aminofilin

25
TUGAS AMINOFILIN Oleh: VICTOR JULIUS 0910015045 Pembimbing: dr. Sjarif Ismail, M.Kes Dra. Khemasili Kosala, Apt, Sp.FRS dr. Lukas Daniel Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked dr. Ika Fikriah, M.Kes Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi 1

Upload: muhammad-gufran

Post on 01-Oct-2015

268 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

afa

TRANSCRIPT

TUGAS

AMINOFILIN

Oleh:

VICTOR JULIUS

0910015045Pembimbing:dr. Sjarif Ismail, M.Kes

Dra. Khemasili Kosala, Apt, Sp.FRS

dr. Lukas Daniel Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked

dr. Ika Fikriah, M.KesLab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda

2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL1DAFTAR ISI2PENDAHULUAN3Penggolongan Obat dan Nama lainnya5Indikasi6Farmakodinamik6Farmakokinetik7Frekuensi Pemberian9Dosis9Interaksi Obat11Kontraindikasi12Toksisitas13KESIMPULAN16Daftar Pustaka17BAB I

PENDAHULUAN

Aminofilin merupakan preparat teofilin yang paling banyak digunakan untuk menangani kasus asma serangan akut maupun untuk pengobatan pasien PPOK. Aminofilin merupakan suatu kompleks antara teofilin dan etilendiamin. Dimana dengan adanya penambahan etilendiamin, menyebabkan aminofilin lebih larut dalam air dibandingkan teofilin. Aminofilin dan teofilin masuk kedalam obat asma golongan methilxanthin. Asma bronkial atau yang lebih dikenal dengan nama asma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tanggapan reaksi baik oleh otot polos trakea maupun bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyempitan yang bersifat menyeluruh dari saluran nafas. Dimana kontraksi dari otot polos saluran napas memegang peranan kunci dari timbulnya keluhan asma (Katzung, 1998; Danusantoso, 2000).Asma akan selalu identik dengan peningkatan respon trakea dan bronki terhadap berbagai rangsangan dan dengan terjadinya penyempitan jalan napas yang beratnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun dengan terapi. Asma memiliki beberapa gejala klinis yang khas seperti berulang-ulangnya serangan episode batuk, dada rasa terikat, napas yang memendek dan mengalami mengi. Sumber lain mengatakan bahwa adanya kombinasi sesak napas diikuti rasa dada yang terhimpit, suara napas yang ngik-ngik dan batuk, disertai sifatnya yang hilang timbul sudah cukup untuk mendiagnosa seseorang terkena asma (Crockett, 1997; Danusantoso, 2000; Mukty & Alsagaff, 2010).Teofilin bekerja dengan cara menghambat enzim fosfodiesterase. Dimana enzim fosfodiesterase berfungsi untuk mendegradasi cAMP. Jika cAMP tidak didegradasikan maka akan menghambat terjadinya degranulasi sel mast dan kontraksi otot polos. Karena kadar tinggi cAMP akan membuat dinding sel histamine stabil, dan mencegah kontraksi dari otot polos bronkus. Menyebabkan bronkodilatasi, diuresis, stimulasi CNS dan jantung, stimulasi pengeluaran asam lambung dengan menghambat fosfodiesterase yang akan meningkatkan cAMP jaringan yang akan menyebabkan peningkatan katekolamin yang akan menstimulasi lipolysis, glikogenolisis, dan gluconeogenesis dan menginduksi pelepasan epinefrin dari sel medulla adrenal (Katzung, 1998; Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, 2007).Gugus Kimia AminofilinAMINOFILIN1. Penggolongan Obat & Nama Lainnya

