alasan pembaruan hukum pembangunan nasional file“ mengakui bahwa piagam pbb, kovenan internasional...

12
25/04/2012 1 25/04/2012 2 Pembangunan Secara harfiah pembangunan kegiatan mengubah keadaan dan menjadikannya lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dilakukan secara bertahap (evolusi) dgn sasaran utamanya Manusia Indonesia seutuhnya. Landasan utama pembangunan, ialah nilai budaya, dan hukum sesuai Pacasila dan UUD 1945. 25/04/2012 3 Alasan Pembaruan Hukum Nasional 1. Politik hukum nasional sebagai kebanggaan. 2. Sosiologis hukum nasional sebagai pencerminan nilai budaya bangsa sendiri. 3. Praktis hukum warisan kolonial ditulis dalam bahasa Belanda, sehingga kurang bisa dimengerti oleh masyarakat yg pada umumnya berbahsa Indonesia. 25/04/2012 4

Upload: lyhanh

Post on 24-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

25/04/2012 1 25/04/2012 2

PembangunanSecara harfiah pembangunan  kegiatan mengubah keadaan dan menjadikannya lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dilakukan secara bertahap (evolusi) dgn sasaran utamanya Manusia Indonesia seutuhnya.   Landasan utama pembangunan, ialah nilai budaya, dan hukum sesuai Pacasila dan UUD 1945.

25/04/2012 3

Alasan Pembaruan Hukum Nasional

1. Politik  hukum nasional sebagai kebanggaan.2. Sosiologis hukum nasional sebagai pencerminan 

nilai budaya bangsa sendiri.3. Praktis  hukum warisan kolonial ditulis dalam 

bahasa Belanda, sehingga kurang bisa dimengerti oleh masyarakat  yg pada umumnya berbahsa Indonesia.

25/04/2012 4

Page 2: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

25/04/2012 5

Pembangunan Hukum Nasional & TAP  MPR‐RI No IV/MPR/1999

Arahan  kebijakan pembangunan bidang Hukum, khususnya mengenai Sisitem Hukum Nasional (Bab IV huruf A, angka 2). Menata sisitem Hukum Nasional yg menyeluruh dan terpadu dgn mengakui dan menghormati Hukum Agama, Hukum Adat dan membarui perundang‐undangan warisan kolonial dan hukum nasional yg diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender, serta ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.

25/04/2012 6

Sumber Hukum Menurut Tap.  MPR‐RI. No III/MPR/2000

Pasal 1 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang‐undangan:

1. Sumber hukum adalah sumber yg dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perundangan.

2. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

3. Sumber hukum nasional adalah Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 dan batang Tubuh UUD 1945.Pembangunan Hukum Nasional bersumber dan  digali dari nilai‐nilai hukum yg hidup dalam masyarakat, sehingga hukum nasional mencerminkan nilai sosial, budaya, dan struktur masyarakat Indonesia. 

25/04/2012 7

(3)Dasar Kontitusional & Refitalisasi Hukum Adat 

Dalam Pembangunan Hukum NasionalPasal 18B Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil amandemen pertamaUUD 1945, menyatakan bahwa Negara mengakui danmenghormati kesatuan‐kesatuan masyarakat hukum adatbeserta hak‐hak tradisionalnya sepanjang masih hidupdan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalamundang‐undang.Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945  bahwa “Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

25/04/2012 8

Page 3: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

(4)Hukum Internasional dan Hak Masyarakat Adat

Konvensi ILO 107 Thn. 1957 dan Konvensi ILO 169 Thn  1989, serta Deklarasi PBB,  tgl.  13 September 2007   pengakuan hak‐hak masyarakat hukumadat. Sebagai konsekuensinya kebijakan atau politik hukum negara‐negara anggotaPBB seharusnya sejalan dengan isi konvensi dan deklarasi tersebut. Pasal 23 Deklarasi PBB mengakui hak masyarakat hukum adat untukmelaksanakan pembangunan. Pasal 23 United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoplemenyatakan:

“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐HakEkonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak‐HakSipil dan Politik, sebagaimana Deklarasi dan Program Aksi Vienna, menegaskan makna mendasar betapa pentingnya hak menentukan nasibsendiri untuk semua kelompok masyarakat, yang atas dasar hak ini, merekabebas menentukan status politik mereka dan bebas mengejar pembangunanekonomi, sosial dan budaya mereka”. 

