alur pengolahan data lidar.pdf

20
63 BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR Survey airborne LIDAR terdiri dari beberapa komponen alat, yaitu GPS, INS, dan laser scanner, yang digunakan dalam wahana terbang, seperti pesawat terbang atau helikopter. Beberapa karateristik dari survey airborne LIDAR adalah : 1. Survey dapat dilakukan siang maupun malam hari 2. Survey airborne LIDAR dapat dilakukan dalam cuaca yang kurang baik, seperti saat berawan, selama tidak ada awan di antara wahana terbang dan permukaan tanah. 3. Mempunyai kerapatan scan yang tinggi, mulai dari 5000 hingga 50.000 pancaran laser per detik. 4. Mampu menerima satu hingga lima pantulan laser (multiple return) 6.1 Prosedur Pelaksanaan Survey Airborne LIDAR Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan survey pengambilan data airborne LIDAR, antara lain: survey pendahuluan terhadap daerah proyek, dan pengadaan titik kontrol. 6.1.1 Survey Pendahuluan Dalam survey pendahuluan, dilakukan penghitungan koordinat-koordinat batas area survey. Selain itu tipe area pengambilan data harus diketahui untuk mengetahui keadaan aktual dari area survey, seperti: kerapatan vegetasi, objek-objek penting, keadaan

Upload: hilda-handayani

Post on 07-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: alur pengolahan data lidar.pdf

63

BAB VI

TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR

Survey airborne LIDAR terdiri dari beberapa komponen alat, yaitu GPS, INS, dan laser

scanner, yang digunakan dalam wahana terbang, seperti pesawat terbang atau helikopter.

Beberapa karateristik dari survey airborne LIDAR adalah :

1. Survey dapat dilakukan siang maupun malam hari

2. Survey airborne LIDAR dapat dilakukan dalam cuaca yang kurang baik, seperti

saat berawan, selama tidak ada awan di antara wahana terbang dan permukaan

tanah.

3. Mempunyai kerapatan scan yang tinggi, mulai dari 5000 hingga 50.000 pancaran

laser per detik.

4. Mampu menerima satu hingga lima pantulan laser (multiple return)

6.1 Prosedur Pelaksanaan Survey Airborne LIDAR

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan survey pengambilan

data airborne LIDAR, antara lain: survey pendahuluan terhadap daerah proyek, dan

pengadaan titik kontrol.

6.1.1 Survey Pendahuluan

Dalam survey pendahuluan, dilakukan penghitungan koordinat-koordinat batas area

survey. Selain itu tipe area pengambilan data harus diketahui untuk mengetahui keadaan

aktual dari area survey, seperti: kerapatan vegetasi, objek-objek penting, keadaan

Page 2: alur pengolahan data lidar.pdf

64

topografi, dan lain-lain. Tipe area survey sangat penting untuk diketahui untuk

menentukan kecepatan wahana terbang, sudut scanning, kerapatan scanning, serta

ketinggian terbang.

6.1.2 Titik Kontrol Tanah

Pelaksanaan titik kontrol tanah terdiri dari: base station, kontrol kaliberasi, dan kontrol

area proyek. Seluruh titik kontrol tersebut harus mengacu pada suatu jaring titik kontrol

geodesi yang berguna untuk konsistensi, dan pemeriksaan kesalahan yang terjadi pada

sistem airborne LIDAR.

a. Base Station, atau stasiun titik kontrol harus terletak pada jarak 30 hingga 40

kilometer dari area proyek. Penentuan lokasi titik kontrol tersebut sangat

terkait dengan akurasi vertikal dan horisontal. Umumnya base station

diletakkan berdekatan dengan tempat take-off dan landing dari wahana

terbang.

b. Kontrol kaliberasi Sistem Airborne LIDAR, adalah titik-titik yang

diletakkan di sekitar area take-off dan landing wahana udara.

c. Titik Kontrol Area Proyek adalah titik-titik kontrol yang diletakkan di

sekitar area survey untuk melakukan pengujian akurasi terhadap data yang

dihasilkan sistem airborne LIDAR. Jumlah dan letak sebaran dari titik kontrol

area proyek bergantung dari topografi dan tingkat kerapatan vegetasi area

survey.

