alamat penerbit: balai penelitian teknologi hasil hutan...

6
Tabel 3 : Perbandingan serangan jamur hasil inokulasi . Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa indikasi pembentukan gaharu atau serangan jamur yang diinokulasikan dengan teknik simpori menunjukan serangan yang lebih luas dibandingkan dengan teknik bor. Hal ini menunjukan teknik inokulasi simpori, untuk sementara ini lebih baik diaplikasikan di wilayah Genggelang, Lombok Utara. Penutup Banyaknya permintaan pasar akan gaharu akhir-akhir ini merupakan ancaman terhadap populasi gaharu. Fenomena tersebut mendorong munculnya berbagai ide pengembangan guna mempertahankan populasi gaharu secara bijak dan berkesinambungan, yaitu dengan menciptakan teknik-teknik inovasi dan teknologi dalam pengelolaan gaharu. Terciptanya ide-ide dalam pengelolaan gaharu dapat membantu diperolehnya gaharu dalam waktu Daftar Pustaka : singkat seperti teknik bor (suntik) dan teknik sistem paku Nugraheni, Y.M.M.A., Krisnawati, Mansyur dan Ramdiawan. 2014. berpori (simpori). Kedua teknik tersebut sama-sama dapat Teknik Inokulasi Gaharu Dengan Simpori di NTB. Laporan Perjalanan Dinas Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan membentuk gaharu dengan cepat, akan tetapi hasil yang Bukan Kayu. Mataram. diperoleh cenderung berbeda. Nugraheni, Y.M.M.A., Lutfi Anggadhania dan Mansyur. 2013. Eksplorasi Dan Isolasi Jamur Pembentuk Gaharu. Laporan Perbedaan hasil pembentukan gaharu dari kedua teknik Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan tersebut dilihat setelah dilakukan pengamatan sebulan Kayu. Mataram. setelah inokulasi. Setelah dilihat dari rata-rata serangannya Sasmuko, S.A. 2013. Karakteristik Pembentukan Gaharu Yang Dihasilkan Tiga Teknologi Inokulasi Di Propinsi NTB. Ekspose yaitu teknik simpori panjang diameternya 4,99 cm dan lebar Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan diameternya 1,22 cm. Sedangkan teknik bor (suntik) Kayu. Mataram. panjang diameternya 3,54 cm dan lebar diameternya 0,97 Sasmuko, S.A. dan Kurnaidi, 2013. Teknik Inokulasi Gaharu Dengan cm. Sehingga dapat disimpulkan sementara (masa Simpori di NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian serangan satu bulan) bahwa inokulasi dengan teknik Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram. simpori lebih cepat pembentukan gaharunya daripada teknik bor (suntik). Dari Redaksi, ….. Warta kali ini menyajikan tiga topik dari jenis Hasil Hutan Bukan Kayu yang berbeda. Topik tentang rusa timor (Cervus timorensis) menyajikan sejarah ringkas dan perkembangan penelitian dan sekaligus penagkaran rusa timor di Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu dengan system kandang pedok. Kegiatan ini cukup berhasil khususnya dari segi peningkatan produksi, dimana dari 2 ekor (sepasang) indukan tahun 2008, dapat mencapai 15 ekor setelah 5 tahun. Kepadatan kandang menjadi factor penting bagi kesehatan dan kesejahteraan rusa dalam penangkaran. Kepadatan dapat diatasi dengan mengurangi populasi dengan memindahkan ke kandang atau tempat penangkaran baru. Karena Rusa masih merupakan satwa yang dilindungi, maka ketentuan penangkaran diatur dalam Permenhut No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Pengangkutan rusa ke tempat penangkaran yang baru juga mengandung resiko yang dapat menyebabkan stress bahkan kematian,sehingga memerlukan teknik-teknik tertentu yang aman dan nyaman bagi rusa. Beberapa jenis HHBK yang ditetapkan dalam Permenhut P. 35/Menhut-II/2007 seperti Cendana, Kemiri, Gaharu, Kepel dan Tabat Barito, ternyata sedang dalam tahapan adaptasi dalam proses penelitian menjadi bahan obat dalam program saintifikasi jamu di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT). Hal yang menarik adalah tahapan yang panjang dari seleksi dan adaptasi tumbuh di lokasi penelitian, pembudidayaan, pelestarian tanaman,pengolahan menjadi bahan obat/simplisia, sampai pengujian klinis dan manajemen bahan jamu, dan selanjutnya uji pemakaiannya (resep) kepada pasien. Diinformasikan juga khasiat dari masing-masing HHBK tersebut dan beberapa arah penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat meningkatkan semangat rimbawan dan jajaran kehutanan untuk membudidayakan dan melestarikan jenis-jenis tanaman HHBK tersebut. Artikel ketiga menyajikan teknik inokulasi dari inokulan jamur Fusarium sp pada pohon penghasil gaharu (pohon Ketimunan, Gyrinops versteegii) dengan teknik bor dan teknik paku (simpori), termasuk cara penerapan/operasional, perbandingan kelebihan dan kekurangan operasional masing- masing teknik, serta perbandingan besarnya tanda-tanda pembentukan gaharunya. Artikel ini dapat dipakai panduan dalam melakukan inokulasi pohon penghasil gaharu. Akhirnya, kami serahkan pembaca untuk mencermati lebih jauh seraya berharap semoga mendapat manfaat dan menyenangkan. Terimakasih… Vol. 9 No. 1, Maret 2015 Vol. 9 No. 1, Maret 2015 1 Oleh : Septiantina Dyah Riendriasari Gambar 1. Pohon kayu bora di tepi pantai di Desa Hu'u Kecamatan Hu'u, Dompu Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Duabanga Keterangan : C-veg = karbon dari tegakan, C-so = karbon dari tanah, C-und = karbon dari tumbuhan bawah, C-nec = karbon dari seresah. Pendahuluan Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan satwa yang dilindungi dengan status vulnerable (vu) (IUCN, 2014). Rusa timor juga merupakan salah satu satwa yang menjadi objek penelitian di Balai Penelitian Teknologi HHBK di Mataram, Lombok, NTB. Sejarah kepemilikan Rusa timor oleh BPTHHBK Mataram bermula dari adanya aspek penelitian tentang rusa yang dikelola oleh Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang dan sedang mempersiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Bersamaan dengan itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB sedang menyita 2 pasang rusa dari pemilik berstatus ilegal. Melihat kondisi yang terjadi pada saat itu, maka dilakukan kerjasama. Kerjasama dalam hal ini adalah BPK Kupang memelihara satwa sitaan BKSDA NTB dengan status satwa titipan negara, dan akan dipergunakan sebagai sarana penelitian. Pada tahun 2008 terjadi perubahan pengelolaan rusa timor dari Balai Penelitian Kehutanan Kupang ke Balai Penelitan Kehutanan Mataram. Atas perubahan pengelolaan manajemen tersebut, maka perijinan untuk pengalihan ijin penangkaran dilakukan, sehingga penangkaran dilakukan oleh BPK Mataram dan dikukuhkan dengan SK Kepala Balai KSDA dengan no. S.85/IV/K.18/TSL/2008 tanggal 12 Juni 2008. Status 2 pasang Rusa timor tersebut adalah F0, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 Tahun 2005 Tentang Penangkaran Tumbuhan Dan Satwa Liar Pasal 11 yang menerangkan bahwa induk yang berasal dari hasil rampasan, penyerahan dari masyarakat atau temuan sepanjang tidak dapat diketahui asal usul atau status keturunannya dianggap sebagai spesimen hasil tangkapan dari alam (W) atau F0. 12 Duabanga Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu BPTHHBK BPTHHBK Duabanga Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Majalah Duabanga merupakan media informasi ilmiah populer di bidang teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia REDAKSI Penanggung Jawab: Kepala Balai Dewan Redaksi: Ir. I Wayan Widhiana Susila, MP (Ketua), Anggota (Anggota). Redaksi Pelaksana: Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian Tata letak: Wawan Darmawan Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Alamat : Jl. Darma Bakti No 7 - PO Box 1054, Ds. Langko Kec. Lingsar, Lombok Barat-NTB Telp. E-mail : Website: http://bpthhbk.litbang.dephut.go.id/ Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Ogi Setiawan, S,Hut, M.Sc ( ), Cecep Handoko, S.Hut., M.Sc 0370-6175552, Fax 0370-6175482 [email protected] Redaksi mengundang para peneliti, teknisi, praktisi dan pemerhati kehutanan untuk menulis tulisan ilmiah populer khususnya di bidang teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu dan Kehutanan umum di seluruh Indonesia. Naskah tulisan sebanyak 500-1.000 kata dengan spasi ganda, font 12 dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Dikirim hard copy dan soft copynya disertai foto-foto yang berhubungan dengan isi tulisan. Naskah akan disunting oleh Dewan Redaksi tanpa mengubah maksud dan isi tulisan. 1 9 4 Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA Potensi Pengembangan Tanaman Obat Anti Kolestero di Lombok Utara, Karangasem dan Tomor Tengah Selatan Potensi Pengembangan Tanaman Obat Anti Kolestero di Lombok Utara, Karangasem dan Tomor Tengah Selatan Daftar Isi 11 PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA Mengenal GaharuAsal Bima Mengenal GaharuAsal Bima Analisis Konflik Tenurial Di rempek Analisis Konflik Tenurial Di rempek 6 Mengenal Fusarium Fungi Patogen yang Berasosiasi dengan Pembentukan Gaharu Mengenal Fusarium Fungi Patogen yang Berasosiasi dengan Pembentukan Gaharu ISSN:1979-1372 ISSN:1979-1372