25/04/2012 9 25/04/2012 10

UU RI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 1 ayat (1):“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yangmerdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesi”

25/04/2012 11

UU. RI. Nomor 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman

Pasal 5(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,dan memahami nilai‐nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat  (Pasal 27 ayat (1) UU No 14 Tahun 1970)

(2) Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

(3) Hakim dan hakim konstitusi wajib mentaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

25/04/2012 12

Page 4: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

UU. RI. Nomor 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman

Pasal 10(1)   Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya 

(Pasal 14 ayat (1) UU no 14 tahun 1970).(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. 

25/04/2012 13

UU. RI. Nomor 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman

Pasal 50(1)  Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang‐undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar  untuk mengadili  (Pasal 23 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970). (2)  Tiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang. 

25/04/2012 14

25/04/2012 15

Hubungan (hipotetis) antara  Hukum Adat dengan Perundang‐Undangan Pidana

“Hukum pidana adat  hukum yg hidup dan akan terus hidup, selama ada manusia budaya. Ia tidak akan dapat dihapus dgn perundang‐undangan. Andaikata diadakan jug UU yang akan menghapuskannya, akan percuma juga, malahan hukum pidana perundang‐undangan  akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh karena hukum pidana  adat itu lebih dekat hubungannya dgn antropologi dan sosiologi daripada hukum perundang‐undangan”.

25/04/2012 16

Page 5: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Seminar Hukum Nasional Pertama (1963)

Resolusi Butir IV:Perbuatan Jahat adalah perbuatan yg dirumuskan unsur‐unsurnya  dalam KUHP dan Perundang‐undangan lain. Hal ini tidak menutup pintu bagi larangan‐larangan hukum adat yg hidup  dan tidak menghambat pembentukan masyarakat yg dicita‐citakan  dan dgn sanksi adat yg masih dapat sesuai dgn martabat bangsa.

Resolusi Butir V:Unsur‐unsur agama dan hukum adat dijalinkan dalam KUHP.

25/04/2012 17

Seminar Hukum Nasional III (1974)Kesimpulan Angka 1:Pembinaan Hukum Nasional (PHN) harus memperhatikan Hukum Adat  yg merupakan hukum yg hidup dalam masyarakat (The Leving Law).

25/04/2012 18

Seminar Hukum Nasional IV (1979)Dalam Laporan Sub B II huruf a, huruf e dan huruf f ditentukan: 

a.  Sistem Hukum Nasional  (SHN) harus sesuai  kebutuhan dan kesadaran hukum rakyat.

e.  Dalam rangka menciptakan ketertiban dan kepastian hukum untuk memperlancar pembangunan nasional, hukum nasional sejauh mungkin diusahanak dalam bentuk tertulis. Di samping itu hukum tidak tertulis, tetap merupakan bagian dari hukum nasional.

f.    Untuk memelihara persatuan dan kesatuan, hukum nasional dibina ke arah unifikasi dgn memperhatikan kesadaran  hukum masyarakat, khususnya dalam bidang‐bidang yg erat hubungannya dgn kehidupan spritual.

25/04/2012 19

Seminar Hukum Nasional VI (1994)Laporan mengenai “materi hukum terulis” diputuskan:

a. ......b. Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis hendaknya bersifat komplementer...c. Pembentukan hukum tidak tertulis lebih luwes daripada pembentukan  hukum tertulis, 

karena bisa mengatasi kesenjangan antara keabsahan hukum dan efektivitasnya...Mengenai hukum kebiasaan ditentukan:

1. Hukum Kebiasaan mengandung dua pandangan:a. Dalam arti identik dgn hukum adat yg berlaku dalam masyarakat etnis dan lingkungan 

hukum adat.b. Dalam arti kebiasaan yg diakui masyarakat dan pengambil keputusan  (decision maker) 

sehingga lambat laun menjadi hukum (gewoote recht, castemary law). Hukum kebiasaan ini bersifat nasional, dimulai sejak proklamasi kemerdekaan, terutama dalam bidang hukum tatanegara, kontrak, ekonomi dan sebagainya.

2.      Hukum kebiasaan menjadi sumber hukum yg penting dalam kehidupan masyarakat. 

25/04/2012 20

Page 6: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

25/04/2012 21

Hukum Pidana Adat dan RUU KUHP (1999‐2000)Pasal 1:

1. Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yg dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang‐undangan yg berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

2. Dalam penetapan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum  adat yg menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang‐undangan.

4. Terhadap perbuatan yg memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlaku ketentuan pidana dalam Pasal 93.

25/04/2012 22

Keadilan Lebih Utama Daripada Kepastian Hukum

Pasal 16 RUKUHP (Tahun 1999‐2000):“Dalam mempertimbangkan hukum yg akan diterapkan, hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum”.