Page 3: alur pengolahan data lidar.pdf

65

6.1.3 Pola Scanning Airborne LIDAR

Terdapat beberapa pola scanning dari sistem airborne LIDAR. Pola scanning ini

bergantung dari tipe sensor yang digunakan. Pola yang dihasilkan juga sangat tergantung

dari jenis terrain, dan tingkah laku wahana terbang pada saat pelaksanaan survey.

Beberapa pola scanning dalam survey airborne LIDAR adalah:

a. Pola zigzag

b. Pola garis paralel

c. Pola ellips

d. Pola garis paralel-toposys

6.1.4 Pengumpulan Data Airborne LIDAR

Keberhasilan dari survey airborne LIDAR sangat bergantung dari kontrol kaliberasi dan

kontrol kualitas dari pengambilan data.

a. Airport bidirectional dan quality control

Pelaksaanaan kaliberasi sistem airborne LIDAR yang dilakukan dari dua arah, sehingga

menghasilkan data yang berlebih. Kemudian dilakukan perataan untuk menentukan nilai

akurasi yang akan digunakan dalam survey airborne LIDAR.

b. Project cross flight lines

Cross flight lines adalah jalur terbang yang berpotongan dengan jalur terbang utama

dengan sudut tertentu. Fungsi dari jalur ini adalah untuk mendeteksi kesalahan sistematis

dari sistem airborne LIDAR.

Page 4: alur pengolahan data lidar.pdf

66

c. Lokasi kaliberasi dan titik kontrol tanah

Sejumlah titik kontrol geodesi diletakkan di lokasi kaliberasi serta sepanjang area proyek

sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nilai quality control yang

lengkap, seperti yang ditunjukkan gambar 6.1.

Gambar 6.1 Skema Kontrol Kaliberasi pada Area Airport

[www.airbornelassermapping.com]

6.1.5 Proses Pengumpulan Data Airborne LIDAR

Proses pengumpulan data airborne LIDAR dilakukan dengan menggunakan wahana

terbang seperti pesawat atau helikopter. Sebelum melakukan survey, wahana terbang

melakukan kontol kaliberasi pada area take-off. Setelah dipastikan sistem bekerja dengan

benar dan menghasilkan data yang akurat, wahana terbang melaju sesuai dengan jalur

terbang yang direncanakan untuk melakukan pengambilan data. Operator akan

mengawasi jalannya pengambilan data.

Page 5: alur pengolahan data lidar.pdf

67

6.2 Aplikasi dari sistem Airborne LIDAR

Sistem airborne LIDAR menghasilkan data berupa titik-titik yang mempunyai nilai

ketinggian. Produk akhir dari survey airborne LIDAR adalah model tiga dimensi dari

permukaan bumi beserta dengan objek-objek yang berada di atasnya. Model tiga dimensi

dari permukaan bumi atau yang lebih dikenal dengan digital terrain model (DTM) dapat

digunakan dalam berbagai kepentingan, antara lain : mitigasi bencana, perencanaan dan

pemeliharaan infrastruktur, manajemen ruang udara lapangan terbang, dan lain-lain.

Tabel 6.1 memperlihatkan beberapa aplikasi dari survey airborne LIDAR.

Tabel 6.1 Aplikasi dari Airborne LIDAR

No. Aplikasi Airborne LIDAR Sumber

1 Manajemen gangguan ruang udara

pada lapangan terbang

Paper oleh Waheed Uddin, University of

Mississipi, Amerika Serikat, 2002

2 Perencanaan dan pemeliharaan

jalan bebas hambatan

Paper oleh Waheed Uddin, University of

Mississipi, Amerika Serikat, 2002

3 Deteksi potensi kebocoran pipa

gas cair

Paper oleh Darryl Murdock, 2006

4 Mitigasi bencana banjir Situs internet gis.esri.com

5 Mitigasi bencana tanah longsor paper oleh Sammy Cheung, 2006

6 Pemodelan daerah perkotaan Robert Fowler, 2001

7 Pemodelan daerah basah Robert Fowler, 2001

8 Pengukuran tinggi vegetasi Paper oleh Andersen, Reutebuch, dan

McGaughey, 2006

Berikut ini adalah uraian dari beberapa aplikasi dari survey Airborne LIDAR dalam

berbagai bidang.