Aminofilin adalah obat golongan metilxantin, dan merupakan preparat teofilin yang paling banyak digunakan untuk kepentingan pengobatan asma. Aminofilin merupakan suatu kompleks teofilin-etilendiamin. Merupakan analog sintetik teofilin yang masa kerjanya lebih singkat dibandingkan teofilin namun memiliki kelarutan yang lebih baik di air dikarenakan memiliki gugus etilenediamine. Jadi aminofilin secara struktur kimiawi sama dengan teofilin hanya saja lebih larut dalam air. Aminofilin biasa diberikan kepada pasien yang sedang mengalami status asmatikus dan diberikan secara intravena. Teofilin bekerja dengan cara menghambat enzim fosfodiesterase. Dimana enzim fosfodiesterase berfungsi untuk mendegradasi cAMP. (Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, 2007)Jika cAMP tidak didegradasikan maka akan menghambat terjadinya degranulasi sel mast dan kontraksi otot polos. Karena kadar tinggi cAMP akan membuat dinding sel histamine stabil, dan mencegah kontraksi dari otot polos bronkus. Menyebabkan bronkodilatasi, diuresis, stimulasi CNS dan jantung, stimulasi pengeluaran asam lambung dengan menghambat fosfodiesterase yang akan meningkatkan cAMP jaringan yang akan menyebabkan peningkatan katekolamin yang akan menstimulasi lipolysis, glikogenolisis, dan gluconeogenesis dan menginduksi pelepasan epinefrin dari sel medulla adrenal (Rau, 2002; Katzung, 1998)Nama lain dari aminofilin adalah decafil, aminofusin TPN, Konisma, phaminov, phyllocontin, truphylline, amicain, aminophyllinum, phyllocontin. Setelah aminofilin per oral di absorbsi di GIT, aminofilin akan didisosiasi menjadi theofilin dan etilendiamine di darah. Dari segi farmakodinamik dan farmakokinetik hanya teofilin yang penting. Diciptakannya aminofilin hanya karena lebih larut dalam air baik pada sediaan oral, ampul, atau cairan (Pramudianto, 2013; Katzung, 1998).2. Indikasi

Aminofilin sangat cocok diberikan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasme reversible yang berkaitan dengan bronchitis kronik dan emfisema. Merupakan obat lini kedua pada serangan akut terutama pada anak-anak yang tidak memberikan reaksi pada pemberian nebulaizer beta agonis dan ipratropium bromide dan steroid oral, dan bagi yang ada dalam keadaan mengancam nyawa (British Thoracic Society, 2009; Anderson, 2007). Aminofilin yang diberikan secara intravena merupakan indikasi bagi pasien yang tidak memberikan respon pada pemberian obat inhalasi beta dua selektif agonis yang juga diberikan kortikosteroid pada serangan asma akut atau penyakit yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas yang masih bersifat reversible dan penyakit paru yang sifatnya kronik yang berhubungan dengan penyempitan jalan napas. Belakangan aminofilin juga diindikasikan untuk menstimulasi apnue yang terjadi pada bayi baru lahir. Dan golongan metilxantin menjadi lini pertama pengobatan (British Thoracic Society, 2009; Anderson, 2007; Rau, 2002).3. Farmakodinamik

Ada 2 hipotesa utama yang menerangkan cara kerja dari teofilin yaitu pada siklik adenosine 5 monofosfat (cAMP) & katekolamin. cAMP diduga mempengeruhi fungsi sentral maupun fungsi seluler. Sebagian besar system enzim menggunakan cAMP sebagai perantara atau lebih dikenal dengan nama second messenger yang akan mempengaruhi fungsi seluler sebagai akibat dari pengaruh hormonal dan obat-obatan atau zat lain. Didalam system cAMP hormone atau obat-obatan akan berperan sebagai first messenger yang akan membawa pesan pertama ke eskstra seluler. Kemudian hormone atau obat-obatan tadi akan masuk ke dalam reseptor serta akan mengaktifkan adenilsiklase yang terdapat di membrane sel (Departemen Kesehatan RI, 2007; Dipiro, Talbert, & Yee, 2001; Hardman, Limbird, & Gilman, 2001). Dengan adanya ion magnesium, adenilsiklase akan menghambat perubahan dari cAMP menjadi AMP. Pemecahan cAMP diatur oleh enzim fosfodiesterase. Inhibisi terhadap enzim fosfodiesterase oleh teofilin akan mengakibatkan peningkatan kadar cAMP dan mengakibatkan terjadinya respon fisiologis yaitu bronkodilatasi. Peningkatan katekolamin seperti epinefrin tidak merangsang fungsi seluler secara langsung, tapi melalui aktivasi adenililsiklase yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan cAMP. Apabila peningkatan katekolamin bersamaan dengan pemberian aminofilin akan menyebabkan peningkatan aktifitas efektor yang sinergis dengan cAMP. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pemberian aminofilin secara intravena akan menyebabkan peningkatan ekskresi epinefrin dan norepinefrin melalui urine. Peningkatan tersebut berhubungan dengan rangsangan terhadap medulla adrenal. (Departemen Kesehatan RI, 2007; Dipiro, Talbert, & Yee, 2001; Hardman, Limbird, & Gilman, 2001).Teofilin juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas adenosine. Dimana adenosine memiliki dua reseptor. Reseptor A1 yang menstimulasi inhibisi cAMP dan reseptor A2 meningkatkan jumlah cAMP. Dengan menghirup adenosine akan menyebabkan timbulnya bronkokonstriksi pada pasien asma. Teofilin adalah inhibitor poten baik untuk reseptor A1 dan A2. Dan bisa menghambat kontraksi otot polos yang dimediasi oleh reseptor A1 (Rau, 2002; Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, 2007).

