akuntabilitas administrasi negara
TRANSCRIPT
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
1/7
1
AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
DAN KINERJA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
A.
PendahuluanApabila kita mengkaji sejarah administrasi, aturan-aturan mengenai cara menjalankan
pemerintahan lewat departemenisasi yang berbeda sudah ada sejak dahulu di zaman Cina
kuno. The Constitution of Chow (Lepawsky, 1960), misalnya menggariskan delapan macam
pengaturan mengenai cara mengelola pelaksanaan pemerintahan yang baik. Adapun
pengaturan mengenai hal itu antara lain; Pertama, berkenaan dengan organisasi atau
kelembagaan, dengan instrumen itu pemerintahan didirikan. Kedua, berkenaan dengan aneka
fungsi kelembagaan sehingga penyelenggaraan pemerintahan negara menjadi jelas. Ketiga,
berkenaan dengan pengaturan hubungan sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi
bersifat kooperatif. Keempat, berkenaan dengan prosedur sehingga penyelenggaraan
pemerintahan menjadi efisien. Kelima, berkenaan dengan formalitas sehingga
penyelenggaraan pemerintahan terlihat solid dan permanen. Keenam, berkenaan dengan
pengawasan sehingga penyelenggara negara menjadi bersih. Ketujuh, berkenaan dengan
hukuman sehingga penyelenggara negara bisa dikoreksi. Kedelapan, berkenaan dengan tata
buku anggaran sehingga penyelenggaraan pemerintahan bisa diaudit.
Kemudian di dalam bukunya L.S Hsu (1932) yang berjudul Rules of Public
Administration menyebutkan ada enam prinsip yang ditekankannya dalam menjalankan roda
administrasi negara. Pertama, penguasa dan para pimpinan pemerintahan harus memahami
secara baik keadaan negeri yang dipimpinnya. Kedua, pemimpin pemerintahan harus
menguasai cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan negara berdasarkan fakta-fakta yang aktual. Ketiga, semangat pengabdian kepada masyarakat adalah hal yang pokok
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Keempat, pemerintah harus memajukan
kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Kelima, penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah
menciptakan kesibukan untuk menyejahterakan rakyatnya. Keenam, penyelenggara
pemerintah yang baik diisi oleh para pejabat-pejabat yang jujur, bersih dan tidak
mementingkan dirinya sendiri.
Dari dua sumber di atas sebenarnya masih banyak lagi sumber-sumber yang lain yang
membahas prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Di negara-negara
berkembang, mewujudkan kondisi yang sangat normatif seperti yang dikonsepkan dua ahli
di atas sangatlah sulit. Hal tersebut karena kendala-kendala budaya dan tingkat kedewasaan
masyarakatnya. Akan tetapi, ada suatu keyakinan pada negara-negara berkembang akan
mampu mensejahterakan rakyatnya. Untuk itu, ditempuhlah berbagai kebijakan
pembangunan yang dapat mendorong pertumbuhan, baik ekonomi, sosial maupun
kebudayaan. Perjalanan kehidupan pemerintahan negara-negara seperti ini diwarnai oleh
seribu satu macam persoalan, dari krisis ekonomi, kedaulatan maupun krisis politik.
Indonesia sendiri, sejak zaman orde baru, telah membuat kebijakan ekonomi melalui
tahapan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Dari Pelita pertama sampai Pelita kelima
terlihat adanya kemajuan dan pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya pertumbuhan dan peningkatan taraf hidup masyarakat yang semakin baik.
Namun keberhasilan pembangunan dari pelita ke pelita tersebut ada hal-hal yang dikorbankan
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
2/7
2
yaitu masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Ujung dari program pembangunan yang hanya
mendorong pertumbuhan tanpa pemberdayaan manusianya berakhir pada krisis ekonomi
tahun 1998, ketika itulah masyarakat baru menyadari bahwa dominasi birokrasi pemerintah
terlalu dominan dalam mengelola negara ini. Birokrasi telah menjadi kekuasaan politik yang
handal bagi suatu negara berkembang, tanpa kontrol yang kuat dari masyarakat. Akibatnyaketika reformasi bergulir, seolah-olah semua kesalahan negeri ini ditimpakan pada
birokrasinya. Dari sinilah masyarakat mulai menggugat pertanggung jawaban pemerintah atas
semua krisis yang terjadi di Indonesia.
