aktualitas birokrasi dalam menjawab tantangan reformasi birokarasi ( muskamal, s.sos, m.si )

79
1 AKTUALITAS BIROKRASI DALAM MENJAWAB TANTANGAN REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA. Oleh : Muskamal.S.Sos, M.Si ( PKP2A II LAN MAKASSAR) A. PENDAHULUAN Dalam kehidupan berbagai negara di berbagai belahan dunia, birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan reformasi birokrasi pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Upload: kamal-lau

Post on 12-Jun-2015

3.185 views

Category:

Government & Nonprofit


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

1

AKTUALITAS BIROKRASI DALAM MENJAWAB TANTANGAN REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA.

Oleh : Muskamal.S.Sos, M.Si( PKP2A II LAN MAKASSAR)

A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan berbagai negara di berbagai belahan dunia, birokrasi merupakan

wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan

dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga

bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan

berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara

operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan

keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan reformasi birokrasi

pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan skenario

perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan

bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan

tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang

signifikan.

Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor

lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi

birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam

penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan

clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan

berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran

masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa yang perlu diingat adalah bahwa

semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik

Indonesia (SANKRI), dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban

perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan NKRl. Dapatkah kita memikul tanggung jawab

tersebut?.Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 2: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

2

Topik yang dibahas dalam makalah ini adalah aktualitas Konsep Birokrasi weber dalam

menjawab tantangan reformasi Birokrasi di Indonesia. Topik tersebut rasanya memiliki konotasi

bahwa birokrasi merupakan faktor atau pun aktor utama baik dalam terjadinya reformasi KKN

maupun dalam upaya pencegahan ataupun pemberantasan KKN; meskipun kita mengetahui

bahwa masalah KKN bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi, tetapi juga

berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-Iembaga dalam

masyarakat pada umumnya. Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara

konseptual kita dapat membatasi masalah KKN dalam lingkup “urusan-urusan publik yang

ditangani birokrasi”; namun secara aktual, interaksi birokrasi dengan lembaga-lembaga yang ada

dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan.

Dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah KKN

bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat,

dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh. Sebab itu, usaha pemberantasan KKN perlu dilihat

dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan dalam rangka “reformasi sistem administrasi

negara” secara keseluruhan. Dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh adalah

terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah :

terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, berkepastian hukum, transparan,

partisipatif, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN; peka dan tanggap terhadap

segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara; berkembangnya budaya dan

perilaku birokrasi yang didasari etika, semangat pelayanan dan pertanggung jawaban publik,

serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita

dan tujuan bernegara. Dalam hubungan itu, dari sudut disiplin dan sistem administrasi Negara

good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang

mencakup 3 (tiga) aktor utama, yaitu pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk di

dalamnya, dunia usaha (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang

berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut memiliki posisi,

peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 3: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

3

dinamis dan berkelanjutan.Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem

administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara.

Hasil penelitian PERC (Political and Economic Risk Consultancy, 2007) yang menempatkan

Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kronisme dengan skor 9,91

untuk korupsi dan 9,09 untuk kronisme diantara negara-negara Asia; dengan skala penilaian

yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut,

menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan tingkat

korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah korupsi juga terkait

erat dengan birokrasi.

Dalam hubungan ini birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2007

Indonesia memperoleh skor 8 (yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk)

yang berarti jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara-negara Asia. Terpuruknya

Indonesia dalam kategori korupsi dan birokrasi, juga dilengkapi dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh PERC (2007) dan Price Water House Cooper (2007) tentang ranking negara-

negara Asia dalam implementasi good governance. Indonesia menempati ranking/urutan ke 89

dari 91 negara yang disurvei; dan dari sisi competitiveness Indonesia menempati urutan ke-49

dari 49 negara yang diteliti. Terlepas dari berbagai paramater yang mungkin bisa diperdebatkan,

hasil-hasil penelitian tersebut harus kita perhatikan untuk mengantisipasi pembesaran

dampaknya. Berbagai fenomena dan sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut

menunjukkan adanya kaitan erat antara KKN dengan perilaku kekuasaan dan birokrasi yang

melakukan penyimpangan.

Mencermati eskalasi korupsi yang semakin tinggi intensitasnya dalam tubuh birokrasi,

ibarat gunung es yang misterius, semakin kuatlah anggapan masyarakat yang selama ini

berkembang dan diyakini bahwa korupsi telah menjadi kebiasaan perilaku para birokrat. Budaya

itu sulit diberantas, bersifat kolektif, bahkan menjadi gaya hidup dan napas kaum birokrat.

Sungguh korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang epidemis dan sulit dicari solusinya,

apalagi jika "sapu" pembersihnya masih kotor.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 4: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

4

Eforia korupsi bak drama berseri sehingga muncul kepusingan dan kebuntuan ilmiah,

hukum, dan nurani dalam menyelesaikannya. Cermin sejarah bangsa dari waktu ke waktu, dari

satu orde ke orde berikutnya, dan dari satu rezim ke rezim lainnya betapa sulit dipahami dan

dipelajari oleh generasi berikutnya, seakan tak berkesudahan. Pesimisme dan ketidakpercayaan

pada elite penyelenggara negara dan birokrasi mewabah sedemikian rupa dari pusat sampai ke

pelosok pedesaan. Membangun optimisme dan idealisme generasi muda kini seakan bertarung

menegakkan benang basah karena banyaknya perilaku pragmatis yang konsumtif, kemaruk, dan

lupa diri. Terkikisnya nilai-nilai idealisme, kejujuran nurani, moral, dan sosial begitu parah

menjalar dalam dunia birokrasi dan kehidupan sosial.

Banyak "hantu" birokrasi telah menurunkan derajat kepercayaan rakyat pada elite

birokrasi dan wakil rakyat, bahkan pada hukum yang mengatur tertibnya kehidupan sosial.

Lemahnya kontrol penggunaan dana APBD dan ketidakjelasan penggunaannya pada sejumlah

kabupaten/kota di Jawa Barat menjadi bukti betapa birokrasi rawan akan korupsi.Fenomena

korupsi, jika meminjam pemikiran para teoretikus pertukaran sosial (Blau, 1964; Burgess &

Huston, 1979; Kelley & Thibaut, 1978) yang telah menganalisis keuntungan dan kerugian yang

saling diterima dan diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu hubungan, seseorang

akan cenderung memilih relasi yang dapat memberikan ganjaran sebesar-besarnya. Menurut

teori ini juga, kita akan selalu berusaha menciptakan interaksi yang dapat memperbesar porsi

ganjaran itu. Artinya, penentuan dan penggunaan dana APBD suatu daerah (kabupaten/kota)

bukanlah produk lembaga eksekutif semata, tetapi juga melibatkan anggota legislatif dan

yudikatif.

Sosiolog dramaturgis, Irving Goffman (Mulyana, 2001), melihat korupsi laksana

kehidupan panggung di mana di atasnya sang aktor memainkan perannya sesuai dengan

keinginan yang diharapkan sebelumnya. Untuk memainkan peran sosialnya, pemain atau aktor

menggunakan pesan verbal sekaligus berbagai atribut lainnya. Panggung depan adalah bagian

dari penampilan individu yang secara teratur berfungsi dalam mode yang umum dan tetap untuk

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 5: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

5

mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu. Di dalamnya termasuk

setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi appearance (penampilan) dan

manner (gaya). Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia

harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, korupsi di sini menjadi produk kolektif

sejumlah pemain/aktor birokrasi yang memiliki kewenangan penuh tanpa adanya kontrol.

