alternatives on funding_labor law 13-ponno jonatan

162
KARYA AKHIR ALTERNATIF PENDANAAN UNTUK IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Diajukan Oleh : PONNO JONATAN 66 03 26 206 Y UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MECAPAI GELAR MAGISTER MANAJEMEN 2006

Upload: api-3699209

Post on 07-Jun-2015

3.051 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

KARYA AKHIR

ALTERNATIF PENDANAAN UNTUK IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

Diajukan Oleh :

PONNO JONATAN

66 03 26 206 Y

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MECAPAI GELAR

MAGISTER MANAJEMEN 2006

Page 2: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Bapa yang maha pengasih untuk setiap

perbuatanNya yang ajaib sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis

berharap dengan adanya karya akhir ini setiap orang yang membacanya dapat memahami

program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan alternatif pendanaan atas program tersebut.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Isa Rachmatarwata, M.Math., FSAI, ASA, selaku pembimbing penulisan karya

akhir ini.

2. Bapak Steven Tanner, FSAI atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan

sehingga penulis dapat menuntut ilmu di Program Magister Manajemen Aktuaria

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

3. Seluruh kolega yang telah turut membimbing penulis dan memberikan pengetahuan

yang berguna untuk penulisan karya akhir ini: Mourits Rompah, Awal P. Kurnianto,

Bapak Nicky Theng, Bapak Muhammad Ismail, Bapak Yusman, Bapak Asep

Suwondo, Bapak Didi Achdijat, Ibu Marliana, Yves Guerard dan Firmansyah

Habiburahim.

4. Keluarga besar Jonatan yang selalu senantiasa mendoakan penulis, khususnya bagi

mama dan papa yang tidak pernah lupa mendoakan dari jauh.

5. Rekan-rekan penulis di kelas aktuaria 2003: Amelia, Zuhria, Mbak Rully, Mas

Mustaqim, Mas Hanung, Mas Eko, Mas Pardi, dan terutama kepada Mas Buddy yang

telah memberikan banyak sekali bantuan kepada penulis. Juga kepada rekan-rekan dari

kelas lain: Mas Budi Susanto, Parulian, Miko, Bardan, Polinom, Budi Lim, Pak Jan,

Page 3: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

ii

Robert, Bang John, Vifi dan rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu

namanya. Terima kasih untuk masa-masa indah yang telah kita lalui bersama.

6. Sahabat-Sahabat Penulis: Putri, Acid, Maudy, Lenny, Widawati, Yogi, Vera, Paul,

Neli, Fery, Panny, Vera, Mbak Diana, Mbak Yaya, murid-murid di Prodip Aktuaria,

teman-teman di IYO, Farabi, Mahawaditra, Topas Setiabudi dan terutama kepada

Abang Satria dan Xalient’s Baby Black yang selalu setia menemani penulis di saat-saat

sulit.

7. Seluruh Staf MM-UI, terutama staf administrasi dan perpustakaan MM-UI.

Penulis sadar bahwa karya akhir ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis

akan sangat terbuka atas kritik dan saran yang dapat berguna untuk menyempurnakan

karya akhir ini.

Jakarta, Oktober 2006

Penulis

Page 4: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Imbalan pasca kerja bagi sektor swasta di Indonesia ada yang bersifat wajib dan ada

pula yang bersifat sukarela. Imbalan pasca kerja yang bersifat wajib adalah yang

disediakan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan yang diatur dalam Undang-

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Imbalan pasca kerja yang bersifat

sukarela antara lain adalah program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun

1992 tentang Dana Pensiun.

Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus

dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun

kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan

pendanaannya.

Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan

mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan

memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan

mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak

adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas

imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat

dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program

Page 5: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

iv

pensiun. Integrasi tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis

yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang

dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program

Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut. Pendanaan

dan pengelolaan program dapat dilakukan dengan cara membentuk dana pensiun atau

menyerahkan pendanaan dan pengelolaan program kepada pihak ketiga.

Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio

penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun, kemampuan

finansial perusahaan, serta keadilan dalam memberikan manfaat kepada seluruh kelompok

peserta program.

Page 6: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………....…...... i

RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………………………….….……. iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………..…..….....

v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………..…..….....

xii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..….….… xv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….…….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1

1.2. Perumusan Masalah ………..…………………………….………… 3

1.3. Pembatasan Masalah ……………………………………….....…… 4

1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan …………………………….…….… 5

1.5. Metode Penulisan ………………………………………….………. 5

1.6. Sistematika Penulisan …………………………………….………... 6

BAB II LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN………………………….. 8

2.1. Perkembangan Program Pensiun ………………………….….……. 8

2.2. Ketentuan Umum Program Pensiun ………………………………... 11

2.2.1. Syarat Kepesertaan Program Pensiun ………………..…….. 11

2.2.2. Periode Vesting …………………………..………………... 11

2.2.3. Besar dan Cara Pembayaran Manfaat …………………….... 12

2.3. Jenis-Jenis Program Pensiun ………………………………….……. 13

2.3.1. Program Pensiun Iuran Pasti ................………..................... 14

2.3.1.1 Program Pensiun Money-Purchase……………… 14

2.3.1.2. Program Pensiun berupa Tabungan……………... 16

2.3.1.3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan……..... 17

Page 7: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

vi

2.3.1.4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham………..... 17

2.3.2. Program Pensiun Manfaat Pasti .............…………….…….. 18

2.3.2.1. Ketentuan Umum …………………...…….…...... 18

2.3.2.2. Rumus Manfaat Pensiun ……..……...………….. 20

2.3.2.3. Pola Manfaat Pensiun …...……...…….…..…...... 21

2.3.2.4. Jenis Penghasilan Dasar Pensiun ...…….……..… 21

2.3.3. Program Pensiun Kombinasi.................................................. 23

2.3.3.1.

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.......... 23

2.3.3.1. Program Pensiun Cash Balance.......... 23

2.3.3.1.2. Program Pensiun Minimum Balance... 24

2.3.3.1.3. Program Pensiun Equity...................... 24

2.3.3.1.4. Program Pensiun Life-Cycle .............. 25

2.3.3.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi............... 25

2.3.3.2. Program Pensiun Target Manfaat…... 25

2.3.3.2.2. Program Pensiun Pembagian

Keuntungan Berdasarkan Usia ...........

26

2.3.3.2.3. Program Pensiun New Comparability.

26

2.3.3.3. Program Pensiun Kombinasi Lainnya .....…......... 26

2.4. Pendanaan Program Pensiun ...…...…...….....…….....…......…......... 27

2.4.1. Metode Pendanaan Pay-As-You-Go ….....…….....…......….. 27

2.4.1.1.

Anggaran Biaya Program Pensiun Berdasarkan Metode Pay-As-You-Go ….....……........................

28

2.4.1.2.

Jaminan Atas Pembayaran Manfaat Pensiun ......... 29

2.4.2. Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis …......….. 29

Page 8: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

vii

2.4.2.1.

Anggaran Biaya Program Pensiun ….....…........… 31

2.4.2.2.

Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun ......… 31

2.4.3. Perhitungan Biaya Pendanaan Program Pensiun ….........….. 32

2.4.3.1.

Jumlah Manfaat Pensiun yang Akan dibayarkan ... 32

2.4.3.2.

Biaya Operasional Dana Pensiun ….........….…..... 34

2.4.3.3.

Hasil Pendapatan Investasi Dana Pensiun .....….... 34

2.5. Asumsi Aktuaria ........….…...........….…..........….…..........….…...... 34

2.5.1.

Kelompok Asumsi Aktuaria .….…....….…..........….…….... 35

2.5.1.1. Asumsi Aktuaria Ekonomi .….….....….….….….. 35

2.5.1.1.1. Asumsi Tingkat Bunga ….….……..... 35

2.5.1.1.2. Asumsi Tingkat Kenaikan Upah .…. 36

2.5.1.1.3. Asumsi Tingkat Kenaikan Manfaat Pensiun ….….….….….….….….…

37

2.5.1.2.

Asumsi Penyusutan Aktuaria .….…….….….…....

38

2.5.1.2.1. Tingkat Kematian .…….….….….….. 38

2.5.1.2.2. Tingkat Cacat ...................................... 39

2.5.1.2.3. Tingkat Pengunduran Diri….….…..... 40

2.5.1.3. Asumsi Lainnya ….….….......….…….…......….... 41

2.5.2.

Keuntungan atau Kerugian Aktuaria ...….…….…................ 42

2.6. Metode Perhitungan Aktuaria ….…….…........….…….…..….…......

42

2.6.1.

Nilai Sekarang …….…........….……...….…….…..….…... 42

2.6.2.

Tingkat Penyusutan Aktuaria…........….……...…............... 44

Page 9: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

viii

2.6.3. Pemilhan Metode Perhitungan Aktuaria….……...….……. 46

2.6.3.1.

Metode Accrued Benefit Cost .……...….…….... 47

2.6.3.2. Metode Projected Benefit Cost .……...….…….. 48

2.6.4. Metode Projected Unit Credit ……...….……...…….......... 49

2.6.5. Manfaat-Manfaat Tambahan ……...….……...……............ 51

BAB III

IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA ......................................... 55

3.1.

Definisi dan Klasifikasi Imbalan Pasca Kerja di Indonesia…........... 55

3.2. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja......…...…............................. 55

3.2.1. Tujuan Program……............…...…..……...….................... 55

3.2.2. Partisipasi Program……............…...…..……...…..............

56

3.2.3. Jenis-Jenis Manfaat……............…...…..……...….............. 56

3.2.3.1 Besar Manfaat dan Iuran Jaminan Hari Tua........ 56

3.2.3. Pelaksanaan dan Pendanaan Program Jamsostek................. 57

3.2.5.

Ketentuan Pajak.................................................................... 57

3.3. Program Pensiun Dalam Bentuk Dana Pensiun…...……............….. 58

3.3.1.

Tujuan Pendirian Dana Pensiun.……............…...…........... 58

3.3.2. Partisipasi Program……............…...…..……...…...…........

58

3.3.3. Jenis-Jenis Manfaat Pensiun……............…...…..……........

58

3.3.4. Jenis-Jenis Dana Pensiun.........…...…..……........................

60

3.3.5.

Jenis-Jenis Program Pensiun ..…..…...…..…..…..…...…... 60

3.3.6. Pengelolaan Dana Pensiun ..…..….....…..…..…..…...….... 62

3.3.7. Pendanaan Dana Pensiun ..….......…..….…...….......……...

63

3.3.8. Ketentuan Pajak..….......…..….…...….......……..................

66

3.4. Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.…..….…....……...............

66

Page 10: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

ix

3.4.1.

Hak-Hak Pekerja Atas Imbalan Pasca Kerja........................ 67

3.4.2.

Ketentuan Pajak.................................................................... 70

3.4.3 Biaya Atas Ketentuan Pemberian Imbalan Pasca Kerja....... 70

3.4.4.

Akuntansi Imbalan Pasca Kerja...........................................

70

3.5. Integrasi Ketentuan Imbalan Pasca Kerja.…..….…....…..….…....... 72

3.6. Rasio Penggantian Penghasilan......................................................... 73

3.6.1. Jaminan Hari Tua Jamsostek….…….…….......................... 74

3.6.2. Imbalan Pasca Kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan....................................................................

76

3.6.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).…….……..…….….... 77

3.6.4. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP).............................. 78

BAB IV SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKANUNDANG-UNDANG KETENAGEKERJAAN.............................................................................

81

4.1.

Pendahuluan ….…............................................................................. 81

4.2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)….……….……….……… 82

4.2.1.

Simulasi Faktor Penghargaan….….……….……................. 83

4.2.1.1. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Masa Kerja ….……….……...….……….……....

86

4.2.1.2. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia........................................................................

90

4.2.1.3. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja ….……….……...….……..

95

4.2.2.

Faktor Nilai Sekarang pada Manfaat Pensiun .……...….…. 99

4.2.3.

Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti ……….…...….…….....................................................

103

4.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) …...….……..………...……… 104

4.3.1.

Simulasi Tingkat Hasil Investasi …..……………...………. 105

Page 11: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

x

4.3.2.

Simulasi Tingkat Kenaikan Upah …..……………...……... 107

4.3.3.

Simulasi Tingkat Iuran ..……………...……....…………… 109

4.3.3.1.

Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia … 111

4.4.3.2.

Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja ..………………………...……....…………

115

4.3.3.3.

Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja ..………………….…………......

118

4.3.4.

Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti ...

119

4.4. Program Pensiun Kombinasi ..………………….………….……….

121

4.4.1.

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi .………….…... 121

4.4.1.1.

Simulasi Tingkat Bunga untuk Menghitung Iuran Perusahaan ………….………….……………......

121

4.4.1.2.

Simulasi Tingkat Kenaikan Upah untuk Menghitung Iuran Perusahaan ….…………….....

125

4.4.1.3.

Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi ………….…………....

126

4.4.2.

Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi .……………….....

126

4.4.2.1.

Kewajiban Masa Kerja Lalu .………………….... 127

4.4.2.2.

Iuran Normal .………………………………....... 129

4.4.2.3.

Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi .……………………....

132

4.4.3.

Alternatif Pendanaan Lainnya.…………………………...... 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .………………………………………......

134

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 138

Page 12: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. :

Perbandingan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)……………………....... 13

Tabel 3.1. :

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21……………...……....... 58

Tabel 3.2. :

Perbedaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) ……………...................... 60

Tabel 3.3. :

Perbandingan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)…………….......................... 61

Tabel 3.4. :

Batasan Investasi Dana Pensiun ………...…………………….... 65

Tabel 3.5. :

Besaran Imbalan Kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan .......…………............................. 67

Tabel 3.6. :

Tabel Faktor Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja.............................................................................................. 68

Tabel 3.7. :

Besar Jaminan Hari Tua Jamsostek……………………............... 74

Tabel 3.8. :

Rasio Penggantian Penghasilan dari Jaminan Hari Tua Program Jamsostek....................................................................................... 75

Tabel 3.9. :

Besar Manfaat Pensiun PPIP......................................................... 77

Tabel 3.10. :

Rasio Penggantian Penghasilan dari Manfaat Pensiun PPIP ........ 77

Tabel 3.11. :

Rasio Penggantian Penghasilan Melalui PPMP dengan Beberapa Faktor Penghargaan dan Tingkat Kenaikan Upah......................... 79

Tabel 4.1. :

Faktor Penghargaan per Tahun Masa Kerja Dengan Metode Garis Lurus…........….....……....................................................... 83

Tabel 4.2. :

Perbandingan Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan UUK 13 dan PPMP (masa kerja 25 tahun)......................................................... 84

Tabel 4.3. :

Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Masa Kerja..................................................................................... 86

Tabel 4.4. :

Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun) ....................................................................................... 89

Tabel 4.5. :

Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Usia................................................................................................ 90

Page 13: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

xii

Tabel 4.6. :

Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun) ............................................................................................ 94

Tabel 4.7. :

Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-7) .....….....……........….....…..….................... 95

Tabel 4.8. :

Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Dengan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)............................................................................................. 98

Tabel 4.9. :

Asumsi Aktuaria untuk menentukan Faktor Nilai Sekarang ........ 100

Tabel 4.10. :

Tabel Tingkat Penyusutan Aktuaria (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun)............................................................................................. 101

Tabel 4.11. :

Tabel Four-Decrement Rate (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun) ..…....

102

Tabel 4.12. :

Pola Fluktuasi Tingkat Hasil Investasi ……................................. 106

Tabel 4.13. :

Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia…….……...….……..

111

Tabel 4.14. :

Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Masa Kerja ……...…....... 115

Tabel 4.15. :

Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)…............................................................................. 116

Tabel 4.16. :

Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-8).......................................................................................... 118

Tabel 4.17. :

Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)................................................................................. 118

Tabel 4.18. :

Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 10% per tahun) .……….……............. 122

Tabel 4.19. :

Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 11% per tahun) .……….………......... 123

Tabel 4.20. :

Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 12% per tahun) .……….……............. 123

Tabel 4.21. :

Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 13% per tahun) .……….…................. 123

Page 14: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

xiii

Tabel 4.22. :

Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 10% per tahun)........ 127

Tabel 4.23. :

Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 11% per tahun) ....... 128

Tabel 4.24. :

Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 12% per tahun) ....... 128

Tabel 4.25. :

Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 13% per tahun) .….. 128

Tabel 4.26. :

Iuran Normal (tingkat bunga 10% per tahun) .……...…...............

129

Tabel 4.27. :

Iuran Normal (tingkat bunga 11% per tahun) .……...…...…........

129

Tabel 4.28. :

Iuran Normal (tingkat bunga 12% per tahun) .……...…...............

129

Tabel 4.29. Iuran Normal (tingkat bunga 13% per tahun) .……...…...……....

129

Page 15: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1 :

Metode Pendanaan Pay-As-You-Go………………………….... 28

Gambar 2-2 :

Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis …..……...... 29

Gambar 2-3 :

Perbandingan Tabel Mortalita ………………………………... 39

Gambar 3.1. :

Struktur Pengelolaan Dana Pensiun ………………………....... 63

Gambar 3-2 :

Sistem Pendanaan Dana Pensiun …………………………....... 64

Gambar 3-3 :

Imbalan Kerja UUK 13/2003...................................................... 69

Gambar 4-1 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja berdasarkan UUK 13 dan PPMP (usia 30 tahun s.d. 55 tahun)…….............. 85

Gambar 4-2 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (masa kerja 0 tahun s.d. 30 tahun)……....…………….......……...................... 87

Gambar 4-3 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)......... 91

Gambar 4-4 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)……. 92

Gambar 4-5 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)......... 93

Gambar 4-6 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia 25 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 96

Gambar 4-7 :

Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia 35 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 97

Gambar 4-8 :

Perbandingan Pertumbuhan Nilai Sekarang dari Manfaat Pensiun PPMP dengan Beberapa Tingkat Bunga (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................... 100

Page 16: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

xv

Gambar 4-9 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun). 105

Gambar 4-10 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Pola Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)…….…............................................................................. 106

Gambar 4-11 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah (usia 25 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 108

Gambar 4-12 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)….…..….....….…..…....................................................... 109

Gambar 4-13 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 40 tahun s.d. 55 tahun)….…..….....….…..…....................................................... 110

Gambar 4-14 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 112

Gambar 4-15 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 113

Gambar 4-16 :

Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 114

Gambar 4-17 :

Perbandingan Tingkat Iuran Perusahaan dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah dan Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 125

Page 17: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja memiliki peranan yang penting bagi pembangunan nasional. Dahulu

tenaga kerja dipandang sebagai beban bagi perusahaan. Namun seiring dengan semakin

meningkatnya persaingan di dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, tenaga

kerja sekarang ini dipandang sebagai aset perusahaan. Kesadaran ini membuat pemerintah

dan sektor swasta semakin memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan

tenaga kerja.

Setiap tenaga kerja memiliki risiko kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya

dikarenakan berhenti bekerja, meninggal dunia, pensiun, sakit berkepanjangan atau cacat

sehingga tidak dapat lagi bekerja seperti sebelumnya. Pemerintah Indonesia berusaha

meningkatkan kesejahteraan pekerja antara lain dengan mengatur upaya penanganan

risiko-risiko tersebut. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992, tenaga kerja

diberikan perlindungan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Melalui program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, tenaga kerja akan menerima

pembayaran manfaat yang dapat menggantikan penghasilan yang hilang atau berkurang

karena kejadian-kejadian seperti tersebut di atas.

Pemerintah Indonesia juga telah membuat Undang-Undang tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional yang ditujukan tidak hanya untuk tenaga kerja namun bagi seluruh

penduduk di Indonesia. Namun demikian, sistem jaminan sosial ini belum dapat

dilaksanakan hingga peraturan-peraturan pelaksanaan sistem ini selesai disusun. Terakhir,

Page 18: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

2

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, Pemerintah mewajibkan pembayaran

imbalan pasca kerja tertentu oleh pengusaha kepada pekerjanya.

Biaya dan kewajiban yang timbul atas penyelenggaraan program pensiun,

keikutsertaan pada Program Jamsostek dan pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan wajib diungkapkan dalam laporan

keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sebelum tahun 2004,

tidak ada keharusan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengungkapkan biaya

dan kewajiban atas pelaksanaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan belum adanya standar

akuntansi lokal yang mewajibkan pengungkapan tersebut. Pada saat itu, perusahaan

multinasional melakukan pengungkapan biaya atas imbalan pasca kerja dengan mengacu

pada standar akuntansi internasional yang digunakan oleh perusahaan induk, seperti

misalnya International Accounting Standard Number 19 (IAS 19), Financial Accounting

Standard Number 87 (FAS 87), atau Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17).

Pada pertengahan tahun 2004, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan

Indonesia menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 24 yang

baru tentang akuntansi imbalan pasca kerja yang wajib digunakan oleh setiap perusahaan di

Indonesia dalam melakukan pengungkapan atas biaya dan kewajiban yang timbul karena

adanya ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kewajiban untuk melakukan pengungkapan biaya

dan kewajiban tersebut menimbulkan persepsi baru di kalangan manajemen perusahaan

mengenai pertambahan beban perusahaan secara siginifikan, terutama bagi mereka yang

telah membentuk program pensiun secara sukarela bagi karyawannya.

Page 19: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

3

1.2. Perumusan Masalah

Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus

dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun

kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan

pendanaannya.

Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan

mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan

memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan

mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak

adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas

imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tetang Ketenagakerjaan dapat diintegrasikan dengan program pensiun berdasarkan

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Integrasi dilakukan terutama

atas karakter-karakter yang berbeda antara kedua program tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

pembayaran imbalan pasca kerja bagi karyawan yang pensiun dapat dikompensasikan

melalui pembayaran manfaat pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun yang

dimiliki oleh perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai pembayaran

imbalan pasca kerja selain pada saat karyawan pensiun. Dengan demikian, perusahaan

yang memiliki program pensiun wajib membayarkan manfaat ganda jika karyawan pensiun

dipercepat, meninggal dunia atau cacat, kecuali jika diatur berbeda dalam peraturan

Page 20: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

4

perusahaan. Selain itu, pembayaraan manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor

11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun harus dilakukan secara bulanan dan ada ketentuan

penundaan pembayaran bagi mereka yang mengundurkan diri secara sukarela sebelum

mencapai usia pensiun dipercepat. Sementara pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diberikan secara sekaligus

dan segera saat karyawan mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, cacat atau

pensiun.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perusahaan yang memiliki program pensiun

harus membuat kesepakatan dengan karyawan secara tertulis mengenai pembayaran

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan program pensiun yang dimiliki perusahaan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang

dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program

Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.

Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara

membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada

pihak ketiga.

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah-masalah yang akan dibahas pada karya akhir ini memiliki batasan-batasan

sebagai berikut:

1. Pembahasan masalah dilakukan berkaitan dengan pemberian Jaminan Hari Tua melalui

Program Jamsostek, penyelenggaraan program pensiun berdasarkan Undang-Undang

Page 21: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

5

nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan pemberian imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Pembahasan berdasarkan pada pemahaman umum yang telah disimpulkan oleh penulis

dari berbagai sumber yang ada atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan topik penulisan dan yang berlaku saat karya akhir ini disusun.

3. Data yang digunakan dalam ilustrasi dan simulasi adalah data individual buatan dengan

menggunakan asumsi aktuaria yang sesuai.

1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penulisan karya akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Magister Manajemen Aktuaria pada Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Tujuan dari penulisan karya akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan alternatif pendanaan yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai

ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dan melakukan analisa untuk setiap pilihan cara

pendanaan.

2. Memberikan alternatif cara integrasi ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program

pensiun yang dimiliki oleh perusahaan.

1.4. Metode Penulisan

Penelitian dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu mempelajari

peraturan perundang-undangan yang berlaku, berbagai buku ajaran dan media cetak

lainnya seperti surat kabar, majalah, buletin dan materi presentasi yang berkaitan dengan

topik penulisan karya ahir ini. Selain itu, dilakukan pula simulasi atas data individu buatan

Page 22: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

6

dan melakukan analisa dari hasil simulasi tersebut. Penelitian dilakukan berdasarkan

batasan-batasan seperti yang tertulis pada nomor 1.3 di atas.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan karya akhir ini disusun dalam sebuah sistematika penulisan berdasarkan

pada ketentuan yang ada. Sistematika dari penulisan karya akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab

yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah penulisan karya akhir ini yaitu

berkaitan dengan ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada

bab ini juga dijelaskan perumusan masalah, pembatasan masalah,

maksud dan tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika

penulisan karya akhir ini.

BAB II : LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN

Bab ini memuat teori-teori yang menjadi landasan penulisan pada bab-

bab selanjutnya. Teori-teori yang dibahas berkaitan dengan dasar dari

pelaksanaan program pensiun secara umum dan teori mengenai

perhitungan aktuaria yang dipergunakan dalam pendanaan program

pensiun.

BAB III : IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA

Pada bab ini dijelaskan ketentuan umum mengenai imbalan pasca kerja

di Indonesia. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai rasio penggantian

penghasilan yang dapat diperoleh pekerja melalui Program Jamsostek,

program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992

tentang Dana Pensiun dan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-

Page 23: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

7

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Terakhir,

dijelaskan mengenai alternatif cara untuk mengintegrasikan ketentuan

pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program pensiun yang

dimiliki oleh perusahaan.

BAB IV : SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN

PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

KETENAGEKERJAAN

Pada bab ini dibahas hasil simulasi atas alternatif pendanaan yang dapat

dilakukan oleh perusahaan untuk membiayai ketentuan pemberian

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Dalam bab ini dibahas pula analisa atas hasil

simulasi baik dari sisi perusahaan dan karyawan serta cara pendanaan

dan pengelolaan program pensiun.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan atas dari bab-bab sebelumnya dan saran

dari penulis.

Page 24: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

1

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja memiliki peranan yang penting bagi pembangunan nasional. Dahulu

tenaga kerja dipandang sebagai beban bagi perusahaan. Namun seiring dengan semakin

meningkatnya persaingan di dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, tenaga

kerja sekarang ini dipandang sebagai aset perusahaan. Kesadaran ini membuat pemerintah

dan sektor swasta semakin memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan

tenaga kerja.

Setiap tenaga kerja memiliki risiko kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya

dikarenakan berhenti bekerja, meninggal dunia, pensiun, sakit berkepanjangan atau cacat

sehingga tidak dapat lagi bekerja seperti sebelumnya. Pemerintah Indonesia berusaha

meningkatkan kesejahteraan pekerja antara lain dengan mengatur upaya penanganan

risiko-risiko tersebut. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992, tenaga kerja

diberikan perlindungan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Melalui program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, tenaga kerja akan menerima

pembayaran manfaat yang dapat menggantikan penghasilan yang hilang atau berkurang

karena kejadian-kejadian seperti tersebut di atas.

Pemerintah Indonesia juga telah membuat Undang-Undang tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional yang ditujukan tidak hanya untuk tenaga kerja namun bagi seluruh

penduduk di Indonesia. Namun demikian, sistem jaminan sosial ini belum dapat

dilaksanakan hingga peraturan-peraturan pelaksanaan sistem ini selesai disusun. Terakhir,

Page 25: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

2

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, Pemerintah mewajibkan pembayaran

imbalan pasca kerja tertentu oleh pengusaha kepada pekerjanya.

Biaya dan kewajiban yang timbul atas penyelenggaraan program pensiun,

keikutsertaan pada Program Jamsostek dan pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan wajib diungkapkan dalam laporan

keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sebelum tahun 2004,

tidak ada keharusan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengungkapkan biaya

dan kewajiban atas pelaksanaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan belum adanya standar

akuntansi lokal yang mewajibkan pengungkapan tersebut. Pada saat itu, perusahaan

multinasional melakukan pengungkapan biaya atas imbalan pasca kerja dengan mengacu

pada standar akuntansi internasional yang digunakan oleh perusahaan induk, seperti

misalnya International Accounting Standard Number 19 (IAS 19), Financial Accounting

Standard Number 87 (FAS 87), atau Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17).

Pada pertengahan tahun 2004, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan

Indonesia menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 24 yang

baru tentang akuntansi imbalan pasca kerja yang wajib digunakan oleh setiap perusahaan di

Indonesia dalam melakukan pengungkapan atas biaya dan kewajiban yang timbul karena

adanya ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kewajiban untuk melakukan pengungkapan biaya

dan kewajiban tersebut menimbulkan persepsi baru di kalangan manajemen perusahaan

mengenai pertambahan beban perusahaan secara siginifikan, terutama bagi mereka yang

telah membentuk program pensiun secara sukarela bagi karyawannya.

Page 26: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

3

1.3. Perumusan Masalah

Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus

dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun

kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan

pendanaannya.

Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan

mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan

memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan

mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak

adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas

imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tetang Ketenagakerjaan dapat diintegrasikan dengan program pensiun berdasarkan

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Integrasi dilakukan terutama

atas karakter-karakter yang berbeda antara kedua program tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

pembayaran imbalan pasca kerja bagi karyawan yang pensiun dapat dikompensasikan

melalui pembayaran manfaat pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun yang

dimiliki oleh perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai pembayaran

imbalan pasca kerja selain pada saat karyawan pensiun. Dengan demikian, perusahaan

yang memiliki program pensiun wajib membayarkan manfaat ganda jika karyawan pensiun

dipercepat, meninggal dunia atau cacat, kecuali jika diatur berbeda dalam peraturan

Page 27: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

4

perusahaan. Selain itu, pembayaraan manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor

11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun harus dilakukan secara bulanan dan ada ketentuan

penundaan pembayaran bagi mereka yang mengundurkan diri secara sukarela sebelum

mencapai usia pensiun dipercepat. Sementara pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diberikan secara sekaligus

dan segera saat karyawan mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, cacat atau

pensiun.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perusahaan yang memiliki program pensiun

harus membuat kesepakatan dengan karyawan secara tertulis mengenai pembayaran

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan program pensiun yang dimiliki perusahaan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang

dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program

Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.

Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara

membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada

pihak ketiga.

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah-masalah yang akan dibahas pada karya akhir ini memiliki batasan-batasan

sebagai berikut:

4. Pembahasan masalah dilakukan berkaitan dengan pemberian Jaminan Hari Tua melalui

Program Jamsostek, penyelenggaraan program pensiun berdasarkan Undang-Undang

Page 28: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

5

nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan pemberian imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

5. Pembahasan berdasarkan pada pemahaman umum yang telah disimpulkan oleh penulis

dari berbagai sumber yang ada atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan topik penulisan dan yang berlaku saat karya akhir ini disusun.