B. Akuntabilitas Administrasi Negara dalam RealitaPermasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang tentang pengerti
administrasi negara adalah rancunya pengertian administrasi yang sudah terlanjur tersosilasi,
jauh lebih banyak anggota masyarakat yang mengenal administrasi sebagai tata usaha
daripada makna organisasi dan manajemen. Mungkin sama halnya lebih banyak orang yang
tahu istilah governmentketimbang administration, apalagipublic administration.
Dibentuknya lembaga administrasi negara di Indonesia pada tahun 1957 melalui
keputusan perdana menteri Juanda, tidak lain bertujuan membangun aparatur negara yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan untuk
mewujudkan cita-cita kemerdekaan, selain hal tersebut diharapkan substansi administrasi
negara lebih dikenal oleh masyarakat tidak cuma dikenal oleh dunia akademisi. Sejalan
dengan dinamika sosial dan perkembangan politik di tanah air, tanggung jawab administrasi
negara pun meningkat, yang tadinya negara hanya mengurusi pelanggaran hukum dan
undang-undang tetapi mulai bergerak ke arah perubahan social (agent of change) dan
peningkatan taraf hidup masyarakat (agent of development). Negara-negara yang merdekasetelah perang dunia II rata-rata memerankan dirinya sebagai agent of development, termasuk
negara kita. Sehingga gaung pembangunan terjadi dimana-mana, hal ini menurut Bay
Suryawikarta sangatlah logis karena alasan-alasan sebagai berikut (1994):
1. Karena the rulling elites adalah orang-orang yang lebih berpengetahuan2. Karena keharusan untuk segera merekailitasi kerusakan-kerusakan akibat peperangan3. Karena sistem politik yang dianut oleh banyak negara adalah sistem politik demokrasi4. Karena keyakinan bahwa kemerdekaan adalah hanya sasaran antara tujuan yang utama5. Karena kesedarajatan antar negara dan antar bangsa hanya bisa diwujudkan melalui
pembangunan
Dari berbagai alasan-alasan di atas negara-negara dunai ketiga bahu membahu
melakukan pembangunan dengan orientasi pertumbuhan ekonomi. Karena semangatnya
membangun sehingga lupa bahwa disisi kemajuan pasti ada yang dikorbankan. Di Indonesia
semua proses dan aktivitas pembangunan selalu di kuasai oleh pusat (top down) masyarakat
hanya sebagai penonton, yang berani melawan cepat ditindak. Akibatnya sering program-
program pembangunan yang tidakmach dengan kondisi masyarakat.
Pola-pola pembangunan yang dikembangkan melahirkan bentuk akuntabilitas
Weberianisme (Agus Dwiyanto, 2009). Maksudnya bahwa masalah tanggung jawab aparat
birokrasi adalah bentuk pertanggung jawaban seorang bawahan kepada atasan bukan kepada
masyarakat pengguna jasa pelayanan. Dampak dari model akuntabilitas seperti ini akan
melahirkan sikap asal bapak senang atau ABS, tanggung jawab kepada organisasi dan
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
3/7
3
masyarakat menjadi sangat rendah. Model pertanggung jawaban seperti di atas sebenarnya
adalah model pertanggung jawaban Weberian birokrasi. Pemerintah Indonesia telah gagal
memanfaatkan nilai dan kekayaan lokal yang berbasis kolektifitas, ramah tamah, peduli,
kebersamaan dan solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Akuntabilitas menurut LAN adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seorang/pemimpin suatu unit
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berwenang meminta pertanggung jawaban.
Akuntabilitas birokrasi publik (administrasi negara) adalah bentuk pertanggung jawaban
pemerintah kepada rakyat melalui lembaga perwakilan (DPR, DPRD) sementara ini yang
menjadi wakil wakil rakyat juga sering tidak profesional, bahkan banyak kasus korupsi
berjamaah yang dilakukan anggota dewan.