25/04/2012 23

Jenis‐Jenis Sanksi RUU KUHP(1999‐2000) 

Pasal 60:(1) Pidana Pokok:a.Pidana penjara.b.Pidana tutupan.c. Pidana pengawasan.d.Pidana denda.e.Pidana kerja sosial.(2)   Urutan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) menentukan berat ringan pidana.

25/04/2012 24

Page 7: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Kewajiban Adat Sebagai Pidana Tambahan 

Pasal 62 RUU KUHP (1999‐2000):(1) Pidana tambahan terdiri atas:a. Pencabutan hak‐hak tertentu;b. Perampasan barang tertentu;c. Pengumuman keputusan hakim;d. Pembayaran ganti rugi; dane. Pemenuhan kewajiban adat.(2) Pidana Tambahan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dijatuhkan 

jika tercantum secara tegas dalam perumusan tindak pidana.(3)Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat atau pencabutan hak yg 

diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun  tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana.

(4)Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidananya.

25/04/2012 25

Kewajiban Adat Sebagai Pidana Utama

Pasal 93 RUU KUHP (1999‐2000):1. Dalam putusan dapat ditetapkan  kewajiban adat setempat yg  harus dilakukan oleh terpidana;

2. Pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam  ayat (1) merupakan pidana pokok atau diutamakan, jika tindak pidana yg dilakukan memenuhi ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1);

3. Kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap sebanding dgn pidana denda kategori I dan dapat dikenakan  pada pidana pengganti untuk pidana denda jika kewajiban adat itu ridak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana.

4. Pidana pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat juga berupa pidana  ganti kerugia.

25/04/2012 26

25/04/2012 27

Hukum Pidana Adat dan Aplikasinya

Jembatan  Juridis Jembatan Teoritis

Aktualisasi hukum pidana adat (HPA)  dalam kerangkah hukum pidana nasional (HPN),  adalah Pasal 5 ayat (3)  sub (b) UU No. 1 Drt. tahun 1951 tentang Tindakan‐tindakan  Sementara untuk Menyelenggarakan  Kesatuan Susunan  Kekuasaan  dan Acara Pengadilan‐pengadilan Sipil.

Rekriminalisasi  HPA dalam kerangka HPN, adalah ajaran sifat melawan hukum yang materil,  baik positif maupun negatif.

25/04/2012 28

Page 8: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Ajaran Sifat Melawan HukumMateriel Formiel

Suatu perbuatan melawan hukum atau tidak , tidak hanya yg diatur UU atau hukum tertulis saja. Namun juga harus  bedasarkan aturan‐aturan  yg tidak tertulus.Jadi melawan hukum sama dengan bertentangan UU dan  dan juga bertentangan  dengan hukum tidak tertulis  atau tata susila.

Suatu perbuatan melawan hukum, ababila perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan sebagai delik dalam UU.Jadi melawan hukum sama dgn bertentangan  UU atau hukum tertulis.

25/04/2012 29

Sifat Melawan Hukum Tidak Bersifat Legalistis

Keputusan MA RI. Tanggal 8 Januari 1966, No. 42/K/Kr/1965 menyatakan:  

“suatu perbuatan pada umumnya, dapat hilang sifatnya, sebagai melawan hukum, bukan berdasarkan suatu ketentuan dalam Perundang‐undangan, melaikan juga berdasarkan asas keadilan atau asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum”. Sebagai misal ada tiga faktor:

1. Negara tidak dugikan;2. Kepentingan umum dilayani; dan 3. Terdakwa tidak dapat untung.

25/04/2012 30

Sifat Melawan Hukum MatrielDalam Fungsi Negatif Dalam Fungsi Positif

Mengakui kemungkinan adanya hal‐hal di luar UU, menghapus  sifat melawan hukum  perbuatan yang memenuhi rumusan  undang‐undang.

Menganggap suatu perbuatan tetap sebagai suatu delik meskipun tidak nyata diancam pidana dalam  UU, apabila bertentangan  dgn hukum atau ukuran‐ukuran  lainnya yg ada di luar UU.

25/04/2012 31 25/04/2012 32

Page 9: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

25/04/2012 33

Kasus (1)Kasus posisi:Terdakwa I (T.I.), wanita bersuami dan terdakwa II (T.II), laki2beristeri,  ditangkap tangan sedang berduaan di pondok kebun milik terdakwa I, yang terletak 5 km dari desa Sulewana, Palu.Pengadilan Negeri Poso, menghukum kedua terdakwa, masing 

tiga bulan, kurang daripada tuntutan Jaksa selama 6 bulan.Atas dasar  fakta: (1) bukti petunjuk berdua‐duaan di pondok 

kebun dan disaksikan oleh laki‐laki dewasa A dan B; (2) Kedua terdakwa meminta maaf kepada A dan B dan bertanya apakah keberadaanya di pondok kebun diketehui orang banyak; (3) diketahui dalam persidangan kedua terdakwa sdh lama menjalin hubungan pacaran.

