alam sumatera, edisi desember 2015

29
ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

Upload: votuyen

Post on 01-Jan-2017

262 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

Page 2: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

Buletin Alam Sumateradipublikasikan oleh KKI WARSI

Susunan Redaksi

Penanggung Jawab:Diki KurniawanEditor:SukmareniReporter:Staf KKI WarsiWeb Master:Askarinta AdiDistribusi:Aswandi Chaniago

Komunitas KonservasiIndonesia - WARSIAlamat :Jl. Inu Kertapati No.12Kel. Pematang SulurKecamatan Telanai PuraKota Jambi. 36124PO BOX 117 JbiTel: (0741) 66695Fax : (0741) 670509E-mail : [email protected]://www.warsi.or.idhttp://alamsumatera.org.

Dari Editor

Foto Cover :Kapalo BandaFoto: dok. KKI WARSI

Desain dan Cetak:[email protected]

Daftar Isi / penulis

SALAM RIMBA • Bersepakat di Paris / Emmy Primadona...................................................................................................................4INTRODUKSI• Kealpaan Negara dan Tragedi Ekologi / Sukmareni...........................................................................................…....5LAPORAN UTAMA• Ketika Asap Membawa Presiden Kepada Orang Rimba / Sukmareni ................................................................…8• Antisipasi Kebakaran dengan Sumur Hidran dan Canal Blocking / Herma Yulis.....................................................11 • Bosan Dengan Asap Yang Berulang, Dewan Rancang Peraturan Daerah / Sukmareni........................................13• Menunggu Janji Pemerintah, Tindak Pembakar Hutan dan Lahan / Sukmareni......................................................16• Berjibaku dalam Asap / Elviza Diana........................................................................................................................18FOKUS• Melihat Pengelolaan Koperasi ala Bunda Simanau / Elviza Diana............................................................................21• Perempuan Simancuang Menjaga Hutan / Elviza Diana..........................................................................................23• Perempuan Penjaga Sungai Batang Langkup / Elviza Diana...................................................................................25GIS• Pemanfaatan Inderaja untuk Menghitung Luas Kebakaran / Sofyan Agus Salim......................................................28WAWANCARA• PHBM, Pintu Kemakmuran Rakyat / Elviza Diana....................................................................................................30DARI HULU KE HILIR• Ungkapan Syukur dalam Tradisi Mendarahi Kapalo Banda / Herma Yulis..............................................................32• Gali Potensi Sumber Daya Alam dengan Metode PCP / Herma Yulis....................................................................34SUARA RIMBA• Musai, Sang Inspirator di Tanah Sepintun / Sukmareni...........................................................................................36• Jangkar, Forum Perjuangan Masyarakat Adat / Sukmareni / Kristiawan.................................................................38AKTUAL• Membangun Sinergi dalam Pengelolaan TNBD / Herma Yulis................................................................................40• Festival Batang Gansal, Pesta Budaya Suku Talang Mamak / Elviza Diana..............................…...….........….......42• Tumenggung Tarip Terima Satya Lencana/ Sukmareni............................................................................................45MATAHATI• Kofifah di Benor FM / Elvi Dayanti............................................................................................................................46• Hutan Harapan dan Batin Sembilan Sepakati Ruang Kelola / Joni Rizal.................................................................47SELINGAN• Makna di Balik Motif Lapik Talang Mamak / Ariandi.................................................................................................50• Beginggung, Dendang Kerinduan Seorang Kekasih / Elviza Diana.........................................................................51KAJIAN• Mencegah Kebakaran Hutan / IlhamDartias............................................................................................................52

Tragedi asap selama empat bulan menimpa Jambi selama 2015, merupa-kan tragedi asap terparah selam kurun waktu sembilan belas tahun ini. Ratusan ribu masyarakat Provinsi Jambi terserang Infeksi Saluran Per-

napasan Akut (ISPA) dan ada dua balita malang yang harus meregang nyawa karena dampak dari terpapar asap. Fenomena El nino panjang, membuat lahan gambut berperan besar penyumbang titik api dan rawan terbakar. Jambi yang memiliki kawasan gambut seluas 736.224 hektar. Tata ruang bersifat eksploitatif dan tidak adanya tata ruang yang memberikan tempat bagi pemanfaatan lahan gambut secara non eksploitatif terlihat jelas di Jambi. Bayangkan saja sekitar 70 persen lahan gambut yang ada di Provinsi Jambi telah dieksploitasi dan be-ralih fungsi menjadi kawasan perkebunan sawit, HTI dan pertambangan. Alam Sumatera kali ini menghadirkan kupas tuntas tragedi asap di laporan utama. Selain kabar duka tragedi asap, kita juga menyajikan bagaimana masyarakat khususnya di wilayah gambut mencoba mengatasi kebakaran melalui pem-bangunan sumur serapan dan sekat kanal agar menjaga gambut dalam kondisi tetap basah. Hingga Asap juga membawa Presiden Jokowi mengunjungi kelom-pok Orang Rimba, semoga memberikan pengharapan baru bagi Orang Rimba.

Kita juga dapat belajar dari masyarakat yang dengan komitmen menjaga hutan akhirnya menuai berkah, mulai dari tetap mengalirnya Sungai di Batang Lang-kup Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin di musim kemarau yang melanda dan juga panen raya di Jorong Simancuang, Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan di saat hampir semua sawah mengalami fuso. Selain itu di halaman fokus alam Sumatera kali ini menyajikan para pe-juang wanita penjaga hutan dari tiga wilayah yaitu Simancuang, Simanau dan Rantau Kermas. Ini menceritakan bagaimana perempuan-permpuan tangguh ini dapat memberikan sumbangsih dalam pengelolaan sumber daya alam terutama hutan di wilayah mereka. Kemeriahan Festival Batang Gansal berbalut dengan kebudayaan Suku Talang Mamak, tentu saja bisa menjadi bacaan menarik.

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang diyakini mampu menyelamat-kan kawasan hutan tersisa dengan pelibatan masyarakat. Tak hanya upaya pe-nyelamatan hutan, PHBM juga diharapkan menjadi pintu kemakmuran rakyat, Direktur Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno menguraikan komitmen pemerintah dalam rubrik wawancara.

Seyogyanya manusia dan alam merupakan sebuah kesatuan, utuh dan ber-hubungan erat. Dan belajar dari tragedi asap terparah 2015 menjadi sebuah tamparan keras untuk kita semua. Bagaimana kita selama ini tidak memper-lakukan alam dengan baik, sehingga beruntun bencana yang dihadirkan oleh alam. Nafsu dan keserakahan manusia dalam pengelolaan sumber daya alam memicu kemarahan dari alam. Semoga ini menjadi pengingat kita semua agar di tahun depan mampu berbuat bijak dalam bersahabat dengan alam. Menjadi catatan penting bagi pemerintah agar segera membenahi dan menindak tegas para perusak alam. Dipenghujung tahun menjadi awal memulai mimpi yang baru, untuk kehidupan yang lebih baik, kini dan nanti.

4

5

811 131618

212325

28

30

3234

3638

404245

4647

5051

52

Page 3: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

SALAM RIMBA54

Kealpaan Negara dan Tragedi Ekologi

INTRODUKSI

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

Musim kemarau pertengahan tahun ini, telah menjadikan Indonesia membara. Sumatera, Kalimantan diikuti Indonesia timur. Ribuan titik

api bermunculan dan menghasilkan asap pekat. Jutaan masyarakat menjadi korban paparan asap yang yang menimbulkan beragam persoalan kesehatan, dari sakit peradangan saluran nafas hingga kegagalan fungsi or-gan yang menyebabkan kematian. Melihat kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Indonesia 2015 menurut NASA merupakan kebakaran terburuk dalam sejarah. Luasnya lahan yang terbakar dan lamanya ka-but asap menyelimuti wilayah Indonesia bahkan hingga ke negara tetangga, mengingatkan kita pada kejadian luar biasa serupa tahun 1997 silam.

Persoalan asap dan kebakaran hutan dan lahan gam-but tahun ini merupakan akumulasi dari kebobrokan pengelolaan sumber daya alam terutama memaksakan gambut menjadi areal konsesi. Sama halnya dengan kebakaran hebat 1997 silam lalu, kala pencanangan gambut untuk areal pemanfaatan baru saja di mulai. Di Jambi lahan gambut tidak luput dari persoalan. Ber-dasarkan data Kementrian Kehutanan tahun 2011, Provinsi Jambi memiliki lahan gambut seluas 676.341 Ha. Dari total gambut ini, sebagian besar dimanfaatkan untuk kawasan pertanian, perkebunan dan hutan tana-man industri. Dari data Kementrian Kehutanan, men-catat Hutan Tanaman Industri 54.312 ha dan perkebu-nan 96.301 ha.

Tahun 2015 memperlihatkan bagaimana masalah-masalah ekologi menjadikan berbagai perso-alan bagi kelangsungan hidup manusia. Persoalan yang muncul lebih tepatnya bisa disebut dengan tragedi ekologi. Musim kemarau di tambah fenomena El Nino menghadirkan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan serta menimbulkan kabut asap. Hujan yang dinanti untuk meng-atasi kebakaran yang timbul, baru beberapa hari mengguyur sebagian daerah sudah terjadi longsor dan genangan banjir di sejumlah daerah. Apakah ini tanda kemurkaan alam?

Bersepakat di Paris

Conference of Parties (COP) ke 21 baru saja usai di gelar di Paris. Hadir di pertemuan tahu-nan yang menjadi Kerangka Kerja PBB tentang

Perubahan Iklim yang sudah berlangsung sejak tahun 1995 lalu, memberikan kesan tersendiri dalam upaya-upaya peningkatan perbaikan tata kelola dan perlin-dungan kawasan hutan. Dalam ajang site event yang saya ikuti di acara ini banyak hal yang menjadi catatan yang berlangsung dalam diskusi-diskusi untuk percepa-tan penurunan emisi karbon. Satu hal yang pasti dalam pertemuan sudah ada kesepakatan untuk adanya new climate agreement kesepakatan untuk menurunkan emisi karbon. Capaian ini jauh lebih baik di bandingkan pertemuan-pertemuan sebelumnya belum mencapai kata sepakat dan masih tarik menarik kepentingan un-tuk membuat komitmen penurunan emisi karbon guna menyelamatkan bumi dari perubahan iklim.

Kesepakatan Paris(Paris Agreement), demikian doku-men kesepakatan penurunan emisi karbon ini dinama-kan setelah 40.000 delegasi dari 195 negara, melaku-kan pembicaraan panjang dan alot untuk menentukan langkah-langkah kongkrit guna menurunkan emisi. Par-is Agreementjuga berfungsi sebagai pengganti Protokol Kyoto untuk mengatasi perubahan iklim yang sudah berakhir sejak beberapa tahun lalu.

Dalam kesepakatan ini, disepakati semua pihak men-dukung untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata bumi di bawah 2 derajat celsius dan diupayakan bisa di tekan hingga 1,5 derajat. Langkah maju yang patut diapre-siasi dan tentu juga harus di kawal bersama. Penurunan suhu bumi akan sejalan dengan Kesepakatan Paris se-lanjutnya yaitu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menggantinya dengan penggunaan energi terbarukan. Dalam Kesepakatan Paris juga yang paling alot diputuskan adalah adanya pendanaan 100 milyar dolar pertahun untuk mitigasi perubahan iklim, sekaligus adanya upaya yang baik untuk menciptakan pemban-gunan berkelanjutan serta mengentaskan kemiskinan. Dalam kesepakatan yang di capai usulan dari Indonesia juga terakomodasi seperti diferensiasi atau perbedaan kewajiban antara negara maju dan berkembang, pro-gram REDD, implementasi aksi dari kesepakatan Paris, finansial, dan transformasi teknologi dan peningkatan sumberdaya manusia. Ini tentu sebagai langkah maju untuk mendukung kegiatan pengurangan deforestasi dan pengembangan masyarakat.

Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Jokowi juga telah menyampaikan komitmen pemerintah Indo-nesia rencana penurunan emisi karbon sebanyak 29 persen 2030. Target yang lebih tinggi dari yang dipa-tok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada COP 15 di Kopenhagen sebanyak 26 persen. Suatu target yang cukup besar tentu sangat perlu komitmen kuat dari pemerintah untuk bisa mewujudkannya dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar hutan. Untuk mencapai ini, Presiden menjelaskan langkah yang akan diambil ada-lah perbaikan tata kelola kehutanan, pengembangan restorasi ekosistem dan mengembangkan sosial Fo-restry.

Penurunan emisi dengan di dukung kegiatan-kegiatan untuk mendukung masyarakat dan pengembangan ekonomi secara berkelanjutan harus lebih dikembang-kan dan dipopulerkan di tengah masyarakat. Inisiatif-inisiatif masyarakat yang terbukti mampu menjaga hu-tannya dengan baik dan menjadikannya sebagai bentuk pengelolaan berkelanjutan dan lestari sudah waktunya untuk mendapatkan dukungan luas. Presiden Jokowi pun di hadapan delegasi negara lain menyampaikan bahwa masyarakat merupakan garda terdepan dalam menjaga kondisi lingkungannya sehingga perlu menda-pat dukungan dari semua pihak. Sekaligus memperbaiki tata kelola kehutanan dan pemanfaatan lahan. Memper-tahankan hutan tersisa dan menghentikan deforestasi dalam setiap pemanfaatan lahan menjadi bagian pen-ting untuk mencapai target penurunan emisi.

Kondisi ini harus kita kawal bersama mengingat salah satu komitmen untuk penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Pen-gurangan penggunaan bahan bakar fosil tentu akan diganti dengan bahan energi lain semisal biofuel. Un-tuk mengembangkan biofuel dibutuhkan pasokan yang banyak dari tumbuhan penghasil seperti sawit. Masalah-nya, tentu akan kembali kepada ekspansi pemanfaatan lahan. Ini yang juga harus di waspadai supaya tidak terjebak dengan komitmen-komitmen yang dibangun. Biofuel dengan sawit akan kembali membutuhkan lahan yang sangat luas, sementara kita juga berkomitmen un-tuk menghentikan laju deforestasi dengan asumsi tidak ada lagi izin baru apalagi sampai melepaskan kawasan hutan untuk perkebunan. Kondisi-kondisi ini harus kita kawal dan amati bersama supaya kita tidak lagi terjebak pada ekspansi investasi sawit dan ini sangat berpotensi melemahkan komitmen kita dalam meraih nol zero de-forestasi. (Emmy Primadona Than)

Page 4: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

INTRODUKSIINTRODUKSI76

Peruntukan gambut untuk konsesi perusahaan ini jelas telah memberi konsekuensi pada hilangnya kestabilan ekosistem serta rusaknya kawasan gambut. Musabab-nya, pemanfaatan gambut sebagai areal konsesi dilaku-kan dengan cara menurunkan muka air gambut melalui pembangunan kanal. Kanal-kanal di bangun mencin-cang lahan gambut.

Dengan kehadiran kanal, air gambut dialirkan ke sun-gai-sungai terdekat, gambut menjadi kering sebagai syarat untuk bisa ditanami dengan tanaman yang bu-kan tumbuhan rawa. Disinilah kerusakan gambut itu berawal. Memaksa air gambut keluar dari tempatnya, mengeringkannya dan menaburkan berbagai bahan kimia untuk bisa di tanam dengan tanaman yang bukan tanaman asli gambut.

Pengeringan gambut dengan sistem kanal juga telah menyebabkan gambut menjadi sangat rawan menga-lami kebakaran. Kebiasaan membuka lahan dengan sistem bakar juga dilakukan oleh penguasa lahan gam-but. Dari catatan WARSI di dua kabupaten saja, Tan-jung Jabung Timur dan Muara Jambi, sedikitnya 33.754 ha mengalami kebakaran. Kebakaran terjadi di ham-pir semua pemanfaatan lahan, HTI, perkebunan sawit, lahan masyarakat hingga Taman Nasional Berbak dan Taman Hutan Raya.

Secara keseluruhan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis, total kebakaran hutan dan la-

han di periode 2015 telah menghanguskan lebih dari 1,4 juta ha, dengan 412.384 ha di antaranya adalah gam-but. Sementara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merilis luas lahan dan hutan terbakar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia telah men-capai 2,1 juta hektare.Menurut BNPB tragedi asap ini telah menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 20 Triliyun. Kerugian negara ini diantaranya karena harus menyewa pesawat dan helikopter untuk pemadaman api, modifikasi cuaca untuk hujan buatan, biaya per-sonal dan pengembangan posko di wilayah terdampak asap.

Sejatinya kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan jauh lebih besar dari itu. Kebakaran hutan dan lahan te-lah menimbulkan pencemaran udara, kerugian ekologi, kerugian ekonomi, kerusakan tidak ternilai dan biaya pemulihan kondisi lingkungan. Kerugian ini belum dihi-tung terhadap dampak kesehatan bagi masyarakat yang terkena berbagai penyakit akibat kabut asap. Menteri Sosial Kofifah Indar Parawangsa sebagaimana di kutip Kompas.com pada 28 Oktober 2015 menyebutkan ter-dapat 19 orang yang meninggal karena kabut asap. Se-dangkan kementrian kesehatan mencatat 425.377 jiwa terkena ISPA. Tidak hanya itu, selama kabut asap 2015 di Provinsi Jambi saja tercatat 29 hari sekolah dilibur-kan. Kondisi ini menyebabkan anak-anak harus mengi-kuti pelajaran hingga akhir semester ini, tanpa ada liburan, atau kalau ada liburan semester diperpendek dari biasanya.

Kerugian lainnya adalah tidak beroperasinya bandara di daerah-daerah sumber asap. Tercatat ada 36 Bandara yang terganggu operasionalnya selama kabut asap. Bandara Sultan Thaha Jambi saja misalnya tutup selama dua bulan, dengan hampir 500 penerbangan yang batal menjelajahi langit Jambi, dengan kerugian lebih dari Rp 3 Milyar, belum termasuk kerugian akibat tidak berputarnya roda perekonomian gerai-gerai dalam bandara. Kabut asap juga telah menyebabkan lesunya pasar-pasar tradisional dan tempat-tempat rekreasi. Perputaran roda perekonomian melambat selama ka-but asap berlangsung. Meski pedagang tetap ke pasar namun sepi pembeli.

Berjibaku Dengan Api

Hampir setiap musim kemarau kabut asap akan meny-inggahi daerah langganannya, yang sudah berlangsung sejak 1997 lalu, dengan intensitas berbeda. Kondisi bu-ruk terjadi pada 2015, kemarau disertai El Nino sudah menyebabkan penyimpangan musim sehingga kema-rau menjadi lebih lama. Kebakaran hebatpun tak bisa dihindari. Meski sebelumnya, jauh sebelum kemarau datang, BMKG sudah mengingatkan para pihak untuk waspada El Nino dan kemarau panjang.

Pun demikian dengan pemerintahan melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada kunjungan perdana ke Jambi Februari, sudah mengadakan rapat koordinasi dengan para gubernur daerah langganan ke-bakaran hutan. Yel-yel siap mengantisipasi kebakaran hutan dan lahanpun di perdengarkan.

Namun kenyataannya, begitu kemarau tiba titik api mu-lai bermunculan. Kebakaran lahanpun terjadi. Berawal di tanah gambut. Api terus berkobar, dan sulit diken-dalikan, asap tebal pun membubung tinggi menyelimuti negeri. Masifnya dampak kebakaran hutan dan asap yang muncul juga bisa disebut dari penanganan yang lambat oleh pemerintah selaku penyelenggara negara. Seperti di Jambi, kebakaran hutan sudah mulai muncul pada pertengahan Juli. Namun masa darurat asap baru pada akhir Agustus dan awal September baru terben-tuk Satuan Tugas Tanggap Darurat Bencana Asap yang dikomandai langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Awalnya masa tugas Satgas dipatok untuk dua Minggu. Ribuan tentara dan instansi terkait dikerahkan untuk me-madamkan api. Dari udara juga dirancang pemadaman dengan water boombing. Namun apa daya, asap tebal yang sudah kadung menyelimuti negeri menyebabkan pesawat yang akan digunakan untuk memadamkan api juga tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya. Bah-kan ada kalanya pesawat hanya bisa siaga di Bandara tidak mampu terbang akibat fisibilitas yang sangat ren-

dah. Akibatnya masa kerja Satgaspun diperpanjang tiga kali sampai kabut asap hilang. Pun demikian dengan upaya modifikasi cuaca sulit dilakukan akibat ketidak-tersediaan awan potensial. Akibatnya kebakaran terus berlanjut dengan mengeluarkan asap yang luar biasa menyesakkan dada. Baru berakhir setelah musim hujan datang.

Salah Kelola Sumber Daya Alam

Bencana kebakaran gambut, hutan dan lahan bisa dis-ebut sebagai bentuk keserakahan dalam mengelola sumber daya alam. Gambut menurut Peraturan Men-teri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 adalah tanah ha-sil akumulasi timbunan bahan organik lebih besar dari 65% secara alami dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya ka-rena suasana an aerob dan basah. Dengan kondisi ini, gambut terisi dengan air, boleh dikatakan 90 % bagian gambut adalah air.

Meski mengandung air yang banyak dan kondisi lahan yang cenderung asam, masih banyak tumbuhan yang beradaptasi untuk tumbuh dengan baik di lahan gam-but. Hutan gambut tumbuh baik dengan kubah-kubah gambut alami. Namun sayangnya, lahan gambut tidak luput dari upaya mengalihfungsikannya menjadi areal pertanian dan perkebunan hingga hutan tanaman. Ka-rena karakteristik gambut yang berair, maka ada upaya paksa untuk mengeluarkan air gambut. Kanal-kanal pun di bangun, membelah lahan gambut. Ketika perusahaan yang membangun kanal dilakukan dengan alat berat sehingga kanal yang dibangun sudah mirip dengan sungai. Bahkan ada yang sampai 12 meter lebarnya, hingga bisa dijadikan jalur transportasi oleh perusahaan yang bersangkutan.

Tindakan mengeluarkan air gambut jelas dan nyata telah menjadikan gambut rusak. Apalagi diindikasikan ada upaya untuk menjadikan gambut terbakar. Bahkan ada dugaan unsur kesengajaan dilakukan pembakaran gambut untuk mengurangi ketebalannya muka gambut sehingga bisa untuk ditanami dengan tanaman yang bukan asli tumbuhan gambut.