Untuk menanggulangi bentuk akuntabilitas yang tidak akuntabel di atas perlu suatu
model atau bentuk akuntabilitas kolektif atau tanggung renteng. Pengembangan akuntabilitas
tanggung renteng memiliki implikasi tata laksana yang berbeda dengan model akuntabilitas
perseorangan (Weberian). Konsep akuntabilitas tanggung renteng dapat dilakukan dengan
mengadopsi nilai-nilai budaya lokal yang masih hidup di negeri ini, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan Akuntabilitas Weberian & Tanggung Renteng
No Weberian (perseorangan) Tanggung Renteng (Kolektif)
1 Pembagian kerja bersifat perseorangan Bersifat kelompok
2 Pola hubungan bersifat vertikal Bersifat horizontal
3 Pemberian insentif bersifat individual Bersifat kolektif
4 Pengawasan bersifat vertikal Bersifat vertikal dan horizontal
5 Hukuman bersifat individual Bersifat menyeluruh
Dari konsep akuntabilitas tanggung renteng di atas apakah bisa efektif mengurangi
perilaku korupsi? untuk menjawab pertanyaan di atas berikut disampaikan beberapa alasan
yang akurat. Pertama, akuntabilitas tanggung renteng dapat menciptakan hubungan kolegial
dan saling peduli antar anggota organisasi. Sehingga jika seseorang akan melakukan tindakan
koruptif orang atau teman dekatnya akan mengingatkan; Kedua, karena pengawasannya tidak
hanya dilakukan oleh atasan saja maka kesempatan untuk melakukan perilaku koruptif sangat
kecil. Jumlah orang yang ada di dalam birokrasi sangat kecil. Semua orang yang ada di dalam
birokrasi bisa saling mengawasi; Ketiga, kesalahan organisasi tidak ditimpahkan hanya padasatu oang tetapi semua ikut bersalah.
Akuntabilitas semacam ini akan semakin efektif manakala mekanisme pengawasan
birokrasi menjadi bersifat menyeluruh, transparan dan partisipatif. Mekanisme pengawasan
seperti ini akan membuat semua orang dalam birokrasi memiliki akses dan peluang untuk
saling mengawasi karenanya dapat menurunkan supply of and demand for corruption dalam
birokrasi. Pendapat Warwick (1985) yang melihat anggota birokrasi hanya sekedar skrup
dari suatu sistem politik raksasa dapat diantisipasi dan diminimalisir. Karena begitu luasnya
lingkup administrasi negara hampir sulit untuk memilah bagian mana dari kehidupan
masyarakat yang luput dari sentuhan administrasi negara. Kelahiran, kematian, perkawinan,
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
4/7
4
pendidikan, pekerjaan, kesehatan masyarakat, distribusi obat-obatan dan lain-lain menjadi
bagian dari akuntabilitas administrasi negara.
Namun demikian ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan umum kian hari kian
meningkat, seminar, work shop dan lokakarya kerap dilakukan, namun semua usaha tersebut
nampak sia-sia bila kita terjun langsung melihat para birokrat melayani masyarakat, kecewa,tidak puas, tidak profesional itulah nyanyian masyarakat kita terhadap birokrasi kita.
C. Profil dan Ukuran Kinerja Pelayanan PublikWajah birokrasi di negeri ini makin lama makin kusam dan kusut, rakyat seakan
mencibir sambil mengurut dada dalam menyaksikan kejahatan kolektif, hasil kolusi dari
birokrasi dan pelaku bisnis, lihatlah kasus Susno Duadji, kasus Gayus Tambunan, ketidak
efektifan lembaga kepolisian dan kejahatan dalam mengungkap berbagai kasus dan perkara,
belum korupsinya para Gubernur dan Bupati hampir di seluruh Indonesia. Perilaku tercela
yang terungkap pada saat ini memang bervariasi, mulai dari kebocoran anggaran, mafia
pajak, makelar kasus (Markus) dan korupsi berjamaah.