Dalam konteks kehidupan sosial seperti ini, kaum Hegelian menawarkan solusi dengan

menghadirkan asas keseimbangan hidup berpola tesis-antitesis dan sintesis. Korupsi tidak akan

terjadi jika ada kekuatan yang mengontrol dengan tegas dan seimbang sehingga akan lahir suatu

sintesis atau realitas baru. Sayangnya, kehidupan politik negeri ini belum menyadari pentingnya

kelompok pengontrol yang seimbang. Alih-alih, elite kita terjebak dalam "pertarungan"

perebutan kekuasaan dan kekuatan pragmatis yang secara ekonomis sangat menguntungkan

kendati harus mengorbankan dan menghalalkan segala cara. Dalam konteks dan situasi serba

sulit ini, yang muncul ke permukaan adalah sejenis vicious circle (lingkaran setan) dalam segala

dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai alternatif solusi dalam mereduksi korupsi di tengah kepusingan nurani, ilmiah,

norma sosial, dan hukum, kiranya perlu dibangun gerakan sosial secara silmultan tentang

pentingnya kesadaran subyektif (individu) atau proses mental yang tidak langsung tunduk pada

pengukuran empiris yang obyektif-mempersempit ruang gerak dan membangun serta

memperbaiki mental dasar yang menyebabkan korupsi terjadi, termasuk menggalakkan budaya

malu dan risi. Sebab, kesadaran muncul seiring dengan proses tindakan. Jika tidak, tidak tertutup

kemungkinan bahwa selain menjadi "drama berseri" yang sangat tidak layak tayang dan

ditonton, fenomena korupsi juga tentu sangat potensial menjadi bom waktu yang siap meledak

kapan saja. Kapan "sandiwara" nasional yang tidak menarik ini berakhir tentu tergantung pada

political will (itikad politik) dan tindakan nyata elite birokrasi dan elite masyarakat secara

menyeluruh.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 6: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

6

Rakyat adalah penonton setia yang siap mengikuti teladan elitenya. Untuk mereduksi

secara bertahap reputasi negatif elite penyelenggara birokrasi dari fenomena korupsi, strategi

yang tepat ialah mengembalikan kepercayaan dan kedaulatan rakyat kepada pemimpin yang

memiliki keberpihakan pada kemajuan, kesejahteraan, serta keadilan. Pemimpin yang berpihak

pada mayoritas rakyat dengan sungguh-sungguh dapat dipegang dan dirasakan janjinya, tidak

hanya berakhir pada tataran retorika politik semata.

B. LANDASAN TEORI

Birokrasi memiliki asal kata dari Bureau, digunakan pada awal abad ke 18 di Eropa Barat

bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat

kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti

pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun

1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia berasal dari bahasa Yunani

atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan. Birokrasi secara mendasar berarti

kekuasaan perkantoran ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian. Di Cina, dinasti Song

(960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi sentralistis dengan staf berasal dari rakyat jelata

yang terdidik. Sistem kepemimpinan ini kemudian mendorong konsentrasi kekuasaan di dalam

tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh oleh dinasti sebelumnya.

Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai historical materialisme, asal

muasal birokrasi dapat ditemukan dalam empat sumber: agama, pembentukan negara,

perdagangan, dan teknologi. Kemudian, bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta

rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang mengoperasikan aneka ritual,

dan tentara yang ditugaskan untuk mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas

egaliter primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah, muncul sekitar

10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpustad, dan dipaksakan oleh pegawai

pemerintah yang keberadaannya terpisah dari masyarakat.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 7: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

7

Negara memformulasikan, memaksakan dan menegakkan peraturan, dan memungut

pajak, memberikan kenaikan kepada sekelompok pegawai yang bertindak untuk

menyelenggarakan fungsi tersebut. Kemudian, negara melakukan mediasi bila terjadi konflik di

antara masyarakat dan menjaga konflik agar masih dalam batas kewajaran; negara juga

mengatur pertahanan wilayah. Terutama, hak umum perorangan untuk membawa dan

menggunakan senjata untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi; memaksakan

orang lain untu berbuat sesuatu menjadi hak legal negara dan aparat pemerintah untuk

melakukannya.

Teori Birokrasi Max Weber

Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. irokrasi

dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus

klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah

mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber

adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi

yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.

Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan

arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan

pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas

organisasi.

Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja

untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan

memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja

dapat ditingkatkan.

Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota

organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 8: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

8

hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas

organisasi.

Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang

mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.

Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang

berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.

Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab

memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.  Mampu

tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan

anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.

Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara

anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya,

anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan

kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di

dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.

Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi

sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai

pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian

tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya,

organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa

diprediksikan.

Model birokrasi telah menerima image publik yang buruk dalam beberapa tahun

belakangan ini karena formalitas yang ekstrim dan kakunya organisasi birokrasi tersebut. Akan

tetapi, dalam penerapannya di jaman modern seperti sekarang ini, “birokrasi dunia seringkali Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 9: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

9

dijadikan untuk mengkritik kegagalan mengalokasikan kewenangan dan tanggung jawab , kaidah

dan rutinitas yang kaku, kesalahan resmi, kinerja yang lamban, buck-passing, prosedur yang

bertentangan dan arahan, duplikasi usaha, membangun kerajaan, terlalu banyak kekuasaan yang

pegang oleh orang yang salah, pemborosan sumber daya, dan inertia” (Hick dan Gullett,

1975:128). Birokrasi dunia, seringkali menjadi sinonim dengan ketidakefisienan organisasi,

formalitas, dan lemahnya kepekaan. Bradley dan Baird (1980) menyatakan bahwa “keluhan

terhadap birokrasi begitu banyak: ia telah disalahgunakan karena kreativitas individu yang

bersemangat, mendukung kesesuaian dan modifikasi kepribadian (hal.10).

Jelasnya, sejumlah perguruan tinggi ternama telah memperlihatkan kritikannya terhadap

masalah birokrasi. Universitas dipandang tidak adil ketika mereka menerapkan birokrasinya

sendiri. Cerita tentang sejumlah mahasiswa yang dikeluarkan dari perguruan tinggi karena

melakukan kesalahan dalam nilai mereka, pendaftar baru yang harus menunggu lama dalam

baris antrian hanya untuk bisa mendengarkan pernyataan  bahwa mereka tidak diterima

meskipun telah mendaftarkan diri, atau pengguna perpustakaan yang menerima denda karena

keterlambatan mereka mengembalikan buku yang dipinjamnya ke perpustakaan. Cerita-cerita

seperti itu muncul tidak saja dalam birokrasi dan tidak pekanya birokrasi, tetapi juga pada hal-

hal di mana belum berkembangnya struktur organisasi bisa menjadi bentuk menjatuhkan diri

terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Akan tetapi, birokrasi menawarkan banyak keuntungan yang besar terhadap organisasi-

organisasi yang rumit seperti universitas. Presisi, kecepatan, kejelasan, kontinuitas, ketelitian,

kesatuan, dan bawahan langsung dinyatakan sebagai keuntungan dari struktur organisasi

(Tortoriello, Blatt, dan DeWine, 1978). Struktur birokrasi mengikutsertakan kemampuan

memprediksi perilaku organisasi melalui penjabaran kaidah, panduan dan prosedur spesifik

dalam rangka menyelesaikan tugas. kaidah-kaidah tersebut membantu organisasi untuk

mengatasi input kesulitan tingkat rendah, yang menunjukkan bahwa birokrasi adalah sesuatu

yang berguna bagi rutinitas penanganan tugas-tugas organisasi yang bisa diprediksikan.

Sebelumnya kaidah tidak berguna untuk merespon input dengan tingkat kesulitan tinggi, Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 10: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

10

menunjukkan bahwa model birokrasi dianggap tidak pas untuk menangani masalah organisasi

yang rumit. Birokrasi tidak melahirkan kreativitas dan fleksibilitas, meskipun ada banyak situasi

di mana anggota organisasi harus bereaksi secara aktif terhadap masalah yang rumit dan sulit

diprediksikan. Singkatnya, birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat dalam

menerapkan standar praktek organisasi, selain ia juga bisa membatasi anggota organisasi dan

individu yang bekerja di dalamnya.

Max Weber mungkin menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di dunia karena

pengaruh ajarannya pada ilmu pengetahuan sosial. Ia terkenal oleh karena studinya mengenai

pembirokrasian masyarakat; banyak aspek dari administrasi publik moderen berpaling

kepadanya; pendekatan klasik, pegawai pemerintah yang secara organisasi hirarkhis selanjutnya

disebut “Weberian civil service.” akan tetapi, bertolak belakang dengan pendapat masyarakat

umum, “bureaucracy” merupakan kata yang berasal dari inggris jauh sebelum Weber; Kamus

Bahasa Inggris terbitan Oxford menyebutkan kata ini beberapa kali dalam edisi tahunan yang

berbeda antara tahun 1818 dan 1860, sebelum tahun kelahiran Weber pada 1864.

Weber menggambarkan tipe birokrasi ideal dalam nada positif, membuatnya lebih

berbentuk organisasi rasional dan efisien daripada alternatif yang terdapat sebelumnya, yang

dikarakterisasikan sebagai dominasi karismatik dan tradisional. Menurut terminologinya,

birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa

birokrasi menjadi inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Menurut

Weber, atribut birokrasi moderen termasuk kepribadiannya, konsentrasi dari arti administrasi,

efekn daya peningkatan terhadap perbedaan sosial dan ekonomi dan implementasi sistem

kewenangan yang praktis tidak bisa dihancurkan. Birokrasi ala Weber dikenal juga dengan

sebutan “Birokrasi Weberian”.