Dengan pola-pola seperti ini telah terjadi pengrusakan gambut. Kerusakan ini seolah dilegalisasi negara den-gan hadirnya izin-izin kelola lahan gambut. Di awal ten-tu ini, dianggap sebagai keberhasilan karena berhasil memperluas konsesi dengan iming-iming peningkatan pendapatan negara. Namun apa daya, kerusakan gam-but ini juga sudah menimbulkan bencana. Tragedi asap di kala kemarau dan banjir menghadang di musim hu-jan. Pemulihan ekosistem gambut dengan melakukan perbaikan tata kelola gambut, harusnya menjadi pilihan saat ini. (Sukmareni)

Foto udara lokasi kebakaran di perkebunan sawit PT ATGA, pembukaan kanal untuk me-

ngeringkan air membuat lahan gambut rentan terbakar. (Andi Irawan/ Dok KKI WARSI)

Page 5: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA9

Bencana kabut asap selama tiga bulan yang me-landa Sumatera dan Kalimantan telah menyeng-sarakan masyarakat, termasuk komunitas adat

marginal Orang Rimba. Kehidupan di dalam rimba yang semula tenang dan damai, terusik akibat kabut asap yang menyeruak di antara pepohonan rimba. Tak ada tempat bagi Orang Rimba untuk menghindari asap yang semakin hari semakin pekat. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebakaran hutan yang terjadi dekat pemukiman Orang Rimba.

Akibatnya sebagian Orang Rimba mencoba menghin-dari asap dengan keluar dari dalam rimba, mencari daerah yang dianggap bisa melindungi mereka. seran-gan infeksi saluran pernafasan dan beragam penyakit dikeluhkan Orang Rimba. Pengobatan yang dilakukan di dalam rimba oleh fasilitator kesehatan WARSI belum terlalu berdampak untuk pemulihan kesehatan Orang Rimba. Pasien Orang Rimba yang terkena serangan

ISPA selalu saja ada. Bahkan WARSI menjalin kerja sama dengan Puskesmas Pematang Kabau Kecamat-an Air Hitam Kabupaten Sarolangun untuk melakukan pengobatan ke Orang Rimba.

Di beberapa kelompok lain, Orang Rimba ada yang mengaku mengungsi karena kebakaran dan asap hing-ga ke provinsi tetangga. Keberadaan Orang Rimba di provinsi luar Jambi ini sempat menjadi pemberitaan sejumlah media. Setelah dilakukan identifikasi, diketa-hui kelompok-kelompok yang berjalan jauh hingga ke provinsi tetangga diketahui bahwa sebagian mereka merupakan kelompok yang berada di sekitar lokasi ke-bakaran hutan dan lahan. Selain asap, asumsi lainnya kepergian Orang Rimba sampai jauh adalah untuk me-nemukan sumber daya baru.Asap dan musim kemarau nan kering menyebabkan hewan buruan juga semakin sulit di dapatkan. Alasan-alasan inilah yang membawa sebagian Orang Rimba mengembara sampai jauh.

Ketika Asap Membawa Presiden Kepada Orang Rimba

Sejumlah media memberitakan Orang Rimba yang mengembara hingga ke Pekanbaru dan Pelalawan Riau, Pelembang, hingga ke Solok Sumatera Barat.

Namun sebagian besar Orang Rimba masih bertahan di lokasi semula. Kalaupun ada yang menghindar memi-lih tempat yang masih dekat dengan lokasi terutama untuk mengungsikan anak-anak. Seperti yang dijalani kelompok Tumenggung Grip di Kedudung Muda Taman Nasional Bukit Duabelas. Sebagian anggota kelompok ini, keluar dari rimba dan sementara bermukim di kan-tor lapangan WARSI di pinggir hutan TNBD tepatnya di ujung Desa Bukit Suban.Evakuasi keluar rimba ini, ditu-jukan untuk anak-anak dan perempuan hamil. Semen-tara kaum laki-laki akan kembali ke rimba untuk melaku-kan pemadaman kawasan hutan yang terbakar.

Di rumah evakuasi ini sejumlah peralatan disediakan. Terutama alat untuk pembersih udara. Untuk mengu-sir rasa jenius selama berada dalam rumah evakuasi, mengingat berdiam di rumah bukanlah hal yang lum-rah untuk Orang Rimba, sifat WARSI yang melakukan pendampingan melakukan berbagai kegiatan. Untuk anak-anak tetap melanjutkan pendidikan baca tulis dan hitung, bersama fasilitator pendidikan. Sedangkan bagi yang sakit mendapat perawatan dari fasilitator keseha-tan WARSI.

Ya, musim asap menjadi petaka bagi Orang Rimba. Ke-hidupan mereka di alam terbuka, nyaris tak ada tempat yang bebas dari asap. Hal ini menempatkan Orang Rim-ba sebagai kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap bahaya kabut asap ini. Derita Orang Rimba akibat asap ini, rupanya sampai juga ke telinga orang nomor satu di Indonesia. Singkat cerita dalam agenda kunjungan Presiden ke Sumatera untuk meninjau pe-madaman kebakaran hutan dan lahan serta melihat pe-nanganan masyarakat terdampak asap, Orang Rimba masuk dalam agenda kelompok masyarakat yang akan di kunjungi. Komunikasi awal dilakukan oleh staf Kemen-trian Sosial yang untuk melihat kondisi Orang Rimba. Selang sehari Menteri Sosial yang langsung menyata-kan diri akan datang dan bertemu dengan Orang Rim-ba. Namun rencana kembali berubah, karena akan ada kunjungan presiden yang alam bertemu Orang Rimba.

Karena yang akan berkunjung adalah orang nomor satu di republik ini, tentu saja banyak panitia yang terlibat. Mulai dari Kementrian Sosial, Pemprov Jambi, Pemda Sarolangun dan Camat Air Hitam serta aparat Desa Bukit Suban, dan yang paling utama tentu juga pasukan pengaman presiden. Persiapan di kebut, meski se-bagian pihak tidak terlalu yakin akan berlangsung kun-jungan mengingat asap yang masih sangat pekat dan juga adanya pembatalan kunjungan presiden beberapa kali sebelumnya.

Namun demikian semua persiapan tetap dilakukan. Di Sarolangun Pemda menyiapkan lokasi pertemuan dengan Orang Rimba dipusatkan di halaman SMK 8 Sarolangun, yang berada di Desa Bukit Suban, Keca-matan Air Hitam Sarolangun. Tenda besar didirikan dan masyarakat dikumpulkan. Orang Rimba di datangkan dari berbagai tempat tidak hanya dari sekitar Air Hitam tetapi juga dari Singkut, Pemenang. Sejak pagi 23 Ok-tober masyarakat sudah tumpah ruah untuk bertemu dengan Presiden.

Sementara menunggu kehadiran presiden menteri So-sial Kofifah sudah duluan meluncur ke lokasi. Bertemu dengan para pihak di lokasi acara yang disiapkan. Se-lanjutnya Mensos sempat mengidentifikasi sembilan kepala keluarga Orang Rimba yang berada di Perkebu-nan sawit plasma PT Sari Aditya Loka, ASTRA Group. Selain itu sejumlah Orang Rimba juga berada di peru-mahan sosial yang di bangun Kementrian Sosial seba-nyak 15 unit pada 2013 silam. Selain berada di lokasi yang disiapkan itu, sebagioan Orang Rimba terutama perempuan dan anak-anak tetap tinggal di rumah sing-gah WARSI di pinggir Taman Nasional.

Sekitar pukul tiga siang Presiden tiba di Desa Bukit Suban dengan Heli Puma. Keriuhanpun terjadi, masyarakat langsung berkerubung menyambut sang Presiden. Paspampres yang sudah menggiring ke lokasi yang disiapkan Pemda dan para pejabat sudah berjejer menunggu kecele. Presiden tidak mengarah ke penyambutan, malah berbelok ke arah masyarakat yang sudah memanggil manggil namanya. Jokowipun langsung menyalami masyarakat yang sudah menanti-nya dan kemudian menaiki mobil untuk meninjau Orang Rimba, tujuannya melihat Orang Rimba di sawitan dan Orang Rimba di Perumahan Sosial yang dibangun pada tahun 2013 lalu. Ketika Presiden menemui Orang Rim-ba yang berada di sawitan, beliau berdialog dengan em-pat orang rimba dewasa, waktu itu Presiden ditemani seorang Babinsa Desa Bukit Suban Husni Thamrin. Cukup lama presiden bercecakop (berbincang) dengan kelompok ini. Termasuk menanyakan kepada Orang Rimba apa yang mereka inginkan. Orang Rimba yang berbincang dengan Presiden adalah Meriyau, Nyerak, Genap dan Ngelawang. Orang Rimba ini merupakan kelompok Ninjo yang sejak beberapa hari sebelum-nya berburu babi di kawasan ini. Pada pertemuan ini Orang Rimba memakai cawat dan duduk berjongkok di bawah pohon sawit. Kelompok ini, sebelum ke da-tangan Jokowi di beri baju oleh staf Kemensos namun tidak mereka pakai, dan hanya di gantung dan ada yang tergeletak di bawah pohon sawit. Pada kesempatan ini Presiden menawarkan pemukiman untuk mereka, dan diiyakan oleh Orang Rimba, mereka mau di rumahkan, tetapi juga diberi lahan usaha dan dibimbing untuk ber-tani.

Tragedi asap mengantarkan Jokowi bertemu dengan Orang Rimba. Orang Rimba yang hidup

berdampingan langsung dengan kawasan hutan , merupakan masyarakat yang sangat rentan terpa-

par asap. (Yeni Azmaiyanti/ Dok KKI WARSI)

Page 6: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

1110LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA

Selesai berkunjung ke sawitan ini, Presiden melanjut-kan perjalanan dengan menemui Orang Rimba di pe-rumahan sosial. Terdapat 23 unit rumah yang di ban-gun pemerintah pada 2013 silam. Rumah-rumah ini dijadikan sebagai rumah singgah oleh Orang Rimba pimpinan Tumenggung Grip. Sehari-hari Tumenggung Grip tinggal di Kedudung Muda Taman Nasional Bukit Dua Belas. Rumah Sosial ini di fungsikan oleh Grip dan rombongan sebagai rumah singgah kala mereka keluar untuk menjual hasil rimba ataupun membeli kebutuhan mereka sehari-hari. Presiden semula berencana untuk memasuki salah satu rumah, namun karena rumah itu belum ditempati, akhirnya pertemuan di gelar di depan salah satu rumah. Dalam dialog itu Orang Rimba yang hadir adalah Tumenggung Grip, Tumenggung Tarip, Prabung, Mangku Basemen dan Njalo. Semua yang hadir dalam pertemuan ini mengenakan pakaian umum, kecuali Prabung yang memakai baju hijau yang di berikan staf kemensos sesaat sebelum Jokowi datang. Sebelumnya Prabung mengenakan cawot. Dalam dialog ini Tumenggung Grip menyampakan bahwa perumahan yang mereka dapatkan belum ditempati secara penuh karena belum adanya sumur dan listrik. Presidenpun menyanggupi dan mengintrsuksikan Kemensos segera menyiapkan sarana yang dibutuhkan Orang Rimba. Usai berdialog dengan tokoh-tokoh Orang Rimba ini, Presiden menyempatkan diri berdialog dan bertemu dengan anak-anak rimba. Bahkan Presiden sempat

menguji salah satu anak rimba yaitu Betuah perjumla-han 8 + 8 dan di jawab dengan lancar oleh Betuah.

Kurang lebih dua jam Jokowi bertemu dengan orang Rimba dan mendengarkan keluh kesah komunitas marginal asli Jambi ini, tidak lupa Jokowi memberikan bantuan untuk Orang Rimba yang ditemuinya, berupa sembako dan juga Kartu Indonesia Sejahtera dan Kar-tu Indonesia Pintar. Walau hanya singkat bagi Orang Rimba pertemuan ini sangat penting. Paling tidak ke-datangan Rajo Godong, sebutan orang rimba untuk pemimpin di negeri ini memberi harapan baru untuk pengakuan hak-hak Orang Rimba. Menyelamatkan hu-tan yang menjadi rumah orang Rimba yang tinggal di dalam hutan, mengalokasikan lahan di sawitan dan HTI untuk Orang Rimba yang sehari-hari sudah berada di lokasi tersebut, serta memberikan rumah untuk Orang Rimba yang sudah terintegrasi dengan desa. Harapan sederhana dari Orang Rimba pada Presiden yang per-tama datang ke rumah mereka. Semoga kunjungan ini memberi ruang hidup dan berpenghidupan yang lebih baik bagi Orang Rimba. Sebagaimana dahulu langkah Gus Dur yang sudah menjadikan Taman Nasional Bukit Duabelas untuk wilayah hidup dan berpenghidupan Orang Rimba. Hmm… asap yang membawa Jokowi pada Orang Rimba, semoga membawa dampak baik untuk kelangsungan hidup Orang Rimba. (Sukmareni)

Antisipasi Kebakaran dengan Sumur Hidran dan Canal Blocking

Kanal lahan gambut berperan penting dalam tim-bulnya masalah kebakaran hutan dan lahan gambut. Manajemen kanal perlu dilakukan untuk

mengantisipasi kebakaran lahan gambut. Masyarakat Desa Pandan Sejahtera dan desa Pandan Makmur, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, melakukan upaya sederhana namun mengena. Dengan segala keterbatasan sumber daya, mereka membangun sumur hidran dan kanal blocking untuk memadamkan api yang telah menghanguskan lahan gambut di desa ini.

Kamis siang (22/10), api besar kembali melalap kebun masyarakat di Desa Pandan Sejahtera. Lahan seluas empat hektar berisi pohon jelutung itu ludes tak tersisa. Kadang-kadang api terlihat padam, namun beberapa saat kemudian api kembali menyala. Begitulah karak-teristik kebakaran di lahan gambut. Meski di permukaan yang terlihat hanya asap, tapi pada waktu bersamaan api terus membakar gambut di lapisan bawah. Ketika ditiup angin, api dengan mudah kembali menyala mem-bakar lapisan gambut hingga bagian permukaan.

Tak jauh dari lokasi titik api, siang itu anggota kelompok tani Perintis Jaya di Desa Pandan Sejahtera berjibaku menggali sumur hidran menggunakan alat bor sederha-na. Masyarakat mendesain sendiri mata bor sesuai de-ngan kebutuhan pengeboran di lahan gambut. Berbekal mata bor dan pipa, mereka menggali secara bergantian hingga bisa menemukan air. Air dari sumur hidran itu digunakan untuk memadamkan api yang membakar la-han masyarakat. Sumur ini digali antara 25 hingga 30 meter. Tergantung seberapa jauh baru bisa ketemu air.“Ini baru digali 20 meter sudah ada airnya. Mata bor ini kita buat sendiri, kalau nemu batu kita ganti matanya,” kata Rusmilan, sekretaris kelompok tani Perintis Jaya di sela kegiatan pengeboran.

Menurut Ketua Kelompok Tani Perintis Jaya Edi Suwar-no, Ide pembuatan sumur hidran tersebut sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Ide tersebut mun-

cul karena selama sepuluh tahun terakhir masyarakat sering mengalami kesulitan air. Ketika musim kemarau air kering. Bahkan hingga kanal-kanal juga tidak berisi air. Alternatif yang memungkinkan dilakukan adalah pembuatan sumur hidran. Namun karena keterbatasan dana ide tersebut belum bisa direalisasikan. Kegiatan pembuatan sumur hidran itu baru bisa mereka lakukan ketika mendapat bantuan dari Mitra Aksi dan UNDP. Saat ini sudah ada sebanyak 12 kanal blocking dan 18 sumur hidran yang dibangun di Desa Pandan Sejahtera dan Desa Pandan Makmur, Kecamatan Geragai.

Saat ini, keberadaan sumur hidran dan kanal blocking tersebut sangat berguna bagi masyarakat. Terutama untuk mengantisipasi kebakaran lahan seperti yang marak terjadi di musim kemarau. Meski jumlahnya be-lum mencukupi, tapi manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakat di dua desa ini.

Presiden Jokowi berdialog dengan Meriyau, Nyerak, Genap dan Ngelawang. Mereka merupakan

Orang Rimba dari kelompok Ninjo yang sejak be-berapa hari sebelumnya berburu babi di kawasan

PT SAL (Yeni Azmaiyanti / Dok KKI WARSI)

Pembuatan sumur hidran oleh Masyarakat Desa Pandan Sejahtera Kecamatan Geragai Kabupaten

Tanjung Jabung Timur dilaukan untuk membantu pe-madaman kebakaran. (Hermayulis/ Dok KKI WARSI)

Page 7: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

13LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA

“Sumur yang ada belum bisa mengatasi kebakaran, tapi setidaknya sudah bisa mengurangi. Sumur hidran seperti ini perlu ditambah untuk bisa mematikan api. Karena di parit sudah tak ada air, solusinya pakai sumur bor,” kata Edi Suwarno.

Menurut Edi, idealnya setiap 100 meter lahan dibangun satu sumur hidran. Sehingga ketika terjadi kebakaran bisa dengan mudah mendapatkan air untuk melakukan pemadaman. Selain penambahan sumur hidran, kanal-kanal yang saat ini kering juga perlu dibangun sekat

menggunakan media pasir dan tanah. Penyekatan ka-nal didesain khusus untuk menyimpan air ketika musim kemarau. Sementara waktu banjir air bisa keluar mela-lui bagian atas kanal yang dibuat terbuka.

“Kanal blocking itu kita buat di kanal-kanal yang sudah ada. Kita simple saja mikirnya. Dengan pembuatan ka-nal blocking ketika kemarau airnya tidak kering,” kata-nya.

Badan Pembina Mitra Aksi Hambali mengatakan, mas-ing-masing sumur hidran bisa efektif digunakan untuk memadamkan api di lahan seluas 4 hektar. Pemba- ngunan sumur hidran ini sangat efektif untuk antisipasi kebakaran lahan dalam jangka panjang. Tidak hanya untuk mengatasi kebakaran yang sedang terjadi saat ini. Tapi masih bisa digunakan hingga beberapa tahun yang akan datang. Dari masing-masing sumur, dalam sehari bisa efektif digunakan sampai 6 jam nonstop.

“Jika sedang tidak dipakai, dibiarkan saja. Ketika bu-tuh untuk memadamkan api atau untuk kegiatan lahan pertanian misalnya, tinggal buka. Demikin juga dengan kanal blocking, bisa dimanfaatkan untuk pelihara ikan,” ungkapnya.

Menurut Hambali, jika masing-masing kanal yang ada selalu terisi air, maka lahan gambut akan selalu ba-sah. Sehingga ketika terjadi kebakaran, api tidak bisa membakar gambut hingga lapisan bawah karena ia dalam kondisi basah. Itulah tujuan pembangunan ka-nal blocking yang sedang digiatkan oleh masyarakat di Desa Pandan Makmur dan Pandan Sejahtera. Untuk kanal blocking, masyarakat menggunakan media pasir dan tanah yang dimasukkan ke dalam karung. Setelah disusun rapi, di pinggirnya diberi penahan dari kayu. Sedangkan bagian atas didesain sebagai tempat pem-buangaan air jika terjadi banjir agar air tidak meluap ke lahan masyarakat.

“Selain untuk antisipasi kebakaran, kanal blocking dan sumur hidran ini bisa juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pertanian dan kebutuhan air rumah tang-ga” kata Hambali. (Herma Yulis)

Bosan Dengan Asap Yang Berulang, Dewan Rancang Peraturan Daerah

Kebakaran hutan dan lahan yang berulang se- tiap tahunnya membuat anggota DPRD Provinsi Jambi gerah. Dewan berinisiatif untuk meng-

hadirkan peraturan daerah untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Menurut ketua DPRD Provinsi Jambi, Cornelis Buston Rancangan peraturan daerah tentang Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan ini di rancang untuk melindungi Provinsi dari ke-bakaran hutan dan lahan. Meski secara Undang-un-dang sudah ada yang mengatur tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, namun belum terlalu detail, sehingga sering kali pelaku pemba-karan hutan dan lahan bebas dari jerat hukum dan ke-wajiban-kewajiban untuk mengantisipasikan kebakaran yang muncul.

RanperdaPencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jambi ini akan memberikan dan memperkuat landasan hukum bagi pemerintah

Provinsi Jambi untuk mensinergikan parapihak dalam melakukan upaya-upaya dan tindakan-tindakan yang di perlukan guna mencegah berulangnya kejadian keba-karan hutan dan lahan di masa yang akan datang.Un-tuk itu menurut ketua DPRD Ranperda ini menguatkan cela sanksi bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan. Tujuannya agar daerah bisa bertindak langsung hingga pencabutan izin serta ikut dalam penanganan keba-karan tersebut.

Nelly Akbar, Koordinator Program Komunitas Konser-vasi Indonesia WARSI menyambut baik Ranperda Kar-hutla ini. WARSI termasuk lembaga yang memberikan masukan dan serta mendukung dewan dalam penyu-sunan draf awal rancangan peraturan daerah ini. “Kita berharap dengan adanya perda ini, akan ada perlindun-gan yang lebih menyeluruh terhadap kawasan-kawasan hutan dan lahan kita dari bahaya kebakaran,”sebutnya.

Sekat kanal berfungsi menjaga agar gambut tetap basah, masyarakat menggunakan media pasir dan tanah yang dimasukkan ke dalam karung. Setelah disusun rapi, di pinggirnya diberi penahan dari kayu. (Hermayulis/ Dok KKI WARSI)

Pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi akan diperkuart dengan kehadiran landasan hukum melalUI Peraturan Daerah Kebakaran Hutan

dan Lahan (Andi Irawan/ Dok KKI WARSI)

Page 8: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

1514LAPORAN UTAMA

Dikatakan Nelly, dalam Ranperda ini, WARSI cukup in-tens memberikan masukan pada dewan yang tengah melakukan penyusunan rancangan perda ini. “Da-lam Ranperda ini, ruang lingkupnya mencakup upa-ya pencegahan, pengendalian, pengawasan, peran masyarakat dan penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan. Upaya pencegahan dilakukan dengan pendekatan ekologi, hukum dan ekonomi serta sosial budaya,”sebut Nelly.

