akuntabilitas politik dan profesional polri ronny lihawa

10
1 AKUNTABILITAS POLITIK DAN OPERASIONAL POLRI. Kekhasan Tugas dan wewenang Polisi. Karakteristik tugas dan tanggung jawab organisasi kepolisian sangat berbeda dengan organisasi pemerintahan lainnya. Kekhasan ini menyebabkan pentingnya sistim akuntabilitas kepolisian agar tugas dan wewenang kepolisian tidak disalah gunakan. Tugas dan wewenang tersebut meliputi antara lain: Pertama, peraturan perundang-undangan memberikan berbagai kewenangan khusus kepada polisi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kewenangan ini termasuk untuk secara syah melanggar hak-hak asasi warga yang dijamin oleh konstitusi, seperti melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan kejahatan. Polisi boleh menggunakan kekerasan fisik baik untuk melindungi dirinya, mengatasi perlawanan dalam suatu penangkapan, atau untuk mengatasi suatu situasi tertentu. Polisi dilengkapi dengan senjata api dengan wewenang untuk menembak mati seseorang atas pertimbangannya sendiri. Dengan kewenangan sedemikian, maka sangat perlu adanya jaminan agar wewenang tersebut digunakan dengan benar dan tidak disalahgunakan. Dalam praktek tidak jarang terjadi penggunaan kekerasan oleh polisi dilakukan dengan tujuan yang salah, menghukum orang yang dianggap tidak menghormati atau orang yang mempertanyakan kewenangan polisi. Kedua, tugas-tugas polisi mengharuskan dipunyainya wewenang “diskresi kepolisian”. Petugas polisi dilapangan seringkali harus menentukan sendiri tentang saat dan cara yang tepat dalam melakukan tugasnya. Disamping itu anggota polisi dilapangan dalam pelaksanaan tugasnya biasanya bekerja sendiri dan jarang sekali didampingi oleh seorang atasan. Anggota polisi tersebut harus mendasarkan pada penilaiannya sendiri dalam pengambilan berbagai keputusan. Ketiadaan atasan ini berpotensi bagi terjadinya penyimpangan akibat keterbatasan kemampuan anggota dalam menilai berbagai situasi yang dihadapinya dilapangan. Ketiga, kepolisian merupakan organisasi yang mandiri/independen dalam pelaksanaan tugasnya. Polisi dalam pelaksanaan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun termasuk dari para politisi, berbagai pejabat pemerintah dan unsur-unsur lain dalam masyarakat termasuk atasannya. Setiap Penyidik mempunyai kebebasan dalam melakukan penyidikan, harus mempertanggung jawabkan sendiri berbagai keputusannya dalam proses penyidikan dan tidak boleh berdalih adanya ”perintah atasan”. Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Upload: har-harisman

Post on 23-Jan-2018

486 views

Category:

Government & Nonprofit


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

1

AKUNTABILITAS POLITIK DAN OPERASIONAL POLRI. Kekhasan Tugas dan wewenang Polisi. Karakteristik tugas dan tanggung jawab organisasi kepolisian sangat berbeda dengan organisasi pemerintahan lainnya. Kekhasan ini menyebabkan pentingnya sistim akuntabilitas kepolisian agar tugas dan wewenang kepolisian tidak disalah gunakan. Tugas dan wewenang tersebut meliputi antara lain: Pertama, peraturan perundang-undangan memberikan berbagai kewenangan khusus kepada polisi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kewenangan ini termasuk untuk secara syah melanggar hak-hak asasi warga yang dijamin oleh konstitusi, seperti melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan kejahatan. Polisi boleh menggunakan kekerasan fisik baik untuk melindungi dirinya, mengatasi perlawanan dalam suatu penangkapan, atau untuk mengatasi suatu situasi tertentu. Polisi dilengkapi dengan senjata api dengan wewenang untuk menembak mati seseorang atas pertimbangannya sendiri. Dengan kewenangan sedemikian, maka sangat perlu adanya jaminan agar wewenang tersebut digunakan dengan benar dan tidak disalahgunakan. Dalam praktek tidak jarang terjadi penggunaan kekerasan oleh polisi dilakukan dengan tujuan yang salah, menghukum orang yang dianggap tidak menghormati atau orang yang mempertanyakan kewenangan polisi. Kedua, tugas-tugas polisi mengharuskan dipunyainya wewenang “diskresi kepolisian”. Petugas polisi dilapangan seringkali harus menentukan sendiri tentang saat dan cara yang tepat dalam melakukan tugasnya. Disamping itu anggota polisi dilapangan dalam pelaksanaan tugasnya biasanya bekerja sendiri dan jarang sekali didampingi oleh seorang atasan. Anggota polisi tersebut harus mendasarkan pada penilaiannya sendiri dalam pengambilan berbagai keputusan. Ketiadaan atasan ini berpotensi bagi terjadinya penyimpangan akibat keterbatasan kemampuan anggota dalam menilai berbagai situasi yang dihadapinya dilapangan. Ketiga, kepolisian merupakan organisasi yang mandiri/independen dalam pelaksanaan tugasnya. Polisi dalam pelaksanaan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun termasuk dari para politisi, berbagai pejabat pemerintah dan unsur-unsur lain dalam masyarakat termasuk atasannya. Setiap Penyidik mempunyai kebebasan dalam melakukan penyidikan, harus mempertanggung jawabkan sendiri berbagai keputusannya dalam proses penyidikan dan tidak boleh berdalih adanya ”perintah atasan”.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 2: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

2

Pentingnya Akuntabilitas Kepolisian. Akuntabilitas institusi pemerintah merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam sistim pemerintahan berdasar demokrasi dan good governance. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, kepolisian sebagaimana organisasi pemerintah lainnya diberikan anggaran yang didapat dari masyarakat pembayar pajak. Adalah merupakan hal yang wajar apabila masyarakat menuntut pertanggungan jawab penggunaan anggaran tersebut dilakukan secara efisien dan efektif. Akuntabilitas kepolisian meliputi semua aspek kegiatan kepolisian, meliputi segala aspek antara lain perilaku anggota, kebijakan dan strategi kepolisian, prosedur pengangkatan dalam jabatan, hingga manajemen keuangan terbuka untuk diawasi. Sejalan dengan demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara maka dilaksanakan Reformasi Kepolisian yang di mulai dengan pemisahan Polri dari TNI sejak 1999. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Reformasi Polri ditujukan untuk membangun Polri sesuai dengan prinsip demokrasi atau yang dikenal sebagai konsep Pemolisian Demokrasi ( democratic policing ). Salah satu perbedaan yang penting antara kepolisian di negara demokrasi dengan kepolisian dinegara otokrasi adalah masalah akuntabilitas dan transparansi atas segala kegiatan kepolisian. Tingkat akuntabilitas ini pada gilirannya akan berpengaruh pada legitimasi aparat kepolisian dimata publik. Berbeda dengan kepolisian dalam negara otoriter, akuntabilitas kepolisian dalam demokrasi, dilakukan terhadap berbagai lembaga. Akuntabilitas merupakan suatu elemen penting dalam pemolisian demokrasi. ”….....in any democratic society based on the rule of law and responsible government, it is fundamental that the police independence be balanced with accountability………….” (Opal report 1994). Pengertian Akuntabilitas menurut pedoman penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah : “…..kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban …….”. Dalam demokrasi, akuntabilitas kepolisian dilakukan kepada berbagai lembaga eksternal seperti lembaga politik, lembaga pemerintah, sistim peradilan, dan berbagai lembaga sosial masyarakat, media, maupun warga masyarakat secara langsung yaitu para stake-holders kepolisian.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 3: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