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

Tabel 3 : Perbandingan serangan jamur hasil inokulasi .

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa indikasi pembentukan gaharu atau serangan jamur yang diinokulasikan dengan teknik simpori menunjukan serangan yang lebih luas dibandingkan dengan teknik bor. Hal ini menunjukan teknik inokulasi simpori, untuk sementara ini lebih baik diaplikasikan di wilayah Genggelang, Lombok Utara.

PenutupBanyaknya permintaan pasar akan gaharu akhir-akhir ini merupakan ancaman terhadap populasi gaharu. Fenomena tersebut mendorong munculnya berbagai ide pengembangan guna mempertahankan populasi gaharu secara bijak dan berkesinambungan, yaitu dengan menciptakan teknik-teknik inovasi dan teknologi dalam pengelolaan gaharu. Terciptanya ide-ide dalam pengelolaan gaharu dapat membantu diperolehnya gaharu dalam waktu Daftar Pustaka :singkat seperti teknik bor (suntik) dan teknik sistem paku Nugraheni, Y.M.M.A., Krisnawati, Mansyur dan Ramdiawan. 2014. berpori (simpori). Kedua teknik tersebut sama-sama dapat Teknik Inokulasi Gaharu Dengan Simpori di NTB. Laporan

Perjalanan Dinas Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan membentuk gaharu dengan cepat, akan tetapi hasil yang Bukan Kayu. Mataram.diperoleh cenderung berbeda.

Nugraheni, Y.M.M.A., Lutfi Anggadhania dan Mansyur. 2013. Eksplorasi Dan Isolasi Jamur Pembentuk Gaharu. Laporan

Perbedaan hasil pembentukan gaharu dari kedua teknik Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan tersebut dilihat setelah dilakukan pengamatan sebulan Kayu. Mataram.setelah inokulasi. Setelah dilihat dari rata-rata serangannya Sasmuko, S.A. 2013. Karakteristik Pembentukan Gaharu Yang

Dihasilkan Tiga Teknologi Inokulasi Di Propinsi NTB. Ekspose yaitu teknik simpori panjang diameternya 4,99 cm dan lebar Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan diameternya 1,22 cm. Sedangkan teknik bor (suntik) Kayu. Mataram.panjang diameternya 3,54 cm dan lebar diameternya 0,97

Sasmuko, S.A. dan Kurnaidi, 2013. Teknik Inokulasi Gaharu Dengan cm. Sehingga dapat disimpulkan sementara (masa Simpori di NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian serangan satu bulan) bahwa inokulasi dengan teknik Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram.simpori lebih cepat pembentukan gaharunya daripada teknik bor (suntik).

