pulih diri tidak dapat berlangsung sempurna, perairan mungkin akan menjadi
kekurangan oksigen (anoksik) dan mati akibat tidak ada hewan atau tumbuhan air yang
mampu hidup di dalamnya. Pada kasus dimana kuantitas cemaran materi organik tinggi
maka dapat dilakukan proses bioaugmentasi dan/atau biostimulasi.
(b) Residu Antibiotik dan Pestisida
Penggunaan antibiotika dan pestisida cenderung tidak baik dan hanya
berefek jangka pendek. Penggunaan kedua bahan ini akan meninggalkan residu yang
akan terendapkan di sedimen pada tambak. Residu antibiotik akan tetap berada pada
produk hewan hingga jangka waktu tertentu dan menyebabkan tekanan selektif pada
mikroorganisma, memacu munculnya resistensi pada beragam bakteri dan
memungkinkan transfer gen-gen resisten ke bakteri lainnya. Pada sedimen, residu
dapat merubaha komposisi kimai tanah, akan terjadi perubahan sifat organik dan
organik dari sedimen.
Residu antibiotik dan pestisida tidak selalu datang dari aktivitas akuakultur
tetapi dapat berasal dari luar lingkungan akuakultur. Antibiotik dapat berasal dari
aktivitas pengendalian penyakit yang tidak terkendali akibat kurangnya pemahaman,
atau pelaksanaan yang tidak bertanggung jawab. Pencemaran sulit dihindari karena
hingga saat ini tertib peruntukan lahan atau zonasi kegiatan ekonomi, penanganan
limbah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan kualitas sumber
daya perairan masih relatif rendah (Irianto, 2007).
SEDIMEN PADA PERTAMBAKAN UDANG
Sedimen merupakan bagian terpenting dalam usaha budidaya udang.
Keadaan sedimen akan mempengaruhi kualitas air tambak. Pada akhirnya kesehatan
udang akan menurun. Kualitas sedimen pada tambak ini menjadi semakin berkurang
ketika terdapat kasus penggunaan antibiotic dan pestisida yang berlebihan.
Penggunaan kedua bahan kimia ini akan sangat berefek pada sedimen karena sifat
kimianya yang tidak dapat didegradsi secara mudah. Ini akan menghasilkan residu
bahan kimia yang mengakibatkan siklus kimia normal sedimen dan air pada tambak
menjadi terganggu.
Residu ini akan mengakibatkan tingginya kandungan bahan nitrogen
anorganik, senyawa organik karbon dan sulfida baik yang berasal dari sisa pakan,
kotoran udang atau pemupukan dalam jangka panjang. Hal tersebut pada akhirnya
berdampak langsung terhadap kandungan senyawa amonia, nitrit, nitrat, H2S, dan
senyawa karbon yang bersifat toksik pada sistem tambak udang. Keseimbangan
ekologis mikroorganisme di dalam tambak sudah tidak normal lagi,
Sebagai contoh adalah keberadaan senyawa dimetilsulfida atau DMS [(CH
3 ) 2 S]. Senyawa ini secara normal terdapat dalam jumlah sedikit sedimen perairan laut
dari hasil katabolisma senyawa organosulfur terutama DMSP, asam amino yang
mengandung sulfur dan proses metilasi asam sulfida (H 2 S).pada kondisi anoksik.
Penggunaan bahan kimia menimbulkan kuantitas senyawa DMS berlebih pada sedimen
tambak.
Kehadiran senyawa sulfida ternyata akan menghambat siklus nitrogen di
perairan. Sebagaimana diungkapkan oleh Joye dan Hollibaugh bahwa proses nitrifikasi
dengan menambahkan hidrogen sulfida (HS - ) sebesar 60 dan 100 m M (setara
dengan 1818 h M dan 3030 h M senyawa DMS) ke dalam sedimen estuari,
menyebabkan penurunan proses nitrifikasi masing-masing sebesar 50 dan 100%. (5)
Lebih lanjut Julliette et al. dalam penelitiannya menyebutkan pemberian 0.5 m M (setara
dengan 500 h M) senyawa DMS dan DMDS ke dalam media mengandung 10 mM NH 4
+ mengakibatkan penurunan efisiensi pembentukan nitrit (NO 2 - ) menjadi 86% dan
76%. (6) Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa kehadiran senyawa DMS di perairan
akan menghambat laju proses nitrifikasi, sehingga merupakan hal yang perlu
diperhitungkan agar proses nitrifikasi di petambakan udang dapat berjalan secara
optimal.
(Wage Komarawidjaja, 2001).
PENGERTIAN BIOREMEDIASI
Bioremediasi dapat dikatakan sebagai proses yang menggunakan
mikroorganisme, fungi, tanaman hijau atau enzyme yang digunakan untuk
mengembalikan kondisi suatu lingkungan yang telah tercemar kepada kondisi semula
(http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation).
Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi yaitu
penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisma baik yang alami
maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered
strains), dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalu penambahan zat
gizi tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisma atau menstimulasi kondisi
lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma tumbuh
dan beraktivitas lebih baik (Irianto, 2001).