3

Pentingnya akuntabilitas polisi dalam negara demokrasi telah disepakati para pakar dalam berbagai tulisan mereka sebagaimana dinyatakan oleh Bent,A.E. (1974) dalam tulisannya berjudul Police Accountability: Dilemmas of democratic control dalam buku The Politics of Law Enforcement: …….It has long been argued that, without proper and adequate accountability mechanism in place, the police may be used as an arm of opression by the state, or may behave antisocially and illegally for their own ends….. ( …tanpa adanya mekanisme akuntabilitas, polisi dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan penindasan, atau berperilaku anti sosial dan ilegal untuk tujuan polisi sendiri…) Akuntabilitas kepolisian meliputi dua aspek yaitu pertama, kegiatan operasional dan pelayanan kepolisian. Masyarakat menuntut agar layanan kepolisian diberikan secara efektif dan sumberdaya yang dialokasikan kepada kepolisian digunakan secara efisien. Kedua, perilaku anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas. Masyarakat menuntut agar anggota kepolisian berperilaku baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Perilaku anggota polisi sangat penting bagi warga yang berhubungan dengan polisi terutama warga yang tergolong kelompok rentan seperti para manula, warga miskin, dan perempuan. Akuntabilitas disini bukan saja menuntut agar polisi bertindak sesuai hukum, tetapi juga agar polisi memperlakukan warga secara manusiawi. (Newham dan Bruce, 2004, hal 6). Akuntabilitas kepolisian pada umumnya didasarkan pada keinginan untuk mencegah penyalah gunaan wewenang kepolisian, untuk melindungi hak-hak dan kebebasan masyarakat, agar polisi bekerja sesuai ketentuan hukum, dan bahwa terdapat pengawasan terhadap kegiatan kepolisian. Transparansi dan akuntabilitas Polri dimasa lalu dapat dikatakan rendah yang antara lain disebabkan ketiadaan keterbukaan, masyarakat umum kurang mendapat informasi tentang penanganan berbagai kegiatan kepolisian dan penanganan atas laporan/keluhan masyarakat. Hal ini terutama disebabkan situasi politik pada waktu yang lalu. Adanya transparansi dan akuntabilitas juga sangat penting dalam peningkatan hubungan Polri dengan masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan Polri. Hubungan polisi dengan masyarakat yang positif didasarkan pada kepercayaan (trust) akan sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas kepolisian. Oleh sebab itu dalam rangka Reformasi Polri maka pembangunan sistim akuntabilitas dan pembentukan lembaga pengawasan eksternal ( civilian oversight ) merupakan agenda yang penting.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 4: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