Dikatakan Nelly, meski secara Undang-Undang sudah ada larangan untuk membuka lahan dengan cara mem-bakar, namun perda ini kembali menguatkan larangan untuk melakukan pembakaran baik perorangan maupun badan usaha. “Perusahaan berkewajiban untuk men-jaga kebakaran di areal konsesinya dan wajib memiliki sarana dan prasarana untuk mencegah dan mengenda-likan kebakaran hutan dan lahan,”sebut Nelly.

Dalam rancangan peraturan daerah tentang Pengen-dalian Karhutla ini, disebutkan paling lama tiga bulan setelah Ranperda ini disahkan maka gubernur akan membuat standar kecukupan sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan la-han bagi setiap pemegang izin. Untuk pengecekan ke-lengkapan sarana dan prasarana kelengkapan pence-gahan Karhutla maka akan dilakukan audit kepatuhan terdapat perusahaan, yang hasil audit ini wajib disam-paikan kepada masyarakat.

Untuk mengantisipasi kebakaran, Ranperda juga me-wajibkan pemerintah untuk menyusun sistem peringa-tan dini kebakaran hutan dan lahan, meliputi peta rawan hutan dan lahan, pemantauan berkala, verifikasi lapan-gan, protokol komunikasi dan pelaporan serta standar operasional dan prosedur penerbitan peringatan dini. Peringatan dini ini harus disampaikan dan disebarluas-kan kepada publik, pemegang ijin dan Kepala daerah dalam wilayah Provinsi Jambi. Pemerintah wajib ber-koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/ kota dalam menyiapkan langkah-langkah pencegahan selambat-lambatnya selama tiga hari sejak peringatan dini kebakaran hutan dan lahan diluarkan.

Dalam perda ini juga diatur untuk perlindungan gambut dari bahaya kebakaran. Selama ini, lahan gambut mer-upakan kawasan yang mudah terbakar. Penyebabnya adalah adanya kanalisasi lahan gambut yang memak-sa air gambut keluar sehingga bisa di tanami. Dalam Ranperda ini diatur untuk ke depan pemerintah akan melakukan penataan ulang dan revisi izin konsesi di areal gambut dengan mengacu pada peruntukan ber-dasarkan tata ruang dan wilayah di Provinsi Jambi serta peraturan perundang-undangan. Harapannya satu ta-hun setelah Perda di sahkan, pemerintah daerah sudah bisa melakukan peninjauan ulang dan revisi izin kelola gambut.

“kita berharap setelah ranperda ini di sahkan, kawasan gambut yang tergolong gambut dalam segera dikemba-likan fungsinya. Sudah terlalu banyak bencana ekolo-gis yang menyinggahi negeri kita, setelah kebakaran gambut yang cukup luas, di musim hujam kita juga dikhawatirkan dengan ancaman banjir. Ini menanda-kan wilayah gambut kita sudah rusak, sehingga tidak mampu lagi menjalankan fungsinya untuk menyimpan air,” kata Nelly.

Menurutnya dengan adanya Rancangan Perda inisi-atif dewan ini, akan memberi manfaat nyata untuk per-lindungan ekosistem gambut dari kehancuran. “Saat ini kondisinya sudah rusak, akibat pembangunan ka-nal-kanal, harapannya setelah perda diterapkan, se-makin memperkuat perlindungan kawasan gambut dari kerusakan,”sebut Nelly.

Kanal yang menjadi sumber masalah utama kerusakan gambut memang harus dikelola dan dikontrol dengan

baik. Dalam Ranperda yang sedang di bahas di de-wan, kanal bloking masuk dalam skema penyelamatan gambut. Bahkan ada larangan untuk membuka kanal pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 me-ter. Pun perusahaan yang melakukan pembuatan kanal harus melaporkan dan mengelolanya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 tahun 2009, kanal gambut ada tiga, yaitu primer: lebar atas 3 – 6 meter dan lebar bawah 1,2 – 1,8 m dengan kedala-man 1,8 – 2,5 m, sekunder lebar atas 1,8 – 2,5 m dan lebar bawah 0,6 – 0,9 m dengan kedalaman 1,2 – 1,8 m dan tersier: lebar atas 1 – 1, 2 m dan lebar bawah 0,5 – 0,6 m dengan kedalaman 0,9 – 1,0 m.

“Kita berharap nantinya penerapan peraturan Menteri pertanian ini bisa berjalan dengan baik dengan di du-kung oleh peraturan daerah, yang kini sedang di godok DPRD,”sebut Nelly. (Sukmareni)

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jambi mencatat hingga pekan pertama Oktober 2015, penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tercatat mencapai 80 ribu orang. Dan hampir sebagian besar diderita oleh balita dan anak-anak. (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Akibat tragedi kabut asap, pelajar di Kota Jambi diliburkan hampir satu bulan. (Yenni Azmaiyanti / Dok KKI WARSI)

Page 9: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

1716LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA

Pernyataan Men LHK ini, tentu membawa angin segar setelah kabut asap membuat muak masyarakat yang terdampak. Sebelumnya sempat juga muncul keraguan masyarakat sikap pemerintah terhadap korporasi yang terlibat kebakaran hutan dan lahan. Pasalnya salah satu perusahaan besar di Jambi di bawah naungan Sinar Mas Forestry yaitu PT Wira Karya Sakti juga menga-lami kebakaran. Keraguan muncul karena perusahaan ini termasuk sebagai pendukung tim Satgas Tanggap Darurat Bencana Asap Provinsi Jambi. Lagi-lagi Men-treri Siti meyakinkan bahwa pemerintah akan tetap menindak perusahaan yang terlibat kebakaran meski dia termasuk memberi dukungan ke Satgas.

Dalam Catatan WARSI yang melakukan pengamatan melalui Citra satelit maupun pengecekan langsung ke lapangan, terdapat 13 korporasi yang lahannya menga-lami kebakaran. Perusahaan HTI yaitu PT. Wira Karya Sakti dan PT. Dyera Hutani Lestari. Sedangkan perusa-haan HPH yang mengalami kebakaran adalah

PT. Pesona Belantara Persada dan PT. Putraduta Indah Wood. Sedangkan Perkebunan Sawit yang mengalami kebakaran PT. Agro Tumbuh Gemilang Abadi, PT. Kas-wari UnggulPT. Citra Indo Niaga, PT. Ricky Kurniawan Kertapersada, PT. Bara Eka Prima, PT. Era Sakti Wira-forestama, PT. Bumi Andalas, PT. Bina Makmur Bestari dan PT. Puri Hijau Lestari.

Dari perusahaan yang mengalami kebakaran ini, se-bagian masuk ke dalam perusahaan yang mendapat-kan sanksi dari pemerintah. DI Jambi, PT Diera Hutani

Penegakan hukum dan memberi efek jera terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan diharapkan benar-benar dilakukan oleh pemerintah. Kabut

asap yang muncul dengan berbagai ragam dampaknya, sudah sangat wajar jika kelalaian dan kesengajaan ser-ta pembiaran terjadinya kebakaran mendapat sanksi te-gas. Harapannya sanksi tega diberikan kepada semua lini termasuk pencabutan izin perusahaan yang terlibat.

Desakan untuk penindakan tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan disampaikan oleh masyarakat teruta-ma di daerah terdampak asap. Di Jambi misalnya, se-jumlah lembaga swadaya dan masyarakat membentuk Koalisi Jambi melawan Asap, yang secara rutin meng-gelar aksi untuk menuntut pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang telah mengeluarkan kabut asap dan merugi-kan berbagai dimensi kehidupan dari ekonomi, ekologi hingga kesehatan.

Tidak hanya itu, melalui media sosial Komunitas Konser-vasi Indonesia WARSI juga menyebarkan petisi melalui situs change.org. Dalam Situs ini WARSI menyampai-kan tuntutan kepada Presiden dan Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan untuk menindak tegas pelaku pembakaran hutan. Menteri Siti Nurbaya selaku pihak yang di petisi menyampaikan tanggapan melalui situs ini. Menyatakan keseriusan pemerintah untuk menindak tegas para pelaku pembakar lahan dan hutan. Menu-rut Siti Nurbaya kebakaran tahun ini mencakup area yang sangat luas mencapai 190 ribu ha, jauh lebih luas dibanding tahun sebelumnya.

“Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehu-tanan sudah meneliti 139 perusahaan terkait hutan atau kebun dari pelepasan kawasan. Dari situ, ada 26 peru-sahaan yang kami sedang teliti kemungkinan pidana. Hal itu juga dilakukan oleh POLRI dan diantaranya telah ditetapkan tersangka,” jawab Siti.

Siti Nurbaya juga mengungkapkan solusi jangka pan-jang yang sedang dikembangkan adalah tata kelola gambut dan penggunaan lahan yang tepat, kekuatan kelembagaan masyarakat dalam pemadaman secara partisipatif dan tentunya yang sangat penting ketaatan hukum bersama dunia usaha para pemegang konsesi lahan.

Menunggu Janji Pemerintah, Tindak Pembakar Hutan dan Lahan

Lestari misalnya oleh Kementrian LHK dikenakan sank-si pencabutan izin. Sedangkan yang di berikan pem-bekuan izin adalah PT Pesona Belantara. Selanjutnya ada juga sanksi paksaan pemerintah dijatuhkan kepada PT Kaswari Unggul dan PT WKS.

Dengan sudah ditetapkannya perusahaan yang diberi-kan sanksi oleh pemerintah ini diharapkan ada keseri-usan dan keberlanjutan pengusutan yang dilakukan. Pun termasuk melanjutkan kerja untuk mendalami pe-rusahaan lain, baik akibat kelalaian maupun kesenga-jaannya telah menimbulkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Sayangnya, ketika sanksi yang diterapkan pemerintah ini sudah diijatuhkan belum juga di taati. Pada perte-ngahan November lalu misalnya tertangkap oleh kamera wartawan aktivitas logging yang berlangsung di konsesi Pesona Belantara, yang bulan sebelumnya mendapat-kan sanksi pembekuan izin oleh Kemen LHK.

Jika pemerintah ingin memberikan kepastian hukum dan rasa aman untuk masyarakat, tentu sudah selayaknya jika pemerintah menaikkan sanksi terhadap perusa-haan yang di dalamnya beraktifitas meski status izinnya sedang dibekukan. Mari kita tunggu dan lihat aksi nyata pemerintah untuk menuntaskan pelaku pembakaran hutan dan lahan. (Sukmareni)

Demo di depan kantor DPRD Provinsi Jambi yang terdiri dari gabungan mahasiswa , koalisi Jambi Melawan Asap menuntut agar pemerintah segera tanggap untuk mengatasi berlarutnya tragedi kabut asap ( Evi Damayanti / Dok KKI WARSI).

Luasnya lahan gambut yang terbakar mebuat Satuan Tugas Penang-gulangan Kebakaran Hutan dan Bencana Kabut Asap kesulitan

untuk memadamkan api. Minimnya curah hujan membuat api terus dengan cepat menyebar. (Andi Irawan/ Dok KKI WARSI).

Page 10: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

1918LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA

Berjibaku dalam Asap

Abdul Leman (55) Bintara Pembina Desa (Babin-sa) TNI menarik selang penyemprot air bersama hampir seratus orang yang tergabung dalam Sat-

uan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan La-han dan Kabut Asap yang terdiri dari TNI , Polisi, Mang-gala Agni, BPBD dan Masyarakat. Sudah hampir satu minggu lebih dari 300 hektar areal Hak Pengusahaan Hutan milik PT Putra Duta Indah dilahap si jago merah. Leman mengaku hampir tiga bulan dia dan teman-te-mannya berjuang memadamkan api di Desa Pematang Raman Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muarojam-bi. Ada tiga perusahaan yang secara bergiliran terbakar yaitu PT Bara Eka Prima, PT Ricky Kurniawan Kertaper-sada (RKK) dan HTI PT Putra Duta Indah.

“Semenjak pertengahan Agustus kami sudah di sini, dan lebaran pun kami rasakan dalam kepungan asap ini. Tapi api terus berpindah, dari satu titik ke titik lain-nya. Kami hanya melawan api dengan selang-selang ini,” sebutnya sambil mengucek-ucek kedua mata yang telah berair terpapar asap.

Minimnya pasokan air membuat pemadaman semakin sulit dilakukan. Kanal-kanal yang biasanya berisi air, semenjak musim kemarau panjang ini menjadi kering dan tak bisa diandalkan mampu memberi pasokan air. Melalui diskusi para pihak yang tergabung dalam Sat-gas Penangulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Dan Kabut Asap akhirnya mengakali agar air bisa didapatkan dengan cepat. Kanal-kanal yang sudah tertutup dengan sampah-sampah dan tumpukan material kayu yang ter-bakar direvitalisasi. Revitalisasi kanal atau dikenal den-gan sebutan cuci kanal menjadi langkah yang diambil dalam memenuhi kebutuhan air dalam waktu singkat. Dengan menggunakan alat berat, tumpukan sampah-sampah yang ada di kanal dikeruk dan setiap seratus meter kanal disekat dengan sederhana. Penyekatan di-lakukan dengan menyempitkan laju air di kanal setiap seratus meter nya. Sistem ini dipercaya mampu mend-inginkan gambut dengan cepat sehingga tidak memun-culkan titik-titik api yang baru. Untuk menuntaskan satu lokasi kebakaran minimal membutuhkan waktu hingga satu hingga dua bulan.

“Kalau kanalnya basah seperti ini, gambut akan sangat sulit terbakar. Dan seharusnya perusahaan melakukan cuci kanal ini minimal sat kali dalam setiap tahunnya. Sehingga kanal tetap basah dan gambut tidak gampang terbakar,” katanya.

Selain pencucian kanal, Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran hutan dan Lahan juga mengairi kanal-kanal yang kering tersebut dengan membuat saluran dari air sungai. Seperti yang terlihat di beberapa kanal di PT Putra Duta Indah, sumber air kanal berasal dari aliran Sungai Air Hitam, yang dialirkan menggunakan paralon dan pompa air. Pompa air digunakan untuk memindah-kan air dari sungai ke dalam kanal-kanal yang kering dan tidak terhubung langsung dengan sungi. Pompa hanya digunakan beberapa saat saja, setelah gambut-nya menjadi basah, maka pipa –pipa paralon yang men-jadi media mengairi air-air tersebut.

“Ini sebelumnya kering, karena tidak terhubung lang-sung dengan sungai, maka dibantu dengan mesin dan paralon-paralon. Ini juga merupakan upaya darurat yang kami lakukan,” tambah Leman.

Minimnya Fasilitas Kesehatan

Berteman dengan asap dan panasnya api menjadi keseharian anggota TNI yang tergabung dalam Sat-gas Penganggulangan Karhutla dan Kabut Asap ini. Seperti yang dialami Abdul Leman, dia menghabiskan masa pengabdian menjadi anggota TNI diantara debu dan asap. Meski tubuhnya tak segagah ketika usia muda, namun tak menyurutkan niatnya bergabung bersama teman-temannya memadamkan api. Mimpi langit biru dan rasa cintanya dengan negeri membuat

dia tetap bertahan terus mengejar dan memadamkan api-api tersebut. Sempat dirawat karena keletihan dan terpapar asap terus-menerus, Leman tetap mengobar-kan semangat teman-temannya. “Saya menghabiskan masa pensiun di sini, ini pengabdian terakhir saya untuk negara, “tegasnya.

Tidak hanya Leman, beberapa anggota TNI lainnya juga harus rela menerima bertubi-tubi pertanyaan dari anak-anak mereka. Pertanyaan-pertanyaan klasik seperti “Mengapa padamkan api terus?, kapan bisa menemani bermain lagi? kapan apinya padam?. Dalam melakukan pemadaman ini mereka hanya menggunakan masker ala kadarnya bahkan masker yang harusnya tiap hari diganti mereka pakai hingga dua sampai tiga kali.

“Cuma ada masker hijau ini, boro-boro dapat N95 atau masker yang lebih. Ini aja udah syukur,” imbuhnya.

Selain masker mereka juga mengeluhkan luputnya per-hatian fasilitas kesehatan lain seperti kaca mata dan check rutin yang seharusnya dilakukan untuk semua anggota yang tergabung dalam Satgas Penanggulan-gan Karhutla dan Kabut Asap, “ Selama tiga bulan ini kami, cuma sekali di check itu pun hanya tekanan darah. Selebihnya kami berobat sendiri kalau sudah batuk-batuk dan dirawat,” lanjut Leman mengurai masalah minimnya fasilitas kesehatan bagi mereka.

Tanpa pelayanan apapun, bagi mereka tugas ini meru-pakan pelayanan bagi negara. Leman berharap di saat perayaan pensiunannya asap sudah menghilang dan dia bisa bersantai di rumah tanpa sesak dan dengan langit yang biru. (Elviza Diana)

Pembukaan kanal berukuran besar dan dalam yang di-lakukan oleh perusahaan telah menghancurkan ekosistem

gambut. El nino berkepanjanganmenyebabkan gambut akan rentan terbakar, karena kondisi gambut yang kering.

Minimnya fasilitas dalam menunjang kegia-tan tim Satuan Tugas Penanggulangan Keba-karan Hutan dan Bencana Asap tidak hanya dari peralatan yang digunakan juga fasilitas kesehatan yang mereka terima.

Page 11: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

2120

Melihat Pengelolaan Koperasi ala Bunda Simanau

Suasana riuh terdengar dari sekitar 20 orang ibu-ibu di Nagari Simanau, Kecamatan Tiga Lurah Kabupat-en Solok berkumpul di rumah Tanti yang menjadi

ketua Koperasi Bunda Simanau. Setiap bulannya mereka berkumpul untuk menyetor pinjaman yang didapat dari koperasi. Koperasi Bunda Simanau yang sudah didirikan sejak 2012 ini ternyata sudah mampu membantu ang-gotanya untuk mendapatkan pinjaman. Tanti menye-butkan banyak ibu rumah tangga yang meminjam untuk membuka usaha seperti warung makanan di sekolah-sekolah. “Biasanya yang meminjam untuk buka usaha, jualan jajanan sekolah. Dan kami anggotanya cukup ter-bantu dengan adanya keberadaan koperasi ini,”katanya.

Koperasi Bunda Simanau dibangun dengan dasar meno-long sesama, terutama ibu rumah tangga yang selama ini mengandalkan pinjaman ke tengkulak dan rentenir. Ketika gagal panen, mayoritas masyarakat Nagari Si-manau yang mayoritas menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian menjadi kesulitan untuk memenuhi ke-butuhan. Tengkulak dan rentenir menjadi tempat mer-eka meminjam uang untuk pemenuhan kebutuhan dan juga keperluan sekolah anak-anaknya.” Biasanya kalau musim penghujan lama, atau kemarau panjang petani ga-gal panen. Sementara kebutuhan tetap harus dipenuhi, sebagian ibu-ibu di sini terpaksa meminjam uang ke rentenir atau tengkulak, bahkan jaminannya adalah hasil panen berikutnya,” imbuh Tanti.

Meski uang yang bisa dipinjamkan tidak bisa banyak dan keterbatasan dana yang ada, Tanti menambahkan ma-sing-masing anggota dibatasi dalam peminjaman. Hanya bisa melakukan pinjaman maksimal Rp 500 ribu untuk setiap anggotanya. Setiap anggota membayar simpanan pokok sebesar Rp 50 ribu dan simpanan wajib Rp 10 ribu. Pinjaman dapat diangsur selama lima bulan. Meski keberadaan koperasi ini masih belum berbadan hukum, Tanti menyebutkan perhatian dari Dinas Koperasi Perin-

dustrian dan Perdagangan Kabupaten Solok sudah terli-hat. Beberapa kali sudah sering anggota Koperasi Bunda Simanau yang mengikuti pelatihan. “Pelatihannya masih diikuti pengurus inti, karena masih terkait dengan teknis dan aturan-aturan pendirian koperasi. Sampai saat ini, Koperasi ini masih dikategorikan pra koperasi. Kami masih perlu banyak belajar dan dukungan juga dari dinas terkait untuk membantu proses pengurusan badan hu-kum ini,” lanjutnya.

Untuk membentuk badan hukum, kendala saat ini masih minimnya dana yang terkumpul dari Koperasi terse-but. Sebab kata Tantri dibutuhkan minimal Rp 15 juta sudah ada di aliran dana koperasi. Tersandung dengan keterbatasan dana, tak menyurutkan Koperasi Bunda Simanau terus berjalan, bahkan Tantri menyebutkan untuk menumbuhkan minat para anggota koperasi ber-kumpul setiap bulannya selain rapat bulanan, dia juga merencanakan akan ada kegiatan pelatihan pembuat-an kerajinan dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti pandan dan rotan. Berbagai kerajinan ini juga akan menjadi pendapatan tambahan untuk anggota koperasi. “Kami sudah ada kegiatan pelatihan membuat tas, tikar dari anyaman pandan. Ini juga bisa dikembang-kan untuk tetap menghidupkan koperasi bunda Simanau bukan hanya berfungsi sebagai simpan-pinjam,” ujarnya.

Sebelum koperasi Bundo Simanau ini lahir, lembaga se-rupa pernah ada di Simanau yang dikelola bersama kaum bapak dan kaum perempuan. Sayangnya tidak berjalan lancar. Semangat untuk menjadikan koperasi sebagai sa-rana untuk membantu warga masyarakat mengembang-kan ekonominya rumah tangga masih tetap ada. Hingga akhirnya, sejumlah perempuan Simanau yang tergabung dalam kepengurusan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (KPHN) melakukan studi banding ke Koperasi Simpan Pinjam Dahlia di Desa Lubuk Beringin Kabupaten Bungo Jambi.