Page 6: alur pengolahan data lidar.pdf

68

6.2.1 Manajemen gangguan ruang udara pada lapangan terbang

Lapangan terbang sebagai tempat tinggal landas dan mendarat pesawat udara,

mempunyai permukaan imajiner sebagai batas untuk mengidentifikasi gangguan pada

proses pendaratan atau tinggal landas berupa objek-objek tertentu seperti bangunan,

pohon, maupun permukaan bumi.

Sebagai contoh, FAA sebagai pihak yang berwenang atas penerbangan komersial di

Amerika Serikat, membuat permukaan imajiner bagi lapangan terbang yang terdiri dari :

1. Permukaan horisontal (50 meter di atas lapangan udara)

2. Permukaan kerucut

3. Permukaan primer, yaitu permukaan di atas runway

4. Permukaan pendekatan

5. Permukaan transisi

Seluruh permukaan di atas terintegrasi menjadi suatu sistem yang bertujuan melindungi

proses pendaratan atau tinggal landas pesawat udara sesuai dengan peraturan yang

disyaratkan. Gambar 6.2 dan 6.3 menunjukkan bentuk permukaan imajiner tersebut.

Page 7: alur pengolahan data lidar.pdf

69

Gambar 6.2 Permukaan imajiner di atas lapangan udara [Uddin, 2002]

Gambar 6.3 Permukaan imajiner [Uddin, 2002]

Setiap lapangan terbang mempunyai syarat ketinggian yang berbeda untuk permukaan

imajinernya, bergantung pada jenis dan besar pesawat yang dapat mendarat di lapangan

terbang tersebut. Dan untuk lapangan terbang yang mempunyai lebih dari satu runway,

maka bentuk permukaan imajinernya pun lebih rumit.

Page 8: alur pengolahan data lidar.pdf

70

Selain untuk memberikan ruang yang aman bagi pesawat terbang untuk tinggal landas,

mendarat dan bermanuver di atas lapangan terbang, permukaan imajiner juga ditujukkan

agar menara pengawas pada lapangan terbang memiliki pandangan yang luas untuk

mengamati daerah sekitarnya.

Airborne LIDAR mempunyai kemampuan untuk melakukan pengukuran ketinggian di

permukaan bumi dengan ketelitian yang tinggi dengan waktu yang relatif cepat. Oleh

karena itu survey airborne LIDAR sangat cocok digunakan untuk melakukan pengawasan

terhadap objek-objek di sekitar lapangan udara yang melanggar batas ketinggian

permukaan imajiner bandara tersebut.

Survey airborne LIDAR dapat menghasilkan DTM dengan kerapatan titik yang tinggi

serta ketelitian yang tinggi pula. Jika DTM tersebut dipotongkan dengan data permukaan

imajiner suatu bandara, maka akan didapatkan data tentang objek-objek yang melewati

batas permukaan imajiner. Gambar 6.4 menunjukkan Digital Terrain Model dari daerah

sekitar lapangan terbang Jackson di Mississipi, Amerika Serikat.

Gambar 6.4 DTM dari Lapangan Terbang Jackson, Mississipi, Amerika Serikat

[Uddin, 2006]

Page 9: alur pengolahan data lidar.pdf

71

Pembuatan DTM dengan survey airborne LIDAR sangat cocok diterapkan di Indonesia,

karena umumnya lapangan terbang di kota-kota besar terletak di dekat kawasan padat

penduduk. Jumlah dan rapatnya bangunan akan menyebabkan sulitnya survey terestris,

sehingga memunculkan banyak hambatan seperti lamanya waktu survey, banyak data

yang tidak dapat diambil, pemanipulasian data, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada

gambar 6.5.

Gambar 6.5 Lapangan Terbang di Kota Bandung yang terletak di kawasan padat

penduduk [ Sumber : Google Earth ]

6.2.2 Perencanaan dan pemeliharaan jalan bebas hambatan [Uddin, 2002]

Survey airborne LIDAR dapat juga digunakan dalam proses perencanaan jalan bebas

hambatan. Kemampuan airborne LIDAR menghasilkan data titik ketinggian yang rapat

dan mimiliki ketelitian yang tinggi merupakan keunggulan metode ini jika dibandingkan

dengan survey lainnya.