Dari Redaksi, …..Warta kali ini menyajikan tiga topik dari jenis Hasil Hutan

Bukan Kayu yang berbeda. Topik tentang rusa timor (Cervus timorensis) menyajikan sejarah ringkas dan perkembangan penelitian dan sekaligus penagkaran rusa timor di Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu dengan system kandang pedok. Kegiatan ini cukup berhasil khususnya dari segi peningkatan produksi, dimana dari 2 ekor (sepasang) indukan tahun 2008, dapat mencapai 15 ekor setelah 5 tahun. Kepadatan kandang menjadi factor penting bagi kesehatan dan kesejahteraan rusa dalam penangkaran. Kepadatan dapat diatasi dengan mengurangi populasi dengan memindahkan ke kandang atau tempat penangkaran baru. Karena Rusa masih merupakan satwa yang dilindungi, maka ketentuan penangkaran diatur dalam Permenhut No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar . Pengangkutan rusa ke tempat penangkaran yang baru juga mengandung resiko yang dapat menyebabkan stress bahkan kematian,sehingga memerlukan teknik-teknik tertentu yang aman dan nyaman bagi rusa.

Beberapa jenis HHBK yang ditetapkan dalam Permenhut P. 35/Menhut-II/2007 seperti Cendana, Kemiri, Gaharu, Kepel dan Tabat Barito, ternyata sedang dalam tahapan adaptasi dalam proses penelitian menjadi bahan obat dalam program saintifikasi jamu di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT). Hal yang menarik adalah tahapan yang panjang dari seleksi dan adaptasi tumbuh di lokasi penelitian, pembudidayaan, pelestarian tanaman,pengolahan menjadi bahan obat/simplisia, sampai pengujian klinis dan manajemen bahan jamu, dan selanjutnya uji pemakaiannya (resep) kepada pasien. Diinformasikan juga khasiat dari masing-masing HHBK tersebut dan beberapa arah penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat meningkatkan semangat rimbawan dan jajaran kehutanan untuk membudidayakan dan melestarikan jenis-jenis tanaman HHBK tersebut.

Artikel ketiga menyajikan teknik inokulasi dari inokulan jamur Fusarium sp pada pohon penghasil gaharu (pohon Ketimunan, Gyrinops versteegii) dengan teknik bor dan teknik paku (simpori), termasuk cara penerapan/operasional, perbandingan kelebihan dan kekurangan operasional masing-masing teknik, serta perbandingan besarnya tanda-tanda pembentukan gaharunya. Artikel ini dapat dipakai panduan dalam melakukan inokulasi pohon penghasil gaharu.

Akhirnya, kami serahkan pembaca untuk mencermati lebih jauh seraya berharap semoga mendapat manfaat dan menyenangkan. Terimakasih…

Vol. 9 No. 1, Maret 2015Vol. 9 No. 1, Maret 2015

1

Oleh : Septiantina Dyah Riendriasari

Gambar 1. Pohon kayu bora di tepi pantai di Desa Hu'u

Kecamatan Hu'u, Dompu

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

Keterangan : C-veg = karbon dari tegakan, C-so = karbon dari tanah, C-und = karbon dari tumbuhan bawah, C-nec = karbon dari seresah.

Pendahuluan

Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan satwa yang dilindungi dengan status vulnerable (vu) (IUCN, 2014). Rusa timor juga merupakan salah satu satwa yang menjadi objek penelitian di Balai Penelitian Teknologi HHBK di Mataram, Lombok, NTB. Sejarah kepemilikan Rusa timor oleh BPTHHBK Mataram bermula dari adanya aspek penelitian tentang rusa yang dikelola oleh Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang dan sedang mempersiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Bersamaan dengan itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB sedang menyita 2 pasang rusa dari pemilik berstatus ilegal. Melihat kondisi yang terjadi pada saat itu, maka dilakukan kerjasama. Kerjasama dalam hal ini adalah BPK Kupang memelihara satwa sitaan BKSDA NTB dengan status satwa titipan negara, dan akan dipergunakan sebagai sarana penelitian.

Pada tahun 2008 terjadi perubahan pengelolaan rusa timor dari Balai Penelitian Kehutanan Kupang ke Balai Penelitan Kehutanan Mataram. Atas perubahan pengelolaan manajemen tersebut, maka perijinan untuk pengalihan ijin penangkaran dilakukan, sehingga penangkaran dilakukan oleh BPK Mataram dan dikukuhkan dengan SK Kepala Balai KSDA dengan no. S.85/IV/K.18/TSL/2008 tanggal 12 Juni 2008. Status 2 pasang Rusa timor tersebut adalah F0, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 Tahun 2005 Tentang Penangkaran Tumbuhan Dan Satwa Liar Pasal 11 yang menerangkan bahwa induk yang berasal dari hasil rampasan, penyerahan dari masyarakat atau temuan sepanjang tidak dapat diketahui asal usul atau status keturunannya dianggap sebagai spesimen hasil tangkapan dari alam (W) atau F0.

12

DuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

BPTHHBKBPTHHBK

DuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Majalah Duabanga merupakan media informasi ilmiah populer di bidang teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia

REDAKSI

Penanggung Jawab: Kepala Balai Dewan Redaksi: Ir. I Wayan Widhiana Susila, MP (Ketua), Anggota (Anggota).Redaksi Pelaksana: Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana PenelitianTata letak: Wawan DarmawanPenerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Alamat : Jl. Darma Bakti No 7 - PO Box 1054, Ds. Langko Kec. Lingsar, Lombok Barat-NTB Telp. E-mail :

Website: http://bpthhbk.litbang.dephut.go.id/

Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan KayuOgi Setiawan, S,Hut, M.Sc ( ), Cecep Handoko, S.Hut., M.Sc

0370-6175552, Fax 0370-6175482 [email protected]

Redaksi mengundang para peneliti, teknisi, praktisi dan pemerhati kehutanan untuk menulis tulisan ilmiah populer khususnya di bidang teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu dan

Kehutanan umum di seluruh Indonesia. Naskah tulisan sebanyak 500-1.000 kata dengan spasi ganda, font 12 dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Dikirim hard copy dan soft copynya

disertai foto-foto yang berhubungan dengan isi tulisan. Naskah akan disunting oleh Dewan Redaksi tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.