Perempuan memegang peranan penting dalam peng-aturan perekonomian keluarga. Koperasi yang berkembang di Ngari Simanau dapat mem-bantu kebutuhan anak sekolah dan modal usaha bagi perem-puan di sana (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Page 12: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

2322

Dahlia merupakan koperasi Simpan Pinjam yang didiri-kan oleh kaum perempuan Lubuk beringin sejak tahun 2000 lalu. Sempat mengalami pasang surut, kini Dahlia tumbuh bak bunga nan cantik dan memberikan dukun-gan modal untuk para anggotanya. Dengan perputaran modal hampir setengah milyar, nilai yang fantastis untuk ukuran koperasi yang dikelola di desa penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Semangat Dahlia ini pulalah yang ingin di replikasi oleh Bunda Simanau dengan memben-tuk koperasi untuk membantu pengembangan ekonomi terutama kaum perempuan di negerinya. Pengembangan Koperasi Sebagai Bagian Pengembangan Ekonomi Masyarakat Simanau

Simanau merupakan salah satu Nagari di Sumatera Ba-rat yang perdana memperoleh Hak Pengelolaan Hutan Nagari dari Kementrian Kehutanan, bersamaan dengan Jorong Simancuang di Solok Selatan. Keberadaan Hutan Nagari sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam Simanau. Hal ini terkait dengan topografi nagari ini, yang terletak di kawasan pegunungan Bukit Barisan. Be-rada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut nagari ini bagaikan di atas awan karena hampir selalu dis-elimuti kabut. Hamparan lembah dan bukit-bukit ber-jejer rapi, di antaranya Bukit Pakotan di sebelah barat, Sungai Janiah di sebelah timur, Bukit Banto di selatan, dan Bukit Tambang Kubangan di utara, menjadikan pa-norama alam nan indah.

Dengan topografi ini, pengelolaan hutan menjadi san-gat penting untuk mengantisipasi bencana ekologi yang mungkin muncul seperti longsor yang dalam bahasa setempat di sebut galodo. Namun sayangnya masih banyak pihak yang beranggapan bahwa potensi hutan yang menumbuhi perbukitan di sekitar Simanau untuk dimanfaatkan kayunya, sehingga muncullah kegiatan ille-gal logging di sekitar SImanau. Kondisi ini yang kemudian mendorong masyarakat Simanau untuk terlibat dalam mengelola hutan, dengan skema Hutan Nagari. Menteri Kehutanan yang waktu itu di jabat Zulkifli Hasan mer-espon pada pada 3 Oktober 2011 dengan terbitnya SK 572/Menhut-II/2011 untuk Hutan Nagari Simanau seluas 1.088 ha.

Kehadiran SK hutan nagari ini tentu disambut baik oleh masyarakat, karena sejak SK dikeluarkan masyarakat bisa mengelola hutan dengan kearifan mereka sekaligus mengamankannya dari berbagai kegiatan termasuk ille-gal logging, suatu aktivitas pengambilan kayu dari hutan sekitar Simanau.

Dalam pemanfaatan Hutan Nagari tentu juga harus diim-bangi dengan pengembangan ekonomi dan peningkatan pendapatan keluarga masyarakat, termasuk di dalamnya pengelolaan koperasi dan pengembangan ekonomi dari kerajinan tangan yang bahan bakunya bersumber dari hutan nagari. (Elviza Diana)

Perempuan Simancuang Menjaga Hutan

Konsep Bundo Kanduang yang ada di Minangka-bau, sarat dengan bentuk penghargaan yang tinggi pada perempuan di tatanan adat dan juga

masyarakat.

“Bundo kanduang.Limpapeh rumah nan gadang,Amban puruak pagangan kunci,Amban puruak aluang bunian, Pusek jalo kumpulan tali,Sumarak di dalam kampuang,Hiasan dalam nagari,Nan gadang basa batuah,Kok iduik tampek banasa,Kok mati tampek baniaik,Ka unduang-unduang ka Madinah,Ka payuang panji ka sarugo”

Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa: Ibu kanduang merupakan tiang kokoh di rumah gadang, ia merupa-kan pemelihara harta pusaka, bersama beliau keputusan penting didiskusikan, ia merupakan hiasan dalam nagari, ia merupakan tuah(sakti/sakral) jika ia hidup bernazar-lah (niat yang dilaksanakan jika keinginan tercapai) ke-padanya, jika ia wafatkan niatkanlah kebaikan untuknya, ia menjadi penuntun bagi kehidupan generasi penerus untuk hidup dalam kebahagiaan dunia dan akhirat.

Adat Minangkabau mengutamakan perempuan, mereka memiliki hak bersuara dan memegang peranan yang penting dalam membangun nagari terutama memben-tuk watak generasi berikutnya. Taufik Abdullah dalam buku Partisipasi Politik Perempuan Minang dalam Sistem Masyarakat Matrilineal, walaupun tidak memiliki kekua-saan secara formal, tetap saja ia menjadi komponen yang harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.Tak banyak perempuan yang mau terlibat langsung da-lam pengusulan hutan nagari di Jorong Simancuang Na-gari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. Perempuan dalam balutan adat Minang-

kabau yang memegang sistem kekerabatan matrilineal, yang melihat garis keturunan dari pihak ibu. Begitupun dalam pemegang hak waris dan pusaka dalam keluarg-anya.

Dalam Adat Minangkabau, perempuan memiliki posisi yang dimuliakan. Pun dalam musyawarah, perempuan mempunyai hak suara yang sama dengan kaum laki-laki, baik dalam penetapan waktu hajatan ataupun mendiri-kan gelar pusaka. Begitupun dalam membahas segala permasalahan yang terkait dengan kaumnya, sukunya, dan juga nagarinya. Jorong Simancuang, Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Se-latan juga menerapkan aturan adat yang berlaku dalam memposisikan perempuan dalam kemuliaan. Di Jorong ini ada tokoh perempuan yang menjadi Bundo Kanduang yang dikenal dengan panggilan “Anduang” Kartini.

Berdiskusi dan berorganisasi juga bukan sebuah hal baru bagi perempuan di Jorong Simancuang. Ini dikarena-kan rata-rata perempuan di Jorong ini sudah tergabung dalam Kelompok Wanita Tani. Ada delapan Kelompok Wanita Tani di Jorong Simancuang, diantaranya Kelom-pok Wanita Tani Simancuang Indah, Kelompok Wanita Tani Sukamaju, Kelompok Wanita Tani Melati, Kelom-pok Wanita Tani Maju Jaya, Kelompok Wanita Tani Ros-ma Indah, Kelompok Tani Jaso Mandeh, dan Kelompok Wanita Tani Sarai Sarumpun. Dan setiap kelompok bi-asanya beranggotakan 10-12 orang.

Menjemur padi, biasanya kegiatan yang dilakukan oleh perempuan di Nagari

Simanau selepas musim panen. (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Anduang Kartini , sosok inspiratif dalam semangatnya untuk menjaga hutan di Jorong Simancuang (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Page 13: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

2524

Selain gemar berorganisasi, Anduang Kartini menyebut-kan ketertarikannya untuk berkecimpung dalam proses pengusulan hutan nagari adalah semangat untuk mem-pertahankan jorongnya dari ancaman kerusakan.”Iko kampuang ambo, urang lua sae nio jauh-jauh untuk mem-pertahankan hutan adat kami. Jadi kami tantu harus lebih lagi perhatian dari urang-urang lainnya,” katanya. (Ini kampung saya, orang luar saja mau jauh-jauh untuk mempertahankan hutan adat kami. Jadi kami tentu harus lebih lagi perhatian dari orang-orang lainnya)

Merupakan jorong yang paling ujung dan akses jalan yang sulit ditempuh, membuat komitmen menjaga sum-ber daya alam ini bisa berjalan. Ada beberapa larangan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang hing-ga saat ini masih berlaku diantaranya, larangan menggu-nakan racun untuk menangkap ikan, tidak boleh melukah belut dan juga larangan penggunaan pupuk kimia untuk tanaman sawah dan ladang yang mereka miliki. “Kalau kami dari dulu tidak menaatinya, mungkin sekarang kami tidak bisa menikmati belut yang menjadi menu makanan favorit disini, berbagai jenis ikan, dan juga hasil sawah yang melimpah,” jelasnya

Selain menjadi sumber air untuk pengairan sawah-sawahnya, hutan juga menjadi tempat hidup berbagai jenis obat-obatan , manau, rotan, pandan dan hasil hu-tan bukan kayu yang lainnya. Kekompakan masyarakat menjadi poin penting hingga keberadaan hutan terse-

but secara terus-menerus bisa terjaga. Anduang Kar-tini mengaku bangga dengan keberadaan Hutan Bukit Panjang Karang Putiah yang masih terjaga dan diusulkan menjadi hutan nagari, membuat nama Jorong Simanc-uang pun mendunia. Dia juga saat ini mengajak banyak perempuan lain untuk tergabung dalam kepengurusan Lembaga Pengelola Hutan Nagari. “ Saya sering berpe-san kepada yang mudo-mudo, saya saja yang sudah tua masih mempunyai semangat yang tinggi. Yang mudo-mudo jan mau kalah,” tambahnya.

Belajar berorganisasi mulai ditularkan Anduang Kartini pada perempuan-perempuan lain di Jorongnya. Mulai dari kegiatan yasinan rutin bulanan, dan juga pertemuan-pertemuan Kelompok Wanita Tani kerap dilakukannya. Dalam rapat-rapat dan pertemuan yang melibatkan banyak perempuan, dia selalu berusaha melibatkan perempuan tersebut, terlibat aktif. Mulai dari bergan-tian menjadi pemimpin forum diskusi hingga memimpin pembacaan Yasin.

Sosok Anduang Kartini yang kritis dalam diksusi menjadi gambaran dari Siti Manggopoh yang memimpin perang terhadap penjajalan Belanda, dan ada sederet lagi perem-puan-perempuan Minang yang mampu mengharumkan bangsa ini. Sebut saja, Rasuna Said,atau Roehana Koe-does yang merupakan wartawati pertama di Indonesia dan masih banyak lagi perempuan-perempuan hebat yang mengalir darah Minangkabau. (Elviza Diana)

Satu per satu tekuyung berhasil dikeluarkan Dewi (35) dari dalam tumpukan daun-daun di dalam anyaman bambu. Anyaman ini biasanya disebut

tangkuk yang digunakan untuk menjaring ikan. Hampir setiap sore dia membawa tangkuk yang biasanya digu-nakan untuk mencari ikan maupun tekuyung. Tekuyung merupakan sejenis siput yang hidup di sungai dan bi-asanya hidup menempel di sela batu-batuan. Dewi ber-sama dua keponakan perempuannya melakukan tradisi menangkap tekuyung sembari menikmati dingin dan de-rasnya aliran Sungai Batang Langkup. Sungai ini berada di pinggir pemukiman yang berbatasan langsung dengan areal persawahan di Desa Rantau Kermas. Tradisi ini da-pat dilakukan jika kedalaman sungai sedang dangkal. Su-ngai Batang Langkup menjadi nadi kehidupan yang meng-airi ribuan hektar areal persawahan mereka. Meskipun musim kemarau panjang, Sungai Batang Langkup belum pernah mengalami kekeringan. Dewi mengumpama-kan kekeringan yang melanda Sungai Batang Langkup sebagai salah satu pertanda kiamat. “Dari nenek-nenek

Perempuan Penjaga Sungai Batang Langkup

buyut kami belum pernah ada sejarahnya Sungai Batang Langkup ini mengalami kekeringan. Kalau kekeringan itu tandanya kiamat,” jelasnya sambil melempar senyum.

Dewi juga menceritakan bahwa saat kemarau yang sa-ngat panjang di tahun 1997, Sungai Batang Langkup masih saja mampu mengairi sawah-sawah mereka. “Kemarau tahun 1997 lebih parah dari ini pun, Sungai Batang Lang-kup tidak pernah kering. Kalau sekarang kami di sini, hujan masih setiap satu kali seminggu adolah,” lanjutnya. Keberadaan Hutan Adat Rantau Kermas menjadi sum-ber utama pasokan air ke Sungai Batang Langkup. Hutan Adat Rantau Kermas yang awalnya diusulkan masyarakat Desa Rantau Kermas seluas 181 hektar, namun di awal 2015, Bupati Merangin mengukuhkan Hutan Adat Rantas Kermas melalui Surat Keputusan Nomor 146/Disbunhut/2015 tentang penetapan areal Hutan Adat Rantau Kermas Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin seluas 130 hektar.

Topografi nagari di Solok Selatan yang berada di lembah dan mata pencaharian utama dari sektor pertanian, menjaga alam menjadi bagian dari kehidupan mereka (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Menganyam merupakan aktifitas selingan di kala senja dilaku-kan perempuan di Desa Rantau Kermas, menganyam meru-pakan tradisi yang diturunkan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Page 14: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

2726

Staf KKI Warsi, Wawan Junianto menjelaskan, salah satu kriteria pohon yang bisa diadopsi adalah pohon tersebut harus memiliki diameter lebih dari 60-up, artinya be-sarannya lebih dari 200 centimeter. Selain survey jenis pohon, ketinggian keberadaan pohon, tinggi pohon dan letak koordinatnya juga harus dicatat. Data ini berguna untuk informasi bagi donatur yang berminat mengadopsi pohon di hutan adat.

Kepala Desa Rantau Kermas, Usman Ali berharap pro-gram adopsi pohon mendapat dukungan dari banyak pihak. 75 persen dana yang dikumpulkan dari program ini, akan digunakan untuk pembangunan desa. Sedang-kan 25 persen akan diberikan kepada pengurus hutan adat sebagai kompensasi.

“Dana terkumpul dari adopsi pohon dan sudah kita pa-kai untuk pembangunan mesjid”, pungkasnya.

Keberadaan Sungai Batang Langkup yang menjadi satu-satunya pasokan air untuk membangkitkan PLTMH di desa ini. Agar Sungai Langkup berfungsi dengan baik, keberadaan hutan adat yang menjadi penyangganya per-lu dilindungi. Usman Ali mengatakan warga setempat sangat diuntungkan dengan keberadaan hutan adat yang berada di sisi selatan dan utara desa mereka.

Masyarakat Desa Rantau Kermas yang terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Rantau Kermas dan Dusun Sungai Aro sudah berkomitmen dalam menjaga hutan. Sejak 1999, denda adat sudah diberlakukan kepada seluruh warga. Warga yang ditemukan menebang satu pohon adat, wajib mengganti dengan menanam lima pohon, ditambah dengan satu ekor ayam dan beras satu gan-tang. Bahkan denda itu semakin diperberat, karena Hu-tan Adat Rantau Kermas saat ini sudah memiliki program pohon asuh. Sehingga tanggung jawab menjaga hutan pun semakin ketat. Jika ada masyarakat yang diketahui dengan sengaja menebang kayu, akan didenda seba- nyak satu ekor kambing dan beras sebanyak 20 gantang.

Aturan itu juga diberlakukan untuk kegiatan lain yang bersifat menyebabkan tercemarnya sungai. Ketua Ke-lompok Pengelola Hutan Adat Rantau Kermas, Amini-jas menyebutkan sejauh ini belum ada masyarakat yang melakukan pencemaran sungai, “Belum ada kasus warga kami maupun orang luar yang melakukan pencemaran misalnya meracun ikan, ataupun menambang emas. Kalaupun ada yang melakukan kami akan menetapkan denda sama dengan menebang pohon tadi. Karena sa-ma-sama bersifat merusak alam,” jelasnya.

Keberadaan perempuan di Desa Rantau Kermas men-duduki posisi paling rentan mengalami perubahan-perubahan akibat aktivitas yang tak ramah lingkungan. Karena kesehariannya tak terlepas dari kebutuhan penggunaan air mulai dari mencuci pakaian dan kon-sumsi membuat mereka merasa jengah ketika ada yang mencemari sungainya. Masyarakat Desa Rantau Kermas memiliki sistem distribusi air yang dialiri melalui pipa-pipa ke setiap rumah. Mirip dengan pengelolaan PDAM, namun mereka mendapatkannya secara gratis.

Begitupun dengan keberadaan hutan adat, meski tidak semua perempuan di Rantau Kermas pernah mengun-jungi dan mengakses hutan adatnya. Meskipun demikian perempuan memiliki keterikatan dengan hasil hutan bukan kayu khususnya rotan dan bambu. Umumnya perempuan di Desa Rantau Kermas memiliki keah-lian menganyam, mereka biasanya menganyam bambu dan daun pandan. Potongan bambu-bambu yang sudah dik-eringkan disulam menjadi keranjang dan alat penang-kap ikan. Aktivitas menganyam menjadi tradisi yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Produk-produk yang mereka hasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan sendiri. Biasanya mereka akan meng-anyam usai kegiatan di rumah dan ladang. Ada juga yang melakukannya sembari menunggu padi di sawahnya yang menguning. Perempuan-perempuan ini menjadi simbol kekuatan, di rahimnya terlahir nilai-nilai kebaikan. (El-viza Diana)

Program pohon asuh di Hutan Adat Rantau Kermas, telah mengukuhkan kembali semangat

masyarakat untuk menjaga hutan adatnya. (Elviza Diana/ Dok KKI WARSI)

Page 15: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

2928

Di tahun 2015 terjadi kejadian bencana kebakaran terburuk sejak tahun 1997. Berdasarkan data yang dikeluarkan LAPAN periode 1 Juli hingga

20 Oktober 2015 perkiraan luas kebakaran di Indonesia mencapai 2 juta hektar.

Data-data tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari interpretasi citra satelit. Dalam era globalisasi ini data inderaja sudah tidak lagi menjadi data eksklusif yang hanya dimiliki oleh militer seperti sebelum tahun 2000. Sekarang data inderaja dapat dengan mudah kita per-oleh.

Komunitas Konservasi Indonesia WARSI juga melaku-kan analisa kebakaran hutan lahan dengan metode in-terpretasi citra dan ground cek langsung ke lokasi yang terbakar.Lokasi yang dihitung adalah gambut di kabu-

Tahapan Perhitungan :

1. AnalisaSebaran Hotspot Terra AquaTahapan pertama dalam menghitung luas kebakaran adalah memastikan lokasi yang terbakar dengan cara memetakan sebaran hotspot dari tanggal 01 Juli – 15 September 2015. Kemudian lokasi yang terdapat pen-umpukan hotspot dilakukan cross check.

2. Crosscek LapanganBerdasarkan lokasi yang sudah ditentukan melalui ana-lisa sebaran hotspot tim surveyor berangkat ke lokasi tersebut untuk memastikan apakah pada lokasi tersebut terjadi kebakaran.

3.Interpretasi Citra Satelit Landsat 8Setelah mendapatkan lokasi hasil cros cek lapangan yang terbukti bahwa di lokasi tersebut terjadi kebakaran. Kemudian analisa dilanjutkan dengan interpretasi citral-andsat 8 dengan perekaman tanggal 03 Juli 2015 seba-gai kontrol (belum terbakar) dan perekaman tanggal 20 Agustus 2015 sebagai data kebakaran dengan acuan hasil cross cek lapangan dan sebaran hotspot.

4. Deliniasi area yang terbakar.Setelah interprertasi lokasi terbakar. Kemudian dilaku-kan proses deliniasi untuk mendapatkan luas area yang terbakar.

5. Analisa lanjutan 05 September 2015Dikarenakan asap masih berlanjut hingga bulan Septem-ber 2015. Kemudian analisa luas kebakaran dilanjutkan dengan interpretasi citra satelit Landsat 8 perekaman tanggal 05 September 2015. (Sofyan Agus Salim)

Pemanfaatan Inderaja Untuk Menghitung Luas Kebakaran

GISGIS

paten Tanjung Jabung Timur dan kabupaten Muaro Jambi.

Citra satelit yang digunakan adalah :

1. Serial Hotspot Terra - Aqua https://earthdata.nasa.gov/earth-observation-data/near-real-time/firms/active-fire-data2. Landsat 8 ( http://earthexplorer.usgs.gov/ )a. Perekaman 03 Juli 2015 : digunakan sebagai kontrol (asumsi lokasi tersebut belum terbakar)b. Perekaman 20 Agustus 2015 : untuk mendapatkan penampakan lokasi yang terbakar dari analisa hotspot dan cros cek lapanganc.Perekaman 05 September 2015 : update luas keba-karan

Page 16: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

3130

Indonesia yang dikenal dengan alamnya yang hi-jau dan permai ternyata berbanding tebalik dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Hutan yang

seharusnya mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di dalam dan sekitarnya, belum sepenuhnya bisa diwujudkan. Menurut Prof Didik Su-harjito (2014), jumlah penduduk miskin yang bertempat tinggal di desa hutan sekitar 12 juta jiwa atau 32,4% dari penduduk pedesaan sekitar hutan, atau 66,3% dari penduduk yang tergolong miskin.

Pengelolaan hutan yang berpijak pada eksploitasi, yang dilakukan sejak beberapa dekade lalu, hanya mening-galkan luka bagi masyarakat yang selama ini menggan-tungkan penghidupannya pada hutan. Pemberian ijin untuk HTI, perkebunan skala besar hingga pertambang-an hanya mampu memakmurkan pengusaha. Semen-tara penguasaan hutan negara oleh masyarakat selalu saja berkonflik.

Melihat kondisi ini salah satu program Kementrian Ling-kungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Perhu-tanan Sosial adalah memberikan ruang kelola kepada masyarakat sekaligus sebagai bentuk resolusi konflik. Program ini memberikan hak kelola kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui skema Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan (Hkm).

Bagaimana komitmen ini bisa berjalan dan memberikan manfaat bagi masyarakat, berikut petikan wawancara Alam Sumatera dengan Direktur Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno.

Bagaimana pemerintah melibatkan masyarakat da-lam pengelolaan hutan dan seperti apa bentuk du-kungannya?

Salah satu program Kementrian yang langsung dapat menjawab persoalan ini adalah Perhutanan Sosial. Program yang memberikan izin kepada masyarakat, yang telah terlanjur mengelola kawasan hutan untuk ke-hidupannya. Program tersebut diberi nama Hutan Ke-masyarakatan (Hkm) dan Hutan Desa (HD). Hak kelo-lanya sampai 35 tahun dan dapat diperpanjang.

Hak kelola untuk Hkm diberikan oleh bupati dan hak kelola untuk HD diberikan oleh gubernur. Program ini memerlukan dukungan dan komitmen dari pemerintah provinsi, kabupaten, lembaga swadaya masyarakat, pihak swasta, dan sebagainya. Masyarakat tidak cukup diberikan akses mengelola kawasan hutan, tetapi juga memerlukan pendampingan dalam memperkuat kapa-sitas kelembagaan, kemampuan kelola komoditas yang dikembangkan, pemrosesan pasca panen dan pe-masarannya, serta turut aktif menjaga kawasan hutan di sekitar Hkm dan HD dari berbagai bentuk gangguan dan kerusakan.

Bagaimana perkembangan PHBM di Indonesia dan seperti apa upaya dalam pencapaian target terse-but?