4

Mengenai hal ini Walker (2001) mengomentari : ”The work environment of policing, in short, creates ample opportunities for abuse of citizens, either as a result of an honest misjudgement or from evil motives”. (.. lingkungan kerja polisi, menciptakan kesempatan yang luas untuk meperlakukan warga secara kejam, baik sebagai kesalahan penilaian atau karena motif yang jahat….). Akuntabilitas Polri dalam diskusi ini akan dilihat dari dua sudut yaitu akuntabilitas politik dan akuntabilitas operasional. Akuntabilitas Politik kepolisian Akuntabilitas politik kepolisian adalah bahwa organisasi kepolisian mempertanggungjawabkan (akuntabel) segala kegiatan kepolisian kepada seorang Menteri atau pejabat politik (elected official) yang membidangi keamanan umum (public security). Disamping itu Polisi masih harus akuntabel kepada berbagai lembaga politik (political authority) lainnya misalnya DPR, sesuai sistim pemerintah masing-masing negara. Akuntabilitas politik kepolisian merupakan hubungan timbal balik kepolisian dengan berbagai lembaga politik. Kepolisian harus mempertanggungjawabkan kegiatan-kegiatannya kepada lembaga politik dan sebaliknya lembaga tersebut berkewajiban untuk menerapkan suatu bentuk pengawasan yang tepat terhadap kepolisian. Organisasi kepolisian dalam demokrasi merupakan bagian dari pemerintahan /eksekutif. Akuntabilitas polisi dilakukan secara berjenjang dilingkungan organisasi kepolisian dan akhirnya Kepala Polisi kepada Kepala Pemerintahan, Menteri, atau Badan/Komisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan masing-masing negara. Sebagai bagian dari eksekutif kepolisian biasanya ditempatkan dibawah kendali seorang Menteri/Kementerian. Dalam penyusunan kebijakan kepolisian Menteri yang membawahi kepolisian akan menyusun kebijakan kepolisian, mengajukan anggaran kepada DPR, dan secara berkala mempertanggungjawabkan kegiatan kepolisian kepada DPR. Dalam sistim demokrasi, Menteri yang membawahi kepolisian biasanya merupakan tokoh dari salah satu Partai Politik. Disamping kepada pemerintah, akuntabilitas kepolisian ditujukan kepada Parlemen/ DPR. DPR mempunyai hak menentukan besarnya anggaran belanja yang akan dialokasikan setiap tahun kepada polisi. Untuk itu secara berkala DPR meminta pertanggungan jawab pemerintah atas penyelenggaraan tugas dan fungsi kepolisian. Pejabat eksekutif yang bertanggung jawab atas kepolisian secara berkala diminta untuk mempertanggung jawabkan penyelenggaraan fungsi kepolisian. Sewaktu-waktu DPR dapat meminta pejabat eksekutif untuk

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 5: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

5

menjawab berbagai pertanyaan atas berbagai kejadian yang berkembang di masyarakat. Walaupun DPR mengendalikan penyelenggaraan kepolisian melalui penetapan anggaran namun berbagai kebijakan kepolisian tetap menjadi wilayah tanggung jawab pemerintah. Dalam sistim demokrasi pemerintah dikuasai oleh suatu Partai atau koalisi beberapa Partai dan demikian juga dalam DPR terdapat kelompok- kelompok perwakilan partai. Dengan demikian selalu terdapat nuansa pengaruh politik baik DPR maupun pemerintah terhadap penyelenggaraan tugas kepolisian melalui penentuan anggaran dan berbagai peraturan perundang-undangan. Kondisi tersebut diatas berpotensi mempengaruhi netralitas dan kemandirian polisi dari intervensi politik baik dari DPR maupun pemerintah. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian. Akuntabilitas Politik Polri. Walaupun masih terus dikembangkan pada saat ini akuntabilitas politik Polri dapat dikatakan telah berfungsi. DPR menerapkan pengawasan yang ketat terhadap Polri melalui perundang-undangan, penentuan anggaran tahunan Polri, pengangkatan Kapolri, dan melalui berbagai rapat kerja Kapolri dengan DPR khususnya Komisi III. Rapat kerja DPR dengan DPR pada era Reformasi jauh lebih entensif daripada masa-masa sebelumnya. Sementara pihak berpendapat bahwa seringnya rapat kerja DPR cenderung akan berpengaruh negatif terhadap kinerja dan netralitas Polri. Pada tingkat Polda dan Polres DPR setempat maupun Kepala Daerah mempunyai mekanisme hubungan akuntabilitas dengan Kepala Polri setempat walaupun masih belum melembaga dengan mantap. Yang menjadi issue selama ini adalah masalah status Kapolri yang berada langsung dibawah Presiden. Ada persepsi bahwa status Kapolri yang demikian tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Bahkan yang mengemuka adalah sementara pihak membandingkan dengan TNI bahwa dengan adanya Departemen Pertahanan seharusnya diimbangi dengan menempatkan Polri dibawah suatu Departemen tertentu. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Ketiadaan Departemen yang membawahi Polri sebagaimana yang menjadi issue selama ini sebenarnya telah diimbangi oleh hadirnya Komisi Kepolisian Nasional. Dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, diatur tentang pembentukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Pasal-pasal ini kemudian dijabarkan dalam