1

9

4

Penangkaran Rusa Timor

(Cervus timorensis)DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATAPenangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis)DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA Potensi Pengembangan Tanaman Obat Anti Kolestero di Lombok Utara,Karangasem dan Tomor Tengah Selatan

Potensi Pengembangan Tanaman Obat Anti Kolestero di Lombok Utara,Karangasem dan Tomor Tengah Selatan

Daftar Isi

11

PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis)DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATAPENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis)DI KHDTK RARUNG, Ds. PEMEPEK, Kec. PRINGGARATA

Mengenal GaharuAsal BimaMengenal GaharuAsal Bima

Analisis Konflik Tenurial Di rempekAnalisis Konflik Tenurial Di rempek 6

Mengenal Fusarium Fungi Patogenyang Berasosiasi dengan PembentukanGaharu

Mengenal Fusarium Fungi Patogenyang Berasosiasi dengan PembentukanGaharu

ISSN:1979-1372ISSN:1979-1372

Page 2: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

3. Persiapan tenaga proses pembiusan satwa agar lebih mudah dibawa, adanya Tenaga yang akan mengangkut atau memindahkan rusa harus kandang angkut yang sesuai standar, dan lokasi pemindahan disiapkan minimal 3 orang yang bertugas membantu yang disediakan sesuai dengan standar.menggiring satwa ke dalam kandang angkut. Jika satwa mengamuk dan membahayakan petugas, maka diperbolehkan DAFTAR PUSTAKAmelakukan pembiusan yang dilakukan oleh dokter hewan. [BKSDA]. Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 2013. Standar Setelah masuk ke dalam kandang angkut, maka rusa siap Operasional Prosedur (SOP). Mataramdibawa. [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2014.

w w w . i u c n r e d l i s t . o r g . R e t r i e v e d f r o m www.iucnredlist.org: http://www.iucnredlist.org

Semiadi, G., & Nugraha, T. P. (2004). Panduan Pemeliharaan Rusa Timor. Bogor: LIP.

Permenhut. 2005. Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Kementerian Kehutanan.

Isetio, P., Takandjandji, M., & Kwatrina, R. T. 2009. Peningkatan Reproduksi, Produktivitas pertumbuhan Dan Efektifitas Pengelolaan Pakan Pada Penangkaran Rusa Di HP Dramaga, Bogor. Bogor: Departemen Kehutanan

4. Persiapan alat dan bahanAlat yang dipergunakan adalah alat suntik/tulup, kandang angkut, tali, mobil angkut. Bahan yang digunakan adalah obat bius.

Pemindahan rusa dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2014 dari KHDTK Rarung menuju TWA Suranadi dengan menggunakan jalur darat. Pemindahan rusa dari KHDTK Rarung ke TWA Suranadi dilakukan 2 tahap dan menggunakan kandang angkut yang berukuran 1,5m x 1,5m x 0,75m. Karena kandang angkutnya yang hanya 3 buah sedangkan rusa yang akan diangkut sebanyak 5 ekor. Tahap 1 memindahkan 2 ekor rusa dewasa dengan perbandingan jenis kelamin 1 jantan 1 betina. Sebelum diangkut, rusa dipingsankan terlebih dahulu agar tidak meronta dan meminimalisasi stres sewaktu di dalam kandang angkut. Rusa dipingsankan dengan membiusnya terlebih dahulu, pembiusan menggunakan tulup. Setelah dibius, maka rusa dimasukkan ke dalam kandang angkut dan diangkut menuju lokasi TWA Suranadi.

Sesampai di lokasi TWA Suranadi, rusa yang diangkut kemudian dilepaskan ke kandang yang baru. Respon pertama ketika dilepaskan adalah berlarian menuju naungan dan terdiam. Hal ini dilakukan karena mengalami tekanan ketika proses pengangkutan dan membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Setelah 15 menit terlihat jantan dewasa mulai memakan rumput yang ada di sekitar kandang yang baru, diikuti dengan betina dewasa. Untuk rusa anakan masih terlihat diam dan belum melakukan aktivitas. Semua individu terlihat mulai beraktifitas setelah 30 menit berlalu setelah proses pengangkutan.

Proses pemindahan rusa timor dari satu lokasi ke lokasi yang lain memerlukan persiapan yang matang. Persiapan tersebut meliputi adanya tenaga medis yang membantu dalam

