amfetamin fix

29
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Narkoba ( singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya ) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 1

Upload: intan-nurjannah

Post on 10-Aug-2015

356 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

napza

TRANSCRIPT

Page 1: Amfetamin Fix

BAB I

PENDAHULUAN

  I.1 Latar Belakang

Narkoba ( singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif

berbahaya lainnya ) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh

manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat

mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang.

Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika,

narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika,

psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku.

Menurut WHO penyalahgunaan zat adalah pemakaian terus-menerus atau

jarang tetapi berlebihan terhadap suatu zat atau obat yag sama sekali tidak

ada kaitannya dengan terapi medis. Zat yang dimaksud adalalah zat

psikoaktif yang berpengaruh pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat

mempengaruhi kesadaran, perilaku, pikiran, dan perasaan. Sedangkan

Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan

fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin

bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan

akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh karena itu ia selalu

berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun,

agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”.

1

Page 2: Amfetamin Fix

Didunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat

menghilangkan penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang

dapat mempengaruhi sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan

yang menyenangkan seperti perasaan nikmat yang disebut dengan melayang,

aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin tidur saja, atau

bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu

disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif  yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran

jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila

disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius karena

mempengaruhi otak atau pikiran serta tingkah laku pemakainya, dan biasanya

mempengaruhi bagian tubuh yang lain. Selain itu, penyalahgunaan Zat-Zat

Psikoaktif  juga menyebabkan ketergantungan fisik yang lazim disebut

dengan ketagihan (adiksi).

Seringkali Zat-Zat Psikoaktif  tersebut juga menimbulkan kebiasaan

psikologis, yaitu orang akan mengalami kesukaran tanpa Zat-Zat

Psikoaktif  tersebut dan jika dia mengkonsumsi Zat-Zat Psikoaktif  biasanya

dosis yang diperlukan semakin lama semakin besar. Hal ini disebabkan

karena tubuh seseorang telah menjadi kebal terhadap Zat-Zat

Psikoaktif  tersebut (toleransi zat).

Penggunaan Zat-Zat Psikoaktif  dalam dosis yang tinggi dapat

menyebabkan kerusakan pada otak dan tubuh serta dapat menimbulkan

kematian. Zat-Zat Psikoaktif masuk kedalam tubuh melalui :

a.  Mulut (merokok dengan pipa atau sigaret)

b.  Hidung (menghisap zat dalam bentuk uap atau bubuk, misal : kokain)

c.  Kulit (menyuntiknya kedalam otot ataupun pembuluh darah)

Cara yang paling langsung dan keras adalah dengan menyuntikkan

kedalam vena karena hasil yang didapatkan cepat dan dramatis. Zat-Zat

Psikoaktif  diklasifikasikan menurut cara obat itu mempengaruhi

pemakainya, yaitu :

1.  Stimulan (menstimulasi kegiatan sistem saraf)

2.  Depresan (mengurangi kegiatan sistem saraf)

2

Page 3: Amfetamin Fix

3.  Halusinogen (memberikan efek halusinasi)

4.  Euforia (memberikan rasa gembira dan bergairah)

Salah satu contoh dari Zat-Zat Psikoaktif  yang menyebabkan ketagihan

misalnya adalah Amfetamin. Amfetamin merupakan  satu jenis narkoba yang

dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin

dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal

kecil. Dengan amfetamin, para atlet olahraga dapat meningkatkan

penampilannya, misalnya berlari dengan kecepatan yang luar biasa.

Amfetamin juga mempengaruhi organ-organ tubuh lain yang berhubungan

dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus, ngantuk ataupun lapar.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan Meet the Expert (MTE) ini bertujuan untuk memahami serta

menambah pengetahuan tentang Gangguan Mental dan Perilaku Akibat

Penggunaan Amfetamin.