Farmakokinetik (Absorbsi, Distribusi, Half Life, Metabolisme, Ekskresi)

Absorbsi : pada pemberian oral obat ini cepat diabsorbsi dengan konsentrasi serum maksimal dicapai setelah dua jam. Hal ini setelah meminum 390 mg aminofilin. Sedangkan setelah pemberian infus aminofilin dengan dosis 5,9 mg/kgBB, kadar puncak dicapai kurang dari 1 jam. Setelah melewati lambung, aminofilin akan didisosiasi menjadi teofilin dan etilenediamine. Absorbsi dari teofilin sangat cepat, namun bisa dipengaruhi oleh adanya makanan. Distribusi : Teofilin terikat 49-73% dengan protein plasma dalam darah. Teofilin yang diberikan secara intravena akan berikatan dengan protein plasma sekitar 49-62% pada 20 menit pertama, dan akan meningkat hingga 53-73% setelah 3 jam (Pharma Ingredients & Service, 2010) (Agarwal & Nanavati, 1997). Metabolism : Aminofilin akan dimetabolisme menjadi teofilin. Dengan metabolit utamanya adalah asam 1-methylurik dan asma 3-methyluric. Metabolisme terutama terjadi di hati sitokrom P-450 menggunakan microsomal enzim oksidase terutama CYP1A2 dan CYP3A3 isoenzim. Dimana kerja dari enzim ini sangat dipengaruhi oleh berbagai hal termasuk obat lain yang dikonsumsi bersamaan dengan aminofilin.Eksresi : Waktu paruh setelah disuntikan intravena berkisar antara 2,8-6,4 jam tergantung berat badan pasien. Sedangkan waktu paruhnya jika diberikan secara oral adalah 3,9-13 jam. Ekskresi teofilin sangat dipengaruhi oleh berat badan pasien, diet, medikasi lain yang diminum, kegiatan merokok dan adanya penyakit awal seperti penyakit ginjal. teofilin akan lebih lambat dieksresikan pada pasien dengan gagal jantung, edema paru, kor pulmonal, dan penyakit hati. Sebanyak 10% akan dieksresi melalui urine, dan sisanya akan mengalami biotransformasi di hati. Eliminasi teofilin setelah melewati hati akan keluar melalui feses, dan sisanya melalui ginjal bersama urine tanpa dirubah. Karena sangat bergantung dengan keadaan pasien maka eliminasi dari teofilin sangat bervariasi rentang waktunya. Sekitar 7-9 jam untuk pasien asma tanpa adanya gangguan atau penyakit lain, untuk orang yang merokok sekitar 4-5 jam, dan untuk anak kecil sekitar 3-5 jam. pasien dengan adanya gangguan pada hati atau parunya atau terdapat gangguan dijantungnya akan mengeliminasi teofilin dalam waktu 24 jam.4. Frekuensi Pemberian

Pada saat terjadinya serangan akut, aminofilin IV diberikan selama 24 jam, diawali dengan loading dose 6 mg/kgBB selama 20-30 menit jika tidak diberikan teofilin. Kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan umur dan status kesehatan pasien selama 12 jam. Dosis dewasa yang diberikan secara intravena untuk pasien asma untuk dosis maintenance 380-760 mg/hari dibagi tiap 6-8 jam, dimulai dengan 380 mg/hari sebanyak 3 kali per hari, dilanjutkan 507 mg/hari tiga kali per hari, dilanjutkan 760 mg/hari jika masih bisa ditoleransi dengan dosis maksimal 1015 mg/hari (Epocrates, 2013).5. Dosis Dewasa-Anak & Dosis Maksimal Dewasa-Anak