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

3

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

Gambar 4. Buah nyamplung

2

2011, 2 pasang rusa timor ini menghasilkan keturunan generasi pertama atau biasa disebut F1. F1 yang dihasikan sebanyak 3 ekor dengan rasio sex 3 ekor betina. Pada tahun 2012 kembali dilahirkan 3 ekor yang statusnya masih F1 dikarenakan tidak dilakukan pemisahan sehingga indukan (F0) tetap mengawini F1 sehingga anak yang dihasilkan tetap berstatus F1 (Permenhut no P.19/Menhut-II/2005 Tentang Penangkaran Tumbuhan Dan Satwa Liar).Populasi rusa timor yang semakin padat membuat daya dukung habitat yang berupa kandang pedok tidak mampu menampung populasi yang cukup banyak. Kondisi tidak mampu dalam hal ini adalah tidak mampu memisahkan indukan (F0) dengan anakan (F1), sehingga masih terjadi perkawinan dan tetap menghasilkan F1. Pada tahun 2013 kembali menghasilkan 5 ekor F1 dengan jenis kelamin 2 ekor jantan dan 3 ekor betina. Sehingga pada akhir tahun 2013 jumlah Rusa timor yang ada di penangkaran KHDTK Rarung Dua pasang Rusa timor tersebut ditangkarkan di sebanyak 15 ekor dengan rasio sex 7 ekor jantan dan 8 ekor kandang berbentuk pedok yaitu kotakan padang umbaran betina. yang dibatasi oleh pagar . Di kandang pedok ini 2 pasang Populasi rusa sebanyak 15 ekor tidak tertampung di rusa melakukan semua aktivitas termasuk aktivitas kandang pedok dengan luas 12x 14 m yang dibagi menjadi 4 reproduksi. Kandang pedok ini berada di Kawasan Hutan kandang kecil seluas 6x7 m. Kenyamanan dan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rarung, Desa Pemepek, kesejahteraan rusa tidak terjamin, tidak terpenuhinya Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah. kebutuhan pakan dan peluang jantan untuk menyerang Kandang pedok ini dibagi menjadi 4 bagian kandang yang betina sangat besar. Melihat kondisi tersebut, maka diambil fungsinya adalah :tindakan penjarangan populasi Rusa timor dengan cara 1. Satu kandang untuk kandang kawin. Kandang ini pemindahan rusa ke lokasi yang lebih baik dan lebih sebaiknya diisi Rusa timor dengan sex ratio 1 : 5 yang menjamin kesejahteraannya.artinya 1 jantan dengan 5 ekor (Setio et al, 2009). Hal ini Proses pemindahan/mutasi Rusa timor diatur dalam dilakukan agar tidak terjadi perkelahian antar jantan Standar Operating System (SOP) yang dikeluarkan oleh ketika ingin kawin.Balai Konservasi Sumber Daya Hutan (BKSDA) Nusa 2. Satu kandang isolasi ketika bunting dan mendekati masa Tenggara Barat. Adapun SOP yang tertera adalah :melahirkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi

penyerangan dari jantan kepada betina yang sedang 1. Persiapan kandang baru atau kandang tujuanbunting.

Dalam persiapan kandang tujuan, diperlukan beberapa 3. Satu kandang menyusui. Ini dilakukan untuk memberikan syarat. Syarat-syarat kandang tujuan merupakan kenyaman kepada bayi yang baru lahir agar dapat leluasa kandang yang terpisah dari kawanan yang lama, hal ini menyusu kepada induknya tanpa gangguan dari spesies ditujukan agar rusa yang baru diangkut tidak mengalami yang lain. stres. Disamping itu, kandang tujuan harus mempunyai 4.Satu kandang untuk perlakuan (penimbangan, persediaan air dan menyediakan pakan. Syarat terakhir pengobatan, dan pengukuran morfometri). Dengan adalah kandang yang baru harus mempunyai naungan.adanya kandang sendiri, maka proses perlakuan akan

2. Pemeriksaan Kondisi Kandang Asallebih mudah. Karena spesies yang akan diberi perlakuan Kondisi kandang asal perlu diketahui informasi kondisi akan dipisah terlebih dahulu di kandang ini.kandang asal sebelum diangkut. Kondisi asal perlu Pembagian masing-masing kandang ini berfungsi efektif, diketahui untuk menentukan perlakuan apa yang akan dilihat dari hasil anakan generasi pertama (F1) yang dapat dilakukan dalam proses penangkapan sebagai usaha menghasilkan setelah 3 tahun ditangkarkan. Pada tahun

Gambar 1. Rusa timor di penangkaran model pedok

Page 3: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

4

DuabangaDuabanga

5

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

rendah, kering dan mangrove serta tanaman yang belum beradaptasi dengan lingkungan Tawangmangu. Beberapa tanaman yang ada di ruang adaptasi yang termasuk dalam Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sesuai Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007 yaitu Cendana (Santalum album), Kemiri (Aleurites mollucana), Gaharu (Aquilaria mallacensis), Kepel (Stelechocarpus burahol) dan Tabat barito (Ficus deltoidea).

Cendana (Santalum album)

daerah pedalaman. Minyaknya digunakan sebagai bahan tambahan dalam perawatan rambut (untuk menyuburkan rambut). Bijinya dapat digunakan sebagai pencahar. Di Jepang, kulit kayunya telah digunakan untuk tumor. Di Sumatera, bijinya dibakar dengan arang, lalu dioleskan di sekitar pusar untuk menyembuhkan diare. Di Jawa, kulit batangnya digunakan untuk mengobati diare atau disentri (Wikipedia, 2015).

Di B2P2TOOT daging biji dari buah Kemiri digunakan untuk mengobati urus – urus. Urus – urus merupakan suatu proses untuk membersihkan usus dari Cendana merupakan tanaman endemik Pulau Nusa berbagai macam zat racun yang akan dibawa menuju usus Tenggara Timur yang menghasilkan kayu Cendana dan besar dan akan dibuang bersama kotoran keluar tubuh minyak wangi. Beberapa khasiat kayu Cendana melalui aliran darah ( , 2015). (Gambar.2) sebagai penghalus kulit, peluruh keringat dan Dikarenakan pembuangannya melalui aliran darah, maka air seni (diuretik), pereda nyeri (analgesik) dan kejang, saat melakukan proses urus – urus sekaligus juga pencegah mual, meredakan kolik angin di perut melakukan kegiatan pembuangan zat – zat beracun. (karminatif), menambah nafsu makan (stomakik) dan daunnya untuk obat sakit demam (antipiretik). Untuk Gaharu (Aquilaria mallacensis)kecantikan, biasanya kayu cendana dapat menghaluskan Gaharu adalah produk komersil dengan harga jual yang kulit dipakai kayu Cendana yang sudah kering diserut halus cukup tinggi (Gambar 4). Produk tersebut sebenarnya lalu ditumbuk dan ditambah air hingga menyerupai pasta, merupakan respon pertahanan pohon penghasil gaharu kemudian dilulurkan keseluruh badan, setelah kering terhadap penyakit ataupun gangguan luar yang dibasuh dengan air bersih (Primawati, 2006). diakumulasikan dalam bentuk endapan resin yang tersimpan dalam jaringan kayu. Pemanfaatan gaharu Kemiri (Aleurites mollucana)sangat luas, selain kegunaan utamanya yaitu dalam Ketika mendengar kata “kemiri” yang terlintas adalah industri wewangian, gaharu juga dimanfaatkan dalam kemiri untuk rempah – rempah dan sumber minyak. bidang pengobatan. Barden et al. (2000) menyebutkan Pohon Kemiri dapat mencapai tinggi 4 – 15 m (Heyne, bahwa gaharu dimanfaatkan sebagai pengobatan, 1987). (Gambar 3). Beberapa bagian dari tanaman ini incense, dan parfum. sudah digunakan dalam obat-obatan tradisional di daerah-