1.3 Batasan Masalah

Pada Meet The Expert (MTE) ini akan dibahas tentang Gangguan Mental

dan Perilaku Akibat Penggunaan Amfetamin

1.4 Metode Penulisan

Penulisan MTE ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan

3

Page 4: Amfetamin Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 DEFINISI

Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan.

Amfetamin menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat

kimia tertentu di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan

denyut jantung dan tekanan darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek

yang lain. Penggunaan amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri

berhubungan dengan ketergantungan dan penyalahgunaannya.

Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan

akhir-akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya

berbentuk bubuk putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih.

Cara memakai amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup

asapnya.

Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat

yang mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat

penghentian penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan

halusinasinyang disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi

amfetamin, kelainan mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan

cemas karena penggunaan amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.

II. 2 EPIDEMIOLOGI

Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai

pada orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari npada perempuan,

dan pada orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan

rata-rata masalah social yang lebih tinggi. Dilaporkan pada masa anak usia

SMA (senior high school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada

penggunaan kokain.

National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan

pada tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih

4

Page 5: Amfetamin Fix

menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan

peningkatan yang drastis dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling

tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,

kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk

mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan

dengan data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan

amfetamin atau program tes panghentian obat.

Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat

diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu

studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkan kombinasi

kategori antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat

yang mirip amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup

berturut-turut 0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur

hidup untuk umur 15-54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki

kebiasaan penggunaan stimulant tanpa indikasi medis. Diantara yang

dilaporkan tanpa indikasi medis 11% ditemukan kriteria ketergantungan.

II.3 ETIOLOGI

Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip

anfetamin dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari

banyak faktor (sosial, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi

kebiasaan penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan

fleksibilitas yang berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda

ketergantungan obat. Tetapi, tidak semua orang sama, tergantung bagaimana

biasanya efek dari obat yang diberikan apakah sama atau dari kesamaan

faktor yang dipengaruhi. Faktor farmakologi diyakini sangat penting dalam

kelanjutan penggunaan dan menuju ke arah ketergantungan dari obat tersebut.

Amfetamin memiliki potensi untuk meningkatkan mood dan efek euforigenik

pada manusia dan efek menguatkan pada hewan percobaan.

Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor penentu yang sangat

5

Page 6: Amfetamin Fix

berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang berkelanjutan, dan

relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan ketersediaan

amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.

Metabolisme amfetamin dan metamfetamin terutama oleh hati, tapi

banyak yang dihirup diekskresikan tanpa diubah dahulu melalui urin. Waktu

paruh amfetamin dan metamfetamin akan sangat dipersingkat jika urin dalam

keadaan asam. Waktu paruh amfetamin pada dosis terapi berkisar antara 7-19

jam dan untuk metamfetamin sedikit lebih panjang. Setelah dosis toksik,

perbaikan dari gejala mungkin akan lebih lama (sampai beberapa hari)

dengan amfetamin dibandingkan kokain, tergantung pada pH urine.

Toleransi dan sensitisasi dari kebanyakan pengguna amfetamin untuk terapi

memerlukan dosis yang semakin tinggi untuk memperoleh efek euforik yamg

sama, pada mereka terjadi peningkatan toleransi. Sebagian toleransi

meningkatkan efek kardiovaskular amfetamin.