Frekuensi pemberian dan dosis ditulis berdasarkan monograph aminophylline generic (Epocrates, 2013) Dosis dewasa yang diberikan secara intravena untuk pasien asma untuk dosis maintenance 380-760 mg/hari dibagi tiap 6-8 jam, dimulai dengan 380 mg/hari sebanyak 3 kali per hari, dilanjutkan 507 mg/hari tiga kali per hari, dilanjutkan 760 mg/hari jika masih bisa ditoleransi. Harus selalu dipantau kadarnya dalam serum darah dan akan terjadi perlambatan clearance pada pasien tua, gangguan fungsi hati, gagal jantung, demam, sepsis dengan berbagai macam gagal organ, syok, dan hipotiroid.

Pada bronkospasme akut akan di loading dose 6 mg/kgBB selama 20-30 menit. Dengan pasien yang sehat tidak merokok diberikan dosis 0,5 mg/kgBB/jam secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 0,7 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya. Untuk perokok diberikan 0,8 mg/kgBB/jam lewat intravena secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 1 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya. Pada pasien geriatric diberikan dosis 0,3 mg/kgBB/jam secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 0,6 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya. Untuk pasien yang akan mengalami keterlambatan ekskresi teofilin diberikan dosis 0,25 mg/kgBB/jam secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya.

Dosis anak untuk dosis pemeliharaan dibagi dua berdasarkan berat badan anak. Jika beratnya diatas 45 kg maka pemberian dosis disamakan dengan orang dewasa, namun jika beratnya kurang dari 45 kg maka diawali dengan pemberian 15,2-17,7 mg/kgBB/hari ditingkatkan hingga 380 mg secara intravena yang pemberiannya dibagi 4-6 jam 3 kali per hari, lalu dilanjutkan 20,3 mg/kgBB/hari sampai 507 mg tiga kali sehari, dan 25,3 mg/kgBB/hari sampai 760 mg jika masih bisa ditoleransi, dengan dosis maksimal anak 1015 mg/hari, dan 507 mg/hari pada keadaan dimana terjadi gangguan clearance obat pada pasien anak dengan gangguan fungsi hati, gagal jantung, demam, sepsis yang sudah mengalami gagal organ, syok, dan hypotiroid.