6. Data yang digunakan dalam ilustrasi dan simulasi adalah data individual buatan dengan

menggunakan asumsi aktuaria yang sesuai.

1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penulisan karya akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Magister Manajemen Aktuaria pada Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Tujuan dari penulisan karya akhir ini adalah sebagai berikut:

3. Memberikan alternatif pendanaan yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai

ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dan melakukan analisa untuk setiap pilihan cara

pendanaan.

4. Memberikan alternatif cara integrasi ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program

pensiun yang dimiliki oleh perusahaan.

1.4. Metode Penulisan

Penelitian dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu mempelajari

peraturan perundang-undangan yang berlaku, berbagai buku ajaran dan media cetak

lainnya seperti surat kabar, majalah, buletin dan materi presentasi yang berkaitan dengan

topik penulisan karya ahir ini. Selain itu, dilakukan pula simulasi atas data individu buatan

Page 29: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

6

dan melakukan analisa dari hasil simulasi tersebut. Penelitian dilakukan berdasarkan

batasan-batasan seperti yang tertulis pada nomor 1.3 di atas.

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan karya akhir ini disusun dalam sebuah sistematika penulisan berdasarkan

pada ketentuan yang ada. Sistematika dari penulisan karya akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab

yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah penulisan karya akhir ini yaitu

berkaitan dengan ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada

bab ini juga dijelaskan perumusan masalah, pembatasan masalah,

maksud dan tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika

penulisan karya akhir ini.

BAB II : LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN

Bab ini memuat teori-teori yang menjadi landasan penulisan pada bab-

bab selanjutnya. Teori-teori yang dibahas berkaitan dengan dasar dari

pelaksanaan program pensiun secara umum dan teori mengenai

perhitungan aktuaria yang dipergunakan dalam pendanaan program

pensiun.

BAB III : IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA

Pada bab ini dijelaskan ketentuan umum mengenai imbalan pasca kerja

di Indonesia. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai rasio penggantian

penghasilan yang dapat diperoleh pekerja melalui Program Jamsostek,

program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992

tentang Dana Pensiun dan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-

Page 30: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

7

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Terakhir,

dijelaskan mengenai alternatif cara untuk mengintegrasikan ketentuan

pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program pensiun yang

dimiliki oleh perusahaan.

BAB IV : SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN

PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

KETENAGEKERJAAN

Pada bab ini dibahas hasil simulasi atas alternatif pendanaan yang dapat

dilakukan oleh perusahaan untuk membiayai ketentuan pemberian

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Dalam bab ini dibahas pula analisa atas hasil

simulasi baik dari sisi perusahaan dan karyawan serta cara pendanaan

dan pengelolaan program pensiun.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan atas dari bab-bab sebelumnya dan saran

dari penulis.

Page 31: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

8

BAB II LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN

2.1. Perkembangan Program Pensiun

Tujuan utama pembetukan program pensiun bagi karyawan adalah untuk memberikan

kesinambungan penghasilan saat karyawan memasuki masa pensiun. Pada umumnya

program pnsiun tidak hanya memberikan manfaat saat karyawan pensiun tetapi juga

manfaat kepada karyawan yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun baik

secara sukarela maupun karena menderita cacat sehingga tidak lagi dapat bekerja seperti

sebelumnya. Manfaat umumnya juga diberikan kepada ahli waris dari peserta atau

pensiunan yang telah meninggal dunia.

Program pensiun untuk tenaga kerja telah berkembang di negara-negara maju sejak

abad ke 19 (sembilan belas). Di Amerika Serikat, program pensiun pada mulanya

dimaksudkan untuk karyawan pemerintah federal, karyawan perusahaan kereta api dan

lembaga-lembaga keuangan. Kini program pensiun dilaksanakan oleh pemerintah dan

perusahaan-perusahaan swasta dengan tujuan untuk menjamin kesejahteraan karyawannya

setelah berhenti bekerja.

Program pensiun memerlukan suatu sistem pengelolaan yang sistematis, teratur dan

efisien. Suatu badan hukum yang mengelola dan menjalankan program pensiun

berdasarkan peraturan yang berlaku disebut dengan Dana Pensiun. Negara Kanada

memiliki Undang-Undang Dana Pensiun sejak tahun 1887, yaitu Pensiun Fund Societies

Act of 1887. Sementara di Amerika Serikat, program pensiun yang ada mulai berjalan

berdasarkan landasan hukum sejak disahkannya Employee Retirement Income Security Act

of 1974 (ERISA-1974)1.

1 Fundamentals of Private Pensions, Mc. Brown, et.al., chapter 2, p.32

Page 32: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

9

Program pensiun tidak hanya merupakan jaminan kesinambungan penghasilan bagi

setiap karyawan tetapi juga merupakan salah satu pilar perekonomian dari sebuah negara.

Dana yang terkumpul melalui iuran perusahaan dan iuran peserta untuk membiayai

program pensiun merupakan sumber investasi yang besar bagi suatu negara.

Program pensiun diharapkan dapat memberikan keuntungan baik dari sisi karyawan

maupun perusahaan. Bagi karyawan, program pensiun dapat memberikan jaminan atas hari

tua mereka sehingga umumnya karyawan bersama-sama dengan serikat pekerja berusaha

memperjuangkan hak-hak mereka atas jaminan tersebut kepada perusahaan tempat mereka

bekerja. Sementara faktor-faktor umum yang mendorong perusahaan untuk membentuk

program pensiun adalah sebagai berikut:

1. Daya tarik dan retensi untuk karyawan yang berkualitas

Perusahaan-perusahaan saling bersaing dalam mencari dan mempertahankan karyawan

yang berkualitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk

dapat bersaing dengan perusahaan lain adalah dengan cara memberikan manfaat

karyawan melalui program pensiun. Cara ini sangat berguna terutama bagi perusahaan

yang tidak dapat menawarkan upah yang tinggi. Program pensiun juga dapat menjadi

identitas bagi suatu perusahaan dalam industri.

2. Kewajiban moral dan imbalan jasa

Perusahaan memiliki kewajiban moral untuk dapat menjamin kesinambungan

penghasilan setiap tenaga kerja yang dimilikinya. Program pensiun merupakan salah

satu cara perusahaan dalam memberikan jaminan tersebut sebagai wujud penghargaan

atas masa kerja dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.

3. Meningkatnya produktivitas dan loyalitas karyawan

Program pensiun dapat menjadi motivasi bagi karyawan yang menjadi peserta program

untuk meningkatkan produktivitas dan loyalitas terhadap perusahaan. Terutama bagi

Page 33: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

10

perusahaan yang menjanjikan manfaat pensiun yang semakin besar dengan semakin

panjangnya masa bekerja atau semakin besarnya upah karyawan.

4. Pertimbangan biaya

Dari sisi perusahaan, upah merupakan apresiasi perusahaan terhadap produktivitas

karyawan. Besar upah pada umumnya menaik dengan bertambahnya masa kerja.

Sementara produktivitas karyawan cenderung menurun dengan bertambah lanjutnya

usia. Dengan demikian upah yang menaik setiap tahunnya akan menjadi berlebihan

atau tidak sesuai dengan produktivitas yang karyawan tersebut dapat berikan sehingga

akan menambah biaya operasional perusahaan dalam jangka panjang. Dengan adanya

program pensiun, karyawan yang tidak lagi produktif untuk berhenti bekerja dapat

dengan mudah disarankan untuk pensiun dipercepat atau mengundurkan diri secara

sukarela.

5. Mengoptimalkan fasilitas pajak

Pada umumnya pemerintah mendukung pertumbuhan dana pensiun di negaranya. Salah

satu bentuk dukungan tersebut adalah berupa pemberian fasilitas pajak. Bagi karyawan,

iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun dapat diperlakukan sebagai penghasilan

tidak kena pajak. Bagi perusahaan, iuran merupakan biaya sehingga dapat

dipergunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Selain itu, hasil investasi dana

pensiun bukan merupakan objek pajak sehingga akumulasi dana dapat menjadi lebih

cepat berkembang.

6. Patuh pada peraturan

Suatu negara pada umumnya memiliki program jaminan sosial bagi setiap warganya.

Program ini bersifat wajib sehingga setiap perusahaan diharuskan untuk membayar

iuran atas setiap tenaga kerja yang dimilikinya. Ketentuan lain yang bersifat wajib

adalah pemberian imbalan kerja kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan

Page 34: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

11

hubungan kerja berdasarkan peraturan ketenagakerjaan. Adanya aturan-aturan tersebut

mendorong perusahaan untuk membentuk program pensiun yang dapat berintegrasi

dengan program-program yang bersifat wajib tersebut.

2.2. Ketentuan Umum Program Pensiun

2.2.1. Syarat Kepesertaan Program Pensiun

Kepesertaan program pensiun pada suatu perusahaan umumnya bersifat sukarela,

namun ada batas minimum usia dan masa kerja bagi karyawan yang hendak menjadi

peserta program. Selain itu, umunya perusahaan menentukan usia pensiun sebagai batas

maksimum usia karyawan untuk dapat tetap menjadi peserta program pensiun. Syarat-

syarat kepesertaan tersebut ditetapkan perusahaan berdasarkan obyektif dari pembentukan

program pensiun.

2.2.2. Periode Vesting

Pada umumnya sebuah program pensiun menetapkan suatu periode bagi peserta untuk

dapat memperoleh haknya, yaitu yang biasa disebut dengan periode vesting. Periode ini

umumnya digunakan untuk mengatur hak peserta yang mengundurkan diri secara sukarela

sebelum mencapai usia pensiun. Besar manfaat yang diterima umumnya lebih kecil

dibandingkan dengan manfaat pensiun yang dapat diterima saat peserta telah mencapai usia

pensiun. Pada umumnya peserta dikatakan telah memiliki hak penuh (fully-vested) atas

manfaat pensiun saat mencapai usia pensiun.

Bagi karyawan, periode vesting dapat menjadi jaminan atas manfaat yang menjadi

haknya jika terjadi pemutusan hubungan kerja secara sepihak dari perusahaan. Sehingga

karyawan yang diminta untuk berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dapat tetap

menerima haknya sebagai kesinambungan penghasilan. Bagi perusahaan, periode vesting

dapat dibuat dengan tujuan untuk melakukan retensi atas karyawannya. Karyawan yang

Page 35: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

12

menjadi peserta program pensiun dapat dimotivasi secara tidak langsung untuk tetap

bekerja sampai mereka dapat menerima hak-haknya.

Periode vesting dapat berupa minimum masa kepesertaan (membership vesting) atau

masa kerja atau dapat pula berupa periode berjenjang dari masa kepesertaaan atau masa

kerja (grade vesting). Berdasarkan Undang-Undang tentang Dana Pensiun di Indonesia,

hak atas manfaat pensiun adalah setelah 3 (tiga) tahun masa kepesertaan. Sedangkan

berdasarkan Employee Retirement Income Security Act of 1974 (ERISA-1974), terdapat 3

(tiga) pilihan atas periode vesting, yaitu sebagai berikut2:

1. Peserta memiliki hak penuh atas manfaat pensiun setelah bekerja selama 10 (sepuluh)

tahun.

2. Periode berjenjang: Peserta berhak atas 25% (dua puluh lima per seratus) dari manfaat

pensiun setelah bekerja selama 5 (lima) tahun atau 30% (tiga puluh per seratus) dari

manfaat pensiun setelah bekerja selama 10 (sepuluh) tahun atau 40% (empat puluh per

seratus) dari manfaat pensiun setelah bekerja selama 15 (lima belas) tahun.

3. Aturan-45: peserta berhak atas 50% (lima puluh per seratus) dari manfaat pensiun

ketika usia dan masa kerjanya berjumlah 45 (empat puluh lima) tahun dan kemudian

meningkat 10% untuk setiap 5 (lima tahun) berikutnya.

2.2.3. Besar dan Cara Pembayaran Manfaat

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari pembentukan program pensiun

adalah untuk memberikan kesinambungan penghasilan di hari tua. Karena itu manfaat

pensiun pada umumnya baru dapat dibayarkan setelah peserta memasuki masa pensiun,

yaitu berupa anuitas yang dibayarkan kepada peserta atau ahli warisnya. Tetapi manfaat

bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum pensiun karena meninggal dunia atau

menderita cacat umumnya akan segera dibayarkan kepada peserta atau ahli warisnya.

2 Pension Mathematics with Numerical Illustration, 2nd ed., Howard E. Winklevoss, footnote p.8

Page 36: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

13

Pada umumnya besar manfaat yang diterima peserta yang berhenti bekerja sebelum

mencapai usia pensiun adalah berupa nilai sekarang dari manfaat pensiun. Nilai sekarang

dapat ditentukan berdasarkan perhitungan aktuaris sesuai dengan periode vesting yang ada.

Pemerintah umumnya mengatur besar minimum dan maksimum dari manfaat pensiun yang

dapat diterima oleh peserta program pensiun.

2.3. Jenis-Jenis Program Pensiun

Secara umum program pensiun terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Program Pensiun

Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Dengan Program Pensiun

Manfaat Pasti, besar manfaat pensiun dapat dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun

yang ada. Besar manfaat pensiun Program Pensiun Iuran Pasti adalah berdasarkan

akumulasi iuran dan hasil investasi dari iuran yang dibayarkan atas nama peserta tersebut

tiap bulannya. Berikut ini adalah tabel perbandingan secara umum dari kedua jenis

program pensiun tersebut.

Tabel 2.1. Perbandingan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) Aspek PPMP PPIP

Besar Manfaat Berdasarkan suatu rumus tertentu Bergantung pada besar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.

Kepastian Besar Manfaat

Pasti Tidak pasti

Iuran - Iuran perusahaan bergantung pada perhitungan aktuaris

- Iuran peserta (bila ada) adalah tetap berdasarkan peraturan dana pensiun

Iuran perusahaan dan iuran peserta (bila ada) tetap berdasarkan peraturan dana pensiun

Administrasi Dana Berupa rekening bersama Berupa rekening individu Risiko Investasi Ditanggung oleh perusahaan Ditanggung oleh peserta Perhitungan Aktuaria

Diperlukan Tidak diperlukan Kewajiban atas Masa Kerja lalu

Dapat diakui Tidak diakui

Pemindahan dana Sulit Mudah Preferensi - Perusahaan Lebih disukai oleh perusahaan berskala

besar Lebih disukai oleh perusahaan berskala kecil

- Karyawan Lebih disukasi oleh kelompok karyawan yang tidak suka risiko, berusia lanjut dan memiliki loyalitas tinggi

Lebih disukasi oleh kelompok karyawan yang berusia muda dan tidak memiliki karir panjang

Page 37: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

14

Seiring dengan perkembangan program pensiun, muncul beberapa jenis program

pensiun yang merupakan kombinasi dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program

Pensiun Iuran Pasti, yaitu yang disebut dengan Program Pensiun Kombinasi (Hybrid

Pension Plan). Berikut ini adalah penjelasan lebih terperinci mengenai Program Pensiun

Iuran Pasti, Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Kombinasi.

2.3.1. Program Pensiun Iuran Pasti

Program pensiun yang termasuk dalam klasifikasi Program Pensiun Iuran Pasti antara

lain adalah sebagai berikut:

1. Program Pensiun Money-Purchase (Money-Purchase Pension Plan);

2. Program Pensiun berupa Tabungan (Savings Plan);

3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan (Profit Sharing Plan);

4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham (Stock Bonus Plan).

2.3.1.1. Program Pensiun Money-Purchase

Program Pensiun Money-Purchase merupakan bentuk dasar dari Program Pensiun

Iuran Pasti. Karakteristik umum dari program pensiun ini adalah sebagai berikut:

a. Besar manfaat pensiun

Besar manfaat pensiun bergantung pada besar akumulasi iuran dan pengembangannya.

b. Iuran perusahaan dan iuran peserta

- Besar iuran perusahaan dan iuran peserta (bila ada) masing-masing diatur di dalam

peraturan dana pensiun; dan

- Iuran peserta besarnya tetap berupa persentase dari upah setiap bulan atau berupa

nominal yang tetap dan peserta dapat memberikan tambahan kontribusi secara

sukarela.

Page 38: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

15

c. Sistem administrasi dan investasi dana pensiun

- Saldo berupa akumulasi iuran dan hasil pengembangannya yang dilaporkan dalam

bentuk rekening individu;

- Pada umumnya iuran dikelola oleh pihak ketiga, seperti misalnya perusahaan

asuransi jiwa atau bank; dan

- Aset dana pensiun umumnya diinvestasikan pada satu atau lebih instrumen

investasi. Karena risiko investasi ditanggung oleh peserta, maka peserta berhak

untuk memilih cara investasi untuk dana yang dimilikinya.

d. Cara pembayaran manfaat

- Manfaat akan dibayarkan berdasarkan periode vesting yang ada. Jika peserta

mengundurkan diri secara sukarela sebelum periode tertentu, maka ia hanya berhak

atas akumulasi iurannya sendiri;

- Pada umumnya manfaat dapat dibayarkan seluruhnya setiap saat jika peserta

meninggal dunia atau menderita cacat hingga tidak dapat bekerja lagi; dan

- Peserta umumnya dapat memilih agar haknya dapat dibayarkan secara sekaligus

atau bulanan berdasarkan peraturan yang berlaku. Pembayaran secara bulanan

dilakukan dengan cara membeli anuitas seumur hidup.

e. Perhitungan aktuaria

Perhitungan aktuaria tidak mutlak diperlukan karena besar manfaat mudah untuk

dihitung.

f. Kewajiban atas masa kerja lalu

Pada umumnya perusahaan tidak menanggung kewajiban atas masa kerja lalu

karyawan. Iuran dihitung sejak pertama kali karyawan menjadi peserta pogram, bukan

sejak karyawan mulai bekerja.

Page 39: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

16

g. Pelaksanaan dan komunikasi program

Besar manfaat yang tidak pasti menyebabkan program menjadi relatif sulit untuk

dikomunikasikan kepada seluruh peserta. Namun demikian, adanya rekening individu

atas nama setiap peserta membuat program ini relatif mudah untuk dikomunikasikan,

terutama untuk dana pensiun yang memiliki banyak mitra pendiri.

h. Preferensi

- Program Pensiun Iuran Pasti akan lebih menguntungkan bagi peserta yang berusia

muda karena memiliki kesempatan yang lebih panjang untuk mengiur hingga

mencapai usia pensiun. Sebaliknya, peserta yang telah berusia lanjut saat program

dibentuk akan merasa dirugikan karena periode mengiur yang lebih pendek dan

tidak adanya perhitungan iuran atas masa kerja lalu sehingga menyebabkan besar

manfaat yang akan diperoleh relatif lebih kecil daripada peserta berusia muda;

- Saldo yang dicatatkan secara individu membuat pemindahan dana menjadi relatif

mudah. Namun demikian, hal ini dapat merugikan dalam hal meretensi karyawan

karena karyawan dapat dengan mudah untuk keluar dari kepesertaan dan

mengalihkan saldonya ke dana pensiun lain;

- Tidak adanya risiko investasi bagi perusahaan dan pendanaan yang bersifat stabil

menyebabkan perusahaan berskala kecil akan lebih menyukai jenis Program

Pensiun Iuran Pasti.

2.3.1.2. Program Pensiun berupa Tabungan (Savings Plan)

Program Pensiun berupa Tabungan memiliki karakteristik umum yang sama dengan

Program Pensiun Money-Purchase. Tetapi karena program pensiun ini merupakan program

berbentuk tabungan, maka peserta program diharuskan untuk ikut mengiur. Peserta dapat

memilih besar iuran berdasarkan pilihan tingkat iuran yang ada. Pada umumnya iuran

perusahaan berupa persentase dari iuran peserta.

Page 40: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

17

Pada umumnya Saving Plan tidak memiliki periode vesting atas hak peserta. Namun

demikian, pada umumnya ada pinalti untuk peserta yang mengundurkan diri secara

sukarela dalam suatu periode tertentu. Beberapa perusahaan menentukan suatu limit dari

dana yang dapat digunakan karyawan untuk suatu kebutuhan finansial, seperti misalnya

untuk biaya rumah sakit, membeli rumah, biaya pendidikan dan lainnya.

2.3.1.3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan (Profit Sharing Plan)

Secara umum Program Pensiun Pembagian Keuntungan memiliki karakteristik yang

sama dengan Program Pensiun Money-Purchase. Karakteristik khusus dari program ini

adalah jumlah iuran perusahaan yang dihitung berdasarkan keuntungan perusahaan dalam

setahun. Pada umumnya program pensiun ini hanya diikuti oleh karyawan yang telah

cukup lama bekerja pada perusahaan. Pemberian pinjaman atas dana program umumnya

dapat diberikan berdasarkan ketentuan yang ada.

2.3.1.4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham (Stock Bonus Plan)

Seperti halnya Program Pensiun berupa Tabungan, Program Pensiun dalam Bentuk

Saham merupakan program yang dikhususkan untuk karyawan dengan masa kerja yang

cukup panjang dan berada pada posisi yang cukup penting di perusahaan. Tidak seperti

Program Pensiun Iuran Pasti lainnya, dana yang terkumpul hanya diinvestasikan pada

saham milik perusahaan. Peserta akan mendapatkan manfaat pensiun sebesar tingkat hasil

investasi atas saham yang dimilikinya. Dengan program pensiun ini, karyawan dapat

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya untuk perusahaan.

Page 41: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

18

2.3.2. Program Pensiun Manfaat Pasti

2.3.2.1. Ketentuan Umum

Program Pensiun Manfaat Pasti memiliki karakteristik umum sebagai berikut:

a. Besar manfaat pensiun

- Besar manfaat pensiun dapat dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun yang

ditetapkan berdasarkan obyektif perusahaan dalam membentuk program pensiun;

- Besar manfaat yang diterima sebelum usia pensiun adalah sebesar nilai sekarang

dari manfaat pensiun yang dihitung dengan rumus manfaat pnsiun. Nilai sekarang

dihitung berdasarkan perhitungan aktuaris dengan menggunakan asumsi aktuaria

dan berdasarkan pada ketentuan dan peraturan yang berlaku.

b. Iuran perusahaan dan iuran peserta

- Bila peserta ikut mengiur, maka besar iurannya adalah tetap berdasarkan peraturan

dana pensiun; dan

- Besar iuran perusahaan fluktuatif karena bergantung pada hasil perhitungan

aktuaris atas biaya yang diperlukan untuk mendanai program pensiun dalam jangka

panjang (on-going-basis).

c. Sistem administrasi dan investasi dana pensiun

- Dana yang tekumpul merupakan rekening bersama dari seluruh peserta program;

- Karena risiko investasi ditanggung oleh perusahaan, maka arahan investasi

dilakukan hanya oleh perusahaan selaku pendiri dana pensiun.

d. Cara pembayaran manfaat

- Manfaat akan dibayarkan berdasarkan periode vesting yang ada. Jika peserta

mengundurkan diri secara sukarela sebelum periode vesting, maka ia hanya berhak

atas akumulasi iurannya sendiri;

Page 42: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

19

- Manfaat dapat dibayarkan segera saat peserta meninggal dunia atau menderita cacat

sehingga tidak dapat bekerja lagi; dan

- Peserta umumnya dapat memilih agar haknya dapat dibayarkan secara sekaligus

atau bulanan berdasarkan peraturan yang berlaku. Pembayaran secara bulanan

dilakukan dengan cara membeli anuitas seumur hidup.

e. Perhitungan aktuaria

Perhitungan aktuaria diperlukan dalam menghitung biaya yang diperlukan untuk

mendanai program pensiun.

f. Kewajiban atas masa kerja lalu

Pada umumnya masa kerja karyawan sebelum menjadi peserta program dihitung yang

tercermin pada rumus manfaat pensiun yang digunakan dalam menentukan besar

manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta.

g. Pelaksanaan dan komunikasi program

Besar manfaat yang bersifat pasti berdasarkan suatu rumus membuat program ini

menjadi mudah untuk dikomunikasikan kepada seluruh peserta. Tetapi adanya faktor

nilai sekarang membuat program ini menjadi relatif sulit untuk dipahami.

h. Preferensi

- Adanya kepastian besar manfaat menyebabkan pogram pensiun ini lebih disukai

oleh karyawan berusia lanjut dan karyawan yang tidak menyukai risiko; dan

- Program Pensiun Manfaat Pasti dengan besar manfaat pensiun yang meningkat

dengan semakin bertambahnya masa kerja dan upah menyebabkan karyawan yang

memiliki karir panjang dan loyalitas tinggi akan lebih memilih jenis program

pensiun ini.

Program Pensiun Manfaat Pasti yang ada pada umumnya memiliki rumus manfaat

pensiun yang berbeda-beda seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Page 43: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

20

2.3.2.2. Rumus Manfaat Pensiun

Besar manfaat pensiun yang akan diterima peserta sebagai penggganti penghasilan di

hari tua dapat dihitung dengan menggunakan rumus manfaat pensiun. Beberapa pilihan

rumus manfaat pensiun yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Rumus Persentase Tetap

Rumus Persentase Tetap tidak bergantung pada masa kerja. Pada umumnya terdapat

ketentuan minimum masa kepesertaan atau masa kerja karyawan. Jika peserta memiliki

masa kerja atau masa kepesertaan yang kurang dari ketentuan saat mencapai usia

pensiun, maka manfaat akan dikurangi secara proporsional terhadap kekurangannya.

Penggunaan rumus ini sesuai untuk perusahaan yang memiliki karyawan dengan

tingkat penghasilan tidak bervariasi. Contoh dari Rumus Persentase Tetap adalah 60%

(enam puluh per seratus) dari upah terakhir.

b. Rumus Jumlah Tetap

Berdasarkan Rumus Jumlah Tetap, setiap peserta akan menerima manfaat pensiun yang

besarnya sama dan tidak bergantung pada usia, masa kerja dan upah. Contoh dari

rumus ini adalah Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per bulan. Seperti halnya Rumus

Persentase Tetap, rumus ini sesuai untuk perusahaan dengan yang memiliki karyawan

dengan tingkat penghasilan tidak bervariasi.

c. Rumus Unit Manfaat

Rumus Unit Manfaat akan memberikan manfaat pensiun berupa suatu nominal yang

sama setiap tahun masa kerja. Contoh dari rumus ini adalah Rp. 100.000 (seratus ribu

rupiah) per bulan untuk setiap tahun masa kerja. Seperti halnya Rumus Persentase

Tetap, pada umumnya ada ketentuan minimum masa kerja atau masa kepesertaan.

Penggunaan rumus ini juga sesuai untuk perusahaan yang memiliki karyawan dengan

tingkat penghasilan yang tidak bervariasi.

Page 44: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

21

d. Rumus Persentase dari Penghasilan Setiap Tahun Masa Kerja

Berdasarkan rumus ini, besar manfaat pensiun bergantung pada upah dan masa kerja

peserta. Pada umumnya terdapat ketentuan atas maksimum masa kerja yang dapat

diperhitungkan dalam menghitung besar manfaat pensiun. Batasan masa kerja

umumnya dihitung setelah usia atau tanggal tertentu. Contoh dari rumus ini adalah

2,0% (dua per seratus) dari upah untuk setiap tahun masa kerja.

e. Rumus Manfaat Variabel

Rumus Manfaat Variabel umumnya dirancang untuk mengatasi efek dari inflasi atas

manfaat pensiun. Rumus dapat mengacu pada tingkat bunga suatu instrumen investasi

atau pada tingkat biaya kehidupan (cost-of-living index). Dengan menggunakan rumus

ini, manfaat pensiun yang diterima oleh Peserta diharapkan dapat dipertahankan pada

daya beli karyawan pada suatu tingkat tertentu.

2.3.2.3. Pola Manfaat Pensiun

Program pensiun dengan rumus manfaat pensiun yang bergantung pada masa kerja

harus menetapkan masa kerja yang dapat diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat

pensiun. Jika masa kerja lalu karyawan sebelum menjadi peserta program pensiun

diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat, maka perusahaan akan menanggung

kewajiban atas masa kerja lalu tersebut. Karena itu ketentuan perhitungan masa kerja lalu

harus ditetapkan berdasarkan kebijakasanaan dan kesangggupan dari perusahaan.

2.3.2.4. Jenis Penghasilan Dasar Pensiun

Definisi dari penghasilan dasar pensiun adalah penghasilan dari peserta program

pensiun yang diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat pensiun. Ketentuan atas

penghasilan dasar pensiun akan mempengaruhi biaya yang diperlukan untuk mendanai

program pensiun. Karena itu perusahaan harus menetapkan terlebih dahulu definisi dari

Page 45: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

22

penghasilan dasar pensiun dalam rumus manfaat pensiun. Berikut ini adalah beberapa

definisi dari penghasilan dasar pensiun yang umum digunakan.

a. Penghasilan terakhir

Definis dari penghasilan terakhir adalah penghasilan peserta sesaat sebelum berhenti

bekerja atau pensiun. Penggunaan penghasilan terakhir dalam menghitung besar

manfaat pensiun dapat merugikan peserta yang mengalami penurunan penghasilan

dasar pensiun di masa akhir karirnya. Rumus manfaat pensiun dengan penghasilan

terakhir akan menimbulkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan

jenis penghasilan dasar pensiun lainnya.

b. Rata-rata penghasilan terakhir

Penghasilan yang diperhitungkan adalah rata-rata dari penghasilan peserta beberapa

tahun terakhir. Misalnya adalah 5 (lima) tahun terakhir atau tahun-tahun terakhir saat

peserta memiliki penghasilan tertinggi. Dengan rata-rata penghasilan terakhir, peserta

dapat terhindar dari akibat menurunnya penghasilan peserta pada tahun-tahun tertentu

karena sakit berkepanjangan atau karena adanya kebijaksanaan perusahaan untuk

menurunkan upah. Dengan demikian besar manfaat pensiun yang diterima peserta

dapat merepresentasikan standar kehidupan peserta menjelang pensiun.

c. Rata-rata penghasilan selama bekerja

Berdasarkan rumusan ini, penghasilan yang diperhitungkan dalam menentukan besar

manfaat pensiun adalah jumlah rata-rata dari penghasilan peserta selama bekerja. Besar

manfaat pensiun akan relatif stabil untuk setiap usia atau masa kerja sehingga lebih

disukai oleh karyawan yang berusia muda atau karyawan yang bekerja di pertengahan

karirnya. Sebaliknya, rumusan ini akan merugikan peserta yang berusia lanjut karena

mereka tidak memiliki penggantian penghasilan yang sesuai dengan standar kehidupan

seperti pada tahun-tahun terakhir menjelang pensiun. Dengan rumusan ini, perusahaan

Page 46: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

23

dapat terhindar dari kewajiban yang sangat besar akibat tingginya tingkat kenaikan

upah di tahun-tahun tertentu.