Page 10: alur pengolahan data lidar.pdf

72

Jalan bebas hambatan umumnya mengharuskan kendaraan yang melewatinya dapat

dipacu dengan kecepatan tinggi, oleh karena itu hambatan-hambatan alam, seperti bukit,

lembah, dan objek lainnya, harus dapat diatasi dengan berbagai rekayasa seperti

pembuatan terowongan, jembatan, bahkan pengerukan bukit. Untuk dapat melakukan

perencanaan rekayasa, dibutuhkan data mengenai daerah yang akan dilewati dengan

ketelitian yang tinggi.

Airborne LIDAR mampu menghasilkan data dengan kerapatan yang tinggi, ketelitian

yang relatif tinggi, serta informasi-informasi tambahan, seperti kepadatan vegetasi

dengan relatif cepat. Gambar 6.6 berikut menunjukkan DTM hasil pengolahan data

airborne LIDAR yang digunakan untuk perencanaan pembuatan jalan bebas hambatan di

sekitar Jackson, Mississipi, Amerika Serikat.

Gambar 6.6 Peta Kontur Hasil survey LIDAR untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan

di Amerika Serikat [Uddin, 2002]

Survey airborne LIDAR dilakukan pada daerah yang direncanakan akan dilewati jalan

bebas hambatan. Kemudian data dari survey tersebut diolah dan terbentuk DTM. Dengan

Page 11: alur pengolahan data lidar.pdf

73

DTM, perencana dapat merencanakan jalur jalan bebas hambatan yang memenuhi syarat,

melakukan perencanaan rekayasa, seperti pembuatan jembatan, pengerukan bukit dan

penimbunan lembah, dan lain-lain.

Selain itu survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan di sepanjang jalan bebas

hambatan untuk keperluan pemeliharaan jalan. Akurasi dari sensor laser yang berada

pada level cm, dapat mendeteksi penurunan permukaan jalan bebas hambatan secara

teliti.

6.2.3 Deteksi potensi kebocoran pipa gas cair [Murdock, 2006]

Pipa distribusi gas dapat terletak di atas maupun di bawah permukaan tanah. Pada bagian

pipa yang terletak di atas permukaan tanah, pengamatan terhadap badan pipa sangat

mudah dilakukan. Tetapi tidak demikian dengan pipa yang terletak di bawah permukaan

tanah. Kerusakan pipa tidak akan dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu di

Amerika Serikat terdapat Airborne Natural Gas Emission LIDAR (ANGEL) Service,

yang melakukan survey untuk mendapatkan data tentang potensi kerusakan pipa yang

terletak di bawah tanah.

Dalam survey ini, perangkat laser akan digabungkan dengan kamera beresolusi tinggi

untuk merekam gambar keadaan sekitar daerah survey. Bentuk pipa yang umumnya

memanjang, sangat memudahkan survey airborne LIDAR yang memiliki lintasan yang

memanjang pula.

Page 12: alur pengolahan data lidar.pdf

74

Survey ANGEL dilakukan pada daerah Spencerport, NewYork, Amerika Serikat.

Tahapan pertama dari pelaksaaan survey ANGEL adalah dengan melakukan survey

airborne LIDAR pada lintasan pipa gas. Selanjutnya data hasil survey airborne LIDAR

tersebut dioverlaykan dengan data pipa gas sebelumnya, sepeti yang dapat dilihat pada

gambar 6.7 di bawah ini.

Gambar 6.7 Jalur Pipa Gas dan Jalur Terbang Survey LIDAR [Murdock, 2006]

Pengambilan data pada daerah survey dilakukan pada dua selang waktu, ataupun

dilakukan secara periodik. Masing-masing data pada periode waktu tersebut akan

dibandingkan satu dengan lainnya.

Data tersebut dianalisa untuk melihat adanya potensi kebocoran pipa. Potensi kebocoran

tersebut dapat ditentukan dari perbedaan ketinggian pada permukaan tanah di atas jalur

pipa tersebut. Pada titik yang memiliki perbedaan ketinggian (lebih tinggi, atau lebih

rendah dari daerah sekitarnya, potensi kebocoran pipa adalah tinggi. Gambar 6.9

menunjukkan potensi kebocoran pada jalur pipa gas.