Penggunaan amfetamin yang kronik yang memiliki status paranoid dan

psikosis toksik biasanya meningkat yang diyakini sebagai fenomena akibat

peningkatan sentisisasi. Bagi yang memiliki riwayat psikosis mugkin akan

sangat cepat untuk mendapatkan serangan berikutnya. Mekanisme perubahan

kronik SSP terhadap pengaruh amfetamin terlihat dalam beberapa perubahan

adaptif dari otak. Sebagai contoh, stimulasi reseptor dopamine mengaktifkan

cAMP pada neuron di dalam nucleus dan striatum. Aktivasi ini menginisiasi

suatu rantai intraseluler menghasilkan perubahan ekspresi dari gen, sebagian

dimediasi oleh fosforilasi dari faktor transkripsi cAMP Response Element

Binding Protein (CREB). Salah satu kerja dari CREB adalah meningkatkan

tarnskripsi dari dynorphin dalam RNA. Fungsi ini sangat penting karena

dynorphin adalah suatu agonis selektif k-opioid, agonis k-resetor

menghambat pelepasan dopamine. Akson kolateral dari neuron pada nucleus

melepaskan dynorphin pada k-reseptor yang berada pada dopaminergik

terminal, dengan begitu menghambat aktivitas dopaminergik. Tetapi apabila

penggunaan amfetamin dihentikan dan pelepasan dopamine belebihan

terhenti, kompensasinya level yang tinggi dari dynorphin menetap dan

6

Page 7: Amfetamin Fix

kemudian akan menghilangkan efek dopaminergik, ini menyebabkan

terjadinya anhedonia dan disforia akibat withdrawal amfetamin.

Apalagi neuron dari nukleus memperlihatkan penurunan konsentrasi dari

protein Gi (dengan menghambat adenil siklase) dan peningkatan dari cAMP-

dependent protein kinase. Kedua perubahan ini dapat bertahan beberapa

minggu dan akan terjadi peningkatan regulasi jalur cAMP. Perubahan yang

menetap dari jalur cAMP tampak untuk menyajikan suatu mekanisme untuk

efek pertahanan dari stimulant. Pemberian berulang amfetamin menyebabkan

induksi dan akumulasi protein mirip Fos, antigen kronik yang terkat pada Fos

(FRAs)(dimediasi oleh fosforilasi dari CREB). Kronik FRAs ini dapat

bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip dengan Fos yang tampak

setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan persisten dari transkripsi

gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate, yang berfungsi penting

untuk siklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap kokain, tidak

tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini mungkin

penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant. Obat

yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa

diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya

toksisitas kardiovaskular.

II. 4 MEKANISME KERJA

Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan

katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat.

Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi lebih

tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf

akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.

Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah

penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan

melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin

terdiri dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan penilaseton.

7

Page 8: Amfetamin Fix

Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini

relatif cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu

kesulitan tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian

dilakukan lebih dari 24 jam jumlah metabolit sekunder yang di terdapat pada

urin menjadi sangat sedikit dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT.

II. 5 GAMBARAN KLINIK

Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis

amfetamin, jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil

semua jenis amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat

denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan

euforia, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah

dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa

kuat.

Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,

menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik,

insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan

kantuk, dan mengurangi tidur.

Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi

dapat menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang

terus-menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan

kekerasan, waham curiga, dan anoneksia yang berat.

Efek Samping

Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping,

yang paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan

gastrointestinal. Di antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah

infark miokardium, hipertensi berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis

iskemia. Gejala neurologis yang berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang,

sampai koma dan kematian, dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang

terus meningkat. Penggunaan amfetamin intravena dapat menularkan human

8

Page 9: Amfetamin Fix

immunodeficiency virus dan hepatitis serta menyebabkan perkembangan

abses paru, endokarditis, dan angiitis nekrotikans lebih lanjut. Efek samping

yang tidak mengancam nyawa mencakup semburat merah, pucat, sianosis,

demam, sakit kepala, takikardia, palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi

gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan ataksia. Wanita hamil yang

menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi dengan berat lahir rendah,

lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi pertumbuhan.

Psikologis. Efek simpang psikologis yang disebabkan oleh penggunaan

amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap

bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi

gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan

panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.

II. 6 DIAGNOSIS

DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau

lir-amfetamin) (Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis

intoksikasi amfetamin (Tabel 9.3-2), keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3),

dan gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada

bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis

gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian

DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer

(contohnya psikosis).

Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin

Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat

diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat

mengakibatkan penurunan spiral yang cepat dari kemampuan seseorang untuk

menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan

pekerjaan. Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis

tinggi amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi

(high) yang biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya

9

Page 10: Amfetamin Fix

penurunan berat badan dan ide paranoid) hampir selalu timbul dengan

diteruskannya penyalahgunaan.

lntoksikasi Amfetamin

Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan

amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena

penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih

teliti dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang

amfetamin sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain.

Pada DSM-IV-TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi

kokain terpisah namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi

sebagai gejala intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak,

dipikirkan diagnosis gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan

saat intoksikasi. Gejala intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24

jam dan umumnya akan hilang sepenuhnya setelah 48 jam.

Keadaan Putus Amfetamin

Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas,

gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan

rapid eye moventent yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram

otot, kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat

biasanya memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu.

Gejala putus zat yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat

menjadi berat setelah penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan

dapat dikaitkan dengan ide atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-

IV-TR untuk keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood

disforik dan perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis tersebut.

Delirium pada lntoksikasi Amfetamin

Delirium yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin biasanya

muncul akibat amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus

10

Page 11: Amfetamin Fix

sehingga deprivasi tidur memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin

dengan zat lain serta penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan

otak yang,telah ada sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya de

lirium. Tidak jarang mahasiswa universitas yang menggunakan amfetamin

untuk belajar kilat menghadapi uiian menunjukkan delirium jenis ini.

Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin

Kemiripan klinis psikosis terinduksi amfetamin dengan skizofrenia

paranoid telah memicu penelitian intensif tentang neurokimiawi psikosis

terinduksi amfetamin untuk menguraikan patofisiologi skizofrenia paranoid.

Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia.

Gangguan psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia

paranoid dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada

gangguan psikotik terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi

visual, afek yang secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas,

kebingungan dan inkoherensi, serta sedikit bukti gangguan proses pikir

(seperti asosiasi longgar). Pada beberapa studi, peneliti juga mencatat bahwa

meski gejala positilgangguan psikotik terinduksi amfetamin dan skizofrenia

mirip, gangguan psikotik terinduksi amfetamin biasanya tidak memiliki af'ek

mendatar dan alogia seperti pada skizofrenia. Namun, secara klinis, gangguan

psikotik terinduksi amf'etamin yang akut mungkin tidak dapat dibedakan

dengan skizofrenia, dan hanya resolusi gejala.

dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin

yang akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk

gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek

obat antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).

Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin

Awitan gangguan mood terinduksi amfetarnin dapat terjadi saat

intoksikasi atau putus zat. Umumnya, intoksikasi rnenimbulkan gambaran

11

Page 12: Amfetamin Fix

manik atau mood campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan

gambaran mood depresif.

Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin

Amfetamin, seperti kokain, clapat menginduksi gejala yang serupa

dengan yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan

terutama, gangguan tbbia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin

juga dapat terjadi saat inloksikasi atau putus zat.

Disfungsi Seksual Terinduksi Amfetamin

Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual;

namun, dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan

gangguan ereksi dan disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan

dalam DSM-IV-TR sebagai disfungsi seksual terinduksi amletamin.

Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin

Intoksikasi amfetamin dapat mer.rimbulkan insomnia dan deprivasi

tidur, sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin

dapat mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.

Gangguan yang Tak-Tergolongkan

Jika suatu gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) tidak

memenuhi kriteria satu atau lebih kategori yang didiskusikan di atas,

gangguan tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan terkait amfetamin

yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4).

12

Page 13: Amfetamin Fix

II. 7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium :

Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada

intoksikasi amfetamin yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.

13

Page 14: Amfetamin Fix

Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran

hipoglikemi

Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan

trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan amfetamin.

Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan

bersama-sama,

Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya

dilakukan tes kehamilan

Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai

tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi

hepatitis, yang pada akhirnya bias menyebabkan perubahan mental.

Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leukopenia

Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic

kokain) bisa ditemukan pada urin  60 jam setelah menggunakan

amfetamin. Pada pengguna amfetamin yang berat bisa ditemukan sampai

22 hari.