Dosis untuk serangan bronkospasme akut diberikan berdasarkan usia anak. Untuk anak usia < 6 minggu diberikan dosis 0,25 mg/kgBB/jam secara intravena. Anak 6 minggu sampai 6 bulan diberikan dosis 0,6 mg/kgBB/jam secara intravena. Usia 6 bulan sampai 1 tahun diberikan dosis 0,75mg/kgBB/jam secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 0,8 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya. Anak 1 tahun sampai 9 tahun diberikan dosis 1 mg/kgBB/jam secara intravena selama 24 jam kemudian dilanjutkan 1,2 mg/kgBB/jam untuk 12 jam berikutnya. Pada anak usia 9 tahun sampai 12 tahun atau perokok muda diberikan dosis 0,9 mg/kgBB/jam secara intravena. Bisa diberi 4 mg/kgBB IV untuk 10-15 menit pertama, drip 1 mg/kgBB/jam untuk monitoring.Dosis aminofilin oral untuk dewasa untuk loading dose diberikan 6,3 mg/kgBB sekali kemudian jika pasien tidak merokok dan sehat diberikan aminofilin oral 12,5 mg/kgBB/hari sedang jika merokok 19 mg/kgBB/hari. Dibagi dalam 6 jam dan kadarnya tidak boleh melebihi 1125 mg/hari. Untuk anak dengan usia 1-9 tahun diberikan 24 mg/kg/hari tiap 6-12 jam. Anak 9-12 tahun diberi 20 mg/kg/hari tiap 6-12 jam. anak usia 12-16 tahun diberi 18 mg/kg/hari tiap 6-12 jam. Anak lebih dari usia 16 tahun diberikan 13 mg/kg/hari tiap 6-12 jam (Chan, 2004).Dosis maksimal untuk anak adalah jika < 9 tahun yaitu 30,4 mg/kgBB/hari, 9 sampai 12 tahun yaitu 25,3 mg/kgBB/hari. 12 sampai 16 tahun adalah 22,8 mg/kgBB/hari. Anak atau dewasa diatas 16 tahun dosis maksimal 16,5 mg/kgBB/hari atau tidak boleh lebih dari 1.100 mg/hari.6. Interaksi ObatTeofilin berinteraksi dengan berbagai macam jenis obat. Interaksinya bisa berupa interaksi farmakodinamik yang akan menyebabkan perubahan pada respon terapi terhadap teofilin, atau respon terhadap obat lain, atau munculnya efek merugikan tanpa adanya peningkatan kadar teofilin dalam serum darah. Namun yang paling sering terjadi adalah interaksi yang menyebabkan perubahan pada farmakokinetik dari teofilin. Contohnya adalah kemampuan eliminasi teofilin akan terganggu dikarenakan adanya konsumsi obat lain yang akan menyebabkan peningkatan atau penurunan kadar teofilin serum. Namun teofilin sendiri jarang menyebabkan gangguan farmakokinetik obat lain. Obat yang dapat menurunkan kadar teofilin termasuk didalamnya adalah aminoglutetimida, barbiturate, hidantoin, ketokonazol, rifampin, perokok, sulfinperazon, simpatomimetik, tioamin, karbamazepin, isoniazid, dan diuretic kuat. Sedangkan yang dapat meningkatkan diantaranya ada allopurinol, beta bloker non selektif, penghambat saluran kalsium, simetidin, kontrasepsi oral, kortikosteroid, disulfiram, efedrin, vaksin virus influenza, interferon, makrolida, meksiletin, kuinolon, tiabendazol, hormone tiroid. Teofilin juga bisa mempengaruhi kerja beberapa obat berikut yaitu benzodiazepine, beta agonis, halotan, ketamine, lithium, relaksan otot, propofol, ranitidine, dan tetrasiklin. Teofilin juga bisa dipengaruhi waktu paruhnya oleh makanan. Eliminasi teofilin akan meningkat jika pasien diet rendah karbohidrat dan tinggi protein. Kebalikannya eliminasi akan menurun jika pasien memakan diet protein rendah dan karbohidrat tinggi. Makanan akan mempengeruhi bioavailabilitas dan absorpsi sediaan. Kafein dan alcohol akan meningkatkan efek samping yang ditimbulkan oleh teofilin. Sedangkan merokok marijuana akan menurunkan level obat ini didalam darah. Hal ini dikarenakan merokok akan menyebabkan hati terinduksi untuk memetabolisme teofilin. Oleh karenanya perkok membutuhkan 50-100% peningkatan dosis. Teofilin akan meningkatkan sensitivitas organ terhadap digitalis, dan akan meningkatkan level toksisitas digitalis. Teofilin akan meningkatkan kerja dari antikoagulan oral, dan pemberian reserpine bersamaan dengan teofilin akan menyebabkan takikardia.7. Kontraindikasi

Dikontraindikasikan untuk pasien yang memiliki reaksi hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptic ulser, mengalami gangguan seizure. Pasien yang alergi terhadap etilendiamine. Tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami alergi terhadap kafein atau theobromine. Teofilin juga tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat golongan xanthine lainnya. Karena jika aminofilin dan teofilin diberikan secara bersamaan walaupun melalui jalur yang berbeda, kemungkinan untuk terjadinya toksisitas dikarenakan kadarnya yang berlebih didalam plasma akan sangat besar. Aminofilin juga bukan obat pilihan utama untuk anak dibawah enam tahun. Pemberian aminofilin secara injeksi merupakan kontra indikasi bagi pasien yang memiliki penyakit arteri coroner. Selain itu aminofilin injeksi juga dikontra indikasikan bagi pasien yang memiliki penyakit bronkiolitis atau bronkopneumonia.8. Toksisitas (Toksisitas pada manusia dan hewan, teratogenik dan mutagenik, dan adverse reaction).