25/04/2012 34

Sambungan Kasus (1)Kedua terdakwa menolak putusan dan mengajukan  banding ke PT. Palu. Putusan Pengadilan bading mengatakan: putusan untuk T.I. telah tepat dan diambil alih oleh PT Palu, sedangkan terhadap putusan T. II, ditolak oleh hakim dgn alasan:T.I., telah diadili oleh Dewan Adat dan dijatuhi sanksi 

membayar 3 ekor sapi. Suami melaporkan T.I., tidak kepada polisi, tetapi kepada Dewan Adat karena rasa cinta pada anak2.Dengan ditaatinya hukum adat oleh T.I., maka pengadilan 

diwajibkan menghormati hukum adat tersebut. T.I., tidak dipidana lagi secara ganda.Hai ini sesuai Pasal 5 ayat (3) sub b UU No 1/Drt/1951.

25/04/2012 35

Sambungan Kasus (1)

Jaksa dan Terdakwa menolak Putusan Pengadilan Tingkat Kedua. Terdakwa I dan II mengajukan kasasi, dengan alasan:PT Palu telah salah menerapkan hukum, karena hanya 

membebaskan T.I., hanya karena telah membayar sanksi 3 ekor sapi dan kembali rukun dgn suaminya.PT Palu, telah salah mempertimbangkan saknsi yg berlaku 

juga untuk T.II., menurut hukum adat suku Pamona.Antara T.II. dan T.I., telah diampuni kesalahannya, 

sehingga pembebasan T.I., maka seharusnya T.II., dibebaskan pula dari tuntutan penjara.

25/04/2012 36

Page 10: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Sambungan Kasus (1)MARI mengambil putusan terlepas dari alasan  T.I. dan T.II.  dgn alasan sendiri mengatakan:PT Palu telah salah tidak mempertimbangkan bahwa  T.I. 

dan T.II.,  diajukan ke persidangan dgn dasar hukum perzinaan. PT Palu telah menyatakan tuntutan JPU terhadap T.I. tidak dapat diterima, karena telah membayar  uang kesalahan adat dan adat tersebut sangat dihormati oleh masyarakat adat setempat.PT Palu telah menyatakan tuntutan JPU terhadap T.I., pada 

hal yg menjadi dasar  dakwaan terhadap T.I. dan T.II., berdasarkan pengaduan suami T.I. Oleh sebab itu tuntutan terhadap T.II., juga harus dinyatakan tidak dapat diterimah.

25/04/2012 37

Kesimpulan:Pejatuhan pidana oleh Dewan Adat dan sanksi adat itu telah dilaksanakan oleh terpidana kasus zina, dapat membatalkan penuntutan Jaksa terhadap kasus tsb, karena seorang tidak dapat dituntut dan dihukum dua kali atas satu kesalahan.Putusan ini memberikan pengakuan  terhadap Pengadilan adat yg bekerja dan digelar atas lansadan substansi hukum pidana adat, diakui sebagai lembaga “peradilan” yg dapat menjatuhkan sanksi.Hal ini tidak sesuai dgn prinsip penjatuhan sanksi adalah kewenangan “pengadilan negeri”

25/04/2012 38

Kasus (2)Putusan MARI, tanggal 15 Mei 1999, Nomor 1644.K/Pid/1988.Kasus Posisi: TW, seorang pemuda berumur 18 tahun, dari desa Parauna, Kendari,  didakwa  Kejaksaan  Negeri Kendari melanggar:

1. Primer Pasal 53 jo Pasal 285 KUHP, dgn kekerasan telah mencoba memperkosa ST;

2.Subsider Pasal 281 (1)  ke 1e KUHP, dgn sengaja merusak kesopanan di depan umum;

3. Subsider lagi Pasal 5  (3) sub b UU No. 1/Drt/1951. LN RI Tahun 1951 Nomor 9.

25/04/2012 39

Sambungan Kasus (2)Requisitor JPU menuntut agar Terdakwa TW dinyatakan terbkti bersalah melakukan delik sengaja mencoba memperkosa sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Jo Pasal 285 KUHP dan dituntut pidana enam bulan penjara.Terdakwa TW dalam pledoi‐nya  memohon agar dirinya dibebaskan dari penuntutan dgn alasan:

1. “Kepala adat desa Parauna, Kendari, telah menjatuhkan sanksi Prohala  (menyerahkan seekor kerbau dan sekayu kain kaci)”.