2.3.3. Program Pensiun Kombinasi

Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti memiliki kelebihan

dan kekurangannya masing-masing. Perusahaan yang mengalami kesulitan dalam memilih

satu dari kedua program pensiun tersebut dapat mengkombinasikan keduanya sehingga

dapat memiliki suatu program yang sesuai dengan kebutuhan. Secara umum, Program

Pensiun Kombinasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Program Pensiun Manfaat

Pasti Kombinasi dan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi. Berikut ini adalah

penjelasan dari kedua jenis Program Pensiun Kombinasi tersebut.

2.3.3.1. Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi memiliki karakteristik umum yang sama

dengan Program Pensiun Manfaat Pasti. Perbedaannya adalah iuran perusahaan tidak

dihitung berdasarkan hasil valuasi aktuaria seperti Program Pensiun Manfaat Pasti pada

umumnya. Berikut ini adalah beberapa jenis program yang dapat diklasifikasikan sebagai

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.

2.3.3.1.1. Program Pensiun Cash Balance

Perusahaan yang membentuk Program Pensiun Cash Balance harus menjamin besar

manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan suatu rumus tertentu. Penjaminan tersebut

dilakukan dengan cara menetapkan suatu tingkat bunga yang tetap dalam menentukan

besar iuran perusahaan setiap tahunnya. Perusahaan juga wajib membayar kekurangan

dana jika terjadi defisit.

Program ini menggunakan rumus manfaat pensiun berupa proporsi dari

rata-rata penghasilan peserta selama bekerja. Pada umumnya besar manfaat proporsional

Page 47: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

24

terhadap usia dan masa kerja. Besar manfaat pensiun relatif stabil di setiap usia dan masa

kerja sehingga akan disukai oleh karyawan berusia muda atau yang mulai bekerja di

pertengahan karirnya.

Seperti halnya Program Pensiun Manfaat Pasti, manfaat pensiun dapat dibayarkan

secara bulanan atau sekaligus berdasarkan pilihan peserta dan berdasarkan pada ketentuan

yang ada. Bagi peserta yang berhenti bekerja setelah periode vesting dapat mengalihkan

manfaatnya ke dana pensiun lain. Pada umumnya Program Cash-Balance memberikan

laporan individu berupa perhitungan kasar dari manfaat sekaligus yang menjadi hak tiap

peserta program.

2.3.3.1.2. Program Pensiun Minimum Balance

Program Minimum Balance adalah variansi dari Program Pensiun Cash Balance.

Perbedaannya adalah rumus manfaat pensiun yang digunakan berupa proporsi dari rata-

rata penghasilan terakhir. Program Pensiun ini akan memberikan manfaat pensiun yang

relatif lebih besar dibandingkan dengan Program Pensiun Cash Balance.

2.3.3.1.3. Program Pensiun Equity

Program Pensiun Equity memiliki ketentuan yang sama dengan Program Pensiun

Cash Balance. Perbedaannya adalah rumus manfaat pensiun yang digunakan adalah berupa

persentase dari rata-rata penghasilan terakhir per tahun masa kerja. Pada umumnya besar

persentase menaik dengan bertambahnya usia dan masa kerja peserta. Karena besar

manfaat bergantung pada usia dan masa kerja, program pensiun ini akan menguntungkan

peserta berusia lanjut atau yang memiliki jenjang karir yang cepat meningkat (fast-track

employees).

Page 48: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

25

2.3.3.1.4. Program Pensiun Life Cycle

Program Pensiun Life Cycle merupakan variansi dari Program Pensiun Equity.

Perbedaannya adalah adanya perhitungan kasar dari saldo manfaat (hypothetical account

balances) untuk mengkomunikasikan besar manfaat pensiun yang menjadi hak peserta.

2.3.3.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi

Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi adalah Program Pensiun yang

mengkombinasikan Program Pensiun Iuran Pasti dengan beberapa ketentuan pada Program

Pensiun Manfaat Pasti. Beberapa jenis program pensiun yang dapat diklasifikasikan

sebagai Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi antara lain adalah sebagai berikut:

2.3.3.2.1. Program Pensiun Target Manfaat

Program Pensiun Target Manfaat adalah Program Pensiun Iuran Pasti yang

menggunakan target manfaat dalam menghitung besar iuran perusahaan. Iuran perusahaan

dihitung dengan menggunakan metode aktuaria dengan tujuan untuk dapat mencapai target

manfaat pensiun berdasarkan suatu rumus tertentu. Namun demikian, perusahaan tidak

menjamin tercapainya target manfaat pensiun tersebut. Sehingga besar iuran perusahaan

tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian

aktuaria (actuarial gain and losses). Sehingga akumulasi iuran dan hasil

pengembangannya dapat lebih besar atau lebih kecil dari target manfaat.

Seperti halnya Program Pensiun Iuran Pasti, program pensiun ini memberikan laporan

saldo individu dari setiap peserta. Laporan tersebut merefleksikan keutungan dan kerugian

dari hasil investasi yang ada.

Iuran perusahaan relatif lebih pasti dibandingkan dengan iuran perusahaan pada

Program Pensiun Manfaat Pasti. Pada umumnya besar iuran proporsional terhadap usia

peserta sehingga akan lebih menguntungkan bagi peserta yang berusia lanjut.

Page 49: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

26

2.3.3.2.2. Program Pensiun Pembagian Keuntungan Berdasarkan Usia

Program pensiun ini merupakan variansi dari Program Pensiun Pembagian

Keuntungan (Profit Sharing Plan). Perbedaannya adalah besar iuran bergantung pada usia

Peserta. Iuran akan semakin besar dengan bertambahnya usia Peserta.

Pada umumnya jenis program pensiun ini diaplikasikan pada perusahaan berskala

kecil dengan banyak karyawan berusia lanjut yang duduk di jajaran ekskutif dan karyawan

berusia muda di jajaran staf biasa. Program pensiun ini dapat menimbulkan kekecewaan

bagi mereka yang memiliki masa kerja dan upah yang sama namun tidak mendapatkan

manfaat Pensiun yang besarnya sama karena adanya perbedaan usia.

2.3.3.2.3. Program Pensiun New Comparability

Program pensiun ini serupa dengan Program Age-weighted Profit Sharing Plans.

Perbedaannya adalah besar iuran yang tidak hanya berdasarkan usia tetapi juga berdasarkan

jenis pekerjaan, masa kerja dan kebijaksanaan dari perusahaan.

2.3.3.3.Program Pensiun Kombinasi Lainnya

Beberapa bentuk kombinasi dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun

Iuran Pasti yang tidak termasuk dalam klasifikasi kedua program pensiun kombinasi yang

telah dijelaskan sebelumnya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Program Pensiun Cangkokan

Berdasarkan Program Pensiun Cangkokan, perusahaan menjalankan Program Pensiun

Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti secara bersamaan. Peserta akan

mendapatkan manfaat yang terbesar yang dapat diperoleh dari kedua jenis program

pensiun tersebut. Perusahaan juga dapat memberikan jenis program pensiun yang

berbeda berdasarkan usia dan masa kerja peserta. Dengan demikian pendanaan tidak

akan memberatkan Perusahaan tetapi bersifat adil bagi setiap karyawan.

Page 50: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

27

2. Program Pensiun Fleksibel

Berdasarkan Program Pensiun Fleksibel, perusahaan mengkombinasi ketentuan umum

dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti, namun iuran

hanya berasal dari peserta program pensiun.

2.4. Pendanaan Program Pensiun

Pendanaan program pensiun adalah suatu penghimpunan dana yang dilakukan oleh

perusahaan dan karyawan (bila karyawan ikut mengiur) sehingga dana yang terkumpul

cukup untuk membayar hak-hak setiap peserta program pensiun. Pada dasarnya pendanaan

program pensiun merupakan suatu cara untuk menentukan jumlah dan waktu pembayaran

iuran sehingga setiap peserta program dapat menerima manfaat tepat waktu dan sesuai

dengan haknya.

Terdapat 2 (dua) metode pendanaan program pensiun, yaitu metode pay-as-you-go

dan metode pendanaan secara teratur dan sitematis. Berikut ini adalah penjelasan dari

kedua metode pendanaan tersebut.

2.4.1. Metode Pendanan Pay-As-You-Go

Metode pendanaan pay-as-you-go atau disebut juga dengan Current Disbursement

Financing merupakan metode pendanaan yang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan.

Dengan metode ini, perusahaan membayarkan secara langsung manfaat pensiun kepada

peserta atau pensiunan. Manfaat pensiun yang dibayarkan berasal dari pendapatan

operasional perusahaan. Perusahaan mengendalikan pembayaran manfaat pensiun seperti

yang dilambangkan dengan katup pemberian manfaat pada gambar berikut:

Page 51: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

28

Gambar 2-1 Metode Pendanaan Pay-As-You-Go

Sumber: Harvard Business Review (March-April 1966)

Terdapat 2 (dua) permasalahan yang timbul dari metode pendanaan ini, yaitu masalah

anggaran (budgeting) dan jaminan atas pembayaran manfaat pensiun. Berikut ini adalah

penjelasan dari kedua permasalahan tersebut.

2.4.1.1. Anggaran Biaya Program Pensiun berdasarkan metode Pay-As-You-Go

Berdasarkan metode pendanaan pay-as-you-go, manfaat pensiun merupakan biaya

operasional bagi perusahaan. Seluruh biaya yang telah dan akan dikeluarkan oleh

perusahaan dalam suatu periode tercermin di dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam

laporan keuangan perusahaan, upah seorang karyawan dicatat sebagai biaya operasional

perusahaan sepanjang masa kerja karyawan tersebut. Biaya atas manfaat pensiun yang

akan diterima oleh peserta program di masa mendatang dicatat dalam laporan keuangan

perusahaan seolah-olah merupakan upah yang tertunda. Upah yang tertunda tersebut

dihitung seolah-olah peserta program akan bekerja hingga mencapai usia pensiun.

Walaupun pada kenyataannya manfaat pensiun dapat dibayarkan sebelum peserta pensiun

atau dibayarkan seumur hidup kepada ahli warisnya jika peserta meninggal dunia.

Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai program pensiun di awal

periode pembentukan program relatif kecil karena belum banyaknya jumlah pensiunan atau

peserta program yang berhenti bekerja. Hal ini menyebabkan adanya perkiraan laba yang

berlebihan dalam laporan laba-rugi perusahaan di awal periode pembentukan program.

Sebaliknya, pertambahan jumlah peserta program yang baru dan jumlah peserta yang

menerima manfaat pensiun menyebabkan perusahaan memerlukan biaya yang semakin

Page 52: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

29

besar untuk membiayai program pensiun pada tahun-tahun berikutnya sehingga akan

terdapat penurunan laba perusahaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-

tahun sebelumnya.

2.4.1.2. Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun

Permasalahan kedua pada metode pendanaan pay-as-you-go adalah tidak adanya

jaminan atas pembayaran manfaat kepada karyawan aktif maupun pensiunan. Walaupun

perusahaan mencatatkan beban atas manfaat pensiun dalam laporan keuangan, perusahaan

tidak berkewajiban untuk melakukan penyisihan dana atas atas beban tersebut. Perusahaan

yang mengalami kebangkrutan tidak akan memiliki dana yang dapat digunakan untuk

membayar manfaat yang menjadi hak setiap peserta program pensiun.

Untuk mengatasi kedua permasalahan seperti telah dijelaskan sebelumnya,

perusahaan dapat melakukan pendanaan secara teratur dan sistematis seperti yang

dijelaskan berikut ini.

2.4.2. Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis

Metode pendanaan secara teratur dan sistematis dapat diilustrasikan seperti pada

gambar berikut:

Gambar 2-2 Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis

Sumber: Harvard Business Review (March-April 1966)

Page 53: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

30

Berdasarkan gambar di atas, aset dana pensiun digambarkan sebagai air yang

terkumpul di dalam sebuah tempat penampungan air yang memiliki 3 (tiga) sumber

masuknya air dan 2 (dua) saluran untuk air keluar. Air yang terkumpul dalam tempat

penampungan air tersebut melambangkan himpunan dana yang berasal dari 3 (tiga)

sumber, yaitu iuran perusahaan yang berasal dari pendapatan operasional perusahaan,

pendapatan investasi dana pensiun dan iuran peserta program pensiun.

Sumber dana berupa iuran perusahaan memiliki katup yang dapat mengendalikan arus

dana yang masuk. Katup tersebut melambangkan hasil perhitungan aktuaris dan peraturan

pemerintah yang menentukan besar iuran perusahaan yang harus dibayarkan secara teratur.

Sumber dana berikutnya berasal dari hasil pendapatan investasi dana pensiun. Pengukur

tekanan pada gambar melambangkan tingkat hasil investasi yang diperoleh dana pensiun.

Jika tingkat hasil investasi negatif maka pengukuran tekanan akan menunjukan angka

negatif dan arus dana pensiun akan berbalik arah keluar dari tempat penampungan air.

Dengan perkataan lain, dana yang terkumpul dapat berkurang jika hasil investasi dana

pensiun negatif. Sebaliknya, jika pengukur tekanan menunjukan angka positif berarti

tingkat hasil investasi positif dan dana bertambah. Sumber dana yang terakhir adalah iuran

peserta. Jika peserta program tidak diwajibkan untuk ikut mengiur (Non-Contributory

Pension Plan) maka katup air tersebut digambarkan tertutup. Sebaliknya, untuk program

pensiun yang pesertanya ikut mengiur (Contributory Pension Plan), katup air yang terbuka

melambangkan arus dana yang masuk dari iuran peserta yang besarnya tetap sesuai dengan

peraturan dana pensiun.

Dana yang terkumpul digunakan untuk membayar manfaat yang menjadi hak tiap

peserta program, yaitu digambarkan dengan arus pembayaran manfaat yang dikendalikan

oleh sebuah katup. Katup pembayaran manfaat melambangkan peraturan dana pensiun

yang mengatur besar manfaat yang menjadi hak tiap peserta program. Arus dana keluar

Page 54: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

31

yang lain adalah biaya operasional dana pensiun yang dilambangkan dengan kran kecil di

bawah tempat penampungan air. Walaupun besar dana yang keluar tidak terlalu besar, tetap

harus dikendalikan melalui tata kelola dana pensiun yang efektif dan efisien.

Proses pendanaan yang teratur dan sistematis seperti dijelaskan di atas dapat

mengatasi masalah yang timbul dari penggunaan metode pendanaan pay-as-you-go, seperti

yang dijelaskan berikut ini.

2.4.2.1. Anggaran Biaya Program Pensiun

Pembayaran manfaat pensiun kepada peserta, pensiunan atau ahli waris dibayarkan

dengan menggunakan aset dana pensiun yang terpisah dari aset perusahaan. Dengan

Program Pensiun Iuran Pasti, iuran perusahaan hanya dibayarkan atas nama peserta selama

peserta tersebut masih aktif bekerja pada perusahaan. Dan berdasarkan Program Pensiun

Manfaat Pasti, iuran perusahaan dihitung secara aktuaria dengan menggunakan berbagai

asumsi yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan karakteristik dari peserta program.

Asumsi tersebut meliputi kemungkinan karyawan untuk berhenti bekerja, meninggal dunia

atau cacat. Iuran perusahaan juga dihitung dengan memperhitungkan asumsi tingkat bunga,

tingkat kenaikan upah dan kondisi aset dana pensiun. Dengan demikian, biaya atas

pendanaan program pensiun akan dicatat dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang benar dan bersifat stabil dalam jangka panjang.

2.4.2.2.Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun

Jika katup iran perusahaan seperti pada Gambar 2-2 tertutup karena perusahaan tidak

mampu untuk membayarkan iuran, maka hak atas peserta tetap terjamin dengan adanya

aset dana pensiun yang terpisah dari aset perusahaan. Walapun aset dana pensiun dapat

berkurang karena buruknya investasi, hak peserta atas manfaat pensiun relatif lebih

terjamin dibandingkan dengan metode pendanaan pay-as-you-go. Hal ini dikarenakan

Page 55: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

32

perhitungan besar iuran perusahaan menggunakan metode perhitungan aktuaria yang telah

memperhitungkan estimasi biaya-biaya dalam jangka panjang.

Perhitungan biaya pendanaan program pensiun dengan menggunakan metode

perhitungan aktuaria akan dijelaskan berikut ini.

2.4.3. Perhitungan Biaya Pendanaan Program Pensiun

Biaya pendanaan program pensiun yang sebenarnya dapat dihitung dengan cara

menunggu hingga pensiunan yang terakhir meninggal dunia, lalu menjumlah semua

pembayaran manfaat pensiun dan biaya operasional yang dan menguranginya dengan hasil

pendapatan investasi dana pensiun. Biaya pendanaan program pensiun yang sebenarnya

pada periode t tahun dapat ditulis sebagai berikut:

Biaya sebenarnya = tB - d ( )tAset

Notasi tB

adalah jumlah manfaat yang dibayarkan pada periode t tahun. Notasi d ( )tAset

adalah akumulasi iuran dan hasil pendapatan investasi dikurangi dengan biaya operasional.

Aset yang digunakan untuk menghitung biaya sebenarnya pada tahun ke-t berupa nilai

sekarang dari aset tersebut, yaitu setelah dikalikan dengan faktor diskonto d = 1

i

i. Notasi

i adalah tingkat bunga sebenarnya selama periode t tahun.

Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pendanaan

program pensiun, yaitu yang terdiri dari jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan,

biaya operasional dan hasil pendapatan investasi dana pensiun.

2.4.3.1. Jumlah Manfaat Pensiun yang akan Dibayarkan

Jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan bergantung pada 3 (tiga) hal, yaitu

sebagai berikut:

Page 56: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

33

1. Rumus manfaat pensiun

Semakin besar manfaat pensiun yang dijanjikan oleh program pensiun, semakin besar

pula estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta program.

Besar manfaat pensiun bergantung pada rumus manfaat pensiun yang digunakan. Jika

rumus manfat pensiun berupa persentase dari upah, maka manfaat pensiun akan

semakin besar dengan semakin besarnya persentase yang digunakan. Selain itu, asumsi

tingkat kenaikan upah akan mempengaruhi estimasi besar manfaat pensiun di masa

yang akan datang.

2. Karakteristik peserta program pensiun

Karakteristik peserta program pensiun antara lain adalah usia, jenis kelamin,

penghasilan dan masa kerja. Jika rumus manfaat pensiun berkaitan dengan usia dan

atau masa kerja, maka karakteristik dari peserta program akan mempengaruhi jumlah

manfaat pensiun yang akan dibayarkan di masa mendatang. Aktuaris menggunakan

asumsi demografi dalam menghitung estimasi jumlah peserta yang akan menerima

manfaat pensiun di masa mendatang. Asumsi demografi terdiri dari tingkat kematian,

tingkat cacat, tingkat pengunduran diri, periode anuitas dan kemungkinan karyawan

untuk pensiun dipercepat. Berdasarkan asumsi demografi yang digunakan, karakteristik

peserta dan ahli warisnya akan mempengaruhi jumlah manfaat pensiun yang akan

dibayarkan di masa yang akan datang.

3. Asumsi aktuaria

Estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan di masa mendatang juga

bergantung pada asumsi aktuaria yang digunakan. Jika asumsi aktuaria bersifat

konservatif, maka estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan pada suatu

periode tidak sebesar jika menggunakan asumsi aktuaria yang bersifat agresif.

Page 57: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

34

2.4.3.2. Biaya Operasional Dana Pensiun

Biaya operasional dana pensiun merupakan biaya-biaya yang diperlukan dalam

pelaksanaan program pensiun, yaitu berkaitan dengan proses administrasi dan investasi.

Tata kelola dana pensiun yang efisien dan sesuai dengan peraturan yang berlaku akan

memperkecil biaya operasioanl dana pensiun. Asumsi biaya yang digunakan dalam

menghitung estimasi biaya operasional harus disesuaikan dengan cara administrasi dana

pensiun dan manajemen investasi yang digunakan.

2.4.3.3. Hasil Pendapatan Investasi Dana Pensiun

Jumlah aset dana pensiun bergantung pada hasil pendapatan investasi. Aset dana

pensiun akan semakin besar dengan semakin besarnya hasil pendapatan investasi yang

dapat digunakan untuk mengurangi biaya pendanaan program pensiun. Tingkat hasil

pendapatan investasi dana pensiun bergantung pada kinerja portofolio aset dana pensiun.

Asumsi tingkat hasil investasi yang digunakan dalam menentukan estimasi pendapatan

investasi dana pensiun harus mengacu kepada alokasi aset dana pensiun.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, estimasi biaya pendanaan program pensiun

memerlukan asumsi-asumsi aktuaria. Berikut ini adalah penjelasan dari asumsi-asumsi

yang umum digunakan oleh aktuaris dalam melakukan perhitungan aktuaria atas biaya

pendanaan program pensiun.

2.5. Asumsi Aktuaria

Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat memperkirakan secara tepat apa yang

akan terjadi di masa depan. Metode perhitungan aktuaria yang digunakan oleh aktuaris

berkaitan dengan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan. Aktuaris harus dapat

membuat taksiran terbaik dalam melakukan perhitungan aktuaria, yaitu dengan cara

menggunakan asumsi aktuaria yang masuk akal dan dapat diterima oleh semua pihak.

Page 58: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

35

Asumsi aktuaria dapat dibuat berdasarkan suatu standar atau berdasarkan ekstrapolasi

dari pengalaman masa lalu yang disesuaikan dengan antisipasi kejadian di masa

mendatang. Penggunaan asumsi aktuaria dalam menentukan biaya pendanaan program

pensiun harus konsisten dari tahun ke tahun kecuali jika terjadi perubahan yang dampaknya

akan sangat signifikan untuk keadaan di masa mendatang. Berikut ini adalah penjelasan

dari asumsi aktuaria yang umum digunakan dalam perhitungan aktuaria.

2.5.1. Kelompok Asumsi Aktuaria

Asumsi perhitungan aktuaria dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu asumsi

ekonomi aktuaria dan asumsi penyusutan aktuaria. Asumsi ekonomi terdiri atas asumsi

tingkat bunga, asumsi tingkat kenaikan upah dan asumsi tingkat kenaikan manfaat pensiun.

Asumsi penyusutan aktuaria terdiri atas peluang terjadinya pensiun normal, pensiun

dipercepat dan pensiun wajib, tingkat cacat, tingkat kematian serta tingkat pengunduran

diri. Asumsi lain yang perlu digunakan antara lain adalah struktur keluarga, perbedaan usia

antara peserta dan ahli waris, biaya operasional dana pensiun dan pajak. Berikut ini adalah

penjelasan dari asumsi-asumsi tersebut.

2.5.1.1. Asumsi Aktuaria Ekonomi

2.5.1.1.1. Asumsi Tingkat Bunga

Asumsi tingkat bunga atau disebut juga dengan tingkat diskonto merupakan faktor

yang sangat berpengaruh dalam perhitungan biaya pendanaan program pensiun.

Berdasarkan Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun yang digunakan oleh aktuaris di

Indonesia, asumsi tingkat bunga merupakan asumsi perkiraan atas harapan hasil investasi

kekayaan dana pensiun yang akan diperoleh dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan dalam menentukan asumsi ini adalah sebagai berikut:

Page 59: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

36

a. Tingkat hasil investasi riil

Tingkat hasil investasi riil yang digunakan untuk menentukan asumsi tingkat bunga

adalah tingkat hasil investasi instrumen jangka panjang berisiko rendah dikurangi

dengan tingkat inflasi. Karena pada umumnya tingkat kenaikan upah berdasarkan pada

tingkat inflasi, masa tingkat hasil investasi riil yang digunakan dapat berupa tingkat

hasil investasi yang telah dikurangi dengan tingkat kenaikan upah.

b. Risiko investasi dana pensiun

Tingkat risiko investasi dana pensiun dapat dilihat dari portofolio investasi aset dana

pensiun. Arahan investasi, biaya operasional untuk investasi, kondisi pasar modal dan

sifat usaha dari perusahaan selaku pendiri dana pensiun perlu diperhatikan dalam

menentukan tingkat risiko invetasi dana pensiun.

c. Tingkat inflasi

Tingkat inflasi yang digunakan dalam menentukan tingkat bunga adalah tingkat inflasi

jangka panjang. Kondisi ekonomi makro dan kebijakan pemerintah perlu diperhatikan

dalam memproyeksikan tingkat inflasi jangka panjang.

2.5.1.1.2. Asumsi Tingkat Kenaikan Upah

Asumsi tingkat kenaikan upah atau penghasilan dasar pensiun harus digunakan

terutama untuk program pensiun yang menggunakan rumus manfaat pensiun yang

berkaitan dengan penghasilan terakhir. Faktor-faktor yang yang harus diperhatikan dalam

menentukan estimasi kenaikan upah di masa datang antara lain adalah tingkat inflasi, jenis

pekerjaan, jenjang karir dan tingkat kenaikan upah yang umum digunakan oleh

perusahaan-perusahaan dalam suatu jenis industri.

Faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan tingkat kenaikan upah adalah

faktor inflasi karena pada umumnya perusahaan memberikan tingkat kenaikan upah yang

selaras dengan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi jangka

Page 60: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

37

panjang karena proyeksi upah dihitung untuk berapa puluh tahun ke depan sesuai dengan

ekspektasi harapan hidup seluruh peserta program pensiun. Estimasi tingkat inflasi juga

dapat mengikuti indeks harga konsumen atau indeks upah karyawan.

Asumsi tingkat kenaikan upah yang umumnya digunakan adalah sama untuk setiap

peserta program walaupun pada kenyataannya tingkat kenaikan upah berbeda-beda untuk

setiap peserta. Produktifitas seseorang berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pada

umumnya tingkat kenaikan upah karyawan berkurang saat memasuki usia tertentu. Namun

demikian, adanya karyawan baru akan menyebabkan distribusi kenaikan upah berdasarkan

usia dan masa kerja setelah diaproksimasi adalah relatif sama dalam suatu populasi

kepesertaan program pensiun.

2.5.1.1.3. Asumsi Tingkat Kenaikan Manfaat Pensiun

Beberapa program pensiun menjanjikan adanya kenaikan manfaat pensiun bagi

pensiunan dan ahli warisnya dengan tujuan untuk menjaga standar kehidupan dari setiap

penerima manfaat pensiun. Kenaikan manfaat pensiun dapat berupa suatu rumusan yang

berkaitan dengan usia atau berupa tambahan nominal yang tetap dan sama untuk setiap

penerima manfaat pensiun.

Kenaikan manfaat pensiun dapat menyebabkan kewajiban perusahaan atas pendanaan

program pensiun menjadi sangat besar dan sulit untuk dikendalikan. Karena itu ketentuan

kenaikan manfaat pensiun perlu diperhitungkan dalam menghitung biaya pendanaan

program pensiun.

Page 61: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

38

2.5.1.2. Asumsi Penyusutan Aktuaria

2.5.1.2.1. Tingkat Kematian

Faktor utama yang sangat berpengaruh pada tingkat kematian atau mortalita adalah

usia. Tingkat mortalita akan semakin besar dengan semakin lanjutnya usia. Faktor kedua

yang berpengaruh pada tingkat mortalita adalah jenis kelamin. Berdasarkan penelitian,

wanita memiliki tingkat mortalita yang lebih rendah daripada pria untuk usia yang sama.

Faktor lainnya yang juga berpengaruh pada tingkat mortalita adalah jenis pekerjaan.

Semakin tinggi risiko kematian bagi suatu jenis pekerjaan akan menyebabkan semakin

tingginya tingkat mortalita dari peserta program. Pada umumnya aktuaris melakukan

penyesuaian tingkat mortalita untuk perusahaan yang sebagian besar karyawannya bekerja

di lingkungan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kematian.

Jika peserta berhak atas manfaat meninggal dunia sebelum dan sesudah pensiun, maka

semakin tinggi asumsi tingkat kematian yang digunakan akan menyebabkan semakin

besarnya biaya yang diperlukan atas manfaat meninggal dunia. Jika manfaat meninggal

dunia yang dijanjikan tidak sebesar manfaat pensiun normal, maka tingkat kematian yang

tinggi akan menyebabkan penurunan biaya yang cukup signifikan terutama bagi dana

pensiun yang memiliki sedikit peserta. Sebaliknya, penggunaan asumsi tingkat kematian

yang rendah akan menyebabkan semakin banyaknya peserta yang akan menerima manfaat

pensiun normal sehingga akan menambah biaya pendanaan program pensiun.

Pada umumnya aktuaris menggunakan tabel mortalita standar seperti antara lain

Commissioners Standard Ordinary Mortality Table 1958 (CSO 1980), Commissioners

Standard Ordinary Mortality Table 1980 (CSO 1980), Group Annuity Mortality Table

1971 (GAM 1971). Di Indonesia, tabel mortalita yang tersedia adalah Tabel Mortalita

Indonesia 1993 atau TMI I dan Tabel Mortalita Indonesia 1999 atau TMI II. Berikut ini

adalah grafik yang menunjukan perbandingan antara tabel-tabel mortalita tersebut.

Page 62: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

39

Gambar 2-3 Perbandingan Tabel Mortalita

0.000

0.005

0.010

0.015

0.020

0.025

0.030

0.035

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

CSO 1958 CSO 1980 TMI I TMI II GAM 1971

Dari gambar di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan tingkat mortalita yang

siginifikan di setiap usia antara tabel mortalita yang berbeda. Tabel-tabel mortalita tersebut

merupakan hasil penilitian atas suatu populasi yang sangat besar yang diamati sejak ratusan

tahun yang lalu. Tingkat mortalita untuk populasi yang sangat kecil sulit untuk dihitung

sehingga seringkali aktuaris tidak menggunakan asumsi tingkat mortalita dalam melakukan

valuasi aktuaria untuk dana pensiun dengan jumlah peserta kurang dari 100 (seratus) orang.