Sampai saat ini, teori Max Weber masih sangat berpengaruh hampir disemua organisasi,

terutama dalam organisasi birokrasi dan bisnis. Pada organisasi birokrasi dan bisnis, birokrat

selalu melekat dalam struktur organisasi yang merupakan ukuran pada setiap organisasi.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 11: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

11

Selanjutnya, Max Weber (Thoha, 1996) menyebutkan tiga bentuk otoritas yang dilakukan

birokrat dalam organisasi birokrasi. Ketiga otoritas dalam sebuah organisasi tersebut sebagai

berikut.

1. Otoritas yang rasional dan sah, hal ini didasarkan pada posisi yang dipegang seorang pejabat

dalam suatu hierarki.

2.  Otoritas tradisional, hal ini diciptakan oleh kelas-kelas dalam masyarakat dan juga adat

istiadat.

3.  Otoritas kharismatik, hal ini timbul dari potensi kepribadian seorang pejabat.

Definisi birokrasi menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah “tipe organisasi yang

dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara

mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.” Poin pikiran penting dari definisi di

atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya

penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayanimasyarakat. Kenyataan yang terjadi

hingga detik ini, birokrasi hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah untuk dilayani

masyarakat. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat

birokrasi. Sebuah logika yang terbalik, memang! Seharusnya birokrasi adalah alat untuk

melayani masyarakat dengan berbagai macam bentuk kebijakan yang dihasilkan pemerintah.

Birokrasi menjadi sarang penyamun bagi beberapa oknum yang berupaya memanfaatkan

sistem ini. Birokrasi telah menjadi “terali besi” (iron cage) yang membuat pengap kondisi bangsa

kita saat sekarang ini akibat ulah dari para “penjahat berbaju birokrat “Berbicara soal birokrasi,

kita pasti teriangat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal

melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam

berbagai rujukan birokrasi negara kita –walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa

dilakukan. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 12: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

12

“rasionalitas”, yang bercirikan: pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas,

kualifikasi teknis, dan efisiensi.

Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin

menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktek konsep Weber

sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks

Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi Secara filosofis dalam

paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan

mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral

untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi

dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan,

pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian

adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang

ditetapkan pemerintah

Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada

unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas:

melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya. Berbeda dengan

konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan birokrasi

sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hanya saja Marx

pesimis dengan birokrasi karena instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan

kekuatan kapitalisme dan akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat Sebagai sebuah

konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena ternyata dalam

prakteknya banyak menimbulkan problem “inefisiensi”. Menjadi sebuah paradoks, seharusnya

dengan adanya birokrasi segala urusan menjadi beres dan efisien tapi ternyata setelah

diterapkan menjadi “batu penghalang” yang tidak lagi menjadi efisien. Ada yang mengkritik

bahwa birokrasi hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan oleh oknum partai yang ingin

meraih kekuasaan dan jabatan politis. Term “efisiensi” layak “ digugat “ Rasionalitas dan efisiensi

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 13: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

13

adalah dua hal yang sangat ditekankan oleh Weber. Rasionalitas harus melekat dalam tindakan

birokratik, dan bertujuan ingin menghasilkan efisiensi yang tinggi. Menurut Miftah Thoha

(2003:19), kaitan keduanya bisa dilacak dari kondisi sosial budaya ketika Weber masih hidup

dan mengembangkan pemikirannya.

Kata kunci dalam rasionalisasi birokrasi ialah menciptakan efisiensi dan produktifitas

yang tinggi tidak hanya melalui rasio yang seimbang antara volume pekerjaan dengan jumlah

pegawai yang profesional tetapi juga melalui pengunaan anggaran, pengunaan sarana,

pengawasan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kalau ditelisik, konsep rasionalitas dan efisiensi

yang membingkai dalam ramuan birokrasi adalah susunan hirarki, di mana ukurannya

tergantung kebutuhan pada masing-masing zaman. Zaman kita sangat berbeda dengan zaman

yang tengah terjadi pada saat Weber masih hidup

Weber memaksudkan rasionalitas agar segala tindakan manusia didasarkan atas ukuran

dan kualifikasi rasional sehingga tidak ada unsur subyektif dan politis yang masuk dalam proses

penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karakteristik dan ciri-ciri yang melekat dalam

birokrasi sangat bermuatan rasional. Kita tidak bisa menampik bahwa apa yang dikemukakan

oleh Weber sangatlah rasional. Tapi, ada banyak hal yang justru dilakukan tanpa melalui jalur

formal-rasional. Ada intervensi manusia secara subyektif dalam memperlakukan sebuah sistem.

Tentu, hal demikian dilihat menurut Ukuran kebutuhan dan kepentingan yang mendesak.

Rasionalitas yang kemudian dikaitkan dengan efisiensi tidak lagi menjadi dua ukuran sebab-

akibat yang pasti. Bisa saja, efisiensi itu melepaskan dari ukuran rasional dan formal. Dan

ternyata kerangka konseptual rasionalitas birokratik yang disebutkan Weber membuat kita kaku

dalam memperlakukan birokrasi, dan akhirnya terjebak pada rutinitas yang berjarak dengan

fenomena sosial. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kondisi birokrasi di negara kita Dan

apalagi, penggunaan konsep Weberian dalam menerapkan konsep birokrasi akan terjebak pada

kondisi di mana konsep ini menjadi “rasionalitas instrumental”, yaitu konsep yang sakral dan

menjadi ukuran serba pasti dalam proses penerapananya di waktu dan tempat manapun.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 14: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

14

Reintepretasi atas gagasan Weber mengenai birokrasi menjadi urgen untuk dilakukan karena

perlu dihubungkan dengan konteks pada saat ini

Hal yang sangat menarik adalah kritik yang disampaikan Warren Bennis melalui

tulisannya “Organizational Developments and the Fate of Bureucracy” dalam Industrial

Management Review 7 (1966). Bennis mencoba melakukan prediksi masa depan tentang

berbagai macam perubahan yang pada gilirannya akan mempengerahui eksistensi birokrasi.

Menurut Bennis, birokrasi merupakan penemuan sosial yang sangat elegan, suatu bentuk

kemampuan yang luar biasa untuk mengorganisasikan, mengkoordinasikan proses-proses

kegiatan yang produktif pada masa Revolusi Industri. Birokrasi dikembangkan untuk menjawab

berbagai persoalan yang hangat pada waktu itu, misalnya persoalan pengurangan peran-peran

persobal, persoalan subyektivitas yang keterlaluan, dan tidak dihargainya hubungan kerja

kemanusiaan. Singkatnya, dalam pandangan Bennis, birokrasi adalah produk kultural dan sangat

terikat oleh proses zaman pada saat kemunculannya

Reformasi birokrasi

Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan

yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah

birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan

pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada

masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Undang – undang telah ditetapkan oleh DPR dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai

kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai bentuk aturan perundang-undangan yang

dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan, akan dapat dikelola

secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi yang sehat dan kuat”, yaitu “birokrasi

yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 15: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

15

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara,

dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara” .

Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi Negara (baca: dalam

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan

sifat dan lingkup pekerjaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi serta dukungan

sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kmnampuan sangat besar yang

dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan

yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan

dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan

pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang

stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat

kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk

mencapai, mempertahankan, atau pun memperkuat kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak

penguasa.

Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi

tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakkan “kualitas, efisiensi,

dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal kepada masyarakat”, besar kemungkinan

akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai-partai; sehingga terjadi pergeseran

keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai-

partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, KKN akan tumbuh dan birokrasi akan

kehilangan jati dirinya, dari pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan

kelompok kepentingan yang sempit. “Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan

memberikan kontribusi pada penguasa.

Semangat keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau

pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat,

berbelit-belit, berkecenderungan pada motif uud (bukan UUD), dan sudah barang tentu tidak

efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 16: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

16

kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung

menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung

pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak

negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta

sangat memberatkan masyarakat.

Dengan demikian, tuntutan akan reformasi birokrasi mengandung makna perlunya

langkah-Iangkah pendayagunaan bukan saja (a) terhadap system birokrasi dan birokrat, tetapi

juga (b) langkah-Iangkah serupa pada berbagai institusi dan individu di luar birokrasi, baik

publik maupun private, termasuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembaga, yang

berkembang dalam masyarakat, beserta segenap personnelnya; dan (c) semuanya itu dilakukan

secara sinergis dengan semangat “mengemban perjuangan yang diamanatkan konstitusi”, dan

mengindahkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.

Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” seperti di

atas, memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan

pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi, (a) aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan

menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah secara

pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, (b) struktur (tatanan kelembagaan negara dan

masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) proses [manajemen dalam keseluruhan fungsinya,

dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society)], dan (d) sumber

daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab

tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan

citacita dan tujuan NKRI, terwujudnya kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna,

bersih, bertanggung jawab, dan bebas KKN.

(a) Transformasi nilai.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 17: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

17

Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi

pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam

sistem administrasi Negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan

pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung

dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses

administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai.

Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan

kontribusinya masing-masing dalam mengaktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi

nilai yang terkandung dalam konstitusi kita.

Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang secara

keseluruhan terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap eksistensi,

kemahakekuasaan, dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa pada aline

tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila.; dan dimensi

institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang

terkandung dalam bentuk negara dan system penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea

empat).4 Penempatannya dalam konstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan

dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa;, sebagai acuan pokok dalam

pengembangan “visi, misi, dan strategi” bagi setiap individu dan institusi dalam

penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Dimensi-

dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktualisasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi

dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi,misi, dan strategi yang tepat dan efektif

dalam pencapaian kinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara.

(2) Penataan Organisasi dan Tata Kerja.

Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi,

sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 18: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

18

diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas,

ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta

terjalin dengan jelas satu, sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI.

Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur,

serta antara aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha berorientasi pada kriteria dan

mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima (peningkatan efisiensi

dan mutu pelayanan); peningkatan kesejahteraan sosial dalam arti luas; serta peningkatan

kreativitas, otoaktivitas, dan produktivitas nasional.

(3) Pemantapan Sistem Manajemen.

Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara

dan kegiatan pembangunan, pengembangan sistem manajemen pemerintahan perlu 4

Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang

demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang

mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel).

Pengambilan keputusan politik yang strategis dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat

melalui lembaga-lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagai representasi rakyat bangsa dari

dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil

(Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai

kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan

tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda

tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan

persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan

kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara

dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga

keserasian dan keterpaduanya satu sama lain.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 19: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

19

Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi-

dimensi nilai SANKRl yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi,

keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban”.

(Mustopadidjaja AR, 2001). diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi

pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan,

dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e-

administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen

pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa

dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha

di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi

bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu pada terwujudnya

masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi.

(4) Peningkatan Kompetensi SDM, Aparatur.

Sosok birokrat – ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada umumnya -

penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif,

mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi public

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur

harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya

karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan

mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam

mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemampuan

melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan inovatif, (d) taat asas, dan disiplin dalam

bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e) memiliiki daya tanggap dan sikap

bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki jati diri sebagai abdi negara dan abdi

masyarakat, serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri, (g) memiliki derajat

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 20: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

20

otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai

keputusan sesuai kewenangan, dan (h) memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.

Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusi (baik dalam bentuk gaji

maupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit; serta finalty system yang

bersifat preventif dan repressif. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya

manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world

class).Selanjutnya, reformasi birokrasi dalam konsteks pembangunan system administrasi

negara tersebut, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan aktualisasi

nilai dan prinsip-prinsip berikut.

Pertama, demokrasi dan pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu Negara

bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara dan seluruh unsur

aparatur negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk

menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung

jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dan pemberdayaan bagi

mereka yang dalam posisi lemah secara rasional dan berkeadilan. Demokrasi tidak hanya

mempunyai makna dan berisikan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi juga

mengandung tuntutan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab

dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan berkeadaban, disertai komitmen tinggi

untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,

keadilan, dan kebenaran.Dalam hubungan itu, birokrasi dalam mengemban tugas

pemerintahan dan pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi

mengarahkan (“steering rather than rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara

steering dan rowing apabila langkah tersebut merupakan cara terbaik untuk mencapai

kesejahteraan sosial yang maksimal. Yang jelas sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh

masyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah.

Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya,

maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered). Pemberdayaan berarti pula

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 21: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

21

memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai

kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung

jawab pembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antara lain melalui (a)

pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b)

perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat,

dan (e) pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan

kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan

sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna

meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kedua, pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani

masyarakat (“a spirit of public services”), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”);

atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“coproduction atau partnership”). Hal

tersebut memerlukam perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui

pembudayaan kode etik (“code of ethical conducts”) yang didasarkan pada dukungan

lingkungan (“enabling strategy”) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang

dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat

maupun di daerah-daerah. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan

efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain

dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”,

“mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelitbelit”, “terbuka untuk

setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai

wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya “melayani publik”, harus

benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara.

Ketiga, transparansi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi

kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan

sistem akuntabilitas, bersikap terbuka dan bertanggung jawab untuk mendorong para

pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 22: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

22

melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan

masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawab dan

pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan

dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain (1) memerlukan keterbukaan

birokrasi pemerintah, juga (2) memerlukan langkah-Iangkah yang tegas dalam mengurangi

peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka. serta (3)

memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses

penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan.

Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan

sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan

sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi

dan kepentingan masyarakat.

Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkan public

good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan

semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“empowering

rather than serving”), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat

untuk berpartisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu

dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan,

dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar

diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam

pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan itu perlu dicatat pentingnya peranan

keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa focus pembangunan yang hakiki adalah

peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan diabaikan

pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional,

regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan

usahausaha negara.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 23: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

23

Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern dimana dunia usaha

menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama

usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta

produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan

teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya

mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar,

menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan kearah pertumbuhan yang serasi.

Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui

berbagai kebijaksanaan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya

kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran

barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta

pengintegrasian usaha kecil ke dalam sector modern dalam ekonomi nasional, serta

mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat

diperlukan.

Keenam, desentralisasi. Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi daerah,

merupakan amanat konstitusi, dan respons atas tuntutan demokratisasi dan globalisasi.

Peningkatan kompetensi dan Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan

format otonomi daerah tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan

keputusan dan pemberian perizinan, yang tetap terarah pada keterikatan dan pada

perwujudan cita-cita dan tujuan NKRI. Perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang

pembangunan menuntut pengambilan keputusan dan pelayanan yang tidak terpusat, tetapi

tersebar sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan tangungjawab yang ada di daerah. Karena

pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang

selama ini ditangani oleh pemerintah pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.

Langkah-Iangkah serupa perIu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha,

khususnya perusahaan-peusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga

pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Perbedaan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 24: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

24

perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas

peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerIukan (a)

desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan-

kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak dan

perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi

pembangunan daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi

mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di

dalam upaya peningkatan pembangunan daerah.

Ketujuh, konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang

berkeadilan secara efektif merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit

diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pernerintahan yang baik dan

bersih, justru di tengah kemajemukan, merajalelanya KKN termasuk money politics, berbagai

ketidakpastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan

efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan,

namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum

merupakan indikator professionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab

bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam

pengembangan hubungan internasional.

Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan

berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijakan public tersebut pada akhirnya

harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum dan

harus mengandung kepastian hukum. Wujud dari cita-cita reformasi birokrasi adalah berupa

sistem dan proses pemerintahan negara berdasarkan hukum yang merupakan perwujudan

atas nilai peradaban dan kemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan,

ketaatan, atau kepatuhan sebagai aparatur negara, warga negara, dan warga masyarakat

dunia. Dengan demikian hukum dapat ditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang pada

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 25: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

25

akhirnya tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang-bidang lain, tapi menghikmati

bidang-bidang lain. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegaknya

supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak dapat lagi memanipulasi

hukum sebagaimana lazimnya terjadi.

Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasi hukum, harus diartikan

bahwa hukum termasuk penegakan hukum, harus diberikan tempat yang strategis sebagai

instrument utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam hidup dan

kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Penegakan hukum harus dilakukan secara

sistematis, terarah dan dilandasi oleh konsep yang jelas, dan integritas yang tinggi. Selain itu

penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian

hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan

perlindungan hukum terhadap HAM benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.

Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean government) serta

kepemerintahan yang baik (good governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus

memenuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertanggungjawaban publik

(acqountability) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat

(responsibility). Akuntabilitas secara filosofik timbul karena adanya kekuasaan yang berupa

amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam

rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, serta berdasarkan visi, misi, dan strategi. Dari

pengertian di atas tersirat bahwa pihak yang diberikan amanah harus memberikan laporan

atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang

dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan.

Dengan kata lain laporan akuntabilitas bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajajaran

pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi juga termasuk berbagai

indikator kinerja yang dicapai, di samping kewajiban untuk menjawab pertanyaan mendasar

tentang apa yang harus dipertanggungjawabkan.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 26: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

26

Dalam hal ini si penerima amanah harus dapat dan berani mengungkapkan dalam

laporannya semua kegagalan yang terjadi berkenaan dengan kebijakan yang teIah

dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Secara analitik, akuntabilitas dapat pula dilihat dari

segi internal dan eksternal. Secara internal, dapat pula diidentifikasi akuntabilitas spiritual

seseorang. Dalam hubungan ini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang seorang

kepada Tuhannya. Hal ini adalah sesuai dengan tata nilai yang terkandung dalam konstitusi.

Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang

dijalankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan. Semua tindakan

akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan orang bersangkutan dengan Tuhan. Namun

apabila betul-betul dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa, kesadaran akan

akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian

kinerja kelembagaan. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan

dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi menghasilkan

kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama-sama dikerjakan

oleh instansi lainnya walaupun uraian tugas pokok dan fungsinya telah nyata-nyata

dijelaskan secara rinci.

Akuntabilitas dapat pula dilihat dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang tersebut

kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan bawahan) maupun lingkungan

masyarakat. Kegagalan seseorang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup pemborosan

waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya pemerintah yang lain,

kewenangan, dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih

mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia rnemang sudah jelas. Kontrol dan

penilaian dari factor ekternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalum suatu

sistem dan prosedur kerja.

Seorang atasan akan memantau pekerjaan bawahanya dan akan memberikan teguran

apabila terjadi penyimpangan. Rekan kerja akan saling mengingatkan dalam pencapaian

akuntabilitas masing-masing. Hal ini dapat terwujud dikarenakan ada saling ketergantungan

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 27: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

27

di antara mereka. Masyarakat dan lembaga-Iembaga pengontrol dan penyeimbang akan

bersuara dengan lantang apabila pelayanan yang diterimanya dari birokrasi tidak seperti

yang diharapkannya. Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka

keberpihakan birokrasi pada kepentingan masyarakat akan menjadi lebih besar serta dapat

mempertahankan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini juga akan

menjadi semacam sistem pengendalian internal bagi birokrasi.

C. TEORI BIROKRASI WEBER DALAM PRAKTEK

Mencermati tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini,

maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar

menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar

negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur

sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam

upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis

demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan

kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat

berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 di beberapa daerah menghasilkan pemahaman

yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan

politik, sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat.

Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu?

Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu

yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar

eksternal. Perubaban dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1979 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan,

masyarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 28: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

28

Dunia usahapun konon semakin terperosok. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka

birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya

harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan

masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan

pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi

birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat

ini. Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke system demokratik

dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau

dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta

maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yangdiperkirakan semakin

sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah.

Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi juga menuntut

sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global. Hal

ini telah berlangsung di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Singapura, misalnya,

munculnya pasar global ditanggapi perrnerintah dengan meningkatkan kompetensi civil service

agar mereka mampu menjawab tantangan zaman dan lebih kompetitif di dunia internasional.

Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan peran aktif birokrasi

dalam pembangunan dan meredefinisi perannya sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor

swasta. Dalam kasus di Thailand, munculnya peran birokrasi publik adalah untuk memfasilitasi

kebijakan pro-pasar seperti privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor

swasta seperti business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal.

Perubahan birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai

katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya berperan sebagai

pendukung dan bukannya pemimpin. Hal yang sama juga dilakukan Filipina. Hal ini dengan jelas

menunjukkan bahwa perubahan birokrasi itu menekankan perlunya keterbukaan struktural

untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan inovasi. Meski demikian,

tidak semua negara berhasil melakukan perubahan birokrasi. Singapura dan Malaysia tergolong

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 29: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

29

cukup efektif mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik

dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik. Sementara itu, Indonesia,

Thailand, dan Filipina kurang efektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena

dominannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi antara birokrasi dan elite politik.

Berkenaan dengan orientasi baru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, kelak diharapkan

keputusan didasarkan pada analisis Iogis dan melihat secara jeli implikasi dari kebijakan pro-

pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, serta

mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi penduduk. Untuk itu, pembuat kebijakan

perlu mempertimbangkan perbedaan mendasar antara sektor public dan sektor swasta dalam

hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan

keuntungan serta kerugian administrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa saja

yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi.

Pola birokrasi yang cenderung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan

ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan

tuntutan masyarakat. Harus diciptakan Birokrasi yang terbuka, professional dan akuntabel.

Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada

masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu

sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang

konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Saat ini posisi, wewenang dan

peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan,

perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan

sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan

masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga

kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical

top down daripada horizontal partisipative. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain

ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi

yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 30: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

30

Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran

Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan

masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh Negara

adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan

fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha. Peran lain

yang seharusnya dijalankan oleb birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun

pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat.

Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan

dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori

suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi

kepentingankepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan

negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu

keharusan. Aparatur pemerintah adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun

latar belakangnya. Perbedaan ideologi maupun pilihan potitik tidak boleh menghalangi perannya

sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan

diatas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan

dikawal pelaksanaannya, peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus terusmenerus

ditingkatkan dan diusahakan.

Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas

bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi

lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh

untuk menuju reformasi birokrasi.

Langkah internal :

1. Meluruskan orientasi

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 31: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

31

Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan.

Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus

bermuara pada pelayanan masyarakat.

2. Memperkuat komitmen

Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa

disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan

menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat

perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak

memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.

3. Membangun kultur baru

Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur

kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan

pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara

terbuka, serta jelas kode etiknya.

4. Rasionalisasi

Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi

kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan

lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-

perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.

5. Memperkuat payung hukum

Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan

hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .

6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 32: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

32

Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa

disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk

mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem

rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan

kesejahteraan.

7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:

a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Karena

selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan

harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya

lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.

b) Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak

urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai

pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.

Langkah eksternal :

1. Komitmen dan keteladanan elit politik

Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar

negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi

lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang

patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani

dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian

memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 33: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

33

2. Pengawasan masyarakat

Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran

birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini

masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi. Patut rnenjadi perhatian

semua pihak bahwa birokrasi merupakan kekuatan yang besar sekali. Kegiatannya

menyentuh hampir setiap kehidupan warga negara. Maka kebijakan yang dibuat oleh

birokrasi sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Karena warga yang hidup dalam suatu negara terpaksa menerima kebijaksanaan yang telah

dibuat oleh birokrasi, selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan yang

berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Berkenaan dengan

hal tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi

akan berdampak luas pada nasib rakyat, dan tentu saja berdampak pada proses

demokratisasi. Nasib rakyat akan semakin terpuruk karena kualitas pelayan publik dan tidak

berfungsinya pelayanan publik karena akan cenderung mendistorsi proses menuju keadilan

dan kesejahteraan rakyat.

Pemilu 2004 merupakan momentum penting untuk melanjutkan proses reformasi

birokrasi. Pergantian kepemimpinan sejak masa reformasi tidak berpengaruh pada kinerja

birokrasi. Reformasi birokrasi sebenarnya sudah dilakukan secara internal. Perubahan

struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan. Walaupun demikian, kinerjanya

tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan

wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas

kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi

di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena perubahan-

perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat ketika

eforia reformasi berlangsung.

Pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan

terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 34: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

34

komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik

apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para

pemimpin. Oleh karena itu, mau tidak mau pada Pemilu 2004 kita harus mendapatkan

pemimpin-pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan tidak hanya pada proses

reformasi birokrasi melainkan pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan untuk

mengubah masa depan bangsa menuju keadaan yang lebih baik.Hanya para pemimpin

berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar- benar meluhurkan nilai-nilai moral

dan akhlak, yang mampu menegakkan supremasi hukum dalam era pembangunan nasional

berkelanjutan, dalam kerangka dasar membangun kembali Indonesia.

Analisis kelebihan dan kekurangan Teori Birokrasi Weber

1. Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi

sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.

2. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi

dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat

atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi

yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat

bercorak ragam.

3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni:

pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan

dari Max Weber

a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah

dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling

menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.

b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi

birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok

peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 35: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

35

Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh

teori organisasi klasik.

c. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari:

otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri

pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada

atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-

sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di

dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.

d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di

antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi

dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.

4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik

Pentingnya Birokrasi

a. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam

perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya

peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.

b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai

"delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security and

loyalty".

c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1)

bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan

keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan

pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses

pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat

merupakan bagian dari para pembuat keputusan.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 36: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

36

5. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang

dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan

pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi

weber

a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal:

1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional

2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki

3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi

4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa

birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K.

Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained

incapacity''.

c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi

sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh

pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas

administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu,

kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan

diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem

perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.

Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan

mengabaikan peranan pendidikan.

D. ANALISIS

Birokrasi di Indonesia tercipta sebagai warisan dari sejarah masa penjajahan dan

pasca penjajahan kolonial. Pola kekuasaan dalam budaya Indonesia ( Ketimuran ) bercampur

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 37: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

37

dengan budaya administrasi pemerintahan Barat menempatkan pencitraan birokrasi

sebelum masa reformasi sebagai raja-raja kecil.