Pada manusia, reaksi toksisitas berat tidak harus selalu didahului dengan reaksi toksisitas biasa. Terkadang pasien langsung menunjukkan reaksi toksisitas berat. Toksisitas yang mengancam jiwa timbul saat konsentrasi teofilin dalam serum darah sudah mencapai lebih dari 40 mikrogram/ml atau sekitar 220 mikromol/L pada overdosis kronik. Sedangkan pada overdosis akut, reaksi toksisitas muncul pada konsentrasi serum teofilin 90 mikrogram/ml atau 495 mikromol/L dan biasanya dikaitkan dengan toksisitas berat. Aminofilin akan menyebabkan kematian seketika jika diberikan 500 mg secara intravena yang dikarenakan aritmia jantung.Uji toksisitas yang dilakukan pada beberapa hewan menghasilkan data sebagai berikut, tergantung cara pemberiannya kepada hewan coba tersebut. Hewan cobanya ada mencit, tikus, anjing dan marmot. Ada yang diberikan peroral, intraperitoneal, intravena, dan intramuskulus (American Regent, 2005).

LD50: 407 mg/Kg oral-rat;

LD50: 246 mg/Kg intraperitoneal-rat;

LD50: 184 mg/Kg intravenous-rat;

LD50: 167 mg/Kg intramuscular-rat;

LD50: 150 mg/Kg oral-mouse;

LD50: 217 mg/Kg intraperitoneal-mouse;

LD50: 186 mg/Kg subcutaneous-mouse;

LD50: 194 mg/Kg intravenous-mouse;

LD50: 200 mg/Kg oral-dog;

LD50: 150 mg/Kg intravenous-dog;

LD50: 200 mg/Kg rectal-dog;

LD50: 150 mg/Kg intravenous-rabbit;

LD50: 184 mg/Kg oral-guinea pig;

LD50: 252 mg/Kg intraperitoneal-guinea pig;

LD50: 143 mg/Kg intravenous-guinea pigKeamanan penggunaan aminofilin untuk kehamilan masih belum ditentukan. Menurut MIMS aminofilin masuk kedalam obat golongan C. Karena golongan xanthin mungkin melalui sawar plasenta, maka ditakutkan akan menyebabkan peningkatan kadar teofilin pada neonatus, sehingga pemakaiannya harus dipikirkan. Farmakokinetik teofilin akan terpengaruh saat kehamilan sehingga kadar teofilin harus selalu diperiksa terutama terhadap pasien hamil yang mendapatkan pengobatan asma aminofilin (Pramudianto, 2013).Sedangkan untuk masa menyusui, penggunaan aminofilin tidak dianjurkan dikarenakan teofilin yang merupakan bahan metabolisme dari aminofilin dieksresikan melalui air susu, sehingga bayi yang meminum susu yang mengandung 10-20 mcg/ml akan sama dengan meminum teofilin dengan besar 10-20 mg/hari. Penelitian dengan hewan coba sendiri sudah dilakukan sehingga pada tikus, terjadi penurunan jumlah anakan tikus yang dilahirkan hidup. Belum dipastikan efek karsinogenik dan tidak terdapat efek mutagenic melalui penelitian dengan hamster dan Ames Salmonella. Walaupun selama ini penggunaan aminofilin pada wanita hamil tanpa ada efek teratogenik atau efek merugikan lain bagi fetus. Namun karena kegawatan yang bisa muncul saat terjadinya asma, keamanannya saat kehamilan disaat yang sangat dibutuhkan tidak dipertanyakan (Agarwal & Nanavati, 1997).Reaksi yang merugikan atau adverse reaction jarang muncul pada penggunaan teofilin yang masih berada dibawah level 20 microgram/ml. Namun pada beberapa pasien, bisa saja efek merugikan ini muncul dibawah kadar tersebut. Saat kadar teofilin dalam darah sekitar 20-25 mikrogram/ml, efek merugikan yang dirasakan biasanya seperti mual, muntah, diare, sakit kepala, dan insomnia. Saat berada pada level 30 mikrogram/ml, efek merugikan yang dirasakan dapat berupa keluhan-keluhan yang sama seperti yang muncul pada pasien yang mengalami overdosis teofilin. Pada dosis yang lebih tinggi lagi dari 30 mikrogram/ml dapat terjadi kelakuan maniak, delirium, dan kejang (Khaltaev, 2004).Efek samping yang bisa dirasakan ketika menggunakan teofilin diantaranya adalah pada system GIT adalah keluhannya seperti mual, muntah, diare, hematemesis, rasa terbakar diulu hati, nyeri epigastrium, keram, anoreksia, gastroesofagus reflux, perdarahan gastrointestinal. Pada sistem kardiovaskular bisa terjadi takikardi, palpitasi, ekstrasistol, peningkatan denyut nadi, hipotensi, atrial dan ventricular aritmia, vasokonstriksi pembuluh darah perifer, kegagalan sirkulasi sistemikPada system imun bisa terjadi reaksi hipersensitivitas. Pada CNS bisa terjadi hiperventilasi, vertigo, kecemasan, tremor, kepala terasa ringan, reflex meningkat, kedutan otot, sakit kepala, insomnia kejang tonik klonik. Penglihatan akan mengalami gangguan. Sistem Urogenital akan terjadi polyuria & albuminuria. Pada pasien yang alergi terhadap ethilendiamine akan menyebabkan terjadinya dermatitis pada kulit. Kulit pasien akan terlihat kemerahan, gatal, makulo-papular skin rash, urtikaria, dermatitis eksfoliasi. Terkadang pasien juga bisa mengalami demam.Jika aminofilin diberikan secara intravena, efek merugikan yang dirasakan pasien dapat berupa nyeri dada, penurunan tekanan darah, pusing, nafas cepat, nyeri kepala, takikardia dan palpitasi, menggigil, demam, nyeri, dan kemerahan kulit. Namun efek merugikan ini bisa saja tidak timbul dalam kurun waktu 12 sampai 24 jam.