www.toganet.com

Pendahuluan TANAMAN HHBK DI B2P2TOOTKarena fokus besarnya pada saintifikasi jamu dan

penelitian berbasis pelayanan, maka B2P2TOOT melaksanakan kegiatan dari hulu sampai hilir. Saintifikasi Jamu adalah salah satu program terobosan Kementerian Kesehatan untuk memberikan bukti ilmiah Jamu sehingga dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal. Kegiatan dimulai dari riset etnofarmatologi tumbuhan obat dan jamu, pelestarian, budidaya, pascapanen, riset praklinik, riset klinik, teknologi, menajemen bahan jamu, penelitian iptek, pelayanan iptek, dan diseminasi sampai d e n g a n p e m b e r d a y a a n m a s y a r a k a t ( ).

Salah satu kegiatan penting untuk mendapatkan bahan – bahan untuk membuat obat dan jamu adalah kegiatan Transformasi B2P2TOOTbudidaya tanaman. Setelah kegiatan budidaya tanaman B2P2TOOT mengalami beberapa transformasi yang agar diperoleh dalam jumah yang banyak maka beberapa semula dari kebun koleksi tanaman obat sampai menjadi tanaman dikoleksi di ruang adaptasi. Diruang adaptasi ini Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan terdapat tanaman hasil eksplorasi, koleksi baru, hasil (Gambar.1 )introduksi baru, yang belum teridentifikasi, habitat dataran

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) merupakan kantor Badan Penelitian dan Pengembangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian di Balai Besar tersebut fokus pada tanaman obat dan obat tradisional. B2P2TOOT berkantor di Jl. Raya Lawu No. 11 Desa Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.

Tawangmangu dikenal sebagai obyek wisata pegunungan di lereng barat Gunung Lawu. Karena termasuk areal pegunungan maka Tawangmangu udaranya sejuk dan tanahnya subur dengan dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. www.b2p2toot.litbang.depkes.go.id

TANAMAN HHBK DI BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (B2P2TOOT)

KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAHOleh :

Krisnawati

Page 4: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

mengembangkan budaya kesehatan dan sumber daya lokal untuk pembangunan kesehatan. Secara global kebutuhan dunia Kesehatan tidak lepas dari dunia Kehutanan yang kaitannya dengan informasi tanaman dan pemenuhan bahan atau materi untuk pembuatan obat dan jamu. Karena B2P2TOOT mempunyai tanggung jawab mengelola ilmu dan teknologi (iptek), lembaga ini mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal, melalui penelitian, pengembangan, pelatihan, dan pelayanan iptek.

DAFTAR PUSTAKABarden, A., N. Awang Anak, T. Mulliken, and M. Song.

(2000). Heart of the matter: agarwood use and trade and CITES implementation for Aquilaria malaccensis. TRAFFIC International, Cambridge, UK.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid. 2: 1174-1177. Yayasan. Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Primawati, E. (2006). Perbanyakan Cendana (Santalum album) Secara Kultur In Vitro Dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP Dan Kinetin). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. IPB.

Tri Joko Siswanto. (2012). Manfaat Plasma Nutfah Kepel (Stelechocarpus Burahol) Sebagai Tanaman Langka dan Potensial. Leaflet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.

Tisnadjaja, D, Saliman, E. Silvia, Simanjuntak, P. (2006). Pengkajian Burahol (Stelechocarpus burahol Setelah tahap kegiatan budidaya, maka tahap (Blume) Hook & Thomson) sebagai Buah yang selanjutnya adalah untuk pasca panen. Dimulai dari Memiliki Kandungan Senyawa Antioksidan. Jurnal proses penyortiran , penjemuran, pengovenan, Biodiversitas. Pusat Penelitian Bioteknologi. LIPI. laboratorium formulasi kemudian ke laboratorium Hal 199 – 202. Terpadu untuk penyiapan, proses pengujian simplisia Wikipedia. (2015) . http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiri. secara klinis, penyimpanan bahan dan distribusi bahan Akses 9 Pebruari 2015obat dan jamu. Karena pembuatan obat dan jamu masih www.b2p2toot.litbang.depkes.go.id. Akses 6 Pebruari dalam skala penelitian, sehingga pasien yang datang ke 2015. Klinik Saintifikasi Jamu diberikan obat atau jamu dengan www.kesehatan.kompasiana.com/media/2013/10/19/gaBahan yang digunakan berupa simplisia yang telah haru-sebagai-obat-bukan-hanya-hhbk-602040.html. terbukti khasiat dan keamanannya melalui uji praklinik. Akses 9 Pebruari 2015.

www.litbang-pertanian.go.id.tabatbarito. Akses 9 PENUTUP Pebruari 2015.