Page 13: alur pengolahan data lidar.pdf

75

Gambar 6.8 Data LIDAR pada Jalur Survey [Murdock, 2006]

Gambar 6.9 Potensi Kebocoran pada Jalur Pipa Gas [Murdock, 2006]

6.2.4 Mitigasi bencana banjir

Banjir adalah luapan air yang menggenangi daerah tertentu pada waktu-waktu tertentu.

Dalam memperkirakan luasnya daerah yang akan terendam, tidak cukup hanya

mengandalkan data jarak suatu daerah dari sumber air. Terkadang daerah yang berada

jauh dari sumber air dapat terendam, tetapi daerah yang lebih dekat dengan sumber air

Page 14: alur pengolahan data lidar.pdf

76

tidak tergenangi oleh air. Data yang utama dari penentuan luas daerah yang diperkirakan

terendam oleh air adalah data ketinggian dari daerah tersebut.

Airborne LIDAR adalah suatu metode penentuan posisi yang memiliki tingkat ketelitian

yang tinggi untuk horisontal maupun vertikal, data yang rapat, serta waktu survey yang

relatif cepat. Data DTM yang dihasilkan oleh survey airborne LIDAR memiliki ketelitian

elevasi yang tinggi, jika digabungkan dengan data perkiraan volume air, akan

menghasilkan informasi mengenai perkiraan daerah yang akan terendam banjir yang

akurat. Gambar 6.10 menunjukkan pemodelan genangan air pada DTM suatu wilayah

perkotaan hasil pengolahan data LIDAR.

Gambar 6.10 Pemodelan Bencana Banjir

[gis.esri.com]

Terdapat beberapa software yang dapat melakukan perkiraan banjir dengan akurat, antara

lain adalah : HEC-geoRAS, ArcGIS Hydrodata Model, GIS Stream Pro, RiverCAD, dan

lainnya.

Page 15: alur pengolahan data lidar.pdf

77

6.2.5 Mitigasi bencana tanah longsor [Cheung, 2005]

Bencana tanah longsor adalah fenomena bergeraknya suatu massa tanah ke tempat yang

lebih rendah. Tanah longsor umumnya terjadi di daerah yang bergaris kontur rapat.

Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan tanah longsor adalah :

1. Nilai kecuraman suatu daerah.

2. Tingkat curah hujan.

3. Tutupan lahan.

Survey airborne LIDAR mampu menghasilkan dua dari tiga informasi di atas, yaitu nilai

kecuraman dan tutupan lahan suatu daerah. Jika data curah hujan dapat diperoleh dari

stasiun pengamatan curah hujan, maka informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui

potensi terjadinya tanah longsor telah lengkap.

Model muka bumi tiga dimensi yang dihasilkan dari data hasil survey airborne LIDAR

dapat mempunyai tingkat kerapatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Dan kemampuan

laser scanner pada sistem airborne LIDAR untuk menerima lebih dari satu pantulan sinar

laser, akan menghasilkan data tentang kerapatan tutupan lahan di daerah tersebut.

Sehingga pemodelan dari bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan akurat, dan

dalam waktu yang relatif cepat.

Page 16: alur pengolahan data lidar.pdf

78

Gambar 6.11 Pemodelan dari Perkiraan Tanah Longsor

[Cheung, 2005]

Gambar 5.10 di atas memperlihatkan pemodelan daerah yang terkena dampak bencana

tanah longsor, dioverlaykan di atas foto udara pada suatu daerah di Hongkong, China.

Nilai ketinggian tanah yang akan menerjang daerah tersebut pun dapat diprediksi hingga

level 0.1 meter.

6.2.6 Pemodelan Perkotaan [Fowler, 2001]

Pemodelan DTM untuk daerah perkotaan dengan tingkat akurasi tinggi diperlukan untuk

beberapa aplikasi seperti pada bidang telekomunikasi, penegakan hukum, serta

perencanaan penanggulangan bencana. Pemanfaatan airborne LIDAR untuk membuat

DTM daerah perkotaan memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan metode

terestrial, antara lain :

1. Waktu survey yang relatif cepat

2. Mampu menghasilkan data yang banyak dan menjangkau daerah-daerah yang

sulit dijangkau oleh survey terestris.

3. Ketelitian yang relatif tinggi, yaitu : 10-20 cm untuk vertikal, dan 10-100 cm

untuk horisontal.