Pemerintah kembali menambah pencapaian target pengembangan PHBM hingga enam kali lipat dari tar-get sebelumnya, yaitu Seluas 12,7 juta hektar dalam kurun waktu lima tahun (2014-2019). Komitmen ini da-pat dilihat sebagaimana tertuang dalam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Target tersebut dialokasikan dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Kemitraan, Hutan Adat dan Hutan Tanaman Rakyat.

Target 12,7 Juta Hektar untuk Pengelolaan Hutan Ber-basis Masyarakat merupakan peluang dan tantangan besar bagi berbagai pihak. Ini bukan cuma kerja Kemen-terian LHK tapi bicara tentang pengelolaan hutan tentu saja kerja kolektif. Kita optimis ini bisa dicapai dengan

dukungan semua pihak. Jangan bicara soal angka, tapi kita perlu bekerja bersama-sama dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat juga tentunya

Apa yang perlu dibenahi ?

Tentu saja angka-angka tersebut merupakan bilangan yang fantastis dengan target yang luar biasa yang su-dah ditetapkan oleh negara. Perlu banyak pembenahan yang harus dilakukan guna membuat nyata target yang sudah dibuat.Perlu beberapa pembenahan yang akan dilakukan diantaranya adalah perbaikan regulasi, per-cepatan dengan mekanisme menggandeng pemerintah daerah, LSM dan juga perlu sosialisasi ke masyarakat melalui pendampingan-pendampingan.

Kita juga menyadari proses pemetaan sering menjadi kendala sekarang kita juga sudah menyiapkan Labora-torium GIS untuk membantu kerja planologi.

Sejauh ini bisa dirincikan perkembangan HKM dan Hutan Desa di seluruh wilayah Indonesia?

Sampai dengan November 2014, Menteri Kehutanan telah menerbitkan izin areal Hutan Kemasyarakat-an (Hkm), atau Penetapan Areal Kerja (PAK) seluas 328.452 Ha yang tersebar di 78 kabupaten, 23 provinsi, dengan jumlah keluarga tani yang mendapatkan hak kelola sebanyak 100.212 KK atau 510.060 jiwa.

Namun demikian, bupati yang telah menindaklanjuti dengan penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan (IUP) Hkm baru pada real Hkm seluas 89.880 Ha pada 28 kabupa-ten. Rata-rata 1 KK mengelola 3,3 Ha. Hutan Desa (HD) yang telah diterbitkan izinnya oleh Menteri Kehutanan, seluas 318.024 Ha di 223 desa, tersebar di 53 kabu-paten, pada 18 provinsi. Sebanyak 112.472 KK atau

PHBM, Pintu Kemakmuran Rakyat

WAWANCARA WAWANCARA

562.370 jiwa. Rata-rata per KK mengelola 2,8 Ha.

Namun demikian, baru 67.737 Ha yang telah diberi-kan Hak Pengelolaan (HPHD) oleh gubernur pada 8 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Su-matera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Ten-gah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah.

Apa yang menjadi tantangan untuk mewujudkan program PHBM ini sebagai salah satu pintu kemak-muran rakyat, terutama masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan?

Pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pinggir hu-tan bukan terbatas pada pemberian izin kelola. Pendam-pingan dalam rangka pemberdayaannya menjadi salah satu kunci dalam membangun kemandirian masyarakat. Pendampingan diperlukan dalam penguatan kelem-bagaan, baik untuk pengelolaan kawasan yang mem-pertimbangkan aspek ekologi, maupun dalam aspek ekonomi fokus pada kewirausahaan.

Pengelolaan Koperasi Hkm/HD menjadi tantangan, da-lam rangka menjawab berbagai persoalan anggota Hkm/HD yang terjebak dalam sistem ijon, harga komoditi yang ditentukan oleh tengkulak, pengumpul. Teknologi tepat guna diperlukan untuk pemrosesan pasca panen dari berbagai komoditi yang dikelolanya. Dengan demikian, profit margin dan nilai tambah (value added) komoditi di tingkat petani atau kelompok tani dapat ditingkatkan.

Berbagai persoalan hama, penyakit, dan rendahnya produktivitas beberapa komoditi yang dikelola juga ha-rus bisa dijawab oleh pendamping, penyuluh, pemerin-tah daerah, termasuk pelaku usaha, yang semestinya peduli kepada kelompok ini. (Elviza Diana)

Direktur Perhutanan Sosial dan Kemi-traan Lingkungan Kementerian Ling-

kungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno (Emmy Primadona/Dok. KKI WARSI)

KLHK memberikan ruang kelola kepada masyarakat untuk mengelola hutan ada-

lah sekaligus sebagai bentuk resolusi konflik yang selama ini sering terjadi

(Foto: Aulia Erlangga)

Page 17: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

3332

Tradisi mendarahi kapalo banda adalah simbol kekompakan masyarakat di Jorong Simancuang, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Se-

latan. Mendarahi kapalo banda juga menjadi penanda dimulainya kegiatan turun ke sawah. Hingga kini, tradisi ini tetap mampu bertahan dari gilasan zaman. Dimu-lai sejak tahun 1984 silam dan masih bertahan hingga sekarang. Selain penanda kekompakan, mendarahi kapalo banda juga sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang didapat pada tahun sebelumnya.

Mendung di langit Simancuang tak menyurutkan lang-kah masyarakat menggelar ritual tahunan itu, Senin (16/11) lalu. Sejak pagi masyarakat berbondong-bon-dong menuju masjid Nurul Yakin, di tengah permukiman masyarakat Simancuang. Setiap tahun masjid ini men-jadi saksi sejarah pelaksanaan ritual mendarahi kapalo banda. Tanpa dikomando, mereka datang dengan sega-la macam barang bawaan. Ada yang menjinjing bumbu dapur, memikul kayu bakar, dan menggotong karung beras. Itu semua dikumpulkan untuk mensukseskan hajatan tersebut.

Sekitar pukul 09.30, para ibu-ibu dan remaja putri la-rut mengerjakan aktivitas dapur. Sementara para lelaki sibuk merobohkan seekor kerbau di atas sebuah pe-matang sawah. Begitu hewan itu disembelih, darahnya segera hanyut melalui banda yang selama ini mengaliri sawah-sawah masyarakat Simancuang. Penyembe-lihan tersebut menjadi penanda bahwa esok harinya, kegiatan pengolahan sawah telah dapat dimulai bersa-ma-sama. Daging kerbau tersebut kemudian dimasak dan dilanjutkan dengan acara makan siang bersama. Acara makan siang bersama ini juga dihadiri segenap unsur muspida, hingga para kepala jorong di sekitar Si-mancuang.

Sesepuh adat Jorong Simancuang Jalaludin Datuk Lelo Dirajo mengatakan, tradisi mendarahi kapalo banda tersebut sudah rutin dilakukan oleh masyarakat Siman-cuang ketika akan memulai kegiatan turun ke sawah. Ini merupakan bentuk ungkapan syukur mereka karena tahun lalu sudah diberikan rezeki panen yang bagus. Tradisi itu dilakukan berulang setiap tahun agar tahun berikutnya mereka kembali mendapatkan hasil panen yang bagus.

“Kegiatan mendarahi kapalo banda ini merupakan pen-anda turun ke sawah basamo bagi warga Simancuang. Sebelum itu warga belum ada yang dibolehkan menger-jakan sawah,” katanya.

Bagi masyarakat Simancuang tradisi ini memiliki arti penting. Selain sebagai penanda dimulainya kegiatan turun ke sawah, tradisi ini juga memiliki tujuan lain. Yaitu sebagai bentuk doa dan ungkapan rasa syukur yang mereka panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki yang telah mereka terima selama ini.

Tidak hanya itu, tradisi mendarahi kapalo banda juga erat kaitannya dengan upaya antisipasi hama. Secara logika alasan ini sangat bisa diterima. Jika mereka me-nanam padi di sawah secara serentak, tentunya akan bisa mengantisipasi serangan hama babi dan serangan hama burung. Berbeda jika kegiatan menanam tidak serentak, hama akan dengan mudah berpindah dari satu sawah ke sawah lainnya. Sehingga akan meng-ganggu hasil panen sawah mereka. Belajar dari situ, kemudian semua warga sepakat turun ke sawah dalam waktu bersamaan, sehingga kemungkinan padi akan di-ganggu hama semakin kecil. Itu sudah mereka buktikan selama bertahun-tahun.

“Kalau turun ke sawah tidak serentak seperti ini nanti bisa banyak serangan hama babi dan burung. Ini meru-pakan salah satu tujuan yang kita dapatkan dari tradisi mendarahi kapalo banda ini,” katanya.

Hal itu diamini oleh Veros, wakil ketua Lembaga Pen-gelola Hutan Nagari (LPHN) Simancuang. Menurut dia, selama ini hasil panen masyarakat di Simancuang se-lalu bagus dan terhindar dari serangan hama yang san-gat merugikan. Meskipun masih ada serangan hama, namun dalam skala kecil dan tidak terlalu mengkha-watirkan. Itu dikarenakan padi di sawah masak dalam waktu hampir bersamaan. Sehingga burung atau babi tidak akan terfokus di satu lahan saja. Berbeda jika tidak serentak, hama bisa menghabiskan tanaman dengan mudah, lalu pindah ke lahan lainnya.

“Kami sudah rasakan manfaatnya. Dengan menanam bersama seperti ini padi jauh dari serangan hama sep-erti tikus, babi dan hama lainnya. Pengalaman selama ini, hasil panen selalu bagus dan harapan tahun depan bisa bagus lagi,” ungkapnya.

Pada awal tradisi ini dilakukan, hewan yang disem-belih adalah kambing, setelah lima tahun pertama masyarakat sepakat untuk menyembelih sapi, kemu-dian kembali menyembelih kambing. Kemudian sejak tahun 1990 hingga sekarang masyarakat sepakat un-tuk menyembelih kerbau. Adanya pergantian jenis he-wan ternak yang disembelih sebenarnya tak lepas dari kemajuan taraf perekonomian masyarakat. Pada masa

Ungkapan Syukur dalam Tradisi Mendarahi Kapalo Banda

ekonomi masih sulit, tradisi itu hanya dengan menyem-belih kambing, selanjutnya ditukar dengan hewan sapi, dan ketika perekonomian mereka sudah kian membaik, sapi pun ditukar dengan seekor kerbau.

Tradisi ini tidak akan sukses digelar tanpa adanya kekompakan masyarakat di Simancuang. Tahun ini, masyarakat dipungut iuran sebesar Rp 100 ribu per KK. Selain dalam bentuk uang, masing-masing KK juga me-nyetorkan beras satu sukek per KK. Dana itu digunakan untuk pembelian seekor kerbau beserta bumbu-bumbu yang dibutuhkan.

Menjelang sore, hujan deras mengguyur Simancuang. Namun, tetes hujan disertai gemuruh petir tak membuat mereka surut dan segera meninggalkan lokasi. Usai makan siang bersama adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Inilah saat dimana panitia akan membagi-bagi-kan daging untuk masing-masing KK. Satu persatu mer-eka dipanggil. Lalu dengan wajah sumringah, mereka berdesakan keluar dari keramaian dan segera pulang menembus hujan. Di tangan masing-masing tertenteng sekantong plastik berisi daging segar. Itu juga sebagai penanda berakhirnya kegiatan merawat tradisi yang digelar setahun sekali. (Herma Yulis)

DARI HULU KE HILIR

Tradisi mendarahi kepala banda sudah dimulai sejak tahun 1984, ini sebagai bentuk rasa syukur atas berkah panen yang berlimpah (Heriyadi Asyari/ Dok KKI WARSI)

Menyemai padi dilakukan secara sistem gotong royong dalam setiap kelompok. (Heriyadi Asyari/ Dok KKI WARSI)

Page 18: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

34DARI HULU KE HILIR

35

Desa Temalang di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Mulai dari potensi sumber daya

yang terdapat di dalam hutan, potensi sungai, maupun potensi dari pertambangan. Namun, selama ini potensi sumber daya alam yang sangat besar itu masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga masyarakat be-lum merasakan manfaat lebih dari keberadaan sumber daya potensial tersebut.

Dalam rangka mengoptimalkan dan menggali potensi yang ada di dalam desa mereka, masyarakat Desa Te-malang telah melakukan kegiatan Musyawarah Lemba-ga Desa Rencana Penyusunan PemanfaatanSumber Daya Alam Berbasis Masyarakat dengan metode Par-ticipatory Concervation Planning (PCP) atau Perenca-naan Konservasi Partisipatif. Hal ini dilakukan mengi-ngat Temalang merupakan desa yang memiliki banyak sumber daya alam dengan beragam kearifan lokal yang dimilikinya.

Desa Temalang memiliki hutan adat dan hutan desa yang masih menunggu proses perizinan dari Kemente-rian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK). Berdasarkan hasil penggalian sumber daya alam DesaTemalang dalam musyarah desa tersebut ditemukan lima sum-ber daya alam yang memiliki rangking lima besar. Dan selama ini penggarapannya oleh masyarakat dirasa masih belum maksimal. Sehingga ke depan masih san-gat terbuka peluang untuk melakukan pemanfaatannya yang lebih baik demi kesejahteraan masyarakat Desa Temalang.

Beberapa sumber daya alam unggulan yang berhasil diidentifikasi melalui kegiatan PCP tersebut terdiri dari sumber daya sungai, sumber daya hutan, sumber daya tambang, potensi ekowisata, perkebunan, pemanfaa-tan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), potensi sawah, dan potensi pemanfaatan galian C. Jika semua sumber daya ini bisa dimanfaatkan dengan baik dan berkelan-jutan, maka akan memberikan dampak positif bagi ke-

Gali Potensi Sumber Daya Alam dengan Metode PCP

hidupan masyarakat Desa Temalang. Selain itu, dengan mengetahui cara pemanfaatan yang benar, juga akan menjaga lingkungan mereka dari kerusakan dan anca-man di masa yang akan datang.

Kepala Desa (Kades) Temalang Amrullah menyebutkan, musyawarah lembaga desa untuk pemanfaatan sumber daya alam dengan metode PCP yang mereka lakukan selama dua hari itu bertujuan untuk menggali potensi sumber daya alam yang dimiliki desa. Sehingga kede-pan bisa lebih optimal pemanfaatnnya. Kita bisa me-manfaatkan hutan ini. Belum bisa kita katakan ini baik atau pun buruk. Karena ini belum selesai. Kami sangat mengharapkan bantuan.

Sementara Spesialis Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Komunitas Konservasi Indonesia WARSI Neldy Safrino mengatakan, kegiatan PCP ini dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan peran serta masyarakat desa setempat dalam menyusun ren-cana kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan guna peningkatan kesejahter-aan rakyat. Dalam kegiatan ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh desa bisa teridentifikasi dengan baik sebagai acuan untuk penyusunan rencana kerja dan tindaklanjut yang akan dikerjakan ke depan.

Desa Temalang sudah memiliki lembaga PengelolaS-umber daya Hutan(LPSDH). Untuk LPSDH ini memiliki dua bidang kerja yang berbeda. Ada divisi hutan adat dan satu lagi ada divisi hutan desa. Juga memiliki pen-gurus Lubuk Larangan. Lembaga-lembaga ini meru-

pakan bagian dalam pengelolaan sumber daya alam desa. Desa Temalang masih memperjuangkan untuk pengakuan hak kelola hutan desa yang sudah diajukan kepada menteri kehutanan, bersama sejumlah desa sekitar Temalang.

Pada awal pertengahan tahun lalu telah dilaksanakan verifikasi areal kerja hutan desa oleh kementerian LHK bersama dinas Provinsi Jambi dan Kabupaten Saro-langun. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, diketahui bahwa Desa Lubuk Bedorong 3296 hektar dan Desa Te-malang seluas 898 hektar serta Desa Napal Melintang 5335 hektar. Sedangkan untuk Hutan Adat ada seluas 128 hektar.

Usai melakukan kegiatan PCP selama dua hari, masyarakat Desa Temalang langsung melakukan pe-nyusunan rencana kerja tindak lanjut (RKTL). Rencana kerja tersebut yang akan mereka realisasikan di desa Temalang untuk meningkatkan kesejahteraan masyr-akat.

Adapun RKTL yang berhasil mereka susun berdasar kan penggalian sumber daya alam dengan metode PCP meliputi; adanya pelatihan kerajinan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pembuatan beberapa peraturan desa, penyuluhan teknologi pertanian, survey pasar, mem-bangun dukungan ke berbagai pihak, membuat papan informasi, menggali potensi ekowisata, survey potensi HHBK, dan pembuatan dokumen PCP DesaTemalang. (HermaYulis)

Kegiatan Musyawarah Lembaga Desa Rencana Penyusunan Pe-manfaatan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat dengan metode Participatory Concervation Planning (PCP) atau Perencanaan Kon-servasi Partisipatif ( Hermayulis/ Dok KKI WARSI)

Foto bersama semua peserta kegiatan Musyawarah Lemba-ga Desa Rencana Penyusunan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (Neldi Savrino/ Dok KKI WARSI)

Page 19: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

SUARA RIMBA36

Musai, salah satu tetua Orang Rimba yang me-mutuskan untuk menetap di Sepintun. Beber-apa tahun lalu, Musai seperti layaknya Orang

Rimba kelompok Lintas berpindah dari satu kebun karet ke kebun sawit berikutnya. Dengan tiga keluarga yang selalu menyertainya, keluarga Musai menggantungkan hidupnya dari berburu babi dan di jual kepada toke-toke yang ditemuinya di desa. Untuk mendapatkan hewan buruan ia harus melakukan perjalanan yang cukup jauh, ada kalanya juga hewan buruan tidak di dapatkan. Keadaan ini sangat dimaklumi, sejak tahun 1980-an pembangunan jalan lintas tengah Sumatera dilakukan dan kemudian diiringi dengan masuknya perkebunan sawit dan transmigrasi ke wilayah ini, nyaris tidak ada hutan yang tersisa.

Seolah tergilas dengan keadaan ini, Orang Rimba ter-lunta. Tanpa mampu berbuat banyak untuk merubah keadaannya. Pola hidup nenek moyang semakin hari semakin sulit untuk dijalankan. Hewan buruan semakin sulit dan juga ada keinginan untuk merubah keadaan demi masa depan anak-anak di masa depan. “Kalo kami Orang Rimba berburu bebi (babi) dapat uang, cukup untuk makan, tapi bebi tidak ado mau makan apo, makonyo aku, kerjo ladang, untuk anak aku maso

depan,”tutur Musai tetua Orang Rimba yang sudah tinggal di lokasi Pembangunan Terpadu Sepintun sejak 1 tahun silam.

Musai bersama lima keluarga lainnya memang sudah memutuskan untuk membangun ladang mereka di Sep-intun. Hal ini dilakukan setelah hampir 30 tahun terlunta tanpa ada ketersediaan sumber daya alam yang memad-ai untuk menopang hidup mereka. Musai dan sejumlah orang rimba lainnya awalnya nanar dengan perubahan drastis yang terjadi di lingkungan mereka. Kehadiran transmigrasi dan perkebunan sawit membuat Orang Rimba--yang dianggap pemerintah sebagai masyarakat tertinggal--, cukup kesulitan untuk beradaptasi. Pola hidup yang dijalankan Orang Rimba dianggap sebagai prilaku masyarakat terasing, sehingga ada program pe-mukiman kembali. Di sisi lain, hutan yang menjadi ciri jati diri hidup Orang Rimba juga semakin habis sehing-ga Orang Rimba menghadapi kenyataan pahit. Untuk hidup menetap banyak pantang larang yang digariskan nenek moyang, tidak menetap hutan yang menjadi gan-tungan hidup juga sudah hilang.

Sebagian kecil Orang Rimba awalnya mengikuti saja program pemukiman kembali. Sayangnya mereka di

mukimkan tetapi pola hidup masih seperi nenek moy-ang. Tidak ada diajarkan untuk hidup berladang. “Teta-plah mencari bebi untuk makan,”sebut Musai.

Apalagi kata Musai dari lima program pemukiman kem-bali yang pernah diketahui, banyak Orang Rimba di ke- lompoknya yang tidak dimasukkan daftar. “Ado ku tanyo, ado namo aku di daftar yang akan terima rumah, setelah rumah jadi dan dibagi-bagi, ruponyo hopi ado rumah untuk aku,”sebut Musai dengan logat Melayu.

Rumah-rumah sederhana yang dibangun untuk Orang Rimba sudah dimulai pada tahun 1980-an. Rumah-ru-mah sederhana yang di bangun dari papan dan beratap seng berlantai tanah. Rumah di bangun berderet-deret berbeda dengan di lokasi transmigrasi yang rumahnya di bangun di areal yang cukup luas dengan pekarangan yang bisa di tanami. Pemukiman untuk Orang Rimba berbeda, tidak ada lahan pekarangan apalagi lahan usaha.

Sebagian Orang Rimba menerima untuk dirumahkan, selebihnya memilih untuk hidup dengan cara yang mereka wariskan dengan nenek moyang. Ketika di ru-mahkan, sayangnya tidak dilengkapi dengan transfer keilmuan untuk memulai pola hidup yang menopang kehidupan berumah.

Seingat Musai, sudah ada lima program perumahan kembali masyarakat terasing yang menempatkan na-manya sebagai salah satu penerima. Pertama di daerah Suka Jadi Pulau Lintang, kemudian di daerah Tanjung kemudian di dekat sawmill di SPD Sungai Kejumat, selanjutnya di SPA di Pauh Menang dan SPC Pelakar Jaya.

Akibatnya menurut Musai, ia dan keluarganya masih berpindah dari satu kebun sawit ke kebun sawit beri-kutnya. Termasuk anggota kelompok yang mendapat rumah juga belum bisa untuk bertahan hidup. Bagi me-reka yang di rumahkan memang diberikan jatah hidup yang terdiri dari beras dan sejumlah kelengklapannya selama setahun yang diterima sekali sebulan. Namun sayangnya untuk selanjutnya Orang Rimba belum di dampingi untuk pengembangan pertanian sebagai ba-sis kehidupan mereka.