2.5.1.2.2. Tingkat Cacat

Jika program pensiun menjanjikan manfaat cacat bagi peserta, maka aktuaris harus

menghitung kemungkinan peserta untuk menderita cacat sebelum mencapai usia pensiun.

Estimasi tersebut harus dilakukan berdasarkan pengalaman atau data tingkat cacat yang

dimiliki oleh perusahaan selama beberapa tahun sebelumnya. Sama halnya dengan tingkat

mortalita, biaya pendanaan yang diperlukan untuk manfaat cacat akan semakin tinggi

dengan semakin tingginya asumsi tingkat cacat yang digunakan.

Page 63: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

40

Pada umumnya perusahaan tidak memiliki data tingkat cacat karyawan yang cukup

untuk dapat dijadikan acuan. Sehingga umumnya aktuaris mengasumsikan tingkat cacat

pada kisaran 5%-10% dari tingkat mortalita dan melakukan penyesuaian untuk perusahaan

yang sebagian besar karyawannya bekerja di lingkungan pekerjaan yang memiliki risiko

tinggi terhadap kecelakaan.

2.5.1.2.3. Tingkat Pengunduran Diri

Pada umumnya suatu program pensiun memberikan manfaat berhenti bekerja yang

lebih kecil dibandingkan dengan manfaat pensiun normal. Dengan demikian, biaya

pendanaan untuk program pensiun akan semakin kecil dengan semakin tingginya

penggunaan asumsi tingkat pengunduran diri atau pemutusan hubungan kerja.

Estimasi jangka panjang untuk tingkat pengunduran diri secara sukarela maupun

sepihak dari perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jenis industri perusahaan dan kondisi

perekonomian. Tingkat pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan bergantung

pada kebijaksanaan atau rencana jangka panjang yang dimiliki perusahaan, sementara

tingkat penguduran diri secara sukarela bergantung pada usia dan masa kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penguduran diri antara lain adalah jenis

kelamin, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, panjang-pendeknya karir, program manfaat

karyawan yang dimiliki perusahaan dan kondisi perekonomian. Pada umumnya kondisi

perekonomian yang buruk akan menyebabkan semakin sedikitnya karyawan yang

berkeinginan untuk mengundurkan diri namum menyebabkan semakin tingginya tingkat

pemutusan hubungan kerja yang dilakukan sepihak oleh perusahaan.

Tingkat pengunduran diri secara sukarela pada umumnya sangat tinggi untuk

kelompok karyawan berusia muda dengan masa kerja pendek. Sehingga asumsi tingkat

pengunduran diri yang digunakan oleh aktuaris umumnya akan berkurang seiring dengan

pertambahan usia dan pertambahan masa kerja.

Page 64: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

41

Tingkat pengunduran diri juga dipengaruhi oleh periode vesting berdasarkan

ketentuan program pensiun. Pada umumnya tingkat pengunduran diri meningkat saat

mendekati usia pensiun dipercepat dan kemudian berkurang ketika mendekati usia pensiun

normal. Aktuaris harus menggunakan asumsi pensiun dipercepat untuk program pensiun

yang memperbolehkan pesertanya untuk pensiun sebelum usia pensiun normal. Biaya

pendanaan program pensiun akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia pensiun

normal.

2.5.1.3. Asumsi Lainnya

Asumsi lain yang perlu diperhitungkan dalam menghitung estimasi biaya pendanaan

program pensiun antara lain adalah struktur keluarga, perbedaan usia antara peserta dan

ahli waris, asumsi usia peserta baru, biaya operasional dan pajak.

Manfaat pensiun harus dibayarkan secara bulanan kepada pensiunan atau ahli

warisnya berupa anuitas seumur hidup. Dengan demikian diperlukan asumsi tingkat

mortalita setelah masa pensiun dan asumsi proporsi manfaat yang akan diterima ahli

warisnya. Asumsi ini dapat ditentukan dengan melihat pada struktur keluarga atau

perbedaan usia antara pensiunan dan ahli waris yang sah.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dana pensiun memerlukan biaya operasional

berkaitan dengan administrasi pelaksanaan program pensiun dan pengelolaan dana.

Walaupun besarnya tidak signifikan, biaya operasional akan mempengaruhi besar aset dana

pensiun di masa mendatang. Dengan demikian perlu dibuat asumsi biaya operasional

dalam melakukan perhitungan aktuaria.

Manfaat pensiun merupakan pendapatan yang merupakan objek pajak. Jika dana

pensiun menanggung pajak atas manfaat pensiun, maka pajak harus diperhitungkan sebagai

faktor penambah biaya.

Page 65: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

42

2.5.2. Keuntungan atau Kerugian Aktuaria

Estimasi biaya pendanaan program pensiun yang dihitung dengan asumsi tentunya

akan berbeda dengan biaya pendanaan yang sebenarnya. Perbedaan hasil perhitungan

dengan menggunakan asumsi aktuaria dengan kenyataannya akan menimbulkan yang

disebut dengan keuntungan dan kerugian aktuaria.

Tingkat kenaikan upah yang lebih besar dari asumsi yang digunakan akan

menghasilkan kerugian aktuaria. Sementara hasil pendapatan investasi yang melebihi

asumsi tingkat bunga atau tingkat pendapatan investasi akan menghasilkan keuntungan

aktuaria. Keuntungan dan kerugian aktuaria diharapkan akan dapat saling menggantikan

sehingga estimasi kewajiban atas pendanaan program pensiun dapat dipandang sebagai

suatu estimasi terbaik.

2.6. Metode Perhitungan Aktuaria

Metode perhitungan aktuaria adalah metode perhitungan yang digunakan untuk

menetapkan besar nilai sekarang dari manfaat pensiun pada suatu periode tertentu dari

suatu Program Pensiun Manfaat Pasti. Nilai sekarang dari manfaat pensiun ini terdiri dari

iuran normal dan kewajiban aktuaria3.

2.6.1. Nilai Sekarang

Jika kita menginvestasikan sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) saat ini maka setahun

kemudian kita tidak hanya memiliki uang sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) saja, melainkan

Rp. 100 (seratus rupiah) ditambah dengan bunga selama setahun. Sebaliknya, dengan

adanya unsur bunga kita tidak perlu menabung sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) hari ini

untuk mendapatkan uang sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) setahun yang akan datang.

Misalkan i adalah tingkat bunga dalam suatu periode t tahun. Untuk memperoleh

Rp. 100 (seratus rupiah) dalam t tahun yang akan datang, kita dapat menginvestasikan

3 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.

Page 66: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

43

sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) dikalikan dengan 1

(1 )tisaat ini. Fungsi

1

(1 )ti

disebut

juga faktor diskonto selama t tahun dan umumnya dinotasikan dengan v. Nilai 100

(1 )ti

disebut juga dengan nilai sekarang dari Rp. 100 (seratus rupiah).

Definisi dari nilai sekarang manfaat pensiun atau Present Value of Future Benefits

(PVFB) adalah nilai sekarang pada tanggal perhitungan aktuaria dari manfaat pensiun yang

dibayarkan di masa yang akan datang, yang dihitung dengan menggunakan asumsi

aktuaria4.

Misalkan suatu program pensiun memberikan manfaat pensiun berupa anuitas, yaitu

berupa pembayaran berkala sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per bulan kepada

peserta yang telah mencapai usia pensiun normal 60 (enam puluh) tahun selama seumur

hidup. Nilai sekarang dari anuitas pada saat peserta berusia 60 (enam puluh) tahun dapat

dituliskan sebagai berikut:

60a = 500 600

kk

k

v p = 500 2 361 62 63 60(1 .... ......)n

nvp v p v p v p

Notasi kv adalah faktor diskonto untuk periode k tahun dan notasi 60k p adalah probabilitas

sesorang berusia 60 (enam puluh) tahun akan hidup hingga k tahun.

Nilai sekarang dari manfaat pensiun bagi seorang peserta berusia 35 (tiga puluh lima)

tahun saat tanggal perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:

35PVFB = 500 60a 25v ( )25 35p

dengan

35PVFB adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun saat usia x tahun;

60a adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia 60 (enam puluh) tahun;

25v adalah faktor diskonto selama 25 (dua puluh lima) tahun; dan

4 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.

Page 67: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

44

( )

25 35p adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia 35 (tiga puluh lima) tahun hingga

usia 60 (enam puluh) tahun.

Tingkat penyusutan aktuaria merupakan probabilitas seorang peserta program pensiun

dapat tetap menjadi peserta hingga mencapai usia pensiun. Berikut ini adalah penjelasan

mengenai tingkat penyusutan aktuaria.

2.6.2. Tingkat Penyusutan Aktuaria

Misalkan T adalah waktu tunggu sampai kematian pertama terjadi, maka ( )TS t adalah

probabilitas kematian pertama setelah waktu t seperti tertulis pada persamaan berikut:

( ) Pr( )TS t T t t xp

Notasi ( )TS t disebut juga dengan fungsi kehidupan atau probabilitas seseorang berusia x

akan bertahan hidup selama t tahun atau hingga tahun x + t. Negasi dari fungsi kehidupan

disebut juga tingkat mortalita, yaitu probabilitas seorang berusia x tahun meninggal dunia

dalam t tahun seperti pada persamaan berikut:

1t x t xq p

Tingkat mortalita, t xq merupakan tingkat penyusutan aktuaria yang akan menyebabkan

biaya pendanaan program pensiun berkurang karena adanya probabilitas seorang peserta

program meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun.

Seorang karyawan yang menjadi peserta program pensiun memiliki kemungkinan

untuk bekerja hingga usia pensiun normal atau berhenti bekerja sebelum mencapai usia

pensiun normal karena pensiun dipercepat, meninggal dunia, menderita cacat atau

mengundurkan diri secara sukarela.

Probabilitas seorang karyawan berusia x tetap menjadi peserta program pensiun dalam

setahun dengan tingkat penyusutan aktuaria tunggal adalah sebagai berikut:

Page 68: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

45

( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ). .m d w rx x x x xp p p p p

' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )(1 )(1 )(1 )(1 )m d w r

x x x xq q q q

dengan

' ( )mxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena meninggal;

' ( )dxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena cacat;

' ( )wxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena mengundurkan diri; dan

' ( )rxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena pensiun.

Probabilitas seorang karyawan berusia x akan tetap menjadi peserta program pensiun

dalam setahun dengan tingkat penyusutan aktuaria ganda adalah sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 ( )m d w rx x x x xp q q q q

Berdasarkan hasil aproksimasi menggunakan asumsi kematian seragam, tingkat

penyusutan aktuaria ganda ( )mxq , ( )d

xq , ( )wxq

dan ( )rxq

dapat dinyatakan dengan persamaan-

persamaan berikut:

( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]m m w d r

x x x x xq q q q q

( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]d d m w r

x x x x xq q q q q

( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]w w m d r

x x x x xq q q q q

( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]r r w d r

x x x x xq q q q q

Probabilitas seorang karyawan berusia x tetap menjadi peserta program pensiun

selama n tahun dapat dinyatakan sebagai hasil kali dari probabilitas karyawan tersebut

tetap menjadi peserta pada tahun-tahun berikutnya, yaitu sejak usia x hingga usia

x + n seperti pada persamaan berikut:

1( ) ( )

0

n

n x x tt

p p

Page 69: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

46

Aktuaris dapat menggunakan rumus-rumus di atas dalam melakukan proyeksi jumlah

populasi peserta program pensiun di masa yang akan datang. Berdasarkan estimasi jumlah

populasi tersebut aktuaris dapat menentukan besar iuran normal dan kewajiban aktuaria

yang diperlukan oleh suatu dana pensiun dalam membiayai program pensiun, yaitu

menggunakan pilihan metode perhitungan aktuaria seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

2.6.3. Pemilihan Metode Perhitungan Aktuaria

Aktuaris harus dapat memilih metode perhitungan aktuaria yang sesuai dengan

prinsip-prinsip aktuaria yang wajar dan dapat diterima secara umum dalam menghitung

kewajiban aktuaria dan iuran normal.

Kewajiban aktuaria atau biasa disebut juga dengan kewajiban atas masa kerja lalu

adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa sebelum tanggal

perhitungan aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria yang digunakan5.

Nilai sekarang dari manfaat pensiun normal dapat dituliskan sebagai berikut:

( )rxPVFB = rB

( )r x xp

r xv ra

dengan

( )rxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun normal di usia x tahun;

rB adalah besar manfaat pensiun normal;

ra adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia pensiun r tahun;

r xv adalah faktor diskonto selama (r – x) tahun; dan

( )r x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga usia pensiun r

tahun.

Berdasarkan definisi di atas, kewajiban aktuaria dapat ditulis sebagai berikut:

( )rxAL = k xPVFB = k rB

( )r x xp

r xv ra

5 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.

Page 70: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

47

Notasi k adalah suatu konstanta yang merepresentasikan bagian dari nilai sekarang manfaat

pensiun yang dialokasikan berdasarkan metode perhitungan aktuaria yang digunakan.

Notasi r pada ( )rxAL

melambangkan kewajiban aktuaria yang hanya dihitung atas manfaat

yang dibayarakan pada usia pensiun normal saja.

Definisi iuran normal adalah iuran yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai

bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada tahun berjalan sesuai

dengan metode perhitungan aktuaria yang dipergunakan6. Rumus dari iuran normal

berbeda-beda sesuai dengan metode perhitungan aktuaria yang digunakan.

Nilai sekarang dari akumulasi iuran dan aset dana pensiun harus sama dengan nilai

sekarang dari manfaat pensiun di masa mendatang ditambah dengan biaya-biaya. Jika

diasumsikan aset dana pensiun dan biaya-biaya adalah nol, maka iuran normal dapat ditulis

sebagai berikut:

1( )( ) ( ) ( )

rr r r t x

x x t t x xt x

PVFB PVFNC NC p v

Notasi ( )rxPVFNC adalah nilai sekarang dari akumulasi iuran normal yang dilambangkan

dengan ( )rtNC

yang akan dibayarkan hingga peserta berusia x mencapai usia pensiun.

Notasi r pada ( )rxPVFNC dan ( )r

tNC melambangkan iuran normal yang hanya dibayarkan

untuk membiayai manfaat yang dihitung di usia pensiun normal.

Secara umum metode perhitungan aktuaria dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua)

kelompok, yaitu metode accrued benefit cost dan metode projected benefit cost. Berikut ini

adalah penjelasan lebih lanjut dari kedua metode tersebut.

2.6.3.1.Metode Accrued Benefit Cost

Metode accrued benefit cost membagi total manfaat pensiun pada usia pensiun normal

dengan total masa kerja menjadi satuan unit manfaat pensiun yang kemudian dialokasikan

6 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.

Page 71: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

48

ke setiap tahun masa kerja. Berdasarkan metode ini, yang dimaksud dengan iuran normal

adalah nilai sekarang dari satu unit manfaat pensiun yang dialokasikan pada satu tahun

masa kerja setelah tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban aktuaria adalah nilai sekarang

dari unit-unit manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja sebelum tanggal

perhitungan aktuaria.

Karena adanya pembagian manfaat menjadi unit-unit, maka metode ini biasa disebut

juga dengan metode unit credit actuarial cost atau metode benefits allocation. Metode ini

biasanya digunakan untuk program pensiun dengan rumus manfaat pensiun berupa rata-

rata penghasilan selama peserta bekerja atau berbentuk nominal yang tetap untuk setiap

tahun masa kerja.

Metode ini dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan asumsi kenaikan upah.

Metode accrued benefit cost dengan menggunakan asumsi kenaikan upah disebut dengan

metode projected unit credit. Jika tidak menggunakan asumsi kenaikan upah disebut

dengan metode traditional unit Credit.

2.6.3.2. Metode Projected Benefit Cost

Berdasarkan metode projected benefit cost, nilai sekarang pada tanggal perhitungan

aktuaria dari total manfaat pensiun dialokasikan secara merata ke setiap tahun masa kerja,

yaitu sejak tanggal perhitungan aktuaria hingga usia pensiun normal. Metode ini sering

disebut juga dengan metode cost allocation. Berdasarkan metode projected benefit cost,

iuran normal adalah nilai sekarang dari total manfaat pensiun yang dialokasikan untuk satu

tahun masa kerja setelah tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban aktuaria adalah nilai

sekarang dari total manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja sebelum tanggal

perhitungan aktuaria. Metode ini diterapkan dengan menggunakan asumsi tingkat kenaikan

upah.

Page 72: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

49

Metode lain yang termasuk dalam kelompok metode projected benefit cost adalah

metode aggregate, metode entry age normal, metode attained age normal dan metode

individual level premium.

Metode perhitungan aktuaria yang akan digunakan dalam penulisan karya akhir ini

adalah metode projected unit credit seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

2.6.4. Metode Projected Unit Credit

Metode projected unit credit adalah metode accrued benefit cost dengan

menggunakan asumsi kenaikan upah. Dengan metode projected unit credit, rasio iuran

normal dari peserta yang berusia 60 (enam puluh) tahun terhadap iuran normal dari peserta

berusia 30 (tiga puluh) tahun adalah sekitar 300 (tiga ratus) kali lebih besar jika tidak

menggunakan tingkat kenaikan upah, atau 30 (tiga puluh) kali lebih besar jika

menggunakan tingkat kenaikan upah yang rendah atau 3 (tiga) kali lebih besar jika

menggunakan tingkat kenaikan upah yang tinggi7.

Misalkan rumus manfaat pensiun dari suatu program pensiun adalah faktor

penghargaan dikalikan dengan masa kerja dan upah, maka besar manfaat pensiun pada usia

pensiun r tahun adalah sebagai berikut:

1( )r rB FS r e

Notasi F melambangkan faktor penghargaan, 1rS adalah upah peserta sebelum pensiun dan

(r - e) adalah masa kerja peserta yang dihitung sejak peserta mulai bekerja di usia e tahun

hingga mencapai usia pensiun normal r tahun.

Jika upah terakhir, 1rS

menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan

usia, maka 1rS

sama dengan 1rx

x

SS

S. Notasi xS melambangkan upah peserta saat tanggal

perhitungan aktuaria, yaitu saat berusia x tahun. Besar manfaat pensiun pada usia pensiun r

7 A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation. 2nd Ed. William H. Aitken. 1996

Page 73: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

50

tahun dengan menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia adalah

sebagai berikut:

rB

1 ( )r

xx

SF S r e

S

Jika upah terakhir, 1rS

menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan

dengan usia, maka 1rS

sama dengan 1(1 )r xxs S . Notasi s melambangkan asumsi tingkat

kenaikan upah setiap tahunnya. Besar manfaat pensiun pada usia pensiun normal r tahun

dengan menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia adalah

sebagai berikut:

rB 1(1 ) ( )r xxF s S r e

Besar manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja lalu sebelum tanggal

perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:

1( )x rB FS x e

Notasi xB melambangkan manfaat pensiun saat peserta berusia x tahun. Notasi (x – e)

adalah masa kerja lalu yang dihitung sejak peserta mulai bekerja di usia e tahun hingga

tanggal perhitungan aktuaria, yaitu saat peserta berusia x tahun. Besar manfaat pensiun jika

menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia adalah

xB 1 ( )rx

x

SF S x e

S. Besar manfaat pensiun jika menggunakan tingkat kenaikan upah

yang tidak dikaitkan dengan usia adalah xB 1(1 ) ( )r xxF s S x e .

Besar manfaat pensiun pada tanggal perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:

1

1

( )

( )

rx

xx r

SF S r e

Sb FS

r e

Page 74: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

51

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, rumus untuk menghitung kewajiban aktuaria

dan iuran normal dengan menggunakan metode projected unit credit adalah sebagai

berikut:

a. Kewajiban aktuaria ( )rxAL

( )rxAL = xB r xv ( )

r x xp

(12)ra

menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia:

( ) (12)1( ) ( )r r xrx x r x x r

x

SAL F S x e v p a

S

menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia:

1 ( ) (12)( ) (1 ) ( )r r x r xx x r x x rAL F s S x e v p a

b. Iuran normal ( )rxNC

menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia:

( ) (12)1( )r r xrx x r x x r

x

SNC F S v p a

S

Menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia:

1 ( ) (12)( ) (1 )r r x r xx x r x x rNC F s S v p a

Huruf r pada notasi ( )rxAL dan ( )r

xNC

melambangkan kewajiban aktuaria dan iuran

normal yang hanya dihitung untuk membiayai manfaat pensiun di usia pensiun normal.

2.6.5. Manfaat-Manfaat Tambahan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, program pensiun umumnya memberikan manfaat

selain manfaat pensiun yang dibayarkan kepada peserta saat mencapai usia pensiun normal.

Nilai sekarang dari manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

Page 75: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

52

a. Manfaat berhenti bekerja:

' 1( ) ( ) ( ) ( )

1 1( )r

t v t m r xx k k k x x k r k k r

k x

PVFB g B p q p v a

dengan

( )txPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat berhenti bekerja untuk peserta berusia

x tahun yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun dipercepat 'r tahun;

( )tkg

adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima peserta saat berhenti bekerja

di usia k tahun berdasarkan periode vesting yang ada;

kB adalah besar manfaat pada saat berhenti bekerja di usia k tahun yang dihitung

berdasarkan rumus manfaat pensiun;

( )k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat berhenti

bekerja di usia k tahun;

( )tkq adalah probabilitas berhenti bekerja selama peserta berusia k tahun;

( )1 1

mr k kp

adalah probabilitas hidup sejak peserta berhenti bekerja di usia k tahun

hingga usia pensiun normal r tahun;

r xv adalah faktor diskonto selama (r – x) tahun; dan

ra adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia pensiun normal

r tahun.

b. Manfaat cacat:

1( ) ( ) ( ) ( ) 1

1 1( )r

d d d d m k w x dx k k k x x k w k k w

k x

PVFB g B p q p v a

dengan

( )dxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat cacat untuk peserta berusia x tahun

yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun normal r tahun;

Page 76: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

53

( )dkg

adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima peserta saat cacat di usia k

tahun berdasarkan periode vesting yang ada;

kB adalah besar manfaat pada saat cacat di usia k tahun yang dihitung berdasarkan

rumus manfaat pensiun;

( )k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat cacat di

usia k tahun;

( )dkq adalah probabilitas cacat selama peserta berusia k tahun;

( )1

d mw kp

adalah probabilitas hidup peserta yang cacat di usia k tahun selama w tahun

berikutnya;

1k w xv adalah faktor diskonto sejak peserta berusia x tahun hingga k+w+1, dimana

w adalah waktu tunggu (waiting period) sebelum peserta dinyatakan cacat; dan

1dk wa adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup untuk peserta yang menderita

cacat.

c. Manfaat meninggal dunia (manfaat untuk ahli waris):

1( ) ( ) ( ) 1

1( )r

s s m k xx k k k x x k k u

k x

PVFB M g B p q v a

dimana:

( )sxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat meninggal dunia untuk peserta berusia

x tahun yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun normal

r tahun;

M adalah probabilitas peserta memiliki ahli waris saat meninggal dunia;

( )skg adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima ahli waris saat peserta peserta

meninggal dunia di usia k tahun berdasarkan periode vesting yang ada;

Page 77: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

54

kB adalah besar manfaat pada saat peserta meninggal dunia di usia k tahun yang

dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun;

( )

k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat

meninggal dunia di usia k tahun;

( )mkq adalah probabilitas meninggal dunia selama peserta berusia k tahun;

1k xv adalah faktor diskonto selama ( x-k+1) tahun; dan

1k ua adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia ahli waris k+u+1

tahun, dimana u dapat berupa bilangan positif atau negatif.

Pada bab berikutnya akan dijelaskan mengenai imbalan pasca kerja yang ada di

Indonesia saat ini dengan menggunakan informasi-informasi yang telah dijelaskan pada

bab ini.

Page 78: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

55

BAB III IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA

2.7. Definisi dan Klasifikasi Imbalan Pasca Kerja di Indonesia

Definisi dari imbalan pasca kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan

perusahaan atas jasa yang diberikan oleh pekerja selain pesangon pemutusan kontrak kerja

dan imbalan berbentuk ekuitas8.

Imbalan pasca kerja bagi sektor swasta di Indonesia ada yang bersifat wajib dan ada pula

yang bersifat sukarela. Imbalan pasca kerja yang bersifat wajib adalah yang disediakan melalui

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Imbalan pasca kerja yang bersifat sukarela antara lain adalah

program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga imbalan pasca kerja tersebut.

2.8. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

2.8.1. Tujuan Program

Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bertujuan untuk memberikan perlindungan

dasar bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan sebagai pengganti sebagian dari

penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang

dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan

meninggal dunia9.

2.8.2. Partisipasi Program

Program Jamsostek wajib diselenggarakan oleh perusahaan yang mempekerjakan

tenaga kerja minimal 10 (sepuluh) orang atau dengan total pembayaran upah minimal

8 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 24 (revisi 2004) paragraf 8 9 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 pasal 1 ayat 1

Page 79: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

56

Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) sebulan10. Kepesertaan Program Jamsostek meliputi semua

pekerja termasuk mereka yang bekerja sebagai tenaga kerja asing, tenaga harian lepas,

borongan dan kontrak yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah11.

2.8.3. Jenis-Jenis Manfaat

Jaminan yang diberikan melalui Pogram Jamsostek terdiri atas jaminan tidak wajib

dan jaminan wajib. Jaminan yang bersifat wajib adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JK) sementara yang bersifat tidak wajib

adalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Perusahaan yang telah menyelenggarakan

program pemeliharaan kesehatan bagi karyawannya dengan manfaat yang lebih baik tidak

wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan melalui Program Jamsostek12. Pada

penulisan karya akhir ini, pembahasan hanya dilakukan pada Program Jaminan Hari Tua

seperti pada penjelasan berikut ini.

2.8.3.1. Besar Manfaat dan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Hari Tua merupakan Program Pensiun Iuran Pasti yang memberikan

manfaat yang besarnya bergantung pada total akumulasi iuran beserta pengembangannya.

Besar iuran minimum adalah 5,7% (lima koma tujuh per seratus) dari upah setiap bulan,

yaitu terdiri atas iuran perusahaan sebesar 3,7% (tiga koma tujuh per seratus) dan iuran

karyawan sebesar 2,0% (dua per seratus) dari upah tiap bulan. Jaminan akan dibayarkan

apabila tenaga kerja berada pada kondisi sebagai berikut:

- telah mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun atau meninggal dunia atau cacat

total tetap; atau

- mengalami putus hubungan kerja dengan masa kepesertaan minimal 5 (lima) tahun; atau

10 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 pasal 2 ayat 3 11 Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 pasal 4 ayat 1 12 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 pasal 2 ayat 4

Page 80: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

57

- pergi ke luar negeri dan tidak pernah kembali atau telah menjadi Pegawai Negeri Sipil

atau anggota Angkatan Bersenjata Repbulik Indonesia.

Jaminan dapat dibayarkan apabila jumlah manfaat yang dibayar kurang dari

Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) atau secara berkala bila jumlah seluruh manfaat lebih atau

sama dengan Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah) dengan pembayaran dapat dilakukan

maksimum selama 5 (lima) tahun13.

2.8.4. Pelaksanaan dan Pendanaan Program Jamsostek

Pelaksanaan dan pengelolaan Program Jamsostek dilakukan oleh PT. Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (PT. Jamsostek)14. Pendanaan program dengan cara mengelola dana yang

berasal dari iuran peserta Program Jamsostek. Pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Program Jamsostek dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia15.

2.8.5. Ketentuan Pajak

Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2000, Peraturan Pemerintah nomor 149

tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor 545 tahun 2000, iuran Jaminan

Hati Tua yang dibayarkan untuk Program Jamsostek merupakan penghasilan tidak kena

pajak bagi tenaga kerja. Sementara pembayaran Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja

merupakan obyek pajak penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan seperti pada tabel

berikut:

Tabel 3.1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan Bruto (PB) Pajak PB = Rp. 25.000.000 0%

Rp. 25.000.000 < PB = Rp. 50.000.000 5%

13 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 14 Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 pasal 1 ayat 2 15 Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 pasal 4 ayat 1

Page 81: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

58

Rp. 50.000.000 < PB = Rp. 100.000.000 10% Rp. 100.000.000 < PB = Rp. 200.000.000 15%

PB > Rp. 200.000.000 25% Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000

2.9. Program Pensiun Dalam Bentuk Dana Pensiun

Imbalan pasca kerja berikutnya adalah yang diberikan melalui program pensiun dalam

bentuk dana pensiun yang dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang nomor 11 tahun

1992 tentang Dana Pensiun.

2.9.1. Tujuan Pendirian Dana Pensiun

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun menyatakan bahwa

perlu adanya sarana penghimpun dan pengelolaan dana untuk memelihara kesinambungan

penghasilan pada hari tua. Sesuai dengan definisinya dalam Undang-Undang, dana pensiun

sebagai badan hukum yang menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pesertanya.

2.9.2. Partisipasi Program

Penyelenggaraan program pensiun dalam bentuk dana pensiun berlandaskan asas

kebebasan sehingga tidak ada kewajiban bagi suatu perusahaan yang memiliki program

pensiun untuk membentuk dana pensiun16. Namun demikian, penyelenggaraan program

harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.9.3. Jenis-Jenis Manfaat Pensiun

Jenis-jenis manfaat pensiun yang diberikan oleh dana pensiun adalah sebagai berikut:

1. Manfaat pensiun normal

Manfaat pensiun normal adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan

pada saat peserta pensiun, yaitu setelah mencapai usia pensiun normal atau

16 Penjelasan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 1992

Page 82: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

59

sesudahnya17. Usia pensiun normal tidak diatur di dalam Undang-Undang nomor 11

tahun 1992, namun usia pensiun normal di Indonesia umumnya adalah 55 (lima puluh

lima) tahun.

2. Manfaat pensiun dipercepat

Manfaat pensiun dipercepat adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada peserta

yang telah mencapai usia pensiun dipercepat. Usia pensiun dipercepat adalah minimum

10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal18.