Enzim jantung : pada pengguna amfetamin terdapat angka prevalensi yang

tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan

nyeri dada dan riwayat penggunaan amfetamin bisa dipikirkan untuk

melakukan pemeriksaan enzim jantung.

2.   Gambaran Radiologi :

Chest x-Ray

CT-Scan.

3.   Tes lain : Analisa gas darah, ECG

14

Page 15: Amfetamin Fix

II. 8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:

a. Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau

selimut hipotermik.

b. Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau

klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat

diulang setiap 15-20 menit.

c. Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.

d. Bila terjadi takikardma, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang

sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.

e. Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni

dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.

f. Bilatimbul gejala psikosis atau agitasi, beri halopendol 3 kali 2-5 mg.

Penatalaksanaan putus amfetamin:

a. Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan

sepuasnya.

b. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri.

c. Dapat diberikan anti depresi.

Terapi pada Psikosis Akibat Penggunaan Amfetamin

Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia

paranoid. Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan

klorpromazin tiga kali 50-I 50 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang

dapat diulang setiap empat jam. Dapat juga dipakai halopenidol tiga kali 1-5

mg.

15

Page 16: Amfetamin Fix

II. 9 KOMPLIKASI

Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau

dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah

diantaranya.

Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)

Kelainan psikologis dan tingkah laku

Pusing-pusing

Perubahan mood atau mental

Kesulitan bernapas

Kekurangan nutrisi

Gangguan jiwa

Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya

merasakan euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5 –

12% pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan

kebingungan. Sebanyak 3% pengguna amfetamin mengalami kejang-kejang.

16

Page 17: Amfetamin Fix

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut stimulan

sistem saraf pusat (SSP). Amfetamin merupakan  satu jenis narkoba yang

dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin

dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal

kecil.  Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan

suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi

obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi

Amphetamine menyebabkan efek-efek perilaku karena efeknya pada

neurotransmitter diotak termasuk dopamin , serotonin dan norepinefrin. Ketika

seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf

pusat penggunanya. Zat  bekerja pada sistem neurotransmiter  norepinefrin

dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk

menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang

berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan

yang biasa dikenal sebagai “high.”

Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus

kembali menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal).

Karena efek yang ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada

penggunanya, maka efek withdrawal  yang paling sering muncul adalah

kelelahan.

Pengaruh amfetamin pada fisik dan perilaku akibat intoksikasi

amfetamin memerlukan tindakan segera. Intoksikasi amfetamin  adalah

17

Page 18: Amfetamin Fix

sindrom mental organik yang terjadi beberapa menit sampai jam setelah

menggunakan amfetamin. Pengobatan psikofarmaka pasien pengguna

amfetamin tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi ataupun

putus amfetamin, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi kelompok,

terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang mendukung

upaya penyembuhan.

18

Page 19: Amfetamin Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku psikitri

klinis edisi 10. Alih bahasa: Widjaja kusuma. Jawa barat: Binarupa aksara 

2. Departemen Kesehatan R I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.

3. Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no.

135 hal 17-20. Jakarta.

4. Adam’s. 2009. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan Amfetamin

(atau mirip Amfetamin). Available at :

http://adamelsoin.blogspot.com/2009/04/gangguan-mental-danperilakuakibat.html

Diakses tanggal 5 Februari 2013.

5. Meme Sadudulur. 2011. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan

Zat Psikoaktif. Available at :

http://amaliayudha.blogspot.com/2011/12/jiwa.htm l . Diakses tanggal 5 Februari

2013.

6. Wahyuni, Amilia. 2011. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan

Stimulansia (Amfetamin). Samarinda. Fakultas Kedokteran Universitas

Mulawarman.

7. Thomb, David A. 2006. Buku Saku PSIKIATRI. Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC

8. Amphetamine Use Disorders in : Diagnostic and Statitical Manual of Mental

Disorders. Edisi ke IV. Washington DC : Penerbit American Psychiatric

Association

19