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 6: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

6

Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2005 tanggal 7 Februari 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Tugas Komisi sesuai peraturan perundang-undangan tersebut adalah pertama, membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara RI dan kedua, memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Untuk melaksanakan tugas tersebut Kompolnas berwewenang untuk: Pertama, mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara, pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara, dan pengembangan sarana prasarana Kepolisian Negara. Kedua, memberi saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara yang profesional dan mandiri. Ketiga, menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Keanggotaan Kompolnas terdiri dari Menko Polhukam sebagai Ketua, Mendagri sebagai Wakil Ketua, Menhukham sebagai anggota dan adanya 6 (enam) anggota independen. Tuntutan untuk menempatkan Polri dibawah seorang Menteri/otoritas politik sebenarnya telah dapat dipenuhi dengan keberadaan Kompolnas yang dipimpin seorang Menteri yang merupakan pembantu Presiden. Persoalannya adalah menjawab pertanyaan apakah dengan keberadaan Kompolnas masih perlu menempatkan Polri dibawah seorang Menteri. Apabila tugas wewenang Kompolnas sekarang ini dianggap ada yang kurang maka perlu dilakukan penyesuaian seperlunya. Pentingnya Polri ditempatkan dibawah Kompolnas dari pada dibawah seorang Menteri adalah adanya anggota independen dalam Kompolnas. Keberadaan anggota independen dalam Kompolnas akan menjamin netralitas dan kemandirian Polri dari berbagai intervensi politik dan pemerintah terhadap tugas kepolisian. Berbagai kebijakan Polri dengan demikian akan mengakomodasi kebutuhan dan harapan warga dan tidak semata-mata memperhatikan kepentingan pemerintah. Akuntabilitas Operasional Polri. Akuntabilitas operasional Polri adalah akuntabilitas atas pelaksanaan tugas operasional kepolisian dilapangan secara langsung. Akuntabilitas Operasional Kepolisian dilakukan secara berjenjang secara internal organisasi Polri mulai dari anggota terdepan, pimpinan unit/tim, Kapolsek, Kapolres, Kapolda, dan seterusnya hingga Kapolri. Disamping itu terdapat akuntabilitas Polri yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 7: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

7

Sistim Peradilan Pidana, KUHAP, dan berbagai peraturan lainnya mengatur akuntabilitas operasional Polri kepada Sistim Peradilan Pidana, Kejaksaan, dan Pengadilan. Pada tingkat Polda dan Polres, DPRD setempat maupun Kepala Daerah setempat dapat meminta Kapolda dan Kapolres setempat untuk menjelaskan berbagai hal dibidang pemolisian. Untuk lebih memperkuat akuntabilitas Polri di daerah Pemda perlu memberi kontribusi dukungan operasional kepolisian terutama terhadap berbagai prioritas daerah setempat. Perpolisian Masyarakat (Community Policing). Salah satu filosofi dan strategi perpolisian yang sedang diterapkan diberbagai negara demokrasi adalah Community Policing. Di Amerika Serikat pemerintah Federal menyiapkan dana yang cukup besar untuk membantu berbagai organisasi kepolisian lokal dalam membantu implementasi Community Policing. Di negara-negara yang baru saja mengalami proses demokratisasi berbagai negara donor ikut membantu implementasi Polmas. Polri mendapat bantuan yang cukup besar dari berbagai negara donor dalam implementasi Polmas antara lain Belanda dan Uni Eropah melalui IOM, Kepolisian Jepang/JICA, Partnership, dan lain-lain negara. Setelah cukup lama melaksanakani uji coba implementasi Polmas di berbagai Polda maka sejak tanggal 13 Oktober 2005 Polmas secara resmi menjadi kebijakan yang harus diterapkan oleh seluruh jajaran Polri. Hal ini dinyatakan dalam Surat Keputusan Kapolri No.Pol. SKEP/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri. Puncak implementasi Polmas adalah pembentukan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) pada tingkat satuan operasional kewilayahan Polri sebagai wadah komunikasi, konsultasi, transparansi, dan akuntabilitas Polri dengan masyarakat yang dilayaninya. Dalam rapat-rapat FKPM akan dibahas bersama berbagai masalah yang dihadapi warga, harapan dan keluhan warga, sebaliknya Polri akan menyampaikan rencana-rencana kegiatan Polri untuk mendapat dukungan warga. Dengan proses ini maka Perpolisian akan berorientasi pada kepentingan dan harapan warga dan diharapkan akan mendapat dukungan warga. Oleh sebab itu di Amerika Community Policing dinamakan juga sebagai Democracy in action. Karakteristik FKPM adalah sebagai berikut:

• FKPM setidaknya dibentuk pada tingkat Kecamatan dan Kelurahan/Desa.

• Struktur organisasi berdasar AD dan ART yang jelas.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 8: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

8

• Keanggotaannya terdiri dari anggota Polri dan perwakilan masyarakat setempat yang dipilih secara demokratis.

• FKPM bersidang secara berkala setiap bulan atau sewaktu-waktu untuk membahas masalah yang dihadapi warga dan berbagai kegiatan Perpolisian setempat.

• Hasil pembahasan dan kesepakatan akan diserahkan kepada Polri untuk ditindak lanjuti.

Hal- hal ini membuktikan bahwa fungsi dan peran FKPM adalah merupakan bentuk akuntabilitas operasional Polri pada masyarakat tingkat Kecamatan/ Polsek dan Kelurahan/Desa. Peranan ini mirip dengan fungsi Police Authority di Inggris: ”To make sure that the local police are accountable for what they do to you – the people who live or work in the area - and that you have a say in how you are policed.” Mekanisme akuntabilitas Polri lain. Berbagai lembaga yang ikut berperan dalam akuntabilitas kepolisian adalah adanya media yang bebas dalam memberikan informasi dan komentar yang tentang pelaksanaan tugas kepolisian, berbagai organisasi masyarakat (LSM), para pakar peneliti dibidang kepolisian, dan masyarakat umum. Bagaimanapun berbagai struktur dan mekanisme akuntabilitas tersebut diatas masih dianggap tidak cukup dalam rangka akuntabilitas kepolisian mengingat kekhasan tugas-tugas kepolisian. Untuk menjamin good governance dan kemandirian polisi tetap diperlukan adanya akuntabilitas eksternal kepolisian yang melibatkan berbagai lembaga masyarakat. Pelibatan berbagai lembaga masyarakat akan menjamin proses penanganan keluhan masyarakat dilakukan secara obyektif dan transparan. Pengawasan eksternal penting untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan legitimasi kepolisian. Masyarakat perlu mendapat jaminan dari lembaga eksternal polisi bahwa kegiatan polisi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, harapan-harapan dan norma masyarakat yang berlaku. Akuntabilitas dalam Penanganan keluhan masyarakat. Sebagian besar lembaga pengawasan dibentuk dalam rangka menangani keluhan masyarakat. Dilihat dari tugas dan wewenangnya terdapat beberapa bentuk Lembaga pengawasan kepolisian (oversight body ) yang menangani keluhan masyarakat terhadap perilaku anggota kepolisian.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 9: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