Setelah jatah hidup habis Orang Rimba kembali me-nerapkan pola hidup nenek moyang, berburu dan mera-mu hasil hutan. Padahal menurut Musai, kehidupan masyarakat transmigrasi yang lebih baik disekitar orang rimba telah menimbulkan keinginan sebagian Orang Rimba untuk merubah pola hidup mereka berbasis lah-

an. “Kami mau belajar, kami mau mencoba dan bekerja menjadi petani. Persoalan kami sebenarnya hanyalah lahan yang tidak ada, semuanya sudah milik orang lain, makanya kami waktu itu bingung, akhirnya mencoba mencari hutan lain, tetapi yang ketemu tetaplah kebun sawit atau kebun karet orang,”kata Musai.

Itulah kata Musai, setelah ada tawaran dari WARSI untuk membangun kawasan pertanian terpadu Orang Rimba di Sepintun, dia dan anggota keluarganya lang-sung setuju. “Kami langsung mau pindah ke sini, biar-lah kini bersusah payah dulu, yang penting kami bisa bertani,”sebutnya.

Menurutnya kehidupan mereka sangat sulit.“Jangankan sebatang sawit, selembar daunnya pun aku tak punyo,”sebut Musai. Menurut dia memiliki kebun meru-pakan jalan penting Orang Rimba untuk bisa bertahan. Kalau ada yang menyebut Orang Rimba malas sehingga hidup mereka tidak berubah-rubah Musai sangat mem-bantahnya. Kami sudah terbiaso kerjo keras, nyari bebi itu kerjo keras, kerjo di ladang jugo kerjo keras, kami akan terus berusaha untuk bisa berladang,”sebutnya.

Musai mengharapkan anak cucunya tidak lagi hidup terlunta di kebun-kebun orang. Tidak mau diusir-usir dan berpindah. Menurutnya hidup di Sepintun, yang di-jalaninya setahun terakhir memberinya semangat untuk membangun masa depan yang lebih baik untuk anak cucunya. (Sukmareni)

Musai, Sang Inspirator di Tanah Sepintun

Harapan Orang Rimba untuk mendapat penghidupan yang lebih baik untuk masa depan anak dan cucunya di sejengkal tanah di Sepintun (Sukmareni / Dok. KKI WARSI)

Istri Musai dipembibitan karet yang dilakukan Orang Rimba di lokasi Pembangunan Terpadu Sepintun. Foto

Sukmareni / Dok. KKI WARSI

Page 20: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

3938SUARA RIMBA

3938

Meski Indonesia sudah merdeka lebih dari 70 tahun, namun makna kemerdekaan belum se-penuhnya bisa dinikmati oleh semua lapisan

masyarakat. Kelompok masyarakat adat marginal, merupakan bagian dari bangsa yang belum menikmati kemerdekaan ini, dalam artian kemerdekaan untuk bisa hidup dengan sumber daya yang mereka miliki sesuai dengan adat dan budaya yang mereka inginkan. Masih banyak kebijakan negara yang kurang berpihak pada kelompok seperti ini. Rasa aman dan nyaman, rasa terlindungi dari negara. Pengakuan hak hidup dan ber-penghidupan masih menjadi barang langka, yang mesti harus diperjuangkan hingga saat ini.

Di Sumatera terdapat beberapa suku yang masih terus berusaha untuk meraih penghidupan yang layak versi mereka. Diantaranya adalah Orang Rimba, Orang Ta-lang Mamak dan Orang Batin Sembilan. Komunitas yang tersebar di Sumatra Tengah (Jambi, Sumsel, Riau) masih memegang adat istiadat mereka. Kehidupan keseharian mereka sangat bergantung dengan hutan sebagai tempat hidup dan penghidupan mereka.

Sayangnya banyak program pemerintah yang dilakukan konon untuk percepatan pembangunan seperti program transmigrasi dan perkebunan dan izin konsesi pengelo-laan hutan serta pertambangan telah menghilangkan ruang hidup dan penghidupan Suku Adat Marginal ini. Sementara di sisi lain kelompok Suku Adat Marginal masih mempertahankan hidup dengan cara-cara tradi-sional seperti berburu dan meramu yang mereka warisi dari nenek moyang tanda ada sentuhan untuk menye-suaikan dengan kondisi terkini ruang kehidupan me-reka.

Hilangnya ruang hidup dan penghidupan Suku Adat Marginal telah memaksa kelompok komunitas ini un-tuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Sayang-nya minimnya pengetahuan, kurangnya daya adaptasi terhadap budaya luar serta modernisasi yang melaju kencang, menyebabkan Komunitas ini sulit untuk bisa setara dengan komunitas mayoritas. Ketimpanganpun terjadi, dampaknya sebagian komunitas tersingkir se-bagian lainnya mengalami masalah sosial yang beru-jung pada terjadinya konflik perebutan sumber daya.

Bahkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, konflik yang muncul bisa terjadi dalam internal mereka

JangKAr, Forum Perjuangan Masyarakat Adat

ataupun antara Suku Adat Marginal dengan masyarakat mayoritas di luar mereka. Dampak dari konflik yang ter-jadi seringkali menimbulkan korban jiwa dan korbannya selalu dari pihak Suku Adat Marginal.

Melihat fakta ini, maka sangat penting adanya satu forum bersama masyarakat asli marginal. Setelah melakukan komunikasi dengan sejumlah komunitas maka dipilih-kan sebuah aliansi yang diberi nama Jaringan Komu-nitas Adat Marginal yang disingkat dengan JangKAr. JangKAr merupakan sebuah wadah perjuangan Suku Adat Marginal dalam memperjuangkan hak sebagai warga negara. Hak tersebut dapat berupa hak untuk mengelola sumber daya alam dan hak untuk mendapat-kan sumber penghidupan.

Permasalahan lain ialah tempat-tempat yang menurut mereka kramat dan mempunyai nilai yang sangat pen-ting (sakral) bagi mereka yaitu kuburan , tempat un-tuk sesembahan, ataupun yang mempunyai nilai religi yang tinggi semakin tergerus dan hilang. Kondisi seperti ini juga seolah mengaburkan atau bahkan menghilang-kan identitas mereka sebagai manusia yang memiliki

kebudayaan. Kondisi ini merupakan kekerasan secara kultural ketika suku adat marginal tidak bisa dengan leluasa dalam menjalankan kebudayaannya secara berkelanjutan.

Persoalan lainnya yang ingin diatasi dengan adanya ja-ringan ini adalah jaminan dari negara untuk akses dan pelayanan hak-hak dasar komunitas oleh negara. Dian-taranya adalah pendidikan dan kesehatan serta pem-bangunan yang sesuai dengan kebudayaan mereka. Pendidikan yang berlangsung saat ini kurang mampu untuk mengakomodir kebudayaan mereka. Pendidikan seolah disamaratakan dan mereka yang tidak mampu dianggap terbelakang dan tidak memiliki daya tangkap seperti orang di luar mereka. Padahal tidak semua benar, pandangan ini terjadi ketika pandangan yang digunakan dengan kacamata/kebudayaan orang luar. Ketika ada perbandingan antara kebudayaan yang dominan dan inferior maka itulah yang terjadi. Segala kebudayaan diluar kebudayaan dominan dianggap tidak baik. Sama halnya dengan pembangunan yang hanya menyentuh pada pembangunan fisik tanpa menyentuh akar per-masalahan yang seutuhnya.

Sebagian besar kehidupan Suku Adat Marginal te-lah terintegrasi dengan komunitas desa yang berada di sekitarnya. Namun, pada umumnya aktivitas sosial Suku Adat Marginal terpisah dengan masyarakat desa. Hubungan yang terbangun dengan komunitas di luar mereka hanya bersifat hubungan ekonomi saja. Sampai

saat ini hanya beberapa anggota kelompok saja yang mendapatkan pengakuan dan masuk dalam adminis-trasi desa.

Melalui JangKAr maka diharapkan akan terbangun aliansi komunitas adat marginal di Sumatra tengah un-tuk memperjuangkan hak-hak mereka yang terabaikan oleh pemerintah, sekaligus sebagai ajang untuk sal-ing berbagi dan peningkatan pengetahuan serta ke-mampuan dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Jaringan yang sudah setahun dibentuk ini, juga sudah sedang melakukan penyusunan memiliki AD ART serta sudah memiliki kepengurusan untuk kelancaran ke-giatan jaringan.Kepengurusan dibentuk berdasar hasil musyawarah 35 orang yang mewakili komunitas Orang Rimba, Talang Mamak, Batin Sembilan. Dalam dis-kusi ini JangKAr memiliki kepengurusan yang dibentuk dengan sistem perwakilan. Perwakilan Orang Rimba TNBD terpilih Ngandun, perwakilan Orang Rimba Lintas dipilih Ngilo, perwakilan Batin Sembilan Telisak Sikamis adalah Abu Hanifah serta perwakilan Orang Talang Ma-mak adalah Udut.

Ke depannya jaringan ini akan semakin intensif dalam melakukan kegiatan untuk memperjuangkan dan pe-ngakuan hak-hak masyarakat asli marginal. (Sukmare-ni/Kristiawan)

Suku-suku asli yang selama ini bertahan hidup di dalam hutan de-ngan adat-istiadat mereka diantaranya Orang Rimba, Talang Mamak

dan Batin Sembilan. (Aulia Erlangga/Dok. Burung Indonesia)

JangKAr (Jaringan Komunitas Adat Marginal merupakan sebuah wadah perjuangan suku adat marginal dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara

(Aulia Erlangga/Dok.KKI WARSI)

Page 21: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

4140

Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dijadikan sebagai kawasan konservasi sejak 23 Agustus 2000. Dasar penunjukannya adalah Keputusan

Menteri Kehutanan RI dengan nomor 258/kpts-II/2000 seluas 60.500 hektar dengan lokasi di Kabupaten Sa-rolangun, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo. Semua lokasi berada di Provinsi Jambi. Tujuan penun-jukan lokasi ini menjadi taman nasional adalah untuk kawasan pelestarian alam dan menjadi tempat hidup dan penghidupan bagi komunitas Orang Rimba.

Meski sudah memiliki payung hukum yang jelas sebagai taman nasional, namun tidak serta merta menjadikan TNBD terbebas dari ancaman. Di satu sisi, terjadi pe-ningkatan tuntutan masyarakat sekitar hutan terhadap sumber daya hutan dan lahan. Ini menjadi salah satu pemicu ancaman terhadap kawasan TNBD. Sementara di sisi lain, kawasan konservasi harus tetap diperta-hankan karena memegang peranan strategis sebagai sistem penyangga kehidupan, perlindungan keanekara-gaman hayati dan pelestarian ekosistem.

Sejauh ini, kegiatan pengelolaan TNBD belum menerap-kan konsep pengelolaan bersama dengan masyarakat sekitar. Akibatnya, akses masyarakat sekitar terhadap kawasan hutan yang selama ini menjadi sumber peng-hasilan menjadi terputus. Kondisi itu kemudian me-nyuburkan interaksi masyarakat secara illegal terhadap kawasan TNBD. Baik dalam bentuk perladangan, per-buruan maupun illegal logging.

Konflik antara masyarakat dan balai taman juga terjadi pada sisi barat TNBD. Pasalnya, sebelum menjadi ka-wasan konservasi daerah ini berstatus kawasan hutan produksi lokasi eks PT.Intan. Sekitar tahun 1990-an masyarakat sekitar mulai melakukan pembukaan la-han untuk dijadikan lokasi perladangan. Mereka adalah masyarakat dari desa-desa di sepanjang sungai Tabir yang tersebar di Kecamatan Tabir Ilir, Margo Tabir, Tabir Selatan, Tabir Timur, dan Tabir Induk. Secara adminis-tratif lokasi desa tersebut berada di Kabupaten Merangin dan tidak berbatasan langsung dengan TNBD. Ketika kawasan ini berubah menjadi kawasan konservasi, perladangan masyarakat bahkan telah masuk hingga

ke kawasan taman nasional. Ancaman kerusakan juga datang dari aktivitas jual beli lahan yang dilakukan oleh oknum.

Meski pihak balai taman telah melakukan pengaman-an dan operasi penertiban, namun tenyata belum se-cara optimal dapat memberikan penyadaran kepada masyarakat. Terkait hal itu, dalam rangka lebih mening-katkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian TNBD ini, perlu adanya partisipasi masyarakat desa sekitar taman nasional dalam melakuan pengelolaan. Hal itu bisa mengacu pada Permenhut nomor P.19/Men-hut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Dalam hal ini masyarakat diharapkan dapat berpar-tisipasi dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan TNBD.Sehingga mereka bersinergi dalam menyela-matkan kawasan bersama pihak balai taman. Upaya melibatkan masyarakat dalam pengelolaan bersama juga dalam rangka menemukan solusi terhadap per-masalahan perladangan masyarakat di kawasan TNBD di wilayah Barat.

Untuk itu, beberapa waktu lalu digelar kegiatan sosial-isasi dari pihak BTNBD tentang pentingnya keberadaan taman nasional dan peranan masyarakat yang diwakili oleh Persatuan Desa Penyangga (PDP) Sektor Barat Kabupaten Merangin dalam mendukung keberadaan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kegiatan sosialisasi ini digelar pada Kamis, 17 September 2015 di Kecamatan Tabir Ilir. Tema besar kegiatan tersebut adalah mem-bangun kesepahaman bersama antara Balai Taman Nasional Bukit Duabelas dengan masyarakat di sekitar kawasan dalam pengelolaan TNBD. ”Harapannya, ke depan bisa tercipta kesepahaman bersama (kolaborasi) antara Balai TNBD dengan masyarakat di sekitar ka-wasan TNBD dalam melakukan pengelolaan TNBD.

Ketua PDP Taman Nasional Bukit Duabelas sektor Barat Sayuti mengatakan, lahirnya PDP dikarenakan adanya persoalan serius antara pihak BTNBD dengan petani yang selama ini berinteraksi dengan TNBD. Pembentu-kan PDP diharapkan bisa menjadi penghubung antara pihak petani dengan pengelola taman. Sebelum mendi-rikan PDP mereka sering melakukan diskusi terkait per-soalan tersebut. Dalam rangka mencari solusi terkait persoalan itu, mereka juga banyak berdiskusi dengan KKI WARSI sehingga kemudian diberikan pemahaman dalam pelestarian TNBD. Akhirnya, mereka membentuk kelompok PDP sebagai wadah bagi masyarakat em-pat kecamatan di Merangin yang berinteraksi dengan TNBD. Pada bulan Desember 2012 PDP terbentuk.

Membangun Sinergi dalam Pengelolaan TNBD

Anggotanya terdiri daripara Kepala Desa (Kades)yang ada di empat kecamatan.

“Kami punya visi misi hutan terjaga masyarakat se-jahtera. Dua duanya kami lestarikan. Balai tak dirugi-kan, petani tak dirugikan.Kami ini sebagai penghubung. Apa pun persoalan petani kami sampaikan ke balai,” ungkapnya.

Menurut Sayuti, pembentukan PDP sebenarnya ber-lika-liku dan sulit. Sebab, awalnya pihak BTNBD tidak mau menerima keberadaan PDP tersebut. “Jujur saya katakan, pertama Balai Taman tak terima PDP wilayah Barat. Tapi karena masyarakat kami berinteraksi, ber-batasan memang tidak, akhirnya PDP diakui,” katanya.Kegiatan sosialisasi tersebut juga menjadi ajang tan-ya jawab antar masyarakat yang berinteraksi dengan TNBD selama ini dengan pihak balai taman. Salah satu hal yang mereka persoalkan adalah terkait kejelasan batas. Mereka mengaku banyak yang belum mengeta-hui dimana batas sesungguhnya kawasan TNBD.

Menanggapi itu, Kasubag Tata Usaha (TU) BTNBD Nukman mengatakan, TNBD ditunjuk pada bulan Agus-tus tahun 2000. Sedangkan Balai Taman Nasional Bukit Duabelas lahir pada Oktober 2006. Lebih dulu ta-man daripada kelahiran balai. Kalau ada keterlanjuran masyarakat yang tidak tahu dimana batas, pihaknya juga mengaku tidak tahu. Sebab, saat itu ada instansi yang berwenang. Namun, saat ini, kata dia, jangan- kan jual beli, masuk saja ke dalam taman tidak bisa jika tanpa izin

“Kita mengharapkan cepat selesainya, tapi semua bu-tuh proses. Tujuan kita adalah menyelamatkan TNBD demi kesejahteraan Orang Rimba dan masyarakat lain-nya.Tak bisa diputus sekarang. Pertemuan ini adalah awal yang baik dan mudah-mudahan ke depan menjadi lebih baik,”katanya.

Nukman menambahkan, luas TNBD saat ini sudah berkurang dari yang tercantum dalam peta taman na-sional selama ini. Luas TNBD saat ini 50.549,32 hektar dari sebelumnya seluas 65 ribu hektar. Terjadi pengu-rangan sekitar 14 ribu hektar. Dikeluarkannya 14 ribu hektar lebih itu dengan pertimbangan tata batas. Dima-na hutan banyak yang sudah menjadi peladangan dan pemukiman penduduk.

“Itu bukan kita yang mengeluarkan dari kawasan taman, tapi dikeluarkan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hu-tan 13 di Bangka Belitung,” ungkapnya. (Herma Yulis)

AKTUALAKTUAL

Kegiatan Sosialisasi dari pihak Balai Taman Nasional Bukit Duabelas tentang pentingnya keberadaan taman nasional

dan peranan masyarakat yang diwakili oleh Persatuan Desa Penyangga (PDP) . (Hermayulis/ Dok KKI WARSI)

Kegiatan sosialisasi ini bertujuan memberikan informasi lebih luas kepada masyarakat terhadap tata batas dan keberadaan

Taman Nasional Bukit Duabelas (Hermayulis/Dok. KKI WARSI)

Page 22: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

AKTUAL4342

Festival Batang Gansal, Pesta Budaya Suku Talang Mamak

Satu per satu perahu bermesin merapat di sebuah dermaga kecil di Desa Rantau Langsat Keca-matan Batang Gansal Kabupaten Indragiri Hulu.

Ibu-ibu menggendong anaknya dan kaum muda-mudi melompat turun dari atas perahu yang mereka tum-pangi. Keceriaan tampak memayungi wajah mereka, bagaimana tidak hari ini merupakan acara pembukaan Festival Batang Gansal. Festival tahunan yang meng-hadirkan berbagai perlombaan khas kebudayaan suku Talang Mamak dan Melayu Tua. Ada delapan dusun yang berada di wilayah adminstrasi Desa Rantau Lang-sat. Desa ini merupakan desa penyangga kawasan Ta-man Nasional Bukit Tigapuluh.

Jelita (49) bersama keluarga besarnya menyusuri jem-batan kayu yang tersusun dari beberapa batang kayu berukuran besar. Jembatan kayu yang berusia puluhan tahun ini, satu-satunya pintu masuk untuk bisa sampai

ke Desa Rantau Langsat. Jembatan ini hanya bisa di-lalui dengan motor saja, dan silih bergantian menye-berangi derasnya aliran Sungai Batang Gansal. Festival Batang Gansal bagi Jelita merupakan pesta besar yang diadakan setiap tahunnya. “Ini macam pesta godang, dan kami bisa mengikuti berbagai macam perlombaan yang merupakan bagian dari tradisi di sini. Semua orang berkumpul di sini, semua keluarga besar serumpun bisa bertemu. Ini sangat menyenangkan,” katanya sambil mengeluarkan lembaran-lemabaran daun pandan yang akan dianyam.

Jelita bersama empat saudara perempuannya memang akan mengikuti kegiatan perlombaan menganyam yang diadakan pada festival Batang Gansal. Perempuan asli Suku Talang Mamak ini terlihat ramah, berbagai cerita terluncur dari mulutnya. Menganyam bagi perempuan Suku Talang Mamak adalah bagian dari kemahiran

yang menjadi sebuah prasyarat seorang gadis boleh menikah. “Kalau menganyam ini bisa diartikan bagi kami perempuan suku Talang Mamak, sebagai pera-lihan perempuan dari masa anak-anak menuju gadis. Dan biasanya kalau sudah bisa memasak, bisa meng-anyam, itu tandanya perempuan sudah bisa menikah,” ujarnya sambil tersenyum kecil.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, Jelita mengatakan tak banyak perempuan suku Talang Ma-mak yang bisa menganyam. Hadirnya tikar-tikar plastik dengan harga terjangkau dan bermacam model, mem-buat anyaman hanya obat pengisi kekosongan bagi perempuan berusia lanjut. “Kini menganyam hanya mi-lik kami yang berusia tua saja. Kalau yang muda-muda ndak mau menganyam lagi,” tambahnya.

Berada di atas rumah panggung yang disiapkan pani-tia, belasan ibu-ibu Suku Talang Mamak dan Melayu Tua mempersiapkan segala peralatan menganyam. Tidak hanya tikar, topi dan berbagai macam model tas akan dibuat untuk memenangkan perlombaan ini. Bau kemenyan menyengat dari asap-asap yang mengepul di atas rumah panggung ini. Sebagian besar perem-puan suku Talang Mamak memiliki tradisi merokok ke-menyan. Rokok kemenyan, demikian sebutan mereka

untuk linting kertas rokok berisi tembakau dan butiran kemenyan. “Mau mencoba rokok ini,” kata Jelita sem-bari menyorongkan lintingan rokok yang siap dihisap. Semua bercampur baur, celotehan dan candaan khas Melayu menambah keakraban.

Festival budaya tahunan Batang Gansal yang dige-lar selama empat hari (19-22 November 2015 diyakini mampu menarik para wisatawan. Armansyah, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Indragiri Hulu menyebutkan ajang Festival Batang Gansal ini harus terus dikembangkan karena menjadi magnet bagi para pengunjung untuk datang melihat keindahan alam Desa Rantau Langsat.

“Kegiatan tahunan ini untuk menarik minat para wisatawan berkunjung ke sini. Tidak hanya lokal, kita juga menargetkan wisatawan mancanegara. Kegiatan ini gabungan dari keindahan alam Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan keankaragaman hayatinya dan berbaur dengan kebudayaan asli Suku Talang Mamak dan Melayu Tua,” jelasnya.