Belum lagi, di masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi mendapatkan tempat paling

tinggi dalam tatanan masyarakat, bukan sebagai pelayan (pamong) rakyat, namun lebih

sebagai dilayani rakyat. Penguatan jajaran birokrasi terutama setelah dilegitimasikannya

PNS untuk masuk dalam arena politik, sebagai kendaraan partai Soeharto, Golkar,

memenangkan pemilihan umum sampai ke 7 kalinya.

Setelah memahami birokrasi, maka hubungan insitusi pusat dan daerah dapat kita

rumuskan. Pola hubungan sentralistis di masa Soeharto, fokus pada pemerintah pusat.

Birokrasi di daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehingga sangat

jarang terdengar putra daerah menduduki jabatan strategis pemerintahan daerah, seperti

gubernur dan bupati. Namun, perubahan terjadi di era otonomi daerah tahun 1999, ketika

desentralisasi membuat kekuasaan tidak lagi berada di tangan pusat, namun di daerah.

Birokrasi di Indonesia pada dasarnya sulit untuk dirubah. Penolakan terhadap

perubahan oleh birokrat dikarenakan adanyan dominasi sistem birokrasi kerajaan yang

hingga saat ini masih melekat pada birokrat, sistem dimana para pejabat berhak melakukan

sesuka apa yang dinginkannya. Sebagai contoh banyak sekali para pejabat diberbagai

lingkungan departemen ataupun lembaga setingkat yang melakukan penyelewengan

anggaran yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun setelah

bertahun tahun lamanya baru diketahui.

Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar

dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin

menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun,

tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan

pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan yakni munculnya patologi

birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya

manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 38: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

38

hukum,keperilakuan, dan adanya situasi internal. bahwa birokrasi memiliki kecenderungan

mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten

terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan

kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban

dan menghambat kemajuan.

Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat

patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak

obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi

kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen

penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif. Birokrasi di

Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya

proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak

terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk

memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan terjadinya

birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat,

sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi

Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak

efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu

melaksanakan kewenangan – kewenangan barunya secara optimal.

Seperi dibahas sebelumnya sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang tidak

dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan

kolonial dan pemerintahan Orde Lama. masing-masing tahap tersebut membawa corak

birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi

maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa

kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan. Kepatuhan harus diwujudkan dengan

melaksanakan segala peraturan dan perintah kerajaan dan tidak untuk mempertimbangkan

untung rugi dan dampaknya. Sikap atau perilaku yang demikian dibarengi dengan timbulnya

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 39: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

39

perasaan dan kepercayaan rakyat bahwa pihak kerajaan akan melindungi para kawula dari

segala macam gangguan dan ancaman. Timbullah hubungan ketergantungan pelindung dan

yang dilindungi. Hubungan demikian dikategorikan sebagai “patron-client relationship”

Dalam birokrasi timbul hubungan “bapak-anak buah” secara khusus sebagaimana berlaku di

Indonesia setelah kemerdekaan

Demikian juga “patrimonial of leadership” timbul dalam kondisi yang demikian.

Didalamnya terdapat “traditional authority” dimana kepatuhan dan kesetiaan terhadap

pemimpin karena ditopang oleh kewenangan yang bersumber pada tradisi. Birokrasi dalam

kerajaan-kerajaan khususnya di Jawa atau birokrasi patrimonial dalam banyak hal masih

terasa sampai kini

Pada jaman kolonial kedaaan birokrasi kerajaan yang demikian itu tidak mengalami

perubahan yang berarti tetapi justru dimanfaatkan dan dimodifikasi sedemikian rupa

sehingga lebih efisien demi kepentingan penjajah. Dibuat peratuan-peraturan yang memaksa

dan dalam pelaksanaannya memperalat elit pribumi (para bangsawan) dengan keuntungan

sebesar-besamya. Pembentukan elit birokrasi yang demikian itu sangat menonjol di Jawa .

Oleh karena itu birokrasi patrimonial yang berakar pada budaya Jawa tidak diubah tetapi

ditambah bebannya oleh penjajah. Kemudian setelah Indonesia merdeka sampai dengan

runtuhnya Orde Lama birokrasi patrimonial masih tetap melekat erat pada pemerintahan

dan pembangunan. Pengaruh feodalisme dan kolonialisme masih terus berlanjut dan pola

hubungan “patron-client ” menjadi referensi utama dalam birokrasi. Dalam Orde Lama

orientasi keatas sangat kuat dan menentukan semua “Bapak” harus dihormati, ditaati dan

pantang ditentang. Berbeda pendapatpun sebaiknya jangan. Oleh karena itu pada jaman

Orde lama sang pemimpin atau birokrat menjadi tumpuan segala-galanya. Benih-benih tirani

hidup subur dan puncak penyelewengannya menimbulkan segala macam kesengsaraan yang

mendorong lahimya Orde baru.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 40: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

40

Babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan dimulai dengan tekad

melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun demikian corak

“birokrasi patrimonial” masih tetap menjadi warna yang dominant. Hubungan “Bapak-

Anak buah” mempengaruhi hampir setiap segi penting kehidupan politik di Indonesia

(termasuk strategi pembangunan ekonomi.

Adanya patrionalisme dalam birokrasi merupakan peninggalan sejarah politik dan

ekonomi di Indonesia yang sampai sekarang tidak lekang panas dan tidak lapuk karena

hujan. Hanya penerapannya yang berbeda sesuai dengan jamannya, prinsip dasarnya tetap

sama. “Bagaimanapun juga munculnya birokrasi patrimonial dalam sistem administrasi

negara dan sistem politik tidak dikarenakan masih kuatnya ikatan kultur tradisional yang

paternalistik.” Masalahnya adalah bagaimana kita mampu memanfaatkannya dalam birokrasi

pembangunan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks

sistem budaya masyarakat Indonesia, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat

dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan

birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk

ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia

birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak

kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat,

dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan,

pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran

dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih Berjaya hidup di dunia

barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah

berkembang selama beberapa abad misal pada abad pertengahan dan seterusnya,

perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 41: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

41

karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka

banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan

mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang

sedang berkembang termasuk Indonesia tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat

dipetik dan dirasakan.

Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman

dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa

berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat

mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya.

Sebagai contoh, di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan,

pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan

istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang

diberikannya.

Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan

pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam

public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap

semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif

yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan

birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi

pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative

engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi

publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang

cukup dan handal (viable bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di

Indonesia menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif

terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang

terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi

aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 42: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

42

Apakah birokrasi publik itu alat rakyat? Alat penguasa? Ataukah penguasa itu

sendiri? Guna merespon kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi di Indonesia perlu

melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : (a) birokrasi harus lebih

mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan

masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b)

birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern,

ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu

ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat

diserahkan kepada masyarakat); (c) birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan

system dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni :

pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi

biaya dan ketepatan waktu; (d) birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan

publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; (e) birokrasi harus mampu dan

mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi

organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu

memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya

jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang

terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan

yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan

pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek

persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang

benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency),

dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistencyatau coherency).Oleh karena itu, untuk

merealisasikan kriteria ini Pemerintah Indonesia sudah seharusnya segera menyediakan dan

mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 43: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

43

manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented)

tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).

Istilah professional dan professionalisasi, Pertama, dipergunakan untuk menunjuk

pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan-pekerjaan

professional, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white collar jobs) yang meningkat

secara relative dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya,baik sebagai akibat

perluasan kelompok pekerjaan yang sudah ada ataupun sebagai akibat munculnya

pekerjaanpekerjaan baru di bidang jasa. Kedua, dipergunakan dalam arti yang hampir sama

dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan

rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. Ketiga, memandang

professionalisasi sebagai suatu proses yang jauh lebih rumit yang menunjuk pada suatu

pekerjaan dengan sejumlah atribut prinsip-prinsip professional yang merupakan unsur-unsur

pokok profesionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu proses dengan urutan yang tetap,

yaitu suatu pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan

menuju bentuk akhir profesionalisme.

Dengan demikian, manajemen strategi pelayanan publik yang professional harus lebih

berorientasi pada paradigma goal governance yang didasarkan pada pendekatan manajemen

baru baik secara teoritis maupun praktis. Sekaligus, paradigma goal governance ini

diharapkan mampu menghilangkan praktek- praktek birokrasi Weberian yang negative

seperti struktur birokrasi yang hierarkhikal yang menghasilkan biaya operasional lebih

mahal (high cost economy) daripada keuntungan yang diperolehnya, merajalelanya red tape,

rendahnya inisiatif dan kreativitas aparat, tumbuhnya budaya mediokratis (sebagai lawan

dari budaya meritokratis) dan in-efesiensi.Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan

dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi

tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka

mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 44: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

44

berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman

kepentingan dan tujuan.

Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun

non-pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan

organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang berhubungan dengan pelayanan

publik. Dan jika nonpemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi

keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan

yang lain. Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana

memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi

kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan,

birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-

program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam

kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum

pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh

masyarakat.

Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan

(termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses

panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan

pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif

yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal

pelayanan publik).

Strategi manajemen birokrasi profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan

beberapa karakteristik antara lain: Pertama, perubahan yang besar pada orientasi

administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil

dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan. Kedua, keinginan untuk keluar dari birokrasi

klasik dan menjadikan organisasi,pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang

lebih luwes. Ketiga, tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 45: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

45

memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing,

termasuk pula sistem evaluasi program-programnya. Keempat, staf pimpinan yang senior

dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non

partisan dan netral. Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bias dinilai lewat uji pasar (market test)

seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani

sendiri oleh pemerintah. Keenam, mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat

kegiatan privatisasi. Ketujuh,birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat

efektivitas pemerintahan. Kedelapan, rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang

bebas dari kolusi, korupsi dan nepotism.

Penerapan pendekatan manajemen profesional pada sektor publik ini telah banyak

disuarakan oleh para pakar dengan berbagai label, misalnya dengan nama “managerialism”

“new public management” dan “ entrepreneurial government, Reinventing

Government” .Apapun label yang dipergunakan, yang jelas pendekatan manajemen

profesional ini telah merubah orientasi fokus peran dan fungsi birokrasi dalam pemerintahan

yang semula lebih mementingkan “process” menuju ke “product”, atau dari “ rule governance”

menuju ke “goal governance”. Tetapi perlu diingat, bahwa dalam perdebatan teoritis dari

kedua kutub orientasi ini, baik rule governance maupun goal governance memiliki segi

kelemahan dan kelebihannya masing-masing.

Kelemahan rule governance, misalnya, dianggap mempunyai penerapan peraturan

yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, pengawasan yang ketat, bersifat

impersonal,dan sebagainya, sehingga menjadikan birokrasi sebagai “mesin rasional” yang

menciptakan perilaku aparat yang formal dan robotic yang kurang peka terhadap terhadap

nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan sosialnya. Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu

rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifatnya disfungsional, in-efesiensi dan bahkan

konflik dengan masyarakat yang dilayani karena sifat impersonal aparat birokrasi dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Demikian pula, aturan-aturan (rules) sebagai

sarana untuk mencapai tujuan seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri. Segi

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 46: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

46

kelebihannya, menunjukkan semakin tingginya tertib administrasi yang dicapai oleh

birokrasi publik.

Adapun kelebihan goal governance yaitu meletakkan fokus utamanya pada “the

achievement of result and taking individual responsibility for their achievement”.Tetapi ia juga

memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip manajemen baru itu hendak diterapkan di sektor

publik. Misalnya, sampai sekarang masih terjadi diskursus yang seru terhadap 10 prinsip

dalam entrepreneurial government-nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka kemukakan

dalam uraian yang sangat provokatif yaitu Reinventing Government. Konsep pemerintahan

entrepreneur Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai baru (re-inventing) di

bidang pemerintahan yang ternyata empunyai kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kritik

terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “ new

administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance

dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang

berbasis pada rule governance. Oleh karena itu, bukannya reinventing government melainkan

pemerintahan yang sudah dalam keadaan tertinggal (abandoning government), karena

Osborn dan Gaebler sebenarnya telah menghapuskan atau setidak-tidaknya telah

membelotkan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua nilai tersebut (lama dan baru) bisa

disatu padukan.

Tampaknya, hubungan antara struktur dengan tindakan cenderung digambarkan

sebagai bersifat antagonistik. Struktur sering digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekuatan

penghambat, dan kestabilan. Sedangkan tindakan cenderung menampakkan daya cipta,

otonomi, dan ketidak stabilan. Karena itu,penting untuk diajukan pertanyaan. Manakah yang

lebih mendasar, struktur atau tindakan? Benarkan bila penekanan diberikan kepada struktur

berarti menghilangkan atau meminggirkan tindakan? Sebaliknya, benarkan bila penekanan

diberikan kepada tindakan berarti membuang struktur begitu saja? Benarkah bahwa tertib

yang berlangsung dalam birokrasi selalu bersifat impersonal? Benarkan bahwa para pejabat

birokrasi hanya tunduk kepada suatu tatanan yang menjadi kiblat bagi segala tindakannya?

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 47: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

47

Mengapa birokrasi cenderung bertindak berbeda pada setting ruang dan waktu yang

berbeda? Apakah perubahan yang dilakukan oleh birokrasi sesuai dengan fungsi reformasi

yang dikehendaki oleh masyarakat banyak, ataukah sekedar formalitas sebagai kewajiban

struktural yang cenderung statusquo; atau hanya sebagai mesin alat penggerak untuk

memanipulasi dan memobilisasi rakyat agar tunduk pada kekuasaan birokrasi (machine

bureaucracy)? Perlu diahami bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah sebagai fasilitas atau

sumber sosial yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama.

Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk memelihara ketertiban dan keseimbangan

dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai atribut utama dalam sistem sosial berwujud

kepemimpinan yang bertanggung jawab, tetapi juga berbentuk keputusan-keputusan yang

mengikat bagi semua golongan masyarakat. Jadi kekuasaan adalah sarana bagi tercapainya

tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar itulah, konsentrasi kekuasaan

adalah syah selama masyarakat memang menghendakinya.

Pendekatan Weberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsung dalam

pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini, secara klasikal menegaskan pentingnya

rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas melalui

pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume

atau beban tugas dengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang formalistik dan

pengawasan yang ketat. Dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia berkembang secara

vertikal linear, dalam arti “arah kebijakan dan perintah dari atas kebawah, dan

pertanggungjawaban berjalan dari bawah ke atas”, demikian pula “loyalitasnya”; karenanya

koordinasi lintas lembaga yang umumnya dilakukan secara formal sulit dilakukan. Birokrasi

di Indonesia juga masih di pengaruhi sikap budaya “feodalistis”, tertutup, sentralistik,

serta ditandai pula dengan arogansi kekuasaan, tidak atau kurang senang dengan kritik, sulit

dikontrol secara efektif, sehingga merupakan lahan subur bagi tumbuhnya KKN atau pun neo-

KKN.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 48: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

48

Dalam kondisi seperti itu akan sulit bagi Indonesia untuk menghadirkan

cleangovernment dan good governance.Berbagai fenomena di atas mengungkapkan perlunya

pelaksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan sistimatis sebagai bagian dari

pembangunan Sistem dministrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI. Dalam

konteks SANKRI, reformasi birokrasi yang dilakukan harus beranjak pada amanat konstitusi

NKRI, memperhatikan tantangan lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi,

mencakup keseluruhan unsure sistem administrasi negara dan birokrasi secara tepat, sesuai

dengan tantangan lingkungan stratejik (internal dan eksternal) yang dihadapi, dan bertitik

berat pada peningkatan “daya guna, hasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, serta bebas

KKN”, disertai pula upaya-upaya perubahan perilaku secara mantap.

Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-

pihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat

Indonesia secara keseluruhan. Sejarah Indonesia Merdeka menunjukan, birokrasi yang tidak

netral telah turut membawa Indonesia pada jurang kekacauan politik; dan birokrasi yang

tidak netral selalu tumbuh bersama dengan kekuatan dan kepentingan politik atau golongan

tertentu, selalu terjebak dalam godaan KKN, dan akhirnya juga membawa negara kita pada

kehancuran ekonomi. Hal semacam itu telah terjadi pada setiap “rezim pemerintahan”;

dengan akibat dan dampak yang serupa berupa kelemahan bangunan kelembagaan hukum,

dan kehancuran kehidupan ekonomi, politik, dan sosial. Reformasi birokrasi yang terjadi di

Indonesia pada dasarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pendekatan

struktural-hirarkikal (tradis weberian).

Untuk saat sekarang ini kita sangat membutuhkan birokrasi yang berorientasi

kemanusiaan, tidak secara konseptual semata tapi merambah pada dataran praktis di

lapangan. Hal ini menjadi pekerjaan sangat penting untuk mendekatkan birokrasi

pada manusia, bukan lagi pada mesin. Sebuah teori akan diuji menurut kelayakan

historis dan kebutuhan pada sebuah masa. Birokrasi yang humanis masih menjadi

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 49: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

49

pekerjaan rumah (PR) yang harus serius digarap oleh para pemerhati masalah-

masalah administrasi negara dan kebijakan publik.

D. PENUTUP

Reformasi birokrasi harus merupakan bagian dari reformasi sistem dan proses,

administrasi negara. Dalam konteks SANKRI, reformasi birokrasi di dalamnya pada

hakikinya merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi.