3. Manfaat pensiun cacat

Manfaat pensiun cacat adalah manfaat pensiun yang diberikan jika peserta menjadi

cacat. Cacat yang dimaksud adalah cacat total dan tetap yang menyebabkan seseorang

tidak dapat lagi bekerja atau mendapatkan penghasilan yang layak. Manfaat dibayarkan

segera setelah peserta menjadi cacat19.

4. Manfaat pensiun ditunda

Manfaat pensiun ditunda adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada peserta yang

berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat. Manfaat baru dapat

dibayarkan setelah peserta mencapai usia pensiun dipercepat20.

5. Manfaat pensiun janda/duda atau anak

Manfaat pensiun janda/duda atau anak adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada

janda/duda yang sah atau anak yang belum dewasa dari peserta atau pensiunan yang

meninggal dunia. Ketentuan mengenai janda/duda serta anak diatur lebih lanjut di

dalam peraturan dana pensiun21.

2.9.4. Jenis-Jenis Dana Pensiun

17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 10 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 11 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 12 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 13 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 22

Page 83: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

60

Berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 2, terdapat 2 (dua) jenis

dana pensiun di Indonesia, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun

Lembaga Keuangan (DPLK). Perbedaan kedua jenis dana pensiun tersebut adalah seperti

pada tabel berikut:

Tabel 3.2. Perbedaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Aspek DPPK Pasal DPLK Pasal

Pendiri Pemberi kerja 2 PP 76/92

Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa

2 PP 77/92

Program Pensiun

Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

1 UU 11/92

Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

40 UU 11/92

Laporan Aktuaria

Dilampirkan saat mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri

6 UU 11/92

Tidak diperlukan dalam mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri

40 ayat 3 UU 11/92

Pembubaran

Berdasarkan permintaan pendiri; atau

Jika dana pensiun tidak dapat memenuhi kewajibannya; atau

Jika pendiri bubar.

33 UU 11/92

Jika Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa bubar.

44 UU 11/92

Iuran Peserta

PPMP Maksimum 3 kali faktor penghargaan untuk rumus bulanan atau 3% dari faktor penghargaan untuk rumus sekaligus

PPIP Maksimum 20% dari PhDP. Jika peserta turut mengiur, iuran peserta maksimum 60% dari iuran pemberi kerja.

4 Penjelasan PP 76/92

15 dan 16 KMK 343/98

Peserta DPLK yang tidak menjadi peserta DPPK: Maksimum 20% dari PhDP

Peserta DPLK yang juga menjadi peserta DPPK: Maksimum 10% dari PhDP

23 KMK 343/98

Keterangan: PP 77/92 = Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 1992 PP76/92 = Peraturan Pemerintah nomor 76 tahun 1992 KMK 343/98 = Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998 UU 11/92 = Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 PhDP = Penghasilan Dasar Pensiun

2.9.5. Jenis-Jenis Program Pensiun

Berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 terdapat 2 (dua) jenis program

pensiun, yaitu Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti

(PPIP). Perbedaan dari karakteristik umum yang dimiliki kedua jenis program pensiun

tersebut adalah seperti pada tabel berikut:

Page 84: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

61

Tabel 3.3. Perbandingan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan

Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Aspek PPMP Pasal PPIP Pasal Besar manfaat pensiun

Berdasarkan rumus manfaat pensiun di dalam peraturan dana pensiun, yaitu faktor penghargaan x masa kerja x penghasilan dasar pensiun; dengan ketentuan:

Faktor penghargaan maksimum 2,5% untuk rumus bulanan dan maksimum 2,5 untuk rumus sekaligus.

Manfaat pensiun per bulan maksimum 80% dari PhDP untuk rumus bulanan dan maksimum 80 kali PhDP untuk rumus sekaligus

21 ayat 1 Penjelasan UU 11/92

3 KMK 343/98

Berdasarkan akumulasi iuran dan hasil pengembangannya yang dipergunakan untuk membeli anuitas seumur hidup dari Perusahaan Asuransi Jiwa sebagai manfaat pensiun bulanan.

21 ayat 1 Penjelasan UU 11/92

Iuran Iuran peserta ditetapkan dalam peraturan dana pensiun sedangkan iuran pemberi kerja ditetapkan berdasarkan perhitungan aktuaria

4 Penjelasan PP 76/92

Keduanya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

4 Penjelasan PP 76/92

Pembayaran manfaat pensiun

Harus dilaksanakan secara bulanan.

Manfaat dapat dibayarkan secara sekaligus jika besar manfaat pensiun bulanan kurang dari Rp 750.000 per bulan untuk rumus bulanan atau kurang dari Rp 100.000.000 untuk rumus sekaligus.

Berdasarkan pilihan penerima manfaat pembayaran dapat dilakukan secara sekaligus maksimum 20% dari manfaat pensiun sekaligus

9 KMK 343/98

13 PMK 91/05

25 ayat 4 UU 11/92

Jika besar akumulasi iuran dan pengembangannya kurang dari Rp 100.000.000, maka dapat dibayarkan sekaligus.

Berdasarkan pilihan penerima pembayaran dapat dilakukan secara sekaligus maksimum 20% dari manfaat pensiun sekaligus

20 KMK 91/05

25 ayat 4 UU 11/92

Laporan teknis

Disusun oleh pengurus dan aktuaris.

18 ayat 1 Penjelasan PP 76/92

Disusun oleh pengurus 18 ayat 1 Penjelasan PP76/92

Arahan investasi

Ditetapkan oleh pendiri 30 ayat 1 UU 11/92

Ditetapkan oleh pendiri bersama dewan pengawas.

30 ayat 2 UU 11/92

Laporan aktuaris

Harus disampaikan kepada menteri Keuangan minimal 3 tahun sekali atau jika ada perubahan peraturan dana pensiun.

53 ayat 1 UU 11/92

Tidak diwajibkan 11 PP 77/92

Keterangan: PP 77/92 = Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 1992 PP76/92 = Peraturan Pemerintah nomor 76 tahun 1992 KMK 343/98 = Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998 PMK 91/05 =Peraturan Menteri Keuangan nomor 91 tahun 2005 UU 11/92 = Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 PhDP = Penghasilan Dasar Pensiun

2.9.6. Pengelolaan Dana Pensiun

Page 85: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

62

Pengelolaan dana pensiun merupakan suatu rangkaian kerja operasional yang berjalan

berdasarkan aspek legal dan aspek operasional. Aspek legal adalah peraturan pemerintah dan

peraturan internal dana pensiun, sedangkan aspek operasional adalah adalah proses administrasi

dan pendanaan serta mekanisme dalam pengambilan keputusan.

Secara garis besar, struktur pengelolaan dana pensiun adalah seperti yang dijelaskan

pada gambar berikut:

Gambar 3-1 Struktur Pengelolaan Dana Pensiun

Sumber: Materi Kuliah Pensiun MM-UI oleh Asep Suwondo, FSAI

Berdasarkan asas pembinaan dan pengawasan yang dimiliki oleh dana pensiun,

pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan melalui berbagai peraturan atas sistem

pendanaan dan pengelolaan penyelenggaraan dana pensiun baik dalam segi keuangan

maupun teknis operasional. Terlihat pada gambar di atas bahwa pengelolaan dana pensiun

dilakukan oleh pengurus dana pensiun dengan pengawasan dari dewan pengawas dan

pemerintah melalui departemen keuangan. Dewan pengawas ditunjuk dan diberhentikan

oleh pemberi kerja bersama-sama dengan peserta. Pengelolaan dana pensiun juga

melibatkan profesi seperti akuntan, aktuaris, manajer investasi, kustodi dan penyedia jasa

lainnya. Setiap aktivitas harus didokumentasikan, dikomunikasikan serta dilaporkan

Page 86: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

63

dengan jelas dan menyeluruh dengan cara menyampaikan laporan keuangan kepada peserta

dan laporan aktuaria secara berkala kepada departemen keuangan.

2.9.7. Pendanaan Dana Pensiun

Pendanaan dana pensiun perlu dilakukan secara terarah dan terpadu agar dapat

menyediakan dana yang memadai untuk membiayai program pensiun. Pendanaan

dilakukan dengan cara melakukan penghimpunan dana secara teratur dan sistematis sesuai

dengan peraturan pemerintah. Sistem pendanaan dana pensiun adalah seperti pada gambar

berikut:

Gambar 3-2 Sistem Pendanaan Dana Pensiun

Sumber: Materi Kuliah Pensiun MM-UI oleh Asep Suwondo, FSAI

Berdasarkan gambar di atas, dana yang terhimpun dalam aset dana pensiun berasal

iuran pemberi kerja, iuran peserta (bila ada), hasil investasi dan pengalihan dana dari dana

pensiun lain. Aset dana pensiun dapat dikelola oleh sebuah institusi keuangan mengikuti

arahan investasi dari pendiri untuk dana pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun

Iuran Pasti atau arahan investasi dari pendiri bersama dewan pengawas untuk yang

Page 87: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

64

menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti. Aset dana pensiun digunakan untuk

membayar manfaat pensiun kepada peserta, membayar biaya operasional dan untuk

membeli anuitas dari perusahaan asuransi jiwa. Perusahaan asuransi jiwa kemudian

membayar manfaat pensiunan bulanan berupa anuitas seumur hidup kepada peserta dan

ahli warisnya yang sah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 tentang Pendanaan

dan Solvabilitas Dana Pensiun Pemberi Kerja, dana pensiun dengan Program Pensiun Iuran

Pasti berada dalam keadaan dana terpenuhi apabila iuran bulanan yang jatuh tempo, yaitu

terdiri atas iuran peserta dan iuran pemberi kerja, telah disetorkan kepada dana pensiun.

Kualitas pendanaan untuk dana pensiun yang menyelenggarkan Program Pensiun

Manfaat Pasti terdiri dari 3 (tiga) tingkat kualitas pendanaan, yaitu:

a. Tingkat pertama, apabila dana pensiun berada dalam keadaan dana terpenuhi atau

kekayaan untuk pendanaan tidak kurang dari kewajiban aktuaria maupun kewajiban

solvabilitasnya;

b. Tingkat kedua, yaitu apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban aktuaria

dan tidak kurang dari kewajiban solvabilitas;

c. Tingkat ketiga, yaitu apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban

solvabilitas.

Kekayaan dana pensiun yang dapat diperhitungkan sebagai kekayaan untuk

pendanaan adalah aktiva bersih dikurangi dengan22:

a. Kekayaan dalam sengketa atau yang diblokir oleh pihak yang berwenang;

b. Iuran, baik sebagian atau seluruhnya, yang pada tanggal perhitungan aktuaria belum

disetor ke dana pensiun lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal jatuh temponya;

c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri; dan atau

d. Jenis kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aktiva lain-lain.

22 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 510 tahun 2002 pasal 6 ayat 2

Page 88: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

65

Aktiva bersih adalah sesuai dengan laporan keuangan dana pensiun yang diaudit per

tanggal perhitungan aktuaria.

Kewajiban solvabilitas adalah kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan

anggapan bahwa dana pensiun dibubarkan pada tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban

aktuaria adalah kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa dana

pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada peserta dan pihak

yang berhak23. Kewajiban aktuaria dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar di antara

kewajiban solvabilitas dan bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan

pada masa sebelum tanggal perhitungan aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria

yang digunakan24.

Besar kekayaan untuk pendanaan ditetapkan oleh aktuaris dan dimuat di dalam

laporan aktuaris yang harus dilaporkan secara berkala kepada menteri sekurang-kurangnya

3 (tiga) tahun sekali atau jika terdapat perubahan peraturan dana pensiun25.

Kekayaan dana pensiun hanya dapat diinvestasikan pada beberapa jenis instrumen

investasi dengan batasan-batasan tertentu seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.4. Batasan Investasi Dana Pensiun

Jenis Instrumen Investasi Batasan per Pihak (% total investasi DP)

Batasan per Jenis (% total investasi DP)

Deposito berjangka, deposito on call, sertifikat deposito

20% 100%

Saham 20% 100% Obligasi 20% 100% Penempatan langsung pada saham, surat pengakuan utang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun dan jatuh tempo paling lama 10 (sepuluh) tahun

10% 20%

Tanah, bangunan, tanah dan bangunan -- 100% Reksadana 20% 100% Sertifikat Bank Indonesia 20% 20% Surat berharga Pemerintah 100% 100%

Sumber: Keputusan Menteri Keuangan nomor 511 tahun 2002

2.9.8. Ketentuan Pajak

23 Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 Pasal 1 24 Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 Pasal 5 25 Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 53

Page 89: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

66

Seperti halnya iuran untuk Program Jaminan Hari Tua Jamsostek, iuran yang

dibayarkan kepada dana pensiun dapat diperlakukan sebagai penghasilan tidak kena pajak.

Bagi perusahaan, iuran merupakan biaya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi pajak

perusahaan. Selain itu, hasil investasi dana pensiun bukan merupakan objek pajak sehingga

akumulasi dana dapat menjadi lebih cepat berkembang.

Manfaat pensiun yang dibayarkan kepada peserta merupakan obyek pajak

penghasilan. Ketentuan pajak atas manfaat pensiun sama seperti ketentuan pajak pada

Tabel 3.1. Jika pajak atas manfaat pensiun ditanggung oleh peserta, maka penghasilan di

hari tua peserta saat memasuki masa pensiun akan semakin kecil dengan adanya ketentuan

pajak tersebut. Sebaliknya, jika dana pensiun menanggung pajak atas manfaat pensiun

yang dibayarkan kepada peserta program pensiun, maka dana pensiun harus menanggung

biaya pendanaan yang lebih besar dengan memperhitungkan ketentuan pajak.

2.10. Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan

Istilah hukum perburuhan yang mengatur hubungan kerja antara pekerja dan pemberi

kerja telah dikenal di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Hukum tersebut

bersumber pada Undang-Undang Dasar Hindia Belanda atau Indische Staatsregeling yang

mengatur ketentuan perjanjian kerja secara umum, kewajiban dan hak pekerja dan pemberi

kerja serta cara-cara pengakhiran hubungan kerja.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

pemberi kerja wajib memberikan imbalan kerja kepada pekerja jika terjadi pemutusan

hubungan kerja seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

2.10.1. Hak-Hak Pekerja Atas Imbalan Pasca Kerja

Page 90: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

67

Putusnya hubungan kerja dapat terjadi karena berbagai penyebab, yaitu dapat berasal

dari pihak pekerja atau pihak pemberi kerja. Berikut ini adalah tabel besar imbalan kerja

yang menjadi hak pekerja berdasarkan jenis pemutusan hubungan kerja.

Tabel 3.5. Besaran Imbalan Kerja dalam

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Jenis Pemutusan Hubungan Kerja Besar Imbalan Kerja I. Pada Usia Pensiun

Ada program pensiun dan iuran pekerja Max (0; 2xPSNG+PMK+PH–MP+IP)+PH

Ada program pensiun tetapi tidak ada iuran pekerja Max (0; 2xPSNG+PMK+PH–MP)+PH

Tidak ada program pensiun 2xPSNG+PMK+PH II. Sebelum Usia Pensiun

Melakukan kesalahan berat PH

Melakukan kesalahan selain kesalahan berat atau pelanggaran peraturan perusahaan

PSNG+PMK+PH

Ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan atau dinyatakan salah oleh pengadilan

PMK+PH

Mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri –

Kesalahan pengusaha 2xPSNG+PMK+PH

Bukan kesalahan pekerja tetapi pekerja dapat menerima –

Perusahaan tutup karena rugi atau force majeur PSNG+PMK+PH

Perusahaan tutup bukan karena rugi atau adanya efisiensi 2xPSNG+PMK+PH

Perubahan status/pemilikan/pindah lokasi dan pekerja tidak bersedia bekerja di tempat yang baru

PSNG+PMK+PH

Perubahan status/pemilikan/pindah lokasi dan pengusaha tidak menerima pekerja di tempat yang baru

2xPSNG+PMK+PH

Perusahaan pailit PSNG+PMK+PH

Meninggal dunia 2xPSNG+PMK+PH

Mangkir selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut PH

Sakit berkepanjangan, cacat karena kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan

2xPSNG+2xPMK+PH

Sumber: Kompas, Selasa, 25 Maret 2003 oleh Steven Tanner. “Undang-undang Ketenagakerjaan Tahun 2003: Kaitan Antara Pasal 167 dengan Program Pensiun.” Keterangan:

PSNG = Uang Pesangon; PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja; PH = Uang Penggantian Hak, MP = Manfaat Pensiun; IP = Himpunan Iuran Peserta dan Hasil Pengembangannya.

Imbalan kerja pada tabel di atas yang termasuk dalam klasifikasi imbalan pasca kerja

adalah imbalan yang dibayarkan saat karyawan pensiun, cacat, meninggal dunia atau

mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri.

Page 91: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

68

Perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada tabel di atas

berdasarkan pada faktor seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.6. Tabel Faktor Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja

Masa Kerja (MK)

Faktor Uang Pesangon ( x upah)

Faktor Uang Penghargaan Masa Kerja

( x upah) MK < 1 1 0

1 = MK < 2 2 0 2 = MK < 3 3 0 3 = MK < 4 4 2 4 = MK < 5 5 2 5 = MK < 6 6 2 6 = MK < 7 7 3 7 = MK < 8 8 3 8 = MK < 9 9 3 9 = MK < 12 9 4 12 = MK < 15 9 5 15 = MK < 18 9 6 18 = MK < 21 9 7 21 = MK < 24 9 8

MK = 24 9 10

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal

156 ayat 4, yang termasuk dalam uang penggantian hak adalah sebagai berikut:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. Biaya atau ongkos pulang ke tempat pekerja diterima bekerja;

c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15% (lima belas per

seratus) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja bagi yang

memenuhi syarat; dan

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama.

Berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

pada tanggal 31 Agustus 2005, pekerja yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri

secara baik atas kemauan sendiri tidak berhak atas 15% (lima belas per seratus) dari uang

Page 92: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

69

pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja. Sebelum surat tersebut diedarkan, pada

umumnya perusahaan menginterpretasikan pasal 156 ayat 4 huruf c dengan cara

memberikan 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan

masa kerja kepada karyawan yang mengundurkan diri secara sukarela. Banyak juga

perusahaan yang tetap memberikan uang pisah berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga

Kerja nomor 150 tahun 2000, yaitu sebesar 115% dari uang penghargaan masa kerja

kepada karyawan yang mengundurkan diri secara sukarela.

Besar uang penggantian hak yang akan diperhitungkan pada karya akhir ini adalah

hanya seperti tertulis pada huruf c, yaitu sebesar 15% (lima belas per seratus) dari uang

pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja. Imbalan kerja berdasarkan Undang-

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meningkat dengan semakin

bertambahnya masa kerja karyawan, yaitu seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3-3 Pertumbuhan Imbalan Kerja Berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2203 tentang Ketenagakerjaan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24Masa Kerja

Imb

alan

Ker

ja (

x u

pah

)

PH 2xPSGN+2xPMK+PH 2xPSGN+PMK+PH PSGN+PMK+PH PMK+PH

Keterangan: PSNG = Uang Pesangon; PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja; PH = Uang Penggantian Hak

Page 93: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

70

2.10.2. Ketentuan Pajak

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 149 tahun 2000, uang pesangon, uang

penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang diberikan kepada pekerja sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

harus dipotong pajak penghasilan. Ketentuan pajak tersebut sama dengan ketentuan pajak

atas Jaminan Hari Tua seperti pada Tabel 3.1.

2.10.3. Biaya Atas Ketentuan Pemberian Imbalan Pasca Kerja

Imbalan pasca kerja yang diberikan kepada pekerja berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepenuhnya merupakan biaya perusahaan.

Tidak ada ketentuan untuk melakukan pendanaan atas imbalan pasca kerja tersebut. Namun

demikian, perusahaan wajib melakukan pengungkapan biaya atas ketentuan pemberian

imbalan pasca kerja dalam laporan keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi

yang ada. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai standar akuntansi yang

mengatur mengenai pengungkapan imbalan pasca kerja.

2.10.4. Akuntansi Imbalan Pasca Kerja

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keunangan nomor 57 tahun 2000 tentang

Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi dan Aktiva Kontijensi paragraf 15, kewajiban

diestimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut dipenuhi:

1. Perusahaan memiliki kewajiban kini, baik bersifat hukum maupun konstruktif sebagai

akibat peristiwa masa lalu;

2. Besar kemungkinan penyelesaian kewajiban mengakibatkan arus keluar sumber daya;

3. Terdapat estimasi yang handal.

Pemberian imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bersifat wajib dan diatur oleh pemerintah.

Page 94: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

71

Pemberian imbalan pasca kerja di luar yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dapat bersifat konstruktif karena kebiasaan pemberian

imbalan pasca kerja yang terjadi di masa lalu menciptakan ekspektasi bahwa pemberian

imbalan akan terus dilakukan di masa mendatang.

Imbalan pasca kerja yang akan dibayarkan bergantung pada berbagai unsur

ketidakpastian mengenai kejadian di masa datang. Unsur ketidakpastian tersebut dapat

diestimasi menggunakan asumsi demografi dan asumsi ekonomi seperti yang telah

dijelaskan di Bab II. Dengan demikian estimasi kewajiban kini perusahaan atas imbalan

pasca kerja yang akan dibayarkan di masa mendatang dapat dihitung menggunakan teknik

aktuaria yang handal.

Berdasarkan penjelasan di atas, program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan termasuk dalam kewajiban

diestimasi dan harus diakui oleh perusahaan dalam laporan keuangan perusahaan

berdasarkan standar akuntansi yang ada.

Pada umumnya suatu negara memiliki standar akuntansi tersendiri. Standar akuntansi

yang berkaitan dengan imbalan kerja yang ada di negara lain antara lain adalah Financial

Accounting Standard Number 132 (FAS 132) tentang Pengakuan Beban Imbalan Pasca

Kerja yang digunakan di Amerika Serikat dan International Accounting Standard Number

19 (IAS 19) dan Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17) yang umum

digunakan di Inggris dan negara-negara Eropa. Standar akuntansi yang wajib digunakan

oleh setiap perusahaan yang ada di Indonesia adalah Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan Nomor 24 (Revisi 2004) tentang Imbalan Kerja yang telah disahkan oleh Dewan

Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 24 Juni 2004.

Page 95: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

72

2.11. Integrasi Ketentuan Imbalan Pasca Kerja

Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat

dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program

pensiun. Integrasi tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis

yang dibuat antara karyawan dan perusahaan yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Usia pensiun

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur

mengenai ketentuan usia pensiun. Dengan demikian perlu dibuat kesepakatan mengenai

usia pensiun normal, usia pensiun dipercepat dan usia pensiun wajib yang tertulis pada

peraturan perusahaan dengan ketentuan yang sama seperti pada peraturan dana pensiun;

2. Pembayaran imbalan pasca kerja selain di usia pensiun

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, imbalan

pasca kerja yang dibayarkan di usia pensiun dapat dikompensasikan dengan manfaat

pensiun yang dibayarkan berdasarkan ketentuan program pensiun yang dimiliki oleh

perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai imbalan pasca kerja lainnya,

yaitu mengenai imbalan yang dibayarkan saat pekerja menjadi cacat, meninggal dunia,

pensiun dipercepat atau mengundurkan diri secara baik dan atas kemauan sendiri.

Dengan demikian perusahaan perlu membuat kesepakatan dengan karyawan mengenai

imbalan pasca kerja di usia pensiun yang dapat dikompensasikan dengan manfaat

pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun serta kesepakatan atas pembayaran

imbalan pasca kerja lainnya.

3. Cara pembayaran imbalan pasca kerja

Imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dibayarkan secara sekaligus. Hal ini berbeda dengan cara pembayaran

Page 96: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

73

manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana

Pensiun yang harus dibayarkan secara berkala dengan cara membeli anuitas serta

terdapat ketentuan penundaan sebagian atau seluruh manfaat pensiun bagi peserta

program pensiun yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat

dengan masa kerja lebih atau sama dengan 3 (tiga) tahun. Jika terdapat kesepakatan

bahwa pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dibayarkan melalui manfaat pensiun dari program

pensiun yang dimiliki perusahaan, maka ketentuan pembayaran bulanan dan penundaan

pembayaran manfaat pensiun perlu dibuat secara tertulis dan harus disosialisasikan

kepada seluruh karyawan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Program pensiun yang

dibentuk harus mempertimbangkan rasio penggantian penghasilan yang dapat diterima

setiap peserta saat pensiun seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

2.12. Rasio Penggantian Penghasilan

Rasio penggantian penghasilan adalah rasio antara penghasilan pensiun dengan

penghasilan sesaat sebelum pensiun. Pada umumnya karyawan yang telah pensiun telah

memiliki rumah beserta isinya, tidak ada lagi ada anak yang masih menjadi tanggungan

dan tidak lagi memerlukan biaya transportasi sebesar saat masih bekerja. Sehingga pada

umumnya kebutuhan keuangan seorang karyawan berkurang setelah pensiun. Para ahli

mengatakan bahwa rasio penggantian penghasilan yang wajar berkisar antara 70% (tujuh

Page 97: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

74

puluh per seratus) hingga 80% (delapan puluh per seratus) dari penghasilan per bulan

sebelum pensiun26.

Pengganti penghasilan di hari tua bagi seorang karyawan di Indonesia dapat diperoleh

dari Program Jaminan Hari Tua Jamsostek, imbalan pasca kerja di usia pensiun yang wajib

dibayarkan perusahaan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan manfaat pensiun dari program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan

tempat karyawan tersebut bekerja. Berikut ini adalah besar penggantian penghasilan yang

dapat diberikan dari tiap jenis imbalan pasca kerja tersebut di atas.

2.12.1. Jaminan Hari Tua Jamsostek

Minimum iuran untuk Jaminan Hari Tua adalah sebesar 5,7% (lima koma tujuh per

seratus) dari upah sebulan, yaitu terdiri atas iuran perusahaan sebesar 3,7% (tiga koma

tujuh per seratus) ditanggung dan iuran karyawan sebesar 2,0% (dua per seratus) dari upah

sebulan.

Misalkan seorang karyawan mulai menjadi peserta Jamsostek sejak usia 25 (dua puluh

lima) tahun. Maka besar Jaminan Hari Tua yang menjadi hak karyawan tersebut saat

pensiun di usia 55 (lima puluh) tahun dengan beberapa asumsi tingkat kenaikan upah dan

tingkat hasil investasi adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.7. Besar Jaminan Hari Tua Jamsostek

( x upah terakhir)

Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Tingkat Hasil Investasi per Tahun

8% 10% 12% 15% 6% 16.3 13.0 10.6 8.2 8% 21.3 16.6 13.2 9.9

10% 28.5 21.5 16.8 12.2 12% 38.7 28.6 21.8 15.2

Asumsi: - Total iuran = 5,7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta Program Jamsostek = 25 tahun

26 Gail Vaz-Oxlade, RRSP Answer Book dan Carolyn Janik, et.al., The Complete Idiot’s Guide to a Great Retirement

Page 98: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

75

Jika Jaminan Hari Tua pada tabel di atas dipergunakan untuk membeli anuitas seumur

hidup dengan faktor anuitas sebesar 11 (sebelas), maka besar rasio penggantian

penghasilan adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.8. Rasio Penggantian Penghasilan dari

Jaminan Hari Tua Program Jamsostek

Tingkat Kenaikan Upah per tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun

8%

10%

12%

15%

6% 12.4%

9.8%

8.1%

6.2%

8% 16.2%

12.5%

10.0%

7.5%

10% 21.6%

16.3%

12.7%

9.2%

12% 29.3%

21.7%

16.5%

11.5%

Asumsi: - Total iuran = 5,7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta Program Jamsostek = 25 tahun - Faktor anuitas = 11

Berdasarkan tabel diatas, rasio penggantian penghasilan dengan tingkat bunga riil

sebesar 2% (dua per seratus) hingga 4% (empat per seratus) akan berkisar antara 21,6%

(dua puluh satu koma enam per seratus) sampai dengan 29,3% (dua puluh sembilan koma

tiga per seratus). Rasio tersebut di atas jauh lebih kecil dibandingkan dengan rasio

penggantian penghasilan yang wajar saat seseorang memasuki masa pensiun. Rasio akan

semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia karyawan saat mulai menjadi Peserta

Jamsostek, semakin besarnya tingkat kenaikan upah, semakin kecilnya tingkat hasil

investasi aset Jamsostek, serta semakin mahal harga anuitas.

Selain dari Jaminan Hari Tua Program Jamsostek, karyawan juga dapat memperoleh

penggantian penghasilan dari imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seperti pada penjelasan berikut:

Page 99: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

76

2.12.2. Imbalan Pasca Kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan

Penggantian penghasilan yang dapat diperoleh dari imbalan pasca kerja di usia

pensiun sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan bergantung pada masa kerja dan usia karyawan saat mulai bekerja pada

perusahaan.

Misalkan karyawan mulai bekerja pada usia 25 (dua puluh lima) tahun, maka

karyawan tersbut berhak atas imbalan kerja di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun

adalah sebesar 32,2 (tiga puluh dua koma dua) kali upah terakhir. Dengan faktor anuitas

sebesar 11, maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan

tersebut adalah sebesar 24,4% (dua puluh empat koma empat per seratus). Rasio

penggantian penghasilan tersebut akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia

karyawan saat mulai bekerja, semakin dini usia pensiun wajib, semakin besar tingkat

kenaikan upah, dan semakin mahalnya harga anuitas.

Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan dari Jaminan

Hari Tua Program Jamsostek, maka rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh

karyawan tersebut adalah berkisar antara 46,0% (empat puluh koma enam per seratus)

sampai dengan 53,7% (lima puluh tiga koma tujuh per seratus). Rasio penggantian

penghasilan akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia karyawan saat mulai

bekerja, semakin besarnya tingkat kenaikan upah, semakin kecilnya tingkat hasil investasi

serta semakin besarnya faktor anuitas atau semakin mahalnya harga anuitas.

Untuk meningkatkan rasio penggantian penghasilan yang dapat dimiliki karyawan

saat pensiun dapat dilakukan perusahaan dengan cara membentuk program pensiun secara

sukarela. Berikut ini adalah penjelasan rasio penggantian penghasilan yang dapat diberikan

melalui Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).