Menurut dia, dalam festival itu akan dilaksanakan se-jumlah lomba yang merupakan budaya lokal khususnya dari suku Talang Mamak, seperti lomba membuat kera-Lomba Perahu salah satu kegiatan

yang diselenggarakan dalam festifal Batang Gansal. Foto Elviza Diana/

Dok KKI WARSI

Atraksi Silat Talang Mamak. Foto: Elviza Diana/Dok. KKI WARSI

Page 23: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

4544AKTUALAKTUAL

Tumenggung Tarip Terima Satya Lencana

Keteguhan Temenggung Tarib kembali meraih peng-hargaan dari Presiden Jokowi. Kali ini Tumenggung

Tarip menerima anugerah Satyalencana Pembangunan bidang Lingkungan Hidup, yang diserahkan pada Pun-cak Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN) serta Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) tahun 2015,) yang dipusatkan di Tahura Sultan Adam, Kecamatan Karangintan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis 26 November 2015.

Penghargaan ini diberikan kepada pimpinan Orang Rim-ba Air Hitam ini sebagai bentuk keteguhan hati beliau dalam menjaga hutan yang menjadi sumber penghidu-pan Orang Rimba. Satya Lencana diberikan kepada orang-orang yang sudah menerima penghargaan Kal-pataru dan dalam rentang waktu tertentu terbukti masih menjaga alam dan lingkungannya. Tumenggung Tarip menerima penghargaan Kalpataru pada 12 Juni 2006 silam untuk kategori Penyelamat Lingkungan Hidup yang diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bam-bang Yudhoyono.

Tumenggung Tarip mengaku sangat berbahagia dan bersyukur dengan penghargaan yang diperolehnya. Menurut Pak Tarip sapaan akrabnya penghargaan di-dedikasikan untuk semua Orang Rimba. Dalam berdia-log dengan presiden usai pemberian penghargaan Pak Tarip tetap memperjuangkan untuk perlindungan rimba untuk kehidupan Orang Rimba. “Sayo sampaikan ke presiden, tolong bantu kami supayo rimba kami tidak habis, tolong bantu kami Orang Rimba untuk menjaga hutan kami,” sebut Tumenggung Tarip.

Tak hanya itu, Pak Tarip juga meminta supaya presi-den memperhatikan pendidikan, kesehatan dan sumber penghidupan Orang Rimba. “Kito sampaikan ke presi-den supaya ado perhatian pemerintah kepado Orang Rimba, supayo kami Orang Rimba jugo tetap bisa hidup dengan baik,” sebut Tumenggung Tarip.

Tumenggung Tarip merupakan salah satu pemuka adat Orang Rimba yang sejak dulu gigih memperjuangkan rimba yang menjadi tempat hidup dan berpenghidupan komunitas adat marginal ini. Bagi Orang Rimba hutan

adalah sumber tumbuhan obat. Berdasarkan hasil pe-nelitian Tim Biota Medika pada akhir 1998, terdapat 137 biota obat di TNBD, baik berupa tumbuhan mau-pun hewan yang mengandung khasiat obat. Tumeng-gung Tarib bahkan termasuk ke dalam dalam tim pene-litian yang beranggotakan ahli-ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Departemen Kesehatan (Depkes), Universitas Indonesia (UI) dan Institut Perta-nian Bogor (IPB).

Selain itu, hutan juga merupakan sumber ekonomi Orang Rimba dengan memanfaatkan hasil hutan beru-pa rotan, damar, jernang, getah jelutung dan karet. Di Sampang itu, fungsi penting hutan bagi Orang Rimba sebagai tempat hidup. Di sisi lain, tekanan untuk mem-persempit hutan juga gencar dilakukan banyak pihak baik secara legal mauoun ilegal. Untuk itulah Tumeng-gung Tarip dengan anggota kelompoknya tetap berupa-ya untuk menjaga hutan mereka dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Salah satu bentuk kegiatan yang di-lakukan Tumenggung Tarip dan anggota kelompoknya adalah membuat penghalang bagi orang luar merusak ke kawasan hidup Orang Rimba yang dinamakan de-ngan hompongon yang dalam bahasa Indonesia berarti pagar.

Orang Rimba membuka ladang di sekitar taman yang ditanami padi atau umbi-umbian. Satu kali masa panen, mereka menanaminya dengan karet. Sesuai perjanjian tidak tertulis komunitas Orang Rimba dengan masyarakat desa, jika di suatu wilayah yang sudah menjadi kebun Orang Rimba tidak lagi boleh dimasuki warga luar. Ke-bun itulah pagarnya. “Umpamo ado orang terang nang masuk ke delom rimbo nang sodah ado hompongon, orang terang itu kami dendo (jika ada orang terang seb-utan Orang Rimba untuk masyarakat di luar komunitas mereka yang masuk ke dalam hutan yang sudah ada kebun orang rimba, orang terang itu akan kami denda ),” ungkap Tumenggung Tarip.

Hingga kini hompongon Tumenggung Tarip dan ke-lompoknya semakin berkembang. Tanaman karet yang mendominasi hompongon Tumenggung Tarip sudah mengeluarkan getah yang memberi kecukupan ekono-mi untuk kelompok ini. (Sukmareni)

jinan dalam bentuk sovenir khusus untuk perempuan, lomba silat tradisional untuk laki-laki, lomba musik gam-bus laki-laki dan perempuan, lomba rakit bambu oleh ibu-ibu, pacu sampan, lempar tombak, dan gasing un-tuk laki-laki.

“Panitia juga menyiapkan lomba lainnya bagi masyarakat umum, seperti lomba sepeda gunung, lomba meman-cing dan lomba gasing,” ujarnya.

Lomba sepeda gunung melintasi jalur sejumlah lokasi wisata alam air terjun dan arung jeram di lokasi TNBT. Agung (69) asal Rengat merupakan salah satu peser-ta lomba sepeda gunung menyebutkan lomba sepeda gunung yang diikutinya kali ini menghadirkan peman-dangan alam yang luar biasa dan jalur yang memacu adrenalin.

Mempertahankan Tradisi

Festival Batang Gansal yang merupakan salah satu program unggulan untuk bisa mempertahankan budaya dan tradisi Indragiri, terutama kebiasaan yang sudah tertanam pada budaya Melayu.

Hal ini dilakukan, karena saat ini budaya, tradisi atau-pun kebiasaan masyarakat Melayu dan Talang Mamak secara perlahan sudah mulai redup dan dikhawatirkan suatu saat akan menghilang, terhimpit dengan budaya modern yang terus muncul dan mempengaruhi genera-si muda, khususnya di Indragiri. Seperti yang dikatakan Mardius, tokoh adat Suku Talang Mamak menyebutkan tradisi Suku Talang Mamak perlahan tergerus zaman.

“Ini upaya untuk membangkitkan batang terendam. Bu-daya, tradisi yang sudah tertanam sejak ratusan tahun, harusnya bisa menjadi ajang mempertunjukkan budaya Suku Talang Mamak yang harus terus dipertahankan,” katanya.

Festival Batang Gansal ini pertama kali dilaksanakan tepatnya tiga tahun yang lalu di 2012. Dulu masyarakat Suku Talang Mamak hanya mempertunjukkan berba-gai tradisi mereka saat ada kunjungan tamu yang akan menjelajah Taman Nasional Bukit Tigapuluh. “Dulu kami hanya menjadi guide, dan di situlah kami bercerita ke-pada pengunjung terkait dengan budaya dan tradisi kami Suku Talang Mamak. Kalau sekarang memang ada ajangnya,” lanjutnya. (Elviza Diana)

Permainan Gasing, salah satu permainan tradiosional Talang Mamak yang dimainkan dalam Festival Batang Gansal. Foto: Elviza Diana/Dok. KKI WARSI

Page 24: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

AKTUAL MATAHATI4746 4746

Manajemen Hutan Harapan dan empat kelompok masyarakat Batin Sembilan menandatangani kesepakatan ruang kelola di dalam kawasan

Hutan Harapan. Kerja sama ini menandai dimulainya program tanaman kehidupan di Hutan Harapan, hutan restorasi pertama di Indonesia seluas 98.555 hektare.

Kesepakatan ditandatangani di Camp Hutan Harapan, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Ba-tanghari, Jambi, Kamis (3/12), oleh Presiden Direktur PT Restorasi Ekosistem Indonesi Effendy A Sumardja selaku pengelola dan pemegang konsesi Hutan Hara-pan dan para tokoh perwakilan masyarakat Batin Sem-bilan.

Penandatanganan disahkan dan disaksikan oleh Direk-tur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat, Ke-menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dan Direktur Usaha Jasa Ling-kungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi

Hutan Harapan dan Batin Sembilan Sepakati Ruang Kelola

KLHK Gatot Soebiantoro. Saksi lainnya adalah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Irmansyah Rahman, perwakilan Burung Indonesia dan CAPPA.

Empat kelompok Batin Sembilan tersebut berada di bawah garis Marga Batin Kandang Rebo, Bawah Be-daro (Kelompok Mitrazone, Kelompok Sungaiberuang/Gelinding dan Kelompok Simpang Tanding) dan Pasirah Pintang Iman Simpang Macan Luar.

“Dengan kesepakatan ini, maka antara Hutan Harapan dan Batin Sembilan ada kerja sama saling mengun-tungkan terkait lokasi, batas wilayah kelola, tata kelola, warga yang diakomodir, hak dan kewajiban, hingga ke monitoring dan evaluasi,” kata Presiden Direktur PT Reki Effendy A Sumarja kepada wartawan seusai pen-andatanganan.

Hutan Harapan merupakan tempat hidup dan mencari kehidupan masyarakat Batin Sembilan. Melalui ke-

Khofifah di Benor FM Benor FM kedatangan tamu istimewa beberapa waktu

lalu, yaitu Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Bu menteri dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Sa-rolangun datang untuk melihat penanganan korban kabut asap termasuk Orang Rimba. Dalam dialog singkat yang dilangsungkan di studio Benor FM, Kofifah di wawancarai langsung oleh dua penyiar yaitu Beteguh dan Betulus.

Beteguh bertanya tentang kabut asap dan penanganan kebakaran yang terjadi di hutan Orang Rimba. Menteri Sosial menyebutkan kabut asap memang sudah menda-tangkan penderitaan bagi banyak orang, untuk itu peme-rintah telah berupaya untuk mengendalikan kebakaran yang terjadi. Untuk hutan orang rimba yang terbakar bu menteri menjanjikan untuk memberikan bantuan dan berkoordinasi dengan kementrian lain untuk membantu Orang Rimba memulihkan hutan yang mengalami keba-karan.

Mensos menjelaskan kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan asap berasal dari kebakaran hutan dan lahan terutama kawasan gambut. “Asap tebal berasal dari lebaran gambut, walau sudah disiram dari udara, ta-nahnya tetap menyala. Kita sama-sama berdoa semoga hujan segera turun dan memadamkan api di gambut. Pemerintah berkomitmen ke depan tidak ada lagi pener-bitan izin di lahan gambut yang bersifat komersial,” ujar Mensos.

Tidak hanya seputaran asap dan kebakaran hutan, dalam dialog ini, anak-anak rimba juga menginginkan pemerin-tah untuk membantu pendidikan Orang Rimba menjadi lebih serius. Hal ini disampaikan oleh Betulus. “Pamono menurut ibu sekolah untuk kamia?”

Menteri Sosial kembali menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memajukan pendidikan semua anak Indonesia termasuk anak rimba. “Seluruh anak Indonesia, semua mendapat kesempatan pendidikan yang sama. Ibu Khofifah minta anak-anak rimba juga mau sekolah, nanti kamu pintar bisa menata hutan-hutan di sini, bisa mengamankan hutan, itu harus sekolah,”sebut Khofifah.

Untuk membangkitkan semangat anak-anak akan dunia pendidikan Khofifah sempat menceritakan kepada anak-anak rimba kebangkitan bangsa Jepang setelah dijatuh-kan bom atom oleh sekutu pada Perang Dunia Dua. Meski sebagian anak rimba belum terlalu familiar dengan sejarah dunia, tetapi anak-anak ini tetap serius mende-ngarkan penyampaian Mensos. Kaisar Jepang waktu itu mencari guru. Kaisar mengumpulkan guru yang masih tersisa dan untuk bisa mengajar kembali anak-anak Jepang untuk meraih masa depan yang lebih baik, dan ini terbukti Jepang menjadi negara dengan perekono-

mian yang tumbuh pesat. Mensos mengajak Anak-anak rimba untuk giat belajar, karena dengan belajar sekolah kita bisa melakukan banyak hal termasuk menjaga hutan yang menjadi rumah Orang Rimba. Pada kesempatan itu, Mensos juga menanyakan cita-cita anak rimba, ada yang mau jadi guru, jadi peneliti, jadi camat dan lainnya.

“Anak-anak mendaftar ya untuk dapat Kartu Indonesia Pintar (KIP), nanti juga bisa dapat beasiswa, ada tam-bahan biaya, bisa sekolah juga di Jakarta, yang penting daftar dulu ya..” pesan Bu Mentri.

Pernyataan Menteri Sosial ini membawa harapan baru bagi anak-anak rimba. Selama ini mereka sudah menge-cap pendidikan alternatif yang diberikan Komunitas Kon-servasi Indonesia WARSI. Pelajaran dasarnya adalah baca tulis dan hitung. Setelah memiliki kemampuan baca tulis dan berhitung, mulai muncul pertanyaan “Bagaimana kalau saya mau menjadi guru? Karena memang sistem pendidikan Indonesia mengharuskan seseorang untuk mencapai pendidikan tertentu untuk sebuah profesi yang diinginkan.

Mengikuti jenjang pendidikan yang sesuai merupakan pilihan yang harus diambil, termasuk oleh anak-anak rimba, yang rata-rata mulai bersekolah setelah berumur belasan tahun. Makanya sejak 2005 silan WARSI sudah menjembatani anak-anak rimba untuk bisa bersekolah di sekolah formal, sehingga jenjang pendidikan mereka di-akui oleh negara.

Meski tergolong sulit, sebagian anak-anak rimba tetap melanjutkan pendidikannya, walau tidak sedikit juga yang kemudian memilih untuk berhenti di tengah jalan karena tidak kuat mengikuti pola pendidikan formal. Dengan kunjungan mentri sosial ke komunitas Orang Rimba dan adanya komitmen pemerintah untuk mendukung pendidi-kan Orang Rimba, ke depan akan semakin membangkit-kan semangat dan kemauan orang rimba untuk meraih pendidikan yang lebih baik, demi masa depan mereka. (Elvidayanti)

Hutan harapan, satu-satunya benteng di hutan da-taran rendah yang tersisa, dengan tutupannya yang masih bagus (Aulia Erlangga/Dok. Burung Indonesia)

Page 25: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

MATAHATI MATAHATI4948

sepakatan ini, selanjutnya diatur tujuan pengelolaan kawasan hutan negara yang menjadi areal kerja Hu-tan Harapan tersebut dan pemenuhan kebutuhan akan akses dan ruang kelola masyarakat Batin Sembilan. Ruang kelola yang diatur untuk empat kelompok ini me-liputi kawasan hutan seluas 1.435 hektare, yang dikelo-la bersama sebanyak 390 jiwa masyarakat Batin Sem-bilan. Wilayah kelola itu meliputi lokasi pengembangan tanaman kehidupan, pemukiman, fasilitas sosial, bu-didaya tanaman pangan, kebun campur, pemakaman, hutan bersama, tanaman obat, holtikultura, sepadan sungai dan sumber mata air.

Termasuk pula ke dalam kesepakatan adalah peman-faatan hasil ikan dengan cara-cara tradisional, seperti memancing, menajur, memasang bubu, menjala, dan tidak boleh mempergunakan racun, jaring, listrik, atau bom ikan. Kesepakatan lainnya adalah pada jenis hasil hutan bukan kayu.

Supervisor Task Force II PT Reki Mangarah Silalahi menambahkan, penandatanganan kesepakatan ruang kelola ini merupakan wujud dari implementasi kebijakan manajemen Hutan Harapan yang baru diluncurkan terkait human rights, social and community engagement commitment (HARSEC). “Terima kasih kepada Danida dan KfW yang telah mendukung penyelamatan hutan dan masyarakat, khususnya Batin Sembilan,” kata Mangarah yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Restorasi Ekosistem Burung Indone-sia. Burung Indonesia merupakan lembaga yang per-tama kali menggagas restorasi ekosistem di Indonesia, dan membentuk konsorsium untuk mengelola Hutan Harapan.

Kepala Task Force 2 Hutan Harapan Urip Wiharjo men-jelaskan, setelah penandatanganan kesepakatan ini selanjutnya akan didorong pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan tanaman kehidupan. “Dalam penataan dan pengelolaan akan disusun ren-cana secara partisipatif, melibatkan dan menyesuaikan kebutuhan masyarakat,” tegas Urip.

Tokoh Simpang Macan Luar, Mat Samin, mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu mem-bangun kesepakatan ruang kelola ini. Tokoh lainnya, Damsi, yang merupakan Depati Marga Batin Kandang Rebo, mengucapkan terima kasih kepada PT Reki yang menunjukkan kepedulian kepada masyarakat. “Kes-epakatan ini sangat ditunggu-tunggu,” katanya.

Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehu-tanan (KLHK) Hanni Hadiati yang menghadiri acara penandatanganan kesepakatan mengimbau keterliba-tan berbagai pihak untuk melindungi hutan, termasuk memberantas illegal logging, perburuan satwa, dan lain sebagainya. “KLHK memaksimalkan upaya resolusi

Pemerintah Provinsi Jambi menyambut baik kesepak-atan penting ini. “Bagi kedua pihak yang menanda ta-ngani agar saling menghormati, mengetahui hak dan kewajibannya. Ke depan kami harapkan self of belong-ing (rasa memiliki) masyarakat terhadap Hutan Harapan di Jambi,” kata Kabid Penataan Kawasan Hutan Wahyu Widodo yang datang mewakili Kepala Dishut Provinsi Jambi.

Wahyu juga berharap adanya patroli bersama untuk menjaga Hutan Harapan. Katanya, penandatanganan kesepakatan ini menjadi momen yang sangat berse-jarah. “Semoga kelompok-kelompok lain bisa segera mengikuti kesepakatan seperti ini,” tambahnya

Restorasi Ekosistem

Pemerintah RI meluncurkan kebijakan restorasi eko-sistem (RE) di hutan produksi secara resmi melalui SK Menteri Kehutanan No 159/Menhut-II/2004. Pada 2005, untuk pertama kalinya di Indonesia ditetapkan areal seluas 98.555 hektare di Jambi dan Sumsel sebagai kawasan Restorasi Ekosistem (RE) yang selanjutnya diberi nama Hutan Harapan (Harapan Rainforest).

Kebijakan RE ini terlahir dari kekhawatiran akan hilang-nya hutan alam di kawasan hutan produksi, rentannya pengelolaan kawasan hak pengusahaan hutan (HPH) dan perubahan hutan alam menjadi peruntukan lainnya. Dari 16 juta hektare hutan dataran rendah Sumatera pada 1900, kini hanya tersisa sekitar 500 ribu hektare saja. Sebanyak 20 persennya adalah Hutan Harapan.Hutan Harapan membentang di dua kabupaten dalam Provinsi Jambi, yakni Sarolangun dan Batanghari, dan di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumsel. Dulu-nya, kawasan ini adalah Hutan Produksi PT Asialog dan Inhutani. Izin pengelolaannya diberikan kepada Unit Manajemen Hutan Harapan bentukan Burung Indone-

sia, Birdlife International dan Royal Society for the Pro-tection of Birds.

Karena pemerintah mensyaratkan badan hukum per-seroan terbatas (PT), maka Unit Manajemen Hutan Harapan mendirikan PT Restorasi Ekosistem Indone-sia (Reki). Izin RE pertama didapat pada 2007, yakni untuk kawasan seluas 52.170 hektare di Kabupaten Musi Banyuasin (SK Menhut No 293/Menhut-II/2007). Izin kedua keluar pada 2010 untuk areal seluas 46.385 hektare di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun (SK Menhut No 327/Menhut-II/2010).

Hutan Harapan menjadi sumber serta areal resapan air (water catchment area) penting bagi masyarakat Jambi dan Sumsel. Sungai Batang Kapas dan Sungai Meranti merupakan hulu Sungai Musi yang mengalir melalui Sungai Batanghari Leko. Sungai ini merupakan sumber kehidupan utama masyarakat Sumsel, baik untuk air bersih, perikanan, pertanian, perkebunan maupun sa-rana transportasi.

Lainnya adalah Sungai Lalan, yang merupakan sumber kehidupan masyarakat Bayunglincir dan sekitarnya dan sungai Kandang yang juga berhulu di Hutan Harapan dan merupakan sumber air penting bagi masyarakat di sekitar Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Pada musim kemarau 2015 lalu, sungai-sungai yang berhulu di Hutan Harapan tetap mampu menang-kap dan menyuplai air bagi masyarakat Sumsel dan Jambi.

Hutan Harapan dihuni oleh lebih dari 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 65 jenis ikan, 52 jenis amfibi, 71 jenis reptil, 728 jenis pohon. Sebagian flora dan fauna terse-but tidak ditemukan di hutan lainnya di Indonesia bah-kan di dunia. Sebagian lagi sudah sangat langka dan terancam punah, seperti harimau sumatera, gajah asia, beruang madu, ungko, bangau storm, rangkong, jelu-tung, bulian, tembesu dan keruing.

Masyarakat Batin Sembilan adalah kelompok masyarakat yang hidup di alam bebas yang memiliki kearifan sendiri dalam mengelola hutan. Mereka memanfaatkan Hutan Harapan dengan mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, jerenang, madu sialang, getah jelutung, damar, serta tanaman obat-obatan. Hutan Harapan menjadi kawasan hidup dan jelajah sekitar 300 kepala keluarga Batin Sembilan. (Joni Rizal)

konflik dan penataan ruang kelola masyarakat adat,” katanya.

Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat-KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa kese-pakatan ini tercapai melalui dialog dan perjalanan yang panjang. “Dalam merestorasi ekosistem, PT Reki juga harus mengingat dan memperhatikan manusia di da-lamnya,” katanya.

Karena itu, Vivien mengimbau masyarakat menjaga hutan agar tersedia ruang untuk hidup dan penghidu-pan mereka. “Dalam kesepakatan itu ada wilayah yang sudah ditentukan, masyarakat boleh manfaatkan hasil hutan dalam wilayah tersebut,” katanya.