Penggunaan sistem bioremedasi sendiri disebabkan berbagai keuntungan
yang bisa diperolah seperti relative aman karena menggunakan organisme.
Bioremediasi sendiri bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :
stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan
nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme
yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
penerapan immobilized enzymes
penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah
pencemar. (http://Pencemaran Lingkungan online.com//)
II. ISI
2.1. PENGGUNAAN SISTEM BIOREMEDIASI DALAM USAHA PERBAIKAN KONDISI SEDIMEN TAMBAK UDANG
Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang sudah
tercemar kembali pada kondisi awal. Teknik bioremediasi pada tambak udang secara
prinsip menambahkan mikroorganisme tertentu untuk menormalkan kembali tambak
udang yang telah rusak akibat tingginya senyawa metabolitoksik terutama amoniak dan
nitrit. Tidak cuma itu, metoda ini juga mampu menghilangkan H2S yang bersifat
toksik/berracun pada sedimen tambak serta menekan jumlah bakteri vibrio yang dapat
menimbulkan penyakit pada udang windu (Rusmana dan Widianto, 2006).
Dalam kasus pertambakan udang, sedimen merupakan “lingkungan” yang
akan diperbaiki. Dalam usaha melakukan remediasi pada lingkungan tambak, perlu
dilakukan analisa menyeluruh akan kandungan berbagai bahan organic dan an organic
yang terdapat pada lingkungan tambak (Subagyo, 2008). Analisa ini diperlukan untuk
menentukan langkah selanjutnya terhadap lingkungan tambak tersebut, termasuk
dalam penggunaan mikroorgansime yang mungkin akan digunakan. Kegiatan analisa
ini merupakan langkah kerja pertama dalam usaha bioremediasi tambak. Analisa ini
meliputi kegiatan survey pendahuluan terhadap sedimen.
Survey pendahuluan ini meliputi berbagai hal sebagai berikut:
Kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah dikenal dengan remediasi. Sebelum
melakukan remediasi, hal yang perlu diketahui:
Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,
Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
Jenis tanah,
Kondisi tanah (basah, kering),
Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).
(http://Pencemaran Lingkungan online.com//)
Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan jenis mikroorganisme yang
bisa digunakan dalam melakukan remediasi terhadap sedimen.fungi, tanaman hijau
atau enzyme. Salah satu yang sering digunakan adalah bakteri. Bakteri digunakan
dalam banyak sistem bioremediasi karena sifatnya yang fagositosis, ukuran kecil, tidak
berbentuk hifa (Subagyo,2008). Dalam aplikasi remediasi sedimen tambak digunakan
jenis bakteri. Berbagai jenis bakteri yang dapat digunakan adalah bakteri nitrifikasi dan
denitrifikasi, bakteri fermentatif maupun bakteri fotosintetik anoksigenik.
Penelitian untuk melakukan langkah kedua ini telah dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiota dan Laboratorium Hidrodinamika Pusat Penelitian Limnologi
LIPI, Cibinong-Bogor. Percobaan diarahkan untuk mencapai keseimbangan lingkungan
tambak dengan memanfaatkan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, bakteri fermentatif
maupun bakteri fotosintetik anoksigenik. Mikroorganisme tersebut nantinya diharapkan
dapat mengeluarkan senyawa-senyawa toksik dan melepaskannya berupa gas nitrogen
dan CO2 ke atmosfer.
Langkah awal dalam penentuan jenis bakteri ini adalah dengan mencari
bakteri yang cocok untuk dpaat melakukan remedisi terhadap sedimen tambak. Dari
berbagai jenis bakteri yang didapatkan, selanjutnya dapat ditentukan suatu konsorsia
bakteri. Konsorsia bakteri ini y nag akan diaplikasikan secara langsung ke lingkungan
tambak. Penelitian dilakukan di daerah pertambakan di Lampung, Sulawesi Tenggara,
wilayah Pantura serta Pantai Selatan Jawa. Bakteri yang dibutuhkan dalam remediasi
sedimen tambak adalah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, bakteri fotosintetik
anoksigenik, bakteri fermentatif dan bakteri heterotrofik yang dapat meningkatkan
kualitas air dan sedimemen (Rusmana dan Widianto, 2006).
2.2. APLIKASI SISTEM BIOREMEDIASI PADA TAMBAK UDANG
Sistem kerja dalam penggunaan bakteri dalam usaha budidaya udang dalam
tambak adalah dengan penggunaan konsorsia bakteri remediasi. Konsorsia ini terdiri
dari berbagai jenis bakteri yang telah ditemukan yaitu bakteri heterotrofik, bakteri
nitrifikasi dan denitrifikasi, serta bakteri fotosintetik anoksigenik. Rasio bakteri yang
digunakan adalah Bakteri nitrifikasi : bakteri denitrifikasi : bakteri fotosintetik
anoksigenik : bakteri heterotrofik (bakteri fermentatif - DA) = 2 : 1 : 1 : 2.