Page 100: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

77

2.12.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Berbeda dengan Program Pensiun Manfaat Pasti, tidak ada batasan rasio penggantian

penghasilan yang dapat diperoleh peserta Program Pensiun Iuran Pasti. Misalkan seorang

karyawan mulai menjadi peserta Program Pensiun Iuran Pasti sejak usia 25 (dua puluh

lima) tahun. Maka besar manfaat pensiun yang dapat diterima peserta tersebut dengan

beberapa asumsi tingkat kenaikan upah dan tingkat hasil investasi per tahun adalah seperti

pada tabel berikut:

Tabel 3.9. Besar Manfaat Pensiun PPIP

( x upah terakhir)

Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun

8%

10%

12%

15%

6%

20.1 16.0 13.1 10.1 8%

26.2 20.3 16.2 12.2 10%

35.0 26.5 20.6 14.9 12%

47.5 35.1 26.7 18.7 Asumsi:

- Total iuran = 7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta PPIP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun

Jika manfaat pensiun seperti pada tabel di atas dipergunakan untuk membeli anuitas

seumur hidup, maka besar rasio penggantian penghasilan adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.10. Rasio Penggantian Penghasilan dari

Manfaat Pensiun PPIP

Tingkat Kenaikan Upah per tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun

8%

10%

12%

15%

6% 15.2%

12.1%

9.9%

7.6%

8% 19.9%

15.4%

12.3%

9.2%

10% 26.5%

20.0%

15.6%

11.3%

12% 36.0%

26.6%

20.2%

14.2%

Asumsi: - Total iuran = 7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta PPIP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun - Faktor anuitas = 11

Page 101: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

78

Berdasarkan tabel di atas, rasio penggantian penghasilan yang dapat diterima peserta

Program Pensiun Iuran Pasti dengan tingkat bunga riil sebesar 2% (dua per seratus) hingga

4% (empat per seratus) akan berkisar antara 26,5% (dua puluh enam koma lima per

seratus) hingga 36,0% (tiga puluh enam per seratus). Rasio akan semakin kecil dengan

semakin lanjut usia karyawan saat mulai menjadi peserta program, semakin dini usia

pensiun wajib, semakin kecil tingkat hasil investasi, semakin kecil tingkat iuran, semakin

besar tingkat upah dan semakin nahal harga anuitas.

Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan yang wajib

diberikan melalui Jaminan Hari Tua Program Jamsostek dan Imbalan pasca kerja di usia

pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai

menjadi Peserta Program Iuran Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah berkisar

antara 72,5% (tujuh puluh dua koma lima per seratus) hingga 89,7% (delapan puluh

sembilan koma tujuh per seratus). Rasio ini berada pada kisaran rasio penggantian

penghasilan yang dianggap wajar. Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat

Pasti, maka total rasio penggantian penghasilan dapat lebih tinggi dari rasio tersebut di

atas, yaitu seperti pada penjelasan berikut ini.

2.12.4. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 343 tahun

1998 tentang Iuran dan Manfaat Pensiun pasal 3 ayat 1, besar manfaat pensiun per bulan

tidak boleh melebihi 80% (delapan puluh per seratus) dari penghasilan dasar pensiun per

bulan. Dengan demikian rasio penggantian penghasilan maksimum yang dapat diberikan

melalui Program Pensiun Manfaat Pasti adalah sebesar 80% (delapan puluh per seratus).

Misalkan karyawan mulai menjadi Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti di usia 25

(dua puluh lima) tahun. Rumus manfaat pensiun yang digunakan adalah rumus bulanan

Page 102: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

79

berupa perkalian dari faktor penghargaan, masa kerja dan upah terakhir. Rasio penggantian

penghasilan yang dapat diperoleh peserta dengan beberapa faktor penghargaan dan asumsi

tingkat kenaikan upah adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.11. Rasio Penggantian Penghasilan Melalui PPMP

dengan Beberapa Faktor Penghargaan dan Tingkat Kenaikan Upah

Faktor Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Penghargaan

6%

8%

10%

12%

F = 1.00% 30.0%

30.0%

30.0%

30.0%

F = 1.25% 37.5%

37.5%

37.5%

37.5%

F = 1.50% 45.0%

45.0%

45.0%

45.0%

F = 2.00% 60.0%

60.0%

60.0%

60.0%

F = 2.25% 67.5%

67.5%

67.5%

67.5%

F = 2.50% 75.0%

75.0%

75.0%

75.0%

Asumsi: - Usia mulai menjadi peserta PPMP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun

Terlihat pada tabel di atas bahwa rasio penggantian penghasilan dari Program Pensiun

Manfaat Pasti tidak dipengaruhi oleh tingkat kenaikan upah per tahun. Rasio penggantian

penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai menjadi Peserta Program Pensiun

Manfaat Pasti sejak usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah antara 30% (tiga puluh per

seratus) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima per seratus). Rasio akan semakin kecil

dengan semakin lanjut usia karyawan saat mulai menjadi peserta, semakin dini usia

pensiun wajib dan semakin kecil faktor penghargaan.

Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan yang wajib

diberikan melalui Jaminan Hari Tua Program Jamsostek dan Imbalan pasca kerja di usia

pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai

menjadi Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah

berkisar antara 76,0% (tujuh puluh enam per seratus) sampai dengan 128,7% (seratus dua

puluh delapan koma tujuh per seratus).

Page 103: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

80

Program pensiun yang dibentuk perusahaan juga perlu memperhatian kemampuan

finansial dari perusahaan dan faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh

karyawan. Pada bab berikutnya akan dijelaskan beberapa alternatif pendanaan yang dapat

dilakukan perusahaan untuk membiayai kewajiban atas ketentuan pemberian imbalan pasca

kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 104: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

81

BAB IV SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN

IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGEKERJAAN

4.1. Pendahuluan

Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, pendanaan program pensiun, terutama

jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus dilakukan secara teratur dan sistematis agar

kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun kepada seluruh peserta program pensiun dapat

terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan

pasti, tidak ada aturan pendanaannya.

Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan

mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan

memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan

mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak

adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas

imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat

dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program

pensiun. Seperti yang telah dijelaskan pada bab III, integrasi tersebut dapat dilakukan

melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

Page 105: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

82

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang

dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program

Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.

Pendanaan dan pengelolaan program dapat dilakukan dengan cara membentuk dana

pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga.

Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio

penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun, kemampuan

finansial perusahaan, serta faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh

karyawan.

Berikut ini adalah penjelasan alternatif pendanaan imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melalui program pensiun

yang dapat dibentuk perusahaan dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas.

4.2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan (UUK 13), imbalan

pasca kerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian

hak adalah hasil perkalian dari faktor uang pesangon dan faktor uang penghargaan masa

kerja dengan upah terakhir. Jika perusahaan hendak membiayai ketentuan pemberian

imbalan pasca kerja tersebut dengan cara membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti,

maka rumus manfaat pensiun yang sesuai adalah rumus sekaligus berupa perkalian dari

faktor penghargaan per tahun masa kerja, masa kerja dan upah terakhir.

Besar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

bergantung pada masa kerja dari karyawan. Dengan demikian, imbalan pasca kerja yang

menjadi hak karyawan saat pensiun bergantung pada totalal masa kerja dari karyawan sejak

mulai bekerja hingga mencapai pensiun. Dengan metode garis lurus, yaitu dengan cara

Page 106: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

83

membagi imbalan pasca kerja di usia pensiun dengan total masa kerja, akan diperoleh

faktor penghargaan per tahun masa kerja seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Faktor Penghargaan per Tahun Masa Kerja

Dengan Metode Garis Lurus Usia saat

mulai bekerja

Total Masa

Kerja*

Imbalan Pasca Kerja

UUK 13 di Usia Pensiun ( x upah terakhir )

Faktor per tahun Masa

Kerja

25

30

32.20

1.07

30

25

32.20

1.29

35

20

28.75

1.44

40

15

27.60

1.84

45

10

25.30

2.53

50

5

16.10

3.22

*Diasumsikan karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 tahun

Berdasarkan pada tabel di atas, untuk mencapai target imbalan pasca kerja

berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan diperlukan

faktor penghargaan per tahun masa kerja yang berbeda-beda sesuai dengan usia karyawan

saat mulai bekerja. Karena itu perusahaan harus melakukan studi atas statistik karyawan

yang dimilikinya sebelum menentukan faktor penghargaan per tahun masa kerja yang akan

digunakan dalam rumus manfaat pensiun.

Berikut ini adalah simulasi atas faktor penghargaan per tahun masa kerja berkaitan

dengan imbalan pasca kerja di usia pensiun sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

4.2.1. Simulasi Faktor Penghargaan

Faktor penghargaan maksimum yang dapat digunakan dalam rumus sekaligus adalah

2,5 (dua setengah) per tahun masa kerja27. Perbandingan besar imbalan pasca kerja di usia

pensiun sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan besar

manfaat pensiun yang akan diterima oleh seorang karyawan yang telah bekerja selama 25

27 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 3

Page 107: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

84

(dua puluh lima) tahun saat mencapai usia pensiun normal 55 (lima puluh lima) tahun

dengan faktor penghargaan antara 2,5 (dua setengah) dan 1,0 (satu) per tahun masa kerja

adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja

berdasarkan UUK 13 dan PPMP (masa kerja 25 tahun)

Faktor Penghargaan (F)

Manfaat Pensiun PPMP

(x upah terakhir)

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun

(x upah terakhir)

Rasio Manfaat

*

Kekurangan**

(x upah terakhir)

F = 2.50 62.5

32.2

194%

0.0

F = 2.25 56.3

32.2

175%

0.0

F = 2.00 50.0

32.2

155%

0.0

F = 1.75 43.8

32.2

136%

0.0

F = 1.50 37.5

32.2

116%

0.0

F = 1.25 31.3

32.2

97%

1.0

F = 1.00 25.0

32.2

78%

7.2

* Perbandingan antara Imbalan Pasca Kerja PPMP dan UUK 13 ** Besar kekurangan imbalan pasca kerja yang harus ditutupi oleh perusahaan untuk memenuhi ketentuan UUK 13

Berdasarkan pada tabel di atas, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan

maksimum, yaitu sebesar 2,50 (dua setengah) per tahun masa kerja, maka manfaat pensiun

yang akan diterima karyawan dari Program Pensiun Manfaat Pasti jauh lebih besar

daripada imbalan pasca kerja yang menjadi haknya berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan

sebesar 1,00 (satu) per tahun masa kerja, maka manfaat pensiun yang diperoleh akan

kurang dari haknya berdasarkan Undang-Undang.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan pasal 167 ayat 2,

jika besar manfaat pensiun berdasarkan program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan

lebih kecil daripada besar imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan, maka perusahaan wajib membayarkan selisihnya. Berdasarkan

tabel di atas, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan sebesar 1,25 (satu koma

dua lima) per tahun masa kerja maka perusahaan hanya perlu menambahkan 1 (satu) kali

Page 108: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

85

dari gaji terakhir sehingga karyawan dapat memperoleh imbalan pasca kerja sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Besar manfaat pensiun Program Pensiun Manfaat Pasti bertambah secara linier

dengan bertambahnya masa kerja. Sementara kenaikan imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan memiliki tidak sama untuk setiap

penambahan setahun masa kerja. Perbandingan pertumbuhan dari kedua imbalan pasca

kerja tersebut adalah seperti pada grafik berikut:

Gambar 4-1 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja

berdasarkan UUK 13 dan PPMP (usia 30 tahun s.d. 55 tahun)

0

10

20

30

40

50

60

70

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25Masa Kerja (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 F = 2,50 F = 2,25 F = 2,00 F = 1,75 F = 1,50 F = 1,25 F = 1,00

Berdasarkan grafik di atas telihat bahwa pertumbuhan manfaat pensiun Program

Pensiun Manfaat Pasti semakin cepat dengan semakin besarnya faktor penghargaan per

tahun masa kerja yang digunakan. Dengan faktor penghargaan sebesar 1,25 (satu koma dua

lima) per tahun masa kerja, manfaat pensiun Program Pensiun Manfaat Pasti di setiap masa

kerja lebih rendah dibandingkan dengan imbalan pasca kerja berdasarkan ketentuan

Page 109: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

86

Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut. Namun demikian, manfaat pensiun yang

diterima karyawan saat pensiun hampir sama dengan haknya berdasarkan ketentuan

Undang-Undang.

Pertumbuhan kedua jenis imbalan pasca kerja tersebut akan berbeda bergantung pada

usia karyawan saat mulai bekerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343

tahun 1998 pasal 4, faktor penghargaan per tahun masa kerja dapat ditetapkan berbeda

dalam peraturan dana pensiun dengan dikaitkan dengan masa kerja atau usia peserta.

Tingkat kenaikan faktor penghargaan per tahun masa kerja dari faktor penghargaan

sebelumnya tidak boleh lebih dari 25% (dua puluh lima per seratus) dan perbandingan

antara faktor penghargaan per tahun masa kerja tertinggi dan terendah adalah maksimum

250% (dua ratus lima puluh per seratus). Berikut ini adalah beberapa simulasi faktor

penghargaan Program Pensiun Manfaat Pasti yang dikaitkan dengan usia dan/ atau masa

kerja peserta sesuai dengan ketentuan di atas.

4.2.1.1. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Masa Kerja

Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja akan memberikan besar

manfaat pensiun yang berbeda untuk setiap tahun masa kerja dari peserta program pensiun.

Misalkan faktor penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja mengikuti pola seperti

pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang

dikaitkan dengan Masa Kerja Faktor Penghargaan Masa Kerja

(n) Pola-1 Pola-2 Pola-3 n < 3 1.00 2.50 -

3 = n < 5 1.00 2.50 2.00 5 = n < 10 1.00 2.30 2.10 10 = n < 15

1.25 2.30 2.20 15 = n < 20

1.25 2.00 2.30 20 = n < 25

1.50 - 2.40 n = 25 1.50 - 2.50

Page 110: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

87

Jika digambarkan dalam sebuah grafik, maka pertumbuhan besar manfaat pensiun

untuk setiap tahun masa kerja dibandingkan dengan pertumbuhan imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan adalah seperti pada grafik

berikut:

Gambar 4-2 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun

PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (masa kerja 0 tahun s.d. 30 tahun)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Masa Kerja (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-1 Pola-2 Pola-3

Faktor Penghargaan yang mengikuti pola-1 disebut juga dengan pola pembebanan ke

belakang (back-loaded plan). Dengan pola tersebut, peserta dapat termotivasi untuk tetap

bekerja hingga mencapai usia pensiun. Karyawan dengan masa kerja di atas 20 (dua puluh)

tahun akan menerima manfaat pensiun yang melebihi haknya berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Faktor Penghargaan yang mengikuti pola-2 disebut juga dengan pola pembebanan ke

depan (front-loaded plan). Pola ini tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak

memperbolehkan penggunaan faktor penghargaan yang menurun. Namun demikian, pola

Page 111: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

88

ini cocok untuk perusahaan bidang teknologi dan informasi yang hanya mempekerjakan

karyawan berusia muda dengan produktivitas tinggi. Tetapi dengan adanya ketentuan

pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan, peserta yang berusia 40 (empat puluh) tahun dengan masa kerja lalu 3

(tiga) tahun akan termotivasi untuk tetap bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 (lima

puluh lima) tahun. Karena dengan total masa kerja 18 (delapan belas) tahun, besar manfaat

pensiun yang diterima akan melebihi haknya berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, karyawan yang

berhenti bekerja secara sukarela sebelum mencapai usia pensiun hanya akan mendapatkan

uang penggantian hak. Kecuali diatur berbeda dalam peraturan perusahaan, perusahaan

yang memiliki Program Pensiun Manfaat Pasti harus memberikan manfaat pensiun ditunda

bagi mereka yang bekerja lebih dari atau sama dengan 3 (tiga) tahun. Pada umumnya besar

manfaat pensiun ditunda adalah sebesar nilai sekarang dari besar manfaat pensiun yang

dihitung dengan rumus manfaat pensiun. Perusahaan yang menggunakan pola-2 dan pola-3

dalam menentukan besar manfaat pensiun dapat memotivasi peserta program untuk

berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal. Hal ini dikarenakan peserta

tersebut akan memperoleh manfaat pensiun ditunda yang lebih besar dibandingkan dengan

uang penggantian hak berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Masalah ini dapat diatasi dengan cara membuat perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa

peserta program pensiun yang berhenti bekerja secara sukarela sebelum mencapai usia

pensiun tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari Program Pensiun Manfaat Pasti yang

dibentuk perusahaan secara sukarela.

Jika perusahaan memiliki karyawan dengan loyalitas tinggi, penggunaan pola-3 akan

menimbulkan beban pendanaan atas program pensiun yang sangat besar. Hal ini

Page 112: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

89

dikarenakan perusahaan harus membayar manfaat yang jauh lebih besar dari yang

diwajibkan berdasarkan Undang-Undang untuk karyawan yang bekerja lebih dari 12 (dua

belas) tahun.

Perbandingan besar manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun

dengan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan berdasarkan ketiga pola pada Tabel 4.3 adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP

Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)

Manfaat Pensiun di Usia Pensiun (x upah terakhir)

Usia saat mulai bekerja

Total Masa Kerja*

Pola-1 Pola-2 Pola-3

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di

Usia Pensiun

25 30

45.00 - 75.00 32.20

26 29

43.50 - 72.50 32.20

27 28

42.00 - 70.00 32.20

28 27

40.50 - 67.50 32.20

29 26

39.00 - 65.00 32.20

30 25

37.50 - 62.50 32.20

31 24

36.00 - 57.60 32.20

32 23

34.50 - 55.20 29.90

33 22

33.00 - 52.80 29.90

34 21

31.50 - 50.40 29.90

35 20

30.00 - 48.00 28.75

36 19

23.75 38.00 43.70 28.75

37 18

22.50 36.00 41.40 28.75

38 17

21.25 34.00 39.10 27.60

39 16

20.00 32.00 36.80 27.60

40 15

18.75 30.00 34.50 27.60

41 14

17.50 32.20 30.80 26.45

42 13

16.25 29.90 28.60 26.45

43 12

15.00 27.60 26.40 26.45

44 11

13.75 25.30 24.20 25.30

45 10

12.50 23.00 22.00 25.30 *Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Berdasarkan tabel di atas, peserta yang mulai bekerja di usia muda akan diuntungkan

jika faktor penghargaan yang digunakan mengikuti pola-1 atau pola-3. Dari sisi

perusahaan, penggunaan faktor penghargaan yang mengikuti pola-2 akan memberikan

biaya pendanaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kedua pola lainnya.

Page 113: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

90

Faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia akan memberikan dampak berbeda

seperti jika dikaitkan dengan masa kerja, yaitu seperti pada penjelasan berikut.

4.2.1.2. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia

Misalkan pola pola faktor penghargaan yang sama seperti pada Tabel 4.3. dikaitkan

dengan usia seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang

dikaitkan dengan Usia Faktor Penghargaan Usia

(x) Pola-4 Pola-5 Pola-6 x < 30 1.00 2.50 -

30 = x < 35 1.00 2.50 2.00 35 = x < 40 1.00 2.30 2.10 40 = x < 45 1.25 2.30 2.20 45 = x < 50 1.25 2.00 2.30 50 = x < 55 1.50 - 2.40

x = 55 1.50 - 2.50

Pertumbuhan besar manfaat pensiun dengan faktor penghargaan yang dikaitkan

dengan usia akan berbeda-beda bergantung pada usia peserta saat mulai bekerja.

Pertumbuhan besar manfaat pensiun untuk setiap pertambahan setahun usia berdasarkan

ketiga pola di atas bagi peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun

hingga mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun adalah seperti pada gambar

berikut:

Page 114: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

91

Gambar 4-3 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun

PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

Usia (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6

Grafik di atas sama dengan grafik pertumbuhan besar manfaat pensiun Program Pensiun

Manfaat Pasti dan imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor

13 tentang Ketenagakerjaan dengan menggunakan faktor penghargaan yang dikaitkan

dengan masa kerja. Dengan faktor penghargaan mengikuti pola-4, perusahaan harus

menambahkan dana yang relatif tidak terlalu besar dari yang diwajibkan berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Jika karyawan berhenti bekerja secara

sukarela sebelum mencapai usia pensiun, rata-rata besar manfaat yang diterima tidak

sebesar rata-rata besar manfaat berdasakan dua pola faktor penghargaan lainnya.

Jika karyawan berhak atas manfaat pensiun ditunda, maka pola-5 dan pola-6 dapat

memotivasi peserta untuk berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun. Jika

perusahaan yang memiliki karyawan dengan rata-rata usia di atas 38 (tiga puluh delapan)

Page 115: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

92

tahun menggunakan faktor penghargaan mengikuti pola-6, maka biaya pendanaan yang

diperlukan jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua pola yang lain.

Ketiga pola di atas memberikan dampak yang tidak jauh berbeda bagi peserta yang

mulai bekerja di pertengahan karir mereka. Pertumbuhan besar manfaat pensiun bagi

peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah seperti pada gambar

berikut:

Gambar 4-4 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun

PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)

0

10

20

30

40

50

60

35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

Usia (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6

Berdasarkan grafik di atas, faktor penghargaan yang mengikuti pola-4 paling sesuai

untuk mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan

dengan rata-rata usia 35 (tiga puluh lima) tahun. Hal ini dikarenakan besar manfaat pensiun

yang diterima peserta hampir sama dengan yang diwajibkan berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, biaya pendanaan yang diperlukan

Page 116: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

93

perusahaan untuk mendanai manfaat sebelum usia pensiun relatif tidak terlalu besar

dibandingkan dengan dua pola faktor penghargaan lainnya. Pertumbuhan besar manfaat

pensiun untuk peserta yang baru mulai bekerja di usia 45 (empat puluh lima) tahun adalah

seperti pada gambar berikut:

Gambar 4-5 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun

PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

Usia (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6

Berdasarkan grafik di atas, pola faktor penghargaan yang paling sesuai untuk peserta yang

baru mulai bekerja di akhir karir mereka adalah pola-6. Namun demikian, karena Undang-

Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur pemberian manfaat pensiun

dipercepat, maka perusahaan yang menggunakan pola-6 akan memiliki biaya pendanaan

program pensiun yang relatif lebih besar dibandingkan dengan dua pola lainnya. Kecuali

jika terdapat perjanjian tertulis bahwa peserta program yang berhenti bekerja sebelum

mencapai usia pensiun tidak berhak atas manfaat pensiun dipercepat dari Program Pensiun

Manfaat Pasti. Jika perusahaan tidak memiliki perjanjian tertulis tersebut, penggunaan

faktor penghargaan mengikuti pola-5 akan memotivasi peserta program untuk bekerja

Page 117: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

94

hingga mencapai usia pensiun normal agar dapat memperoleh imbalan pasca kerja sesuai

ketentuan pada Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Karyawan yang mulai bekerja pada usia lanjut umumnya adalah golongan direksi

yang memiliki upah yang sangat tinggi dibandingkan dengan karyawan lainnya. Untuk

menghindari biaya pendanaan yang berlebihan perusahaan disarankan untuk tidak

mengikutsertakan karyawan tersebut dalam program pensiun. Namun jika sebagian besar

karyawan berusia lanjut, pendanaan perlu dilakukan bagi semua karyawan agar terdapat

kecukupan dana untuk memenuhi kewajiban berdasarkan Undang-Undang.

Perbandingan besar manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta saat pensiun

berdasarkan ketiga pola faktor penghargaan seperti pada Tabel 4.5. adalah seperti pada

tabel berikut.

Tabel 4.6. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP

Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)

Manfaat Pensiun di Usia Pensiun (x upah terakhir)

Usia saat mulai bekerja

Total Masa Kerja*

Pola-4 Pola-5 Pola-6

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di

Usia Pensiun

25 30 45.00 - 75.00 32.20

26 29 43.50 - 72.50 32.20

27 28 42.00 - 70.00 32.20

28 27

40.50 - 67.50 32.20

29 26 39.00 - 65.00 32.20

30 25 37.50 - 62.50 32.20

31 24 36.00 - 60.00 32.20

32 23 34.50 - 57.50 29.90

33 22 33.00 - 55.00 29.90

34 21 31.50 - 52.50 29.90

35 20 30.00 - 50.00 28.75

36 19 28.50 - 47.50 28.75

37 18 27.00 - 45.00 28.75

38 17 25.50 - 42.50 27.60

39 16 24.00 - 40.00 27.60

40 15 22.50 - 37.50 27.60

41 14 21.00 - 35.00 26.45

42 13 19.50 - 32.50 26.45

43 12 18.00 - 30.00 26.45

44 11 16.50 - 27.50 25.30

45 10 15.00 - 25.00 25.30

*Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Page 118: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

95

4.2.1.3. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja

Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti dengan rumus

manfaat pensiun menggunakan pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia dan

masa kerja seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Ilustrasi Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan

dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-7)

Masa Kerja (n) Usia (x) n < 3 3 = n < 5 5 = n < 10

10 = n < 15

15 = n < 20

20 = n < 25

25 = n < 30

n = 30 x < 30 - 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40

30 = x < 35

- 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 35 = x < 40

- 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 40 = x < 45

- 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 45 = x < 50

- 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 50 = x < 55

- 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 x = 55 - 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00

Berdasarkan tabel di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin

lanjutnya usia dan semakin panjangnya masa kerja peserta. Peserta yang mulai bekerja di

usia muda dapat termotivasi untuk terus bekerja hingga mencapai usia pensiun. Besar

manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun yang akan diterima oleh

peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah 60 (enam puluh) kali

upah terakhir atau hampir 2 (dua) kali lebih besar dari imbalan pasca kerja berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Jika rumus manfaat pensiun yang digunakan sama untuk setiap usia, yaitu 2 (dua) x

masa kerja x upah terakhir, maka biaya yang diperlukan perusahaan untuk pendanaan

program pensiun lebih besar dibandingkan dengan menggunakan faktor penghargaan yang

dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada pola-7.

Perbandingan antara pertumbuhan besar manfaat pensiun berdasarkan pola-7,

pertumbuhan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan dan pertumbuhan besar manfaat pensiun dengan rumus manfaat pensiun 2

Page 119: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

96

(dua) x masa kerja x upah terakhir untuk peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh

lima) tahun adalah seperti pada grafik berikut:

Gambar 4-6 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja

(usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Masa Kerja (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-7 2 x Masa Kerja

Berdasarkan grafik di atas, biaya pendanaan yang diperlukan perusahaan untuk

mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor

13 tentang Ketenagakerjaan relatif lebih kecil jika menggunakan pola faktor penghargaan

yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja.

Jika peserta mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun, maka perbandingan

antara pertumbuhan besar manfaat pensiun berdasarkan pola-7, pertumbuhan manfaat

pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan pertumbuhan

besar manfaat pensiun dengan rumus manfaat pensiun 1,8 x masa kerja x upah terakhir

adalah seperti pada grafik berikut

Page 120: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

97

Gambar 4-7 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja

(usia 35 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Masa Kerja (tahun)

Bes

ar M

anfa

at (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 2.0 x Masa Kerja 1.8 x Masa Kerja

Total masa kerja maksimum hingga usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun yang

dapat dimiliki oleh peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah 20

(dua puluh) tahun. Berdasarkan pola-7, besar manfaat pensiun bagi peserta yang mulai

bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun tidak sebesar yang akan diterima karyawan yang

mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun. Faktor penghargaan maksimum bagi

peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah sebesar 1,8 (satu koma

delapan) atau 12% (dua belas per seratus) lebih besar dari haknya berdasarkan Undang-

Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Dari sisi Peserta, pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja

ini akan bersifat adil untuk setiap kelompok usia karyawan. Dan sisi perusahaan, biaya

Page 121: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

98

yang diperlukan untuk mendanai Program Pensiun Manfaat Pasti tidak sebesar jika

menggunakan faktor penghargaan yang tidak dikaitkan dengan usia dan/atau masa kerja.

Perbandingan besar manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta saat pensiun

berdasarkan pola-7 adalah seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP

Dengan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)

Usia mulai bekerja

Total Masa Kerja*

Manfaat Pensiun di Usia Pensiun

(x upah terakhir)

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun

(x upah terakhir)

25 30 60.00 32.20

26 29 55.10 32.20

27 28 53.20 32.20

28 27 51.30 32.20

29 26 49.40 32.20

30 25 47.50 32.20

31 24 43.20 32.20

32 23 41.40 29.90

33 22 39.60 29.90

34 21 37.80 29.90

35 20 36.00 28.75

36 19 32.30 28.75

37 18 30.60 28.75

38 17 28.90 27.60

39 16 27.20 27.60

40 15 25.50 27.60

41 14 22.40 26.45

42 13 20.80 26.45

43 12 19.20 26.45

44 11 17.60 25.30

45 10 16.00 25.30

*Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Berdasarkan tabel di atas, besar manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta

yang mulai bekerja di usia kurang dari 38 (tiga puluh delapan) tahun lebih besar daripada

ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan. Namun demikian, dengan adanya faktor nilai sekarang, alokasi

pendanaan untuk kelompok peserta tersebut menjadi relatif tidak terlalu besar. Berikut ini

Page 122: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

99

adalah penjelasan mengenai faktor nilai sekarang dalam menghitung besar manfaat

pensiun.

4.2.2. Faktor Nilai Sekarang pada Manfaat Pensiun

Pada umumnya program pensiun memberikan manfaat kepada peserta yang berhenti

bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat. Besar manfaat yang akan diterima oleh

Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti sebelum mencapai usia pensiun normal umumnya

adalah sebesar nilai sekarang dari besar manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan rumus

manfaat pensiun. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998, nilai

sekarang adalah nilai pada suatu tanggal tertentu dari pembayaran yang akan dilakukan

setelah tanggal tersebut, yang dihitung dengan cara mendiskonto pembayaran tersebut

secara aktuaria berdasarkan asumsi tingkat bunga dan tingkat probabilitas tertentu hingga

pembayaran tersebut dilakukan28.