Penandatangan kesepakatan pengelolaan ruang di dalam kawasan Hutan Harapan antara PT Restorasi Ekosistem dan beberapa tokoh perwakilan masyarakat Batin Sembilan (Joni Rizal/ Dok PT REKI)

Empat kelompok batin sembilan disepakati ruang kelola seluas 1.435 hektar yang meliputi lokasi pengembangan tanaman kehidupan, pemukiman, fasilitas sosial, budaya tanaman pangan, kebun campur, pemakaman, hutan bersama tanaman obat, holtikultura, sepadan sungai dan sumber mata air (Aulia Erlangga/Dok. Burung Indonesia)

Page 26: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

5150SELINGAN SELINGAN

Oya, perempuan berusia lanjut ini dengan serius me-niupkan sebilah alat tiup yang terbuat dari pelepah

batang enau atau aren (arengapinnata, suku Arecace-ae). Beginggung, demikian sebutan kesenian khas suku Talang Mamak ini. Beginggung merupakan jenis kese-nian dengan alat tiup yang sangat sederhana, berbeda dengan seruling, alat tiup beginggung ini hanya terbuat dari sebilah batang kayu berukuran kecil. Kemahiran mengatur napas, ini yang bisa menentukan nada-nada indah bisa tercipta. Oya (90) ini merupakan satu-satu-nya perempuan Suku Talang Mamak yang masih bisa menjaga tradisi ini tetap ada.

Beginggung biasa dilakukan untuk menyampaikan pe-san untuk orang yang dikasihi jika berjarak jauh. Meng-habiskan waktu tatkala mata enggan terpejam, nyanyi-an rindu disampaikan melalui Beginggung. Oya tersipu malu ketika menceritakan apa arti pentingnya beging-gung. “Dulu kami tak ade hape, tak ade surat, tak ade

Beginggung, Dendang Kerinduan Seorang Kekasih

Salah satu kerajinan Talang Mamak adalah tikar pan-dan yang disebut dengan nama lapik. Pandan yang

digunakan untuk membuat tikar adalah pandan yang tumbuh subur di dalam hutan sekitar pemukiman Talang Mamak. Setelah daun pandan dikeringkan, maka akan dianyam untuk membuat tikar. Dalam membuat lapik, dipercantik dengan ragam motif dan pewarnaan, yang memiliki filosofi tersendiri.

Motif yang dihasilkan di buat dari cara menganyam pandan yang sudah diwarnai, kemudian disisipkan ke dalam anyaman tikar. Pewarnaan dilakukan dengan bahan-bahan alami yang terdapat dalam rimba. Warna yang lazim digunakan adalah ungu, merah dan biru, ter-gantung kepada si pembuatnya.

Nama motif hiasan yang dapat ditemukan dalam anyaman tikar Talang Mamak diantaranya, tapak kuda, bunga labu, pucuk rebung, bungokundo, anyam diri, tampak ngiyo, tapuk kalap, pacapet, cas bonceng, larai daun pinang, bunga cengkeh dan lainnya.

Pengerjaan lapik dilakukan oleh perempuan. Motif yang disematkan pada tikar yang dihasilkan memilki makna tersendiri dan sering kali dikaitkan dengan kepribadian sang pembuat tikar. Misalnya motif tapak kuda adalah symbol adalah seseorang yang tegar mampu meng-hadapi berbagai masalah di depan. Bunga labu me-nandakan bahwa jenis sayuran yang satu ini dapat

memberikan penghidupan bagi keluarga. Sedangkan pucuk rebung adalah tunas atau generasi muda yang masih menjunjung adatnya, bungo kundo adalah hiasan bagi sang wanita raja. Ada juga hiasan larai daun pinang, menandakan se-lalu ada garis keluar yang menghubungkan antara sisi, makna ini adalah symbol bahwa hidup selalu ada solusi dibalik masalah yang sedang dihadapi.

Sedangkan motif bunga pancabet menggambarkan keanggunan perempuan yang mencintai bunga, yang dilakukan oleh perempuan rajin dan tekun. (Ariandi)

Makna di Balik Motif Lapik Talang Mamak

musik, jika rindu dengan kekasih hati bisa disampaikan lewat beginggung,” katanya.

Beginggung, salah satu kesenian khas Suku Talang Ma-mak yang ditampilkan dalam Festival Batang Gansal. Festival Batang Gansal ini merupakan acara tahunan yang digelar untuk memamerkan beragam kebudayaan khas Suku Talang Mamak. Beginggung, budaya meni-upkan bilah pelepah enau ini terancam punah.

Oya, satu-satunya perempuan suku Talang Mamak yang masih menjaga seni beginggung ini. Ida(25) yang merupakan cucunya, menyebutkan di dalam keluarga-nya hanya Oya yang mampu Beginggung. “Saya seu-mur-umur ini baru pertama kali mendengar dan melihat-Beginggung ini. Kami yang muda-muda ini sudah tidak tahu lagi cara beginggung,” katanya. Beginggung, salah satu simbol terancam punahnya tradisi karena tergerus modernisasi. (Elviza Diana)

Motif anyaman pandan tikar Suku Talang Mamak memilik makna berbeda untuk setiap motifnya

Beginggung, salah satu alat kesenian talang mamak yang saat ini sudah sangat jarang bisa didengarkan (Elviza Diana/Dok. KKI WARSI)

Page 27: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

52 53KAJIAN KAJIAN

tan) akibat panas yang ditimbulkan oleh benda yang dapat menyimpan dan menghantar panas, dan yang dipicu dengan pelepasan gas metana (CH4) telah diketahui dapat memicu terjadinya kebakaran (Abdullah et al., 2002). Meskipun demikian, pemicu utama terjadinya kebakaran adalah adanya kegia-tan dan atau kecerobohan manusia, dan 90–95% kejadian kebakaran dipicu oleh faktor ini.

Pada tahun 2015 sampai bulan Agustus 2015 ter-catat lebih dari 23 ribu titik panas di seluruh wilayah Indonesia (dari Satelit Terra dan Aqua). Pada Gambar 2 ditampilkan sebaran titik panas pada 11 provinsi. Total titik panas terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah disusul kemudian Riau, Kalbar, Sumsel dan Jambi. Lima provinsi tersebut terpantau titik panas diatas 1500 titik panas sampai akhir November 2015.

Diperkirakan titik panas di 11 provinsi akan terus meningkat mengingat musim kemarau akan leb-ih panjang dari tahun sebelumnya. BMKG sudah menganalisis bahwa Indonesia mengalami fenom-ena anomali iklim yaitu El Nino skala sedang pada tahun 2015. El Nino mengakibatkan kemarau men-jadi lebih panjang dan suhu menjadi lebih tinggi dari suhu rata-rata yang berakibat kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan bisa menjadi lebih luas dan semakin parah dampaknya di wilayah Indone-sia.

Jumlah titik api di Provinsi Jambi mengalami pen-ingkatan di tahun 2015. Berdasarkan data Karhutla Monitoring System tercatat jumlah total Hotspot di provinsi Jambi pada tahun 2014 sebesar 1152 dan di tahun 2015 hingga awal November jumlah hotspot meningkat menjadi 1642 atau meningkat sebesar 42,5 % dari total hotspot tahun lalu.

Masifnya kebakaran telah merusak jutaan hektar hutan dan lahan di Indonesia khususnya di Provinsi Jambi yang berdampak terhadap kerugian materil dan imateril yang sangat besar. Hal ini menjadi per-hatian serius oleh berbagai pihak, sehingga peme-rintah melakukan berbagai upaya untuk menang-gulangi kebakaran lahan dan hutan di Indonesia. Kerja penanggulangan Karlahut ini dilakukan oleh Brigade Manggala Agni, TNI, Polri, dan Masyarakat Peduli Api, instansi pemerintah dan perusahaan.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sebagian besar bersumber dari api yang dibuat oleh ma-nusia (99%) atau sengaja dibakar. Disamping itu, beberapa kebakaran terjadi karena adanya bara api yang sudah lama di gambut. Kebakaran ini te-lah berlangsung dan belum teratasi selama 18 ta-hun terakhir, (IPB, 2015). Secara teoritis, gambut

Hutan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Hutan menunjang 80% keanekaragaman hayati terestrial, dan

kita banyak bergantung pada ekosistem hutan se-perti keamanan pangan, perlindungan daerah aliran sungai dan tanah yang subur. Hutan juga berperan sebagai paru-paru planet kita dan memainkan per-anan penting dalam mengatur iklim. Hutan berada di posisi kedua setelah lautan sebagai penyumbang terbesar karbon secara global. Ketika hutan diha-biskan, dibakar, atau dirusak, maka fungsi hutan sebagai penyerap karbon berubah karena hutan akan melepaskan sejumlah besar karbondioksida ke atmosfer. Untuk membatasi kenaikan suhu glo-bal sampai dua derajat, IPCC percaya bahwa kita harus mengakhiri deforestasi tropis pada tahun 2030.

Pertambahan penduduk yang berimplikasi pada dinamika pembangunan untuk memenuhi kebu-tuhan masyarakat telah mendorong kenaikan laju deforestasi. Menurut FAO (2007), dalam tahun 2000-2005 laju kerusakan hutan Indonesia men-capai 1,87 juta ha/tahun, menempati urutan kedua dari sepuluh negara dengan kerusakan hutan ter- tinggi di dunia. Menurut Badan Planologi Kehutanan (2003), 59,62 juta ha (58 %) luas hutan dan lahan rusak berada di dalam kawasan hutan. Open akses kawasan hutan sering menjadi penyebab kerusakan hutan dengan tidak adanya pengelola hutan yang bertanggung jawab. Areal-areal hutan yang kosong dirambah, dibakar, dan ditebangi secara liar. Lapo-ran Kementerian Kehutanan (2013) laju deforestasi telah menurun sampai dengan 450.000 ha/tahun pada tahun 2011-2012.

Selain faktor eksploitasi dan konversi hutan untuk pembangunan, kasus kebakaran menjadi faktor utama dari penyebab deforestasi di indonesia. Dari tahun ke tahun kasus kebakaran di indonesia se-makin meningkat. Tercatat pada tahun 2012 terda-pat 20.850 titik kebakaran hutan di indonesia hanya dalam kurun waktu 9 bulan (januari-september). Angka ini mengalami peningkatan sebesar 26,7% dari tahun 2011 yang mencapai 16.450 titik dalam kurun waktu yang sama. Total 92% kebakaran ter-jadi di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Dan 8% terjadi di Jawa dan Bali.

Kebakaran hutan dan lahan umumnya terjadi selama musim kering yang terimbas oleh periode iklim pa-nas atau dikenal sebagai El Nino-Southern Oscila-tion (ENSO). Kebakaran hutan dan lahan gambut selama musim kering dapat disebabkan atau dipicu oleh kejadian alamiah dan kegiatan atau kecerobo-han manusia. Kejadian alamiah seperti terbakarnya ranting dan daun kering secara serta-merta (spon-

Provinsi Jambi adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi banyak sumber daya alam. Dengan luas daratan sebesar 5.100.000 hektar Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan seluas 2.098.535 hektar atau 41,15 % dari total luas daratan sebagai mana Keputusan Menhut No. 727/Menhut-II/2012 tertanggal 10 Desember 2012 tentang Perubahan Kawasan Hutan di Provinsi Jambi. Hamparan hutan ini memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati yang tinggi dan berfungsi sebagai modal dasar untukmeningkatkan pertumbuhan pembangunan ekonomi mensejahterakan masyarakat. Lebih dari itu hutan berfungsi sebagai “paru-paru” dunia yang dapat menahan laju emisi gas rumah kaca ditengah kondisi perubahan iklim yang semakin parah. Berikut gambaran peruntukan ruang di Provinsi Jambi.

Mencegah Kebakaran Hutan

Page 28: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015 ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

KAJIAN KAJIAN54 55

Menurunnya kualitas udara hingga ke level yang berbahaya yang ditandai dengan tebalnya kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada terganggu-nya kesehatan manusia, lebih dari itu telah meng-ganggu proses belajar mengajar di sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Per-tama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Perguruan Tinggi. Anak-anak, pelajar dan mahasiswa selain telah kehilangan Hak-hak Dasar mereka untuk mendapatkan Pendidikan yang Baik karena dihentikannya kegiatan belajar mengajar juga turut kehilangan hak-hak dasar mereka untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dalam bentuk udara yang bersih.

Masih banyak dampak lain yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan, seperti gangguan ke-sehatan, penurunan aktivitas ekonomi dan lainnya. Untuk itu sangat penting adanya regulasi yang le-bih memadai dan mengikat banyak pihak unik se-cara bersama-sama melakukan penanggulangan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Salah satu bentuknya adalah Ranperda pencegah-an dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat menjadi pedoman dan acuan bagi pemerintah daerah, pemegang izin, peorangan dan masyarakat untuk dapat mencegah agar tidak terjadi kebakaran dan melakukan pengendalian jika terjadi kebakaran secara bersama-sama.

Ranperda ini saat ini telah memasuki tahapan pem-bahasan di tingkat fraksi DPRD Provinsi Jambi. Se-moga nanti dengan kehadiran Perda ini setelah di sahkan oleh DPRD dapat memaksimalkan upaya pencegahan kebakaran dengan adanya pelarangan membuka hutan dan lahan dengan cara membakar, kesiapan sarana dan prasarana siaga kebakaran, melakukan pengawasan dan audit, menyampaikan peringatan dini kebakaran, koordinasi dan elabo-rasi pencegahan kebakran, penataan pengelolaan dan pemanfaatan gambut dan tanggat darurat, se-dangkan upaya pengendalian meliputi kegiatan pe- nanganan, pemadaman kebakaran, penyelamatan, pe-rawatan dan evakuasi korban, penyidikan ter-hadap pelaku pembakaran dengan berkoordinasi dengan penyidik Polisi Republik Indonesia, pe-negakan hukum baik administrasi maupun pidana. Disamping itu pemerintah daerah provinsi dan ka-bupaten/kota wajib menganggarkan dalam APBD terkait upaya pencegahan dan pengendalian Ke-bakaran hutan dan lahan ini setiap tahunnya dan tidak menutup kemungkinan melakukan kolaborasi dengan pihak ketiga yang membantu dana yang si-fatnya tidak mengikat. (Ilham Dartias)

tusan tahun untuk mendapatkan besar pohon serta keanekaragaman hayati yang biasa terdapat alami di hutan tropis.

2. Meningkatkan emisi gas rumah kaca pe-nyebab perubahan iklim.

Lahan gambut dan hutan yang secara alami me-rupakan tempat untuk menyerap gas CO2 bebas berlebih yang terdapat di atmosfer, memiliki peran penting dalam mengendalikan perubahan iklim. Apabila lahan gambut dan hutan terbakar maka jus-tru akan melepaskan karbon dan emisi gas lainnya ke udara sehingga berkontribusi dalam pemanasan global yang kini terjadi di seluruh belahan dunia.

3. Mengganggu kesehatan manusia

Kebakaran hutan dan lahan gambut menyebab-kan polusi udara dan berdampak langsung bagi masyarakat yang tinggal disekitar wilayah hutan baik yang dekat ataupun yang tinggal puluhan ki-lometer dari lokasi kebakaran. Asap yang ditimbul-kan dapat tersebar lebih dari puluhan kilometer. Seperti kebakaran hutan Riau lalu yang mengaki-batkan meningkatnya jumlah korban akibat ISPA (infeksi saluran pernapasan) dan total masyarakat yang terpapar partikel asap mencapai lebih dari 55 ribu jiwa dan puluhan sekolah terpaksa diliburkan sepekan lebih.

4. Merugikan negara secara ekonomi

Akibat asap yang mengganggu wilayah sekitar loka-si hutan, banyak aktivitas manusia yang terganggu hingga terpaksa berhenti mulai dari sekolah hingga perdagangan. Oleh karena itu juga berdampak bu-ruk pada perputaran ekonomi di wilayah sekitar, se-hingga mengalami kerugian. Selain ekonomi, asap yang sampai ke wilayah negara tetangga juga dapat berakibat buruk bagi hubungan bilateral Indonesia.

Kebakaran hutan dan lahan terutama di lahan gam-but paling sulit untuk dipadamkan karena struktur lahan gambut yang merupakan kumpulan/tumpukan komposit dari bahan-bahan organik yang belum mengalami pelapukan secara sempurna. Kondisi ini menyebabkan kebakaran di areal/ kawasan gambut selain sangat sulit dipadamkan juga menyebabkan terjadinya emisi dan pelepasan karbon yang sa-ngat besar ke udara yang kemudian menyebabkan turunnya kualitas udara hingga ke titik yang sa- ngat berbahaya di daerah-daerah sekitarnya. Da-lam beberapa kejadian kebakaran hutan dan lahan di Proviinsi Jambi, Asap/ emisi tersebut bahkan te-lah sampai pula ke Provinsi dan ke negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Singapura.

(1) Membuka lahan untuk perkebunan di dalam ka-wasan hutan atau gambut dengan cara bakar, dan (2) Membuka lahan untuk perkebunan di dalam wilayahnya dengan cara bakar. Sementara pelaku korporasi, pengurus korporasi dan pelaku lapan-gan memiliki modus kejahatan sebagai berikut; (1) Membuka lahan dengan jasa pihak ketiga, (2) Membuka lahan dengan menggunakan masyarakat sehingga seakan-akan menjadi korban kebakaran dilahan yang akan di usahakan (3) Lalai menyedia-kan sarana dan prsaranan dan sistem sehingga ke-bakaran terjadi meluas diwilayahnya.

Kebakaran hutan gambut membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan setelah kebakaran. Pemuli-han di duga memerlukan waktu 25,4 tahun setelah kebakaran untuk mendekati kandungan biomasa hutan gambut primer (SD Wayan, 2015). Disisi lain, pemerintah kerap kali mementingkan penghitung-an Hotspot Karhutla, padahal hal yang perlu untuk evaluasi adalah adalah jumlah luas ijin usaha di ekosistem gambut. Padahal ekosistem gambut da-pat memberikan banya manfaat bagi masyrakat di sekitarnya. Menurut Saputra (2015), sejak abad 18 bahkan jauh sebelumnya, masyarakat asli sudah hidup di ekosistem gambut, dengan pengetahuan, aturan lokal dan teknologi kampung tata kelola eko-sistem gambut berlangsung lama dan memberikan sumber kehidupan (pangan, obat-obatan, ekonomi dan sumber air bersih) dari generasi ke generasi. Namun pemerintah, pakar/akademisi tidak pernah mengintegrasikan pengetahuan lokal masyarakat dalam menata alam dengan program/kegiatan yang berkaitan dengan tata kelola lahan gambut. Pada-hal restorasi ekosistem gambut khususnya di Kali-mantan Tengah sudah dilakukan sejak ratusan ta-hun lalu.

Kebakaran hutan dan lahan tidak saja berdampak pada sektor ekonomi. WWF Indonesia (2015), me-nyebutkan ada empat dampak besar dari kebakaran hutan dan lahan yaitu ;

1. Hilang dan rusaknya habitat satwa liar

Hutan dan lahan gambut di Indonesia memiliki beragam satwa liar yang hidup didalamnya. Be-berapa wilayah hutan di Indonesia juga merupa-kan kawasan Taman Nasional yang juga merupa-kan habitat asli dan penting bagi sejumlah spesies yang dilindungi seperti bekantan, beruang madu, owa-owa, Harimau dahan hingga orang utan. Ke-bakaran hutan dan lahan gambut mengakibatkan dampak negatif langsung bagi satwa-satwa terse-but sehingga statusnya kini terancam punah. Hutan dan lahan gambut yang terbakar juga tidak akan bisa dipulihkan seperti sedia kala, karena butuh ra-

tidak dapat terbakar dengan sendirinya, menurut Nyoman S(2015), “Secara alamiah, gambut pada dasarnya adalah bahan bakar (sampah organik) yang berumur bahkan ribuan tahun. Namun bahan bakar tersebut sulit terbakar dan tidak aktif karena tergenang air. Keberadaan drainase menyebab-kan air dipermukaan menjadi menurun dan gambut mengalami kekeringan. Sehingga pada saat musim kemarau gambut sangat rentan menimbulkan perci-kan api, dan pada saat terkena”.

Pembakaran sering kali digunakan sebagai me-tode untuk membersihkan lahan pertanian karena dirasa lebih murah dan mudah. Kebakaran yang se-perti ini di kenal dengan istilah kebakaran terkend-ali (controlled burning). Seperti yang terjadi di Riau untuk pertama kalinya tahun 1997 seorang pemi-lik kebun yang hendak meluaskan areal pertanian sengaja membakar lahan pertaniannya (usaha in-stan), praktek seperti ini kemuan terus berkembang dan kebakaran pun kian merajalela hingga saat ini (Henny Purnomo, 2015). Oleh karena itu kebakaran yang terkendali memang tidak menutup kemungki-nan berubah menjadi kebakaran tidak terkendali (uncontrolled burning) ketika datangnya El Nino yang membawa udara panas. Sehingga beberapa wilayah khususnya lahan gambut yang rentan ter-bakar terancam kekeringan, bertambahnya jumlah titik panas dan meningkatkan resiko terjadinya ke-bakaran hutan dan lahan (Fazar Muhardi, 2013).

Kebakaran yang selalu berulang-ulang setiap ta-hunnya disebabkan faktor yang disengaja namun pada desainya seolah-olah tidak disengaja. Pem-bakaran tidak disengaja ini kerap kali dilakukan oleh perusahaan, dan tercatat sebanyak 420 pe-rusahaan yang tengah diteliti atas dugaan pem-bakaran lahan secara sengaja (republika online, 2015).Menurut Azwar Maas (2015), ada 6 (enam) alasan pembakaran lahan ,baik masayarakat mau-pun perusahaan, yaitu ; (1) Pembukaan lahan den-gan pembakaran dianggap lebih cepat dan ada aturan yang membolehkan, (2) Pembakaran juga dapat menyuburkan tanah, (3) Pembakaran terjadi karena adanya akses, (4) Pembakaran dilakukan di daerah abu-abu yang tidak ada penguasaannya, (5) Kawasan hutan yang terdegradasi dan tidak memberi nilai ekonomi, dibakar agar memiliki nilai ekonomi untuk komoditi tertentu dan (6) Pemba-karan di lakukan karena ada yang menyuruh: biaya murah , adanya konflik, dan ulah dari oknum untuk kepentingan individu atau kelompok.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, Kemente-rian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2015 juga menyebutkan bahwa pelaku masyarakat (Individu) memiliki dua modus yaitu;

Page 29: ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015

ALAM SUMATERA, edisi DESEMBER 2015