Bakteri denitrifikasi dan nitrifikasi untuk mengendalikan nitrogen, amoniak, nitrat,
dan nitrit yang ada di tambak.
Bakteri fotosintetik anoksigenik untuk mengatur hidrogen sulfida (H2S) dan
sebagai pakan tambahan karena banyak mengandung karotenoid.
Bakteri heteroptrofik untuk mengontrol karbon dan senyawa organik dari sisa
pakan.
Bakteri fermentasi untuk menghilangkan senyawa organik dengan cepat karena
punya sifat proteolitik.
Konsorsium bakteri ini dimasukkan dalam tambak dua minggu sebelum bibit
ditebar, selanjutnya setiap 10 hari sampai masa panen. Tiap satu hektare tambak
memerlukan 120 liter tiap 10 hari selama dua bulan pertama. Selanjutnya sampai bulan
keempat, dinaikkan dua kali lipat dengan konsentrasi yang sama. Hasil akhir
menunjukkan tingkat kelangsungan hidup udang sekitar 70 persen dengan padat
penebaran 30 ekor per m2 dan ukuran panen 35-45 ekor per kg.
Berdasarkan hasil analisa kualitas air tambak menunjukan bakteri
bioremediasi mampu beradaptasi dan dapat bekerja dengan baik menjaga kondisi
kualitas air tambak agar berada dibawah batas ambang dan mampu menguraikan
senyawa toksik (Rusmana dan Widianto, 2006).
III. KESIMPULAN
1. Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang
sudah tercemar kembali pada kondisi awal dengen menggunakan agensia
biologi.
2. Kerusakan sedimen pada tembak udang pada dasarnya disebabkan
penggunaan bahan kimia yang berlebihan sehingga menghasilkan residu
bahan kimia yang mengakibatkan siklus kimia normal sedimen dan air
pada tambak menjadi terganggu.
3. Penggunaan sistem pengolahan dengan menggunakan bioremediasi
dibutuhkan keahlian khusus sehingga diperlukan suatu sistem teknologi
sederhana untuk aplikasi kepada masyarakat nelayan secara luas.
4. Aplikasi bioremediasi pada tambak udang harus diikuti dengan manajemen
usaha tambak karena suatu tambak juga dipengaruhi lingkungan luar
tambak.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya, Darmawan.2007.Kunci Sukses Budidaya Udang Sistem Tertutup Secara Berkelanjutan.http://ikanmania.wordpress.com/
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Tambak Udang Sistem Tertutup Bebas Virus dan Ramah Lingkungan. http://ikanmania.wordpress.com/
Bioremediation. http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation
Executive Summary Kondisi Dan Potensi Wilayah Pesisir http://www.lamongan.go.id/
Hermanto, S.Pi., M.Si. 2007. Pengelolaan Budidaya Tambak Berwawasan Lingkungan. http://ikanmania.wordpress.com/
Irianto, Agus Prof.Drs., M.Sc., Ph.D. 2007. Potensi Mikroorganisma : Di Atas Langit Ada Langit. http: //www.unsoed.ac.id/ .
Komarawidjaja, Wage. Potensi Dampak Negatifkandungan Senyawa Dimetilsulfida (DMS) di Beberapa Kawasan Pertambakan Udang. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.3, No.4 (Juli 2001), hal. 14-18/HUMAS-BPPT/ANY
Mina Diklat BPPP Belawan Medan. 2007. Jenis Penyakit Udang Pada Budidaya Air Payau. http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31
Pencemaran Tanah. http://Pencemaran Lingkungan online.com//
Rekapitalisasi fosfat.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/
Rusmana, Iman dan Tri Widiyanto 2006 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Nitrat Disimilatif Dan Nitrifikasi Sebagai Agens Bioremediasi Untuk Mengontrol Kadar Amonia Dan Nitrit Di Tambak Udang PT. Garam Kabupaten Sumenep Pasca Panen dan Keterkaitannya dengan Faktor Lingkungan Okid Parama Astirin. http://jurnal.aquaculture-mai.org/vol5no2.pdf.
Rusmana, Iman dan Tri Widiyanto. 2006 Kajian Daya Dukung & Sistem Pengelolaan Perairan Budidaya Udang Windu Yang Berkelanjutan http://www.olm.limnologi.lipi.go.id//
Subasinghe, R., M.J. Phillips dan A.G.J. Tacon Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) http://www.fao.org/
Subagyo, IR. MSc. 2008. Bioremediasi pada Aquakultur. Bahan Mata Kuliah Bioremediasi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sukoso dan Sri Andayani. Kajian Nitrifikasi Sedimen Tambak Udang
Tambak Udang. http://id.wikipedia.org/
Thailand transformed by shrimp boom.http://www.pulitzer.org/
Yudhi Soetrisno Garno. 2001. Pengembangan Industri Budida Udang di Tambak Kedap Air dan Beban Pencemaran Limbahnya Pada Parairan Pantai. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.3, No.5, (Agustus 2001), hal. 70-76
Widiyanto, Tri. 2006. Kuartet Bakteri Bioremediasi.TEMPO Interaktif,
top related