Page 17: alur pengolahan data lidar.pdf

79

Gambar 6.12 Overlay data LIDAR dengan Citra (kiri). Hasil Ekstraksi Bangunan dari

Data LIDAR (kanan) [istarno, 2006]

Dalam proses segmentasi pada pengolahan data LIDAR, data titik dapat dikelompokkan

menjadi beberapa jenis, seperti bangunan, permukaan tanah, vegetasi, dan lain

sebagainya. Setelah itu data bangunan direkonstruksi dan dimodelkan menjadi model

bangunan yang identik dengan bangunan aslinya.

Gambar 6.13 Visualisasi 3-Dimensi Bangunan Buatan Manusia

[Istarno, 2006]

6.2.7 Pemetaan Daerah Basah dan Daerah yang Berbahaya [Fowler,2001]

Pemetaan yang dilakukan pada daerah basah, seperti rawa-rawa atau daerah pasang surut,

umumnya terkendala pada sulitnya area survey. Genangan air, lumpur,dan lebatnya

Page 18: alur pengolahan data lidar.pdf

80

vegetasi menjadi hambatan utama dalam melakukan survey terestris. Oleh karena itu

survey airborne LIDAR menjadi solusi untuk survey pemetaan untuk daerah basah.

Survey dapat dilakukan dengan relatif cepat, memiliki ketelitian yang tinggi, dan cukup

mudah dilaksanakan. Tertutupnya permukaan bumi oleh vegetasi yang lebat dapat diatasi

oleh kemampuan laser scanner menerima hingga lima pantulan.

Gambar 6.14 Daerah Rawa dengan Tutupan Vegetasi yang Rapat

[Fowler,2001]

Selain itu, survey airborne LIDAR juga dapat dilakukan untuk memetakan daerah-daerah

yang berbahaya, seperti daerah gunung berapi, daerah yang terkontaminasi oleh zat

berbahaya, dan lain-lain.

Page 19: alur pengolahan data lidar.pdf

81

6.2.8 Pengukuran Tinggi Vegetasi

Beberapa bidang pekerjaan memerlukan data tentang tinggi suatu vegetasi, seperti

pepohonan. Terkadang jumlah pepohonan sangat banyak atau memiliki elevasi yang

sangat tinggi, sehingga sulit jika diukur secara terestris.

Airborne LIDAR memiliki kemampuan untuk melakukan pengukuran tinggi pepohonan

dengan waktu yang relatif cepat dan memiliki ketelitian yang tinggi. Kemampuan laser

scanner menerima pantulan sinar laser hingga lima pantulan membuat berkas sinar

mampu menembus pepohonan hingga ke permukaan tanah. Gambar 6.15 di bawah

menunjukkan data titik LIDAR pada suatu pohon.

Gambar 6.15 Raw LIDAR Data untuk objek Berupa Pohon [Andersen 2006]

[Andersen 2006]

Gambar 6.16 Pengukuran Terestris Vegetasi

[Andersen 2006]

Page 20: alur pengolahan data lidar.pdf

82

Data airborne LIDAR di atas, kemudian dibandingkan dengan data hasil pengukuran

terestris seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.16 di atas. Perbandingan ketelitian

vertikal dan ketelitian horisontal antara dua metode yang digunakan, serta berdasarkan

jenis vegetasi yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.17 dan 6.18 berikut. Pengukuran

dilakukan di daerah barat Amerika Utara.

Ponderosa Pine

Douglas Fir Terestris AirborneLIDAR

Gambar 6.17 Perbandingan Ketelitian Vertikal dari Dua Jenis Vegetasi (Kanan), serta Antara Survey Airborne LIDAR dan Survey Terestris (Kiri)

[Andersen 2006]

Gambar 6.18 Ketelitian Horisontal Survey Airborne LIDAR berdasarkan jenis vegetasi.

Objek berupa segitiga hijau menunjukkan pohon Douglas Fir, sedangkan lingkaran cokelat menunjukkan pohon Ponderosa Pine

Dengan ketelitian vertikal kurang lebih 15cm dan ketelitan horisontal di bawah satu

meter, data mengenai tinggi pepohonan yang dihasilkan survey airborne LIDAR dapat

diandalkan untuk berbagai bidang kajian yang memerlukannya.