Tanaman HHBK sebagai penghasil obat harus www.toganet.com.manfaat-kemiri. Akses 5 Pebruari dilestarikan agar tidak langka dan berlanjut menjadi 2015.punah. Hal tersebut dikarenakan tanaman HHBK penghasil obat merupakan sumber plasma nutfah. Cendana, Kemiri dan Gaharu didunia kehutanan sangat popular dan dikenal sebagai HHBK yang potensial. Sedangkan Kepel dan Tabat barito sudah menjadi tanaman langka yang perlu lebih ditingkatkan lagi untuk kegiatan budidayanya. Karena kelima jenis tanaman tersebut merupakan bahan atau materi yang saat ini terus diperlukan dan digunakan oleh B2P2TOOT. Di era persaingan, globalisasi dan keterbukaan saat ini, B2P2TOOT berupaya menggali, memanfaatkan,

6 7

Gambar 7. Akar nyamplungGambar 6. Alur proses pembuahan

Oleh :

Rubangi Al Hasan

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

Di B2P2TOOT, daun gaharu yang masih muda digunakan sebagai untuk pengobatan anti asma. Secara tradisional Tibet, tanaman gaharu dipergunakan sebagai obat anti asma, antimikroba, stimulan kerja syaraf, sakit perut, perangsang nafsu birahi, analgesik, kanker, diare, ginjal, tumor, dan paru-paru. Secara tradisional Cina, tanaman gaharu dipergunakan sebagai obat penghilang stress, gangguan ginjal, hepatitis, sirosis, pembengkakan hati dan ginjal, bahan antibiotik untuk TBC, reumatik, kanker, m a l a r i a d a n t u k a k l a m b u n g ( w w w .

, 2015).

dan napas). Dalam pengobatan, daging buahnya berfungsi sebagai dan menyebabkan kemandulan (sementara) pada wanita. Jadi, kepel ini oleh para wanita bangsawan digunakan sebagai parfum dan alat KB (Tisnadjaja et al, 2006).

Kepel (Stelechocarpus burahol).Di Di Yogyakarta, Kepel merupakan tanaman

phenomena kraton serta memiliki manfaat yang cukup banyak dan saat ini sudah sangat langka dijumpai. Kelangkaan tersebut konon dikarenakan Kepel

Tabat barito (Ficus deltoidea).merupakan buah kegemaran putri keraton yang berfungsi sebagai penghilang bau badan (deodorant). Sehingga

Tanaman obat ini mungkin belum banyak dikenal masyarakat awam tidak berani menanam Kepel masyarakat. Tanaman ini termasuk tanaman obat langka sembarangan (Siswanto, 2012). Di B2P2TOOT sebagai untuk meningkatkan stamina tubuh (afrodisiak). Tabat bahan obat yang digunakan adalah buahnya untuk obat Barito tumbuh di daerah tropis dan subtropis, terutama di radang ginjal. Manfaat lain dari Kepel adalah dagingnya daerah Asia. Tabat digunakan sebagai bahan obat yang berwarna jingga dan mengandung sari buah tradisional, yaitu diambil daun dan akarnya. Daunnya memberikan aroma seperti bunga bercampur mengandung sitosterol dan akarnya mengandung buah pada ekskresi tubuh (seperti air seni, keringat, cyanophoric. Tanaman ini berkhasiat untuk meningkatkan

http://kesehatan.kompasiana.com

peluruh kencing

mawarsawo

Page 5: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

DuabangaDuabangaDuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

89

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

3. Kelebihan dan kekurangan inokulasi gaharu dengan sistem bor (suntik)a. Kelebihan :Ÿ Resapan inokulan ke dalam lubang pengeboran / jaringan pohon lebih cepat; Ÿ Kecil kemungkinan masuknya mikroba lain (air hujan, semut) ke dalam lubang inokulan, karena langsung ditutup dengan lem

silikon pada permukaan lubang bor; b. Kekurangan :Ÿ Biaya tinggi (menggunakan mesin bor, genset, bahan bakar minyak, dan peralatan listrik lainnya);Ÿ Sulit diterapkan oleh masyarakat karena perlu keterampilan khusus;Ÿ Kurang efektif untuk segala medan karena besar dan banyaknya peralatan yang digunakan.

(a) (b) (C.)

Gambar 10. Ruangan kedap

Pendahuluan

Gaharu merupakan kayu yang mengandung resin khas dengan memiliki aroma wangi yang berasal dari bagian pohon penghasil gaharu, adanya proses penularan sebagian besar terjadi pada tanaman Gyrinops versteegii dan Aquilaria spp. (Nugraheni et al., 2012)Banyaknya manfaat yang diperoleh dari gaharu mengakibatkan semakin tingginya permintaan pasar terhadap gaharu. Dengan semakin menurunnya kelestarian tanaman penghasil gaharu memunculkan berbagai ide dan inovasi untuk mengembangkan budidaya gaharu, baik dari segi pembudidayaan tanaman maupun dari segi teknologi pengelolaan dan pengolahan gaharu.Dalam pembentukan gaharu terdapat beberapa alternatif untuk pembentukan gaharu, diantaranya perlukaan batang pohon dengan mencacah atau memaku, proses pembentukan gaharu seperti ini kemungkinan ditemukan berbagai macam resiko yang dihadapi seperti pembusukan pada bagian batang, tejadinya pelapukan hingga terjadinya kematian pada pohon.Dengan kasus tersebut, dalam tulisan ini disampaikan teknik alternatif untuk pembentukan gaharu dengan sistem yang telah kami coba sebelumnya yaitu dengan menggunakan sistem bor (suntik) dan sistem paku berpori (simpori).

Teknik Inokulasi Gaharu dengan Sistem bor (suntik). Teknologi inokulasi yang berkembang saat ini adalah metode suntik yaitu memasukkan pathogen (Fusarium sp.) ke dalam batang pohon gaharu dengan dengan cara membuat lubang-lubang kecil yang dibuat sedalam sepertiga diameter batang pohon gaharu tersebut dilakukan dengan cara mengebor. Setelah lubang bor terbentuk kemudian dimasukkan pathogen dengan menggunakan alat suntik. (Sasmuko, 2013)

Teknik Inokulasi Gaharu dengan Sistem bor (Suntik)

dan Sistem Paku Berpori (Simpori)

Oleh : Mansyur

Page 6: Alamat Penerbit: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan ...balitbangtek-hhbk.org/2020/01/unggah/file... · penelitiaan penggunaannya sebagai bahan obat. Artikel ini diharapkan dapat

DuabangaDuabangaDuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

DuabangaDuabanga

8 9

Warta Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

3. Kelebihan dan kekurangan inokulasi gaharu dengan sistem udara 45% – 58%. Inokulasi dilakukan dengan dua teknik paku berpori. yaitu sistem bor (suntik) dan sistem paku berpori a. Kelebihan : (simpori), pohon untuk dijadikan bahan inokulasi Ÿ Biaya operasional lebih murah ; sebanyak 6 pohon, tiap teknik inokulasi masing-masing 3 Ÿ. Tidak memerlukan peralatan listrik yang mahal seperti pohon. Adapun ukuran masing-masing pohon seperti

mesin bor dan genset; pada tabel 1.Ÿ Lebih aman digunakan;Ÿ Dapat diguanakan di segala medan karena ringan dibawa

ke mana-mana;Ÿ Dapat dioperasikan oleh siapa saja, tidak memerlukan

keahlian khusus;Ÿ Lebih ramah lingkungan, tidak menghasilkan polusi.Ÿ Tidak memutuskan jaringan kayuŸ Proses induksi lebih efektif.Ÿ

b. Kekurangan :Ÿ Tingkat resapan inokulan ke dalam lubang paku simpori /

jaringan kayu lebih lama karena pori-pori pada paku lebih kecil.Ÿ Besar kemungkinan masuknya mikroba lain (air hujan,

semut) ke dalam lubang paku, karena lubangnya tidak segera ditutup.

Ÿ Kemungkinan terjadi keretakan/pembelahan pada permukaan batang pohon, sehingga dimungkinkan adanya kontaminan dari mikroba lain yang masuk ke dalam jaringan kayu.

Inokulasi dilakukan pada bagian batang pohon yang terdiri Ÿ Paku simpori belum terjual di pasaran karena harus dari tiga lajur (ruas), masing-masing 10 suntikan per lajur. dipesan khusus.Sebulan setelah inokulasi dilakukan pengamatan dengan mengupas/mengiris di permukaan batang untuk A. Hasil Serangan Inokulan dengan Teknik bor (suntik) dan mengetahui hasil serangan dari kedua teknik inokulasi Teknik Simpori.tersebut. Bagian yang diamati sebanyak 3 titik dari 10 titik Kegiatan inokulasi dilakukan di Desa Genggelang, Kecamatan yang disuntik, yaitu pada titik 1, 4 dan 7. Tabel 2. Hasil Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Desa Genggelang pengamatan luas serangan pada inokulasi.berada pada ketinggian + 350 m.dpl, dengan kelembaban

Tabel 1. Ukuran diameter pohon sebagai bahan inokulasi.

(Nugraheni et al., 2014).

Data di atas dikelompokkan menurut masing-masing teknik inokulasi, maka hasilnya seperti tercantum pada tabel 3 sebagai berikut :

(a) (b) (C.)

Gambar 10. Ruangan kedap

C. Teknik Inokulasi Sistem Paku Berpori (Simpori) Ÿ Tutup kembali lubang dengan lem silicon agar tak ada Teknik pengerjaan inokulasi dengan menggunakan sistem kontaminan dari mikroba yang lain dan untuk

paku berpori (simpori) di bawah ini: mencegah air (hujan) yang merembes di permukaan Ÿ Ukur lingkaran batang untuk mendapatkan diameter batang pohon.

batang. Misalkan lingkaran batang 60 cm, hitung diameternya dengan rumus : Keliling Lingkaran = diameter x 3,14. Contoh : 60 cm = diameter x 3,14 berarti diameter batang = 60 cm : 3,14 = 19,11 cm.

Ÿ Ukur titik pemakuan awal 20 cm dari permukaan tanah. Beri tanda dengan spidol. Kemudian buat lagi titik pemakuan di sebelahnya dengan menggeser kearah horizontal sejauh 5 cm, dan ke arah vertikal sejauh 15 cm, dengan cara yang sama buatlah titik berikutnya dengan melingkari batang pohon hingga membentuk pola spiral.

Ÿ Tancapkan paku berpori sedalam 1/3 diameter batang pada titik pemakuan yang sudah ditanda dengan spidol dengan kemiringan paku 15 %.

Ÿ Contoh : Kedalaman paku = diameter batang x 1/3 = 19,11 x 1/3 = 6,4 cm. Berarti paku yang digunakan yaitu simpori yang ukuran panjangnya 10 cm, yang tertancap sedalam 6,4 cm.

Ÿ Masukkan inokulan dengan pipet plastik ke dalam lubang paku simpori denagn dosis 2 – 5 cc.

Ÿ Biarkan paku menancap minimal sampai 1 bulan kemudian.

Ÿ Amati keberhasilan penyuntikan setelah 1 atau 2 bulan, caranya cabut paku simpori dengan menggunakan cukit, kupas sedikit kulit batang, jika batang tampak berwarna coklat kehitam-hitaman berarti penyuntikan berhasil.

Pada tahun 2011, Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPTHHBK) telah mendapatkan teknologi inokulasi pohon gaharu yang sederhana, biaya murah, mudah diterapkan oleh masyarakat luas dan ramah lingkungan. Teknologi yang bernama SIMPORI (sistem paku berpori) tersebut tidak menggunakan peralatan listrik seperti pada teknologi inokulasi sebelumnya. (Sasmuko et al., 2012).1. Bahan dan Alat.Bahan dan alat yang dibutuhkan pada teknik sistem paku berpori (simpori), adalah :Ÿ Paku berpori (Simpori) dengan ukuran 5 mm dan 10 mm,

semakin besar diameter batang, semakin besar juga ukuran paku simporinya.

Ÿ Palu untuk memaku paku (simpori)Ÿ Cukit untuk menyabut kembali paku simpori.Ÿ Spidol permanent sebagai penanda titik pemakuan.Ÿ Alat ukur meteran dan penggaris untuk mengukur

keliling batang dan jarak titik paku satu dengan lainnya.Ÿ Alkohol 70 % untuk sterilkan alat.Ÿ Masker untuk pelindung.Ÿ Lem silicon, untuk menutup lubang paku apabila dicabut.ŸInokulan gaharu