2. Sanksi telah dipenuhi dan jika dijatuhi pidana lagi, maka berarti dirinya diadili dua kali untuk dalam persoalan yg sama (asas nebis in idem).

25/04/2012 40

Page 11: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Sambungan Kasus (2)Hakim Pengadilan Negeri Kendari menolak pleidoi terdakwa TW dgn alasan:Kekuasaan Kehakiman mengenal hanya pengadilan 

negeri sebagai satu‐satunya badan yg berwenang mengadili perkara tindak pidana.Pasal 2 ayat (3) mengatakan:  bahwa “Semua peradilan 

di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang‐undang”.

25/04/2012 41

Sambungan Kasus (2)Hakim Pertama memberikan putusan, dan menyatakan terdakwa TW dibebaskan dari dakwaan  Primer dan dakwaan Subsider.Hakim menyatakan TW, terbukti sah & meyakinkan bersalah atas dakwaan subsider lagi, melakukan tindak pidana adat perkosaan, dan menghukum  TW dgn hukum penjara selama empat bulan.

25/04/2012 42

Sambungan kasus (2)Hakim Banding memberikan putusan, menguatkan putusan Pengadilan Pertama, dgn mengatakan  bahwa TW bersalah melakukan pelanggaranhukum adat SIRI” dengan  pertimbangan:1.Terdakwa melanggar hukum adat yang hidup dalam Masyarakat Tolaki. Perbuatan sangat tercela dan menimbulkan siri’ yang harus dikenakan sanksi adat, yakni keluarga yg dipermalukan (to masiri) dapat mengakibatkan korban jiwa (siri’ ripomateng). Perbuatan TW tersebut tidak ada bandingannya di dalam KUHP. TW dipersalahkan melanggar Pasal 5 ayat (3) UU RI, No. 1/Drt/1951.2.Delik adat itu, adalah delik adat siri’ dipomate atau ripoamateng/siri dipomate, ialah perbuatan melanggar kesusilaan dan merendahkan martabat kelaurga korban.3.Delik ini dikualifikasi  sejajar dgn kejahatan kesusilaan, sehingga pemidanaanya berdasarkan  pada Buku  II, Bab XIV, Pasal 281 – 297 KUHP. Dengan memperhatikan Pasal 5 ayat (3) UU RI No. 1/Drt/1951.

25/04/2012 43

Sambungan Kasus (2)Terdakwa mengajukan kasasi dgn pertimbangan:1. Judex Factie salah menerapkan hukum, 

menjatuhkan hukum pidana ganda terhadap TW. Pemohon kasasi dijatuhi sanksi pidana adat dan sanksi pidana KUHP.

2. Judex Factie salah menerapkan hukum, karena tidak menghormati hukum adat yg masih hidup dan masih berlaku serta ditaati  pelaksanaanya di daerah pemohon kasasi.

25/04/2012 44

Page 12: Alasan Pembaruan Hukum Pembangunan Nasional file“ mengakui bahwa Piagam PBB, Kovenan Internasional tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang

Sambungan Kasus (2)MA RI membatalkan Putusan PT Kendari dgn pertimbangan:Keberatan pemohon kasasi dapat dibenarkan, karena 

TW oleh kepala  adat  telah diharuskan membayar  seekor kerbau dan sekayu kain kaci, karena telah melakukan pelanggaran adat.Hukuman tersebut telah dilaksanakan oleh TW. Hukuman adat tersebut telah sepadan dgn kesalahan 

terhukum, sehingga Pasal 5 ayat (3) b UU RI No. 1/Drt/1951, terdakwa tidak lagi dapat dijatuhi pidana. 

25/04/2012 45

KesimpulanSeorang yg telah  melanggar hukum adat dan telah dihukum oleh kepala adat, tidak dapat dituntut sekali lagi oleh peradilan negara dengan dakwaan yg sama.MARI, sebagai badan peradilan tertinggi, masih faktual inkonkreto tetap menghormati kewenangan HADAT menjatuhkan sanksi kepada pelanggaran adat di daerahnya.Secara  contrario  dapat diartikan bahwa bilaman kepala adat tidak pernah memberikan sanksi  terhadap pelaku pelanggaran adat inconkreto, maka pengadilan atau hakim negara berwenang untuk mengadilinya, berdasarkan Pasal 5 ayat (3) b. UU RI Nomor 1/Drt/1951. 

25/04/2012 46

25/04/2012 47

Terima  Kasih

TERIMA KASIH