9

Pertama, lembaga oversight dengan wewenang investigasi penuh yaitu dimana semua keluhan masyarakat terhadap perilaku anggota akan diterima dan diinvestigasi oleh lembaga oversight. Lembaga akan mempekerjakan investigator sendiri yang bukan merupakan anggota kepolisian. Dalam bentuk ini ketiadaan pelibatan anggota polisi diharapkan akan lebih efektif dan meningkatkan kepercayaan publik atas hasil-hasil investigasi. Kedua, lembaga oversight dengan wewenang terbatas yaitu yang berwenang melakukan investigasi atas kasus-kasus tertentu. Kriteria kasus yang diinvestigasi langsung oleh lembaga oversight ini biasanya kasus-kasus berat seperti matinya seseorang dalam tahanan atau kegiatan kepolisian lainnya. Investigasi juga dilakukan dalam hal nyata-nyata investigasi ole polisi ternyata bermasalah. Ketiga, lembaga oversight yang hanya menerima keluhan masyarakat, sedangkan investigasi atas keluhan masyarakat tersebut dilaksanakan oleh unit-unit internal kepolisian sendiri untuk kemudian dilaporkan kepada lembaga oversight. Sesuai peraturan perundang-undangan Kompolnas menerapkan bentuk yang ketiga. Dilingkungan Polri fungsi pengawasan atas penanganan keluhan masyarakat dilaksanakan oleh Polri dan Kompolnas sebagai lembaga eksternal Polri. Penutup. Akuntabilitas politik Polri terutama mengenai tuntutan agar Polri ditempatkan dibawah otoritas politik (Menteri) pada dasarnya telah dapat terjawab dengan adanya Komisi Kepolisian Nasional. Kompolnas dibentuk dalam rangka akuntabilitas Polri, baik untuk penyusunan kebijakan Polri maupun dalam penanganan keluhan masyarakat. Mekanisme rapat kerja Polri dengan DPR Pusat maupun Daerah. Adanya Kompolnas dan adanya warga independen sebagai anggota Kompolnas merupakan hal yang positif, namun masih perlu dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dalam tugas dan werwenang Kompolnas. Kehadiran Kompolnas diharapkan akan meningkatkan legitimasi dan kepercayaan masyarakat kepada Polri. Akuntabilitas operasional Polri telah diatur dengan mekanisme peraturan perundang-undangan dalam rangka sistim peradilan pidana (antara lain KUHAP). Kebijakan Kapolri dengan Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 untuk menerapkan Polmas sebagai filosofi dan strategi Polri terutama dengan membentuk FKPM pada tingkat Polsek/Kecamatan dan Desa/Kelurahan merupakan lembaga akuntabilitas Polri yang langsung pada warga masyarakat yang dilayani oleh berbagai operasional kepolisian. Berbagai mekanisme

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.

Page 10: Akuntabilitas politik dan profesional polri   ronny lihawa

10

akuntabilitas lain terhadap berbagai stake-holders, media yang bebas, peranan LSM, telah lebih memperkuat akuntabilitas Polri.

Daftar bacaan:

About Police Authority, www.apa.gov.uk

About the Independent Complaint Directorate/ICD, http://www.icd.gov.za

Bruce, David and Neild, Rachel (2005), The Police that we Want: A handbook for oversight of police in South Africa.

International Organization for Migration/IOM, (2006). Perpolisian Masyarakat, Manual Polmas untuk petugas lapangan Polri.

Independent Police Complaint Commission/ IPCC, www.ipcc.gov.uk

Jurnal Polisi Indonesia, Edisi VIII/Mei 2006.

Lihawa, Ronny (2005). Memahami Perpolisian Masyarakat.

Maroga,M. (2005). Community Policing and Accountability at station level, research report.

Mabes Polri, (2005). Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/737/X/2005

National Police Agency, (2006). Police of Japan.

Peraturan Presiden No 17 tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional. tentang Kebijakan dan strategi penerapan model Perpolisian Masyarakat.

Undang-undang Republik Indonesia No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Trojanowicz, R., & B. Bucqueroux (1998). Community Policing: How to get started.

Walker, S. (2001). Police Accountability: The Role of Citizen Oversight.

Diskusi “MENYOAL KINERJA POLRI” oleh Ronny LIHAWA, 7 Agustus 2007.