Di sisi lain, masyarakat semakin kritis dan mulai jenuh dengan perilaku birokrasi
yang unresponsive, terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Contoh pelayanan yang kecil,
semisal jalan rusak, got mampat, listrik byar pet tiap sore, telepon, angkutan umum yang
sering tabrakan dan lain-lain. Masyarakat lama kelaman merasa di anak tirikan dalam proses
pelayanan publik. Sementara itu pelayanan publik yang diberikan secara umum, seperti
pembuatan KTP, STNK, BPKB, SIM, Sertifikat tanah dan lain-lain, tidaklah berjalan dengan
mulus selama yang berkepentingan tidak mampu menyiapkan dana tambahan sebagai
pelicin urusan tersebut.
Pelayanan yang diberikan birokrasi akan berkorelasi positif dengan kemampuanimbalan terhadap birokrasi tersebut. Korupsi seakan sudah menjalar dan menjadi budaya dari
oknum eselon tinggi sampai kepada eselon terencah. Kasus Bank Centuri, mafia pajak yang
tak kunjung usai penyelesaiannya, hal ini menggambarkan bahwa rumit dan rapinya
kejahatan kolektif yang mereka buat. Seolah-olah saat ini tidak ada lagi departemen yang
bersih dari korupsi.
Nampaknya belum banyak masyarakat yang menyadari bahwa masalah pelayanan
publik, penyiapan sarana dan prasarana sebenarnya merupakan bagian dari permasalahan
politik. Sementara sebagian masyarakat menganggap masalah pelayanan publik dan
penyediaan fasilitas hanya dianggap persoalan teknis administrasi.
Mencermati profil kinerja birokrasi kita di atas, kiranya perlu dijelaskan apa itu
kinerja, adakah aturannya, adakah ukuran atau indikator kinerja birokrasi kita. Kinerja adalah
hasil kerja dari suatu individu atau organisasi dibandingkan dengan apa yang seharusnya
dicapai oleh yang bersangkutan (Wibawa, 2010). Di sisi lain Rivai (2008) berpendapat bahwa
kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu lembaga untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan pelakanaan misi lembaganya dalam mencapai sasaran dan tujuan
yang telah diterapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Sementara Helfert
(1996) berpendapat bahwa kinerja adalah tampilan keadaan secara utuh atas organisasi
selama periode tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional organisasi dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
5/7
5
Masih berkaitan dengan masalah kinerja di atas, pemerintah melalui Permen PAN
mengatur tentang pedoman umum penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi
pemerintah (No. 5/2007) dalam Pasal 1 dinyatakan :
Kinerja Instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran
ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran visi, misi dan strategi sebagaipenjabaran visi, misi dan stratgei instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program
dan kebijakan yang ditetapkan.
Selain hal di atas ada aturan tentang evaluasi kinerja Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (EKPPD, butir 14), aspek-aspek yang dinilai pada tingkat pelaksanaan adalah sebagai
berikut (Pasal 19):
1. Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintah2. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan3. Tingkat capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)4. Penataan kelembagaan daerah5. Pengelolaan kepegawaian daerah6. Perencanaan pembangunan daerah7. Pengelolaan keuangan daerah8. Pengelolaan barang milik daerah9. Pemberian fasilitas terhadap partisipasi masyarakat
Ternyata mengukur kinerja suatu instansi adalah proses yang rumit dan lama. Tidak
sembarangan dan perlu kehati-hatian. Menurut hemat penulis masukan dan proses
disederhanakan sebagai out put (keluaran, hasil, manfaat, dampak) dari seluruh input dan
proses.Dari berbagai definisi di atas, menurut Samodra Wibawa (2010) untuk mengukur
kinerja pelayanan publik dapat diterapkan indikator-indikator sebagai berikut:
1. Produktivitas : Jumlah dan kualitas produk, out putdan out come2. Efektivitas : Perbandingan antara produktivitas dengan target atau rencana3. Efisiensi : Penghematan di semua sektor pelayanan publik4. Kualitas program, kegiatan atau pelayanan
a. Kepuasan masyarakat (jelas, murah, cepat, ramah, bersih, indah dan lain-lain)b. Responsitas : relevan dengan program, kegiatan, pelayanan dengan kebutuhan
atau harapan masyarakat
c. Responsibiltas : ketaatan pada peraturan perundangand. Transparansi : keterbukaan pada masyarakate. Akuntabilitas : bertanggung jawab kepada masyarakatf. Keadilan : proporsionalitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
Dengan mengetahui nilai kinerja dari suatu dinas kita dapat memberikan usulan
perbaikan kelemahan-kelemahan, yang terjadi pada dinas tersebut. Karena itu penilaian
kinerja tak akan memberikan manfaat apapun tanpa diikuti oleh perbaikan dan peningkatan,
termasuk nilai-nilai material.
Kiranya sudah banyak kajian, telaahan dari saran-saran yang tujuannya untuk
memperbaki kinerja pelayanan dari birokrasi, yang terpenting kinerja mari menyatukan kata
dengan perbuatan nyata sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Hal ini
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
6/7
6
bisa kita wujudkan apabila kita semua mempunyai komitmen yang sama terhadap masalah-
masalah di atas.
Tanggung jawab administrasi negara tidak hanya terletak di pundak birokrasi saja,
tetapi menjadi tanggung jawab dan kewajiban seluruh masyarakat. Apakah yang kita
sarankan sudah benar-benar kita jalankan sendiri? Jawabannya ada di dalam hati nurani kitamasing-masing. Kemudian apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kinerja pelayan
publik? Menurut Dede Mariana dkk (2010) yang harus ditempuh adalah:
a. Pembenahan kelembagaan- Pengembangan unit-unit penjamin mutu- Pengembangan unit-unit manajemen integritas
b. Pembenahan ketata laksanaan- Penerapan siklus jaminan mutu dengan standar internasional- Penerapan sistem bench marking- Pengembangan mekanisme audit publik- Pengembangan partisipasi publik untuk ikut mengontrol jalannya pelayanan publik
c. Pembenahan sumber daya manusia- Perekrutan aparatur yang kompeten dan selektif- Penempatan jabatan sesuai dengan keahlian- Pemberian sangsi yang tegas terhadap pelanggaran aturan, termasuk korupsi
D. PenutupAdalah tidak mudah untuk mewujudkan birokrasi yang ideal, yang berpihak pada
rakyat yang jelas kita tidak jemu-jemunya memberikan saran dan masukan yang konstruktif
demi kemajuan administrasi negara dalam melayani masyarakat. Akhirnya penulis kutipkan
kata-kata Ario Wicaksono, Repositioning Public Administration in Indonesia..? of
Course, what you have to do is just looking your self....
-
8/4/2019 AKUNTABILITAS ADMINISTRASI NEGARA
7/7
7
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto Agus. 2010.Reformasi Birokrasi Pemerintahan. Jogjakarta: Gava Media.
Kumorotomo Wahyudi, Agus Pramusinto. 2009. Governance Reform di Indonesia.Yogyakarta: Gava Media.
Permen PAN tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan
Instansi Pemerintah (No 5/2007)
PP tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (No. 3/2007)
PP tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (No. 6/2008)
Rivai, Veithzal. 2008.Evaluasi Kinerja Melahirkan Pemerintahan yang Akuntabel. Bandung:
LAN.
Suryawikarta Bay. 1994. Tanggung Jawab Administrasi Negara. Bandung: LAN.
Tjokoamidjoyo. 2000. Good Governance, Paradigma Baru Manajemen Pembangunan.
Jakarta: UI.
UU tentang Pemerintah Daerah (No. 32/2004).
Wibawa Samudra. 2010. Mengukur Kinerja Dinas Kabupaten: Pemikrian Awal. Surabaya:
Graha Ilmu.
Wicaksono Ari. 2010. Pendidikan Sebagai Langkah Pertama Upaya Reposisi Amdinistrasi
Negara di Indonesia. Surabaya: Graha Ilmu.
Wikipedia, http://id,wikipedia.org/wiki/kinerja, April, 2009 Peraturan Perundang-Undangan.
Zulkarnaen, Happy Bione. 1994. Politik Birokras dan Pelayanan Publik. Bandung: LAN.
http://id%2Cwikipedia.org/wiki/kinerjahttp://id%2Cwikipedia.org/wiki/kinerja