BAB IIIKESIMPULAN

Adapun simpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Aminofilin merupakan obat golongan metilxantin dan memiliki komposisi teofilin dan tambahan etilendiamin untuk meningkatkan kelarutannya di air.

2. Aminofilin efektif untuk mengatasi serangan asma akut yang tidak mempan obat lain.

3. Pemberian aminofilin diawali dengan loading dose dan dosis rumatan disesuaikan status kesehatan dan umur penderita.4. Aminofilin masuk kedalam kategori golongan obat C bagi ibu hamil.

5. Penggunaan aminofilin dosis besar dapat menimbulkan keracunan yang mampu berakibat kematian.

DAFTAR PUSTAKAAgarwal, H. S., & Nanavati, R. N. (1997). Indian Pediatric. Transplacental Aminophylline Toxicity.

American Regent. (2005). LUITPOLD PHARMACEUTICALS, INC. Aminophylline Injection.

Anderson, M. (2007). Clinical. The Properties Of Aminophylline.

British Thoracic Society. (2009). Scottish Intercollegiate Guidelines Network. British Guideline on the Management of Asthma.

Chan, P. D. (2004). Pediatric Drug Reference. California: Current Clinical Strategies Publishing.

Crockett, A. (1997). Penanganan Asma Dalam Perawatan Primer. Jakarta: Hipokrates.

Danusantoso, H. (2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.

Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., & Yee, G. C. (2001). Pharmacotherapy A Pathophsyologic Approach. New York: Mc Graw-Hill.

Epocrates. (2013). An athenahealth. Aminophylline Entire Monograph.

Hardman, Limbird, & Gilman. (2001). The Pharmalogical Basis of Therapeutics. New York: Mc Graw-Hill.

Karmini. (1998). Karya Akhir. Respon Faal Paru Setelah Pemberian Aminophylline.

Katzung, B. G. (1998). Farmakologi dasar Dan Klinik. Jakarta: ECG.

Khaltaev, N. (2004). World Health Organization. Application for the Inclusion of Aminophylline in the WHO Model List of Essential Medicines.

Mukty, A., & Alsagaff, H. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Pharma Ingredients & Service. (2010). Aminophylline Hydrous. BASF The Chemical Company.

Pramudianto, A. (2013). MIMS Indonesia. Jakarta: Buana Ilmu Populer.

Rau, J. L. (2002). Respiratory Care Pharmacology. USA: Mosby.17