Dalam hubungan itu, reformasi birokrasi juga merupakan jawaban atas tuntutan akan

tegaknya aparatur pemerintahan yang berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab,

bersih dan bebas KKN

Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau perannya yang

sebenamya selaku “pelayan publik” (public servant), diperlukan kemampuan dan kemauan

kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup

perubahan perilaku yang mengedepankan “netralitas, professionalitas, demokratis,

transparan, dan mandiri”, disertai perbaikan semangat kerja, cara kerja, dan kinerja

terutama dalam pengelolaan kebijakan dan pemberian pelayanan publik, serta komitmen

dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk memperbaiki cara kerja

birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil

Selanjutnya, diperlukan sosok pemimpin yang memiliki komitmen dan kompetensi

terhadap reformasi Birokrasi negara secara tepat, termasuk dalam penyusunan agenda dan

pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan pembangunan yang ditujukan pada kepentingan

rakyat, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa. Dalam rangka itu, diperlukan pula

reformasi struktural, seperti independensi sistem peradilan dan sistem keuangan negara,

disertai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya kepada publik.

Kita sangat membutuhkan Model birokrasi yang berorientasi kemanusiaan, tidak

secara konseptual semata tapi merambah pada dataran praktis di lapangan. Hal ini menjadi

pekerjaan sangat penting untuk mendekatkan birokrasi pada manusia, bukan lagi pada

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 50: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

50

mesin. Sebuah teori akan diuji menurut kelayakan historis dan kebutuhan pada sebuah masa.

Birokrasi yang humanis masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus serius digarap oleh

para pemerhati masalah-masalah administrasi negara dan kebijakan publik.

DAFTAR PUSTAKA

Albrow, Martin, 1996, Birokrasi,Yogyakarta, Tiara Wacana.

Baert, Patrick, 1998, Social Theory Twentieth Century, Cambridge, Polity Press.

Bendix, Reindhard, 1977, Bureaucracy, International Encyiclopedia of the SocialSciences, New

York: Free Press.

Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Jakarta,

Prestasi Pustakaraya.

Buchori, Mochtar, 1982, Pola Tingkah Laku Birokrasi sebagai Akibat PengaruhKebudayaan, dalam

Prisma, 6 Juni 1982: 70-85.

Castles, Lance, 1986, Birokrasi : Kepemimpinan dan Perubahan Sosial diIndonesia, Surakarta,

Hapsara.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 51: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

51

Crozier, Michael, 1964, The Bureaucratic Phenomenon, London, Tavistock Publication.

Dvorin, Eugene.P dan Simmons, Robert H, 2000, Dari Amoral sampai BirokrasiHumanisme,

Jakarta, Prestasi Pustakaraya.

Etzioni-Halevy,Eva, 1983, Bureaucracy and Democracy: A Political Dilemma, London, Boston,

Melbourne and Henle, Routledge and Kegan Paul.

Evers, Hans Dieter, 1987, The Bureaucratization of Southeast Asia, dalam Comparative Studies in

Society and History, Volume 29, Number 4, 1997.

Giddens, Anthony, 1995, The Constitution of Society, Cambridge: Polity Press.

Hariandja, Denny, BC, 1999, Birokrasi Nan Pongah : Belajar dari KegagalanOrde Baru, Yogyakarta,

Kanisius.

Heckscher, Charles and Donnellon, Anne (ed), 1994, The Post Bureaucratic

Organization: New Perspectives on Organizational Change, London, New Delhi: Sage Publications.

Henderson, Keith M, and Dwivedi,O.P, 1999, Bureaucracy and The Alternatives in World

Perspective, London: Macmilland Press Ltd.

Hill, Larry.B (ed), 1992, The State of Public Bureaucracy, Armonk, New York, London, England:

M.E.Sharpe,Inc.

Hughes, O.E, 1994, Public management and Administration, New York, St.martin’s Press Inc.

Islamy, Muh.Irfan, 1998, Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi Negara, Malang, Fakultas Ilmu

Administrasi-Universitas Brawijaya.

Jackson, Karl D and Pye, Lucian W (eds), 1978, Political Power andCommunication in Indonesia,

Berkeley, University of California Press.

Johnson, Terence.J, 2007, Profesi Dan Kekuasaan: Merosotnya Peran KaumProfesional dalam

Masyarakat, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.

Kaisiepo, Manuel, 1987, Dari Kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara:Birokrasi dan Politik

Indonesia, Jurnal Politik 2, Jakarta, Gramedia.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 52: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

52

Kartasasmita, Ginanjar, 2007, Pembangunan Menuju Bangsa Yang Maju DanMandiri, Pidato

Ilmiah penerimaan gelar Dr.HC dalam Ilmu Administrasi Pembangunan dari Universitas Gajah

Mada, 15 April 1995.

Kuntjorojakti,D, 1980, Bureaucracy in the Third World: Instrument of the People,Instrument of the

Rulers or the Ruler?, dalam Prisma (edisi bahasa Inggris), Nomor.19, Desember 1980.

Lane, J.E,1995, The Public Sector, London, SAGE Publication. Michels, Robert, 1984, Partai Politik:

Kecenderungan Oligarkhis dalam Birokrasi, Jakarta, Rajawali Press.

Moertono, Soemarsaid, 1985, Negara dan Usaha Bina Negara Di Jawa MasaLampau: Studi

Tentang Masa Mataram II, Abad XVI Sampai XIX, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Muhaimin, Yahya, 1980, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia, Prisma No.10, Jakarta, LP3ES.

Ndraha, Taliziduhu, 1986, Birokrasi Pembangunan : Dominasi atau Alat Demokratisasi, Jurnal

Ilmu Politik 1, Jakarta, Gramedia.

Osborn, David and Gaebler,Ted, 1996, Mewirausahakan Birokrasi: ReinventingGovernment,

Mentransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor publik, Jakarta, Pustaka Binaman

Pressindo.

Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2000, Memangkas Birokrasi: Lima StrategiMenuju

Pemerintahan Wirausaha, Jakarta, PPM.

Painter, Chris, 1994, Public Service Reform: Reinventing or Abonding Government?, dalam The

Political Quartely, Oxford: Blackwell Publishers.

Palombara, La, 1967, Bureaucracy and Political Development, New Jersey, Princeton.

Parkinson,C.Northcote,1962, Parkinson’s Law, Houghton Mifflin, Boston. Perrow, Charles, 1979,

Complex Organization, Scott Foresman, Glenview, Illinois.

Putra, Fadillah dan Arif, Saiful, 2001, Kapitalisme Birokrasi: Kritik ReinventingGovernment

Osborne Gaebler, Yogyakarta, LKiS.

Rourke, Francis, 1992, American Exceptionalism: Government without Bureaucracy, dalam L.B

Hill (ed), The State of Public Bureaucracy, New York:M.E, Sharpe, Inc.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 53: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

53

Santoso, Priyo Budi, 1993, Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kulturaldan Struktural,

Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi: Tinjauan dari Aspek Politik dan Administrasi, Cakung

Payangan Bekasi, Gugus Press.

Sharrock,W and Watson.R, 1988, Autonomy among Social Theory, dalam Nigel G.Fielding, ed,

Action and Structure: Research Methods and Social Theory, London; Sage Publications.

Siagian, SP, 1994, Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi Dan Terapinya, Jakarta, Ghalia

Indonesia.

Steinberg, Sheldon.S dan Austern, David T, Government, Ethics And Managers : Penyelewengan

Aparat Pemerintahan, Bandung, Remaja Rosda Karya.

Sumoprawiro, Hariyoso,2002, Pembaruan Birokrasi Dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta,

Peradaban.

Surbakti, Ramlan, 1994, Karakteristik Dan Penampilan Birokrasi Perkotaan,Surabaya, Program

Pasca sarjana Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Airlangga.

Sutherland, Heather, 1983, Terbentuknya Sebuah Elite Birokasi, Jakarta, Sinar Harapan.

Tjokrowinoto, Moeljarto,2001, Birokrasi dalam Polemik, Saiful Arif (editor), Yogyakarta, Pustaka

Pelajar.

Thoha, Miftah dan Dharma, Agus (editor), 1999, Menyoal Birokrasi Publik, Jakarta, Balai Pustaka.

Turner, Jonathan H, 1974, The Structure of Sociological Theory, Georgetown Ontario, The Dorsey

Press.

Vroom,CW, 1982, Pembangunan Organisasi: Sebuah Telaah Ulang tentang Tesis Birokrasi

Patrimonial Rasional di Asia, Jakarta, Prisma 6, LP3ES.

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|

Page 54: Aktualitas Birokrasi Dalam Menjawab Tantangan Reformasi Birokarasi ( MUSKAMAL, S.SOS, M.Si )

54

Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|