Misalkan rumus manfaat pensiun suatu Program Pensiun Manfaat Pasti adalah 2 (dua)

x masa kerja x upah terakhir. Maka pertumbuhan besar nilai sekarang dari manfaat pensiun

Program Pensiun Manfaat Pasti untuk setiap pertambahan setahun masa kerja bagi peserta

yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun hingga pensiun di usia 55 (lima puluh

lima) tahun dengan tingkat bunga yang berbeda-beda dan tanpa tingkat penyusutan

aktuaria adalah seperti pada grafik berikut:

28 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 1 ayat 3

Page 123: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

100

Gambar 4-8 Perbandingan Pertumbuhan Nilai Sekarang dari Manfaat Pensiun PPMP

dengan Beberapa Tingkat Bunga (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Masa Kerja (tahun)

Nila

i Sek

aran

g M

anfa

at P

ensi

un

(x

Up

ah)

i = 8% i = 10% i = 12% i = 15% i = 20%

Berdasarkan grafik di atas, nilai sekarang dari manfaat pensiun yang menjadi hak

peserta untuk setiap masa kerja yang dimilikinya akan semakin kecil dengan semakin

besarnya asumsi tingkat bunga yang digunakan. Misalkan asumsi aktuaria yang digunakan

dalam menghitung faktor nilai sekarang untuk menghitung nilai sekarang dari manfaat

pensiun adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.9. Asumsi Aktuaria untuk Menentukan Faktor Nilai Sekarang

Jenis Asumsi Asumsi Tingkat bunga (i) 12% per tahun Tingkat penyusutan aktuaria karena mortalita ( ' ( )m

xq ) CSO 1980

Tingkat penyusutan aktuaria karena cacat ( ' ( )d

xq ) 10% dari CSO 1980

Tingkat penyusutan aktuaria karena berhenti bekerja ( ' ( )w

xq ) 25% pada usia kurang dari 30 tahun dan menurun secara proporsional ke 1% pada usia 45 tahun sampai dengan usia 54 tahun

Tingkat penyusutan aktuaria karena pensiun ( ' ( )r

xq ) Semua peserta akan pensiun di usia pensiun normal 55 tahun

Page 124: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

101

Maka tingkat penyusutan aktuaria untuk setiap usia berdasarkan pada tabel asumsi aktuaria

di atas adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.10. Tabel Tingkat Penyusutan Aktuaria

(Usia 25 tahun s.d. 55 tahun) Usia (x) 25 0.001900

0.000190

0.250000

0.000000

26 0.001900

0.000190

0.250000

0.000000

27 0.001900

0.000190

0.250000

0.000000

28 0.001900

0.000190

0.250000

0.000000

29 0.001900

0.000190

0.250000

0.000000

30 0.001900

0.000190

0.235000

0.000000

31 0.001900

0.000190

0.220000

0.000000

32 0.001900

0.000190

0.205000

0.000000

33 0.001900

0.000190

0.190000

0.000000

34 0.001900

0.000190

0.175000

0.000000

35 0.001900

0.000190

0.160000

0.000000

36 0.001900

0.000190

0.145000

0.000000

37 0.001900

0.000190

0.130000

0.000000

38 0.001900

0.000190

0.115000

0.000000

39 0.001900

0.000190

0.100000

0.000000

40 0.001900

0.000190

0.085000

0.000000

41 0.001900

0.000190

0.070000

0.000000

42 0.001900

0.000190

0.055000

0.000000

43 0.001900

0.000190

0.040000

0.000000

44 0.001900

0.000190

0.025000

0.000000

45 0.001900

0.000190

0.010000

0.000000

46 0.001910

0.000191

0.010000

0.000000

47 0.001890

0.000189

0.010000

0.000000

48 0.001860

0.000186

0.010000

0.000000

49 0.001820

0.000182

0.010000

0.000000

50 0.001770

0.000177

0.010000

0.000000

51 0.001730

0.000173

0.010000

0.000000

52 0.001710

0.000171

0.010000

0.000000

53 0.001700

0.000170

0.010000

0.000000

54 0.001710

0.000171

0.010000

0.000000

55 0.001730

0.000173

0.000000

1.000000

Misalkan ( )xp adalah probabilitas seorang peserta berusia x dapat tetap menjadi

peserta program pensiun dalam setahun dengan adanya 4 (empat) tingkat penyusutan

aktuaria seperti pada Tabel 4.10. Maka besar ( )xp

di setiap usia dengan menggunakan

aproksimasi berdasarkan asumsi kematian seragam atas 4 (empat) penyebab tingkat

penyusutan aktuaria (four-decrement rate), yaitu terdiri atas ( )mxq , ( )d

xq , ( )wxq dan ( )r

xq

seperti

yang telah dijelaskan pada Bab II adalah seperti pada tabel berikut:

'( )mq '( )dq '( )wq '( )rq

Page 125: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

102

Tabel 4.11. Tabel Four-Decrement Rate (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

Usia (x) 25 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 26 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 27 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 28 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 29 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 30 0.001677 0.000168 0.234754 0.000000 0.763401 31 0.001691 0.000169 0.219770 0.000000 0.778370 32 0.001705 0.000170 0.204786 0.000000 0.793339 33 0.001719 0.000172 0.189801 0.000000 0.808307 34 0.001734 0.000173 0.174817 0.000000 0.823276 35 0.001748 0.000175 0.159833 0.000000 0.838245 36 0.001762 0.000176 0.144848 0.000000 0.853213 37 0.001776 0.000177 0.129864 0.000000 0.868182 38 0.001791 0.000179 0.114880 0.000000 0.883151 39 0.001805 0.000180 0.099896 0.000000 0.898119 40 0.001819 0.000182 0.084911 0.000000 0.913088 41 0.001833 0.000183 0.069927 0.000000 0.928057 42 0.001848 0.000185 0.054943 0.000000 0.943025 43 0.001862 0.000186 0.039958 0.000000 0.957994 44 0.001876 0.000187 0.024974 0.000000 0.972963 45 0.001890 0.000189 0.009990 0.000000 0.987931 46 0.001900 0.000190 0.009989 0.000000 0.987920 47 0.001880 0.000188 0.009990 0.000000 0.987942 48 0.001851 0.000185 0.009990 0.000000 0.987975 49 0.001811 0.000181 0.009990 0.000000 0.988018 50 0.001761 0.000176 0.009990 0.000000 0.988073 51 0.001721 0.000172 0.009990 0.000000 0.988116 52 0.001701 0.000170 0.009991 0.000000 0.988138 53 0.001691 0.000169 0.009991 0.000000 0.988149 54 0.001701 0.000170 0.009991 0.000000 0.988138 55 0.000865 0.000086 0.000000 0.999049 0.000000

Misalkan seorang peserta yang saat tanggal perhitungan berusia 40 (empat puluh)

tahun berhenti bekerja secara sukarela setelah bekerja selama 15 (lima belas) tahun dengan

upah saat berhenti bekerja adalah sebesar Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah). Besar manfaat

pensiun ditunda yang akan diterima adalah sebesar faktor nilai sekarang di usia 40 (empat

puluh) tahun ( 40FNS ) dikalikan dengan rumus manfaat pensiun (RMP) adalah seperti pada

persamaan berikut:

Manfaat pensiun = 40FNS x RMP

= 40FNS x 2,0 x 15 x Rp. 4.000.000

( )mxq ( )d

xq ( )wxq ( )r

xq ( )xp

Page 126: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

103

= 40FNS x Rp. 120.000.000

40FNS = 15v ( )15 40p

= 15v

14( )40

0t

t

p

= 15(1 )i ( ) ( ) ( ) ( )40 41 42 54..........p p p p

Dengan asumsi tingkat bunga (i) sebesar 10% per tahun dan besar

( )xp , 40,41, 42,....,54x , seperti pada Tabel 4.6., maka besar faktor nilai sekarang untuk

karyawan tersebut adalah sebesar 0.158097. Besar manfaat pensiun ditunda yang menjadi

hak peserta tersebut berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti adalah sebesar

Rp. 18.972.0000 atau 4,74 (empat koma tujuh empat) kali dari upah terakhir saat berhenti

bekerja. Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan

hanya membayarkan uang penggantian hak kepada karyawan yang berhenti bekerja secara

sukarela sebelum mencapai usia pensiun. Kecuali diatur berbeda, peserta akan menerima

manfaat pensiun ditunda yang baru dapat dibayarkan paling cepat saat peserta telah

mencapai usia pensiun dipercepat 45 (empat puluh lima) tahun.

4.2.3. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti

Pengelolaan dan pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti yang dibentuk untuk

mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor

13 tentang Ketenagakerjaan dapat dilakukan perusahaan dengan cara mendirikan Dana

Pensiun Pemberi Kerja dengan memperoleh pengesahan dari pemerintah.

Perusahaan juga dapat melakukan pengelolaan dan pendanan secara mandiri atau

menyerahkannya kepada pihak ketiga. Tetapi tidak adanya peraturan perundangan yang

mengikat dapat menyebabkan pendanaan dan pengelolaan program dengan cara tersebut

tidak berjalan dengan semestinya.

Page 127: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

104

Jika perusahaan memilih untuk mendirikan Dana Pensiun Pemberi Kerja, maka

pengelolaan dan pendanaan Dana Pensiun harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11

tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan peraturan-peraturan lain yang melengkapinya.

Besar iuran perusahaan untuk pendanaan adalah sesuai dengan hasil perhitungan

aktuaris dengan mempertimbangkan keberadaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan kesepakatan kerja

antara perusahaan dan karyawan atas program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan

secara sukarela. Jika peserta ikut mengiur, maka maksimum iurannya adalah 3% (tiga per

seratus) dari faktor penghargaan per tahun masa kerja dikalikan dengan penghasilan dasar

pensiun tiap bulan29.

Faktor penghargaan per tahun masa kerja dapat ditetapkan berbeda dalam peraturan

dana pensiun dengan sesuai dengan masa kerja atau usia Peserta30. Pola faktor penghargaan

yang dikaitkan dengan usia atau masa kerja tidak boleh menurun31. Dengan demikian pola

faktor penghargaan yang menurun seperti pada pola-2 dan pola-5 tidak dapat digunakan

oleh perusahaan yang mendirikan Dana Pensiun Pemberi Kerja. Berdasarkan penjelasan

sebelumnya, pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja dan usia akan

memberikan manfaat pensiun yang adil untuk setiap kelompok peserta program pensiun

dan memerlukan biaya pendanaan yang tidak sebesar jika menggunakan faktor

penghargaan yang tidak dikaitkan dengan usia atau masa kerja.

4.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Misalkan seorang karyawan mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun. Jika

usiap pensiun adalah 55 (lima puluh lima) tahun, maka dengan asu msi tingkat bunga 9%

(sembilan per seratus) per tahun dan tingkat kenaikan upah 7% (tujuh per seratus) per

29 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 15 ayat 2 30

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 4 ayat 1 (a) 31 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 4 ayat 1 (b)

Page 128: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

105

tahun, perusahaan perlu menyiapkan dana kurang lebih sebesar 6.5% (enam koma lima per

seratus) dari upah setiap bulan untuk membiayai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Biaya yang sebenarnya

akan berbeda bergantung pada tingkat hasil hasil investasi dan tingkat kenaikan upah

seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

4.3.1. Simulasi Tingkat Hasil Investasi

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya mengenai Program Pensiun Iuran

Pasti, besar manfaat pensiun sangat bergantung pada tingkat hasi investasi atas akumulasi

iuran. Misalkan seorang karyawan mulai menjadi peserta Program Pensiun Iuran Pasti di

usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan besar iuran adalah 8% (delapan per seratus) dari

upah tiap bulan dan tingkat kenaikan upah sebesar 10% (sepuluh per seratus) tiap tahun.

Jika karyawan tersebut terus bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima)

tahun, maka manfaat pensiun dengan tingkat hasil investasi (i) berbeda-beda adalah seperti

pada grafik berikut:

Gambar 4-9 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP

dengan Beberapa Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

Asumsi: Iuran = 8% dari upah per bulan, tingkat kenaikan upah = 10% per tahun

02 4 6 8

10 12 14 1618 20 22 24 26

28

i = 8

%i =

10%

i = 1

2%i =

15%

i = 2

0%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

Sal

do

Akh

ir (x

Upah

)

Masa Kerja (tahun)

Page 129: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

106

Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin besarnya

tingkat hasil investasi per tahun. Namun demikian, pada kenyataannya tingkat hasil

investasi berfluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian. Misalkan tingkat hasil investasi

berfluktuasi mengikuti tiga pola pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12. Pola Fluktuasi Tingkat Hasil Investasi

Tingkat Hasil Investasi per Tahun Periode Kepesertaan (t)

Pola-1 Pola-2 Pola-3

t < 5 8.0%

14.0%

15.0%

5 = t < 10 9.0%

12.0%

13.0%

10 = t < 15 10.0%

10.0%

18.0%

15 = t < 20 11.0%

8.0%

12.0%

20 = t < 25 12.0%

6.0%

8.0%

25 = t < 30 13.0%

4.0%

9.0%

t = 30 14.0%

2.0%

7.0%

Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan besar manfaat pensiun adalah seperti pada grafik

berikut:

Gambar 4-10 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP

dengan Beberapa Pola Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siun

(x

Up

ah)

UUK 13 Pola-1 Pola-2 Pola-3

Asumsi: - Iuran = 8% dari upah per bulan - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun

Page 130: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

107

Berdasarkan grafik di atas, pola fluktuasi tingkat hasil investasi yang naik sebesar 1% (satu

per seratus) untuk setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan seperti pada pola-1 akan

menyebabkan menfaat pensiun meningkat dengan tingkat kenaikan yang menurun setiap

tahunnya. Pola-2 dengan tingkat hasil investasi yang menurun sebesar 1% (satu per

seratus) untuk setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan menyebabkan manfaat pensiun

meningkat dengan tingkat kenaikan yang menurun secara signifikan. Berdasarkan pola-2,

manfaat pensiun sejak periode kepesertaan tahun ke-25 (dua puluh lima) dan seterusnya

lebih kecil dari manfaat pensiun di tahun-tahun sebelumnya. Dengan pola-3, fluktuasi

tingkat hasil investasi yang tidak menentu setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan

menyebabkan tingkat kenaikan manfaat pensiun meningkat saat tingkat hasil investasi naik

dan menurun saat tingkat hasil investasi turun. Pola-1 dan pola-3 menyebabkan peserta

akan menerima manfaat pensiun yang lebih besar dibandingkan dengan yang perusahaan

wajib bayarkan berdasarkan Undang-Undang Ketenagkerjaan nomor 13.

Berdasarkan simulasi di atas dapat disimpulkan bahwa dengan Program Iuran Pasti

besar manfaat pensiun yang menjadi hak peserta tidak menentu karena bergantung pada

tingkat hasil investasi yang fluktuatif.

Selain tingkat hasil investasi, besar manfaat pensiun Program Pensiun Iuran Pasti juga

bergantung pada tingkat kenaikan upah seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

4.3.2. Simulasi Tingkat Kenaikan Upah

Besar iuran yang akan dibayarkan untuk mendanai Program Pensiun Iuran Pasti

bergantung pada tingkat kenaikan upah. Makin besar tingkat kenaikan upah, makin besar

pula iuran yang dibayarkan ke Dana Pensiun dan akan menyebabkan makin besarnya

manfaat pensiun yang menjadi hak peserta saat pensiun.

Page 131: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

108

Berikut ini adalah grafik perbandingan manfaat pensiun peserta Program Pensiun

Iuran Pasti yang mulai mengiur sejak berusia 25 (dua puluh lima) tahun dengan beberapa

tingkat kenaikan upah dan fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti pola-3.

Gambar 4-11 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP

dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 s = 7% s = 10% s = 12% s = 15% s = 20%

Asumsi: Iuran = 8% dari upah per bulan

Berdasarkan grafik di atas, perbandingan manfaat pensiun dengan upah akan semakin

kecil dengan semakin tingginya tingkat kenaikan upah. Dengan tingkat kenaikan upah

sebesar 10% (sepuluh per seratus) per tahun dan fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti

pola-3, peserta akan memperoleh saldo akhir saat pensiun yang besarnya paling mendekati

besar imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan. Dari sisi perusahaan, tingkat kenaikan upah yang dipertahankan sebesar

10% (sepuluh per seratus) untuk setiap tahun akan menghasilkan biaya pendanaan program

pensiun yang tidak telalu besar. Sementara dari sisi peserta Program Pensiun Iuran Pasti,

Page 132: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

109

tingkat kenaikan upah yang tinggi akan menguntungkan peserta karena akan memberikan

manfaat pensiun yang besar saat pensiun nanti.

Berdasarkan penjelasan pada sub-bab 4.3.1. dan 4.3.2, yang perlu diperhatikan oleh

perusahaan yang melaksanakan Program Pensiun Iuran Pasti adalah tingkat bunga riil,

yaitu selisih antara tingkat hasil investasi dan tingkat kenaikan upah yang pada umumnya

mengikuti tingkat inflasi.

4.3.3. Simulasi Tingkat Iuran

Besar manfaat pensiun juga bergantung pada tingkat iuran. Semakin besar tingkat

iuran per tahun akan menyebabkan semakin besarnya manfaat pensiun Program Pensiun

Iuran Pasti. Berikut ini adalah grafik perbandingan manfaat pensiun bagi peserta yang

mulai mengiur di usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan beberapa tingkat iuran dan

fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti pola-3.

Gambar 4-12 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP

dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 t = 7% t = 10% t = 15% t = 20%

Asumsi: tingkat kenaikan upah = 10% per tahun, tingkat hasil investasi mengikuti Pola-3

Page 133: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

110

Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin

besarnya tingkat iuran. Dengan tingkat iuran sebesar 7% (tujuh per seratus) per bulan,

besar Manfaat Pensiun Program Pensiun Iuran Pasti hampir sama dengan besar Manfaat

Pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga bagi

Perusahaan, tingkat iuran tersebut akan memberikan biaya pendanaan yang paling kecil

dibandingkan dengan tingkat iuran lainnya. Sedangkan dari sisi Peserta, semakin besarnya

tingkat Iuran akan semakin menguntungkan terutama bagi mereka yang mulai bekerja di

usia lanjut sehingga tidak memiliki jangka waktu yang cukup panjang untuk mengiur.

Berikut ini adalah grafik pertumbuhan saldo Peserta yang mulai mengiur di usia 40

(empat puluh) tahun dengan beberapa tingkat iuran dan fluktuasi tingkat hasil investasi

mengikuti Pola-3.

Gambar 4-13 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP

dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 40 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 t = 7% t = 10% t = 15% t = 20%

Asumsi: tingkat kenaikan upah = 10% per tahun, tingkat hasil investasi mengikuti Pola-3

Page 134: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

111

Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur di usia

40 (empat puluh) tahun tidak sebesar manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur di

usia 25 (dua puluh lima) tahun. Dengan tingkat iuran 7% (tujuh per seratus) per bulan,

perusahaan harus membayarkan kekurangan manfaat pensiun agar memenuhi hak

karyawan atas imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan.

Jenis Program Pensiun Iuran Pasti relatif tidak disukai oleh peserta yang baru menjadi

Peserta Program Pensiun pada usia lanjut karena pendeknya jangka waktu untuk mengiur.

Hal ini dapat diatasi dengan cara membuat pola tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia

atau masa kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal

17, tingkat iuran dapat ditetapkan berbeda dalam peraturan dana pensiun yang dikaitkan

dengan masa kerja atau usia peserta. Kenaikan tingkat iuran dari tingkat iuran sebelumnya

tidak boleh lebih dari 25% (dua puluh lima per seratus) dan perbandingan antara iuran

tertinggi dan terendah sebanyak-banyaknya 250% (dua ratus lima puluh per seratus).

4.3.3.1.Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia

Misalkan terdapat dua pola tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia seperti pada

tabel berikut:

Tabel 4.13. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia

Tingkat Iuran Usia (x) Pola-4 Pola-5

x < 30 7.0%

17.0%

30 = x < 35 9.0%

15.0%

35 = x < 40 11.0%

13.0%

40 = x < 45 13.0%

11.0%

45 = x < 50 15.0%

9.0%

x = 50 17.0%

7.0%

Page 135: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

112

Berdasarkan pola-4, tingkat iuran menaik sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap

pertambahan 5 (lima) tahun usia peserta. Dengan pola-5, tingkat iuran menurun sebesar 2%

(dua per seratus) untuk setiap pertambahan 5 (lima) tahun usia peserta.

Pertumbuhan besar manfaat pensiun bergantung pada usia karyawan saat mulai

menjadi peserta program pensiun. Berikut ini adalah gafik pertumbuhan manfaat pensiun

bagi seorang karyawan yang mulai menjadi peserta program pensiun di usia 25 (dua puluh

lima tahun).

Gambar 4-14 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia

(usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun

Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun dengan tingkat iuran

menurun seperti pada pola-5 lebih agresif dibandingkan dengan pola tingkat iuran menaik

seperti pada pola-4. Berdasarkan pola-5, besar manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima

Page 136: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

113

puluh lima) tahun lebih besar dibandingkan dengan tingkat iuran mengikuti pola-4. Kedua

pola akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan imbalan pasca kerja

yang wajib dibayar oleh perusahaan di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor

13 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan pola-4, manfaat yang menjadi hak peserta

sebelum pensiun lebih kecil dibandingkan dengan jika menggunakan pola-5. Dengan

demikian, perusahaan yang memiliki populasi karyawan berusia muda akan memerlukan

biaya pendanaan yang relatif lebih lebih kecil dibandingkan jika menggunakan tingkat

iuran menaik seperti pada pola-4.

Berikut ini adalah grafik pertumbuhan manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai

menjadi peserta pada usia 35 (tiga puluh lima) tahun dengan tingkat iuran mengikuti pola-4

dan pola-5.

Gambar 4-15 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Pola Perubahan Tingkat Iuran yang Berbeda

(usia 35 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun

Page 137: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

114

Berbeda dengan grafik sebelumnya, manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur

di usia 35 (dua puluh lima tahun) lebih besar dibandingkan jika menggunakan tingkat iuran

menaik seperti pada pola-4. Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun

dengan pola tingkat iuran menurun seperti pada pola-6 lebih lambat dibandingkan dengan

pola-5. Manfaat pensiun dengan tingkat iuran mengikuti pola-6 lebih kecil daripada

imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan, sehingga perusahaan wajib membayarkan kekurangannya. Tetapi dengan

pola-6, manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia 44

(empat puluh empat) tahun lebih besar dibandingkan jika menggunakan pola-5.

Sebaliknya, manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja setelah usia 44 (empat

puluh empat) tahun lebih besar dengan tingkat iuran mengikuti pola-5.

Berikut ini adalah grafik pertumbuhan manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai

menjadi peserta program pensiun di usia 45 (empat puluh lima) tahun.

Gambar 4-16 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Pola Perubahan Tingkat Iuran yang Berbeda

(usia 45 tahun s.d. 55 tahun)

0

5

10

15

20

25

30

45 46 47 48 49 50 51 52 53 54

Masa Kerja (tahun)

Man

faat

Pen

siu

n (

x U

pah

)

UUK 13 Pola-4 Pola-5

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun

Page 138: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

115

Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun dengan tingkat iuran

menaik seperti pada pola-4 lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan pola-5. Namun

demikian, kedua pola tingkat iuran tersebut akan selalu menghasilkan manfaat pensiun

yang lebih kecil daripada imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan, sehingga perusahaan harus membayarkan kekurangannya.

Jika peserta berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun, maka manfaat pensiun

akan lebih kecil dibandingkan dengan karyawan yang mulai menjadi peserta di usia 25

(dua puluh lima) tahun atau 35 (tiga puluh lima) tahun. Dengan demikian, karyawan yang

telah cukup lama bekerja namun baru menjadi peserta program pensiun di usia lebih dari

45 (empat puluh lima) tahun akan merasa dirugikan.

Untuk menjaga kesinambungan penghasilan karyawan di hari tua, karyawan yang

baru menjadi peserta program pensiun di akhir karirnya dapat diikutkan pada Program

Pensiun Manfaat Pasti atau mengiur dengan tingkat iuran yang dikaitkan dengan masa

kerja seperti pada penjelasan berikut ini.

4.3.3.2.Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja

Misalkan tingkat iuran dikaitkan dengan masa kerja seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.14. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Masa Kerja

Tingkat Iuran Masa Kerja

(n) Pola-6 Pola-7 n < 5 7.0%

17.0%

5 = n < 10 9.0%

15.0%

10 = n < 15 11.0%

13.0%

15 = n < 20 13.0%

11.0%

20 = n < 25 15.0%

9.0%

x = 25 17.0%

7.0%

Berdasarkan pola-6, tingkat iuran menaik sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap

penambahan 5 (lima) tahun dari masa kerja peserta program pensiun. Sebaliknya dengan

Page 139: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

116

pola-7, tingkat iuran menurun sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap penambahan 5

(lima) tahun dari masa kerja peserta.

Berikut ini adalah hasil simulasi penggunaan pola tingkat iuran seperti pada Tabel

4.14. untuk karyawan yang mulai menjadi peserta program pensiun di usia 25 (dua puluh

lima) tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun dan 45 (empat puluh lima) tahun dengan masa kerja

lalu yang berbeda-beda.

Tabel 4.15. Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP

Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)

Manfaat Pensiun (x upah terakhir)

Usia mulai menjadi Peserta

Masa kerja lalu

Masa Kerja yang akan datang*

Total Masa Kerja

Pola-6 Pola-7

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia

Pensiun (x upah terakhir)

25

0

30

30

57.57

62.81

32.20

35

0

20

20

29.67

43.18

28.75

35

5

20

25

35.74

37.11

32.20

35

10

20

30

41.81

31.03

32.20

45

0

10

10

10.99

22.16

25.30

45

5

10

15

13.75

19.40

27.60

45

10

10

20

16.51

16.64

28.75

45

15

10

25

19.28

13.88

32.20

45

20

10

30

22.04

11.11

32.20

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Berdasarkan tabel di atas, pola-6 dan pola-7 akan memberikan manfaat pensiun yang

berbeda bagi karyawan yang berusia sama saat menjadi peserta Program Pensiun Iuran

Pasti namun memiliki masa kerja lalu yang berbeda.

Dengan tingkat iuran mengikuti pola-6, besar manfaat pensiun yang diterima peserta

yang mulai bekerja di usia yang sama akan semakin besar dengan semakin lamanya peserta

tersebut bekerja. Sebaliknya, tingkat iuran sesuai dengan pola-7 akan menghasilkan

manfaat pensiun yang semakin kecil dengan semakin panjangnya masa kerja yang dimiliki

peserta.

Page 140: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

117

Bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan dengan rata-rata usia di atas 35

(tiga puluh lima) tahun dan tidak memiliki masa kerja lalu saat Program Pensiun Iuran

Pasti dibentuk akan memerlukan biaya pendanaan yang relatif lebih kecil jika

menggunakan pola-6. Sebaliknya, jika sebagian besar karyawan memiliki masa kerja lalu

yang cukup panjang saat Program Pensiun Iuran Pasti dibentuk, perusahaan akan

memerlukan biaya pendanaan yang relatif lebih kecil jika menggunakan pola-7.

Perusahaan perlu mempersiapkan biaya tambahan untuk karyawan yang menjadi peserta

program pensiun di usia yang mendekati usia pensiun. Hal ini dikarenakan manfaat

pensiun yang akan diterima oleh karyawan tersebut lebih kecil dibandingkan imbalan pasca

kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Dari sisi karyawan, pola-7 akan memberikan manfaat pensiun yang lebih besar

dibandingkan dengan manfaat pensiun berdasarkan pola-6. Hal ini dialami terutama oleh

mereka yang tidak memiliki masa kerja lalu saat menjadi peserta program Pensiun Iuran

Pasti. Namun demikian, pola-7 bersifat kurang adil bagi kelompok karyawan yang berusia

sama saat menjadi peserta program pensiun tetapi memiliki masa kerja lalu yang berbeda.

Sebagai contoh adalah karyawan yang mulai menjadi peserta di usia 45 (empat puluh lima)

tahun tanpa masa kerja lalu akan menerima manfaat pensiun 33% (tigapuluh tiga per

seratus) lebih besar dibandingkan dengan besar manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai

menjadi peserta di usia yang sama namun telah memiliki masa kerja lalu 10 (sepuluh)

tahun.

Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara menentukan tingkat iuran yang

dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada penjalasan berikut ini.

Page 141: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

118

4.3.3.3. Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja

Misalkan tingkat iuran meningkat sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap

pertambahan 5 (lima) tahun usia dan masa kerja dari peserta Program Pensiun Iuran Pasti

seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.16. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-8)

Usia Masa Kerja (n) (x) n < 5 5 = n < 10 10 = n < 15 15 = n < 20 20 = n < 25 n = 25

x < 30 7% 8% 9% 10% 11% 12% 30 = x < 35 8% 9% 10% 11% 12% 13% 35 = x < 40 9% 10% 11% 12% 13% 14% 40 = x < 45 10% 11% 12% 13% 14% 15% 45 = x < 50 11% 12% 13% 14% 15% 16%

x = 50 12% 13% 14% 15% 16% 17%

Berikut ini adalah perbandingan hasil simulasi penggunaan pola tingkat iuran yang

dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada tabel di atas dengan pola-pola tingkat

iuran yang telah dijelaskan sebelumnya untuk karyawan yang mulai menjadi peserta

Program Pensiun Iuran Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun

dan 45 (empat puluh lima) tahun dengan masa kerja lalu yang berbeda-beda.

Tabel 4.17. Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP

Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)

Manfaat Pensiun (x upah terakhir)

Usia menjadi peserta

Masa kerja lalu

Total Masa Kerja

Pola-4 Pola-5 Pola-6 Pola-7 Pola-8

Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun

(x upah terakhir)

25

0

30

57.57

62.81

57.57

62.81

57.57

32.20

35

0

20

41.81

31.03

29.67

43.18

35.74

28.75

35

5

25

41.81

31.03

35.74

37.11

38.78

32.20

35

10

30

41.81

31.03

41.81

31.03

41.02

32.20

45

0

10

22.04

11.11

10.99

22.16

16.51

25.30

45

5

15

22.04

11.11

13.75

19.40

17.23

27.60

45

10

20

22.04

11.11

16.51

16.64

19.28

28.75

45

15

25

22.04

11.11

19.28

13.88

20.66

32.20

45

20

30

22.04

11.11

22.04

11.11

22.04

32.20

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Page 142: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

119

Berdasarkan tabel di atas, dengan tingkat iuran mengikuti pola-8, masa kerja yang semakin

panjang akan menghasilkan manfaat pensiun yang semakin besar. Dari sisi peserta, pola-8

bersifat lebih adil dibandingkan pola tingkat iuran yang hanya dikaitkan dengan usia atau

masa kerja. Hal ini dikarenakan masa kerja lalu peserta yang telah dimiliki sebelum

menjadi peserta program pensiun dihargai. Bagi karyawan yang mulai menjadi peserta di

usia mendekati masa pensiun dapat memperoleh manfaat yang relatif lebih besar sesuai

dengan total masa kerja yang dimilikinya.

Bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan dengan rata-rata usia relatif

muda dan memiliki masa kerja lalu, biaya yang diperlukan untuk pendanaan relatif lebih

besar dibandingkan dengan pola tingkat iuran lainnya. Sementara bagi perusahaan dengan

populasi karyawannya berusia lanjut, tingkat iuran seperti pada pola-8 akan membantu

perusahaan dalam melakukan pendanaan atas berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan pola yang lain,

besar dana yang terkumpul berdasarkan pola-8 relatif lebih mendekati imbalan pasca kerja

di usia pensiun yang wajib dibayarkan oleh perusahaan berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan sehingga perusahaan tidak perlu menyiapkan dana

tambahan untuk menutupi kekurangannya.

Pengelolaan dan sistem pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti dapat dilakukan

dengan beberapa cara seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

4.3.4. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti

Program Pensiun Iuran Pasti seperti yang telah dijelaskan bab ini dapat digolongkan

ke dalam jenis Program Pensiun Money-Purchase. Pengelolaan dan pendanaan Program

Pensiun Money-Purchase dapat dilakukan dengan cara mendirikan Dana Pensiun Pemberi

Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Page 143: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

120

Jumlah iuran per tahun yang dibukukan atas nama masing-masing peserta maksimum

sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari penghasilan dasar pensiun per tahun32. Jika

peserta ikut mengiur, maka iuran peserta maksimum sebesar 60% (enam puluh per seratus)

dari iuran perusahaan33. Jumlah iuran peserta per tahun bagi peserta Dana Pensiun

Lembaga Keuangan yang tidak menjadi peserta pada Dana Pensiun Pemberi Kerja,

maksimum sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari penghasilan peserta per tahun34.

Jumlah iuran peserta per tahun bagi peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang juga

menjadi peserta pada Dana Pensiun Pemberi Kerja maksimum sebesar 10% (sepuluh per

seratus) dari penghasilan peserta per tahun35. Tingkat iuran dapat dikaitkan dengan usia

dan/ atau masa kerja peserta seperti contoh simulasi yang telah dijelaskan pada sub-bab

4.4.31. dan sub-bab 4.4.3.2.

Selain mendirikan dna pnsiun, prusahaan juga dapat membentuk Porgram Pensiun

Iuran Pasti berupa tabungan (Savings Plan) dengan menyerahkan pengelolaannya kepada

pihak ketiga. Karena berupa tabungan, maka karyawan yang menjadi peserta harus ikut

mengiur. Dana yang merupakan akumulasi iuran perusahaan dapat diperhitungkan untuk

membayar imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan.

Perusahaan juga dapat mendirikan Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan untuk

mengelola dan mendanai Program Pensiun berdasarkan keuntungan (Profit Sharing Plan).

Iuran untuk mendanai program pensiun hanya berasal dari perusahaan yang didasarkan

pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan Perusahaan36.

32 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 16 ayat 1 33 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 16 ayat 2 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 23 ayat 1 35 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 23 ayat 2 36 Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 1 ayat 3

Page 144: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

121

Jika perusahaan tidak memperoleh keuntungan, maka perusahaan wajib membayar

iuran minimum sebesar 1% (satu per seratus) dari penghasilan dasar pensiun peserta dalam

1 (satu) tahun37.

4.4. Program Pensiun Kombinasi

4.4.1. Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Bab II, Program Pensiun Manfaat Pasti

Kombinasi memiliki karakteristik umum yang sama dengan Program Pensiun Manfaat

Pasti. Perbedaannya adalah pada iuran perusahaan. Iuran perusahaan berdasarkan Program

Pensiun Manfaat Pasti dihitung berdasarkan valuasi aktuaria, yaitu berupa iuran normal

untuk mendanai bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada tahun

yang bersangkutan. Sedangkan iuran perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat

Pasti Kombinasi setiap tahunnya dihitung dengan cara menetapkan suatu tingkat bunga

yang tetap untuk menjamin tercapainya manfaat pensiun yang besarnya dihitung

berdasarkan rumus manfaat pensiun yang telah ditentukan sebelumnya. Perusahaan juga

diwajibkan untuk membayarkan kekurangan manfaat sehingga peserta dapat memperoleh

manfaat sesuai dengan rumus manfaat pensiun.

4.4.1.1.Simulasi Tingkat Bunga untuk Menghitung Iuran Perusahaan

Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi untuk

mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-

Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Besar imbalan pasca kerja di usia pensiun

merupakan jumlah dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan 15% dari jumlah

uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Uang pesangon dan uang penghargaan

masa kerja dihitung berdasarkan faktor pesangon dan faktor penghargaan masa kerja sesuai

37 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 18 ayat 3

Page 145: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

122

dengan masa kerja peserta program pensiun seperti yang diatur dalam Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, iuran perusahaan setiap

tahunnya dihitung dengan cara menetapkan tingkat bunga tertentu sehingga akumulasi

dana yang dihitung dengan tingkat bunga tersebut dapat memenuhi imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang akan menjadi hak

peserta saat pensiun. Misalkan usia pensiun berdasarkan peraturan perusahaan adalah 55

(lima puluh lima) tahun, maka besar iuran perusahaan dengan beberapa asumsi tingkat

bunga untuk setiap usia dan masa kerja lalu peserta per tanggal perhitungan adalah seperti

pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 4.18. Iuran Perusahaan berdasarkan

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 10% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

8.0%

9.4%

11.2%

12.5%

16.1%

22.1%

28.1%

5

- 9.4%

11.2%

14.1%

16.7%

24.1%

44.2%

10

- -

11.2%

14.1%

18.7%

25.1%

48.2%

15

- -

- 14.1%

18.7%

28.1%

50.2%

20

- -

- -

18.7%

28.1%

56.2%

25

- -

- -

- 28.1%

56.2%

30

- -

- -

- - 56.2%

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Page 146: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

123

Tabel 4.19. Iuran Perusahaan berdasarkan

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 11% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu 20

25

30

35

40

45

50

0

6.8%

8.2%

10.0%

11.4%

15.0%

21.1%

27.5%

5

- 8.2%

10.0%

12.8%

15.6%

23.0%

43.2%

10

- - 10.0%

12.8%

17.5%

24.0%

47.1%

15

- - - 12.8%

17.5%

26.9%

49.1%

20

- - - - 17.5%

26.9%

54.9%

25

- - - - - 26.9%

54.9%

30

- - - - - - 54.9%

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Tabel 4.20. Iuran Perusahaan berdasarkan

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 12% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu 20

25

30

35

40

45

50

0

5.8%

7.1%

8.9%

10.4%

14.0%

20.1%

26.9%

5

- 7.1%

8.9%

11.7%

14.6%

22.0%

44.2%

10

- - 8.9%

11.7%

16.3%

22.9%

42.2%

15

- - - 11.7%

16.3%

25.6%

47.9%

20

- - - - 16.3%

25.6%

53.7%

25

- - - - - 25.6%

53.7%

30

- - - - - - 53.7%

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Tabel 4.21. Iuran Perusahaan berdasarkan

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 13% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu 20

25

30

35

40

45

50

0

4.8%

6.1%

7.9%

9.5%

13.0%

19.2%

26.2%

5

-

6.1%

7.9%

10.6%

13.6%

21.0%

43.2%

10

-

-

7.9%

10.6%

15.2%

21.9%

41.2%

15

-

-

-

10.6%

15.2%

24.5%

46.9%

20

-

-

-

-

15.2%

24.5%

52.5%

25

-

-

-

-

-

24.5%

52.5%

30

-

-

-

-

-

-

52.5%

Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Page 147: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

124

Berdasarkan keempat tabel di atas, iuran perusahaan yang harus dibayarkan setiap

tahunnya sepanjang masa kerja yang akan datang dari tiap peserta akan semakin kecil

dengan semakin besarnya tingkat bunga.

Misalkan perusahaan memilih iuran perusahaan yang dihitung dengan tingkat bunga

13% (tiga belas per seratus) per tahun, maka untuk menjamin terpenuhinya kewajiban

perusahaan atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan

Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan harus dapat

menginvestasikan dana pada instumen investasi yang dapat menghasilkan tingkat

pengembalian (return rate) sebesar 13% (tiga belas per seratus) per tahun. Jika hasil

investasi tidak sesuai dengan ekspektasi, perusahaan harus menambahkan dana agar setiap

peserta program pensiun dapat menerima haknya sesuai dengan ketentuan imbalan pasca

kerja di usia pensiun berdasakan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan keempat tabel di atas, terdapat kurang lebih 75% (tujuh puluh lima per

seratus) dari keseluruhan iuran perusahaan yang harus dibayarkan atas kelompok peserta

berusia 45 (empat puluh lima) dan 50 (lima puluh) tahun. Agar dapat mengurangi biaya

pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia di atas 45 (empat puluh lima)

tahun dapat dikeluarkan dari kepesertaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.

Perusahaan dapat mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut pada jenis program

pensiun lain yang dapat memberikan biaya pendanaan yang tidak memberatkan

perusahaan. Jika perusahaan memilih untuk tidak mengikutsertakan kelompok karyawan

tersebut dalam suatu program pensiun, maka pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib

dibayarkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat

dibayarkan secara langsung saat mereka pensiun (metode pay-as-you-go). Jika populasi

karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia di atas 45 (empat puluh lima)

tahun, maka perusahaan disarankan untuk melakukan pendanaan sehingga kewajibannya

Page 148: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

125

atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan dapat terpenuhi.

4.4.1.2.Simulasi Tingkat Kenaikan Upah untuk Menghitung Iuran Perusahaan

Besar iuran perusahaan juga bergantung pada tingkat kenaikan upah peserta.

Pemilihan tingkat bunga harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam

memberikan kenaikan upah kepada karyawannya. Biaya pendanaan akan semakin besar

dengan semakin besarnya tingkat kenaikan upah.

Berikut ini adalah hasil simulasi tingkat kenaikan upah dalam menghitung iuran

perusahaan bagi karyawan yang berusia 25 (dua puluh lima) tahun saat perhitungan dan

tidak memiliki masa kerja lalu.

Gambar 4-17 Perbandingan Tingkat Iuran Perusahaan

dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah dan Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)

9.3%

10.7%

12.2%

13.8%

15.5%

17.4%

8.0%

9.0%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

8.0%

9.0%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

8.0%

9.0%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

8.0%

9.0%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

8.0%

9.0%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

10.0%

12.0%

14.0%

16.0%

18.0%

20.0%

8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0%

Tingkat Kenaikan Upah

Tin

gka

t Iu

ran

i = 8% i = 9% i = 10% i = 11% i = 12% i = 13%

Asumsi: - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)

Page 149: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

126

Berdasarkan gambar di atas, tingkat iuran yang dibutuhkan untuk mendanai ketentuan

pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan akan semakin besar dengan semakin besarnya tingkat kenaikan

upah. Sebaliknya, tingkat iuran yang diperlukan akan semakin kecil dengan semakin

besarnya tingkat hasil investasi. Dengan demikian, perusahaan perlu memperhatikan

tingkat bunga riil, yaitu tingkat hasil investasi dikurangi dengan tingkat kenaikan upah.

4.4.1.3.Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 pasal 4, setiap pihak yang

mengelola dan menjalankan program pensiun yang menjanjikan manfaat yang

pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, wajib memperoleh pengesahan

menteri berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, kecuali

apabila program pensiun tersebut berdasarkan pada Undang-Undang tersendiri. Dengan

demikian Program Pensiun Kombinasi tidak dapat melakukan pendanaan dengan cara

mendirikan Dana Pensiun berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992.

Pengelolaan dan pendanaan program pensiun dapat dilakukan oleh perusahaan secara

mandiri atau dengan menyerahkannya kepada pihak ketiga. Perusahaan dapat pula

membeli produk asuransi atau produk keuangan yang dapat mengakomodasi Program

Pensiun Manfaat Kombinasi tersebut.

4.4.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi

Seperti telah dijelaskan di Bab II, Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi adalah

Program Pensiun Iuran Pasti yang dikombinasikan dengan beberapa ketentuan pada

Program Pensiun Manfaat Pasti. Jenis Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi yang tepat

untuk mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang

Page 150: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

127

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan adalah Program Pensiun Target Manfaat (Target

Benefit Pension Plans).

Dengan Program Pensiun Target Manfaat, iuran perusahaan dihitung dengan

menggunakan metode aktuaria dengan target manfaat berupa manfaat pensiun yang

dihitung berdasarkan suatu rumus tertentu. Perusahaan tidak wajib untuk menjamin

tercapainya target manfaat tersebut, sehingga besar iuran perusahaan tidak dipengaruhi

oleh adanya perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian aktuaria.

4.4.2.1. Kewajiban Masa Kerja Lalu

Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi dengan

target manfaat adalah imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Untuk menghitung besar iuran perusahaan, terlebih

dulu harus dihitung kewajiban perusahaan atas masa kerja lalu peserta untuk memenuhi

target manfaat tersebut. Tabel-tabel berikut ini adalah kewajiban masa kerja lalu berupa

kelipatan dari upah per tanggal perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan

aktuaria Projected Unit Credit dan beberapa asumsi tingkat bunga.

Tabel 4.22. Kewajiban Masa Kerja Lalu

(tingkat bunga 10% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 4.60 5.37 6.44 7.19 9.20 12.65 10

- - 9.20 10.73 12.88 14.38 18.40 15

- - - 13.80 16.10 19.32 21.56 20

- - - - 18.40 21.47 25.76 25

- - - - - 23.00 26.83 30

- - - - - - 27.60 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Page 151: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

128

Tabel 4.23. Kewajiban Masa Kerja Lalu

(tingkat bunga 11% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - -

5

- 3.51 4.28 5.37 6.28 8.40 12.09

10

- - 7.34 8.96 11.25 13.13 17.59 15

- - - 11.52 14.06 17.65 20.61 20

- - - - 16.06 19.61 24.62 25

- - - - - 21.01 25.65 30

- - - - - - 26.38 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Tabel 4.24. Kewajiban Masa Kerja Lalu

(tingkat bunga 12% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 2.68 3.42 4.49 5.49 7.68 11.56 10

- - 5.86 7.49 9.83 12.00 16.81 15

- - - 9.62 12.29 16.13 19.70 20

- - - - 14.04 17.93 23.54 25

- - - - - 19.21 24.52 30

- - - - - - 25.22 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Tabel 4.25. Kewajiban Masa Kerja Lalu

(tingkat bunga 13% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 2.05 2.74 3.76 4.80 7.03 11.06 10

- - 4.70 6.27 8.60 10.98 16.08 15

- - - 8.06 10.75 14.76 18.85 20

- - - - 12.29 16.40 22.52 25

- - - - - 17.57 23.46 30

- - - - - - 24.13 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Page 152: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

129

Berdasarkan keempat tabel di atas, kewajiban masa kerja lalu semakin besar seiring

dengan pertambahan usia dan masa kerja lalu dari peserta. Sebaliknya, semakin besar

selisih antara tingkat bunga dan tingkat kenaikan upah, semakin kecil kewajiban masa

kerja lalu yang dimiliki prusahaan atas imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Pemilihan asumsi tingkat bunga harus disesuaikan dengan estimasi tingkat bunga

jangka panjang. Sementara asumsi tingkat kenaikan upah disesuaikan dengan proyeksi

tingkat kenaikan upah berdasarkan kebijaksanaan perusahaan untuk jangka panjang.

4.4.2.2. Iuran Normal

Berdasarkan kewajiban masa kerja lalu di atas dapat dihitung iuran normal yaitu iuran

yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai bagian dari nilai sekarang manfaat

pensiun yang dialokasikan pada tahun yang bersangkutan. Tabel-tabel berikut ini adalah

iuran normal berupa kelipatan dari upah per tanggal perhitungan dengan menggunakan

metode perhitungan aktuaria Projected Unit Credit dan beberapa asumsi tingkat bunga.

Tabel 4.26. Iuran Normal

(tingkat bunga 10% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 0.92 1.07 1.29 1.44 1.84 2.53 10

- - 0.92 1.07 1.29 1.44 1.84 15

- - - 0.92 1.07 1.29 1.44 20

- - - - 0.92 1.07 1.29 25

- - - - - 0.92 1.07 30

- - - - - - 0.92 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Page 153: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

130

Tabel 4.27. Iuran Normal

(tingkat bunga 11% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - -

5

- 0.70 0.86 1.07 1.26 1.68 2.42

10

- - 0.73 0.90 1.12 1.31 1.76 15

- - - 0.77 0.94 1.18 1.37 20

- - - - 0.80 0.98 1.23 25

- - - - - 0.84 1.03 30

- - - - - - 0.88 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Tabel 4.28. Iuran Normal

(tingkat bunga 12% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 0.54 0.68 0.90 1.10 1.54 2.31 10

- - 0.59 0.75 0.98 1.20 1.68 15

- - - 0.64 0.82 1.08 1.31 20

- - - - 0.70 0.90 1.18 25

- - - - - 0.77 0.98 30

- - - - - - 0.84 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Tabel 4.29. Iuran Normal

(tingkat bunga 13% per tahun)

Usia Masa Kerja Lalu

20

25

30

35

40

45

50

0

- - - - - - - 5

- 0.41 0.55 0.75 0.96 1.41 2.21 10

- - 0.47 0.63 0.86 1.10 1.61 15

- - - 0.54 0.72 0.98 1.26 20

- - - - 0.61 0.82 1.13 25

- - - - - 0.70

0.94 30

- - - - - - 0.80 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria

Page 154: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

131

Sama halnya dengan kewajiban masa kerja lalu, iuran normal semakin besar dengan

semakin besarnya selisih antara tingkat bunga dan tingkat kenaikan upah. Tetapi karena

iuran normal merupakan alokasi kewajiban masa kerja lalu ke setiap tahun masa kerja lalu

dari peserta, maka untuk setiap usia yang sama iuran normal akan semakin kecil dengan

semakin panjangnya masa kerja lalu.

Iuran normal seperti telah dijelaskan di atas harus dibayarkan perusahaan sebagai

iuran atas Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi per tahun. Iuran nornal harus dihitung

setiap tahun sesuai dengan asumsi aktuaria yang sesuai.

Walaupun tidak ada iuran tambahan yang wajib dibayarkan perusahaan untuk

menjamin tercapainya target manfaat, perusahaan wajib membayarkan imbalan pasca kerja

berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan keempat tabel di atas, terdapat kurang lebih 58% (lima puluh delapan per

seratus) dari keseluruhan iuran normal yang harus dibayarkan atas kelompok peserta

berusia 45 (empat puluh lima) dan 50 (lima puluh) tahun. Agar dapat mengurangi biaya

pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia di atas 45 (empat puluh lima)

tahun dapat dikeluarkan dari kepesertaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi dan

mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut pada jenis program pensiun lain.

Jika perusahaan memilih untuk tidak mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut

dalam suatu program pensiun apapun, maka pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib

dibayarkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat

dibayarkan secara langsung saat mereka pensiun (metode pay-as-you-go). Jika populasi

karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia di atas 45 (empat puluh lima)

tahun, maka perusahaan disarankan untuk melakukan pendanaan atas kelompok karyawan

tersebut sehingga kewajiban perusahaan atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat terpenuhi.

Page 155: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

132

4.4.2.3. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi

Seperti halnya Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, pengelolaan dan

pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi tidak dapat dilakukan dengan cara

mendirikan Dana Pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang

Dana Pensiun dan peraturan-peraturan yang melengkapinya.

Perusahaan dapat melakukan sendiri pengelolaan dan pendanaan program pensiun

tersebut atau menyerahkan pengelolaan dana kepada pihak ketiga. Karena tingkat iuran

dihitung secara aktuaria, maka perusahaan perlu menggunakan jasa aktuaris dalam

melakukan valuasi aktuaria untuk menentukan besar iuran perusahan setiap tahunnya.

Perusahaan juga dapat membeli produk asuransi atau produk keuangan yang dapat

mengakomodasi ketentuan Program Pensiun Iuran Kombinasi tersebut.

4.4.3. Alternatif Pendanaan Lainnya

Beberapa alternatif lainnya yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai

pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan antara lain adalah dengan cara membentuk Program Pensiun Manfaat

Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti secara bersamaan. Manfaat yang diberikan adalah

manfaat terbesar yang dapat diperoleh karyawan dari kedua jenis program pensiun

tersebut. Perusahaan juga dapat memberikan jenis program pensiun yang berbeda

berdasarkan usia dan masa kerja peserta. Dengan demikian pendanaan tidak akan

memberatkan perusahaan tetapi bersifat adil bagi setiap karyawan.

Sejak Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan ditetapkan, beberapa

perusahaan asuransi jiwa di Indonesia mulai menawarkan produk yang termasuk dalam

jenis Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi, yang dikenal dengan nama Produk Asuransi

Pesangon. Karena berupa produk asuransi jiwa, produk ini pada umumnya juga

memberikan proteksi tambahan berupa asuransi jiwa kepada setiap peserta.

Page 156: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

133

Produk asuransi jiwa lain yang dapat dibeli perusahaan sebagai alternatif pendanaan

adalah Program Asuransi Kehidupan (Endowment Insurance). Program asuransi ini akan

memberikan manfaat saat peserta meninggal dunia atau tetap hidup sampai dalam suatu

jangka waktu tertentu.

Page 157: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

134

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun

2003 memiliki beberapa ketentuan yang berbeda dengan program pensiun berdasarkan

Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Bagi perusahaan yang

memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang

nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dilakukan dengan mengintegrasikan

program imbalan pasca kerja tersebut dengan program pensiun melalui kesepakatan atau

perjanjian tertulis yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.

Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan

untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan

pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang

dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program

Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.

Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio

penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun. Pengganti

penghasilan saat pensiun bagi seorang karyawan di Indonesia dapat diperoleh dari Jaminan

Hari Tua Program Jamsostek, imbalan pasca kerja di usia pensiun yang wajib dibayarkan

perusahaan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan manfaat

pensiun dari program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan tempat karyawan tersebut

bekerja.

Jika perusahaan tidak memiliki program pensiun, maka rasio penggantian penghasilan

yang dapat diperoleh karyawan dari Program Jaminan Hari Tua Jamsostek dan imbalan

pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Page 158: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

135

akan lebih kecil dari rasio yang wajar yang dimiliki seseorang yang telah pensiun. Melalui

program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan secara sukarela, rasio penggantian

penghasilan tersebut dapat ditingkatkan.

Program pensiun yang dibentuk perusahaan juga perlu memperhatikan kemampuan

finansial dari perusahaan dan faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh

karyawan. Jenis program pensiun yang dapat dibentuk perusahaan untuk membiayai

program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program Pensiun Iuran Pasti,

Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi atau Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi.

Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti, rumus manfaat yang

sesuai dengan karakter imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan adalah berupa perkalian dari faktor penghargaan per tahun masa kerja,

masa kerja dan upah terakhir. Perusahaan dapat menentukan faktor penghargaan per tahun

masa kerja yang dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja. Dengan faktor penghargaan

yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja, besar manfaat pensiun yang diterima peserta

program pensiun bersifat adil untuk setiap kelompok karyawan. Di sisi perusahaan, biaya

yang diperlukan untuk mendanai program pensiun relatif lebih kecil dibandingkan jika

faktor penghargaan tidak dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja.

Jika perusahaan memilih untuk membentuk Program Pensiun Iuran Pasti, besar

manfaat berdasarkan program pensiun tersebut akan berfluktuasi sesuai dengan selisih

antara tingkat hasil investasi dengan tingkat kenaikan upah setiap tahunnya. Besar manfaat

juga bergantung pada tingkat iuran dan periode untuk mengiur. Perusahaan dapat

menentukan tingkat iuran yang berbeda dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja.

Tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja akan memberikan manfaat

pensiun yang adil bagi setiap kelompok karyawan.

Page 159: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

136

Perusahaan juga dapat membentuk Program Pensiun Kombinasi atau memberikan

program pensiun dengan jenis berbeda berdasarkan usia dan masa kerja karyawan. Jika

perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, maka iuran

perusahaan setiap tahunnya dihitung dengan cara menetapkan tingkat bunga tertentu

sehingga akumulasi dana yang dihitung dengan tingkat bunga tersebut dapat memenuhi

imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang

akan menjadi hak peserta saat pensiun. Jika hasil investasi tidak sesuai dengan ekspektasi,

perusahaan harus menambahkan dana agar setiap peserta program pensiun dapat menerima

haknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tentang

Ketenagakerjaan.

Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi, iuran

perusahaan dihitung dengan menggunakan metode aktuaria dengan target manfaat berupa

imbalan pasca kerja di usia pensiun yang dihitung berdasarkan Undang-Undang nomor 13

tentang Ketenagakerjaan. Perusahaan tidak wajib untuk menjamin tercapainya target

manfaat tersebut, sehingga besar iuran perusahaan tidak dipengaruhi oleh adanya

perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian aktuaria.

Sebagian besar iuran yang diperlukan untuk membiayai program imbalan pasca kerja

berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan melalui Program Pensiun

Kombinasi dibayarkan kepada karyawan yang berusia mendekati usia pensiun. Agar dapat

mengurangi biaya pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia mendekati

usia pensiun dapat dikeluarkan dari kepesertaan dan mengikutsertakan kelompok karyawan

tersebut pada jenis program pensiun lain. Jika perusahaan memilih untuk tidak

mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut dalam suatu program pensiun, maka

pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib dibayarkan berdasarkan Undang-Undang

Ketenagakerjaan nomor 13 dapat dibayarkan secara langsung saat karyawan pensiun (pay-

Page 160: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

137

as-you-go). Jika populasi karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia yang

mendekati usia pensiun, disarankan untuk melakukan pendanaan atas kelompok karyawan

tersebut sehingga kewajiban perusahaan atas imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-

Undang Ketenagakerjaan nomor 13 dapat terpenuhi.

Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara

membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada

pihak ketiga. Bagi perusahaan yang membentuk Program Pensiun Kombinasi tidak dapat

melaksanakan program dengan cara membentuk dana pensiun berdasarkan Undang-

Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Perusahaan dapat menyelenggarakan

program secara mandiri atau membeli produk asuransi jiwa yang dapat mengakomodasi

kebutuhan perusahaan dalam menyelanggarakan program pensiun untuk membiayai

pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagkerjaan.

Page 161: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

138

DAFTAR PUSTAKA

Aitken, William, H., (1996), A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation, Second Edition, Winsted: ACTEX Publication.

Bodie, Zvi, (1989), Pension Funds and Financial Innovation, USA: Cambridge.

Bodie, Zvi dan Crane, Dwight B., (1998), The Design and Production of New Retirement Savings Products, Boston.

Bowers Jr., Newton L, et.al., (1997), Actuarial Mathematics. Illinois: The Society of Actuaries.

McGill, Dan M., (1996), Fundamental of Private Pensions, 7th edition, Philadelphia: University of Pennsylvania Press

Milevsky, Moshe. A., (2006), The Calculus of Retirement Income: Financial Models for Pension Annuities and Life Insurance, New York: Cambridge University Press.

Melone, Joseph J, et.al., (2005), Pension Planning: Pension, Profit Sharing, and Other Deferred Compensation Plans. 9th edition, USA.

Parmenter, Michael. M., (1999), Theory of Interest and Life Contingencies, with Pension Applications: A Problem-Solving Approach, Third Edition, Winsted: ACTEX Publication.

Steiner, Kenneth A., (2004), Defined Cost: New Hope for Defined Benefit Plans. USA: Contigencies.

Siamat, Dahlan, (2004), Manjemen Lembaga Keuangan. Edisi ketiga, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tanner, Steven, (2001), Yang Terlupakan dari Pembahasan Kepmenaker(trans) (?): Masalah Pendanaan dan Double Dipping, Jakarta: Sinar Harapan.

Tanner, Steven, (2003a), Undang-undang Ketenagakerjaan Tahun 2003: Kaitan Antara Pasal 167 dengan Program Pensiun, Jakarta: Kompas.

Tanner, Steven, (2003b), Sinkronisasi antara Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 dengan Undang-Undang Dana Pensiun, Jakarta.

Trowbridge, C.L., et.al., (1976), The Theory and Practice of Pension Funding. USA: Irwin,inc.

Winklevoss, Howard. E., (1993), Pension Mathematics with Numerical Illustration. Second Edition. Philadelphia: Pension Research Council Publications and University of Pennsylvania Press.

Page 162: Alternatives on Funding_Labor Law 13-Ponno Jonatan

139

__________, (2005), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 91 tahun 2005. Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.017/1998 Tentang Iuran dan Manfaat Pensiun, Jakarta.

__________, (2004), Peryataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 24 (Revisi 2004). Imbalan Kerja, Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

__________, (2004), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2004. Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta.

________, (2004) Maket Development and Issues, Global Financial Stability. International Monetary Fund.

_________, (2004), Asuransi Alternatif Kelola Program Pesangon. Jakarta: Bisnis Indonesia

_________, (2003), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003. Ketenagakerjaan, Jakarta.

_________, (2002), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 510 tahun 2002. Pendanaan dan Solvabilitas Dana Pensiun Pemberi Kerja. Jakarta

__________, (2002), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 511 tahun 2002. Investasi Dana Pensiun Pemberi Kerja. Jakarta

_________, (2001), Implikasi Kepmenaker 150/2000 Atas Laporan Keuangan: Latar Belakang Munculnya Kepmenaker 150/2000, Jakarta: Majalah Akuntan.

__________, (1998), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 343 tahun 1998. Iuran dan Manfaat Pensiun, Jakarta.

_________, (1992), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 1992. Dana Pensiun, Jakarta.

_________, (1992) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 77 tahun 1992. Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Jakarta.

_________, (1992) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 76 tahun 1992. Dana Pensiun Pemberi Kerja, Jakarta.

__________, (1992), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 1992. Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta.